Nama : Fitriani
Nim : A24118077
Kelas : A
Universitas Tadulako
2020
I. Tujuan Penulisan
Karakter dimaknai sebagai cara berfikir dan berperilaku yang khas tiap individu
untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, dan
negara. Karakter dapat dianggap sebagai nilai- ilai perilaku manusia yang berhubungan
dengan Tuhan Yang Maha esa, diri, sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan
kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan
berdasarkan norma- norma agama, hukum, tata karma , budaya , adat istiadat, dan
estetika. Karakter dalah perilaku yang tampak dalam kehidupan sehari –hari baik dalam
bersikap maupun dalam bertindak. Warsono dkk. (2010) mengutip Jack Corley dan
Thomas Philip (2000) menyatakan : “ Karakter merupakan sikap dan kebiasaan seseorang
yang memungkinkan dan mempermudah tindakan moral.”
Menurut KBBI (2009) Karakter merupakan sifat- sifat kejiwaan, akhlak atau budi
pekerti yang membedakan sesorang denan yang lain. Sementara Scerenko (1997)
mendefinikan karakter sebagai artibrut atau ciri- ciri yang membentuk dan membedakan
cir- pribadi , ciri etis, dan kompleksitas mental dari seseorag, suatu kelompok atau
bangsa. Dengan demikian karakter adalah nilai- nilai yang unuk – baik yang terpati dalam
diri dan terejawantahkan dalam perilaku (Kementrian Pendidikan Nasional, 2010)
Sebagai identitas atau jati diri suatu bangsa, karakter merupakan nilai dasar
perilaku yang menjadai acuan tata nilai interaksi antar manusia. Secara universal karakter
dirumuskan sebagai nilai hidup bersama berdasarkan atas pilar: kedamaian (peace),
menghargai (respect), kerja sama (cooperation), kebebasan ( freedom), kebahagiaan
( happiness), kejujuran (honesty), kerendahan hati (humility), kasing sayang (love),
tanggung jawab (responsibility), kesederhanaan (simplicity), toleransi (tolerance), dan
persatuan (unity).Karakter dapat dimaknai sebagai nilai dasar yang membangun pribadi
seseorang, terbentuk baik karena pengaruh hereditas (keturunan) maupun pengaruh
lingkungan, yang membedakan dengan orang lain, serta diwujudkan dalam sikap dan
perilakunya dalam kehidupan sehari – hari.
Tujuan pendidikan memuat gambaran tentang nilai-nilai yang baik, luhur, pantas,
benar, dan indah untuk kehidupan. Karena itu tujuan pendidikan memiliki dua fungsi
yaitu memberikan arah kepada segenap kegiatan pendidikan dan merupakan sesuatu yang
ingin dicapai oleh segenap kegiatan pendidikan.
Pendidikan Karakter adalah upaya sadar dan sungguh – sungguh dari seseorang
guru untuk mengajarkan nilai –nilai kepada siswanya (Winton,2010). Pendidikan
karakter telah menjadi sebuah pergerakan pendidikan yang mendukung pengembangan
sosial, pengembangan emosional, dan pengembangan etik para siswa. Pendidikan
Karakter juga dapat didefinikan sebagai pendidikan yang mengembangkan karakter yang
mulia (good character) dari peserta didik dengan mempraktikan dan mengajarkan nilai-
nilai moral dan pengambilan keputusan yang beradab dalam hubungan dengan sesama
manusia maupun dalam hubungannya denga Tuhannya. Kemudian definisi tersebut
dikembngkan oleh Departemeb Pendidikan Amerika Serikat “Pendidikan karakter
mengajarkan kebiasaan berpikir dan kebiasaan berbuat yang dapat membantu orang –
orang hidup dan bekerja bersama sebagai keluarga, sahabta, tetangga, masyarakat, dan
bangsa.”
Jadi, pedidikan karakter adalah proses pemberian tuntuna kepada peserta didik
untuk menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati, pikir, raga, serta
rasa dan karsa. Pendidikan karakter dapat dimaknai ssebagi pendidikan nilai, pendidikan
budi pekerti, pendidikan watak, pendidikan moral, yang bertujuan mengembangkan
kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik – buruk, memelihara apa
yang baik, dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari – hari dengan sepenuh
hati. Pendidikan karakter dapat pula dimaknai sebagai upaya yang terencara untuk
menjadikan peserta didik mengenal, peduli, dan menginternalisasi nilai- nilai sehingga
peserta didik berperilaku sebagi insan kamil.
Makna pendidikan sebagi suatu sistem penanaman nilai – nilai karakter kepada
warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan
tindakan untuk melaksanakan nilai- nilai tersebut baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan
kamil. Penanaman nilai kepada warga sekolah maknanya bahwa pendidikan karakter baru
akan efektif jika tidak hanya siswa, tetapi juga para guru, kepala sekolah dan tenaga non-
pendidik di sekolah semua harus terlibat dalam pendidikan karakter.
B. Landasan Pendidikan Karakter
Dalam pengertisn yang lebih luas pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai
pendidikan nilai, pendidikan moral, pendidikan budi pekerti dan pendidikan watak yang
bertujuan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan
baik-buruk, memelihara yang baik dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan karakter
memiliki empat prinsip (Koesoema,2006) yaitu: 1) keteraturan setiap tindakan dan diukur
berdasarkan hierarki nilai. 2) koherensi yang memberikam keberanian, membuat
seseorang teguh pada prinsip. 3) otonomi. 4) keteguhandan kesetiaan.
1. Historis
Alasan historis perlunya pendidikan karakter terkait dengan perjalanan saejarah
bangsa sejak perlawanan yang bersifat kedaerahan, kebangkitan nasional, revolusi
fisik merebut kemerdekaan, hingga memepertahankan kemerdekaan. Pada setiap
perlawanan tersebut terdapat etos perjuangan yang patut di teladanin seperti jiwa sepi
ing pamrih rame ing gawe. Mentalitas tersebut dimanifestasikan oleh perjuangan
tanpa pamrih, tidak mengharapkan imbalan jasa, yang penting Indonesia bebas dari
penjajah yang telah menghisap darah Ibu Pertiwi. Kuntul baris, rawe-rawe rantas
malang-malang putung adalah mentalitas bekerja sama yang kokoh antara rakyat
dengan pimpinan sehingga daya juang pada waktu itu sangat dasyat. Oleh karena itu
etos perjuangan tersebut harus di ajarkan kepada generasi muda sekarang melalui
pendidikan karakter ini.
2. Yuridis
Alasan yuridis adalah alasan berdasarkan undang-undang . Misalnya menurut pasal
20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional di tegaskan bahwa Pendidikan
Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta membentuk watak dan
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
berfungsi untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab. Dengan deskripsi tersebut pendidikan karakter sangat perlu untuk
mewujudkannya,agar sesuai UU No 20 tahun 2003.
3. Sosiologis
Alasan sosiologis adalah alasan yang timbul dari adanya kenyataan di masyarakat
seperti merebaknya berbagai perilaku buruk yang sangat jauh dari kehidupan
berkarakter yang melanda Indonesia. Kondisi demikian mendorong pemerintah untuk
melakukan penguatan kembali proses pendidikan hingga menyentuh aspek
pengembangn karakter, utamanya di persekolahan dan perguruan tinggi.
4. Pedagogis
1. Keteraturan Interior, di mana setiap tindakan diukur dengan hierarki nilai. Nilai
menjadi pedoman normative setiap tindakan.
2. Koherensi, yang memberi keberanian, membuat seseorang teguh pada prinsip, tidak
mungkin terombang-ambing pada situasi baru aau takut resiko. Koherensi adalah
dasar yang membangun rasa percaya satu sama lain. Tidak adanya koherensi akan
meruntuhkan krediilitas seseorang.
3. Otonomi. Seseorang menginternalisasikan aturan dari luar sampai menjadi nilai bagi
pribadi, lewat penilaian atas keputusan pribadi tanpa terpengaruh pihak lain.
Menurut pendekatan ini, proses pengajaran nilai didasarkan pada dilema moral,
dengan metode diskusi kelompok. Diskusi dilaksanakan dengan memberi
perhatian pada tiga kondisi penting. Pertama, mendorong siswa menuju tingkat
pertimbangan moral yang lebih tinggi. Kedua, adanya dilema, baik dilema
hipotekal maupun faktual berhubungan dengan nilai dalam kehidupan seharian.
Ketiga, suasana yang dapat mendukung bagi berlangsungnya diskusi dengan baik
(Superka, et. Al. 1976; Banks, 1985). Pada dasarnya, pendekatan ini mudah
digunakan dalam proses pendidikan di sekolah karena memberikan penekanan
pada aspek perkembangan kemampuan berpikir. Selain itu, karena pendekatan ini
memberikan perhatian sepenuhnya kepada isu moral dan penyelesaian masalah
yang berhubungan dengan pertentangan nilai tertentu dalam masyarkat,
pendekatan ini menjadi menarik. Dalam praktiknya, teori ini menghidupkan suatu
kelas. Kelemahan pendekatan kognitif, menampilkan bias budaya Barat. Dalam
proses pengajaran, pendekatan ini juga tidak mementingkan kriteria benar salah
untuk suatu perbuatan. Yang dipentingkan adalah alasan yang dikemukakan atau
pertimbangan moralnya.
Menurut pendekatan ini, ada enam langkah analisis nilai yang penting dan perlu
diperhatikan dalam proses pendidikan karakter, yaitu
Kekuatan pendekatan ini, antara lain, mudah diaplikasikan dalam ruang kelas
karena penekanannya pada pengembangan kemampuan kognitif. Pendekatan ini juga
menawarkan langkah-langkah yang sistematis dalam pelaksanaan proses
pembelajaran moral. Kelemahannya, pendekatan ini hanya berdasarkan kepada
prosedur analisis nilai yang ditawarkan serta tujuan dan metoda pengajaran yang
digunakan. Pendekatan ini sangat menekankan aspek kognitif, dan sebaliknya
mengabaikan aspek afektif dan perilaku. Pendekatan ini sangat berat memberi
penekanan pada proses, kurang mementingkan isi nilai.
Memberi penekanan pada usaha membantu siswa dalam mengkaji perasaan dan
perbuatannya sendiri, untuk meningkatkan kesadaran mereka tentang nilai-nilai
mereka sendiri. Menurut pendekatan ini, tujuan pendekatan karakter ada tiga,
pertama, membantu siswa agar menyadari dan mengidentifikasikan nilai-nilai mereka
sendiri serta nilai-nilai orang lain. Kedua, membantu siswa agar mampu
berkomunikasi secara terbuka dan jujur dengan orang lain, berhubungan dengan nilai-
nilainya sendiri. Ketiga, membantu siswa agar mampu menggunakan secara bersama-
sama kemampuan berpikir rasional dan kesadaran emosional, mampu memahami
perasaan, nilai-nilai, dan pola tingkah laku mereka sendiri. Dalam proses pengajarank
berdasarkan kepada nilainya sendirinya, pendekatan ini menggunakan metode dialog,
menulis, diskusi dalam kelompok besar atau kecil, dan lain-lain.
Pendekatan ini memberi penekanan pada nilai yang sesungguhnya dimiliki oleh
seseorang. Guru bukan sebagai pengajar nilai, melainkan sebagai role model dan
pendorong. Peranan guru adalah mendorong siswa dengan pertanyaan-pertanyaan
yang relevan untuk mengembangkan keterampilan siswa dalam melakukan proses
menilai.
Pembiasaan
Dari berbagai metode pendidikan, metode yang paling tua antara lain pembiasaan.
Pembiasaan adalah sesuatu yang sengaja dilakukan secara berulang-ulang agar
sesuatu itu dapat menjadi kebiasaan. Pembiasaan sebenarnya berintikan pengalaman,
yang dibiasakan itu adalah sesuatu yang diamalkan. Pembiasaan menempatkan
manusia sebagai sesuatu yang istimewa, yang dapat menghemat kekuatan , karena
akan menjadi kebiasaan yang melekat dan spontan, agar kekuatan itu dapat
dipergunakan untuk berbagai kegiatan dalam setiap pekerjaan, dan aktivitas lainnya.
Pembiasaan dalam pendidikan hendaknya dimulai sedini mungkin.
Keteladanan
Dalam keteladanan ini, guru harus berani tampil beda, harus berbeda dari
penampilan-penampilan orang lain yang bukan guru, beda dan gaul (diferent and
distingtif). Sebab penampilan guru bisa membuat peserta didik senang belajar, bisa
membuat peserta didik betah belajar dikelas, tetapi bisa juga membuat peserta didik
malas belajar bahkan malas masuk kelas seandaiya penampilan gurunya acak-acakan
tidak karuan. Disinilah guru harus menjadi teladan agar bisa ditiru dan diteladani oleh
peserta didiknya.
Sebagai teladan tentu saja pribadi dan apa yang dilakukan guru akan mendapat
sorotan peserta didik dan orang di sekitar lingkungannya yang menganggap atau
mengakuinya sebagai guru. Sehubungan dengan itu beberapa hal yang perlu
mendapat perhatian dan bila perlu didiskusikan dalam forum MGMP dan KKG antara
lain: (a) cara bicara dan gaya bicara, penggunaan bahasa sebagai alat berpikir; (b)
kebiasaan bekerja, gaya yang dipakai guru dalam bekerja. Pakaian merupakan
perengkapan pribadi yang amat penting dan menampakkan ekspresi seluruh
kepribadian; (c) proses berpikir, cara yang digunakan dalam menghadapi dan
memecahkan masalah; (d) gaya hidup secara menyeluruh, apa yang dipercaya
seseorang setiap aspek kehidupan dan tindakannya.
Secara teoritis menjadi teladan merupkan bagian integral dari seorang guru
sehingga menjadi guru berarti menerima tanggung jawab untuk menjadi teladan.
Memang setiap profesi mempunyai tuntutan khusus dan karenanya bila menolak
berarti menolak profesi itu. Dalam beberapa hal memang benar bahwa guru harus
bisa menjadi teladan, tetapi jangan sampai hal tersebut menjadikan guru tidak
memiiki kebebasan sama sekali. Guru juga manusia, dalam batas-batas tertentu tentu
saja memilki berbagai kelamahan dan kekurangan.
7.Membuat peraturan yang jelas dan tegas agar bisa dilaksanakan dengan sebaik-
baiknya oleh peserta didik dan lingkungannya.
f. Membantu peserta didik melakukan evaluasi diri terhadap proses dan hasil
pendidikan karakter.
Pendidikan karakter di sekolah dapat dilakukan secara efektif dan efisien apabila
didukung oleh sumber daya manusia yang profesional untuk mengoperasikannya,
dana sekolah yang cukup untuk menggaji staf sesuai dengan fungsinya, sarana
prasarana yang memadai untuk mendukung proses pembelajaran, serta dukungan
yang tinggi dari masyarakat (orang tua). Harus diakui bahwa sejak zaman orde lama,
orde baru, orde reformasi sampai sekarang pendidikan nasional belum ditangani oleh
ahliya secara profesional. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kualitas pendidikan
harus melakukan reformasi total terhadap manajemen dan sistem pendidikan
nasional; jika tidak kita tinggal menunggu kehancuran bangsa dan negara ini; yang
berbagai indkatornya sudah dapat dirasakan sekarang.
Berkaitan dengan kondisi sekolah, di Indonesia pada saat ini sangat bervariasi
dilihat dari segi kualitas, lokasi sekolah, dan partisipasi masyarakat (orangtua).
Kualifikasi sekolah bervariasi dari sekolah yang sangat maju sampai sekolah yang
sangat ketinggalan, sedangkan lokasi sekolah bervariasi dari sekolah yang terletak di
perkotaan sampai sekolah yang letaknya di daerah terpencil. Demikian pula
partisipasi orang tua, bervariasi dari yang partisipasinya tinggi sampai yang kurang
bahkan tidak berpartisipasi sama sekali. Kondisi tersebut tampaknya, akan menjadi
permasalahan yang rumit dan harus diprioritaskan penanganannya. Oleh karena itu,
agar pendidikan karakter dapat diterangkan secara optimal, baik sekarang maupun di
masa yang akan datang, perlu adanya pengelompokkan sekolah berdasarkan tingkat
kemampuan manajemen masing-masing. Pengelompokkan ini dimaksudkan untuk
mempermudah pihak-pihak terkait dalam memberikan dukungan.
1. Pengelompokkan sekolah
3. Para personel sekolah yang memiliki komitmen yang tinggi terhadap visi, misi, dan
tujuan sekolah
4. Para personel sekolah memiliki semangat kerja yang tinggi, merasa senang, disiplin
dan rasa tanggung jawab
6. Sikap dan perlakuan guru terhadap siswa bersifat positif : bersikap ramah dan
respek terhadap siswa, memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpendapat atau
bertanya
7. Para guru menampilkan perannya sebagai guru dalam cara-cara yang selaras
dengan harapa siswa, begitupun siswa menampilkan peranannya sebagai siswa dalam
cara-cara yang selaras dengan harapan guru
10. Para personel sekolah merasa nyaman dalam bekerja karena terpenuhi b
kesejahteraan hidupnnya.
a. Agama: Mayarakat Indonesia adalah masyarakat yang beragama. Oleh karena itu,
kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa selalu didasari pada ajaran agama dan
kepercayaannya.
c. Budaya: sebagai suatu kebenaran bahwa tidak ada manusia yang hidup
bermasyarakat yang tidak didasari oleh nilai-nilai budaya yang diakui masyarakat itu.
Nilai-nilai budaya itu dijadikan dasar dalam pemberian makna terhadap suatu konsep
dan arti dalam komunikasi antaranggota masyarakat itu.
d. Tujuan pendidikan nasional: sebagai rumusan kualitas yang harus dimiliki setiap
warga negara Indonesia, dikembangkan oleh berbagai satuan pendidikan diberbagai
jenjang dan jalur. Tujuan pendidikan nasional memuat berbagai nilai kemanusiaan
yang harus dimiliki warga negara Indonesia.
1. Religius: Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama
yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun
dengan pemeluk agama lain.
2. Jujur: Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang
yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
3. Kreatif: Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil
baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
4. Mandiri: Sikap perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam
menyelesaikan tugas-tugas.
5. Demokratis: Cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan
kewajiban dirinya dan orang lain.
6. Rasa Ingin Tahu: Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui
lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
8. Cinta Tanah Air: Cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan
kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan
fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.
11. Cinta Damai: Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain
merasa senang dan aman atas kehadirannya.
13. Peduli Lingkungan: Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah
kerusakan pada lingkungan alam disekitarnya, dan mengembangkan uoaya-upaya
untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
14. Peduli Sosial: Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada
orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
15. Tanggung Jawab: Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas
dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri,
masyarakat, lingkungan (alam sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha
Esa.
1) Penguasaan
2) Pembiasaan
3) Pelatihan
4) Pembelajaran
5) Pengarahan
6) Dan keteladanan
Modal orang untuk menjadi sukses tak lepas dari peran penting suatu karakter
yang luar biasa. Karakter menjadi suatu hal yang berpengaruh pula dimana sesorang
tersebut berada. Pembentukan karakter dapat dibangun pula melalui sarana Pendidikan.
Bangsa ini serasa kehilangan jati dirinya, bangsa yang dikenal dengan bangsa
yang santun kini kesantunannya pun sudah jarang ditemukan. Keadaan ini telah menjadi
keprihatinan nasional. Pada perayaan hari nyepi di Jakarta tahun 2010 yang lalu, Presiden
Republik Indonesia menyampaikan pesannya: “ pembangunan watak amat penting. Kita
ingin membangun manusia Indonesia yang berakhlak, berbudi pekerti, dan berperilaku
baik. Bangsa kita ingin pula memiliki peradaban yang unggul dan mulia. Peradaban
demikian dapat kita capai apabila masyarakat kita juga merupakan masyarakat yang baik
(good society).
Sebagai tindak lanjut dari pidato Presiden tersebut maka salah satu program 100
hari Kementrian Nasional adalah pendidikan karakter. Salah satu dampak dari kegiatan
tersebut, sejak digalakannya kembali pembelajaran di Indonesia. Sebenarnya sejak orde
lama pendidikan karakter sudah ada namun dikenal dengan nama pendidikan budi
pekerti, yang mana landasan pengembangan kebudayaan, pendidikan budi pekerti lebih
banyak ditekankan pada hubungan antar-manusia, antar-siswa dan guru, antara siswa dan
orang tua dan antar-siswa. Disamping mengembangkan hubungan yang berada antar-
sesama manusia, pendidikan karakter juga mengembangkan bagaimana hubungan yang
pantas dan layak antara manusia kepada sang Pencipta, Al-Khalik, serta dengan alam
lingkungannya.
1. Mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku
baik,
(1)Religius,
(2) jujur,
(3) Toleransi,
(4) Disiplin,
(6) Kreatif,
(7) Mandiri,
(8) Demokratis,
(10)Semangat Kebangsaan,
(13) bersahabat/komunikatif,
1. Pendidikan Formal
Dalam pendidikan non formal pendidikan karakter berlangsung pada lembaga kursus.
Pendidikan kesetaraan, pendidikan keaksaraan. Dalam lembaga pendidikan nonformal
lain melalui pembelajaran, kegiatan kokirikulker dan atau ekstra-kurikuler, penciptaan
budaya lembaga, dan pembiasaan.
3. Pendidikan Informal
Lickona, Thomas. (2013). Pendidikan Karakter Panduan Lengkap Mendidik Siswa Menjadi
Pintar dan Baik. Bandung: Nusamedia.
Samani, Muchlas & Hariyanto. (2012). Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya Offset.