PENDAHULUAN
Pendidikan alah usaha terencana dan sadar untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran di mana peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual religius, pengendalian diri, dan kepribadian yang diperlukan untuk
diri sendiri, sesama, bangsa serta negara seperti yang tertuang dalam Undang-Undang No. 20
tahun 2003 tentang Sisdiknas. Selain itu (Djamaluddin, 2014) berpendapat jika pendidikan
merupakan usaha manusia untuk menumbuhkan serta mengembangkan pontensi diri yang
karakter merupakan usaha yang terencana dan diimplementasikan secara sistematis untuk
membantu peserta didik memahami nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan
Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, serta bangsa yang
diwujudkan dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-
norma yang ada (Fadilah, 2021). Pendidikan karakter sangatlah penting bagi masyarakat yang
tinggal di Indonesia, hal tersebut dikarenakan Indonesia memiliki banyak sekali keragaman
yang harus terjalin dengan baik satu dengan lain. Banyak sekali karakter individu yang ada di
Indonesia dan karakter tersebut perlu diasah dan dilatih dengan baik.
Adanya pendidikan karakter juga selaras dengan tujuan pembangunan jangka panjang
nasional tahun 2005-2025, UU No 17 Tahun 2007 (UU No 17 Tahun 2007, 2007) salah satu
ukuran tercapainya Indonesia yang maju, mandiri dan adil dalam pembangunan nasional dapat
dilihat melalui terwujudnya masyarakat Indonesia yang berakhlak mulia, bermoral, beretika,
berbudaya dan beradap. Salah satu ciri terwujudnya masyarakat Indonesia yang berakhlak
mulia, bermoral, beretika, berbudaya dan beradap yakni terwujudnya karakter bangsa yang
tangguh. Setiap individu memiliki karakter yang berbeda-beda bergantung pembelajaran atau
didikan yang didapatkan orang tersebut. Lingkungan sekitar memiliki andil dan berperan
Karakter sendiri terdiri dari berbagai macam/ kategori bergantung pada tempat tinggal
seseorang serta asas apa yang dianut oleh seseorang. Indonesia yang memiliki dasar negara
Pancasila yang dijadikan pedoman hidup masyarakatnya. Nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila menjadi pedoman untuk berperilaku dalam hidup bermasyarakat dan menjadi
falsafah bangsa yang dapat diaplikasikan dalam dunia pendidikan nasional dalam membentuk
karakter bangsa yang kuat (Widihastuti, 2011). Nilai karakter bangsa Indonesia yang
dikembangkan oleh pemerintah sendiri sejak 2007 yakni pendidikan karakter menurut 18
Nilai-nilai karakter yang diusung oleh kemendikbud antara lain: religius, jujur, toleran,
disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta
tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/ komunikatif, cinta damai, senang membaca, peduli
sosial, peduli lingkungan dan tanggung jawab (Supinah & Parmi, 2011). Sedangkan untuk
karakter profil pelajar Pancasila atau sering disebut dengan karakter pelajar Pancasila sendiri
terdiri atas 6 nilai yakni: 1) Beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia; 2)
2022). Nilai 18 karakter kemendikbud dan profil pelajar Pancasila merupakan nilai karakter
yang menjadi pedoman dalam pendidikan formal di Indonesia, sedangkan di luar negeri juga
memiliki beberapa tokoh penggagas karakter salah satunya Christopher Peterson dan Martin
E. P. Seligman. Kedua tokoh tersebut memiliki sebuah buku yang berjudul “Character
Strengths and Virtues”. Buku yang berisikan klasifikasi mengenai kekuatan karakter dan
kebajikan, hal tersebut sangat menarik untuk dipelajari apakah klasifikasi yang ada dalam buku
Christopher Peterson & Martin E. P. Seligman (Peterson & Seligman, 2004) memiliki
pendidikan formal dan nonformal. Penerapan pendidikan karakter dalam pendidikan formal
dapat dikemas dalam sebuah kegiatan pembelajaran. Strategi yang dapat dikembangkan dalam
pendidikan karakter dengan brain-based learning supaya pembelajaran dapat berjalan efektif
maka pembelajaran harus kaya akan variasi, kaya stimulus dan pembelajaran yang dilakukan
menyenangkan (Jensen, 2011: 168). Hal ini menjadi sebuah tantangan untuk guru dalam
Salah satu unsur kegiatan pembelajaran yang efektif adalah kegiatan yang dilakukan
menyenangkan. Kegiatan pembelajaran yang menyenangkan dapat dikemas dengan model atau
media pembelajaran yang inovatif seperti penggunaan permainan tradisional. Saat ini
permainan tradisional juga sudah mulai ditinggalkan oleh masyarakat dan beralih pada
permainan berbasis gadget (Hidayati, 2020). Hal tersebut sangat disayangkan karena
tradisional Indonesia merupakan sebuah warisan budaya yang harus dijaga dan dilestarikan
pembelajaran lebih menarik namun, pada kenyataannya pembelajaran yang dilakukan masih
menitik beratkan pada latihan soal saja. Kurangnya waktu luang di sekolah dan banyaknya
materi yang harus dipelajari membuat guru kurang leluasa membuat inovasi dalam kegiatan
pembelajaran.
Beberapa penelitian mengenai karakter Susilo et al., (2022) dan Faiz (2021) mengenai
faktor penghambat pendidikan karakter di Indonesia antara lain: kesalahan peran orang tua,
sekolah, masyarakat dalam mendidik dan memahami perannya, media yang mempertontonkan
hal negatif. Penelitian yang dilakukan Dewi et al., (2020) menyampaikan muncul banyak kasus
kebangsaan, seperti: perselisihan antar suku, kasus narkotika, tawuran antar pelajar, kekerasan
pada anak, pencurian, kasus bullying, hal tersebut menunjukkan jika karakter bangsa melemah.
Hal serupa juga disampaikan pada penelitian yang dilakukan Jamaluddin et al., (2022) pada
jaman ini terjadi kemunduran karakter siswa akibat hilangnya nilai-nilai dari budaya yang
jarang kita temukan dalam bidang pendidikan. Penelitian serupa juga menyampaikan bahwa
pendidikan karakter sangat penting diajarkan dan dalam penerapannya memerlukan kerjasama
dari berbagai pihak (teman, guru, keluarga dan lingkungan sekitar)(Aningsih et al., 2022;
Darmayanti, 2014; Marzuki; Samsuri, 2022; Fathinnaufal & Hidayati, 2020; Pearson &
Nicholson, 2000).
Penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan karakter serta permainan tradisional seperti
yang dilakukan Syahrial et al., (2022)Syahrial dalam penelitian yang dilakukan mendapatkan
hasil jika penggunaan permainan tradisional pada peserta didik kelas 5 SD membawa dampat
positif. Dampak positif yang dimaksud yakni peserta didik lebih aktif dalam mengikuti
pengembangan karakter toleransi pada anak SD. Penelitian serupa juga dilakukan Astuti (2021)
penggunaan buku pedoman permainan tradisional Indonesia membawa dampak besar untuk
menumbuhkan karakter kebaikan hati pada anak usia 9 sampai 12 tahun. Penelitian yang
untuk menanamkan pendidikan karakter pada anak, selain itu permainan tradisional juga tidak
hanya mengajarkan tentang nilai moral saja tetapi juga mengembangkan aspek kognitif dan
psikomotorik anak. Hasil penelitian yang dilakukan Dewi (2011) adalah permainan tradisional
memiliki arti tersendiri dalam menanamkan sikap, perilaku, dan keterampilan pada anak.
peserta didi, belum lama ini juga terjadi kasus karakter yang berada di Yogykarta. Pada tanggal
3 April 2022 lalu, Yogyakarta kembali digemparkan dengan aksi klitih yang menewaskan
seorang pelajar SMA. Pada akhir tahun 2021 lalu, media juga menggema di media sosial
tanggal 29 Mei 2022 terjadi aksi klitih yang menewaskan seorang pelajar dari Sleman.
Kejadiannya yakni sepeda motor yang dikemudikan korban ditendang oleh kelompok lain
sehinggal membuat pengendara (korban) terjatuh (Erlin, 2022) (okezone.com 29 Mei 2022,
11.15 WIB). Kedua contoh aksi klitih tersebut merupakan salah satu permasalahan karakter
yang ada di Yogyakarta. Merangkum dari laman Direktorat SD Kemendikbud Ristek, Minggu
(24/10/2021), berdasarkan data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), kasus
perundungan terhadap anak-anak paling banyak dialami oleh siswa Sekolah Dasar
Selain masih terdapat banyak kasus karakter, peneliti juga melakukan wawancara kepada
3 guru kelas di SD dan mendapatkan kesimpulan yakni selama ini dalam melakukan penilaian
afektif cara yang dilakukan adalah mengamati karakter peserta didik tanpa menggunakan
instrumen penilaian atau rubrik yang baku. Penilaian efektif merupakan kesatuan dari kegiatan
penilaian yang mencakup 3 aspek yang ada (kognitif, afektif dan psikomotorik). Penilaian
efektif merupakan salah satu aspek dalam penilaian di sekolah, tetapi guru tidak dapat
melakukan penilaiannya dengan maksimal. Para guru berharap dapat memiliki instrumen
penilaian yang baik dan mudah untuk digunakan dalam menilai peserta didik yang diampunya.
Zuliani et al., (2017: 47) juga menyampaikan permasalahan yang ditemui yakni: guru masih
kesulitan menilai karakter siswa dan guru belum memiliki penilaian karakter yang tepat untuk
digunakan.
Berdasarkan penelitian sebelumnya, permasalahan serta kebutuhan yang ada maka dapat
disimpulkan bahwa pendidikan dan penilaian karakter penting dilakukan terutama pada peserta
didik usia SD. Anak usia sekolah dasar berada pada masa emas atau sering disebut dengan
golden age sehingga mudah untuk membentuk karakter peserta didik pada usia tersebut
(Kertamuda, 2015: 4). Salah satu cara yang tepat yang dapat digunakan dalam pendidikan dan
penilaian karakter dilakukan melalui media permainan tradisional. Permainan yang alan
dilakukan pada penelitian ini adalah permainan kasti yang melibatkan anak untuk bermain
dengan menggunakan instrumen penilaian yang tepat untuk tingkat sekolah dasar.
Pengembangan instrumen merupakah langkah tepat untuk membuat instrumen penilaian yang
dapat diadaptasikan dengan bahasa dan tingkatan usia/ kelas (SD/SMP/SMA) dengan peserta
instrumen yang berdasarkan karakter-karakter yang ada di Indonesia dan diadaptasikan untuk
peserta didik jenjang SD. Karakter KD 3PS merupakan akronim karakter 18 karakter
kemendikbud, Christopher Peterson dan Martin E. P. Seligman dan karakter profil pelajar
Pancasila. Karakter profil Pelajar Pancasila merupakan nilai-nilai karakter yang digunakan
pada saat ini di kurikulum merdeka, sehingga pengembangan yang dilakukan relevan dengan
kurikulum yang sedang berlaku. Instrumen karakter yang dikembangkan diberi nama “KD
3PS” yang melambangkan kombinasi ketiga karakter yang diusung. Dimana ketiga karakter
Karakter KD 3PS sangat menarik untuk diteliti sebab karakter yang ada dalam buku
Christoper Peterson dan Seligman dapat dipelajari untuk masyarakat Indonesia mempelajari
karakter secara mengglobal. Sebagai warga negara Indonesia, kita juga perlu mengetahui
karakter yang ada di daerah lain dan dapat mengikuti perkembangannya tanpa menghilangkan
ciri/ kepribadian dari karakter bangsa Indonesia. Selain itu adanya tantangan karakter abad 21
Pendidikan karakter juga sudah dilakukan di berbagai negara seperti Amerika Serikat,
Jepang, Cina dan Korea. Pada penelitian yang dilakukan Manasikana & Anggraeni (2018)
mampu meningkatkan kualitas pendidikan dan terbukti dengan meningkatnya kualitas sumber
daya manusianya. Di Eropa ketertarikan pada pendidikan moral sering dimasukan pada topik
pendidikan kewarganegaraan yang lebih luas di mana, perhatian untuk mengembangkan rasa
berbelas kasih dan terlibat secara moral untuk anak-anak dan remaja dalam upaya dilakukannya
pendidikan moral (Nucci et al., 2014: 1). Hal tersebut mencerminkan jika pendidikan moral/
karakter sangatlah penting untuk diperhatikan dan mendapatkan tempat dalam kurikulum
pembelajaran. Pendidikan karakter sangat penting dilakukan Najmina (2018) karena bangsa
yang besar hanya dapat diwujudkan melalui karakter manusia yang kuat.
instrumen penilaian karakter untuk peserta didik tingkat sekolah dasar pada karakter KD 3PS
dengan permainan tradisional kasti menggunakan penilaian diri dan penilaian teman serta
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, masalah yang dapat diindentifikasi
antara lain:
1. Penilaian karakter selalu dilakukan, tetapi guru belum memiliki instrumen yang baik
untuk menilai.
2. Terdapat kegiatan penanaman karakter pada peserta didik sekolah dasar, tetapi dalam
3. Penilaian karakter (afektif) menjadi bagian dalam kegiatan pembelajaran, tetapi guru
tidak memiliki waktu serta keterampilan yang memadahi dalam menilai peserta didiknya.
4. Pendidikan karakter di Indonesia sudah lama diterapkan oleh pemerintah, tetapi masih
5. Tidak ada instrumen/ rubrik yang digunakan dalam penilaian karakter di kelas 4 dan 5
SD.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang telah disusun serta latar belakang penelitian yang
dipaparkan maka, peneliti memberikan batasan masalah yang akan diteliti yakni:
1. Pengembangan instrumen penilaian karakter untuk peserta didik kelas 4 dan 5 SD yang
D. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut ini:
4. Bagaimana hasil pengukuran karakter KD3PS peserta didik kelas 4 dan 5 SD dengan
dikembangkan?
E. Tujuan Pengembangan
4. Mengetahui hasil pengukuran karakter KD3PS pada peserta didik kelas 4 dan 5 dengan
dikembangkan.
Christopher Peterson dan Martin E. P. Seligman dan karakter profil pelajar Pancasila.
2. Konstruk instrumen terdiri dari 30 butir pernyataan pada instrumen self-assessment dan
3. Instrumen terdiri dari dua jenis pernyataan yakni favorable dan unfavorable.
4. Produk dapat digunakan oleh guru di sekolah dasar terutama untuk kelas 4 dan 5
5. Produk terdiri atas tiga penilaian yakni: self-assessment, peerassesment dan penilaian
7. Produk yang dikembangkan merupakan penilaian karakter yang diadopsi dari Indonesia
1. Bagi guru
a. Hasil penelitian dapat dijadikan alat/ instrumen dalam mengukur karakter peserta didik
kelas atas.
menyenangkan.
3. Bagi Peneliti
H. Asumsi Pengembangan
2. Uji coba instrumen penilaian karakter dilakukan pada peserta didik kelas 4 dan 5 SD di
Kecamatan Pandak Kabupaten Bantul yang menggunakan kurikulum 2013 dan sedang
diasumsikan dapat memberikan gambaran berupa nilai dari karakter peserta didik
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
Pembelajaran berbasis otak adalah pendekatan pembelajaran yang selaras dengan cara
kerja otak dan dirancang secara alami untuk belajar. Pendekatan ini merupakan sebuah
pendekatan multidisiplin yang dibangun di atas satu pertanyaan mendasar (Jensen, 2011: 12).
Pembelajaran yang optimal akan terjadi dalam sekuen yang terprediksi. Sekuen ini terdiri
a. Tahap Persiapan.
b. Tahap akuisisi
Langkah ini dapat dilakukan baik melalui cara langsung seperti menyediakan lembar
informasi atau secara tidak langsung dengan memperoleh gambaran yang baik.
c. Tahap elaborasi
Tahap mengeksploitasi hubungan-hubungan dari topik-topik tersebut dan mendorong
Pembelajaran yang merekatkan supaya apa yang telah dipelajari dapat diingat dengan
baik.
Penerapan brain-based learning dalam penelitian yang akan dilakukan mencakup aspek
(Jensen, 2011):
Memberi anak kesempatan untuk menggunakan gaya belajarnya dan variasinya yang
Anak usia pertumbuhan akan sangat peka terhadap indranya, sehingga hal tersebut
Teori pembelajaran berbasis otak berkaitan dengan penelitian ini yakni aspek yang
dimiliki dalam kegiatan peningkatan karakter dengan bermain mengandung kaya akan
bervariasi, stimulus serta kegiatannya menyenangkan. Hal ini relevan dengan yang akan
dilakukan pada penelitian ini yakni pengembangan karakter peserta didik dilakukan dengan
salah satu cara yang baik untuk memberikan kesempatan peserta didik menerapkan konsep-
konsep karakter yang dimiliki pada keadaan sebenarnya dengan kegiatan diluar kelas yang
2. Perkembangan Anak
Selain itu, penelitian ini juga didukung oleh teori perkembangan anak yang dipelopori
oleh Jean Piaget. Piaget merupakan seorang psikologi yang mempelajari bagaimana
dengan lingkungan fisik dan sosial. Piaget terkenal karena teori perkembangan mental
manusia atau teori perkembangan kognitifnya. Teori Piaget sejalan dengan konstruktivisme
yang memandang perkembangan kognitif sebagai suatu proses dimana anak secara aktif
membangun sistem makna dan pemahaman yang nyata dengan pengalaman dan interaksi
yang dimiliki.
Selain perkembangan secara kognitif anak juga mengalami perkembangan baik sosial
mau pun moral. Menurut seorang filsuf Inggris yakni John Locke mengemukakan bahwa
pengalaman dan pendidikan merupakan salah satu faktor yang penting dalam menentukan
perkembangan kepribadian anak (Gunarsa, 2008: 16-17). Hal tersebut dapat dimaknai jika
dalam pembentuk kepribadian, pengalaman yang didapatkan orang tersebut akan membawa
pengaruh penting terhadap perilaku yang nampak. Bukan sekedar pengalaman saja namun
pendidikan juga sangat berpengaruh dalam membentuk kepribadian, sehingga setiap individu
atau setiap keluarga yang berbeda akan memiliki cara mendidik kepribadian keluargannya
Hal yang sama juga disampaikan oleh Vygostsky bahwa memanfaatkan lingkungan
sekitar dalam pembelajaran merupakan hal yang sangat penting (Sit, 2017: 55). Lingkungan
sekitar yang dimaksud bukan hanya orang-orang saja melainkan kebudayaan juga termasuk
perkembangan yang terjadi. Konsep/ kunci menurut Kohlberg yakni perubahan dan
perkembangan dari perilaku yang dikendalikan secara eksternal menjadi internal (Sit, 2012:
12).
Dalam hal ini, perkembangan anak yang dimaksud berkaitan dengan kepribadian atau
moral peserta didik. Dengan beberapa pendapat yang ada dapat disimpulkan jika pengalaman
Kebudayaan merupakan kata dari bahasa sansekerta buddhayah yang merupakan bentuk
jamak dari buddhi berarti budi atau akal, sehingga kebudayaan dapat diartikan sebagai suatu
hal yang bersangkutan dengan budi dan akal. Selain itu juga terdapat pendapat jika
kebudayaan sebagai suatu perkembangan dari majemuk budi-daya yang artinya daya dari
budi atau kekuatan dari akal (Koentjaraningrat, 1993: 9). Kebudayaan mempunyai tiga unsur
yaitu:
a. Sebagai sebuah ide, nilai atau norma atau peraturan dan sebagainya.
b. Sebagai suatu kegiatan yang membentuk perilaku seseorang dalam sebuah kelompok.
c. Benda hasil karya manusia. Pembelajaran berbasis budaya membuat budaya lokal yang
selama ini tidak selalu mendapat tempat dalam kurikulum sekolah, termasuk pada saat
Dalam kegiatan pembelajaran berbasis budaya, lingkungan dan suasana belajar akan
berubah menjadi lebih menyenangkan baik bagi guru maupun siswa. Pembelajaran berbasis
budaya sangat memungkinkan guru dan siswa untuk berpartisipasi secara aktif berdasarkan
budaya yang sudah mereka kenal, sehingga mendapatkan hasil belajar yang lebih optimal.
Salah satu strategi belajar mengajar yang baru dan sedang dikembangkan adalah
pembelajaran berbasis budaya. Pembelajaran berbasis budaya merupakan penciptaan
sebagai bagian dari proses pembelajaran. Pendekatan ini didasarkan pada pengakuan
terhadap budaya sebagai bagian yang fundamental dalam pendidikan, ekspresi, dan
proses imaginative, metaforik, berpikir kreatif, dan juga sadar budaya. Kebudayaan perlu
dilestarikan dengan berbagai cara, salah satunya dapat dikombinasikan dengan kegiatan
pembelajaran yang dapat dilakukan dengan menarik dan menyenangkan. Dasar teori dari
menyimpulkan jika peserta didik akan mengkonstruksi pengetahuannya sebagai hasil dari
interaksi dan pemikiran pada sebuah konteks soasial (Laksana, 2021: 6).
dilakukan pada saat anak-anak bermain di jam olah raga menggunakan permainan tradisional,
dengan demikian pembelajaran berbasis budaya relevan dengan penelitian yang dilakukan.
4. Permainan Tradisional
Kegiatan bermain atau sering disebut permainan dapat digolongkan menjadi dua jenis
yakni permainan tradisional dan permainan modern. Permainan tradisional adalah permainan
yang sudah ada sejak zaman dahulu, dimainkan dari generasi ke generasi (Yulita, 2017: 1).
Selain itu Santrock (1995) (dalam Euis, 2016: 1) juga menjelaskan jika permainan merupakan
suatu kegiatan yang menyenangkan. Dalam permainan tradisional terdapat beberapa alat
yang dimanfaatkan untuk sarana bermain yang terbuat dari kayu, bambu, batok, dan benda-
benda sekitar. Bahan atau alat tersebut dapat ditemukan dengan mudah dan tidak
membutuhkan biaya.
Sebuah ciri yang dapat ditemukan dalam permainan tradisional adalah bermain yang
dilakukan oleh dua orang atau lebih. Hal ini membuat anak secara tidak langsung berinteraksi
dengan temannya untuk berkumpul dan saling mengenal. Permainan tradisional atau biasa
disebut dengan permainan rakyat merupakan hasil dari penggalian budaya lokal yang
didalamnya banyak terkandung nilai-nilai pendidikan dan nilai budaya serta dapat
permainan tradisional juga dapat dimaknai sebagai suatu permainan yang dilakukan dengan
memperhatikan norma dan adat kebiasaan turun-temurun serta dapat memberikan rasa
Ditinjau dari jenisnya, permainan tradisional sendiri dibagi menjadi tiga jenis yakni
(Euis, 2016: 2-3): permainan yang bersifat strategi, permainan yang mengutamakan fisik dan
dalam permainan tradisional adalah (1) Nilai demokrasi, (2) nilai pendidikan, (3) nilai
kepribadian, (4) nilai keberanian, (5) nilai kesehatan, (6) nilai persatuan, dan (7) nilai moral.
Permainan tradisional diyakini juga dapat melatih karakter peserta didik secara tidak
langsung, karakter yang terkandung di dalam bermain bersama antara lain: kejujuran,
Selain memiliki banyak sekali nilai dan karakter yang termuat di dalamnya, anak-anak
juga akan mendapakan pengetahuan mereka sendiri dengan indra yang dimiliki (Mulyana,
2019: 15). Permainan yang akan digunakan pada penelitian ini yakni permainan kasti yang
melibatkan dua kelompok anak serta melibatkan berbagai indra yang kita miliki
membentuk dan menampakan karakter peserta didik ketika mereka bermain bersama.
Permainan tradisional relevan dengan penelitian ini karena dalam uji coba instrumen
melibatkan permainan tradisional yang sering dilakukan oleh anak-anak ketika bermain
bersama.
5. Pendidikan Karakter
dilakukan melalui berbagai cara, salah satu cara yang menarik yakni melalui permainan
didapatkan oleh seseorang ketika memainan permainan tersebut. Nilai karakter yang
didapatkan dari permainan tradisional yakni rasa tanggung jawab, disiplin kejujuran,
berpikir, penghayatan yang tercermin dalam bentuk sikap, serta pengalaman yang terwujud
dalam bentuk perilaku sesuai dengan nilai-nilai luhur (Efendi, 2020:10). Penanaman karakter
berbeda dengan transfer of knowledge, penanaman karakter bukanlah suatu hal mudah untuk
dilakukan. Penanaman pendidikan karakter dapat dilakukan dalam pendidikan formal dan
nonformal. Lembaga pendidikan bukan lagi tempat dalam mentrasfer ilmu tetapi juga
wwadah pembentukan sikap, perilaku, serta karakter seseorang (Rokhman et al., 2014).
pendidikan karakter. Beberapa contoh yang dapat dilakukan oleh guru dalam pendidikan
karakter di sekolah antara lain religius, disiplin, bersahabat dan komunikatif, jujur, peduli
lingkungan. Pada pendidikan nonformal, keluarga memiliki peran penting pada karakter
seseorang.
Pendidikan karakter atau membentuk karakter seseorang tidak dapat dilakukan secara
instan, melainkan membutuhkan waktu yang cukup lama dan proses yang panjang. Seperti
tertuang pada tujuan pembangunan jangka panjang nasional tahun 2005-2025 (UU No 17
Tahun 2007) salah satu ukuran tercapainya Indonesia yang maju, mandiri dan adil dalam
berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya dan beradap. Ciri-ciri dari terwujudnya
masyarakat Indonesia yang berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya dan beradap
yakni:
a. Terwujudnya karakter bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, dan bermoral
berdasarkan falsafah Pancasila yang dicirikan dengan watak serta perilaku manusia dan
masyarakat Indonesia yang beragam, beriman kepada Tuhan YME, berbudi luhur,
iptek.
b. Makin mantabnya budaya bangsa yang tercermin dalam meningkatnya peradaban, harkat,
dan martabat manusia Indonesia, dan menguatnya jati diri dan kepribadian bangsa.
Dalam dunia pendidikan terdapat banyak sekali tokoh-tokoh penggagas mau pun
pencetus karakter, baik di luar negeri dan juga Indonesia sendiri. Pada penelitian ini akan
a. 18 Karakter Kemendikbud
Karakter pendidikan di Indonesia terdiri atas 18 karakter yang menjadi pedoman utama/
cikal bakal dari nilai-nilai karakter Pendidikan, 18 poin tersebut (Supinah & Parmi, 2011: 22-
24):
Tabel 1 18 Karakter Kemendikbud
Karakter yang terkandung dalam Profil Pelajar Pancasila dapat dilihat pada Tabel 2.
Kekuatan karakter yang ada dalam buku karya Christopher Peterson dan Martin E. P.
Seligman antara lain: Wisdom and knowledge, Courage, Humanity, Justice, Temperance,
Transcendence berikut penjelasan dari masing-masing kekuatan karakter yang ada (Peterson
Ketiga karakter tersebut kemudian dicari benang merah satu sama lain sehingga
KD
KD : 18 Karakter Kemendikbud
PP : Pelajar Pancasila
Ketiga karakter tersebut jika ditarik benang merah atau sering disebut dengan teknik
konvergensi sehingga dapat disimpulkan jika ketiganya memiliki kesamaan yang relevan.
Teknik konvergensi sendiri menurut KBBI adalah keadaan menuju satu titik pertemuan/
sebuh titik berwarna merah. Garis yang berwarna memiliki arti beberapa karakter yang ada
dan bertemu menjadi satu titik benang merah yakni karakter KD 3PS.
6. Tantangan Abad 21
Di era revolusi industri 4.0 dan memasuki revolusi industri 5.0, maka seseorang perlu
Partnership Learning Framework”, terdapat sejumlah kompetensi atau keahlian yang harus
dimiliki oleh sumber daya manusia (SDM) di Abad-21, yaitu (P21, 2019):
d. Literasi informasi
e. Literasi media
a. leadership
Sikap atau kemampuan seseorang untuk menjadi seorang pemimpin terdepan dalam hal
b. Personal Responsibility
Sebuah sikap tanggung jawab terhadap sesuatu yang sudah dilakukan sebagai seseorang
yang mandiri.
c. Ethics
d. Skills
e. Adaptability
Dapat beradaptasi dan beradopsi terhadap perubahan yang terjadi dalam kehidupan.
f. Self-Direction
g. Accountability
Kondisi dimana seseorang memiliki alasan dan dasar yang jelas atas setiap tindakan
yang dilakukan.
h. Social Responsibility
Memiliki sikap tanggung jawab terhadap lingkungan atau komunitas yang ada
disekitarnya.
i. Personal Productivity
Keterampilan abad 21 penting untuk dimiliki seorang individu mau pun pendidik. Kent
Kay (2010) dalam (Marzano, 2012: 2) alasan fundamental kenapa seorang peserta didik
membutuhkan keterampilan ini: 1) dunia akan selalu mengalami perubahan 2) sekolah tidak
akan mengikuti perubahan yang terjadi. Keterampilan abad 21 dan juga aspek kemampuan
berbasis karakter di atas merupakan hal yang penting dimiliki oleh seseorang. Kedua aspek
tersebut dapat ditanamkan melalui permainan tradisional yang memiliki berbagai nilai serta
manfaat di dalamnya.
7. Pembelajaran Matematika
Pembelajaran matematika sangat erat kaitannya dengan kegiatan belajar yang dilakukan
pada pendidikan formal. Matematika merupakan ilmu mengenai bilangan, antar bilangan
prosedur operasional yang digunakan dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan
bilangan (KBBI). Sedangkan pembelajaran sendiri merupakan kegiatan belajar yang berpusat
pada siswa (student center). Matematika di sekolah selain sebuah ilmu pengetahuan juga
berfungsi sebagai alat dan membentuk pola pikir serta penalaran yang kuat. Pola pikir serta
penalaran yang kuat dalam pembelajaran matematika sangat relevan dengan keterampilan
abad 21 yang harus dimiliki seseorang di masa depan. Tujuan adanya pembelajaran
Berdasarkan pemaparan di atas maka dapat kita simpulkan jika pembelajaran matematika
memiliki peran penting dalam kehidupan. Bukan sekedar ilmu secara akademik, namun dapat
dikatakan sebai ilmu kehidupan. Mengajarkan seseorang untuk memiliki kemampuan dan
pola pikir yang dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian ini melibatkan unsur
matematika yang sangat sederhana sebagai penentuan banyaknya peserta didik yang
Pengukuran, evaluasi dan penilaian sangat erat kaitannya dengan kegiatan pembelajaran
di sekolah. Pengukuran sendiri merupakan proses dalam pemberian skor atau label maupun
proses untuk mendapatkan data numerik pada sebuah pencapaian seorang individu (Istiyono,
Penilaian erat kaitannya dengan kegiatan evaluasi hasil belajar peserta didik di sekolah.
Penilaian yang dilakukan di sekolah meliputi beberapa aspek penilaian yakni: penilaian pada
aspek kognitif, afektif dan psikomotorik (Sari, 2023: 39). Dalam melakukan penilaian dapat
digunakan berbagai jenis teknik, dalam buku “Penilaian Pendidikan: Sistem Penilaian, Hasil
Belajar dan Kemampuan Guru Melaksanakan Penilaian Berdasarkan Kurikulum 2013” yang
diterbitkan oleh (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2017: 9-10) disampaikan bahwa
teknik penilaian yang diterapkan pada kurikulum 2013 khususnya pada aspek sikap yakni:
a. Observasi
Penilaian dengan cara observasi biasanya menggunakan pedoman observasi yang
sebelumnya sudah disusun oleh pengamat. Menurut (Ananda & Rafida, 2017: 110)
observasi merupakan pengamatan secara langsung pada proses yang sedang terjadi pada
sebuah kegiatan yang akan dievaluasi. Lembar observasi sendiri merupakan instrumen
yang dapat digunakan oleh observer untuk memudahkan dalam membuat laporan hasil
pengamatan terhadap perilaku peserta didik/ seseorang. Penilaian sikap dan perilaku
keseharian peserta didik dengan observasi dapat dilakukan baik di sekolah melaui
pengamatan dengan format yang berisikan indikator-indikator perilaku yang nampak dan
dapat dilakukan di luar sekolah selagi observer dapat mengamati subjek yang dinilai.
belajar, percaya diri, rasa ingin tahu, kerajinan, kerjasama, kejujuran, disiplin, peduli
Penilaian diri dalam penilaian sikap merupakan teknik penilaian terhadap diri sendiri
berperilaku. Penilaian diri peserta didik dapat digunakan untuk menumbuhkan nilai-nilai
kejujuran dan meningkatkan kemampuan refleksi atau mawas diri. Selain itu, penilaian diri
juga digunakan untuk memberikan penguatan terhadap kemajuan proses belajar peserta
didik.
Penilaian antar teman merupakan teknik penilaian yang dilakukan oleh seorang peserta
didik (penilai) terhadap peserta didik yang lain. Hasil penilaian antar teman dapat
digunakan sebagai data konfirmasi. Selain itu penilaian antar teman juga dapat digunakan
untuk menumbuhkan beberapa nilai seperti kejujuran, tenggang rasa, dan saling
menghargai. Selanjutnya, hasil penilaian antar teman perlu ditindak lanjuti oleh pendidik
dengan memberikan bantuan fasilitasi terhadap peserta didik yang belum menunjukkan
Penilaian jurnal adalah kumpulan rekaman catatan guru ataupun tenaga kependidikan
di lingkungan sekolah mengenai sikap dan perilaku positif dan negatif para peserta didik
Penelitian ini melibatkan ketiga penilaian yakni: penilaian diri, penilaian teman serta
observasi. Penilaian mandiri dapat dilakukan dengan mengkombinasi dengan kegiatan praktik
Selain ada pengukuran dan penilaian, dalam pembelajaran juga dilakukan kegiatan
evaluasi. Evaluasi dilakukan guna mencari informasi tentang apa yang telah tercapai dan belum
tercapai sehingga informasi ini dapat digunakan sebagai acuan dalam perbaikan kedepannya.
Tahapan dalam melakukan evaluasi yakni: pengumpulan data, analisis data dan menafsirkan
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini dilakukan Hakam (2018) pendidikan karakter
di sekolah dasar pada sampel penelitian yang digunakan dilakukan pada kegiatan
intrakulikuler. Kegiatan intrakulikuler dibiasakan pada peserta didik sejak akan memasuki
kelas hingga pada proses kegiatan pembelajarannya. Cara penanaman karakter yang dilakukan
melalui pembiasaan kepada peserta didik. Perbedaan dalam penelitian ini adalah penanaman
karakter yang dilakukan tidak menggunakan permainan tradisional atau kearifan lokal lainnya
sebagai metodenya. Persamaan penelitian ini dengan yang akan dilakukan yakni sama-sama
Penelitian yang dilakukan memiliki kesamaan dalam penggunaan permainan tradisional untuk
(2021). Perbedaan penelitian ini dengan yang akan dilakukan yakni fokus karakter yang
Penelitian yang dilakukan Dewi et al. (2020) mengenai implementasi pendidikan karakter
literasi digital yang dilakukan merupakan salah satu dari bentuk karakter berpkir kritis dan
gemar membaca. Hal tersebut memiliki kesamaan dengan penelitian yang akan dilakukan
yakni berkaitan dengan nilai pendidikan karakter. Dalam penelitian tersebut terdapat perbedaan
dengan penelitian yang akan dilakukan yakni, penelitian sebelumnya berfokus pada salah satu
karakter saja dan pada penelitian berikunya akan melibatkan beberapa karakter sekaligus dalam
Pada penelitian yang dilakukan Jamaluddin et al., (2022) pada saat ini terjadi kemunduran
karakter siswa akibat hilangnya nilai-nilai dari budaya yang jarang ditemukan pada bidang
pendidikan. Salah satu contoh kebudayaan Siri’ yang memiliki beberapa nilai penting dan baik
dimiliki seseorang. Nilai-nilai tersebut anatara lain: teppe (iman), pesse (kasih sayang), lempuk
saling mendukung), tongeng (keikhlasan), reso (kerja keras), dan abbulosibatang (kolaborasi).
Nilai-nilai tersebut relefan dengan nilai-nilai karakter yang diajarkan pada pendidikan formal.
Penelitian yang dilakukan oleh Jamaluddin melibatakan sebuah kearifan lokal Indonesia
sebagai pedoman nilai-nilai luhur yang dianut. Perbedaan dengan penelitian yang akan
terkandung nilai-nilai karakter yang tersirat. Persamaan penelitian ini dengan yang akan
peserta didik kelas 5 SD membawa dampat positif. Dampak positif yakni peserta didik lebih
aktif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran di sekolah dalam penanaman karakter. Hal
tersebut merupakan salah satu bukti bahwa dalam permainan tradisional dapat membuat anak
untuk lebih semangat dalam belajar sekaligus termuat pendidikan karakter dalam kegiatannya.
Persamaan penelitian ini dengan yang akan dilakukan yakni melibatkan permainan tradisional
dalam melakukan penelitian yang akan dilakukan pada perserta didik kelas atas (4,5 dan 6).
Perbedaan yang ada yakni fokus dari penelitian yang akan dilakukan yakni pada penilaian
pendidikan karakter di sekolah sangat dibutuhkan. Karakter yang ditemukan dalam sekolah
sampel penelitian yakni agama, disiplin, tanggung jawab, kepemimpinan, toleransi, kerja sama,
penghargaan prestasi. Banyak sekali pendidikan karakter yang diajarkan di sekolah melalui 4
cara. Perbedaan antara penelitian yang telah dilakukan Aningsih dengan yang akan peneliti
penelitian yang dilakukan yakni meneliti tentang karakter pada peserta didik SD.
Penelitian yang dilakukan Novianti (2022) meneliti tentang keterkaitan cerita rakyat
dengan nilai nasional dan karakter pendidikan. Pada penelitian cerita rakyat menggambarkan
seberapa jauh seseorang mengenal nilai-nilai nasionalisme. Persamaan dengan penelitian ini
adalah meneliti berkaitan dengan karakter di Indonesia. Perbedaan dengan penelitian yang akan
dilakukan yakni media yang digunakan menggunakan permainan tradisional sedangkan yang
adalah, model yang digunakan dapat membantu peserta didik sekolah dasar dalam membangun
karakter. Karakter dominan yang muncul pada permainan yang dilakukan adalah tolerasi, kerja
keras, dan tanggung jawab Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan yakni
melibatkan unsur karakter dengan permainan tradisional Indonesia. Perbedaan penelitian ini
adalah penggunaan metode dalam socratic dalam implementasi yang dilakukan oleh Hafina
dan metode bermain sambal belajar yang akan digunakan pada penelitinian yang akan
Penelitian yang serupa lainnya dilakukan oleh Nurrahmah & Ningsih (2018) mengenai
matematika yang dilakukan dengan permainan tradisional dapat memotivasi siswa untuk
menyukai matematika. Persamaan penelitian ini dengan yang akan dilakukan yakni
matematika dan melatih perkembangan fisik serta emosi anak. Perbedaan dengan penelitian
Nurrahmah adalah tujuan utama pada penelitiannya yakni siswa diharapkan lebih bersemangat
sangat cocok digunakan untuk penanaman karakter anak. Namun dari beberapa penelitian di
atas belum menunjukan instrumen apa yang digunakan dalam menilai karakter seseorang.
Belum ada penggunaan instrumen penilaian karakter untuk beberapa kombinasi nilai karakter
Karakter sangatlah penting bagi kita dalam hidup bermasyarakat terutama bagi kita yang
hidup di Indonesia. Setiap orang memiliki karakter yang berbeda-beda, hal ini merupakan
keunikan yang harus dikembangkan dan diperbaiki. Pembentukan karakter dapat dilakukan
melalui pendidikan formal dan non formal. Melalui pendidikan formal maka perlu dirancang
Penanaman karakter untuk peserta didik usia sekolah dasar, kegiatan harus dilakukan
dengan menarik agar anak-anak antusisas dalam mengikuti kegiatan tersebut. Selain menarik,
sebaiknya keagiatan juga berkesan untuk anak dengan demikian makan kegiatan tersebut akan
berjalan optimal. Pembelajaran yang optimal akan terjadi dalam sekuen yang terprediksi.
Sekuen ini terdiri dari beberapa tahapan yakni: tahap pra-pemaparan, tahap akuisisi, tahap
elaborasi dan tahap formasi memori. Sedangkan strategi yang dapat dikembangkan dalam
implementasinya dengan pembelajaran berbasis otak yakni (Jensen, 2011): pembelajaran yang
kaya akan variasi, kaya akan stimulus, dan kegiatan pembelajaran yang dilakukan
menyenangkan.
Berbagai cara dilakukan oleh pemerintah dengan membuat sistem pembelajaran dan juga
kurikulum yang dapat mengembangkan karakter peserta didik. Kegiatan penanaman karakter
di sekolah khususnya pada sekolah dasar, masih kurang bervariasi dan terkesan konvensional.
Dunia anak yang sangat dekat dengan dunia bermain maka akan lebih baik jika dalam
khususnya pada permainan tradisional yang mengadung berbagai nilai-nilai yang luhur.
Keberhasilan penanaman karaker dapat diukur melalui kegiatan penilai yang bisa dilakukan
dengan pengamatan dan penilaian diri sendiri mau pun teman. Dengan demikian,
diperlukannya instrumen penilaian karakter yang baik untuk dapat digunakan. Instrumen yang
dibuat akan memberikan informasi apakah seseorang tersebut memiliki sebuah karakter
tertentu secara terukur melalui beberapa penilaian. Dilakukannya lebih dari satu penilaian
dengan tujuan sebagai pembanding serta sebagai konfirmasi terhadap penilaian yang sudah
dilakukan.
Instrumen yang baik harus melalui penilaian validitas dan reliabilitas. Dalam penelitian ini,
beberapa tahapan dan akan divalidasi serta dilakukan reliabilitas pada instrumen tersebut.
Validitas yang akan digunakan dalam penelitian ini yakni validitas Aiken’s V dan validitas
konstruk, serta menggunakan reliabilitas Alpha Cronbach dan ICC (Intraclass Correlation
Coefficients) sebai pengujiannya. Secara lebih ringkas kerangka pikir pada penelitian ini dapat
Perasalahan:
1. Terdapat beragam macam dan aspek penilaian karakter yang belum dapat dinilai hanya dengan satu
instrumen penilaian saja.
2. Penilaian dan penanaman karakter belum terlaksana dengan baik dapat dilihat melalui kesenjangan
dilapangan dengan kondisi idealnya.
3. Kegiatan penanaman karakter pada peserta didik sekolah dasar belum menggunakan kegiatan yang
inovatif.
4. Tidak ada kegiatan khusus seperti kegiatan bermain dan belajar (ekstrakulikuler) untuk penanaman
karakter pada peserta didik di sekolah.
5. Belum cukupnya keterampilan, waktu serta pemahaman guru, orang tua dan lingkungan sekitar mengenai
pendidikan karakter pada anak.
6. Terdapat banyak hambatan dalam pelaksanaan pendidikan karakter di Indonesia yang dapat
terindentifikasi.
Prosedur pengembangan
instrumen Retnawati
Pengembangan instrumen penilaian karakter
KD 3PS untuk peserta didik SD dengan
permainan tradisional. Karakter: 18 karakter,
Profil Pelajar Pancasila,
Kekuatan karakter
Peterson dan Seligman
Instrumen penilaian karakter KD 3PS Validasi & Revisi
D. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan kajian literatur serta analisis skema kerangka pikir maka disusunlah
4. Bagaimana hasil pengukuran karakter KD3PS peserta didik kelas 4 & 5 SD menggunakan
METODE PENELITIAN
A. Model Pengembangan
yang relevan, menyusun indikator butir instrumen, menyusun butir instrumen, merevisi
berdasarkan masukan validator, melakukan uji coba kepada responden, melakukan analisis dan
B. Prosedur Pengembangan
menggunakan permainan tradisional untuk peserta didik kelas atas sekolah dasar. Penilaian
karakter sangat penting dilakukan terutama dalam kegiatan pembelajaran dengan kurikulum
2013. Penilaian karakter dapat dilakukan melalui beberapa cara yakni: penilaian diri,
penilaian teman dan juga penilaian guru. Pada penelitian ini akan dikembangkan penilaian
karakter secara penilaian diri dan juga penilaian teman. Bentuk penilaian yang disajikan
kurikulum merdeka dan kekuatan karakter menurut Peterson dan Seligman. Instrumen
penilaian dapat digunakan pada kurikulum merdeka dan juga dapat digunakan untuk sekolah
Sebelum menyusun instrumen penelitian, perlu mencari teori-teori yang relevan dari
berbagai sumber terpercaya atau dari penelitian yang sudah ada. Hal ini dilakukan untuk
menjadi dasar dalam pembuatan instrumen. Pada penelitian ini, peneliti telah membaca
artikel yang relevan serta membaca literatur yang dapat mendukung penyusunan instrumen
pengembangan karakter dan pendukungnya. Teori-teori yang relevan juga tercantum pada
bab II.
konseptual dan operasional karakter yang akan diukur. Setelah memiliki definisi
operasionalnya maka diturunkan menjadi sebuah indikator. Setiap indikator tertuang pada
dua butir pertanyaan, yakni favorable dan unfavorable. Setiap aspek terdapat 2-3 indikator
sistematis. Banyaknya butir dalam instrumen yang digunakan yakni 30 soal pernyataan pada
instrumen penilaian diri dan penilaian teman sedangkan pada lembar observasi terdiri atas 15
butir pernyataan. Pemetaan butir instrumen karakter yang dikembangkan dapat dilihat pada
Tabel 4.
b. Observasi
6. Validasi isi
Instrumen validitas isi menggunakan skala 1-4 untuk menilai kesesuaian instrumen
dengan indikatornya, serta terdapat kolom komentar atau catatan untuk memberikan saran
perbaikan kepada peneliti. Perhitungan validitas isi menggunakan rumus Aiken’s V, validasi
isi melibatkan lima validator yang ahli dalam bidang ke SDan, Psikologi, serta Karakter.
Merevisi butir soal/ pernyataan yang memiliki nilai validitas yang kurang baik
berdasarkan penilaian dari para ahli. Memperhatikan masukan saran/ rekomendasi pada
kolom lembar validasi yang telah diisi oleh validator. Cara yang digunakan dalam merevisi
masukan validator dengan membuat resume untuk melihat kecocokan saran yang diberikan
Melakukan uji coba produk (ketiga instrumen penilaian) kepada peserta didik kelas atas
sebanyak 258 orang menggunakan instrumen yang sudah melalui tahap validasi isi dan revisi
atas saran dari para ahli. Setelah melakukan uji coba maka dilakukan validasi konstruk
menggunakan CFA (Confirmatory Factor Analysis). Uji coba dilakukan guna mengetahui
9. Melakukan analisis
Melakukan analisis dan evaluasi setelah uji coba instrumen yang sudah dirancang apakah
perlu dilakukan perbaikan atau sudah baik. Selain mengetahui kualitas instrumen dari segi
validitas dan reliabilitasnya, dilakukan pula analisis karakteristik butir gedan IRT model
GRM.
peserta didik.
digunakan dan dianggap sudah baik. Merakit instrumen dapat dikatakan sebagai penyusunan
instrumen final. Perakitan instrumen berupa produk akhir yang berisi panduan kisi-kisi serta
Desain uji coba produk yang dilakukan pada penelitian ini untuk menguji instrumen yang
dikembangkan dilakukan secara luas yang melibatkan 3 sekolah dengan banyak responden
Subjek uji coba penelitian ini adalah anak kelas 4 & 5 SD di Kecamatan Pandak Bantul.
Teknik pemilihan sampel yang digunakan yakni purposive sampling. Kriteria yang
digunakan dalam memilih sampel yakni peserta didik kelas atas (4 dan 5) yang bersekolah di
Teknik pengumpulan data yang digunakan yakni dengan kuesioner. Teknik ini dilakukan
dengan pemberian dua kali kuesioner dalam pengambilan datanya. Pengumpulan data yang
pertama yakni penilaian diri dan yang kedua adalah penilaian teman sejawat. Selain
menggunakan kedua penilaian tersebut juga dilakukan penilaian dengan cara observasi oleh
guru/ fasilitator. Tujuan dari teknik pengumpulan data lebih dari satu kali yakni untuk
Instrumen yang digunakan dalam pengambilan data yakni instrumen lembar penilaian
diri dan teman sejawat atau sering disebut dengan angket dan lembar observasi. Lembar
penilaian yang berisikan pertanyaan dengan format jawaban kategori yakni: sangat sesuai,
sesuai, tidak sesuai dan sangat tidak sesuai serta rubrik penilaian yang digunakan dalam
a. Konstruk Instrumen
Analisis data pada bagian konstruk instrumen dilakukan dengan menggunakan validitas
konstruk CFA. Hasil CFA digunakan sebagai eliminasi butir yang kurang baik sehingga
akan mendapatkan hasil produk akhir berupa butir instrumen yang baik secara validitas isi,
b. Kualitas Instrumen
Cara analisis data yang akan digunakan yakni secara klasik. Analisis data dilakukan
untuk mengetahui kelayakan produk dari segi validitas dan reliabilitasnya melalui
perhitungan validitas isi (kuesioner) dan analisis kuantitatif produk instrumen penilaian ini
1) Validitas
Validasi dilakukan melalui dua cara yakni validasi isi dan validasi konstruk. Validitas
merupakan derajat ketepatan dan kecermatan suatu instrumen dalam sebuah penelitian
yang didukung oleh fakta empiris dan alasan teoritis (Istiyono, 2020: 340). Berikut adalah
a) Validasi Isi
menghitung content validity coefficient. Kategori penilaian yang diberikan kepada ahli
untuk setiap butir pertanyaannya terdiri dari 4 poin yakni: “Sangat sesuai”, “Sesuai”,
“Tidak sesuai”, “Sangat tidak sesuai”. Rumus Aiken’s V secara manual dapat dilihat
𝛴𝑠
𝑉=( )
𝑛(𝑐 − 1)
s : r - 𝑙0
n : Jumlah validator
Kriteria yang digunakan dalam hasil perhitungan validitas dapat dilihat pada Tabel
5.
b) Validasi Konstruk
Analysis). CFA merupakan analisis yang digunakan untuk validitas konstruk. Tujuan
Dalam analisis faktor, terdapat nilai factor loading yang digunakan untuk
menafsirkan faktor guna menunjukkan kontribusi dari setiap faktor terhadap varians
atau variabel yang diamati. Butir instrumen dapat dinyatakan berguna dan dapat
digunakan jika memenuhi standard factor loadings ±0,30 sampai ±0,40 (Hair et al.,
2010: 139).
Kriteria yang digunakan dalam analisis CFA dapat dilihat pada Tabel 6 (Haryono,
2016: 74).
Ukuran
Kriteria
Goodness of Fit
0 X2 2df (good fit), 2df X2 3df
Statistics X2
(marginal fit)
0,05 p 1,00 (good fit), 0,01 p 0,05
p-value
(marginal fit)
RMSEA 0,08 (good fit), RMSEA < 0,05
RMSEA
(close fit)
GFI 0,90 (good fit), 0,80 GFI 0,90
GFI
(marginal fit)
absolut, Chi Square digunakan untuk mengukur apakah ada perbedaan antara model
dengan data yang didapatkan. RMSEA (Root mean square error of approximation)
merupakan perkiraan fit suatu model yang ada di dalam populasi berkaitan dengan
perbedaan perkiraan (Riadi, 2018:106). GFI (Goodness of fit indeks) merupakan ukuran
relative dari sejumlah varians dan kovarian pada matriks kovarians (Riadi, 2018:112).
2) Reliabilitas
dikembangkan dapat mengukur secara konsisten apa yang hendak diukur. Berikut adalah
a) Reliabilitas Konstruk
penelitian akan dikatakan baik jika sudah melalui tahap validitas dan reliabilitas.
Pengujian validitas dan reliabilitas dilakukan secara klasik. Sebuah instrumen akan
dikatakan baik jika instrumen tersebut valid dan reliabel, maka langkah selanjutnya
Reliabilitas berbeda dengan validitas, arti dari reliabilitas sendiri merupakan suatu
keajegan atau konsistensi sebuah hasil pengukuran dari waktu ke waktu. Reliabilitas
yang akan digunakan dalam penelitian ini yakni reliabilitas secara klasik dengan Alpha
(ICC). ICC adalah indeks atau keterulangan yang mencerminkan tingkat korelasi dan
kesepakatan antar pengukur (Perinetti, 2018). Nilai koefisien ICC yang digunakan
Nilai Interpretasi
<0,5 Buruk
0,05 - 0,75 Cukup
0,75 - 0,9 Baik
0,9 - 1 Baik Sekali
Analisis karakteristik butir instrumen yang digunakan dalam penilitian ini adalah
Graded Response Models (GRM). GRM menurupakan salah satu model Item Response
Theory untuk analisis data politomus. Analisis model GRM merupakan pengembangan dari
model IRT 2PL yang mampu menjelaskan tingkat kesukaran butir dan dapaya pembeda.
Tujuan dilakukan analisis GRM yakni untuk menapilkan estimasi parameter butir serta
kemampuan peserta didik dengan pendekatan kemampuan bertingkat (Tama et al., 2018).
Berikut ini rumus perhitungan analisis GRM (R. N. Sari & Andriani, 2019):
𝑒𝑥𝑝[𝐷𝑎(𝜃 − 𝑏𝑗𝑘)]
𝑃𝑗𝑘 (𝜃) =
1 + 𝑒𝑥𝑝[𝐷𝑎𝑗(𝜃 − 𝑏𝑗𝑘)]
Keterangan:
𝜃 : Kemampuan peserta
k pada butir j
𝐷 : Faktor skala
dari segi pengguna/ guru dilakukan dengan memberikan lembar evaluasi penggunaan
instrumen menggunakan 10 pertanyaan dengan respon ya dan tidak. Aspek yang digunakan
dalam mengukur kepraktisan penggunaan yakni kepraktisan dalam waktu, cara penggunaan
BAB IV
KD3PS yang merupakan benang merah antara 18 karakter kemendikbud, karakter profil pelajar
Pancasila dan kekuatan karakter menurut Peterson & Seligman. Instrumen yang dihasilkan
terdiri atas instrumen penilaian diri, penilaian teman serta penilaian observasi. Produk
dikembangkan atas kebutuhan yang ada di sekolah untuk menilai aspek afektif peserta didik
khususnya di SD. Banyaknya kasus mengenai karakter yang marak terjadi merupakan salah
satu latar belakang dilakukannya pengembangan instrumen penilaian karakter juga untuk
gagasan karakter belum pernah dilakukan. Kondisi factual yang ada di lapangan yang terjadi
dalam penilaian karakter yakni guru sekedar melakukan observasi dan membuat catatan terkait
karakter peserta didik tanpa menggunakan instrumen mau pun rubrik penilaian. Dengan
karakter yang digunakan serta kurikulum yang digunakan di SD. Setelah mempelajari dokumen
tersebut maka selanjutnya dilakukan perumusan definisi konseptual dan operasional yang akan
Dimensi Definisi
No Definisi Konseptual Indikator
KD3PS Operasional
Bijaksana atau Bijaksana atau Mementingkan
kebijaksanaan kebijaksanaan kepentingan
adalah kemampuan adalah sikap yang bersama,
seseorang yang melibatkan akal mempertimbangkan
1 Bijaksana melibatkan akal dan dan budinya dalam keputusan, mampu
budinya dalam bertindak dan mengendalikan
bertindak dan menentukan emosi.
menentukan keputusan.
keputusan.
Humanis adalah hal Humanis Memiliki sikap
yang merupakan salah menghargai orang
mengutamakan sifat satu nilai yang lain, sopan dalam
2 Humanis
luhur manusia dimiliki individu berperilaku.
(positif) dalam dalam menghargai
bertindak. sesama.
Berani berkaitan Berani merupakan Berpegang pada
dengan mental tindakan yang kebenaran,
seseorang dalam berkaitan dengan memiliki
melakukan suatu hal mental seseorang keberanian
3 Berani tanpa memikirkan dalam melakukan mengambil
resiko yang akan suatu hal tanpa tantangan, memiliki
didapatkan. memikirkan resiko semangat dalam
yang akan mencapai tujuan.
didapatkan.
Adil merupakan Adil merupakan Jujur dalam
hasil dari penilaian salah satu nilai bertindak, memiliki
atas proses dimana yang dimiliki jiwa pemimpin.
4 Adil seseorang berpikir individu dalam
terbuka dan memberikan hak
bertindak benar dari kepada orang lain.
segi moral.
Dimensi
No Definisi Konseptual Definisi Operasional Indikator
KD3PS
Regulasi merupakan Bisa meregulasi diri Memiliki rasa
pengaturan untuk merupakan pengampunan
mencapai tujuan yang pengaturan yang dan belas kasih
diinginkan. dilakukan individu kepada sesama,
Bisa itu sendiri untuk memiliki
5 meregulasi mencapai tujuan keteraturan
diri yang hendak dicapai. dalam hidup,
memiliki
keterampilan
mengevaluasi
diri.
Suatu keadaan yang Kemampuan yang Berorientasi
berkaitan dengan dimiliki seseorang pada ajaran
pemaknaan, perasaan individu dalam agama,
dan tindakan yang menjalani kehidupan mengapresiasi
6 Spiritual berorientasi pada dengan berorientasi diri dan orang
ajaran Tuhan. pada ajaran agama. lain atas segala
sesuatu yang
telah
diusahakan.
Hasil uji coba produk akan menjawab pertanyaan penelitian yang sudah dirumuskan
sebelumnya mulai dari tahapan awal penelitian hingga analisis akhir. Berikut adalah hasil awal
Konstruk pengembangan instrumen pada penelitian ini terdiri atas 6 aspek karakter yakni:
bijaksana, humanis, berani, adil, bisa meregulasi diri dan spiritual. Keenam aspek tersebut
dijabarkan kedalam 15 indikator dan 30 pernyataan untuk instrumen penilaian diri dan teman
sedangkan pada instrumen observasi terdiri atas 15 pernyataan. Setelah uji coba dan
dianalisis maka banyaknya jumlah item yang ada berkurang menjadi 23 butir pada instrumen
penilaian diri, 24 butir pada instrumen penilaian teman serta 14 butir pada instrumen
observasi.
Instrumen yang dikembangkan dikonstruksi dalam bentuk angket dengan skala like likert.
Skala Likert terdiri dari empat atau lebih item pertanyaan yang digabungkan menjadi skor/
nilai yang mewakili karakteristik individu seperti pengetahuan, sikap, dan perilaku (Budiaji,
2013: 129). Pilihan jawaban yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas empat yakni: 1)
Intrumen dirancang untuk digunakan sebagai penilaian akhir semester sehingga dapat
digunakan sebagai evaluasi pembelajaran. Instrumen digunakan pada dua keadaan dimana
peserta didik sedang melakukan olah raga/ berkegiatan di luar kelas untuk penilaian secara
observasi serta dilakukan di dalam kelas untuk siswa mengisi penilaian diri dan penilaian
antar teman.
Gambaran implementasi yang ada di lapangan terkait penilaian karakter yakni dalam
melakukan penilaian afektif guru mengamati karakter dari setiap peserta didik namun belum
memiliki instrumen penilaian yang baku untuk digunakan. Penilaian karakter sebaiknya
dilakukan tidak hanya pada saat dalam kegiatan pembelajaran saja namun melibatkan
kegiatan diluar kelas. Karakter peserta didik akan lebih nampak ketika mereka sedang
bermain atau beraktivitas secara bebas karena pembelajarn dipeoleh melalui pengalaman
Guna mengetahui kualitas suatu instrumen dapat ditinjau dari hasil analisis validitas dan
reliabilitasnya. Tahap analisis instrumen dilakukan secara dua tahap yakni analisis validitas
isi menggunakan formula Aiken’s V dan validitas konstruk dengan Confirmatory Factor
Analysis (CFA). Hasil penelitian yang berkaitan dengan konstruk ditinjau dari validitas isi
Validitas isi bertujuan untuk menilai sejauh mana butir instrumen yang disusun memiliki
kesesuaian dengan apa yang ingin diketahui. Butir yang memiliki validitas rendah harus
diperbaiki atau dihilangkan. Penilaian instrumen dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif
butir instrumen yang dibuat. Beberapa saran yang ditemukan dalam validasi isi antara lain
kalimat yang dibuat kurang sederhana dengan karakteristik peserta didik SD, beberapa
kalimat masih memiliki kata yang bias serta kalimat yang ada dalam item favorable
sangatlah bias bahwa hal tersebut membingungkan sehingga perlu diperbaiki lebih halus
dalam bahasanya.
Selain menilai secara kuantitatif, kelima ahli juga menilai instrumen secara kualitatif.
Hasil penilaian secara kuantitatif akan dihitung menggunakan rumus Aiken’s V. Hasil
analisis kuantitatif validitas isi berserta resume validasi oleh kelima validator dapat dilihat
Banyaknya item pernyataan pada instrumen penilaian diri terdiri atas 30 pernyataan
dengan hasil validasi menggunakan formula Aiken’s V diperoleh hasil yang dapat dilihat
pada Tabel. 8 Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat jika seluruh item pada instrumen
yang dikembangkan memiliki validitas “Tinggi”. Selain itu hanya terdapat dua item yang
memiliki kategori validitas “Sedang” pada nomor 19 dan 24 yang masing-masing memiliki
pernyataan yang memiliki hasil validasi yang memuaskan. Terdapat 28 item pernyataan
yang memiliki validitas “Tinggi” serta terdapat dua item dengan kategori validitas
“Sedang” pada nomor 19 dan 24 dimana keduanya memiliki nilai V sama yakni 0,67.
Hasil perhitungan validasi penilaian observasi pada Tabel 9, dapat diketahui bahwa
instrumen penilaian observasi yang dikembangkan seluruh item memiliki validitas dengan
kategori “Tinggi”. Terdapat satu item pada nomor 2 memiliki kategori validitas “Sedang”
Selain secara kualitatif, hasil validasi dari instrumen yang dikembangkan juga memiliki
beberapa saran atau revisi yang perlu dipertimbangkan untuk perbaikan sebelum digunakan
untuk uji coba. Penilaian yang dilakukan oleh lima validator secara kualitatif dapat dilihat
Setelah melakukan validasi instrumen dengan kelima validator, didapatkan hasil secara
kualitatif yang dirangkum pada Tabel. 11. Saran serta revisi yang diberikan oleh validator
kemudian digunakan sebagai acuan dalam merevisi instrumen sebelum digunakan untuk
uji coba. Berikut saran dan acatan hasil validasi oleh kelima validator
Validator pertama memberikan catatan pada instrumen yang dibuat yakni:1) Kisi-kisi
pada aspek adil dan humanis di definisi operasional masih belum operasional, 2) Perlu
penjelasan lebih lanjut tentang item yang berulang hanya diubah dari favorable ke
unfavorable, 3) Item harus lebih spesifik, dapat diukur dan relevan dengan variable, aspek
dan bahasa.
Validator kedua memberikan catatan: 1) Masih ada beberapa kesalahan tata tulis dan
tata bahasa yang harus diperbaiki sesuai dengan kaidah penulisan serta kaidah bahasa
Indonesia yang baik dan benar, 2) Masih ada substansi isi aspek/ pernyataan dan pertanyaan
yang perlu dicermati lagi dalam instrumen penelitian dan jika salah harus diperbaiki.
Validator ketiga memberikan catatan: 1) Menambahkan saran di kolom catatan pada
lembar validasi, 2) Banyak item unvaforabel hanya merupakan kebalikan favorable, missal
saya mudah marah dan saya tidak mudah marah, kalua begitu 2 item ini bisa tumpeng tindih
karena esesnsi sama, mungkin bisa lebih disusun unfavorable dengan item yang lain.
pernyataan yang ambigu maupun kurang jelas, 2) Beberapa kalimat perlu dicermati ulang
Validator kelima memberikan saran dan catatan: 1) Perbaiki kalimat yang berwayuh
arti. Sederhanakan kalimat sesuai dengan karakteristik responden siswa (siswa SD), 2)
Tambahkan kriteria dalam memilih opsi jawaban pada angket penilaian diri dan penilaian
teman. Berdasarkan hasil saran dari kelima validator maka peneliti melakukan revisi atas
saran dan masukan yang telah diberikan serta dikonsultasikan kepada dosen pembimbing.
Instrumen yang telah direvisi kemudian digunakan untuk uji coba berdasarkan izin dosen
pembimbing.
Validitas konstruk merupakan validitas menyeluruh yang merujuk pada sejauh mana
ukuran sebenarnya dapat mengukur konsep yang ingin diukur (Brown, 2015: 187). Analisis
CFA dilakukan menggunakan program lisrel untuk mengetahui factor loading dari
standardized solution untuk setiap butirnya. Berdasarkan data yang telah dianalis dapat
diketahui bahwa:
Gambar 6 Path Diagram Hasil Standardized Solution CFA Penilaian Diri
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan maka setelah itu butir yang tidak
memenuhi standar factor loading perlu dihilangkan, kemudian instrumen disusun kembali
menjadi sebuah instrumen yang baik. Instrumen penilaian diri siswa yang pada awalnya
terdiri atas 30 butir, setelah dianalisis menjadi 23 butir. Butir instrumen penilai diri yang
tereliminasi antara lain nomor 4, 13, 14, 16, 18, 22 dan 27. Butir yang tereliminasi adalah
butir instrumen yang memiliki nilai factor loading < 0,30 (Hair et al., 2010: 116). Hasil
tabulasi factor loading yang terbentuk beserta keterangannya dapat dilihat pada Tabel 12.
Factor
Nilai Nomor butir
loading
1 0,36
2 0,48
Bijaksana
3 0,60
17 0,36
5 0,42
Humanis 19 0,53
20 0,65
6 0,39
7 0,32
Berani 8 0,44
21 0,38
23 0,54
9 0,33
10 0,35
Adil
24 0,59
25 0,42
11 0,33
Bisa
12 0,34
meregulasi
26 0,51
diri
28 0,52
15 0,39
Spiritual 29 0,63
30 0,58
Dengan melihat Gambar 6 ditampilkan setiap nilai factor loading yang diperoleh pada
instrumen penilaian yang dikembangkan. Selain itu terdapat beberapa nilai yang digunakan
dalam menarik kesimpulan atas analisis instrumen yang digunakan seperti Chi-Square, df, P-
value dan RMSEA, dll. Hasil tabulasi nilai-nilai tersebut berserta keterangannya dapat dilihat
Ukuran
Hasil analisis Keterangan
goodness of fit
X2 = 1148,61
Statistics
df = 371 Marginal fit
chi-square
2df = 742
RMSEA 0,09 Marginal fit
GFI 0,76 Closel fit
Hal penting yang pertama pelu diperhatikan adalah hasil output CFA pada p-value dan
RMSEA. Kedua hal tersebut merupakan ukuran pokok untuk menentukan kecocokan model
(Retnawati, 2014: 65). Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) merupakan
perkiraan suatu model apakah fit atau tidak. Pada instrumen penilaian diri, RMSEA yang
1148,61 < 2df = 371 sehingga instrumen dinyatakan “Marginal fit”. Hasil perhitungan GFI
pada instrumen penilaian diri memiliki nilai 0,76 sehingga dinyatakan “Marginal fit”.
Gambar 7 Path Diagram Hasil Standardized Solution CFA Penilaian Teman
Selain itu pada intrumen penilaian antar teman yang dikembangkan pada awal mula
sebelum dilakukan uji coba, instrumen terdiri atas 30 butir dan setelah dianalisis lebih lanjut
tersisa 27 butir. Butir-butir yang tereliminasi antara lain nomor 7, 21, 23. Butir tersebut
dieliminasi karena memiliki nilai factor loading rendah sehingga harus dieliminasi yakni
Butir 7, 21 dan 23 merupakan item yang ada pada aspek berani, hal tersebut dapat
dihilangkan sebab tidak memenuhi nilai minimal factor loading dan sudah dapat diwakilkan
Factor
Nilai Nomor butir
loading
1 0,51
2 0,40
Bijaksana 3 0,57
16 0,55
17 0,56
18 0,40
4 0,56
5 0,55
Humanis
19 0,55
20 0,49
6 0,39
Berani 8 0,56
22 0,44
9 0,62
10 0,45
Adil
24 0,57
25 0,52
11 0,39
12 0,43
Bisa
13 0,38
meregulasi
26 0,59
diri
27 0,53
28 0,40
14 0,47
15 0,43
Spiritual
29 0,53
30 0,48
Dengan melihat Gambar 7 ditampilkan setiap nilai factor loading yang diperoleh pada
kedua instrumen penilaian yang dikembangkan. Selain itu terdapat beberapa nilai yang
digunakan dalam menarik kesimpulan atas analisis instrumen yang digunakan seperti Chi-
Square, df, P-value dan RMSEA, dll. Hasil tabulasi nilai-nilai tersebut berserta keterangannya
Ukuran
goodness of Hasil analisis Keterangan
fit
X2 = 930,70
Statistics
df = 318 Marginal fit
chi-square
2df = 636
RMSEA 0,087 Closee fit
GFI
Hasil analisis instrumen penilaian teman RMSEA yang diperoleh 0,087 maka
dinyatakan “Good fit”. Selanjutnya pada hasil statistics chi-square dalam analisisnya
memiliki nilai X2 = 930,70 > 2df = 586 sehingga instrumen dinyatakan “Marginal fit”.
Gambar 8 Path Diagram Hasil Standardized Solution CFA Observasi
Intrumen penilaian observasi yang dikembangkan pada awal mula terdiri atas 15 butir
dan setelah dianalisis lebih lanjut tersisa 14 butir. Butir-butir yang tereliminasi yakni item
nomor 2. Butir tersebut tidak dapat dianalisis CFA karena pada butir 2 nilainya tidak
konvergen. Item nomor 2 merupakan bagian dari aspek bijaksana dan merupakan item
favorable.
Tabel 16 Hasil Factor Loading CFA Observasi
Factor
Nilai Nomor butir
loading
1 0,65
Bijaksana
3 0,50
4 0,66
Humanis
5 0,68
6 0,71
Berani 7 0,76
8 0,78
9 0,52
Adil
10 0,44
Bisa 11 0,64
meregulasi 12 0,65
diri 13 0,66
14 0,66
Spiritual
15 0,71
Dengan melihat Gambar 16 ditampilkan setiap nilai factor loading yang diperoleh pada
instrumen observasi yang dikembangkan seluruhnya memiliki nilai > 0,30. Selain itu terdapat
beberapa nilai yang digunakan dalam menarik kesimpulan atas analisis instrumen yang
digunakan seperti Chi-Square, df, P-value dan RMSEA. Tabulasi nilai yang digunakan dalam
menarik kesimpulan tersebut beserta keterangannya dapat dilihat pada Tabel 17.
Ukuran
goodness of Hasil analisis Keterangan
fit
X2 = 392,56
Statistics
df = 71 Marginal fit
chi-square
2df = 142
RMSEA 0,133 Marginal fit
GFI 0,82 Marginal fit
Hasil analisis perhitungan pada instrumen observasi RMSEA yang diperoleh 0,133 maka
dinyatakan “Marginal fit”. Selanjutnya pada hasil statistics chi-square dalam memiliki nilai
X2 = 392,56 > 2df = 142 sehingga instrumen dinyatakan “Marginal fit”. Nilai GFI yang
didapatkan pada instrumen observasi memiliki nilai 0,82 sehingga dinyatakan “Marginal
fit”.
Kriteria yang digunakan dalam menarik kesimpulan apakah model dianggap layak untuk
digunakan jika paling tidak salah satu metode uji kelayakan model terpenuhi (Haryono,
2016: 110). Berdasarkan kelima metode tersebut dapat disimpulkan bahwa model penilaian
Selain dilakukan validitas isi dan konstruk untuk mengetahui kualitas instrumen sebelum
dilakukan dengan Intraclass Correlation Coeffisient (ICC) dan Alpha Cronbach. ICC
digunakan untuk mengukur reliabilitas kesepakatan penilaian antar rater yang telah
Reliabilitas antar rater yang digunakan pada penelitian ini adalah ICC, hasil analisis
Average
Instrumen Keterangan
Measures
Penilaian Diri 0,798 Tinggi
Penilaian Teman 0,87 Sangat Tinggi
Observasi 0,83 Sangat Tinggi
Analisis reliabilitas antar rater yang melibatkan lima validator dalam instrumen penilaian
diri memiliki nilai r = 0,799 dan CI = 0,415 – 0,976 sehingga masuk dalam kategori
“Sangat Tinggi” dengan nilai r = 0,87; CI = 0,624 – 0,984 dan instrumen observasi memiliki
nilai r = 0,83; CI = 0,486 – 0,98. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa antar validator
memiliki tingkat kesepakatan tinggi dalam menilai instrumen penilaian karakter yang
dikembangkan.
b. Reliabilitas Konstruk
Analisis reliabilitas konstruk yang digunakan pada penelitian ini dihitung menggunakan
rumus Alpha Cronbach secara klasik. Kriteria reliabilitas dapat dilihat pada Tabel 6. Hasil
analisis pada instrumen yang dikembangkan menggunakan rumus Alpha Cronbach dapat
Cronbach's
Instrumen Keterangan
Alpha
Penilaian Diri 0,807 Sangat Tinggi
Penilaian Teman 0,89 Sangat Tinggi
Penilaian Observasi 0,902 Sangat Tinggi
Berdasarkan hasil perhitungan reliabilitas yang telah dilakukan pada instrumen penilaian
diri, penilaian teman serta instrumen penilaian observasi dapat diketahui jika hasil
reliabilitas secara keseluruhan memiliki nilai Cronbach’s Alpha di atas 0,8 yang berarti
bahwa seluruh instrumen yang dikembangkan reliabel dengan kategori “Sangat Tinggi”
(Istiyono, 2020: 385). Hasil perhitungan reliabilitas pada setiap item dapat dilihat pada
Tabel. 20.
3. Karakteristik Instrumen
a. Uji Asumsi
Uji karakteristik instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji GRM
dengan IRT. Sebelum melakukan uji GRM terdapat beberapa asumsi yang perlu dibuktikan
sebagai syarat analisis lanjut. Beberapa asumsi yang harus terpenuhi yakni: asumsi
unidimensi, asumsi indenpendensi lokal dan asumsi invariansi parameter butir dan
kemampuan.
1) Asumsi unidimensi
Asumsi pertama yang perlu dipenuhi adalah asumsi unidimensi. Berdasarkan hasil
scree plot pada ketiga instrumen yang dapat dilihat pada gambar 10, 11 dan 12.
Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat jika nilai eigen mulai turun secara perlahan
pada faktor ke 3. Gambar tersebut menunjukan terdapat satu faktor dominan pada
instrumen yang dibuat namun pada faktor kedua juga memberikan kontribusi yang cukup
besar pula terhadap koponen varians yang dapat dijelaskan. Nilai eigen pada faktor
pertama bekali-kali lipat dari faktor kedua, sementara faktor lainnya hampir sama maka
asumsi unidimensi terpenuhi (Naga, 1992). Instrumen penilaian diri pada penelitian ini
indenpendensi lokal.
Gambar 10 Hasil Analisis Unidimensi Penilaian Teman
Mencermati gambar di atas dapat diketahui jika nilai eigen mulai landai pada faktor
ke 3. Gambar tersebut menunjukan terdapat satu faktor dominan pada instrumen namun
faktor kedua juga memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap komponen varians
2) Indenpendensi Lokal
dijawab oleh peserta didik secara independen. Analisis asumsi ini dapat dilakukan jika
dengan unidimensionalitas data respon peserta terhadap sebuah tes (Retnawati, 2014: 7).
Asumsi terakhir dalam IRT yakni invariansi parameter butir dan kemampuan.
soal yang tidak tergantung paada distribusi parameter kemampuan peserta tes dan hal
tersebut menjadi ciri jika peserta tes tidak tergantung dari ciri butir tes. Invariansi parameter
butir dilakukan dengan model GRM menggunakan program R, output analisis dapat dilihat
sebagai berikut:
Hasil scatter plot baik parameter butir dan parameter kemampuan menunjukan
kecenderungan pola titik-titik yang mendekati garis diagonal namun tidak memusat
persis pada garis diagonal. Uji invarians pada instrumen penilaian diri dapat
Hasil scatter plot pada penilaian teman baik parameter butir dan parameter kemampuan
menunjukan kecenderungan pola titik-titik yang mendekati garis terutama pada invariansi
parameter tingkat kesukaran. Secara keseluruhan pada instrumen penilaian teman dapat
butir dengan pendekatan IRT model GRM. Analisis karakteristik butir dilakukan pada 30
butir instrumen penilaian diri, 30 butir instrumen penilaian teman serta 15 butir pada
instrumen observasi. Analisis dilakukan dengan bantuan program R, berikut adalah hasil
analisisnya:
Uji kecocokan model pada data respon merupanakan tolak ukur untuk memilih model
analisis yang akan digunakan (Hartono, 2022: 141). Uji kecocokan model pada penelitian
ini tidak didasarkan pada hasil nilai chi-square karena memiliki sifat yang sensitif
terhadap ukuran sampel yang besar sehingga menggunakan dalam hal ini menggunakan
RMSEA merupakan indeks yang digunakan untuk mengkoreksi statistik chi square
dengan ukuran sampel yang besar. Kriteria yang digunakan dalam kategorisasi RMSEA
dapat dilihat pada Tabel 6. Analisis tingkat kecocokan model berfungsi untuk mengetahui
apakah model atau item yang ada fit. Hasil uji kecocokan model berdsarkan nilai RMSEA
Estimasi parameter butir dapat dilakukan setelah terpenuhinya ketiga asumsi IRT dan
dari model 2PL. GRM memiliki dua parameter butir yakni daya beda (a) dan tingkat
kesulitan (bi).
Parameter
Aspek Butir Rerata b
a b1 b2 b3
X1 0,57 -6,82 -3,60 1,60 -3,22
Bijaksana X2 0,59 -5,66 -3,08 1,70 -2,61
X3 0,66 -6,20 -3,10 0,72 -2,95
X17 -0,29 6,66 -2,13 -8,41 -3,24
X5 0,79 -6,50 -3,32 0,34 -2,29
Humanis X19 1,17 -3,21 -1,86 0,39 2,69
X20 1,38 -2,52 -1,23 0,37 -3,16
X6 0,68 -4,96 -2,53 0,94 -2,24
X7 0,11 -16,28 2,92 21,08 -2,63
Berani X8 0,97 -4,98 -3,56 -0,16 -2,34
X21 0,77 -2,70 -0,98 1,58 -1,90
X23 1,29 -2,04 -0,96 0,87 -3,48
X9 0,74 -4,60 0,12 NA -1,60
X10 0,80 -4,45 -3,05 0,08 -1,66
Adil
X24 1,76 -2,53 -1,49 0,18 -1,16
X25 1,07 -1,84 -0,56 1,56 -0,76
X11 0,81 -4,29 -2,53 -0,02 -0,78
Bisa -1,37
X12 0,63 -4,91 -2,24 2,05
meregulasi
diri X26 1,36 -2,19 -1,02 0,72 -0,35
X28 1,54 -2,48 -1,35 1,14 -0,89
X15 0,92 -5,68 -3,64 -0,83 -1,13
Spiritual X29 1,95 -2,32 -1,60 -0,20 -1,45
X30 1,68 -2,59 -1,74 -0,27 -1,60
informasi parameter butir yakni a dan b. Parameter a merupakan nilai diskriminasi atau
disebut slope dan parameter b merupakan lokasi butir atau ambang batas. Nilai parameter
a akan bagus bila nilai yang didapat lebih dari 1,5 dan tidak bernilai negatif. Sedangkan
pada parameter b atau parameter lokasi jumlahnya lebih dari 1. Instrumen karakter
memiliki empat kategori dan dikurangi satu sehingga nilai b terdapat tiga. Nilai b < -4
dan atau b > 4 memiliki nilai yang ekstrem karena rentang theta yang digunakan dari -4
hingga 4.
memiliki nilai positif. Terdapat satu butir yang memiliki nilai negatif yakni pada butir 17.
Parameter a yang memiliki nilai lebih dari 1,5 terdapat 4 butir yakni pada nomor 24, 28,
29 dan 30. Selain itu, pada parameter b1 menunjukan bahwa nilai yang ada pada 30 butir
soal berada pada rentang -16,28 hingga 6,66. Terdapat beberapa nilai ekstrem pada
parameter b1 yakni pada butir: 1, 2, 3, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 15, dan 17. Parameter b2
tidak ditemukan nilai ekstrem. Nilai ekstrem yang ditemukan pada parameter butir b3
Parameter
Aspek Butir Rerata b
a b1 b2 b3
X1 1,35 -3,02 -0,92 0,93 -0,96
X2 0,99 -3,43 -1,61 1,29 -1,40
X3 1,42 -2,38 -1,11 0,55 -1,03
Bijaksana
X16 1,23 -2,26 -0,84 1,25 -1,54
X17 1,33 -2,23 -0,93 1,30 -1,45
X18 0,88 -1,72 -0,08 1,85 -1,37
X4 1,43 -3,08 -1,66 0,46 -1,28
X5 1,32 -2,73 -1,69 0,39 -1,25
Humanis
X19 1,34 -2,46 -1,25 0,80 -1,43
X20 1,07 -2,50 -1,05 0,93 -1,57
Berani X6 1,12 -3,39 -1,44 0,90 -1,26
X8 1,60 -2,55 -1,39 0,32 -1,80
X22 0,33 -5,42 -0,02 5,99 -1,42
X9 1,81 -2,48 -1,35 0,35 -2,04
X10 1,27 -2,87 -1,60 0,43 -0,70
Adil
X24 1,46 -2,20 -1,32 0,45 -0,74
X25 1,45 -2,02 -1,07 1,06 0,00
X11 1,02 -3,06 -1,80 0,37 -1,07
X12 0,88 -3,60 -1,41 1,49 -0,92
Bisa X13 0,78 -4,43 -2,05 1,64 0,13
meregulasi
diri X26 1,54 -2,51 -1,13 0,60 -1,11
X27 1,19 -2,24 -0,59 1,07 -0,82
X28 1,00 -3,11 -1,46 1,51 -1,06
X14 1,14 -2,96 -1,68 0,80 -0,59
X15 1,09 -4,09 -2,13 0,31 -1,20
Spiritual
X29 1,45 -2,33 -1,27 0,43 -1,12
X30 1,22 -2,20 -1,19 0,25 -1.07
nilai sebagian positif. Parameter a yang memiliki nilai lebih dari 1,5 terdapat 3 butir yakni
pada nomor 8, 9 dan 26. Selain itu, pada parameter b1 menunjukan bahwa nilai yang ada
pada 27 butir soal berada pada rentang -5,42 hingga -1,72. Terdapat beberapa nilai
ekstrem pada parameter b1 yakni pada butir: 13, 15 dan 22. Parameter b2 tidak memiliki
nilai ekstrim yang melebihi rentang tetha. Nilai ekstrim yang ditemukan pada parameter
Berdasarkan analisis parameter butir pada kedua instrumen dapat diketahui masing-
masing tingkat kesulitan dan baya beda yang dimiliki. Instrumen penilaian diri tingkat
kesulitan yang paling rendah adalah butir 27 (b = -3,48), sedangkan kesulitan yang paling
tinggi berada pada butir 1 (b = 2,69). Kategori daya pembeda yang paling tinggi yakni
pada butir 29 (a = 1,95), sedangkan untuk daya pembeda paling rendah berada pada butir
17 (a = -0,29). Instrumen penilaian teman tingkat kesulitan yang paling rendah adalah
butir 9 (b = -2,04), sedangkan kesulitan yang paling tinggi berada pada butir 13 (b = 0,13).
Kategori daya pembeda yang paling tinggi yakni pada butir 9 (a = 1,81), sedangkan untuk
Selain itu,hasil dari analisis parameter butir juga memberikan informasi item
characteristic curve (ICC). Berikut adalah penjelasan mengenai hasil kurva karakteristik
butir:
Gambar di atas merupakan hasil analisis program R dengan tetha -4 sampai 4 dan
ability/ kemampuan dengan rentang 0 hingga 1. Pada butir ke 20 instrumen penilaian diri
dapat diketahui jika peserta didik yang memiliki kemampuan kurang dari -2,52 (b1 = -
2,52) akan cenderung memilih jawaban kategori STS (Sangat Tidak Sesuai), peserta didik
dengan kemampuan antara -2,52 sampai -1,23 (b2 = -1,23) akan cenderung memilih
jawaban kategori TS (Tidak Sesuai), peserta didik yang memiliki kemampuan -1,23
sampai 0,37 cenderung memilih jawaban kategori S (Sesuai) dan peserta didik yang
memiliki kemampuan lebih dari 0,37 akan cenderung memilih jawaban kategori SS
(Sangat Sesuai).
Gambar di atas merupakan hasil analisis program R dengan tetha -4 sampai 4 dan
ability/ kemampuan dengan rentang 0 hingga 1. Pada butir ke 1 item penilaian teman
dapat diketahui jika peserta didik yang memiliki kemampuan kurang dari -2,19 (b1 = -
2,19) akan cenderung memilih jawaban kategori STS (Sangat Tidak Sesuai), peserta didik
dengan kemampuan antara -2,19 sampai – 1,02 (b2 = – 1,02) akan cenderung memilih
jawaban kategori TS (Tidak Sesuai), peserta didik yang memiliki kemampuan – 1,02
sampai 0,72 cenderung memilih jawaban kategori S (Sesuai) dan peserta didik yang
memiliki kemampuan lebih dari 0,72 akan cenderung memilih jawaban kategori SS
(Sangat Sesuai).
Hasil dari fungsi informasi butir digunakan untuk menjelaskan seberapa besar butir
berkontribusi dalam mengukur karakter KD3PS. Fungsi informasi perangkat tes akan
tinggi jika butir tes memiliki fungsi informasi yang juga tinggi (Retnawati, 2014: 18).
dimiliki instrumen penilaian diri adalah 47.896 pada kemampuan (θ) sebesar -1,8 dan
SEM sebesar 1,2. Hal tersebut berarti bahwa tes akan menghasilkan informasi yang
optimal ketika digunakan pada pesserta didik dengan kemampuan -1,8. Kurva fungsi
informasi Tes dan SEM di atas berpotongan pada θ = 5,9; 1,8 dan 2,6; 0,8 sehingga dapat
disimpulkan jika instrumen penilaian diri sesuai untuk peserta didik yang memiliki
kemampuan lebih dari 5,9; 1,8 dan 2,6; 0,8. Rentang yang dimiliki instrumen penilaian
diri juga menunjukan jika instrumen dapat mengukur kemampuan peserta didik dengan
dimiliki instrumen penilaian diri adalah 39.813 pada kemampuan (θ) sebesar -1,8 dan
SEM sebesar 1,2. Hal tersebut berarti bahwa tes akan menghasilkan informasi yang
optimal ketika digunakan pada peserta didik dengan kemampuan -1,8. Kurva fungsi
informasi Tes dan SEM di atas berpotongan pada θ = 5,9; 1,9 dan 2,8; 0,8 sehingga dapat
disimpulkan jika instrumen penilaian diri sesuai untuk peserta didik yang memiliki
kemampuan lebih dari 5,9; 1,9 dan 2,8; 0,8. Rentang yang dimiliki instrumen penilaian
diri juga menunjukan jika instrumen dapat mengukur kemampuan peserta didik dengan
pelajar Pancasila serta kekuatan karakter Peterson dan Seligman. Kategorisasi yang
digunakan dalam pengukuran karakter ini berdasarkan Pusat Penilaian Pendidikan Badan
Berkembang, dan Membudaya (Abduh, 2019: 3). Berikut hasil pengukuran karakter
Tabel 24. Hasil Pengukuran Karakter KD3PS Penilaian Diri dan Teman
Tabel 24 jika disajikan dalam bentuk diagram agar mendapatkan secara lebih jelas
mengenai porporsi banyaknya kategori karakter yang terbentuk dapat dilihat pada
Gambar 17.
Gambar 17 Diagram Kategorisasi Hasil Pengukuran Karakter KD3PS Penilaian Diri
dan Teman
MemerlukanMembudaya
Bimbingan 16%
14%
Mulai Berkembang
Berkembang 30%
40%
KD3PS dengan lembar penilaian teman dan penilaian diri pada peserta didik kelas 4 dan
5 di kecamatan Pandak berada pada kategori mulai berkembang dan sudah berkembang.
1 Membudaya x ≥ 62 34 13
2 Berkembang 50 ≤ x < 62 105 41
3 Mulai Berkembang 39 ≤ x < 50 86 33
Memerlukan
4 < 39 33 13
Bimbingan
Tabel 25 jika disajikan dalam bentuk diagram agar mendapatkan secara lebih jelas
mengenai porporsi banyaknya kategori karakter yang terbentuk dapat dilihat pada
Gambar 18.
Memerlukan
Membudaya
Bimbingan 13%
13%
Mulai
Berkembang
Berkembang
33%
41%
KD3PS dengan instrumen observasi pada peserta didik kelas 4 dan 5 di kecamatan
Kepraktisan instrumen ditinjau dari kepraktisan penggunaan instrumen yang dievaluasi oleh
guru. Tujuan dikembangkannya instrumen penilaian karakter ini yakni memudahkan guru
dalam menilai karakter peserta didik sesuai karakter pada kurikulum merdeka. Evaluasi yang
Pengukuran dilakukan dengan peneliti memberikan angket kepada guru kelas berkaitan
dengan penggunaan ketika instrumen meliputi kemudahan penggunaan, waktu yang diperlukan
serta biaya yang diperlukan. Hasil evaluasi pengunaan instrumen dapat dilihat pada Tabel 26.
Tabel. 26 Hasil Evaluasi Penggunaan Instrumen
Berdasarkan Tabel 26 dapat dilihat bahwa 10 dari 12 guru menjawab bahwa instrumen yang
dikembangkan mudah digunakan, tepat untuk kelas 4 dan 5 serta cepat dalam pengunaannya.
Terdapat dua guru yang memiliki perbedaan jawaban yakni menyatakan jika instrumen yang
dikembangkan rumit, memerlukan waktu yang lama serta berat untuk digunakan pada jenjang
kelas 4 dan 5 SD. Secara keseluruhan kepraktisan pengguanaan instrumen memiliki hasil yang
C. Revisi Produk
Revisi produk dilakukan setelah dilakukan validasi yang kemudian digunakan untuk uji
coba instrumen. Uji coba dilakukan satu kali secara luas untuk mengetahui kualitas instrumen.
Hasil dari uji coba skala luas tersebut akan dianalisis lebih jauh untuk mendapatkan produk
Tahapan revisi pertama dilakukan atas dasar hasil validasi oleh kelima validator. Hasil
validasi berupa data kualitatif dan kuantitatif. Hasil kualitatif berupa kritik dan saran terhadap
setiap butir pada ketiga instrumen, sedangkan hasil kuantitatifnya berupa skor dengan rentang
1-4 untuk menilai kesesuaian antara butir soal dengan indikator. Validasi digunakan untuk
mengukur konstruk serta kualitas instrumen yang dikembangkan. Hasil validasi atas ketiga
instrumen dengan rumus Aiken’s V memiliki hasil sangat memuaskan yakni hampir seluruh
item yang dikembangkan memiliki validitas yang sangat tinggi. Kategorisasi kriteria validitas
menggunakan kategori yang ada pada buku Istiyono (2020) berdasarkan hasil nilai V.
Berdasarkan hasil yang sudah ada maka instrumen direvisi dan digunakan untuk uji coba.
Setelah dilakukan uji coba, instrumen yang dikembangkan haruslah dikaji lebih lanjut dengan
dilakukan analisis CFA dan Alpha Cronbach. Hasil dari analisis Alpha Cronbach yakni ketiga
instrumen yang dikembangkan memiliki nilai reliabilitas sangat tinggi serta berdasarkan
analisis CFA terdapat beberapa butir soal yang harus dieliminasi. Hasil dari analisis
Produk akhir yang dikembangkan dalam penelitian ini berupa skala penilaian karakter
KD3PS (18 Karakter Kemendikbud, Profil Pelajar Pancasila, Kekuatan Karakter Peterson &
Seligman) untuk peserta didik kelas 4 dan 5 SD yang terdiri atas tiga instrumen (penilaian diri,
penilaian teman, penilaian observasi). Aspek-aspek yang ada dalam instrumen ini adalah
Analisis validitas yang digunakan adalah formula Aiken’s V dan CFA, analisis reliabilitas
yang digunakan adalah Alpha Cronbach dan ICC. Validitas dan reliabilitas dilakukan guna
mengukur sejauh mana tes dapat mengukur apa yang diteliti serta konsistensinya (Branch,
2009: 190). Selain itu pada penelitian ini juga meneliti tentang karakteristik butir instrumen
menggunakan IRT model GRM. Model GRM digunakan untuk menguji instrumen berbasis
skala berjenjang atau sering disebut politomus (Sethar et al., 2022). Penggunaan model GRM
dalam IRT harus memenuhi ketiga asumsi: unidimensi, indenpendensi local dan invariansi
parameter.
Analisis GRM pada uji kecocokan model dievaluasi dengan menggunakan nilai RMSEA.
Hasil analisis uji kecocokan model pada instrumen penilaian diri dan penilaian teman telah
E. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini terlah berhasil mengembangkan instrumen penilaian karakter yang dinamai
KD3PS untuk peserta didik kelas 4 dan 5. Instrumen yang dikembangkan telah dibuktikan
dengan analisis validitas dan reliabilitas baik. Adupun beberapa keterbatasan dalam penelitian
ini meliputi:
1. Sekolah yang digunakan masih menggunakan kurikulum 2013 dan baru berada pada masa
peralihan menjadi kurikulum merdeka. Hal ini belum dapat menguji kelayakannya jika
diterapkan pada sekolah yang sudah menggunakan kurikulum merdeka secara utuh.
2. Kurangnya ketertarikan peserta didik dalam mengisi penilaian diri dan teman sehingga
terdapat siswa yang mengisinya secara random yang mengakibatkan hasil penelitian tidak
seluruhnya digunakan.
BAB V
1. Konstruk instrumen penilaian karakter yang terdiri dari 6 aspek dan 15 indikator. Aspek
yang ada dalam instrumen yakni: bijaksana, humanis, berani, adil, bisa meregulasi diri dan
spiritual.
2. Kualitas instrumen yang dikembangkan dilihat dari analisis validasi dengan formula Aiken’s
V dan CFA. Hasil perhitungan validitas isi dengan formula Aiken’s diketahui bahwa ketiga
instrumen yang dikembangkan memiliki nilai validitas “Tinggi” hampir di seluruh itemnya.
Hanya terdapat dua item yang memiliki kategori validitas “Sedang” pada nomor 19 dan 24
di instrumen penilaian diri serta nomor 19, 24 dan 25 pada instrumen penilaian teman. Hasil
validasi isi untuk instrumen observasi, seluruhnya memiliki nilai validitas dengan kategori
“Tinggi”. Hasil validitas konstruk dengan CFA didapatkan hasil jika ketiga instrumen yang
digunakan memiliki beberapa item yang perlu dihilangkan karena memiliki nilai factor
loading < 0,35. Selain itu dengan analisis goodnes of fit, ketiga instrumen (penilaian diri,
penilaian teman dan observasi) memiliki nilai model yang “Fit”. Analisis reliabilitas yang
digunakan adalah reliabilitas dengan Alpha Cronbach dan ICC. Hasil perhitungan
reliabilitas dengan ICC memiliki kategori nilai “Tinggi” pada instrumen penilaian diri dan
“Sangat Tinggi” pada penilaian antar teman serta observasi. Reliabilitas dengan Alpha
Cronbach ketiga instrumen yang dikembangkan memiliki nilai reliabilitas dengan kategori
“Sangat Tinggi”.
3. Karakteristik instrumen dilakukan dengan analisis GRM (Graded Response Theory) dengan
bantuan program R. Hasil analisisnya ialah butir instrumen yang disusun dapat digunakan
memiliki hasil sudah berkembang dan mulai berkembang. Persentase yang didapatkan pada
instrumen peilaian diri dan teman memiliki nilai yang sama persis, sedangkan pada
penilaian observasi memiliki nilai persentase yang berbeda dengan kedua instrumen
sebelumnya.
5. Kepraktisan penggunaan instrumen ditinjau dari penilaian 12 guru (user) dengan 10 item
pertanyaan meliputi aspek kemudahan, ketepatan dan kecepatan. Hasil yang diperoleh ialah
instrumen sangat mudah digunakan, tidak memerlukan waktu yang lama dan tepat
digunakan pada peserta didik kelas 4 & 5 SD. Terdapat dua guru yang tidak sepenuhnya
setuju dengan 10 guru lainnya yakni poin penggunaannya rumit dan terlalu berat untuk
Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk para guru/ fasilitator dalam membuat instrumen
penilaian karakter baik yang masih menggunakan kurikulum 2013 dan kurikulum merdeka.
Dapat dijadika referensi bagaimana cara pengembangan instrumen penilaian afektif khususnya
untuk peserta didik kelas 4 dan 5 SD. Produk akhir pada penelitian ini merupakan hasil
pengembangan instrumen penilaian karakter yang telah melalui uji coba pada peserta didik dan
Setelah melakukan penelitian ini, ada beberapa saran yang dapat dilakukan pada penelitian
1. Konstruk instrumen penilaian karakter perlu dilakukan uji coba kepada peserta didik
kelas 6 untuk mengetahui apakah secara konstruk (penulisan, Bahasa, dsb) dapat
2. Analisis kualitas instrumen bisa dilakukan dengan berbgai rumus atau formula lain untuk
secara wawancara atau menggunakan kuesioner terbuka untuk menampung masukan dan
peneliti ikut terjun di lapangan sehingga anak-anak merasa lebih nyaman dan tidak
seperti dibatasi dalam berperilaku serta dilakukan dengan waktu yang lebih lama.
5. Prototype produk sebaiknya memiliki jumlah yang lebih sedikit sehingga peserta didik
6. Dalam pengerjaanya peserta didik harus dipantau oleh guru/ fasilitator karena anak
Produk yang dihasilkan berupa instrumen penilaian karakter dalam bentuk penilaian diri,
penilaian teman dan observasi. Produk yang dikembangkan diharapkan bisa digunakan dalam
penilaian di sekolah sehingga mempermudah guru dalam menilai aspek afektif peserta
didiknya. Hasil dari pengembangan instrumen ini akan dipublikasikan melalui artikel dengan
harapan dapat menjadi salah satu referensi dalam membuat instrumen penilaian yang serupa.
Instrumen yang dikembangkan diujicobakan pada peserta didik sekolah dasar kelas 4 dan 5