Anda di halaman 1dari 7

PENGUATAN KARAKTER ANAK BANGSA DI INDONESIA

MELALUI PENDIDIKAN JASMANI

Dinda Arisetya Purwadi


Universitas Negeri Malang
dindaarisetya@gmail.com

Abstrak: Penelitian ini bertujuan melakukan literature review mengenai penguatan karakter
anak bangsa diindonesia melalui Pendidikan jasmani. Metode yang digunakan adalah
deskriptif kualitatif. Subjek penelitian adalah anak usia dini. Pendidikan karakter dapat
dilakukan bersamaan dengan kegiatan belajar mengajar yang diintegrasikan dalam setiap
mata pelajaran termasuk Pendidikan jasmani. Dalam Pendidikan jasmani terkandung nilai-
nilai karakter seperti sportifitas, kejujuran, keberanian, kerja keras, pengendalian diri,
tanggung jawab, kerjasama, keadilan, dan menghargai lawan serta sebagainya yang dapat
diintegrasikan dalam aktivitas gerak dan dalam berbagai bentuk permainan. Pendidikan
karakter dapat dibentuk salah satunya melalui pendidikan jasmani, melalui aktivitas motorik
yang dilakukan secara terus-menerus, sehingga menjadi kebiasaan. Pendidikan jasmani
memiliki peran penting dan andil besar dalam mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan
nasional yang menunjang pendidikan karakter bangsa. Pendidikan jasmani di sekolah
memiliki tujuan kognitif, psikomotor dan afektif. Pembentukan karakter anak adalah melalui
pendidikan jasmani anak dibiasakan hidup sportif. Dalam pendidikan jasmani anak dituntut
untuk melakukan tanggung jawab, jujur, kerja sama, dan toleransi. Pengembangan karakter
akan terlaksana dengan pembiasaan yang dilakukan dalam pendidikan jasmani. Selain dalam
pendidikan formal olahraga juga mampu memberikan penanaman jiwa sportifitas dimana
jiwa sportifitas tersebut membangun karakter yang sportif. Mengakui kekalahan,
menghormati lawan, menegakkan fair play dan mampu memberikan penghargaan atas
dirinya sendiri dan orang lain.

Kata kunci: Karakter, Anak Bangsa, Pendidikan jasmani


PENDAHULUAN
Masalah karakter dan moralitas selalu menjadi isu penting dan perdebatan sengit di
bidang pendidikan. Hal ini mungkin disebabkan oleh kenyataan bahwa pendidikan di
Indonesia cenderung hanya menekankan pada pengembangan intelektual saja tanpa lebih
memperhatikan kepribadian, faktor afektif, nilai moral, dan keterampilan. Hal ini juga
didukung dengan ujian tulis nasional yang hanya berfokus pada aspek pengetahuan. Sekolah
dan guru memegang peranan penting, mereka memiliki tanggung jawab untuk belajar siswa,
baik dalam aspek kognitif, efektif, dan keterampilan. Dalam beberapa tahun terakhir,
beberapa argumen telah dibuat untuk reorientasi tujuan pendidikan untuk memprioritaskan
tidak hanya pembelajaran akademik tetapi juga kompetensi emosional, sosial, dan etika.
Perkembangan emosi pada anak dan remaja juga menarik perhatian dunia pendidikan (Lu &
Buchanan, 2014). Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional dalam Pasal 3 menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa. Manusia yang berakhlak mulia, menjadi pribadi yang sehat, berilmu, cakap,
kreatif, dan mandiri. Seseorang yang akan menjadi warga negara yang demokratis dan
bertanggung jawab. Berdasarkan undang-undang ini, jelas bahwa pendidikan nasional ingin
membentuk karakter bangsa yang lebih beradab dan bermartabat. Artinya, hukum jelas
ditujukan tidak hanya untuk meningkatkan pengetahuan tetapi juga menekankan karakter
positif.
Usia kanak-kanak atau yang biasa disebut para ahli psikologi sebagai usia emas
terbukti merupakan periode yang sangat baik untuk mengembangkan segala potensi
kecerdasan serta untuk menanamkan nilai-nilai positif pada diri anak. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa sekitar 50 persen variabilitas kecerdasan orang dewasa sudah terjadi
ketika anak berusia empat tahun. Peningkatan 30 persen berikutnya terjadi pada usia delapan
tahun, dan 20 persen sisanya setelah anak melewati periode tersebut. Dari hal tersebut, sudah
sepatutnya pendidikan karakter dimulai dari dalam keluarga, yang merupakan lingkungan
pertama bagi pertumbuhan karakter anak. Anak-anak adalah generasi yang akan menentukan
nasib bangsa di kemudian hari. Karakter anak yang terbentuk sejak sekarang akan sangat
menentukan karakter bangsa di masa yang akan datang. Karakter anak-anak akan terbentuk
dengan baik, jika dalam proses tumbuh kembangnya mendapatkan cukup ruang untuk
mengekspresikan diri secara leluasa. (Yuliawan, 2020).
Beberapa permasalahan khususnya dalam karakter anak yang seharusnya lebih
diperhatikan dan ditekankan dalam sebuah proses pembelajaran pendidikan jasmani.
Pendidikan jasmani mengemban tanggung jawab yang sama dengan mata pelajaran lain
dalam mengembangkan karakter siswa dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu,
Pendidikan jasmani bukan merupakan mata pelajaran pelengkap tetapi merupakan aset
nasional yang diharapkan dapat berfungsi secara optimal untuk membangun bangsa dan
karakter masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, setiap guru pendidikan jasmani harus mampu
mengembangkan karakter siswa dalam proses pembelajaran.
Pemahaman dan keterampilan guru pendidikan jasmani dalam mengembangkan
karakter siswa melalui pembelajaran pendidikan jasmani sangat dibutuhkan, dimana guru
pendidikan jasmani menjalankan fungsinya sebagai pendidik dan tidak hanya mentransfer
pengetahuan tetapi juga mentransfer nilai untuk menumbuhkan nilai-nilai karakter bangsa.
pada siswa dalam mempersiapkan generasi emas yang bertaqwa, nasionalis, tahan lama,
mandiri, dan memiliki keunggulan kompetitif global (Julia & Supriyadi, 2018). Tujuan
mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya yang
berarti manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
berilmu dan terampil, sehat jasmani dan rohani, yang mantap dan mandiri, kepribadian, dan
rasa tanggung jawab bermasyarakat dan berbangsa (UU No 20 Tahun, 2003). Dalam
pendidikan karakter mengapresiasi Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 tentang
Penguatan Pendidikan Karakter, yang ditindaklanjuti dengan Keputusan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penguatan Pendidikan
Karakter pada satuan pendidikan formal dengan mengembangkan lima karakter inti yaitu
religius, nasionalis, mandiri, gotong royong, dan integritas sebagai nilai-nilai kebangsaan.
yang perlu dikembangkan pada siswa di sekolah. Isu pendidikan karakter dalam kaitannya
dengan pendidikan jasmani telah lama menjadi wacana dalam dunia pendidikan. Ada
beberapa penelitian terkait masalah karakter dalam pendidikan jasmani, misalnya pada tahun
2000-an, ada (Crum, 2006) yang berjudul Character Development through Sport Empirisy
Evidence or Wishful Thinking? Dan (Arifin & Warni, 2017) yang berjudul Character
Building Values in Sports Development. Studi-studi tersebut menyatakan bahwa pendidikan
jasmani merupakan aset yang dapat digunakan dalam menumbuhkan karakter pada siswa atau
insan olahraga.

METODE
Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan menggunakan
data base google scholar. Pencarian online dilakukan untuk mencari sumber yang relevan
mengenai penguatan karakter anak bangsa di indonesia melalui pendidikan jasmani
menggunakan kata kunci pada google scholar “penguatan karakter” dan “pendidikan
jasmani”. populasi/sampel/subjek penelitian adalah anak usia dini.

PEMBAHASAN
Membentuk akhlak mulia pada diri siswa bukanlah hal yang sederhana namun bukan
tidak mungkin. Membangun karakter membutuhkan kesabaran, ketekunan, waktu yang lama,
metode, teknik atau strategi yang tepat, dan lingkungan yang mendukungnya. Oleh karena
itu, pengembangan karakter tidak dapat dipelajari tanpa mengacu pada interaksi sosial yang
kita alami bahkan sejak dini (Maraj, 1965). Demikian pula, pembentukan karakter tidak dapat
dilakukan oleh satu atau dua mata pelajaran secara parsial tetapi harus dilakukan oleh semua
mata pelajaran secara komprehensif. (Sukadiyanto, n.d.) menyatakan bahwa Pendidikan
jasmani memiliki dua pengertian yaitu pendidikan melalui aktivitas jasmani. Pendidikan
melalui kegiatan jasmani artinya kegiatan jasmani dalam Pendidikan jasmani digunakan
sebagai alat atau media untuk mendidik, sedangkan tujuan pendidikan sama dengan
pendidikan pada umumnya yaitu aspek kognitif, afektif, psikomotorik, dan kinestetik. Hal ini
dapat berarti bahwa Pendidikan jasmani tidak hanya berurusan dengan masalah fisik tetapi
juga aspek mental, emosional, dan sosial (Wuest & Walton-fisette, n.d.).
Karakter merupakan poros pendidikan (Dalyono & Lestariningsih, 2016).
Penyelenggaraan proses pendidikan di Indonesia harus sejalan dengan fungsi dan tujuan yang
diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 bahwa pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab (“Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional,” 2006). Menurut (Jay B Nash,
1933) ada enam poin penting yang perlu ada dalam upaya pengembangan karakter. poin-
poinnya adalah 1) pendidikan harus menjadi fenomena yang dilakukan, 2) anak harus tertarik
pada tindakan, 3) partisipasi dalam kegiatan harus memuaskan, 4) kegiatan harus
menawarkan peluang untuk integrasi, 5) kegiatan harus memberikan kesempatan untuk
kepemimpinan dan pengikut, dan 6) kegiatan harus menawarkan kesempatan untuk
mengarahkan diri.
(Abduljabar, 2014) menyatakan bahwa pendidikan jasmani dapat digunakan sebagai
proses mediasi untuk pembentukan karakter siswa yang positif dengan selalu berfokus pada
nilai tugas belajar gerak yang dirancang dalam setting intervensi intelektual, emosional, dan
sosial. Pendekatan pembelajaran yang perlu digunakan dalam upaya pembentukan karakter
positif adalah pendidikan nilai, pengajaran reflektif, pengajaran kontekstual, serta pengajaran
pembelajaran dan pola pendampingan dan pengasuhan dalam suasana alam yang positif.
Pendidikan jasmani perlu diarahkan kembali ke fitrahnya sebagai pendidikan melalui
aktivitas jasmani (back to basics). Proses penanaman karakter dalam pembelajaran
Pendidikan jasmani yang berorientasi pada nilai aktivitas fisik perlu dilakukan secara
didaktis. Selain itu, guru Pendidikan jasmani perlu mengubah paradigma dalam mengajar
Pendidikan jasmani dari head start to heart start sebagaimana diungkapkan (Ratna, 2009)
bahwa salah satu penyebab hilangnya karakter dalam dunia pendidikan adalah karena
paradigma pendidikan cenderung menekankan lebih pada head start (kecerdasan IQ)
daripada heart start (kecerdasan emosional). Ia berpendapat bahwa paradigma headstart
menekankan bahwa anak “harus bisa…” sehingga ada kecenderungan anak belajar terlalu
dini (early child training). Kasus-kasus seperti gangguan kepribadian anti sosial,
ketidakmampuan belajar, dan lain-lain merupakan hasil dari paradigma pendidikan headstart.
Dalam pendidikan jasmani, aktivitas fisik merupakan salah satu ciri khusus yang
harus ada sebagai penanda pendidikan jasmani. Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) melekat
dalam pendidikan jasmani, kalau anak tidak bergerak berarti belum melakukan pendidikan
jasmani. Pendidikan jasmani sebagai salah satu mata pelajaran yang disajikan di sekolah,
menggunakan aktivitas fisik dengan persentase yang lebih banyak digunakan sebagai media
pembelajaran, maka proporsi psikomotor lebih banyak proporsinya dalam pembelajaran
pendidikan jasmani dibanding dengan kawasan kognitif dan afektif. Aktivitas fisik (jasmani)
akan berhasil apabila dilakukan berdasarkan prinsip yang benar, memiliki isi, strategi yang
digunakan tepat, dan dilakukan evaluasi secara tepat. Keberhasilan tersebut akan lebih tinggi
apabila dilakukan selaras dengan teori belajar gerak yang meliputi tiga tahapan: (1) kognisi,
(2) asosiasi, dan (3) otomatisasi. Pembentukan karakter berada pada tahap asosiasi. Peserta
didik diberi kesempatan untuk melakukan kegiatan fisik sebanyak mungkin melalui
permainan dan olahraga, sehingga karakternya akan terbentuk. pendidikan jasmani adalah
suatu wahana atau wadah untuk mendidik anak baik secara jasmani maupun rohani agar bisa
tumbuh dan berkembang secara baik sehingga mempunyai kepribadian yang baik pula
(Yuliawan, 2020). Pembentukan karakter anak adalah melalui pendidikan jasmani dengan
membiasakan hidup sportif. Mengingat slogan dari olahraga adalah sportifitas anak akan
dituntut untuk melakukan hal-hal yang terkandung dalam sportifitas tersebut. Dalam
pendidikan jasmani anak dituntut untuk melakukan tanggung jawab, jujur, kerja sama, dan
toleransi. Pengembangan karakter akan terlaksana dengan pembiasaan yang dilakukan dalam
pendidikan jasmani.
Ada dua jenis karakter berbeda yang dianut dalam lingkungan olahraga yaitu nilai
sosial (social character) dan nilai moral (moral character) (Rudd, n.d.). rekomendasi dibuat
untuk penekanan yang diperlukan pada pengembangan karakter moral. Sementara itu,
pengembangan karakter dalam pendidikan jasmani menunjukkan bahwa konteks aktivitas
jasmani yang tertata dengan baik berdampak pada pertumbuhan moral yang positif. Oleh
karena itu, guru jasmani dan olahraga memiliki tanggung jawab dan kesempatan untuk
menciptakan situasi yang akan meningkatkan perkembangan karakter anak atau peserta didik.
(Adi, 2019). Untuk meningkatkan kualitas hidup siswa melalui pendidikan jasmani dan
olahraga, kita harus lebih memperhatikan. Selanjutnya, kita harus membimbing dan
memantau latihan fisik di waktu luang mereka, mengatasi masalah yang muncul. Hal ini
sangat berharga untuk pengembangan kemampuan dan karakter siswa (Feng, 2007). Program
pendidikan jasmani yang terorganisir dan diajarkan dengan baik dapat memberikan kontribusi
yang luar biasa bagi proses sosialisasi dalam kurikulum sekolah. Kurikulum memiliki
kewajiban untuk berkontribusi pada perkembangan sosial dan moral generasi muda.
(Maksum, 2017b) menjelaskan bahwa karakter dalam dunia olahraga atau Pendidikan
jasmani hanyalah klaim tanpa bukti ilmiah, namun tidak sepenuhnya benar dan tidak
sepenuhnya salah. Hal ini sangat erat kaitannya dengan profesionalisme seorang guru.
Kegagalan Pendidikan jasmani dalam membangun karakter siswa erat kaitannya dengan
kualitas seorang guru karena Pendidikan jasmani yang berkualitas lahir dari guru yang
berkualitas (Maksum, 2017a). Guru kurang berkualitas karena tidak menunjukkan
profesionalisme dan cenderung menghindari kesulitan serta ingin mendapatkan hasil yang
instan (Supriyadi & Julia, 2019). Sedangkan pembelajaran profesional guru adalah proses
yang kompleks, yang membutuhkan keterlibatan kognitif dan emosional guru secara individu
dan kolektif, kapasitas dan kemauan untuk memeriksa di mana masing-masing berdiri dalam
hal keyakinan dan pembacaan serta penerapan alternatif yang tepat untuk perbaikan atau
perubahan (Avalo, 2011).
Wujud nyata sebagai pendidik dalam menerapkan pendidikan karakter adalah menjadi
panutan dan contoh bagi anak. Setiap individu dapat mengajar namun attitude yang harus
ditegakkan. Karena setiap individu memiliki karakter yang bermacam-macam. Dalam
penanaman karakter pada anak yaitu membiasakan anak dalam hidup sehari-hari berjiwa
sportif. Melalui pendidikan jasmani mendasari jiwa karaker itu dengan melaksanakan
sportifitas dalam suatu aktivitas. Melalui pendidikan jasmani seseorang akan memiliki
tanggungjawab, rasa hormat dan memiliki kepedulian dengan sesama. Nilai-nilai ketekunan,
kejujuran dan keberanian juga dapat diperoleh dari aktivitas olahraga dan tentu masih banyak
lainnya. Selain itu merupakan langkah awal untuk memosisikan kembali olahraga dalam
pembentukan karakter. Dalam hal ini yang harus digaris bawahi adalah sosok pendidik
sebagai panutan anak dalam menanamkan jiwa sportif anak melalui pendidikan jasmani.
Ketika pembelajaran Pendidikan jasmani perlu mengembangkan karakter positif siswa
atau menekankan pada pendidikan karakter, maka fokus pengajaran perlu berada pada
konteks pembelajaran siswa untuk pengembangan sosial siswa dan mengesampingkan
keterampilan teknis keterampilan cabang olahraga tertentu. Inilah yang disebut Pendidikan
jasmani terintegrasi (Suherman, 2018). Oleh karena itu, guru Pendidikan jasmani dituntut
untuk aktif, inovatif, dan kreatif dalam mengajar agar anak memiliki kemauan atau
kenyamanan yang kuat dalam belajar. Guru Pendidikan jasmani juga perlu mengubah gaya
belajar yang bersifat konvensional yang cenderung monoton, dan tidak menarik. Selain itu,
guru Pendidikan jasmani juga perlu mengembangkan model pembelajaran yang mendukung
keberhasilan proses pengajaran. Guru perlu senantiasa merefleksikan diri dan terus berupaya
meningkatkan kualitas pembelajaran, serta memahami gaya belajar dan gaya mengajar yang
dapat menciptakan perubahan dalam proses pembelajaran. Model pembelajaran juga dapat
diartikan sebagai pendekatan untuk menghadapi perubahan perilaku siswa secara adaptif atau
generatif (Hanafiah, 2009). Selain itu, model pembelajaran juga dapat membantu siswa dalam
mencapai tujuan pembelajaran (Novak, 2005). Kemampuan guru untuk mengembangkan
model menyarankan bahwa guru juga harus memiliki keterampilan literasi (Julia &
Supriyadi, 2018), dengan menggali penelitian yang dapat meningkatkan kemampuannya
seperti bagaimana meneliti pembelajaran guru dan mengusulkan atau mendiskusikan model
pembelajaran guru profesional (Zeichner, 2021). Hal ini dilakukan dalam upaya
meningkatkan cara belajar guru dan berubah dengan mengembangkan teori atau menerapkan
teori pada pembahasan perubahan guru (Clarke, 2002).
PENUTUP
Pendidikan merupakan salah satu bagian hidup dari setiap individu. Melalui
pendidikan jasmani dapat memberikan unsur-unsur karakter positif bagi setiap individu.
Pendidikan jasmani juga memberikan pembiasaan berperilaku sportif sehingga membiasakan
individu memilki jiwa yang berkarakter. Melalui pendidikan jasmani diharapkan mampu
memberikan karakter yang dapat meningkatkan anak dalam hal positif. Sehingga dapat
menjadi manusia yang memiliki mental dan sifat yang dapat memberikan sumbangan positif
bangsa. Karakter anak yang dibentuk melalui pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan
juga dituntut peran dari pendidik atau guru yang memiliki karakter yang bagus. Disamping
itu pendidik juga dituntut sebagai pedoman karakter anak didik di sekolah.

DAFTAR RUJUKAN

Abduljabar, B. (2014). Memperkokoh Pendidikan Karakter Melalui Mediasi Aktivitas


Jasmani Berbasis Nilai. Jurnal Pendidikan Karakter, 2, 121576.
https://doi.org/10.21831/jpk.v0i2.2180
Adi, S. (2019). The Formation of Student Character through the Active Role of Physical
Education Teachers as a Role Model. 7(Icssh 2018), 75–79.
https://doi.org/10.2991/icssh-18.2019.18
Julia, & Supriyadi, T. (2018). The Implementation of Character Education at Senior High
School. SHS Web of Conferences, 42, 00085.
https://doi.org/10.1051/shsconf/20184200085
Lu, C., & Buchanan, A. (2014). Developing Students’ Emotional Well-being in Physical
Education. Journal of Physical Education, Recreation & Dance, 85(4), 28–33.
https://doi.org/10.1080/07303084.2014.884433
Maksum, A. (2017a). Kualitas Guru Pendidikan Jasmani di Sekolah: Antara Harapan dan
Kenyataan. Universitas Negeri Surabaya, August 2008, 1–32.
Maksum, A. (2017b). Riset Karakter dalam Pendidikan Jasmani. Seminar Nasional:
Implementasi Nilai-Nilai Luhur Olahraga Dalam Pembentukan Karakter Melalui
Pendidikan Jasmani, November, 1–11.
Novak, joseph D. (2005). Learning How To Learn. In Innovative Corporate Learning (pp.
20–41). https://doi.org/10.1057/9780230288799_6
Rudd, A. (n.d.). Which “Character” Should Sport Develop?
Suherman, A. (2018). The Implementation Of Character Education Values In Integrated
Physical Education Subject In Elementary School. SHS Web of Conferences, 42, 00045.
https://doi.org/10.1051/shsconf/20184200045
Sukadiyanto. (n.d.). PERANAN MATAKULIAH PENDIDIKAN JASMANI DI PERGURUAN
TINGGI. 304–318.
Supriyadi, T., & Julia, J. (2019). The problem of students in reading the Quran: A reflective-
critical treatment through action research. International Journal of Instruction, 12(1),
311–326. https://doi.org/10.29333/iji.2019.12121a
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional. (2006). Biotechnologia Aplicada, 23(3), 202–210.
Wuest, D., & Walton-fisette, J. (n.d.). Foundations Of Physical Education , Exercise
Science , And Sport.
Yuliawan, D. (2020). PEMBENTUKAN KARAKTER ANAK DENGAN JIWA SPORTIF
MELALUI PENDIDIKAN JASMANI OLAHRAGA DAN KESEHATAN.
PENGARUH PENGGUNAAN PASTA LABU KUNING (Cucurbita Moschata) UNTUK
SUBSTITUSI TEPUNG TERIGU DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG ANGKAK
DALAM PEMBUATAN MIE KERING, 2(1), 274–282.
Zeichner, K. (2021). Research on Teacher Thinking and Different Views of Reflective
Practice in Teaching and Teacher Education. Teachers’ Minds And Actions, 16–35.
https://doi.org/10.4324/9780203975626-7

Anda mungkin juga menyukai