Anda di halaman 1dari 5

UPAYA PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI

“BERJUMPA DI KERTAS”
(Iin Lina Setiawati)

“Bangsa besar adalah bangsa yang memiliki karakter kuat berdampingan


dengan kompetensi yang tinggi, yang tumbuh dan berkembang dari pendidikan
yang menyenangkan dan lingkungan yang menerapkan nilai-nilai baik dalam
seluruh sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Hanya dengan karakter kuat
dan kompetensi yang tinggilah jati diri bangsa menjadi kokoh, kolaborasi dan
daya saing bangsa meningkat sehingga mampu menjawab berbagai tantangan era
abad 21. Untuk itu, pendidikan nasional harus berfokus pada penguatan karakter
di samping pembentukan kompetensi.” (Muhadjir Effendy)
Demikian penggalan sambutan Menteri Pendidikan dalam modul pelatihan
“Penguatan Pendidikan Karakter” bagi guru. Seperti kita ketahui, betapa
pentingnya pendidikan karakter terlebih di era globalisasi saat ini. Anak bangsa
bukan hanya akan bersaing dengan bangsa lain, akan tetapi yang lebih penting
adalah terjadinya degradasi moral yang memicu munculnya berbagai persoalan
sehingga mulai mengancam keutuhan dan masa depan bangsa. Persoalan-
persoalan tersebut antara lain: maraknya perilaku kekerasan dalam lingkungan
pendidikan, tawuran antarpelajar, pergaulan bebas, penggunaan narkoba di
kalangan remaja, tindakan intoleransi, gerakan separatis, dan sebagainya.
Ada beberapa alasan yang menjadi dasar kuat bagi Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan untuk meluncurkan Gerakan Penguatan Pendidikan
Karakter (PPK). Pertama, rendahnya indeks pembangunan manusia Indonesia
sehingga mengancam daya saing bangsa. Kedua, lemahnya fisik anak-anak
Indonesia karena kurang olah raga. Ketiga, rendahnya rasa seni dan estetika.
Keempat, pemahaman etika yang belum terbentuk selama masa pendidikan. Hal
inilah yang mendorong untuk dilaksanakan penguatan pendidikan karakter,
walaupun sebenarnya pendidikan karakter pernah diluncurkan pada tahun 2010.
Mari kita mengingat kembali amanah Undang-Undang Sisdiknas tahun
2003. Dalam undang-undang tersebut disampaikan bahwa pendidikan tidak hanya
membentuk insan Indonesia yang cerdas, namun juga berkepribadian atau
berkarakter, sehingga nantinya akan lahir generasi bangsa yang tumbuh
berkembang dengan karakter yang bernapas nilai-nilai luhur bangsa serta agama.
Salah satu keberhasilan pendidikan karakter adalah peran guru di tiap-tiap
sekolah atau madrasah. Tugas guru bukan hanya sekadar menyampaikan materi
pelajaran, namun yang lebih penting adalah membimbing dan mengarahkan siswa
untuk memiliki karakter baik. Anak yang berprestasi bukan hanya cerdas
intelektualnya saja, melainkan didampingi dengan cerdas emosinya. Berdasarkan
penelitian beberapa ahli ditemukan ada beberapa faktor penyebab kegagalan anak
di sekolah. Faktor yang disebutkan ternyata bukan terletak pada kecerdasan otak,
tetapi pada karakter, yaitu: rasa percaya diri, kemampuan bekerja sama,
kemampuan bergaul, kemampuan berkonsentrasi, rasa empati, dan kemampuan
berkomunikasi.
Guru harus memahami bahwa karakter sangat memengaruhi prestasi
siswa. Oleh karena itu, guru dituntut harus mengenali dan memahami karakter
siswa, memilih metode belajar yang dapat menunjang penguatan pendidikan
karakter, serta membimbing dan mengarahkan siswa agar memiliki karakter yang
sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa serta agama.
Salah satu metode pembelajaran yang dapat menunjang pada penguatan
pendidikan karakter adalah dengan mengenalkan siswa pada “berjumpa di kertas”.
Apa itu “berjumpa di kertas”? Ini merupakan akronim atau semacam jembatan
keledai untuk mengingat sembilan nilai antikorupsi. Akronim sambilan nilai
antikorupsi ini digagas oleh ketua FORGUPI (Forum Guru Penggerak Integritas)
Bapak Syahrir Nuhun, yang merupakan singkatan dari berani, jujur, mandiri,
peduli, adil, disiplin, kerja keras, tanggung jawab, sederhana.
Sembilan nilai antikorupsi yang merupakan ikon KPK (Komisi
Pemberantasan Korupsi) selaras dengan nilai-nilai dalam pendidikan karakter.
Ada 18 butir nilai-nilai pendidikan karakter, yaitu: religius, jujur, toleransi,
disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat
kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta
damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab.
Tujuan mengenalkan “berjumpa di kertas” selain mengampanyekan
gerakan antikorupsi pada siswa juga untuk menerapkan penguatan pendidikan
karakter di sekolah atau madrasah. Berbagai metode dan teknik pembelajaran
dapat dipilih dan dikreasikan oleh guru disesuaikan dengan jenjang atau
lingkungan sekolah masing-masing.
Pada jenjang pendidikan dasar, pengenalan “berjumpa di kertas” dapat
dilakukan dengan melakukan permainan (board game atau digital game),
membaca cerita bergambar (KPK telah menerbitkan buku cerita bergambar serial
“Si Kumbi”), dan menonton film (KPK juga telah merilis film serial “Si Kumbi”).
Pada jenjang pendidikan menengah, pengenalan ‘berjumpa di kertas” dapat
dilakukan dengan cara yang sama dengan pendidikan dasar, hanya kontennya
disesuaikan dengan usia. Misalnya, siswa membaca cerpen atau komik (KPK
telah menerbitkan buku kumpulan cerpen dan komik tentang antikorupsi), dan
menonton film-film pendek tentang antikorupsi yang dapat dilihat di youtobe.
Selain itu, media pembelajaran pun dapat digunakan untuk mengenalkan
“berjumpa di kertas”. Salah satu contoh media yang pernah digunakan di MAN 5
Garut adalah kerajinan dari barang bekas yang dihiasi tulisan nilai-nilai
antikorupsi. Contoh lain, seorang Guru BK di MAN 2 Bandung menggagas “Batu
Bicara” sebagai media pembelajaran untuk mengenalkan nila-nilai antikorupsi.
Banyak hal yang dapat dijadikan media pembelajaran oleh guru untuk
mengenalkan “berjumpa di kertas” sebagai upaya penguatan pendidikan karakter
di sekolah atau madrasah.
Melalui “berjumpa di kertas” diharapkan nilai-nilai pendidikan karakter
lainnya dapat diterapkan oleh siswa sehingga cita-cita menjadikan anak bangsa
yang cerdas dan berkarakter menjadi kenyataan. Mulailah dari hal yang kecil, dari
diri sendiri, dan dari sekarang.
DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2017. Modul Pelatihan Penguatan


Pendidikan Karakter. Jakarta: Kemendikbud.

Undang-Undang Sisdiknas Tahun 2003.


BIODATA
Penulis bernama lengkap Iin Lina Setiawati, ibu dari

tiga putra ini merupakan guru di MAN 5 Garut sejak

tahun 2005 sampai sekarang.

Terpilih menjadi salah satu perserta Teacher Supercamp

2017 untuk kategori cerpen. Penulis berharap melalui

tulisannya dapat menginspirasi dan memberikan

kontribusi terhadap gerakan antikorupsi KPK.

Anda mungkin juga menyukai