Anda di halaman 1dari 87

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan alah usaha terencana dan sadar untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

pembelajaran di mana peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

memiliki kekuatan spiritual religius, pengendalian diri, dan kepribadian yang diperlukan untuk

diri sendiri, sesama, bangsa serta negara seperti yang tertuang dalam Undang-Undang No. 20

tahun 2003 tentang Sisdiknas. Selain itu (Djamaluddin, 2014) berpendapat jika pendidikan

merupakan usaha manusia untuk menumbuhkan serta mengembangkan pontensi diri yang

dimiliki baik jasmani maupun rohani yang ada di lingkungan sekitar.

Pengembangan potensi diri dapat dilakukan melalui pendidikan karakter. Pendidikan

karakter merupakan usaha yang terencana dan diimplementasikan secara sistematis untuk

membantu peserta didik memahami nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan

Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, serta bangsa yang

diwujudkan dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-

norma yang ada (Fadilah, 2021). Pendidikan karakter sangatlah penting bagi masyarakat yang

tinggal di Indonesia, hal tersebut dikarenakan Indonesia memiliki banyak sekali keragaman

yang harus terjalin dengan baik satu dengan lain. Banyak sekali karakter individu yang ada di

Indonesia dan karakter tersebut perlu diasah dan dilatih dengan baik.

Adanya pendidikan karakter juga selaras dengan tujuan pembangunan jangka panjang

nasional tahun 2005-2025, UU No 17 Tahun 2007 (UU No 17 Tahun 2007, 2007) salah satu

ukuran tercapainya Indonesia yang maju, mandiri dan adil dalam pembangunan nasional dapat

dilihat melalui terwujudnya masyarakat Indonesia yang berakhlak mulia, bermoral, beretika,

berbudaya dan beradap. Salah satu ciri terwujudnya masyarakat Indonesia yang berakhlak
mulia, bermoral, beretika, berbudaya dan beradap yakni terwujudnya karakter bangsa yang

tangguh. Setiap individu memiliki karakter yang berbeda-beda bergantung pembelajaran atau

didikan yang didapatkan orang tersebut. Lingkungan sekitar memiliki andil dan berperan

penting terhadap karakter seseorang.

Karakter sendiri terdiri dari berbagai macam/ kategori bergantung pada tempat tinggal

seseorang serta asas apa yang dianut oleh seseorang. Indonesia yang memiliki dasar negara

Pancasila yang dijadikan pedoman hidup masyarakatnya. Nilai-nilai yang terkandung dalam

Pancasila menjadi pedoman untuk berperilaku dalam hidup bermasyarakat dan menjadi

falsafah bangsa yang dapat diaplikasikan dalam dunia pendidikan nasional dalam membentuk

karakter bangsa yang kuat (Widihastuti, 2011). Nilai karakter bangsa Indonesia yang

dikembangkan oleh pemerintah sendiri sejak 2007 yakni pendidikan karakter menurut 18

karakter kemendikbud dan diringkas kembali menjadi karakter pelajar Pancasila.

Nilai-nilai karakter yang diusung oleh kemendikbud antara lain: religius, jujur, toleran,

disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta

tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/ komunikatif, cinta damai, senang membaca, peduli

sosial, peduli lingkungan dan tanggung jawab (Supinah & Parmi, 2011). Sedangkan untuk

karakter profil pelajar Pancasila atau sering disebut dengan karakter pelajar Pancasila sendiri

terdiri atas 6 nilai yakni: 1) Beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia; 2)

Berkebinekaan global; 3) Bergotong-royong; 4) Mandiri; 5) Bernalar kritis; 6) Kreatif (Satria,

2022). Nilai 18 karakter kemendikbud dan profil pelajar Pancasila merupakan nilai karakter

yang menjadi pedoman dalam pendidikan formal di Indonesia, sedangkan di luar negeri juga

memiliki beberapa tokoh penggagas karakter salah satunya Christopher Peterson dan Martin

E. P. Seligman. Kedua tokoh tersebut memiliki sebuah buku yang berjudul “Character

Strengths and Virtues”. Buku yang berisikan klasifikasi mengenai kekuatan karakter dan

kebajikan, hal tersebut sangat menarik untuk dipelajari apakah klasifikasi yang ada dalam buku
Christopher Peterson & Martin E. P. Seligman (Peterson & Seligman, 2004) memiliki

kesamaan dengan karakter-karakter yang ada di Indonesia.

Mengenai pendidikan karakter, di Indonesia dilatih atau dipertajam melalui lembaga

pendidikan formal dan nonformal. Penerapan pendidikan karakter dalam pendidikan formal

dapat dikemas dalam sebuah kegiatan pembelajaran. Strategi yang dapat dikembangkan dalam

pendidikan karakter dengan brain-based learning supaya pembelajaran dapat berjalan efektif

maka pembelajaran harus kaya akan variasi, kaya stimulus dan pembelajaran yang dilakukan

menyenangkan (Jensen, 2011: 168). Hal ini menjadi sebuah tantangan untuk guru dalam

mengemas suatu pembelajaran. Guru sangat berpengaruh penting terhadap keberhasilan

pembelajaran yang efektif.

Salah satu unsur kegiatan pembelajaran yang efektif adalah kegiatan yang dilakukan

menyenangkan. Kegiatan pembelajaran yang menyenangkan dapat dikemas dengan model atau

media pembelajaran yang inovatif seperti penggunaan permainan tradisional. Saat ini

permainan tradisional juga sudah mulai ditinggalkan oleh masyarakat dan beralih pada

permainan berbasis gadget (Hidayati, 2020). Hal tersebut sangat disayangkan karena

permainan tradisional memiliki banyak nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Permainan

tradisional Indonesia merupakan sebuah warisan budaya yang harus dijaga dan dilestarikan

keberadaannya (Fitri et al., 2020).

Kegiatan pembelajaran dengan sebuah permainan dapat menjadikan kegiatan

pembelajaran lebih menarik namun, pada kenyataannya pembelajaran yang dilakukan masih

sangat konvensional. Berdasarkan hasil pengamatan pembelajaran pada siswa SD masih

menitik beratkan pada latihan soal saja. Kurangnya waktu luang di sekolah dan banyaknya

materi yang harus dipelajari membuat guru kurang leluasa membuat inovasi dalam kegiatan

pembelajaran.
Beberapa penelitian mengenai karakter Susilo et al., (2022) dan Faiz (2021) mengenai

faktor penghambat pendidikan karakter di Indonesia antara lain: kesalahan peran orang tua,

sekolah, masyarakat dalam mendidik dan memahami perannya, media yang mempertontonkan

hal negatif. Penelitian yang dilakukan Dewi et al., (2020) menyampaikan muncul banyak kasus

kebangsaan, seperti: perselisihan antar suku, kasus narkotika, tawuran antar pelajar, kekerasan

pada anak, pencurian, kasus bullying, hal tersebut menunjukkan jika karakter bangsa melemah.

Hal serupa juga disampaikan pada penelitian yang dilakukan Jamaluddin et al., (2022) pada

jaman ini terjadi kemunduran karakter siswa akibat hilangnya nilai-nilai dari budaya yang

jarang kita temukan dalam bidang pendidikan. Penelitian serupa juga menyampaikan bahwa

pendidikan karakter sangat penting diajarkan dan dalam penerapannya memerlukan kerjasama

dari berbagai pihak (teman, guru, keluarga dan lingkungan sekitar)(Aningsih et al., 2022;

Darmayanti, 2014; Marzuki; Samsuri, 2022; Fathinnaufal & Hidayati, 2020; Pearson &

Nicholson, 2000).

Penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan karakter serta permainan tradisional seperti

yang dilakukan Syahrial et al., (2022)Syahrial dalam penelitian yang dilakukan mendapatkan

hasil jika penggunaan permainan tradisional pada peserta didik kelas 5 SD membawa dampat

positif. Dampak positif yang dimaksud yakni peserta didik lebih aktif dalam mengikuti

kegiatan pembelajaran di sekolah dalam penanaman karakter. Penelitian yang dilakukan

Nugraheni (2021) menyimpulkan bahwa permainan tradisional memiliki pengaruh terhadap

pengembangan karakter toleransi pada anak SD. Penelitian serupa juga dilakukan Astuti (2021)

penggunaan buku pedoman permainan tradisional Indonesia membawa dampak besar untuk

menumbuhkan karakter kebaikan hati pada anak usia 9 sampai 12 tahun. Penelitian yang

dilakukan Syamsurrijal (2020) mengenai penggunaan permainan tradisional dapat digunakan

untuk menanamkan pendidikan karakter pada anak, selain itu permainan tradisional juga tidak

hanya mengajarkan tentang nilai moral saja tetapi juga mengembangkan aspek kognitif dan
psikomotorik anak. Hasil penelitian yang dilakukan Dewi (2011) adalah permainan tradisional

memiliki arti tersendiri dalam menanamkan sikap, perilaku, dan keterampilan pada anak.

Selain beberapa penelitian sebelumnya yang memaparkan bebrapa masalah karakter

peserta didi, belum lama ini juga terjadi kasus karakter yang berada di Yogykarta. Pada tanggal

3 April 2022 lalu, Yogyakarta kembali digemparkan dengan aksi klitih yang menewaskan

seorang pelajar SMA. Pada akhir tahun 2021 lalu, media juga menggema di media sosial

dengan #JogjaDaruratKlitih (Rachmawati, 2022) (Kompas.com 10/04/2022, 15.05 WIB). Pada

tanggal 29 Mei 2022 terjadi aksi klitih yang menewaskan seorang pelajar dari Sleman.

Kejadiannya yakni sepeda motor yang dikemudikan korban ditendang oleh kelompok lain

sehinggal membuat pengendara (korban) terjatuh (Erlin, 2022) (okezone.com 29 Mei 2022,

11.15 WIB). Kedua contoh aksi klitih tersebut merupakan salah satu permasalahan karakter

yang ada di Yogyakarta. Merangkum dari laman Direktorat SD Kemendikbud Ristek, Minggu

(24/10/2021), berdasarkan data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), kasus

perundungan terhadap anak-anak paling banyak dialami oleh siswa Sekolah Dasar

(Kompas.com 25/10/2021) ditulis oleh Prastiwi (2021).

Selain masih terdapat banyak kasus karakter, peneliti juga melakukan wawancara kepada

3 guru kelas di SD dan mendapatkan kesimpulan yakni selama ini dalam melakukan penilaian

afektif cara yang dilakukan adalah mengamati karakter peserta didik tanpa menggunakan

instrumen penilaian atau rubrik yang baku. Penilaian efektif merupakan kesatuan dari kegiatan

penilaian yang mencakup 3 aspek yang ada (kognitif, afektif dan psikomotorik). Penilaian

efektif merupakan salah satu aspek dalam penilaian di sekolah, tetapi guru tidak dapat

melakukan penilaiannya dengan maksimal. Para guru berharap dapat memiliki instrumen

penilaian yang baik dan mudah untuk digunakan dalam menilai peserta didik yang diampunya.

Zuliani et al., (2017: 47) juga menyampaikan permasalahan yang ditemui yakni: guru masih
kesulitan menilai karakter siswa dan guru belum memiliki penilaian karakter yang tepat untuk

digunakan.

Berdasarkan penelitian sebelumnya, permasalahan serta kebutuhan yang ada maka dapat

disimpulkan bahwa pendidikan dan penilaian karakter penting dilakukan terutama pada peserta

didik usia SD. Anak usia sekolah dasar berada pada masa emas atau sering disebut dengan

golden age sehingga mudah untuk membentuk karakter peserta didik pada usia tersebut

(Kertamuda, 2015: 4). Salah satu cara yang tepat yang dapat digunakan dalam pendidikan dan

penilaian karakter dilakukan melalui media permainan tradisional. Permainan yang alan

dilakukan pada penelitian ini adalah permainan kasti yang melibatkan anak untuk bermain

secara berkelompok. Keberhasilan dalam implementasinya perlu dilakukan pengukuran

dengan menggunakan instrumen penilaian yang tepat untuk tingkat sekolah dasar.

Pengembangan instrumen merupakah langkah tepat untuk membuat instrumen penilaian yang

dapat diadaptasikan dengan bahasa dan tingkatan usia/ kelas (SD/SMP/SMA) dengan peserta

didik yang akan diukur.

Pengembangan instrumen KD 3PS yang akan dilakukan, merupakan pengembangan

instrumen yang berdasarkan karakter-karakter yang ada di Indonesia dan diadaptasikan untuk

peserta didik jenjang SD. Karakter KD 3PS merupakan akronim karakter 18 karakter

kemendikbud, Christopher Peterson dan Martin E. P. Seligman dan karakter profil pelajar

Pancasila. Karakter profil Pelajar Pancasila merupakan nilai-nilai karakter yang digunakan

pada saat ini di kurikulum merdeka, sehingga pengembangan yang dilakukan relevan dengan

kurikulum yang sedang berlaku. Instrumen karakter yang dikembangkan diberi nama “KD

3PS” yang melambangkan kombinasi ketiga karakter yang diusung. Dimana ketiga karakter

klasifikasi karakter tersebut memiliki kesamaan nilai di dalamnya.

Karakter KD 3PS sangat menarik untuk diteliti sebab karakter yang ada dalam buku

Christoper Peterson dan Seligman dapat dipelajari untuk masyarakat Indonesia mempelajari
karakter secara mengglobal. Sebagai warga negara Indonesia, kita juga perlu mengetahui

karakter yang ada di daerah lain dan dapat mengikuti perkembangannya tanpa menghilangkan

ciri/ kepribadian dari karakter bangsa Indonesia. Selain itu adanya tantangan karakter abad 21

juga perlu dimiliki oleh peserta didik untuk kedepannya.

Pendidikan karakter juga sudah dilakukan di berbagai negara seperti Amerika Serikat,

Jepang, Cina dan Korea. Pada penelitian yang dilakukan Manasikana & Anggraeni (2018)

mengungkapkan bahwa beberapa negara tersebut membuktikan jika pendidikan karakter

mampu meningkatkan kualitas pendidikan dan terbukti dengan meningkatnya kualitas sumber

daya manusianya. Di Eropa ketertarikan pada pendidikan moral sering dimasukan pada topik

pendidikan kewarganegaraan yang lebih luas di mana, perhatian untuk mengembangkan rasa

berbelas kasih dan terlibat secara moral untuk anak-anak dan remaja dalam upaya dilakukannya

pendidikan moral (Nucci et al., 2014: 1). Hal tersebut mencerminkan jika pendidikan moral/

karakter sangatlah penting untuk diperhatikan dan mendapatkan tempat dalam kurikulum

pembelajaran. Pendidikan karakter sangat penting dilakukan Najmina (2018) karena bangsa

yang besar hanya dapat diwujudkan melalui karakter manusia yang kuat.

Berdasarkan latar belakang tersebut maka, akan dilakukan penelitian pengembangan

instrumen penilaian karakter untuk peserta didik tingkat sekolah dasar pada karakter KD 3PS

dengan permainan tradisional kasti menggunakan penilaian diri dan penilaian teman serta

observasi oleh guru.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, masalah yang dapat diindentifikasi

antara lain:

1. Penilaian karakter selalu dilakukan, tetapi guru belum memiliki instrumen yang baik

untuk menilai.
2. Terdapat kegiatan penanaman karakter pada peserta didik sekolah dasar, tetapi dalam

pelaksanaannya masih belum menggunakan cara yang inovatif.

3. Penilaian karakter (afektif) menjadi bagian dalam kegiatan pembelajaran, tetapi guru

tidak memiliki waktu serta keterampilan yang memadahi dalam menilai peserta didiknya.

4. Pendidikan karakter di Indonesia sudah lama diterapkan oleh pemerintah, tetapi masih

terdapat banyak hambatan yang dapat teridentifikasi.

5. Tidak ada instrumen/ rubrik yang digunakan dalam penilaian karakter di kelas 4 dan 5

SD.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah disusun serta latar belakang penelitian yang

dipaparkan maka, peneliti memberikan batasan masalah yang akan diteliti yakni:

1. Pengembangan instrumen penilaian karakter untuk peserta didik kelas 4 dan 5 SD yang

dilakukan pada saat olahraga/ istirahat.

2. Penanaman karakter dengan cara inovatif menggunakan permainan tradisional.

D. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut ini:

1. Bagaimana konstruk instrumen penilaian karakter KD 3PS yang dikembangkan?

2. Bagaimana kualitas instrumen penilaian karakter KD 3PS yang dikembangkan?

3. Bagaimana karakteristik instrumen penilaian KD 3PS berhasil dikembangkan?

4. Bagaimana hasil pengukuran karakter KD3PS peserta didik kelas 4 dan 5 SD dengan

instrumen yang sudah dikembangkan?

5. Bagaimana kepraktisan penggunaan instrumen penilaian karakter KD 3PS yang telah

dikembangkan?
E. Tujuan Pengembangan

1. Mengetahui konstruk instrumen penilaian karakter KD 3PS.

2. Mengetahui kualitas instrumen penilaian karakter KD 3PS.

3. Mengetahui karakteristik instrumen penilaian KD 3PS.

4. Mengetahui hasil pengukuran karakter KD3PS pada peserta didik kelas 4 dan 5 dengan

instrumen yang dikembangkan.

5. Mengetahui kepraktisan penggunaan instrumen penilaian karakter KD 3PS yang

dikembangkan.

F. Spesifikasi Produk yang Dikembangkan

Spesifikasi dari produk yang dikembangkan pada penelitian ini adalah:

1. Produk yang dikembangkan merupakan irisan dari 18 Karakter Kemendikbud,

Christopher Peterson dan Martin E. P. Seligman dan karakter profil pelajar Pancasila.

2. Konstruk instrumen terdiri dari 30 butir pernyataan pada instrumen self-assessment dan

peerassesment, serta 15 butir pernyataan untuk instrumen observasi yang ketiganya

memiliki empat pilihan/ kategori jawaban.

3. Instrumen terdiri dari dua jenis pernyataan yakni favorable dan unfavorable.

4. Produk dapat digunakan oleh guru di sekolah dasar terutama untuk kelas 4 dan 5

5. Produk terdiri atas tiga penilaian yakni: self-assessment, peerassesment dan penilaian

oleh guru dengan observasi.

6. Produk yang dikembangkan berbasis paper and pencil.

7. Produk yang dikembangkan merupakan penilaian karakter yang diadopsi dari Indonesia

dan luar negeri.


G. Manfaat Pengembangan

1. Bagi guru

a. Hasil penelitian dapat dijadikan alat/ instrumen dalam mengukur karakter peserta didik

kelas atas.

b.Penelitian ini memberikan kontribusi ide dalam mengembangkan instrumen penilaian

karakter untuk peserta didik kelas atas.

2. Bagi peserta didik

Menambah pengetahuan serta pengalaman belajar yang lebih menarik dan

menyenangkan.

3. Bagi Peneliti

a. Penelitian pengembangan ini diharapkan menambah kajian teoritis pada peneliti

mengenai pengembangan instrumen penilaian karakter.

b. Mendapatkan informasi dan pengalaman yang lebih mendalam.

H. Asumsi Pengembangan

Asumsi-asumsi pada penelitian pengembangan instrumen karakter untuk sekolah dasar

dengan permainan tradisional antara lain:

1. Aspek-aspek karakter KD3PS pada instrumen penilaian karakter dapat diukur.

2. Uji coba instrumen penilaian karakter dilakukan pada peserta didik kelas 4 dan 5 SD di

Kecamatan Pandak Kabupaten Bantul yang menggunakan kurikulum 2013 dan sedang

transformasi ke kurikulum merdeka.

3. Karakteristik pengembangan karakter KD3PS pada peserta didik kelas 4 dan 5

diasumsikan dapat memberikan gambaran berupa nilai dari karakter peserta didik

menggunakan instrumen skala likert sehingga dapat menampilkan jawaban berjenjang

sesuai dengan diri peserta didik.


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

Dalam pengembangan instrumen karakter “KD 3 PS” menggunakan permainan tradisional

berlandaskan beberapa teori yakni:

1. Pembelajaran Berbasis Otak

Pembelajaran berbasis otak adalah pendekatan pembelajaran yang selaras dengan cara

kerja otak dan dirancang secara alami untuk belajar. Pendekatan ini merupakan sebuah

pendekatan multidisiplin yang dibangun di atas satu pertanyaan mendasar (Jensen, 2011: 12).

Pembelajaran yang optimal akan terjadi dalam sekuen yang terprediksi. Sekuen ini terdiri

dari lima tahap yakni (Jensen, 2011: 50):

a. Tahap Persiapan.

Tahapan ini menyediakan kerangka kerja untuk pembelajaran baru dan

mempersiapkan otak dengan hal yang mungkin berkaitan.

b. Tahap akuisisi

Langkah ini dapat dilakukan baik melalui cara langsung seperti menyediakan lembar

informasi atau secara tidak langsung dengan memperoleh gambaran yang baik.

c. Tahap elaborasi
Tahap mengeksploitasi hubungan-hubungan dari topik-topik tersebut dan mendorong

terjadinya pemahaman lebih dalam.

d. Tahap formasi memori

Pembelajaran yang merekatkan supaya apa yang telah dipelajari dapat diingat dengan

baik.

Penerapan brain-based learning dalam penelitian yang akan dilakukan mencakup aspek

(Jensen, 2011):

a. Pembelajaran yang Beragam.

Memberi anak kesempatan untuk menggunakan gaya belajarnya dan variasinya yang

akan anak pelajari sendiri.

b. Kaya akan stimulan.

Anak usia pertumbuhan akan sangat peka terhadap indranya, sehingga hal tersebut

perlu dipertajam dengan cara memberikan stimulasi dalam pembelajaran yang

berkaitan dengan kemampuan visual, auditori, dan motorik.

c. Kegiatan belajar yang menyenangkan.

Membuat lingkungan belajar yang menyenangkan, sehingga membuat anak antusias

dalam belajar secara berkelanjutan.

Teori pembelajaran berbasis otak berkaitan dengan penelitian ini yakni aspek yang

dimiliki dalam kegiatan peningkatan karakter dengan bermain mengandung kaya akan

bervariasi, stimulus serta kegiatannya menyenangkan. Hal ini relevan dengan yang akan

dilakukan pada penelitian ini yakni pengembangan karakter peserta didik dilakukan dengan

variasi permainan. Penggunaan variasi permainan dalam penelitian karakter merupakan

salah satu cara yang baik untuk memberikan kesempatan peserta didik menerapkan konsep-
konsep karakter yang dimiliki pada keadaan sebenarnya dengan kegiatan diluar kelas yang

menyenangkan (Anderson & Glover, 2017: 83).

2. Perkembangan Anak

Selain itu, penelitian ini juga didukung oleh teori perkembangan anak yang dipelopori

oleh Jean Piaget. Piaget merupakan seorang psikologi yang mempelajari bagaimana

pengetahuan dan kompetensi diperoleh sebagai konsekuensi pertumbuhan dan interaksi

dengan lingkungan fisik dan sosial. Piaget terkenal karena teori perkembangan mental

manusia atau teori perkembangan kognitifnya. Teori Piaget sejalan dengan konstruktivisme

yang memandang perkembangan kognitif sebagai suatu proses dimana anak secara aktif

membangun sistem makna dan pemahaman yang nyata dengan pengalaman dan interaksi

yang dimiliki.

Selain perkembangan secara kognitif anak juga mengalami perkembangan baik sosial

mau pun moral. Menurut seorang filsuf Inggris yakni John Locke mengemukakan bahwa

pengalaman dan pendidikan merupakan salah satu faktor yang penting dalam menentukan

perkembangan kepribadian anak (Gunarsa, 2008: 16-17). Hal tersebut dapat dimaknai jika

dalam pembentuk kepribadian, pengalaman yang didapatkan orang tersebut akan membawa

pengaruh penting terhadap perilaku yang nampak. Bukan sekedar pengalaman saja namun

pendidikan juga sangat berpengaruh dalam membentuk kepribadian, sehingga setiap individu

atau setiap keluarga yang berbeda akan memiliki cara mendidik kepribadian keluargannya

dengan cara yang berbeda pula.

Hal yang sama juga disampaikan oleh Vygostsky bahwa memanfaatkan lingkungan

sekitar dalam pembelajaran merupakan hal yang sangat penting (Sit, 2017: 55). Lingkungan

sekitar yang dimaksud bukan hanya orang-orang saja melainkan kebudayaan juga termasuk

kedalamnya. Kebudayaan sekitar akan mempengaruhi seseorang dalam bertingkah laku

sesuai dengan norma yang ada.


Dalam memahami perkembangan moral anak, terdapat konsep/ kunci untuk memahami

perkembangan yang terjadi. Konsep/ kunci menurut Kohlberg yakni perubahan dan

perkembangan dari perilaku yang dikendalikan secara eksternal menjadi internal (Sit, 2012:

12).

Dalam hal ini, perkembangan anak yang dimaksud berkaitan dengan kepribadian atau

moral peserta didik. Dengan beberapa pendapat yang ada dapat disimpulkan jika pengalaman

dan lingkungan membawa pengaruh penting pada perkembangan kepribadian anak.

3. Pembelajaran Berbasis Budaya

Kebudayaan merupakan kata dari bahasa sansekerta buddhayah yang merupakan bentuk

jamak dari buddhi berarti budi atau akal, sehingga kebudayaan dapat diartikan sebagai suatu

hal yang bersangkutan dengan budi dan akal. Selain itu juga terdapat pendapat jika

kebudayaan sebagai suatu perkembangan dari majemuk budi-daya yang artinya daya dari

budi atau kekuatan dari akal (Koentjaraningrat, 1993: 9). Kebudayaan mempunyai tiga unsur

yaitu:

a. Sebagai sebuah ide, nilai atau norma atau peraturan dan sebagainya.

b. Sebagai suatu kegiatan yang membentuk perilaku seseorang dalam sebuah kelompok.

c. Benda hasil karya manusia. Pembelajaran berbasis budaya membuat budaya lokal yang

selama ini tidak selalu mendapat tempat dalam kurikulum sekolah, termasuk pada saat

pembelajaran sebagai sebuah mata pelajaran di sekolah.

Dalam kegiatan pembelajaran berbasis budaya, lingkungan dan suasana belajar akan

berubah menjadi lebih menyenangkan baik bagi guru maupun siswa. Pembelajaran berbasis

budaya sangat memungkinkan guru dan siswa untuk berpartisipasi secara aktif berdasarkan

budaya yang sudah mereka kenal, sehingga mendapatkan hasil belajar yang lebih optimal.

Salah satu strategi belajar mengajar yang baru dan sedang dikembangkan adalah
pembelajaran berbasis budaya. Pembelajaran berbasis budaya merupakan penciptaan

lingkungan belajar dan perancangan pengalaman belajar yang mengintegrasikan budaya

sebagai bagian dari proses pembelajaran. Pendekatan ini didasarkan pada pengakuan

terhadap budaya sebagai bagian yang fundamental dalam pendidikan, ekspresi, dan

komunikasi gagasan, serta perkembangan pengetahuan.

Sebagai suatu strategi belajar, pembelajaran berbasis budaya mendorong terjadinya

proses imaginative, metaforik, berpikir kreatif, dan juga sadar budaya. Kebudayaan perlu

dilestarikan dengan berbagai cara, salah satunya dapat dikombinasikan dengan kegiatan

pembelajaran yang dapat dilakukan dengan menarik dan menyenangkan. Dasar teori dari

pembelajaran berbasis budaya dikembangkan dari pemikiran Vygotsky. Teori tersebut

menyimpulkan jika peserta didik akan mengkonstruksi pengetahuannya sebagai hasil dari

interaksi dan pemikiran pada sebuah konteks soasial (Laksana, 2021: 6).

Penelitian yang dilakukan, melibatkan permainan tradisional yang merupakan

kebudayaan anak-anak di pedesaan. Implementasi penggunaan penilaian observasi yang

dilakukan pada saat anak-anak bermain di jam olah raga menggunakan permainan tradisional,

dengan demikian pembelajaran berbasis budaya relevan dengan penelitian yang dilakukan.

4. Permainan Tradisional

Kegiatan bermain atau sering disebut permainan dapat digolongkan menjadi dua jenis

yakni permainan tradisional dan permainan modern. Permainan tradisional adalah permainan

yang sudah ada sejak zaman dahulu, dimainkan dari generasi ke generasi (Yulita, 2017: 1).

Selain itu Santrock (1995) (dalam Euis, 2016: 1) juga menjelaskan jika permainan merupakan

suatu kegiatan yang menyenangkan. Dalam permainan tradisional terdapat beberapa alat

yang dimanfaatkan untuk sarana bermain yang terbuat dari kayu, bambu, batok, dan benda-
benda sekitar. Bahan atau alat tersebut dapat ditemukan dengan mudah dan tidak

membutuhkan biaya.

Sebuah ciri yang dapat ditemukan dalam permainan tradisional adalah bermain yang

dilakukan oleh dua orang atau lebih. Hal ini membuat anak secara tidak langsung berinteraksi

dengan temannya untuk berkumpul dan saling mengenal. Permainan tradisional atau biasa

disebut dengan permainan rakyat merupakan hasil dari penggalian budaya lokal yang

didalamnya banyak terkandung nilai-nilai pendidikan dan nilai budaya serta dapat

menyenangkan hati yang memainkannya. Menurut Hamzuri; Tiarma R S (1998: 1)

permainan tradisional juga dapat dimaknai sebagai suatu permainan yang dilakukan dengan

memperhatikan norma dan adat kebiasaan turun-temurun serta dapat memberikan rasa

senang bagi pemain.

Ditinjau dari jenisnya, permainan tradisional sendiri dibagi menjadi tiga jenis yakni

(Euis, 2016: 2-3): permainan yang bersifat strategi, permainan yang mengutamakan fisik dan

permainan yang bersifat untung-untungan (keberuntungan). Nilai-nilai yang terkandung

dalam permainan tradisional adalah (1) Nilai demokrasi, (2) nilai pendidikan, (3) nilai

kepribadian, (4) nilai keberanian, (5) nilai kesehatan, (6) nilai persatuan, dan (7) nilai moral.

Permainan tradisional diyakini juga dapat melatih karakter peserta didik secara tidak

langsung, karakter yang terkandung di dalam bermain bersama antara lain: kejujuran,

sportivitas, kebersamaan dan kesabaran (Syahrial, 2020: 19).

Selain memiliki banyak sekali nilai dan karakter yang termuat di dalamnya, anak-anak

juga akan mendapakan pengetahuan mereka sendiri dengan indra yang dimiliki (Mulyana,

2019: 15). Permainan yang akan digunakan pada penelitian ini yakni permainan kasti yang

melibatkan dua kelompok anak serta melibatkan berbagai indra yang kita miliki

(pengelihatan, pendengaran) untuk melakukan kegiatan. Bermain dengan berkolaborasi akan

membentuk dan menampakan karakter peserta didik ketika mereka bermain bersama.
Permainan tradisional relevan dengan penelitian ini karena dalam uji coba instrumen

melibatkan permainan tradisional yang sering dilakukan oleh anak-anak ketika bermain

bersama.

5. Pendidikan Karakter

Di era pembelajaran saat ini, pemerintah menggunakan kurikulum 2013 yang

menonjolkan tentang pendidikan karakter. Dalam kegiatan pendidikan karakter dapat

dilakukan melalui berbagai cara, salah satu cara yang menarik yakni melalui permainan

tradisional. Permainan tradisional mengandung banyak sekali nilai-nilai positif yang

didapatkan oleh seseorang ketika memainan permainan tersebut. Nilai karakter yang

didapatkan dari permainan tradisional yakni rasa tanggung jawab, disiplin kejujuran,

kreativitas, sportivitas, kegotongroyongan, kegigihan, serta mengenal dan mencintai budaya

lokal yang termuat dalam permainan tradisional (Fadilah, 2021).

Pendidikan karakter dapat diartikan sebagai upaya penanaman kecerdasan dalam

berpikir, penghayatan yang tercermin dalam bentuk sikap, serta pengalaman yang terwujud

dalam bentuk perilaku sesuai dengan nilai-nilai luhur (Efendi, 2020:10). Penanaman karakter

berbeda dengan transfer of knowledge, penanaman karakter bukanlah suatu hal mudah untuk

dilakukan. Penanaman pendidikan karakter dapat dilakukan dalam pendidikan formal dan

nonformal. Lembaga pendidikan bukan lagi tempat dalam mentrasfer ilmu tetapi juga

wwadah pembentukan sikap, perilaku, serta karakter seseorang (Rokhman et al., 2014).

Pendidikan formal di sekolah, pendidikan karakter dapat dilakukan melalui keteladanan

dan pembiasaan. Di sekolah, guru memiliki peran penting dalam terselenggaranya

pendidikan karakter. Beberapa contoh yang dapat dilakukan oleh guru dalam pendidikan

karakter di sekolah antara lain religius, disiplin, bersahabat dan komunikatif, jujur, peduli
lingkungan. Pada pendidikan nonformal, keluarga memiliki peran penting pada karakter

seseorang.

Pendidikan karakter atau membentuk karakter seseorang tidak dapat dilakukan secara

instan, melainkan membutuhkan waktu yang cukup lama dan proses yang panjang. Seperti

tertuang pada tujuan pembangunan jangka panjang nasional tahun 2005-2025 (UU No 17

Tahun 2007) salah satu ukuran tercapainya Indonesia yang maju, mandiri dan adil dalam

pembangunan nasional dapat dilihat melalui terwujudnya masyarakat Indonesia yang

berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya dan beradap. Ciri-ciri dari terwujudnya

masyarakat Indonesia yang berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya dan beradap

yakni:

a. Terwujudnya karakter bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, dan bermoral

berdasarkan falsafah Pancasila yang dicirikan dengan watak serta perilaku manusia dan

masyarakat Indonesia yang beragam, beriman kepada Tuhan YME, berbudi luhur,

bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, dan berorientasi

iptek.

b. Makin mantabnya budaya bangsa yang tercermin dalam meningkatnya peradaban, harkat,

dan martabat manusia Indonesia, dan menguatnya jati diri dan kepribadian bangsa.

Dalam dunia pendidikan terdapat banyak sekali tokoh-tokoh penggagas mau pun

pencetus karakter, baik di luar negeri dan juga Indonesia sendiri. Pada penelitian ini akan

membahas nilai-nilai karakter menurut beberapa penggagas/ tokoh karakter yakni:

a. 18 Karakter Kemendikbud

Karakter pendidikan di Indonesia terdiri atas 18 karakter yang menjadi pedoman utama/

cikal bakal dari nilai-nilai karakter Pendidikan, 18 poin tersebut (Supinah & Parmi, 2011: 22-

24):
Tabel 1 18 Karakter Kemendikbud

Kode/ No Karakter Kode/ No Karakter


KHD.1 Religius KHD.10 Semangat kebangsaan
KHD.2 Jujur KHD.11 Cinta tanah air
KHD.3 Toleran KHD.12 Menghargai prestasi
KHD.4 Disiplin KHD.13 Bersahabat/ komunikatif
KHD.5 Kerja keras KHD.14 Cinta damai
KHD.6 Kreatif KHD.15 Senang membaca
KHD.7 Mandiri KHD.16 Peduli sosial
KHD.8 Demokratis KHD.17 Peduli lingkungan
KHD.9 Rasa ingin tahu KHD.18 Tanggung jawab

b. Profil pelajar Pancasila

Karakter yang terkandung dalam Profil Pelajar Pancasila dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Karakter Profil Pelajar Pancasila

No/ Kode Karakter Keterangan Elemen Kunci


Pelajar Indonesia yang berakhlak Akhlak beragama,
mulia adalah pelajar yang pribadi, kepada manusia,
Beriman, berakhlak dalam hubungannya kepada alam dan akhlak
bertakwa kepada dengan Tuhan YME. Peserta didik bernegara.
PP.1
Tuhan YME, dan memahami ajaran agama dan
berakhlak mulia. kepercayaannya serta menerapkan
pemahaman tersebut dalam
kehidupannya sehari-hari
Pelajar Indonesia Mengenal dan
mempertahankan budaya luhur, menghargai budaya,
lokalitas dan identitasnya, dan kemampuan komunikasi
tetap berpikiran terbuka dalam intercultural dalam
Berkebinekaan
PP.2 berinteraksi dengan budaya lain, berinteraksi dengan
global
sehingga menumbuhkan rasa sesama, refleksi dan
saling menghargai dan tanggung jawab terhadap
kemungkinan terbentuknya pengalaman kebinekaan.
budaya baru yang positif dan tidak
bertentangan dengan budaya luhur
bangsa.
No/ Kode Karakter Keterangan Elemen Kunci
Pelajar Indonesia memiliki Kolaborasi, kepedulian
kemampuan gotong-royong, yaitu dam berbagi.
kemampuan untuk melakukan
Bergotong-
PP.3 kegiatan secara bersama-sama
royong
dengan suka rela agar kegiatan
yang dikerjakan dapat berjalan
lancer, mudah dan ringan.
Pelajar Indonesia merupakan Kesadaran akan diri dan
pelajar mandiri yaitu pelajar yang situasi yang dihadapi,
PP.4 Mandiri
bertanggung jawab atas proses dan bisa meregulasi diri.
hasil belajarnya.
Pelajar yang bernalar kritis Memperoleh dan
mampu secara objektif memproses memproses informasi
informasi baik kualitatif maupun dan gagasan,
kuantitatif, membangun menganalisis dan
PP.5 Bernalar kritis
keterkaitan antara berbagai mengevaluasi penalaran,
informasi, menganalisis merefleksi pemikiran
informasi, mengevaluasi dan dan proses berpikir,
menyimpulkannya. mengambil keputusan.
Pelajar yang kreatif mampu Menghasilkan gagasan
memodifikasi dan menghasilkan yang orisinal,
PP.6 Kreatif
sesuatu yang orisinal, bermakna, menghasilkan karya dan
bermanfaat dan berdampak. Tindakan yang orisinal.

Gambar 1 Profil Pelajar Pancasila


b. Kekuatan karakter menurut Christopher Peterson dan Martin E. P. Seligman

Kekuatan karakter yang ada dalam buku karya Christopher Peterson dan Martin E. P.

Seligman antara lain: Wisdom and knowledge, Courage, Humanity, Justice, Temperance,

Transcendence berikut penjelasan dari masing-masing kekuatan karakter yang ada (Peterson

and Seligman, 2004) dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Kekuatan Karakter Peterson & Seligman

Aspek Kode Karakter Keterangan


Memikirkan cara baru dan
1.1 Creativity produktif untuk membuat konsep
dan melakukan sesuatu.
Mengambil minat dalam
pengalaman berkelanjutan demi diri
1.2 Curiosity sendiri, menemukan subjek dan
topik menarik, mengeksplorasi dan
menemukan.
Wisdom and Memikirkan segalanya dan
knowledge memeriknya dari berbagai sisi,
(Kekuatan tidak langsung mengambil
Open-
kognitif yang 1.3 kesimpulan, dapat
mindedness
memerlukan mengubahpemikiran seseorang
akuisisi dan berdasarkan fakta, menimbang
penggunaan semua fakta dengan adil.
pengetahuan) Menguasai keterampilan, topik
baru baik secara mandiri atau
Love of
1.4 melalui pelatihan, memiliki rasa
learning
ingin tahu untuk menambah
pengetahuan yang dimiliki.
Mampu memberikan nasihat yang
bijak kepada orang lain, memiliki
1.5 Perspektive.
cara pandang yang luas dan masuk
akal.

Aspek Kode Karakter Keterangan


Tidak takut dari ancaman,
Courage
tantangan, kesulitan atau rasa sakit,
(Kekuatan 2.1 Bravery
berani menyuarakan kebenaran,
emosional yang
bertindak berdasarkan keyakinan.
melibatan latihan
Menyelesaikan apa yang sudah
kemauan untuk 2.2 Persistence
dimulai, bertahan dalam rintangan.
mencapai tujuan
Apa adanya, berbicara kebenaran
dalam
2.3 Integrity namun lebih luas dengan cara dan
menghadapi
tindakan yang tulus.
perselisihan baik
Hidup dengan semangat dan energi,
internal mau pun
2.4 Vitality melakukan hal dengan sepenuh
eksternal.)
hati.
Menghargai hubungan dekat
dengan orang lain, berbagi dan
3.1 Love
kepedulian, dekat dengan orang
Humanity
lain.
(kekuatan
Melakukan kebaikan dan perbuatan
interpersonal
3.2 Kindness baik pada orang lain, membatu
yang melibatkan
orang lain.
merawat dan
Menyadari motif dan perasaan
berteman dengan
orang lain mau pun dirinya sendiri,
orang lain) Social
3.3 mengetahui apa yang harus
Intelligence
dilakukan untuk menyesuaikan
situasi pada sosial yang berbeda.
Berkerja dengan baik sebagai
anggota atau tim, setia pada
4.1 Citizenship
kelompok, andil dalam sebuah
bagian.
Justice Memperlakukan semua orang
(Kekuatan yang dengan adil, tidak membiarkan
mendasari perasaan pribadi membiaskan
4.2 Fairness
kehidupan keputusan tentang orang lain,
masyarakat yang memberi setiap orang kesempatan
sehat) secara adil.
Memberikan dorongan pada
individu untuk menyelesaikan
4.3 Leadership
tugasnya dan menjagahubungan
baik.

Aspek Kode Karakter Keterangan


Mengampuni orang yang berbuat
salah, menerima kekurangan orang
Forgiveness
5.1 lain, memberi kesempatan kedua
and mercy
kepada orang yang berbuat salah
Temperance dan tidak dendam.
(Keadaan atau Tidak menganggap diri sendiri
Humility and
sifat yang 5.2 lebih baik/ istimewa dari orang
modesty
dilakukan/ lain, tidak mencari muka.
dimiliki Tidak mengambil resiko yang tidak
seseorang.) semestinya, tidak mengatakan atau
5.3 Prudence
melakukan suatu hal yang akan
disesali.
Mengendalikan nafsu dan emosi,
5.4 Self-regulation
mengatur emosi dan perbuatan.
Memperhatikan dan menghargai
Appreciation keindahan, keunggulan dan/
6.1 of beauty and
kinerja yang terampilpada berbagai
excellence
bidang.
Menyadari dan mensyukuri hal-hal
yang baik, meluangkan waktu
Transcendence 6.2 Gratitude
untuk mengungkapkan
(Peluang
terimakasih.
individu untuk
Mengharapkan yang terbaik di
menjalin relasi
masa depan dan bekerja keras
pada dunia
6.3 Hope untuk mencapainya, percaya
yang lebih luas
bahwa masa depan yang baik dapat
sehingga
terwujud.
memberikan
Suka tertawa dan bercanda,
makna bagi
membawa kebahagiaan (senyum)
kehidupanya.) 6.4 Humor
kepada orang lain, membuat
lelucon.
Memiliki keyakinan tentang makna
hidup yang membentuk tingkah
6.5 Spirituality
laku dan memberikan
kenyamanan.

Ketiga karakter tersebut kemudian dicari benang merah satu sama lain sehingga

membentuk irisan yang dapat kita lihat pada Gambar 2.


Gambar 2 Irisan Karakter

KD

PS : Peterson & Seligman

KD : 18 Karakter Kemendikbud

PP : Pelajar Pancasila

Ketiga karakter tersebut jika ditarik benang merah atau sering disebut dengan teknik

konvergensi sehingga dapat disimpulkan jika ketiganya memiliki kesamaan yang relevan.

Teknik konvergensi sendiri menurut KBBI adalah keadaan menuju satu titik pertemuan/

memusat. Gambaran dari teknik konvergensi dapat diilustrasikan pada Gambar 3.

Gambar 3 Metode Penarikan Benang Merah Karakter

Peterson & Seligman

Profil Pelajar KD 3PS


Pancasila
18 Karakter Kemendikbud
Teknik konvergensi terdiri dari beberapa warna yang tidak teratur dan bertemu dalam

sebuh titik berwarna merah. Garis yang berwarna memiliki arti beberapa karakter yang ada

dan bertemu menjadi satu titik benang merah yakni karakter KD 3PS.

6. Tantangan Abad 21

Di era revolusi industri 4.0 dan memasuki revolusi industri 5.0, maka seseorang perlu

memiliki berbagai macam kemampuan dalam kehidupannya. Menurut “21st Century

Partnership Learning Framework”, terdapat sejumlah kompetensi atau keahlian yang harus

dimiliki oleh sumber daya manusia (SDM) di Abad-21, yaitu (P21, 2019):

a. Kratif dan inovatif

b. Berpikir kritis dan pemecahan masalah

c. Komunikasi dan kolaborasi

d. Literasi informasi

e. Literasi media

f. Fleksibel dan adaptif

g. Inisiatif dan arahan diri

h. Keterampilan sosial dan lintas budaya

i. Produktif dan akuntabilitas

Gambar 4 21st Century Partnership Learning Framework


Selain itu, terdapat pula beberapa aspek kemampuan berbasis karakter dan perilaku yang

dibutuhkan seseorang di abad 21 (BNSP, 2010: 45) yakni:

a. leadership

Sikap atau kemampuan seseorang untuk menjadi seorang pemimpin terdepan dalam hal

berinisiatif untuk menghasilkan berbagai trobosan-trobosan baru.

b. Personal Responsibility

Sebuah sikap tanggung jawab terhadap sesuatu yang sudah dilakukan sebagai seseorang

yang mandiri.

c. Ethics

Sikap menghargai dan menjunjung tinggi penerapan etika dalam kehidupan.

d. Skills

Memiliki keahlian dsar yang diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat.

e. Adaptability

Dapat beradaptasi dan beradopsi terhadap perubahan yang terjadi dalam kehidupan.

f. Self-Direction

Memiliki arah serta prinsi yang jelas dalam mencapai cita-cita.

g. Accountability

Kondisi dimana seseorang memiliki alasan dan dasar yang jelas atas setiap tindakan

yang dilakukan.

h. Social Responsibility
Memiliki sikap tanggung jawab terhadap lingkungan atau komunitas yang ada

disekitarnya.

i. Personal Productivity

Memiliki kemampuan meningkatkan kualitas kemanusiaannya dengan berbagai

kegiatan dan perkejaan yang dilakukan.

Keterampilan abad 21 penting untuk dimiliki seorang individu mau pun pendidik. Kent

Kay (2010) dalam (Marzano, 2012: 2) alasan fundamental kenapa seorang peserta didik

membutuhkan keterampilan ini: 1) dunia akan selalu mengalami perubahan 2) sekolah tidak

akan mengikuti perubahan yang terjadi. Keterampilan abad 21 dan juga aspek kemampuan

berbasis karakter di atas merupakan hal yang penting dimiliki oleh seseorang. Kedua aspek

tersebut dapat ditanamkan melalui permainan tradisional yang memiliki berbagai nilai serta

manfaat di dalamnya.

7. Pembelajaran Matematika
Pembelajaran matematika sangat erat kaitannya dengan kegiatan belajar yang dilakukan

pada pendidikan formal. Matematika merupakan ilmu mengenai bilangan, antar bilangan

prosedur operasional yang digunakan dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan

bilangan (KBBI). Sedangkan pembelajaran sendiri merupakan kegiatan belajar yang berpusat

pada siswa (student center). Matematika di sekolah selain sebuah ilmu pengetahuan juga

berfungsi sebagai alat dan membentuk pola pikir serta penalaran yang kuat. Pola pikir serta

penalaran yang kuat dalam pembelajaran matematika sangat relevan dengan keterampilan

abad 21 yang harus dimiliki seseorang di masa depan. Tujuan adanya pembelajaran

matematika di sekolah yakni (Susriyati & Yurida, 2019):

a. Meningkatkan kemampuan intelektual.

b. Meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah.


c. Memiliki hasil belajar tinggi.

d. Melatih peserta didik berkomunikasi.

e. Mengembangkan karakter peserta didik.

Berdasarkan pemaparan di atas maka dapat kita simpulkan jika pembelajaran matematika

memiliki peran penting dalam kehidupan. Bukan sekedar ilmu secara akademik, namun dapat

dikatakan sebai ilmu kehidupan. Mengajarkan seseorang untuk memiliki kemampuan dan

pola pikir yang dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian ini melibatkan unsur

matematika yang sangat sederhana sebagai penentuan banyaknya peserta didik yang

berkumpul pada setiap pos permainan.

8. Pengukuran, Evaluasi dan Penilaian

Pengukuran, evaluasi dan penilaian sangat erat kaitannya dengan kegiatan pembelajaran

di sekolah. Pengukuran sendiri merupakan proses dalam pemberian skor atau label maupun

proses untuk mendapatkan data numerik pada sebuah pencapaian seorang individu (Istiyono,

2020: 28). Pengukuran biasanya bersifat kuantitatif atau melibatkan angka

mempresentasikan karakteristik tertentu. Dalam pengukuran terdapat empat skala yang

digunakan yakni: skala nominal, ordinal, interval dam rasio.

Penilaian erat kaitannya dengan kegiatan evaluasi hasil belajar peserta didik di sekolah.

Penilaian yang dilakukan di sekolah meliputi beberapa aspek penilaian yakni: penilaian pada

aspek kognitif, afektif dan psikomotorik (Sari, 2023: 39). Dalam melakukan penilaian dapat

digunakan berbagai jenis teknik, dalam buku “Penilaian Pendidikan: Sistem Penilaian, Hasil

Belajar dan Kemampuan Guru Melaksanakan Penilaian Berdasarkan Kurikulum 2013” yang

diterbitkan oleh (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2017: 9-10) disampaikan bahwa

teknik penilaian yang diterapkan pada kurikulum 2013 khususnya pada aspek sikap yakni:

a. Observasi
Penilaian dengan cara observasi biasanya menggunakan pedoman observasi yang

sebelumnya sudah disusun oleh pengamat. Menurut (Ananda & Rafida, 2017: 110)

observasi merupakan pengamatan secara langsung pada proses yang sedang terjadi pada

sebuah kegiatan yang akan dievaluasi. Lembar observasi sendiri merupakan instrumen

yang dapat digunakan oleh observer untuk memudahkan dalam membuat laporan hasil

pengamatan terhadap perilaku peserta didik/ seseorang. Penilaian sikap dan perilaku

keseharian peserta didik dengan observasi dapat dilakukan baik di sekolah melaui

pengamatan dengan format yang berisikan indikator-indikator perilaku yang nampak dan

dapat dilakukan di luar sekolah selagi observer dapat mengamati subjek yang dinilai.

Pengamatan yang dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung, seperti: ketekunan

belajar, percaya diri, rasa ingin tahu, kerajinan, kerjasama, kejujuran, disiplin, peduli

lingkungan, dan selama peserta didik berada di sekolah.

b. Penilaian Diri (Self-assessment)

Penilaian diri dalam penilaian sikap merupakan teknik penilaian terhadap diri sendiri

(peserta didik) dengan mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan dirinya dalam

berperilaku. Penilaian diri peserta didik dapat digunakan untuk menumbuhkan nilai-nilai

kejujuran dan meningkatkan kemampuan refleksi atau mawas diri. Selain itu, penilaian diri

juga digunakan untuk memberikan penguatan terhadap kemajuan proses belajar peserta

didik.

c. Penilaian Antar Teman

Penilaian antar teman merupakan teknik penilaian yang dilakukan oleh seorang peserta

didik (penilai) terhadap peserta didik yang lain. Hasil penilaian antar teman dapat

digunakan sebagai data konfirmasi. Selain itu penilaian antar teman juga dapat digunakan

untuk menumbuhkan beberapa nilai seperti kejujuran, tenggang rasa, dan saling

menghargai. Selanjutnya, hasil penilaian antar teman perlu ditindak lanjuti oleh pendidik
dengan memberikan bantuan fasilitasi terhadap peserta didik yang belum menunjukkan

sikap yang diharapkan.

d. Penilaian Jurnal (Anecdotal Record)

Penilaian jurnal adalah kumpulan rekaman catatan guru ataupun tenaga kependidikan

di lingkungan sekolah mengenai sikap dan perilaku positif dan negatif para peserta didik

selama dan di luar proses pembelajaran mata pelajaran.

Penelitian ini melibatkan ketiga penilaian yakni: penilaian diri, penilaian teman serta

observasi. Penilaian mandiri dapat dilakukan dengan mengkombinasi dengan kegiatan praktik

dan penilaian lainnya (Boud, 2005: 17).

Selain ada pengukuran dan penilaian, dalam pembelajaran juga dilakukan kegiatan

evaluasi. Evaluasi dilakukan guna mencari informasi tentang apa yang telah tercapai dan belum

tercapai sehingga informasi ini dapat digunakan sebagai acuan dalam perbaikan kedepannya.

Tahapan dalam melakukan evaluasi yakni: pengumpulan data, analisis data dan menafsirkan

hasil (Istiyono, 2020: 42).

B. Kajian Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini dilakukan Hakam (2018) pendidikan karakter

di sekolah dasar pada sampel penelitian yang digunakan dilakukan pada kegiatan

intrakulikuler. Kegiatan intrakulikuler dibiasakan pada peserta didik sejak akan memasuki

kelas hingga pada proses kegiatan pembelajarannya. Cara penanaman karakter yang dilakukan

melalui pembiasaan kepada peserta didik. Perbedaan dalam penelitian ini adalah penanaman

karakter yang dilakukan tidak menggunakan permainan tradisional atau kearifan lokal lainnya

sebagai metodenya. Persamaan penelitian ini dengan yang akan dilakukan yakni sama-sama

membahas mengenai karakter peserta didik di sekolah.


Modul permainan tradisional memberikan dampak besar dalam pendidikan karakter.

Penelitian yang dilakukan memiliki kesamaan dalam penggunaan permainan tradisional untuk

penanaman/ penumbuhan karakter anak SD (Nugraheni, B R (2021); Simamora & Nugrahanta

(2021). Perbedaan penelitian ini dengan yang akan dilakukan yakni fokus karakter yang

digunakan lebih sedikit yakni fokus pada karakter toleransi saja.

Penelitian yang dilakukan Dewi et al. (2020) mengenai implementasi pendidikan karakter

literasi digital yang dilakukan merupakan salah satu dari bentuk karakter berpkir kritis dan

gemar membaca. Hal tersebut memiliki kesamaan dengan penelitian yang akan dilakukan

yakni berkaitan dengan nilai pendidikan karakter. Dalam penelitian tersebut terdapat perbedaan

dengan penelitian yang akan dilakukan yakni, penelitian sebelumnya berfokus pada salah satu

karakter saja dan pada penelitian berikunya akan melibatkan beberapa karakter sekaligus dalam

penelitian yang dilakukan.

Pada penelitian yang dilakukan Jamaluddin et al., (2022) pada saat ini terjadi kemunduran

karakter siswa akibat hilangnya nilai-nilai dari budaya yang jarang ditemukan pada bidang

pendidikan. Salah satu contoh kebudayaan Siri’ yang memiliki beberapa nilai penting dan baik

dimiliki seseorang. Nilai-nilai tersebut anatara lain: teppe (iman), pesse (kasih sayang), lempuk

(kejujuran, meluruskan perbuatan, dan niat), sipakatau (memanusiakan manusia), sipakalebbi

(memuliakan manusia), sipakainge (saling mengingatkan), sipatokkong (gotong royong dan

saling mendukung), tongeng (keikhlasan), reso (kerja keras), dan abbulosibatang (kolaborasi).

Nilai-nilai tersebut relefan dengan nilai-nilai karakter yang diajarkan pada pendidikan formal.

Penelitian yang dilakukan oleh Jamaluddin melibatakan sebuah kearifan lokal Indonesia

sebagai pedoman nilai-nilai luhur yang dianut. Perbedaan dengan penelitian yang akan

dilakukan yakni penggunaan kebudayaan berupa permainan tradisional yang di dalamnya

terkandung nilai-nilai karakter yang tersirat. Persamaan penelitian ini dengan yang akan

dilakukan yakni meneliti tentang karakter yang ada di Indonesia.


Penelitian yang dilakukan Syahrial et al., (2022) penggunaan permainan tradisional pada

peserta didik kelas 5 SD membawa dampat positif. Dampak positif yakni peserta didik lebih

aktif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran di sekolah dalam penanaman karakter. Hal

tersebut merupakan salah satu bukti bahwa dalam permainan tradisional dapat membuat anak

untuk lebih semangat dalam belajar sekaligus termuat pendidikan karakter dalam kegiatannya.

Persamaan penelitian ini dengan yang akan dilakukan yakni melibatkan permainan tradisional

dalam melakukan penelitian yang akan dilakukan pada perserta didik kelas atas (4,5 dan 6).

Perbedaan yang ada yakni fokus dari penelitian yang akan dilakukan yakni pada penilaian

karakter yang tampak selama melakukan permainan tradisional.

Penelitian serupa mengenai karakter di SD juga dilakukan Aningsih et al. (2022)

pendidikan karakter di sekolah sangat dibutuhkan. Karakter yang ditemukan dalam sekolah

sampel penelitian yakni agama, disiplin, tanggung jawab, kepemimpinan, toleransi, kerja sama,

cinta kebersihan, kerapian, kesopanan, ketekunan, keberanian, percaya diri, ekonomis,

kemerdekaan, kejujuran, keragaman penerimaan, nasionalisme, keadilan, kreativitas, serta

penghargaan prestasi. Banyak sekali pendidikan karakter yang diajarkan di sekolah melalui 4

cara. Perbedaan antara penelitian yang telah dilakukan Aningsih dengan yang akan peneliti

lakukan yakni penggunaan permainan tradisional dalam implementasinya. Persamaan

penelitian yang dilakukan yakni meneliti tentang karakter pada peserta didik SD.

Penelitian yang dilakukan Novianti (2022) meneliti tentang keterkaitan cerita rakyat

dengan nilai nasional dan karakter pendidikan. Pada penelitian cerita rakyat menggambarkan

seberapa jauh seseorang mengenal nilai-nilai nasionalisme. Persamaan dengan penelitian ini

adalah meneliti berkaitan dengan karakter di Indonesia. Perbedaan dengan penelitian yang akan

dilakukan yakni media yang digunakan menggunakan permainan tradisional sedangkan yang

dilakukan Novianti mengkaitkannya dengan cerita rakyat.


Penelitian yang dilakukan oleh Hafina et al., (2022) membuat sebuah model pendidikan

karakter menggunakan permainan tradisional dengan metode Socratic. Hasil penelitiannya

adalah, model yang digunakan dapat membantu peserta didik sekolah dasar dalam membangun

karakter. Karakter dominan yang muncul pada permainan yang dilakukan adalah tolerasi, kerja

keras, dan tanggung jawab Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan yakni

melibatkan unsur karakter dengan permainan tradisional Indonesia. Perbedaan penelitian ini

adalah penggunaan metode dalam socratic dalam implementasi yang dilakukan oleh Hafina

dan metode bermain sambal belajar yang akan digunakan pada penelitinian yang akan

dilakukan oleh peneliti.

Penelitian yang serupa lainnya dilakukan oleh Nurrahmah & Ningsih (2018) mengenai

penerapan permainan tradisional berbasis matematika dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

matematika yang dilakukan dengan permainan tradisional dapat memotivasi siswa untuk

menyukai matematika. Persamaan penelitian ini dengan yang akan dilakukan yakni

menggunakan permainan tradisional pada siswa SD dan dikombinasikan dengan pembelajaran

matematika dan melatih perkembangan fisik serta emosi anak. Perbedaan dengan penelitian

Nurrahmah adalah tujuan utama pada penelitiannya yakni siswa diharapkan lebih bersemangat

untuk belajar materi-materi matematika.

Berdasarkan beberapa penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa permainan tradisional

sangat cocok digunakan untuk penanaman karakter anak. Namun dari beberapa penelitian di

atas belum menunjukan instrumen apa yang digunakan dalam menilai karakter seseorang.

Belum ada penggunaan instrumen penilaian karakter untuk beberapa kombinasi nilai karakter

yang dinilai sehingga penelitian pengembangan instrumen penilaian karakter KD3PS

merupakan hal yang baru dilakukan.


C. Kerangka Pikir

Karakter sangatlah penting bagi kita dalam hidup bermasyarakat terutama bagi kita yang

hidup di Indonesia. Setiap orang memiliki karakter yang berbeda-beda, hal ini merupakan

keunikan yang harus dikembangkan dan diperbaiki. Pembentukan karakter dapat dilakukan

melalui pendidikan formal dan non formal. Melalui pendidikan formal maka perlu dirancang

bagaimana kegiatan pembentukan atau penanaman karakter akan dilakukan.

Penanaman karakter untuk peserta didik usia sekolah dasar, kegiatan harus dilakukan

dengan menarik agar anak-anak antusisas dalam mengikuti kegiatan tersebut. Selain menarik,

sebaiknya keagiatan juga berkesan untuk anak dengan demikian makan kegiatan tersebut akan

berjalan optimal. Pembelajaran yang optimal akan terjadi dalam sekuen yang terprediksi.

Sekuen ini terdiri dari beberapa tahapan yakni: tahap pra-pemaparan, tahap akuisisi, tahap

elaborasi dan tahap formasi memori. Sedangkan strategi yang dapat dikembangkan dalam

implementasinya dengan pembelajaran berbasis otak yakni (Jensen, 2011): pembelajaran yang

kaya akan variasi, kaya akan stimulus, dan kegiatan pembelajaran yang dilakukan

menyenangkan.

Beberapa tahun ini, pemerintah Indonesia menyanangkan pendidikan karakter di sekolah.

Berbagai cara dilakukan oleh pemerintah dengan membuat sistem pembelajaran dan juga

kurikulum yang dapat mengembangkan karakter peserta didik. Kegiatan penanaman karakter

di sekolah khususnya pada sekolah dasar, masih kurang bervariasi dan terkesan konvensional.

Dunia anak yang sangat dekat dengan dunia bermain maka akan lebih baik jika dalam

pelaksanaannya memanfaatkan permainan. Permainan di Indonesia sendiri sangatlah beragam

khususnya pada permainan tradisional yang mengadung berbagai nilai-nilai yang luhur.

Keberhasilan penanaman karaker dapat diukur melalui kegiatan penilai yang bisa dilakukan

dengan pengamatan dan penilaian diri sendiri mau pun teman. Dengan demikian,

diperlukannya instrumen penilaian karakter yang baik untuk dapat digunakan. Instrumen yang
dibuat akan memberikan informasi apakah seseorang tersebut memiliki sebuah karakter

tertentu secara terukur melalui beberapa penilaian. Dilakukannya lebih dari satu penilaian

dengan tujuan sebagai pembanding serta sebagai konfirmasi terhadap penilaian yang sudah

dilakukan.

Instrumen yang baik harus melalui penilaian validitas dan reliabilitas. Dalam penelitian ini,

akan dilakukan pengembangan instrumen karakter yang dalam penyusunannya melalui

beberapa tahapan dan akan divalidasi serta dilakukan reliabilitas pada instrumen tersebut.

Validitas yang akan digunakan dalam penelitian ini yakni validitas Aiken’s V dan validitas

konstruk, serta menggunakan reliabilitas Alpha Cronbach dan ICC (Intraclass Correlation

Coefficients) sebai pengujiannya. Secara lebih ringkas kerangka pikir pada penelitian ini dapat

dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Bagan Kerangka Pikir Penelitian

Perasalahan:

1. Terdapat beragam macam dan aspek penilaian karakter yang belum dapat dinilai hanya dengan satu
instrumen penilaian saja.
2. Penilaian dan penanaman karakter belum terlaksana dengan baik dapat dilihat melalui kesenjangan
dilapangan dengan kondisi idealnya.
3. Kegiatan penanaman karakter pada peserta didik sekolah dasar belum menggunakan kegiatan yang
inovatif.
4. Tidak ada kegiatan khusus seperti kegiatan bermain dan belajar (ekstrakulikuler) untuk penanaman
karakter pada peserta didik di sekolah.
5. Belum cukupnya keterampilan, waktu serta pemahaman guru, orang tua dan lingkungan sekitar mengenai
pendidikan karakter pada anak.
6. Terdapat banyak hambatan dalam pelaksanaan pendidikan karakter di Indonesia yang dapat
terindentifikasi.

Gagasan, solusi atau inovasi:


Perlunya pengembangan instrumen penilaian
karakter yang baik

Prosedur pengembangan
instrumen Retnawati
Pengembangan instrumen penilaian karakter
KD 3PS untuk peserta didik SD dengan
permainan tradisional. Karakter: 18 karakter,
Profil Pelajar Pancasila,
Kekuatan karakter
Peterson dan Seligman
Instrumen penilaian karakter KD 3PS Validasi & Revisi

Paper and Pencil Test Reliabilitas & Revisi

Seperangkat instrumen penilaian karakter


KD 3PS untuk SD dengan permainan
tradisional

D. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan kajian literatur serta analisis skema kerangka pikir maka disusunlah

pernyataan penelitian berdasarkan rumusan masalah yang ada:

1. Bagiaman konstruk instrumen penilaian karakter KD 3PS yang didapatkan?

2. Bagaimana kualitas instrumen penilaian KD 3PS yang dikembangkan?

a. Bagaimana validasi isi instrumen penilaian karakter KD 3 PS?

b. Bagaimana validasi konstruk instrumen penilaian karakter KD 3PS?

c. Bagaimana reliabilitas Alpha Cronbach instrumen penilaian karakter KD 3PS?

d. Bagaimana reliabilitas antar rater (ICC) instrumen penilaian karakter KD 3PS?

3. Bagaimana karakteristik instrumen penilaian karakter KD 3PS yang dikembangkan untuk

peserta didik SD?

4. Bagaimana hasil pengukuran karakter KD3PS peserta didik kelas 4 & 5 SD menggunakan

instrumen yang dikembangkan?

5. Bagaimana kepraktisan penggunaan instrumen penilaian karakterKD 3PS yang telah

dikembangkan untuk peserta didik SD dengan permainan tradisional?


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Model Pengembangan

Model penelitian yang digunakan yakni penelitian pengembangan. Penelitian

pengembangan instrumen yang menggunakan sembilan langkah dalam pengembangan

instrumen berdasarkan Retnawati (2016). Langkah-langkah yang akan dilakukan dalam

pengembangan instrumen yakni: menentukan tujuan penyusunan instrumen, mencari teori

yang relevan, menyusun indikator butir instrumen, menyusun butir instrumen, merevisi

berdasarkan masukan validator, melakukan uji coba kepada responden, melakukan analisis dan

langkah terakhir adalah merakit instrumen.

B. Prosedur Pengembangan

Langkah-langkah yang digunakan dalam pengembangan instrumen karakter “KD 3PS”

sebagai berikut (Retnawati, 2016: 3-6):

1. Menentukan tujuan penyusunan instrumen

Tujuan penyusunan instrumen ini adalah mengembangkan instrumen penilaian karakter

menggunakan permainan tradisional untuk peserta didik kelas atas sekolah dasar. Penilaian

karakter sangat penting dilakukan terutama dalam kegiatan pembelajaran dengan kurikulum

2013. Penilaian karakter dapat dilakukan melalui beberapa cara yakni: penilaian diri,

penilaian teman dan juga penilaian guru. Pada penelitian ini akan dikembangkan penilaian
karakter secara penilaian diri dan juga penilaian teman. Bentuk penilaian yang disajikan

yakni penyataan menggunakan skala likert.

Penilaian dilakukan dengan melibatakan muatan karakter pada kurikulum 2013,

kurikulum merdeka dan kekuatan karakter menurut Peterson dan Seligman. Instrumen

penilaian dapat digunakan pada kurikulum merdeka dan juga dapat digunakan untuk sekolah

yang sedang melakukan peralihan kurikulum secara bertahap.

2. Mencari teori yang relevan

Sebelum menyusun instrumen penelitian, perlu mencari teori-teori yang relevan dari

berbagai sumber terpercaya atau dari penelitian yang sudah ada. Hal ini dilakukan untuk

menjadi dasar dalam pembuatan instrumen. Pada penelitian ini, peneliti telah membaca

artikel yang relevan serta membaca literatur yang dapat mendukung penyusunan instrumen

penilaian seperti: langkah-langkah pengembangan instrumen yang baik, cara-cara dalam

pengembangan karakter dan pendukungnya. Teori-teori yang relevan juga tercantum pada

bab II.

3. Menyusun indikator butir instrumen

Pernyusunan indikator dilakukan dengan mencari dari masing-masing devinisi

konseptual dan operasional karakter yang akan diukur. Setelah memiliki definisi

operasionalnya maka diturunkan menjadi sebuah indikator. Setiap indikator tertuang pada

dua butir pertanyaan, yakni favorable dan unfavorable. Setiap aspek terdapat 2-3 indikator

yang akan membentuk pernyataan.

4. Menyusun butir instrumen


Indikator yang sudah ada kemudian disusun menjadi instrumen/ butir soal dengan

sistematis. Banyaknya butir dalam instrumen yang digunakan yakni 30 soal pernyataan pada

instrumen penilaian diri dan penilaian teman sedangkan pada lembar observasi terdiri atas 15

butir pernyataan. Pemetaan butir instrumen karakter yang dikembangkan dapat dilihat pada

Tabel 4.

Tabel 4 Pengembangan Instrumen Karakter KD 3PS

a. Penilaian Diri dan Teman


Item
No Aspek Jumlah
Favorable Unfavorable
1 Bijaksana 1, 2, 3 16, 17, 18 6
2 Humanis 4, 5 19, 20 4
3 Berani 6, 7, 8 21, 22, 23 6
4 Adil 9, 10 24, 25 4
5 Bisa meregulasi diri 11, 12, 13 26, 27, 28 6
6 Spiritual 14, 15 29, 30 4
Jumlah 15 15 30

b. Observasi

No Aspek Item Jumlah


1 Bijaksana 1, 2, 3 3
2 Humanis 4, 5 2
3 Berani 6, 7, 8 3
4 Adil 9, 10 2
5 Bisa meregulasi diri 11, 12, 13 3
6 Spiritual 14, 15 2
Jumlah 15

6. Validasi isi

Instrumen validitas isi menggunakan skala 1-4 untuk menilai kesesuaian instrumen

dengan indikatornya, serta terdapat kolom komentar atau catatan untuk memberikan saran

perbaikan kepada peneliti. Perhitungan validitas isi menggunakan rumus Aiken’s V, validasi

isi melibatkan lima validator yang ahli dalam bidang ke SDan, Psikologi, serta Karakter.

Analisis validasi isi dilakukan dengan bantuan Microsoft Excel.


7. Revisi berdasarkan masukan validator

Merevisi butir soal/ pernyataan yang memiliki nilai validitas yang kurang baik

berdasarkan penilaian dari para ahli. Memperhatikan masukan saran/ rekomendasi pada

kolom lembar validasi yang telah diisi oleh validator. Cara yang digunakan dalam merevisi

masukan validator dengan membuat resume untuk melihat kecocokan saran yang diberikan

antar validator kemudian merevisinya.

8. Melakukan uji coba kepada responden

Melakukan uji coba produk (ketiga instrumen penilaian) kepada peserta didik kelas atas

sebanyak 258 orang menggunakan instrumen yang sudah melalui tahap validasi isi dan revisi

atas saran dari para ahli. Setelah melakukan uji coba maka dilakukan validasi konstruk

menggunakan CFA (Confirmatory Factor Analysis). Uji coba dilakukan guna mengetahui

kualitas konstruk instrumen yang dikembangkan secara langsung di lapangan.

9. Melakukan analisis

Melakukan analisis dan evaluasi setelah uji coba instrumen yang sudah dirancang apakah

perlu dilakukan perbaikan atau sudah baik. Selain mengetahui kualitas instrumen dari segi

validitas dan reliabilitasnya, dilakukan pula analisis karakteristik butir gedan IRT model

GRM.

Setelah dilakukannya analisis maka selanjutnya perlu dilakukan interpretasi hasil

pengukuran. Interpretasi hasil pengukuran dilapangan dengan banyaknya responden 258

peserta didik.

10. Merakit instrumen


Merakit instrumen yang dimaksud yakni penyusunan instrumen yang sudah layak untuk

digunakan dan dianggap sudah baik. Merakit instrumen dapat dikatakan sebagai penyusunan

instrumen final. Perakitan instrumen berupa produk akhir yang berisi panduan kisi-kisi serta

acar penskoran pada setiap instrumen.

C. Desain Uji Coba Produk

1. Desain Uji Coba

Desain uji coba produk yang dilakukan pada penelitian ini untuk menguji instrumen yang

dikembangkan dilakukan secara luas yang melibatkan 3 sekolah dengan banyak responden

258 peserta didik kelas 4 dan 5.

2. Subjek Uji Coba

Subjek uji coba penelitian ini adalah anak kelas 4 & 5 SD di Kecamatan Pandak Bantul.

Teknik pemilihan sampel yang digunakan yakni purposive sampling. Kriteria yang

digunakan dalam memilih sampel yakni peserta didik kelas atas (4 dan 5) yang bersekolah di

SD Negeri kecamatan Pandak.

3. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan yakni dengan kuesioner. Teknik ini dilakukan

dengan pemberian dua kali kuesioner dalam pengambilan datanya. Pengumpulan data yang

pertama yakni penilaian diri dan yang kedua adalah penilaian teman sejawat. Selain

menggunakan kedua penilaian tersebut juga dilakukan penilaian dengan cara observasi oleh

guru/ fasilitator. Tujuan dari teknik pengumpulan data lebih dari satu kali yakni untuk

mengkonfirmasi apakah data yang diisikan sesuai dengan kenyataannya.

Instrumen yang digunakan dalam pengambilan data yakni instrumen lembar penilaian

diri dan teman sejawat atau sering disebut dengan angket dan lembar observasi. Lembar
penilaian yang berisikan pertanyaan dengan format jawaban kategori yakni: sangat sesuai,

sesuai, tidak sesuai dan sangat tidak sesuai serta rubrik penilaian yang digunakan dalam

menilai secara observasi.

4. Teknik Analisis Data

a. Konstruk Instrumen

Analisis data pada bagian konstruk instrumen dilakukan dengan menggunakan validitas

konstruk CFA. Hasil CFA digunakan sebagai eliminasi butir yang kurang baik sehingga

akan mendapatkan hasil produk akhir berupa butir instrumen yang baik secara validitas isi,

konstruk dan juga reliabilitasnya.

b. Kualitas Instrumen

Cara analisis data yang akan digunakan yakni secara klasik. Analisis data dilakukan

untuk mengetahui kelayakan produk dari segi validitas dan reliabilitasnya melalui

perhitungan validitas isi (kuesioner) dan analisis kuantitatif produk instrumen penilaian ini

yang sudah melalui tahap uji coba.

1) Validitas

Validasi dilakukan melalui dua cara yakni validasi isi dan validasi konstruk. Validitas

merupakan derajat ketepatan dan kecermatan suatu instrumen dalam sebuah penelitian

yang didukung oleh fakta empiris dan alasan teoritis (Istiyono, 2020: 340). Berikut adalah

penjabaran dari validasi yang dilakukan:

a) Validasi Isi

Perhitungan hasil penilaian ahli dilakukan dengan rumus Aiken’s V untuk

menghitung content validity coefficient. Kategori penilaian yang diberikan kepada ahli
untuk setiap butir pertanyaannya terdiri dari 4 poin yakni: “Sangat sesuai”, “Sesuai”,

“Tidak sesuai”, “Sangat tidak sesuai”. Rumus Aiken’s V secara manual dapat dilihat

pada berikut ini.

𝛴𝑠
𝑉=( )
𝑛(𝑐 − 1)

s : r - 𝑙0

𝑙0 : Angka penilaian validitas terendah

c : Angka penilaian validitas tertinggi

r : Angka yang diberikan oleh seorang ahli

n : Jumlah validator

Kriteria yang digunakan dalam hasil perhitungan validitas dapat dilihat pada Tabel

5.

Tabel 5 Kriteria Validasi Aiken

b) Validasi Konstruk

Selain menggunakan Aiken’s V juga dilakukan uji CFA (Confirmatory Factor

Analysis). CFA merupakan analisis yang digunakan untuk validitas konstruk. Tujuan

dilakukannya CFA adalah untuk mengindentifikasi factor-faktor yang menjelaskan

variasi di antara satu indikator (Brown, 2008: 35).

Dalam analisis faktor, terdapat nilai factor loading yang digunakan untuk

menafsirkan faktor guna menunjukkan kontribusi dari setiap faktor terhadap varians

atau variabel yang diamati. Butir instrumen dapat dinyatakan berguna dan dapat
digunakan jika memenuhi standard factor loadings ±0,30 sampai ±0,40 (Hair et al.,

2010: 139).

Kriteria yang digunakan dalam analisis CFA dapat dilihat pada Tabel 6 (Haryono,

2016: 74).

Tabel. 6 Kriteria Goodness of Fit

Ukuran
Kriteria
Goodness of Fit
0  X2  2df (good fit), 2df  X2  3df
Statistics X2
(marginal fit)
0,05  p  1,00 (good fit), 0,01  p  0,05
p-value
(marginal fit)
RMSEA  0,08 (good fit), RMSEA < 0,05
RMSEA
(close fit)
GFI  0,90 (good fit), 0,80  GFI  0,90
GFI
(marginal fit)

Berdasarkan tabel kriteria kecocokan model di atas untuk mengukur kecocokan

absolut, Chi Square digunakan untuk mengukur apakah ada perbedaan antara model

dengan data yang didapatkan. RMSEA (Root mean square error of approximation)

merupakan perkiraan fit suatu model yang ada di dalam populasi berkaitan dengan

perbedaan perkiraan (Riadi, 2018:106). GFI (Goodness of fit indeks) merupakan ukuran

relative dari sejumlah varians dan kovarian pada matriks kovarians (Riadi, 2018:112).

2) Reliabilitas

Analisis reliabilitas dilakukan guna mengetahui apakah instrumen yang

dikembangkan dapat mengukur secara konsisten apa yang hendak diukur. Berikut adalah

analisis reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini:

a) Reliabilitas Konstruk

Perhitungan uji reliabilitas instrumen menggunakan Alpha Cronbach. Instrumen

penelitian akan dikatakan baik jika sudah melalui tahap validitas dan reliabilitas.
Pengujian validitas dan reliabilitas dilakukan secara klasik. Sebuah instrumen akan

dikatakan baik jika instrumen tersebut valid dan reliabel, maka langkah selanjutnya

akan dilakukan analisis reliabilitas pada instrumen yang sudah dikembangkan.

Reliabilitas berbeda dengan validitas, arti dari reliabilitas sendiri merupakan suatu

keajegan atau konsistensi sebuah hasil pengukuran dari waktu ke waktu. Reliabilitas

yang akan digunakan dalam penelitian ini yakni reliabilitas secara klasik dengan Alpha

Cronbach. Guilford (1956) (dalam Istiyono, 2020:385) mengklasifikasikan tingkat

reliabilitas yang dapat kita lihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Koefisien Reliabilitas

Dengan melihat tabel 7 maka dapat diketahui kualitas instrumen berdasarkan

perhitungan reliabilitas dari hasil penilaian oleh expert judgement.

b) Reliabilitas Antar Rater

Selain menggunakan reliabilitas konstruk Alpha Cronbach, juga dilakukan

perhitungan reliabilitas antar rater menggunakan Intraclass Correlation Coefficients

(ICC). ICC adalah indeks atau keterulangan yang mencerminkan tingkat korelasi dan

kesepakatan antar pengukur (Perinetti, 2018). Nilai koefisien ICC yang digunakan

dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Nilai Koefisien ICC

Nilai Interpretasi
<0,5 Buruk
0,05 - 0,75 Cukup
0,75 - 0,9 Baik
0,9 - 1 Baik Sekali

c. Karakteristik Butir Instrumen

Analisis karakteristik butir instrumen yang digunakan dalam penilitian ini adalah

Graded Response Models (GRM). GRM menurupakan salah satu model Item Response

Theory untuk analisis data politomus. Analisis model GRM merupakan pengembangan dari

model IRT 2PL yang mampu menjelaskan tingkat kesukaran butir dan dapaya pembeda.

Tujuan dilakukan analisis GRM yakni untuk menapilkan estimasi parameter butir serta

kemampuan peserta didik dengan pendekatan kemampuan bertingkat (Tama et al., 2018).

Berikut ini rumus perhitungan analisis GRM (R. N. Sari & Andriani, 2019):

𝑒𝑥𝑝[𝐷𝑎(𝜃 − 𝑏𝑗𝑘)]
𝑃𝑗𝑘 (𝜃) =
1 + 𝑒𝑥𝑝[𝐷𝑎𝑗(𝜃 − 𝑏𝑗𝑘)]

Keterangan:

𝑎𝑗 : Indeks daya beda butir j

𝜃 : Kemampuan peserta

𝑏𝑗𝑘 : Indeks kesukaran kategori k butir j

𝑃𝑗𝑘 (𝜃) : Probabilitas peserta berkemampuan 𝜃 yang memperoleh skor kategori

k pada butir j

𝐷 : Faktor skala

d. Kepraktisan Penggunaan Instrumen

Analisis data yang digunakan dalam pengukuran kepraktisan penggunaan instrumen

dari segi pengguna/ guru dilakukan dengan memberikan lembar evaluasi penggunaan

instrumen menggunakan 10 pertanyaan dengan respon ya dan tidak. Aspek yang digunakan
dalam mengukur kepraktisan penggunaan yakni kepraktisan dalam waktu, cara penggunaan

dan ketepatan penggunaan.

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengembangan Produk Awal

Penelitian pengembangan ini menghasilkan produk berupa instrumen penilaian karakter

KD3PS yang merupakan benang merah antara 18 karakter kemendikbud, karakter profil pelajar

Pancasila dan kekuatan karakter menurut Peterson & Seligman. Instrumen yang dihasilkan

terdiri atas instrumen penilaian diri, penilaian teman serta penilaian observasi. Produk

dikembangkan atas kebutuhan yang ada di sekolah untuk menilai aspek afektif peserta didik

khususnya di SD. Banyaknya kasus mengenai karakter yang marak terjadi merupakan salah

satu latar belakang dilakukannya pengembangan instrumen penilaian karakter juga untuk

mengetaahui karakter peserta didik dengan baik.

Penelitian terkait dengan pengembangan instrumen yang menggabungkan beberapa

gagasan karakter belum pernah dilakukan. Kondisi factual yang ada di lapangan yang terjadi

dalam penilaian karakter yakni guru sekedar melakukan observasi dan membuat catatan terkait

karakter peserta didik tanpa menggunakan instrumen mau pun rubrik penilaian. Dengan

demikian penelitian pengembangan instrumen ini perlu dilakukan.

Proses pengembangan instrumen karakter diawali dengan mengkaji dokumen terkait

karakter yang digunakan serta kurikulum yang digunakan di SD. Setelah mempelajari dokumen

tersebut maka selanjutnya dilakukan perumusan definisi konseptual dan operasional yang akan

digunakan sebagai acuan dalam mengkonstruk instrumen.


Tabel 9 Konstruk Instrumen KD3PS

Dimensi Definisi
No Definisi Konseptual Indikator
KD3PS Operasional
Bijaksana atau Bijaksana atau Mementingkan
kebijaksanaan kebijaksanaan kepentingan
adalah kemampuan adalah sikap yang bersama,
seseorang yang melibatkan akal mempertimbangkan
1 Bijaksana melibatkan akal dan dan budinya dalam keputusan, mampu
budinya dalam bertindak dan mengendalikan
bertindak dan menentukan emosi.
menentukan keputusan.
keputusan.
Humanis adalah hal Humanis Memiliki sikap
yang merupakan salah menghargai orang
mengutamakan sifat satu nilai yang lain, sopan dalam
2 Humanis
luhur manusia dimiliki individu berperilaku.
(positif) dalam dalam menghargai
bertindak. sesama.
Berani berkaitan Berani merupakan Berpegang pada
dengan mental tindakan yang kebenaran,
seseorang dalam berkaitan dengan memiliki
melakukan suatu hal mental seseorang keberanian
3 Berani tanpa memikirkan dalam melakukan mengambil
resiko yang akan suatu hal tanpa tantangan, memiliki
didapatkan. memikirkan resiko semangat dalam
yang akan mencapai tujuan.
didapatkan.
Adil merupakan Adil merupakan Jujur dalam
hasil dari penilaian salah satu nilai bertindak, memiliki
atas proses dimana yang dimiliki jiwa pemimpin.
4 Adil seseorang berpikir individu dalam
terbuka dan memberikan hak
bertindak benar dari kepada orang lain.
segi moral.
Dimensi
No Definisi Konseptual Definisi Operasional Indikator
KD3PS
Regulasi merupakan Bisa meregulasi diri Memiliki rasa
pengaturan untuk merupakan pengampunan
mencapai tujuan yang pengaturan yang dan belas kasih
diinginkan. dilakukan individu kepada sesama,
Bisa itu sendiri untuk memiliki
5 meregulasi mencapai tujuan keteraturan
diri yang hendak dicapai. dalam hidup,
memiliki
keterampilan
mengevaluasi
diri.
Suatu keadaan yang Kemampuan yang Berorientasi
berkaitan dengan dimiliki seseorang pada ajaran
pemaknaan, perasaan individu dalam agama,
dan tindakan yang menjalani kehidupan mengapresiasi
6 Spiritual berorientasi pada dengan berorientasi diri dan orang
ajaran Tuhan. pada ajaran agama. lain atas segala
sesuatu yang
telah
diusahakan.

B. Hasil Uji Coba Produk

Hasil uji coba produk akan menjawab pertanyaan penelitian yang sudah dirumuskan

sebelumnya mulai dari tahapan awal penelitian hingga analisis akhir. Berikut adalah hasil awal

perancarangan produk dan uji coba:

1. Konstruk Pengembangan Instrumen

Konstruk pengembangan instrumen pada penelitian ini terdiri atas 6 aspek karakter yakni:

bijaksana, humanis, berani, adil, bisa meregulasi diri dan spiritual. Keenam aspek tersebut

dijabarkan kedalam 15 indikator dan 30 pernyataan untuk instrumen penilaian diri dan teman

sedangkan pada instrumen observasi terdiri atas 15 pernyataan. Setelah uji coba dan

dianalisis maka banyaknya jumlah item yang ada berkurang menjadi 23 butir pada instrumen

penilaian diri, 24 butir pada instrumen penilaian teman serta 14 butir pada instrumen

observasi.
Instrumen yang dikembangkan dikonstruksi dalam bentuk angket dengan skala like likert.

Skala Likert terdiri dari empat atau lebih item pertanyaan yang digabungkan menjadi skor/

nilai yang mewakili karakteristik individu seperti pengetahuan, sikap, dan perilaku (Budiaji,

2013: 129). Pilihan jawaban yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas empat yakni: 1)

Sangat sesuai, 2) Sesuai, 3) Tidak sesuai dan 4) Sangat tidak sesuai.

Intrumen dirancang untuk digunakan sebagai penilaian akhir semester sehingga dapat

digunakan sebagai evaluasi pembelajaran. Instrumen digunakan pada dua keadaan dimana

peserta didik sedang melakukan olah raga/ berkegiatan di luar kelas untuk penilaian secara

observasi serta dilakukan di dalam kelas untuk siswa mengisi penilaian diri dan penilaian

antar teman.

Gambaran implementasi yang ada di lapangan terkait penilaian karakter yakni dalam

melakukan penilaian afektif guru mengamati karakter dari setiap peserta didik namun belum

memiliki instrumen penilaian yang baku untuk digunakan. Penilaian karakter sebaiknya

dilakukan tidak hanya pada saat dalam kegiatan pembelajaran saja namun melibatkan

kegiatan diluar kelas. Karakter peserta didik akan lebih nampak ketika mereka sedang

bermain atau beraktivitas secara bebas karena pembelajarn dipeoleh melalui pengalaman

dengan lingkungan sebagai media pembelajaran.

2. Kualitas Pengembangan Instrumen

Guna mengetahui kualitas suatu instrumen dapat ditinjau dari hasil analisis validitas dan

reliabilitasnya. Tahap analisis instrumen dilakukan secara dua tahap yakni analisis validitas

isi menggunakan formula Aiken’s V dan validitas konstruk dengan Confirmatory Factor
Analysis (CFA). Hasil penelitian yang berkaitan dengan konstruk ditinjau dari validitas isi

dan validitas konstruk dapat dilihat sebagai berikut:

a. Analisis Validitas Isi

Analisis validitas menggunakan formula Aiken’s V secara manual dengan Excel.

Validitas isi bertujuan untuk menilai sejauh mana butir instrumen yang disusun memiliki

kesesuaian dengan apa yang ingin diketahui. Butir yang memiliki validitas rendah harus

diperbaiki atau dihilangkan. Penilaian instrumen dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif

oleh lima ahli pada bidang Karakter, Psikologi dan ke SDan.

Penilaian secara kualitatif akan menghasilkan masukan untuk penyempurnaan kalimat

butir instrumen yang dibuat. Beberapa saran yang ditemukan dalam validasi isi antara lain

kalimat yang dibuat kurang sederhana dengan karakteristik peserta didik SD, beberapa

kalimat masih memiliki kata yang bias serta kalimat yang ada dalam item favorable

sangatlah bias bahwa hal tersebut membingungkan sehingga perlu diperbaiki lebih halus

dalam bahasanya.

Selain menilai secara kuantitatif, kelima ahli juga menilai instrumen secara kualitatif.

Hasil penilaian secara kuantitatif akan dihitung menggunakan rumus Aiken’s V. Hasil

analisis kuantitatif validitas isi berserta resume validasi oleh kelima validator dapat dilihat

pada Tabel. 10.

Banyaknya item pernyataan pada instrumen penilaian diri terdiri atas 30 pernyataan

dengan hasil validasi menggunakan formula Aiken’s V diperoleh hasil yang dapat dilihat

pada Tabel. 8 Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat jika seluruh item pada instrumen

yang dikembangkan memiliki validitas “Tinggi”. Selain itu hanya terdapat dua item yang

memiliki kategori validitas “Sedang” pada nomor 19 dan 24 yang masing-masing memiliki

v hitung sebesar 0,73 dan 0,67 (Istiyono, 2020: 349).


Validitas instrumen penilaian antar teman yang dikembangkan terdiri atas 30 item

pernyataan yang memiliki hasil validasi yang memuaskan. Terdapat 28 item pernyataan

yang memiliki validitas “Tinggi” serta terdapat dua item dengan kategori validitas

“Sedang” pada nomor 19 dan 24 dimana keduanya memiliki nilai V sama yakni 0,67.

Hasil perhitungan validasi penilaian observasi pada Tabel 9, dapat diketahui bahwa

instrumen penilaian observasi yang dikembangkan seluruh item memiliki validitas dengan

kategori “Tinggi”. Terdapat satu item pada nomor 2 memiliki kategori validitas “Sedang”

dengan nilai 0,73.

Selain secara kualitatif, hasil validasi dari instrumen yang dikembangkan juga memiliki

beberapa saran atau revisi yang perlu dipertimbangkan untuk perbaikan sebelum digunakan

untuk uji coba. Penilaian yang dilakukan oleh lima validator secara kualitatif dapat dilihat

pada Tabel. 11.

Tabel. 10 Resume Hasil Validasi Aiken’s V


Tabel. 11 Resume Penilaian Kualitatif oleh Validator

Setelah melakukan validasi instrumen dengan kelima validator, didapatkan hasil secara

kualitatif yang dirangkum pada Tabel. 11. Saran serta revisi yang diberikan oleh validator

kemudian digunakan sebagai acuan dalam merevisi instrumen sebelum digunakan untuk

uji coba. Berikut saran dan acatan hasil validasi oleh kelima validator

Validator pertama memberikan catatan pada instrumen yang dibuat yakni:1) Kisi-kisi

pada aspek adil dan humanis di definisi operasional masih belum operasional, 2) Perlu

penjelasan lebih lanjut tentang item yang berulang hanya diubah dari favorable ke

unfavorable, 3) Item harus lebih spesifik, dapat diukur dan relevan dengan variable, aspek

dan bahasa.

Validator kedua memberikan catatan: 1) Masih ada beberapa kesalahan tata tulis dan

tata bahasa yang harus diperbaiki sesuai dengan kaidah penulisan serta kaidah bahasa

Indonesia yang baik dan benar, 2) Masih ada substansi isi aspek/ pernyataan dan pertanyaan

yang perlu dicermati lagi dalam instrumen penelitian dan jika salah harus diperbaiki.
Validator ketiga memberikan catatan: 1) Menambahkan saran di kolom catatan pada

lembar validasi, 2) Banyak item unvaforabel hanya merupakan kebalikan favorable, missal

saya mudah marah dan saya tidak mudah marah, kalua begitu 2 item ini bisa tumpeng tindih

karena esesnsi sama, mungkin bisa lebih disusun unfavorable dengan item yang lain.

Validator keempat memberikan catatan: 1) Perlu dirumuskan kembali rumusan

pernyataan yang ambigu maupun kurang jelas, 2) Beberapa kalimat perlu dicermati ulang

agar lebih relevan dengan butir pernyataan.

Validator kelima memberikan saran dan catatan: 1) Perbaiki kalimat yang berwayuh

arti. Sederhanakan kalimat sesuai dengan karakteristik responden siswa (siswa SD), 2)

Tambahkan kriteria dalam memilih opsi jawaban pada angket penilaian diri dan penilaian

teman. Berdasarkan hasil saran dari kelima validator maka peneliti melakukan revisi atas

saran dan masukan yang telah diberikan serta dikonsultasikan kepada dosen pembimbing.

Instrumen yang telah direvisi kemudian digunakan untuk uji coba berdasarkan izin dosen

pembimbing.

b. Analisis Validitas Konstruk

Validitas konstruk merupakan validitas menyeluruh yang merujuk pada sejauh mana

ukuran sebenarnya dapat mengukur konsep yang ingin diukur (Brown, 2015: 187). Analisis

CFA dilakukan menggunakan program lisrel untuk mengetahui factor loading dari

standardized solution untuk setiap butirnya. Berdasarkan data yang telah dianalis dapat

diketahui bahwa:
Gambar 6 Path Diagram Hasil Standardized Solution CFA Penilaian Diri

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan maka setelah itu butir yang tidak

memenuhi standar factor loading perlu dihilangkan, kemudian instrumen disusun kembali

menjadi sebuah instrumen yang baik. Instrumen penilaian diri siswa yang pada awalnya

terdiri atas 30 butir, setelah dianalisis menjadi 23 butir. Butir instrumen penilai diri yang
tereliminasi antara lain nomor 4, 13, 14, 16, 18, 22 dan 27. Butir yang tereliminasi adalah

butir instrumen yang memiliki nilai factor loading < 0,30 (Hair et al., 2010: 116). Hasil

tabulasi factor loading yang terbentuk beserta keterangannya dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12 Hasil Factor Loading CFA Penilaian Diri

Factor
Nilai Nomor butir
loading
1 0,36
2 0,48
Bijaksana
3 0,60
17 0,36
5 0,42
Humanis 19 0,53
20 0,65
6 0,39
7 0,32
Berani 8 0,44
21 0,38
23 0,54
9 0,33
10 0,35
Adil
24 0,59
25 0,42
11 0,33
Bisa
12 0,34
meregulasi
26 0,51
diri
28 0,52
15 0,39
Spiritual 29 0,63
30 0,58

Dengan melihat Gambar 6 ditampilkan setiap nilai factor loading yang diperoleh pada

instrumen penilaian yang dikembangkan. Selain itu terdapat beberapa nilai yang digunakan

dalam menarik kesimpulan atas analisis instrumen yang digunakan seperti Chi-Square, df, P-

value dan RMSEA, dll. Hasil tabulasi nilai-nilai tersebut berserta keterangannya dapat dilihat

pada Tabel 13.


Tabel. 13 Rangkuman Hasil Output CFA Instrumen Penilaian Diri

Ukuran
Hasil analisis Keterangan
goodness of fit
X2 = 1148,61
Statistics
df = 371 Marginal fit
chi-square
2df = 742
RMSEA 0,09 Marginal fit
GFI 0,76 Closel fit

Hal penting yang pertama pelu diperhatikan adalah hasil output CFA pada p-value dan

RMSEA. Kedua hal tersebut merupakan ukuran pokok untuk menentukan kecocokan model

(Retnawati, 2014: 65). Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) merupakan

perkiraan suatu model apakah fit atau tidak. Pada instrumen penilaian diri, RMSEA yang

diperoleh 0,09 maka dinyatakan “Marginal Fit”.

Selanjutnya pada hasil statistics chi-square dalam analisisnya memiliki nilai X2 =

1148,61 < 2df = 371 sehingga instrumen dinyatakan “Marginal fit”. Hasil perhitungan GFI

pada instrumen penilaian diri memiliki nilai 0,76 sehingga dinyatakan “Marginal fit”.
Gambar 7 Path Diagram Hasil Standardized Solution CFA Penilaian Teman

Selain itu pada intrumen penilaian antar teman yang dikembangkan pada awal mula

sebelum dilakukan uji coba, instrumen terdiri atas 30 butir dan setelah dianalisis lebih lanjut

tersisa 27 butir. Butir-butir yang tereliminasi antara lain nomor 7, 21, 23. Butir tersebut

dieliminasi karena memiliki nilai factor loading rendah sehingga harus dieliminasi yakni

memiliki nilai < 0,30.

Butir 7, 21 dan 23 merupakan item yang ada pada aspek berani, hal tersebut dapat

dihilangkan sebab tidak memenuhi nilai minimal factor loading dan sudah dapat diwakilkan

oleh item lain.


Tabel 14 Hasil Factor Loading CFA Penilaian Teman

Factor
Nilai Nomor butir
loading
1 0,51
2 0,40
Bijaksana 3 0,57
16 0,55
17 0,56
18 0,40
4 0,56
5 0,55
Humanis
19 0,55
20 0,49
6 0,39
Berani 8 0,56
22 0,44
9 0,62
10 0,45
Adil
24 0,57
25 0,52
11 0,39
12 0,43
Bisa
13 0,38
meregulasi
26 0,59
diri
27 0,53
28 0,40
14 0,47
15 0,43
Spiritual
29 0,53
30 0,48

Dengan melihat Gambar 7 ditampilkan setiap nilai factor loading yang diperoleh pada

kedua instrumen penilaian yang dikembangkan. Selain itu terdapat beberapa nilai yang

digunakan dalam menarik kesimpulan atas analisis instrumen yang digunakan seperti Chi-

Square, df, P-value dan RMSEA, dll. Hasil tabulasi nilai-nilai tersebut berserta keterangannya

dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel. 15 Rangkuman Hasil Output CFA Instrumen Penilaian Teman

Ukuran
goodness of Hasil analisis Keterangan
fit
X2 = 930,70
Statistics
df = 318 Marginal fit
chi-square
2df = 636
RMSEA 0,087 Closee fit
GFI

Hasil analisis instrumen penilaian teman RMSEA yang diperoleh 0,087 maka

dinyatakan “Good fit”. Selanjutnya pada hasil statistics chi-square dalam analisisnya

memiliki nilai X2 = 930,70 > 2df = 586 sehingga instrumen dinyatakan “Marginal fit”.
Gambar 8 Path Diagram Hasil Standardized Solution CFA Observasi

Intrumen penilaian observasi yang dikembangkan pada awal mula terdiri atas 15 butir

dan setelah dianalisis lebih lanjut tersisa 14 butir. Butir-butir yang tereliminasi yakni item

nomor 2. Butir tersebut tidak dapat dianalisis CFA karena pada butir 2 nilainya tidak

konvergen. Item nomor 2 merupakan bagian dari aspek bijaksana dan merupakan item

favorable.
Tabel 16 Hasil Factor Loading CFA Observasi

Factor
Nilai Nomor butir
loading
1 0,65
Bijaksana
3 0,50
4 0,66
Humanis
5 0,68
6 0,71
Berani 7 0,76
8 0,78
9 0,52
Adil
10 0,44
Bisa 11 0,64
meregulasi 12 0,65
diri 13 0,66
14 0,66
Spiritual
15 0,71

Dengan melihat Gambar 16 ditampilkan setiap nilai factor loading yang diperoleh pada

instrumen observasi yang dikembangkan seluruhnya memiliki nilai > 0,30. Selain itu terdapat

beberapa nilai yang digunakan dalam menarik kesimpulan atas analisis instrumen yang

digunakan seperti Chi-Square, df, P-value dan RMSEA. Tabulasi nilai yang digunakan dalam

menarik kesimpulan tersebut beserta keterangannya dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel. 17 Rangkuman Hasil Output CFA Instrumen Observasi

Ukuran
goodness of Hasil analisis Keterangan
fit
X2 = 392,56
Statistics
df = 71 Marginal fit
chi-square
2df = 142
RMSEA 0,133 Marginal fit
GFI 0,82 Marginal fit

Hasil analisis perhitungan pada instrumen observasi RMSEA yang diperoleh 0,133 maka

dinyatakan “Marginal fit”. Selanjutnya pada hasil statistics chi-square dalam memiliki nilai

X2 = 392,56 > 2df = 142 sehingga instrumen dinyatakan “Marginal fit”. Nilai GFI yang
didapatkan pada instrumen observasi memiliki nilai 0,82 sehingga dinyatakan “Marginal

fit”.

Kriteria yang digunakan dalam menarik kesimpulan apakah model dianggap layak untuk

digunakan jika paling tidak salah satu metode uji kelayakan model terpenuhi (Haryono,

2016: 110). Berdasarkan kelima metode tersebut dapat disimpulkan bahwa model penilaian

observasi untuk menilai karakter layak untuk digunakan digunakan.

Selain dilakukan validitas isi dan konstruk untuk mengetahui kualitas instrumen sebelum

digunakan maka selanjutnya dilakukan analisis reliabilitas. Analisis reliabilitas yang

dilakukan dengan Intraclass Correlation Coeffisient (ICC) dan Alpha Cronbach. ICC

digunakan untuk mengukur reliabilitas kesepakatan penilaian antar rater yang telah

dilakukan pada tahap validasi. Reliabilitas Alpha Cronbach dilakukan untuk

a. Reliabilitas Antar Rater

Reliabilitas antar rater yang digunakan pada penelitian ini adalah ICC, hasil analisis

menggunakan SPSS dapat dilihat pada Tabel. 18 beserta klasifikasi reliabilitasnya.

Tabel. 18 ICC Pengembangan Instrumen

Average
Instrumen Keterangan
Measures
Penilaian Diri 0,798 Tinggi
Penilaian Teman 0,87 Sangat Tinggi
Observasi 0,83 Sangat Tinggi
Analisis reliabilitas antar rater yang melibatkan lima validator dalam instrumen penilaian

diri memiliki nilai r = 0,799 dan CI = 0,415 – 0,976 sehingga masuk dalam kategori

reliabilitas “Tinggi”. Reliabilitas pada instrumen penilaian teman memiliki reliabilitas

“Sangat Tinggi” dengan nilai r = 0,87; CI = 0,624 – 0,984 dan instrumen observasi memiliki

nilai r = 0,83; CI = 0,486 – 0,98. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa antar validator

memiliki tingkat kesepakatan tinggi dalam menilai instrumen penilaian karakter yang

dikembangkan.
b. Reliabilitas Konstruk

Analisis reliabilitas konstruk yang digunakan pada penelitian ini dihitung menggunakan

rumus Alpha Cronbach secara klasik. Kriteria reliabilitas dapat dilihat pada Tabel 6. Hasil

analisis pada instrumen yang dikembangkan menggunakan rumus Alpha Cronbach dapat

dilihat pada Tabel. 19:

Tabel. 19 Reliabilitas Konstruk Instrumen

Cronbach's
Instrumen Keterangan
Alpha
Penilaian Diri 0,807 Sangat Tinggi
Penilaian Teman 0,89 Sangat Tinggi
Penilaian Observasi 0,902 Sangat Tinggi

Berdasarkan hasil perhitungan reliabilitas yang telah dilakukan pada instrumen penilaian

diri, penilaian teman serta instrumen penilaian observasi dapat diketahui jika hasil

reliabilitas secara keseluruhan memiliki nilai Cronbach’s Alpha di atas 0,8 yang berarti

bahwa seluruh instrumen yang dikembangkan reliabel dengan kategori “Sangat Tinggi”

(Istiyono, 2020: 385). Hasil perhitungan reliabilitas pada setiap item dapat dilihat pada

Tabel. 20.

3. Karakteristik Instrumen

a. Uji Asumsi

Uji karakteristik instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji GRM

dengan IRT. Sebelum melakukan uji GRM terdapat beberapa asumsi yang perlu dibuktikan

sebagai syarat analisis lanjut. Beberapa asumsi yang harus terpenuhi yakni: asumsi

unidimensi, asumsi indenpendensi lokal dan asumsi invariansi parameter butir dan

kemampuan.
1) Asumsi unidimensi

Asumsi pertama yang perlu dipenuhi adalah asumsi unidimensi. Berdasarkan hasil

analisis data penelitian menggunakan bantuan program R untuk mendapatkan gambar

scree plot pada ketiga instrumen yang dapat dilihat pada gambar 10, 11 dan 12.

Gambar 9 Hasil Analisis Unidimensi Penilaian Diri

Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat jika nilai eigen mulai turun secara perlahan

pada faktor ke 3. Gambar tersebut menunjukan terdapat satu faktor dominan pada

instrumen yang dibuat namun pada faktor kedua juga memberikan kontribusi yang cukup

besar pula terhadap koponen varians yang dapat dijelaskan. Nilai eigen pada faktor

pertama bekali-kali lipat dari faktor kedua, sementara faktor lainnya hampir sama maka

asumsi unidimensi terpenuhi (Naga, 1992). Instrumen penilaian diri pada penelitian ini

memenuhi asumsi unidimensi maka selanjutnya dapat dilakukan analisis asumsi

indenpendensi lokal.
Gambar 10 Hasil Analisis Unidimensi Penilaian Teman

Mencermati gambar di atas dapat diketahui jika nilai eigen mulai landai pada faktor

ke 3. Gambar tersebut menunjukan terdapat satu faktor dominan pada instrumen namun

faktor kedua juga memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap komponen varians

yang dapat dijelaskan di instrumen penilaian teman. Kesimpulan pada instrumen

penilaian teman memenuhi asumsi unidimensi.

2) Indenpendensi Lokal

Indenpendensi lokal berfungsi untuk mengindikasikan apakah butir pada instrumen

dijawab oleh peserta didik secara independen. Analisis asumsi ini dapat dilakukan jika

asumsi sebelumnya terpenuhi. Kedua instrumen yang dikembangkan telah memenuhi

asumsi unidimensi sehingga dapat dilakukan uji asumsi indenpendensi lokal.

Asumsi indenpensi lokal secara otomatis terpenuhi/ terbukti setelah dibuktikan

dengan unidimensionalitas data respon peserta terhadap sebuah tes (Retnawati, 2014: 7).

3) Invariansi Parameter Butir dan Kemampuan

Asumsi terakhir dalam IRT yakni invariansi parameter butir dan kemampuan.

Retnawati (2014) menjelaskan bahwa invariansi parameter merupakan karakteristik butir

soal yang tidak tergantung paada distribusi parameter kemampuan peserta tes dan hal

tersebut menjadi ciri jika peserta tes tidak tergantung dari ciri butir tes. Invariansi parameter
butir dilakukan dengan model GRM menggunakan program R, output analisis dapat dilihat

sebagai berikut:

Gambar 11 Plot Invariansi Parameter Butir dan Kemampuan Penilaian Diri

Hasil scatter plot baik parameter butir dan parameter kemampuan menunjukan

kecenderungan pola titik-titik yang mendekati garis diagonal namun tidak memusat
persis pada garis diagonal. Uji invarians pada instrumen penilaian diri dapat

disimpulkan bahwa parameter butir dan kemampuan bersifat invarian.

Gambar 12 Plot Invariansi Parameter Butir dan Kemampuan Penilaian Teman

Hasil scatter plot pada penilaian teman baik parameter butir dan parameter kemampuan

menunjukan kecenderungan pola titik-titik yang mendekati garis terutama pada invariansi
parameter tingkat kesukaran. Secara keseluruhan pada instrumen penilaian teman dapat

disimpulkan jika parameter butir yang dimiliki bersifat invarian.

b. Analisis Karakteristik Butir Model GRM dengan IRT

Setelah seruluh asumsi terpenuhi makan selanjutnya dilakukan analisis karakteritik

butir dengan pendekatan IRT model GRM. Analisis karakteristik butir dilakukan pada 30

butir instrumen penilaian diri, 30 butir instrumen penilaian teman serta 15 butir pada

instrumen observasi. Analisis dilakukan dengan bantuan program R, berikut adalah hasil

analisisnya:

1) Uji Kecocokan Model

Uji kecocokan model pada data respon merupanakan tolak ukur untuk memilih model

analisis yang akan digunakan (Hartono, 2022: 141). Uji kecocokan model pada penelitian

ini tidak didasarkan pada hasil nilai chi-square karena memiliki sifat yang sensitif

terhadap ukuran sampel yang besar sehingga menggunakan dalam hal ini menggunakan

nilai RMSEA dalam evaluasinya.

RMSEA merupakan indeks yang digunakan untuk mengkoreksi statistik chi square

dengan ukuran sampel yang besar. Kriteria yang digunakan dalam kategorisasi RMSEA

dapat dilihat pada Tabel 6. Analisis tingkat kecocokan model berfungsi untuk mengetahui

apakah model atau item yang ada fit. Hasil uji kecocokan model berdsarkan nilai RMSEA

dapat dilihat pada Tabel 20 dan 21.

Tabel 20 Hasil Pengujian Uji Kecocokan Model Penilaian Diri

Aspek Butir RMSEA.X2 Keterangan


X1 0,029 Fit
X2 0 Fit
Bijaksana
X3 0,046 Fit
X17 0 Fit
X5 0,046 Fit
Humanis X19 0,029 Fit
X20 0,032 Fit
X6 0 Fit
X7 0,016 Fit
Berani X8 0,04 Fit
X21 0 Fit
X23 0,039 Fit
X9 0,006 Fit
X10 0,043 Fit
Adil
X24 0,035 Fit
X25 0,01 Fit
X11 0,034 Fit
Bisa X12 Fit
0,019
meregulasi
diri X26 0,036 Fit
X28 0 Fit
X15 0,042 Fit
Spiritual X29 0,043 Fit
X30 0,04 Fit

Tabel 21 Hasil Pengujian Uji Kecocokan Model Penilaian Teman

Aspek Butir RMSEA.X2 Keterangan


X1 0,037 Fit
Bijaksana X2 0 Fit
X3 0,034 Fit
X16 0 Fit
X17 0,026 Fit
X18 0 Fit
X4 0 Fit
X5 0,016 Fit
Humanis
X19 0,027 Fit
X20 0,05 Fit
X6 0 Fit
Berani X8 0,041 Fit
X22 0,025 Fit
X9 0,012 Fit
X10 0 Fit
Adil
X24 0,011 Fit
X25 0,008 Fit
X11 0,042 Fit
X12 0 Fit
Bisa X13 Fit
0,027
meregulasi
diri X26 0,03 Fit
X27 0,013 Fit
X28 0 Fit
X14 0 Fit
X15 0,014 Fit
Spiritual
X29 0,029 Fit
X30 0,028 Fit

2) Estimasi Parameter Butir

Estimasi parameter butir dapat dilakukan setelah terpenuhinya ketiga asumsi IRT dan

analisis kecocokan model. Estimasi parameter butir GRM merupakan pengembangan

dari model 2PL. GRM memiliki dua parameter butir yakni daya beda (a) dan tingkat

kesulitan (bi).

Tabel 22 Parameter Butir Penilaian Diri

Parameter
Aspek Butir Rerata b
a b1 b2 b3
X1 0,57 -6,82 -3,60 1,60 -3,22
Bijaksana X2 0,59 -5,66 -3,08 1,70 -2,61
X3 0,66 -6,20 -3,10 0,72 -2,95
X17 -0,29 6,66 -2,13 -8,41 -3,24
X5 0,79 -6,50 -3,32 0,34 -2,29
Humanis X19 1,17 -3,21 -1,86 0,39 2,69
X20 1,38 -2,52 -1,23 0,37 -3,16
X6 0,68 -4,96 -2,53 0,94 -2,24
X7 0,11 -16,28 2,92 21,08 -2,63
Berani X8 0,97 -4,98 -3,56 -0,16 -2,34
X21 0,77 -2,70 -0,98 1,58 -1,90
X23 1,29 -2,04 -0,96 0,87 -3,48
X9 0,74 -4,60 0,12 NA -1,60
X10 0,80 -4,45 -3,05 0,08 -1,66
Adil
X24 1,76 -2,53 -1,49 0,18 -1,16
X25 1,07 -1,84 -0,56 1,56 -0,76
X11 0,81 -4,29 -2,53 -0,02 -0,78
Bisa -1,37
X12 0,63 -4,91 -2,24 2,05
meregulasi
diri X26 1,36 -2,19 -1,02 0,72 -0,35
X28 1,54 -2,48 -1,35 1,14 -0,89
X15 0,92 -5,68 -3,64 -0,83 -1,13
Spiritual X29 1,95 -2,32 -1,60 -0,20 -1,45
X30 1,68 -2,59 -1,74 -0,27 -1,60

Hasil analisis karakteristik butir menggunakan model graded memberikan dua

informasi parameter butir yakni a dan b. Parameter a merupakan nilai diskriminasi atau

disebut slope dan parameter b merupakan lokasi butir atau ambang batas. Nilai parameter

a akan bagus bila nilai yang didapat lebih dari 1,5 dan tidak bernilai negatif. Sedangkan

pada parameter b atau parameter lokasi jumlahnya lebih dari 1. Instrumen karakter

memiliki empat kategori dan dikurangi satu sehingga nilai b terdapat tiga. Nilai b < -4

dan atau b > 4 memiliki nilai yang ekstrem karena rentang theta yang digunakan dari -4

hingga 4.

Tabel 22 menunjukan bahwa nilai parameter a dari 22 butir hamper seluruhnya

memiliki nilai positif. Terdapat satu butir yang memiliki nilai negatif yakni pada butir 17.

Parameter a yang memiliki nilai lebih dari 1,5 terdapat 4 butir yakni pada nomor 24, 28,

29 dan 30. Selain itu, pada parameter b1 menunjukan bahwa nilai yang ada pada 30 butir

soal berada pada rentang -16,28 hingga 6,66. Terdapat beberapa nilai ekstrem pada
parameter b1 yakni pada butir: 1, 2, 3, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 15, dan 17. Parameter b2

tidak ditemukan nilai ekstrem. Nilai ekstrem yang ditemukan pada parameter butir b3

yakni pada nomor: 7, 9, dan 17.

Tabel 23 Parameter Butir Penilaian Teman

Parameter
Aspek Butir Rerata b
a b1 b2 b3
X1 1,35 -3,02 -0,92 0,93 -0,96
X2 0,99 -3,43 -1,61 1,29 -1,40
X3 1,42 -2,38 -1,11 0,55 -1,03
Bijaksana
X16 1,23 -2,26 -0,84 1,25 -1,54
X17 1,33 -2,23 -0,93 1,30 -1,45
X18 0,88 -1,72 -0,08 1,85 -1,37
X4 1,43 -3,08 -1,66 0,46 -1,28
X5 1,32 -2,73 -1,69 0,39 -1,25
Humanis
X19 1,34 -2,46 -1,25 0,80 -1,43
X20 1,07 -2,50 -1,05 0,93 -1,57
Berani X6 1,12 -3,39 -1,44 0,90 -1,26
X8 1,60 -2,55 -1,39 0,32 -1,80
X22 0,33 -5,42 -0,02 5,99 -1,42
X9 1,81 -2,48 -1,35 0,35 -2,04
X10 1,27 -2,87 -1,60 0,43 -0,70
Adil
X24 1,46 -2,20 -1,32 0,45 -0,74
X25 1,45 -2,02 -1,07 1,06 0,00
X11 1,02 -3,06 -1,80 0,37 -1,07
X12 0,88 -3,60 -1,41 1,49 -0,92
Bisa X13 0,78 -4,43 -2,05 1,64 0,13
meregulasi
diri X26 1,54 -2,51 -1,13 0,60 -1,11
X27 1,19 -2,24 -0,59 1,07 -0,82
X28 1,00 -3,11 -1,46 1,51 -1,06
X14 1,14 -2,96 -1,68 0,80 -0,59
X15 1,09 -4,09 -2,13 0,31 -1,20
Spiritual
X29 1,45 -2,33 -1,27 0,43 -1,12
X30 1,22 -2,20 -1,19 0,25 -1.07

Berdasarkan Tabel 23 menunjukan bahwa nilai parameter a dari 27 butir memiliki

nilai sebagian positif. Parameter a yang memiliki nilai lebih dari 1,5 terdapat 3 butir yakni

pada nomor 8, 9 dan 26. Selain itu, pada parameter b1 menunjukan bahwa nilai yang ada

pada 27 butir soal berada pada rentang -5,42 hingga -1,72. Terdapat beberapa nilai

ekstrem pada parameter b1 yakni pada butir: 13, 15 dan 22. Parameter b2 tidak memiliki

nilai ekstrim yang melebihi rentang tetha. Nilai ekstrim yang ditemukan pada parameter

butir b3 yakni pada nomor: 13, 22 dan 28 saja.

Berdasarkan analisis parameter butir pada kedua instrumen dapat diketahui masing-

masing tingkat kesulitan dan baya beda yang dimiliki. Instrumen penilaian diri tingkat

kesulitan yang paling rendah adalah butir 27 (b = -3,48), sedangkan kesulitan yang paling

tinggi berada pada butir 1 (b = 2,69). Kategori daya pembeda yang paling tinggi yakni

pada butir 29 (a = 1,95), sedangkan untuk daya pembeda paling rendah berada pada butir

17 (a = -0,29). Instrumen penilaian teman tingkat kesulitan yang paling rendah adalah

butir 9 (b = -2,04), sedangkan kesulitan yang paling tinggi berada pada butir 13 (b = 0,13).
Kategori daya pembeda yang paling tinggi yakni pada butir 9 (a = 1,81), sedangkan untuk

daya pembeda paling rendah berada pada butir 22 (a = 0,33).

Selain itu,hasil dari analisis parameter butir juga memberikan informasi item

characteristic curve (ICC). Berikut adalah penjelasan mengenai hasil kurva karakteristik

butir:

Gambar 13 Kurva ICC Penilaian Diri

Gambar di atas merupakan hasil analisis program R dengan tetha -4 sampai 4 dan

ability/ kemampuan dengan rentang 0 hingga 1. Pada butir ke 20 instrumen penilaian diri

dapat diketahui jika peserta didik yang memiliki kemampuan kurang dari -2,52 (b1 = -

2,52) akan cenderung memilih jawaban kategori STS (Sangat Tidak Sesuai), peserta didik

dengan kemampuan antara -2,52 sampai -1,23 (b2 = -1,23) akan cenderung memilih
jawaban kategori TS (Tidak Sesuai), peserta didik yang memiliki kemampuan -1,23

sampai 0,37 cenderung memilih jawaban kategori S (Sesuai) dan peserta didik yang

memiliki kemampuan lebih dari 0,37 akan cenderung memilih jawaban kategori SS

(Sangat Sesuai).

Gambar 14 Kurva ICC Penilaian Teman

Gambar di atas merupakan hasil analisis program R dengan tetha -4 sampai 4 dan

ability/ kemampuan dengan rentang 0 hingga 1. Pada butir ke 1 item penilaian teman

dapat diketahui jika peserta didik yang memiliki kemampuan kurang dari -2,19 (b1 = -

2,19) akan cenderung memilih jawaban kategori STS (Sangat Tidak Sesuai), peserta didik

dengan kemampuan antara -2,19 sampai – 1,02 (b2 = – 1,02) akan cenderung memilih
jawaban kategori TS (Tidak Sesuai), peserta didik yang memiliki kemampuan – 1,02

sampai 0,72 cenderung memilih jawaban kategori S (Sesuai) dan peserta didik yang

memiliki kemampuan lebih dari 0,72 akan cenderung memilih jawaban kategori SS

(Sangat Sesuai).

3) Fungsi Informasi Butir dan Standard Error of Meansurement (SEM)

Hasil dari fungsi informasi butir digunakan untuk menjelaskan seberapa besar butir

berkontribusi dalam mengukur karakter KD3PS. Fungsi informasi perangkat tes akan

tinggi jika butir tes memiliki fungsi informasi yang juga tinggi (Retnawati, 2014: 18).

Gambar 15 Fungsi Informasi Butir dan SEM Penilaian Diri

Berdasarkan Gambar 15 dapat diketahui, nilai maksimum fungsi informasi yang

dimiliki instrumen penilaian diri adalah 47.896 pada kemampuan (θ) sebesar -1,8 dan

SEM sebesar 1,2. Hal tersebut berarti bahwa tes akan menghasilkan informasi yang

optimal ketika digunakan pada pesserta didik dengan kemampuan -1,8. Kurva fungsi

informasi Tes dan SEM di atas berpotongan pada θ = 5,9; 1,8 dan 2,6; 0,8 sehingga dapat

disimpulkan jika instrumen penilaian diri sesuai untuk peserta didik yang memiliki
kemampuan lebih dari 5,9; 1,8 dan 2,6; 0,8. Rentang yang dimiliki instrumen penilaian

diri juga menunjukan jika instrumen dapat mengukur kemampuan peserta didik dengan

rentag yang cukup luas.

Gambar 16 Fungsi Informasi Butir dan SEM Penilaian Teman

Berdasarkan Gambar 16 dapat diketahui, nilai maksimum fungsi informasi yang

dimiliki instrumen penilaian diri adalah 39.813 pada kemampuan (θ) sebesar -1,8 dan

SEM sebesar 1,2. Hal tersebut berarti bahwa tes akan menghasilkan informasi yang

optimal ketika digunakan pada peserta didik dengan kemampuan -1,8. Kurva fungsi

informasi Tes dan SEM di atas berpotongan pada θ = 5,9; 1,9 dan 2,8; 0,8 sehingga dapat

disimpulkan jika instrumen penilaian diri sesuai untuk peserta didik yang memiliki

kemampuan lebih dari 5,9; 1,9 dan 2,8; 0,8. Rentang yang dimiliki instrumen penilaian

diri juga menunjukan jika instrumen dapat mengukur kemampuan peserta didik dengan

rentag yang cukup luas.

4) Estimasi Kemampuan Karakter KD3PS


Estimasi kemampuan peserta didik atas jawaban pada instrumen yang dikembangkan

diolah dengan Maximum Likelihood Estimation. Instrumen yang dikembangkan

merupakan pengembangan instrumen dari 18 karakter kemendikbud, karakter profil

pelajar Pancasila serta kekuatan karakter Peterson dan Seligman. Kategorisasi yang

digunakan dalam pengukuran karakter ini berdasarkan Pusat Penilaian Pendidikan Badan

Penelitian dan Pengembangan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2019.

Tahapan penilaian yang ada yakni: Memerlukan Bimbingan, Mulai Berkembang,

Berkembang, dan Membudaya (Abduh, 2019: 3). Berikut hasil pengukuran karakter

peserta didik pada uji coba di lapangan:

Tabel 24. Hasil Pengukuran Karakter KD3PS Penilaian Diri dan Teman

No Kategori Interval kelas Jumlah Persentase


1 Membudaya x ≥ 62 42 16
2 Berkembang 50 ≤ x < 62 76 29
3 Mulai Berkembang 39 ≤ x < 50 103 40
Memerlukan
4 < 39 37 14
Bimbingan

Tabel 24 jika disajikan dalam bentuk diagram agar mendapatkan secara lebih jelas

mengenai porporsi banyaknya kategori karakter yang terbentuk dapat dilihat pada

Gambar 17.
Gambar 17 Diagram Kategorisasi Hasil Pengukuran Karakter KD3PS Penilaian Diri
dan Teman

Membudaya Berkembang Mulai Berkembang Memerlukan Bimbingan

MemerlukanMembudaya
Bimbingan 16%
14%

Mulai Berkembang
Berkembang 30%
40%

Berdasarkan hasil perhitungan di atas dapat simpulkan bahwa penilaian karakter

KD3PS dengan lembar penilaian teman dan penilaian diri pada peserta didik kelas 4 dan

5 di kecamatan Pandak berada pada kategori mulai berkembang dan sudah berkembang.

Tabel 25. Hasil Pengukuran Karakter KD3PS Observasi

No Kategori Interval kelas Jumlah Persentase

1 Membudaya x ≥ 62 34 13
2 Berkembang 50 ≤ x < 62 105 41
3 Mulai Berkembang 39 ≤ x < 50 86 33
Memerlukan
4 < 39 33 13
Bimbingan

Tabel 25 jika disajikan dalam bentuk diagram agar mendapatkan secara lebih jelas

mengenai porporsi banyaknya kategori karakter yang terbentuk dapat dilihat pada

Gambar 18.

Gambar 18 Diagram Kategorisasi Hasil Pengukuran Karakter KD3PS Observasi


Membudaya Berkembang Mulai Berkembang Memerlukan Bimbingan

Memerlukan
Membudaya
Bimbingan 13%
13%

Mulai
Berkembang
Berkembang
33%
41%

Berdasarkan hasil perhitungan di atas dapat simpulkan bahwa penilaian karakter

KD3PS dengan instrumen observasi pada peserta didik kelas 4 dan 5 di kecamatan

Pandak berada pada kategori sudah berkembang dan mulai berkembang.

4. Kepraktisan Pengunaan Instrumen

Kepraktisan instrumen ditinjau dari kepraktisan penggunaan instrumen yang dievaluasi oleh

guru. Tujuan dikembangkannya instrumen penilaian karakter ini yakni memudahkan guru

dalam menilai karakter peserta didik sesuai karakter pada kurikulum merdeka. Evaluasi yang

dilakukan merupakan kepraktisan dalam penggunakan ketiga instrumen.

Pengukuran dilakukan dengan peneliti memberikan angket kepada guru kelas berkaitan

dengan penggunaan ketika instrumen meliputi kemudahan penggunaan, waktu yang diperlukan

serta biaya yang diperlukan. Hasil evaluasi pengunaan instrumen dapat dilihat pada Tabel 26.
Tabel. 26 Hasil Evaluasi Penggunaan Instrumen

Berdasarkan Tabel 26 dapat dilihat bahwa 10 dari 12 guru menjawab bahwa instrumen yang

dikembangkan mudah digunakan, tepat untuk kelas 4 dan 5 serta cepat dalam pengunaannya.

Terdapat dua guru yang memiliki perbedaan jawaban yakni menyatakan jika instrumen yang

dikembangkan rumit, memerlukan waktu yang lama serta berat untuk digunakan pada jenjang

kelas 4 dan 5 SD. Secara keseluruhan kepraktisan pengguanaan instrumen memiliki hasil yang

efektif digunakan pada peserta didik kelas 4 dan 5.

C. Revisi Produk

Revisi produk dilakukan setelah dilakukan validasi yang kemudian digunakan untuk uji

coba instrumen. Uji coba dilakukan satu kali secara luas untuk mengetahui kualitas instrumen.

Hasil dari uji coba skala luas tersebut akan dianalisis lebih jauh untuk mendapatkan produk

berupa instrumen penilaian secara final.

Tahapan revisi pertama dilakukan atas dasar hasil validasi oleh kelima validator. Hasil

validasi berupa data kualitatif dan kuantitatif. Hasil kualitatif berupa kritik dan saran terhadap

setiap butir pada ketiga instrumen, sedangkan hasil kuantitatifnya berupa skor dengan rentang

1-4 untuk menilai kesesuaian antara butir soal dengan indikator. Validasi digunakan untuk

mengukur konstruk serta kualitas instrumen yang dikembangkan. Hasil validasi atas ketiga

instrumen dengan rumus Aiken’s V memiliki hasil sangat memuaskan yakni hampir seluruh
item yang dikembangkan memiliki validitas yang sangat tinggi. Kategorisasi kriteria validitas

menggunakan kategori yang ada pada buku Istiyono (2020) berdasarkan hasil nilai V.

Berdasarkan hasil yang sudah ada maka instrumen direvisi dan digunakan untuk uji coba.

Setelah dilakukan uji coba, instrumen yang dikembangkan haruslah dikaji lebih lanjut dengan

dilakukan analisis CFA dan Alpha Cronbach. Hasil dari analisis Alpha Cronbach yakni ketiga

instrumen yang dikembangkan memiliki nilai reliabilitas sangat tinggi serta berdasarkan

analisis CFA terdapat beberapa butir soal yang harus dieliminasi. Hasil dari analisis

keseluruhan direvisi untuk menjadi instrumen final.

D. Kajian Produk Akhir

Produk akhir yang dikembangkan dalam penelitian ini berupa skala penilaian karakter

KD3PS (18 Karakter Kemendikbud, Profil Pelajar Pancasila, Kekuatan Karakter Peterson &

Seligman) untuk peserta didik kelas 4 dan 5 SD yang terdiri atas tiga instrumen (penilaian diri,

penilaian teman, penilaian observasi). Aspek-aspek yang ada dalam instrumen ini adalah

bijaksana, humanis, berani, adil, bisa meregulasi diri dan spiritual.

Analisis validitas yang digunakan adalah formula Aiken’s V dan CFA, analisis reliabilitas

yang digunakan adalah Alpha Cronbach dan ICC. Validitas dan reliabilitas dilakukan guna

mengukur sejauh mana tes dapat mengukur apa yang diteliti serta konsistensinya (Branch,

2009: 190). Selain itu pada penelitian ini juga meneliti tentang karakteristik butir instrumen

menggunakan IRT model GRM. Model GRM digunakan untuk menguji instrumen berbasis

skala berjenjang atau sering disebut politomus (Sethar et al., 2022). Penggunaan model GRM

dalam IRT harus memenuhi ketiga asumsi: unidimensi, indenpendensi local dan invariansi

parameter.
Analisis GRM pada uji kecocokan model dievaluasi dengan menggunakan nilai RMSEA.

Hasil analisis uji kecocokan model pada instrumen penilaian diri dan penilaian teman telah

memenuhi kriteria fit.

E. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini terlah berhasil mengembangkan instrumen penilaian karakter yang dinamai

KD3PS untuk peserta didik kelas 4 dan 5. Instrumen yang dikembangkan telah dibuktikan

dengan analisis validitas dan reliabilitas baik. Adupun beberapa keterbatasan dalam penelitian

ini meliputi:

1. Sekolah yang digunakan masih menggunakan kurikulum 2013 dan baru berada pada masa

peralihan menjadi kurikulum merdeka. Hal ini belum dapat menguji kelayakannya jika

diterapkan pada sekolah yang sudah menggunakan kurikulum merdeka secara utuh.

2. Kurangnya ketertarikan peserta didik dalam mengisi penilaian diri dan teman sehingga

terdapat siswa yang mengisinya secara random yang mengakibatkan hasil penelitian tidak

seluruhnya digunakan.

3. Pengambilan data observasi kurang maksimal karena kurangnya observer dibandingkan

dengan banyaknya peserta didik yang diamati.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan Tentang Produk

Berdasarkan rumusan masalah penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Konstruk instrumen penilaian karakter yang terdiri dari 6 aspek dan 15 indikator. Aspek

yang ada dalam instrumen yakni: bijaksana, humanis, berani, adil, bisa meregulasi diri dan

spiritual.
2. Kualitas instrumen yang dikembangkan dilihat dari analisis validasi dengan formula Aiken’s

V dan CFA. Hasil perhitungan validitas isi dengan formula Aiken’s diketahui bahwa ketiga

instrumen yang dikembangkan memiliki nilai validitas “Tinggi” hampir di seluruh itemnya.

Hanya terdapat dua item yang memiliki kategori validitas “Sedang” pada nomor 19 dan 24

di instrumen penilaian diri serta nomor 19, 24 dan 25 pada instrumen penilaian teman. Hasil

validasi isi untuk instrumen observasi, seluruhnya memiliki nilai validitas dengan kategori

“Tinggi”. Hasil validitas konstruk dengan CFA didapatkan hasil jika ketiga instrumen yang

digunakan memiliki beberapa item yang perlu dihilangkan karena memiliki nilai factor

loading < 0,35. Selain itu dengan analisis goodnes of fit, ketiga instrumen (penilaian diri,

penilaian teman dan observasi) memiliki nilai model yang “Fit”. Analisis reliabilitas yang

digunakan adalah reliabilitas dengan Alpha Cronbach dan ICC. Hasil perhitungan

reliabilitas dengan ICC memiliki kategori nilai “Tinggi” pada instrumen penilaian diri dan

“Sangat Tinggi” pada penilaian antar teman serta observasi. Reliabilitas dengan Alpha

Cronbach ketiga instrumen yang dikembangkan memiliki nilai reliabilitas dengan kategori

“Sangat Tinggi”.

3. Karakteristik instrumen dilakukan dengan analisis GRM (Graded Response Theory) dengan

bantuan program R. Hasil analisisnya ialah butir instrumen yang disusun dapat digunakan

untuk mengukur karakter KD3PS peserta didik kelas 4 dan 5.

4. Hasil pengukuran penilaian karakter menggunakan ketiga instrumen yang dikembangkan

memiliki hasil sudah berkembang dan mulai berkembang. Persentase yang didapatkan pada

instrumen peilaian diri dan teman memiliki nilai yang sama persis, sedangkan pada

penilaian observasi memiliki nilai persentase yang berbeda dengan kedua instrumen

sebelumnya.

5. Kepraktisan penggunaan instrumen ditinjau dari penilaian 12 guru (user) dengan 10 item

pertanyaan meliputi aspek kemudahan, ketepatan dan kecepatan. Hasil yang diperoleh ialah
instrumen sangat mudah digunakan, tidak memerlukan waktu yang lama dan tepat

digunakan pada peserta didik kelas 4 & 5 SD. Terdapat dua guru yang tidak sepenuhnya

setuju dengan 10 guru lainnya yakni poin penggunaannya rumit dan terlalu berat untuk

digunakan pada peserta didik kelas 4 & 5.

Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk para guru/ fasilitator dalam membuat instrumen

penilaian karakter baik yang masih menggunakan kurikulum 2013 dan kurikulum merdeka.

Dapat dijadika referensi bagaimana cara pengembangan instrumen penilaian afektif khususnya

untuk peserta didik kelas 4 dan 5 SD. Produk akhir pada penelitian ini merupakan hasil

pengembangan instrumen penilaian karakter yang telah melalui uji coba pada peserta didik dan

telah melewati uji kualitas.

B. Saran Pemanfaatan Produk

Setelah melakukan penelitian ini, ada beberapa saran yang dapat dilakukan pada penelitian

selanjutnya antara lain:

1. Konstruk instrumen penilaian karakter perlu dilakukan uji coba kepada peserta didik

kelas 6 untuk mengetahui apakah secara konstruk (penulisan, Bahasa, dsb) dapat

dipahami dengan baik.

2. Analisis kualitas instrumen bisa dilakukan dengan berbgai rumus atau formula lain untuk

mengkaji ulang apakah instrumen yang dikembangkan benar-benar memiliki kualitas

yang sudah baik.

3. Pengukuran kepraktisan penggunaan instrumen sebaiknya diberikan pula penilaian

secara wawancara atau menggunakan kuesioner terbuka untuk menampung masukan dan

ide dari guru setelah menggunakan instrumen penilaiannya.


4. Dapat dilakukan penelitian lebih lanjut dengan mencoba dilakukan implementasi tanpa

peneliti ikut terjun di lapangan sehingga anak-anak merasa lebih nyaman dan tidak

seperti dibatasi dalam berperilaku serta dilakukan dengan waktu yang lebih lama.

5. Prototype produk sebaiknya memiliki jumlah yang lebih sedikit sehingga peserta didik

tidak jenuh dalam mengerjakannya.

6. Dalam pengerjaanya peserta didik harus dipantau oleh guru/ fasilitator karena anak

cenderung mengerjakan tanpa membacanya.

C. Diseminasi dan Pengembangan Produk Lebih Lanjut

Produk yang dihasilkan berupa instrumen penilaian karakter dalam bentuk penilaian diri,

penilaian teman dan observasi. Produk yang dikembangkan diharapkan bisa digunakan dalam

penilaian di sekolah sehingga mempermudah guru dalam menilai aspek afektif peserta

didiknya. Hasil dari pengembangan instrumen ini akan dipublikasikan melalui artikel dengan

harapan dapat menjadi salah satu referensi dalam membuat instrumen penilaian yang serupa.

Instrumen yang dikembangkan diujicobakan pada peserta didik sekolah dasar kelas 4 dan 5

sehingga pada penelitian selanjutnya dapat diujicobakan di kelas lainnya.

Anda mungkin juga menyukai