Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

HAKIKAT PESERTA DIDIK

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Philosophy of Islamic Education


Dosen Pengampu: Saiful Bahri, S.Ag.

Disusun oleh:

1. Ninda Nurul Khasanah (1860203221016)


2. Putri Karunia Ilahi (1860203221039)
3. Rahman Hakim Prasaja (1860203221066)

PROGRAM STUDI TADRIS BAHASA INGGRIS

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SAYYID ALI RAHMATULLAH


TULUNGAGUNG

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang Hakikat Peserta
Didik ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini
adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Philosophy of Islamic Education selain
itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang hakikat peserta
didik bagi para pembaca dan juga penulis. Alhamdulillah dengan selesainya
makalah ini, kami mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Maftukhin, M.Ag. selaku Rektor UIN Sayyid Ali Rahmatullah.
Tulungagung yang telah memberikan berbagai fasilitas dalam membuat makalah
ini.
2. Prof. Dr. Hj. Binti Maunah, M.Pd.I. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung.
3. Dr. Erna Iftanti, S. S., M. Pd. selaku Koordinator Program Studi Tadris Bahasa
Inggris UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung.
4. Saiful Bahri, S.Ag selaku dosen pengampu mata kuliah Philosophy of Islamic
Education atas bimbingan dan arahannya selama proses pembuatan makalah.
5. Rekan penulis dan rekan TBI 2D yang senantiasa memberikan motivasi serta
dorongan selama proses pembuatan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, untuk itu
kami tetap mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
sempurnanya makalah ini di masa yang akan datang. Dan semoga apa yang kami
usahakan dalam makalah ini dapat diterima dan bermanfaat bagi kita semua.
Aamiin.

Tulungagung, 28 Maret 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii

DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii

BAB 1. PENDAHULUAN .............................................................................. 1

Latar Belakang ..................................................................................... 1

Rumusan Masalah ................................................................................ 2

Tujuan................................................................................................... 3

BAB 2. PEMBAHASAN ................................................................................. 3

A. Pengertian Peserta Didik ................................................................. 3

B. Potensi-potensi Psikis Peserta Didik ............................................... 4

Potensi Fikriyah ......................................................................... 4

Potensi Ruhiyah ......................................................................... 5

Potensi Nafsiyah ........................................................................ 5

C. Kompetensi-kompetensi Peserta Didik ........................................... 7

D. Insal Kamil : Puncak Perkembangan Peserta Didik ........................ 9

KESIMPULAN.................................................................................................... iv

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam konteks pendidikan, kita menemukan beberapa istilah
dipakai menyebut diantaranya adalah 'murid, peserta didik, anak didik".
berbeda. "Murid" merupakan bentuk fail dari "arada-yuridu-iradatan-
muridun". yang berarti orang menginginkan. Istilah "murid" kesungguhan
dalam memuliakan guru. Dalam konsep murid ini terkandung keyakinan
bahwa mengajar dan belajar wajib. Ahmad Tafsir sangat yakin sekali istilah
"mund" tetap dipakai, diresapi, dan diamalkan guru dan murid, maka
pendidikan lebih yang menjadi manusia.
Atau murid masih bersifat umum, sama umumnya didik dan
kelihatannya istilah ini khas pengaruh agama Islam Dalam Islam, sebutan
diperkenalkan para sufi. Dalam konsep tasawuf, "murid" mengandung
orang yang belajar, menyucikan diri, sedang berjalan menuju (Allah). paling
menonjol istilah adalah kepada guru (mursyid)nya (Tafsir, 2006:165).
Sementara sebutan "anak mengandung arti bahwa guru menyayangi
seperti anaknya sendiri. Faktor kasih satu keberhasilan pendidikan. Namun
dalam sebutan didik pengajaran masih kepada guru (teacher centered),
seperti di atas.Sebutan yang selanjutnya adalah "peserta didik", sebutan
paling Istilah ini menekankan pentingnya mund berpartisipasi dalam proses
pembelajaran. Dalam sebutan aktivitas pelajar dalam proses pembelajaran
salah satu kunci. Jika coba persentasekan aktivitas pembelajaran beberapa
atas, pada pengajaran pada guru (teacher centered): pengajaran guru-anak
75% pada 25% anak didik; dan pada pengajaran guru-peserta didik. guru
dan 50% pada murid (Tafsir, 2006:166). Itulah beberapa pengertian didik
dalam pendidikan dengan tinjauan etimolog pelbagai implikasinya.1

1
Heri Gunawan, S.Pd.I., M.Ag.,Pendidikan Islam Kajian Teoritis dan Pemikira Tokoh (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2014), hlm 207.

1
B. Rumusan Masalah
Masalah yang dibahas dalam makalah ini dirumuskan sebgai ;
1. Apa pengertian peserta didik?
2. Apa saja potensi-potensi psikis yang dimiliki peserta didik?
3. Apa saja kompenti-kompetnsi yang dimiki peserta didik?
4. Apa itu Insan Kamil dalam perkembangan peserta didik?

C. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah ;
1. Untuk mengetahui pengertian dari peserta didik.
2. Untuk mengetahui potensi-potensi psikis yang dimiliki peserta didik.
3. Untuk mengetahui apa saja kompensi-kompetensi peserta didik.
4. Untuk mengetahui apa itu Insan Kamil dalam perkembangan peserta
didik.

2
BAB 2

PEMBAHASAN

A. Pengertian Peserta Didik

Dalam masyarakat, ada beberapa istilah yang digunakan untuk menyebut


peserta didik seperti siswa, murid, santri, pelajar, mahasiswa, dan sebagainya.
Istilah siswa, murid, dan pelajar, umumnya digunakan untuk menyatakan peserta
didik pada jenjang pendidikan dasar sampai sekolah menengah. Sementara bagi
peserta didik pada tingkat pendidikan tinggi atau akademi, disebut mahasiswa.
Sementara istilah santri digunakan untuk mengatakan peserta didik yang menuntut
ilmu di pondok pesantren. (Poerwadarminta, 1976: 664 dan 955).

Dalam istilah Islam, seorang peserta didik dikenal dengan istilah thalib.
Kata thalib berasal dari akar kata thalaba-yathlubu yang berarti mencari atau
menuntut. Dengan demikian, seorang peserta didik adalah seorang thalib yang
selalu merasa gelisah untuk mencari dan menemukan ilmu di mana pun dan kapan
pun.

Adapun yang dimaksud dengan peserta didik dalam pengertian umumnya


adalah tiap orang atau sekelompok orang yang menerima pengaruh dari seseorang
atau sekelompok orang yang menjalankan kegiatan pendidikan. Dalam Undang-
Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab 1 Pasal 1 Ayat
4, dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan peserta didik, yaitu anggota
masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan
pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.

Pengertian Peserta didik dalam pendidikan Islam adalah anak yang sedang
tumbuh dan berkembang, baik secara fisik, maupun psikologis untuk mencapai
tujuan pendidikannya melalui lembaga pendidikan (Muhaimin dan Mujib, 1991:
137). Definisi tersebut memberi arti bahwa peserta didik belum dewasa yang
memerlukan orang lain untuk menjadi dewasa. Anak kandung adalah peserta didik
dalam keluarga, murid adalah peserta didik di sekolah, anak-anak penduduk adalah
peserta didik masyarakat sekitarnya, dan anak-anak umat beragama menjadi peserta
didik ruhaniawan agama. Dari berbagai pengertian dan berbagai istilah di atas,

3
dapat disimpulkan bahwa peserta didik merupakan orang-orang yang sedang
memerlukan pengetahuan atau ilmu, bimbingan, maupun arahan dari orang lain. 2

B. Potensi-potensi Psikis Peserta Didik

Pada hakikatnya, tujuan pembelajaran adalah untuk membantu peserta didik


dalam mengembangkan potensinya secara optimal. Potensi peserta didik adalah
kapasitas atau kemampuan dan karakteristik atau sifat individu yang berhubungan
dengan sumber daya manusia yang memiliki kemungkinan dikembangkan dan atau
menunjang pengembangan potensi lain yang terdapat dalam diri peserta didik.
Pendidik harus memiliki motivasi dan kemauan bekerja keras untuk mengenali dan
memahami potensi peserta didik dengan cermat dan objektif. Pemahaman akan
potensi peserta didik yang baik dapat memberikan gambaran yang tepat tentang
Keunikan, kelebihan, kekurangan, dan karakter peserta didik, serta dapat
mengetahui potensi peserta didik. Hal ini sangat berguna supaya pendidik dapat
merencanakan pembelajaran yang efektif dan efisien. Jika pembelajaran sudah
sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh peserta didik, maka peserta didik akan
dengan mudah meraih prestasi terbaiknya. Ada 3 potensi yang perlu dikembangkan
oleh peserta didik, yaitu potensi fikriyah, potensi ruhiyah, dan potensi nafsiyah.

• Potensi Fikriyah

Potensi fikriyah atau potensi intelektual adalah potensi kecerdasan yang


terdapat di otak manusia (terutama otak bagian kiri). Fungsi dari potensi ini yaitu
untuk merencanakan sesuatu, menghitung dan menganalisis. Potensi inilah yang
membedakan antara manusia dengan hewan. Manusia memiliki kemampuan untuk
berpikir. Tidak seperti hewan yang hanya mengandalkan instingnya. Mengenai
potensi ini, kita sebagai generasi pendidik harus mengerti apa yang harus diberikan
untuk mengasah dan mengembangkan potensi ini. Tentu saja, ilmu yang
bermanfaatlah yang harus kita pelajari. Janganlah mempersempit memori otak kita
untuk sesuatu yang tak berguna.

2
Moh. Haitami Salim dan Syamsul Kurniawan, Studi Ilmu Pendidikan Islam (Jogjakarta: Ar-Ruzz
Media,2012), hlm 125.

4
• Potensi Ruhiyah

Kata ruhiyah dalam bahasa Indonesia memiliki arti rohani atau spiritual
yang merupakan lawan dari kata maadi atau materiil. Aspek rohaniah (spiritual)-
psikologis adalah aspek yang didewasakan dan di-insan kamil-kan melalui
pendidikan sebagai elemen yang berpretensi positif dalam pembangunan kehidupan
yang berkeadaban. Yang dimaksud aspek rūhiyyah adalah aspek psikis manusia
yang bersifat spiritual dan transandental. Menurut Ibnu Sina, ruh adalah
kesempurnaan awal jism alami manusia yang tinggi yang memiliki kehidupan
dengan daya.

Dengan demikian, dalam potensi ruhiyah terdapat pertanggungjawaban atas


diberinya manusia kekuatan pemikir yang mampu untuk memilih dan mengarahkan
potensi-potensi fitrah yang dapat berkembang di ladang kebaikan dan ladang
keburukan ini. Karena itu, jiwa manusia bebas tetapi bertanggung jawab. Ia adalah
kekuatan yang dibebani tugas, dan ia adalah karunia yang dibebani kewajiban.

• Potensi Nafsiyah

Aspek nafsiyyah adalah keseluruhan kualitas khas kemanusiaan berupa


pikiran, perasaan, kemauan dan kebebasan. Aspek ini merupakan persentuhan
antara aspek jismiyyah dengan aspek rūhiyyah. Aspek ini mewadahi kedua aspek
yang saling berbeda dan mungkin berlawanan. Aspek nafsiyyah ini memiliki tiga
dimensi utama lagi yaitu Al-Nafs, Al-‘Aql dan Al-Qalb yang menjadikan aspek
nafsiyyah ini mewujudkan peran dan fungsinya.

Dimensi al-nafs adalah dimensi yang memiliki sifat-sifat kebinatangan


dalam sistem psikis manusia. Sedangkan dalam Al-Qur’an kata nafs menunjukkan
sesuatu di dalam diri manusia yang menghasilkan tingkah laku seperti yang tertera
dalam Q.S. Al-Ra’d:11: Artinya: “Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu
mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas
perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum
sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila
Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat
menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.” Pada surat

5
lain juga dijelaskan bahwa al-nafs adalah merupakan potensi manusia yang
menunjukan kearah keburukan maupun kebaikan yaitu Q.S. Al-Syams:7-8:
Artinya: “Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), Maka Allah
mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.”3

Aspek nafsiyyah yang kedua yaitu dimensi Al-‘Aql atau akal. Secara
etimologis, akal memiliki arti al-imsāk (menahan), Al-Ribāth (ikatan), Al-Hajr
(menahan), Al-Nahy (melarang), dan Al-Man’ (mencegah). Berdasarkan makna
bahasa ini maka yang disebut orang berakal (Al-‘Aqil) adalah orang yang mampu
menahan dan mengikat hawa nafsunya sehingga mampu bereksistensi.

Aspek nafsiyyah yang ketiga adalah Al-Qalb atau kalbu, merupakan materi
organik yang memiliki sistem kognisi yang berdaya emosi. Al-Ghazali secara tegas
melihat kalbu dari dua aspek yaitu kalbu jasmani dan kalbu rohani. Kalbu jasmani
adalah daging sanubari yang berbentuk jantung pisang yang terletak di dalam dada
sebelah kiri. Kalbu ini lazimnya disebut jantung (heart). Sedangkan kalbu rohani
adalah sesuatu yang bersifat halus (lathīf), rabbanī dan rohani yang berhubungan
dengan kalbu jasmani. Bagian ini merupakan esensi manusia. Kata qalb terambil
dari akar kata yang bermakna membalik karena seringkali berbolak-balik; sekali
senang, sekali susah, sekali setuju, dan sekali menolak. Qalb amat berpotensi untuk
tidak konsisten.

Ketiga potensi ini harus diperhatikan oleh setiap peserta didik secara
seimbang satu sama lain. Karena potensi dalam diri peserta didik sangat penting
bagi pendidik maupun peserta didik. Bagi pendidik potensi diperlukan untuk
menentukan strategi belajar, pemberian stimulus, dan juga tindakan-tindakan yang
tepat supaya potensi dalam diri peserta didik dapat tergali dengan baik dan dapat
membantu kesuksesan peserta didik dalam belajar di jenjang-jenjang pendidikan
selanjutnya4

3
Sari, F. Badrah.N. & Muslimin .M (2020). Ayat Al-Qur’an Tentang Potensi Manusia. Jurnal Bilqolam
Pedidikan Islam. 72–81. https://doi.org/10.51672/jbpi.v1i2.5

4
Rahman. S. (2022). Konsep Tentang Potensi-potensi Manusia dalam Perspektif Al-Qur’a dan
Implemetasinya dalam Pendidikan. Jurnal Adzkiya, 6(2), Article 2.

6
C. Kompetensi-kompetensi Peserta Didik

Kompetensi peserta didik adalah kemampuan yang harus dimiliki/dicapai


peserta didik setelah mengikuti pembelajaran. Kemampuan tersebut adalah
perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap yang direfleksikan
dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Seseorang yang telah memiliki kompetensi
dalam bidang tertentu bukan hanya mengetahui, tetapi juga dapat memahami dan
menghayati bidang tersebut yang tercermin dalam pola perilaku sehari-hari.
Kompetensi peserta didik dikenal dengan istilah 4C, yaitu Critical Thinking
(Berpikir kritis), Communication (Komunikasi), Creativity (Kreativitas), dan
Collaboration (Berkolaborasi).

• Critical Thinking (Berpikir Kritis)

Berpikir kritis adalah kemampuan yang harus dimiliki peserta didik untuk
memahami sebuah masalah yang rumit, menghubungkan informasi satu dengan
informasi lainnya sehingga akan muncul berbagai perspektif dan akan ditemukan
solusi dari suatu masalah. Selain itu, critical thinking juga bisa dimaknai sebagai
kemampuan nalar, memahami dan juga membuat pilihan yang rumit, memahami
hubungan antara sistem, menyusun, mengungkapkan, menganalisis serta
menyelesaikan masalah. Kemampuan satu ini harus dimiliki oleh peserta didik
supaya dimanapun berada bisa berpikir kritis dan bisa menyelesaikan masalah yang
dihadapi dengan tepat. Tidak hanya itu saja, peserta didik yang memiliki
kemampuan ini tidak mudah untuk dibohongi karena bisa membedakan mana
kebenaran dan kebohongan, fakta maupun opini, serta fiksi dan non-fiksi. Berpikir
kritis akan menjadi modal bagi peserta didik untuk lebih bijak dalam mengambil
suatu keputusan.

• Communication (Komunikasi)

Peserta didik diharuskan untuk memiliki kemampuan komunikasi dengan


baik. Hal ini dikarenakan kemampuan komunikasi yang dimiliki bisa membuat
peserta didik mengekspresikan apa yang ada di dalam pikirannya lalu diungkapkan
atau disampaikan secara lisan maupun tulisan. Dengan kemampuan komunikasi
yang baik maka pesan yang disampaikan bisa diterima dengan baik oleh penerima

7
pesan dan pastinya mencegah terjadinya kesalahpahaman. Dalam melakukan
komunikasi, peserta didik harus bisa memahami situasi sekitar, media apa yang
digunakan dan siapa orang yang menjadi lawan bicaranya. Kemampuan
komunikasi bisa diajarkan sejak anak usia dini. Dimana orang tua bisa mengajari
anaknya berkomunikasi. Caranya dengan memintanya untuk bercerita secara lisan
mengenai pengalamannya atau bisa juga meminta si anak untuk menulis apa yang
ada di pikirannya tentang suatu hal.

• Creativity (Kreativitas)

Kreativitas sangat diperlukan oleh peserta didik supaya lebih berani untuk
mencari serta mengungkapkan ide-ide yang ada di dalam kepalanya. Kreativitas ini
tidak hanya terbatas pada penciptaan produk atau barang baru. Akan tetapi,
kemampuan ini bisa diaplikasikan untuk mengembangkan suatu hal yang sudah ada
menjadi lebih baik lagi. Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk mengasah
kreativitas peserta didik adalah dengan mengajaknya untuk bebas mengeksplorasi
pikiran dan imajinasinya. Orang tua atau guru bisa membantu peserta didik
mengembangkan kreativitas dengan cara memberikan dukungan maupun wadah
yang tepat agar peserta didik tidak takut untuk selalu berkreasi.

• Collaboration (Berkolaborasi)

Manusia harus hidup dengan bersosialisasi dan tidak boleh hidup individu
ataupun menang sendiri. Kesuksesan juga peru untuk diraih bersama-sama dengan
melakukan kolaborasi atau kerjasama dengan orang lain. Dengan melakukan
kolaborasi maka masing-masing pihak bisa mengisi kelebihan maupun kekurangan
satu sama lain. Kondisi tersebut tentu akan membuat hasil akhir yang diraih menjadi
lebih maksimal. Tidak hanya itu saja, melalui kolaborasi, peserta didik akan belajar
bertanggung jawab dengan peran yang dimiliki, saling berempati serta bisa
menghormati pendapat orang lain yang berbeda.

Penerapan kompetensi pembelajaran 4C perlu diperhatikan karena berguna


untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan menyiapkan peserta didik dalam
menghadapi tantangan dalam kehidupan sehari-hari. Keterampilan 4C ini harus
dimiliki peserta didik dari seluruh jenjang pendidikan, termasuk anak-anak usia

8
Taman Kanak-Kanak (TK) yang baru memasuki dunia belajar hingga anak-anak di
bangku Sekolah Menengah Atas (SMA) bahkan bagi mahasiswa.5

D. Insan Kamil : Puncak Perkembangan Peserta Didik

Insan kamil berasal dari dua kata yaitu insan dan kamil. Insan yang atinya
manusia dan kamil asal katanya adalah kamala, yukmilu, kamilan yang artinya
sempurna. Insan kamil adalah manusia paripurna, dan bagi sufi insan kamil adalah
lokus (tempat atau kedudukan) penampakan diri Tuhan yang paling sempurna
meliputi nama-nama dan sifat-sifatNya.6 Insan kamil atau manusia yang sempurna
menjadi salah satu tingkat julukan paling tinggi dan sempurna ahlak serta imannya
dalam Islam. Ibnu Arabi mengatakan “segala sesuatu adalah didalam dirimu dan
dari dirimu, sehingga tidak ada sesuatu yang datang kepadamu (tara’a alayka), suatu
perkara yang asing yang ia tidak ada pada dirimu. Karena itu, tidaklah disingkapkan
untukmu kecuali dirimu sendiri”7

Sedangkan perkembangan peserta didik terbagi sesuai periodenya yaitu sebagai


berikut;

• Periode Sekolah Dasar (SD)

Dalam psikologi perkembangan, usia peserta didik di SD berada dalam


periode late childhood (akhir masa kanak-kanak), kira-kira berada dalam rentang
usia antara enam/tujuh tahun sampai tiba saatnya anak menjadi matang secara
biologis sekitar usia 13 tahun. Període ini ditandai dengan kondisi yang sangat
memengaruhi penyesuaian pribadi dan penyesuaian sosial anak.

Pada saat anak masuk ke kelas satu, perubahan besar dalam kehidupan anak
terjadi. Mereka dihadapkan pada suasana lingkungan baru yang menuntut mereka
untuk dapat menyesuaikan diri. Secara psikologis, dalam situasi tersebut
kebanyakan anak berada dalam keadaan tidak seimbang, anak mengalami gangguan

5
Arnyana, I.B.P. (2019). Pembelajaran untuk Meningkatkan Kompetensi 4C (Communication,
Collaboration, Critical Thinking Dan Creative Thinking) Untuk Menyongsong Era Abad 21.
Prosiding : Konferesi Nasional Matematika Dan IPA Universitas PGRI Banyuwangi, Article 1
6
Muhammad Idris, Abdu Al-Rauf Al-Marbawi, Kamus Idris Al-Marbawi Arab Melayu (Indonesia:
Dar Ihya,) Juz 1, h. 87.
7
8Ah Fahrudi-Miyah : Jurnal Studi Islam, 2017-ejournal.inkafa.ac.id (25-10-18 : 11.20), h. 23

9
emosional sehingga sulit untuk hidup dan bekerja sama. Masuk ke kelas satu
merupakan peristiwa penting dalam kehidupan setiap anak sehingga dapat
mengakibatkan perubahan dalam sikap, nilai, dan perilaku. Hal yang sama juga
terjadi pada setahun atau dua tahun terakhir pada masa kanak-kanak (late
childhood).

Dalam masa ini, terjadi perubahan fisik yang menonjol yang dapat
mengakibatkan perubahan dalam sikap, nilai, dan perilaku karena menjelang
berakhirnya periode ini anak mempersiapkan diri secara fisik dan psikologis untuk
memasuki masa remaja.

Sigmund Freud memberi nama fase usia SD ini fase latent, di mana dorongan-
dorongan seakan-akan mengendap (laten), tidak menggelora seperti masa-masa
sebelumnya dan sesudahnya. Periode SD ini dapat diperinci menjadi dua fase, yaitu:

a. Periode kelas-kelas rendah SD, yaitu umur 6/7 tahun sampai 9 tahun;

b. Periode kelas-kelas tinggi SD, yaitu umur 9/10 tahun sampai 13 tahun.

Karakteristik masa akhir kanak-kanak biasa diidentikkan dengan sebutan-


sebutan untuk menandai kecenderungan umum yang terjadi pada masa ini.
Misalnya, usia yang menyulitkan, usia tidak rapi, usia bertengkar, usia kelompok,
usia penyesuaian diri, usia kreatif, dan kritis, serta usia bermain. Karakteristik anak-
anak yang hampir bersifat universal pada periode SD ini antara lain sebagai berikut;

a. Meningginya emosi yang intensitasnya sering bergantung pada tingkat


perubahan fisik dan psikologis.
b. Perubahan tubuh, minat, dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosial
untuk dimainkan dan menimbulkan masalah baru.
c. Terjadi perubahan nilai-nilai disebabkan perubahan minat dan perilakunya.

Kesemua perubahan-perubahan tersebut akhirnya berdampak pada


perkembangan aspek kognitif (kecerdasan), afektif (perasaan) maupun
psikomotorik (gerak).

10
a. Perkembangan Aspek Kognitif

Kemampuan kognitif berkaitan dengan kemampuan berpikir, mencakup


kemampuan intelektual mulai dari kemampuan mengingat sampai dengan
kemampuan memecahkan masalah. Islam sangat memerhatikan perkembangan
kognitif seseorang. Hal ini terlihat dari banyaknya ayat maupun hadis yang
menerangkan pentingnya menuntut ilmu dan menggunakan akal untuk memahami
gejala alam semesta yang memperlihatkan kebesaran Allah. Islam bahkan
memandang mereka yang memiliki ilmu pengetahuan memiliki derajat yang lebih
tinggi daripada mereka yang enggan belajar. Dalam Al-Quran dinyatakan:

ٰ ‫اجدًا َّوقَ ۤا ِٕى ًما يَّحذَ ُر‬


َ‫اْلخِ َرة َ َو َير ُجوا َرح َمةَ َر ِبه قُل هَل َيست َ ِوى الَّذِينَ َيعلَ ُمون‬ ِ ‫س‬َ ‫ا َ َّمن ه َُو قَانِت ٰان َۤا َء الَّي ِل‬
ِ ‫ࣖ َوالَّذِينَ َْل يَعلَ ُمونَ اِنَّ َما يَتَذَ َّك ُر اُولُوا اْلَلبَا‬
‫ب‬

Artinya : “(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang
yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut
kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah, "Adakah
sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?"
Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.” (QS Al-
Zumar [39]: 9).

ٰ ‫ش ُزوا يَرفَ ِع‬


ُ‫ّللا‬ ُ ‫ّللاُ لَ ُكم َواِذَا قِي َل ان‬
ُ ‫ش ُزوا فَان‬ ٰ ‫ح‬ ِ ‫س‬ َّ َ‫ٰ ٰٓياَيُّ َها الَّذِينَ ٰا َمنُ ٰٓوا اِذَا قِي َل لَ ُكم تَف‬
َ ‫س ُحوا فِى ال َمجٰ ل ِِس فَاف‬
َ ‫س ُحوا يَف‬
ٰ ‫الَّذِينَ ٰا َمنُوا مِ ن ُكم َوا َّلذِينَ اُوتُوا العِل َم دَ َرجٰ ت َو‬
١١ - ‫ّللاُ ِب َما تَع َملُونَ َخ ِبير‬

Artinya : “Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: Berlapang-


lapanglah dalam majelis," maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi
kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu," maka berdirilah,
niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-
orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui
apa yang kamu kerjakan.” (QS Al-Mujadilah [58]: 11).

11
Kemampuan kognitif dapat dikelompokkan menjadi enam, yaitu
pengetahuan/pengenalan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi.
Perkembangan kognitif pada masa kanak-kanak terjadi melalui urutan yang
berbeda. Tahapan ini membantu menerangkan cara anak berpikir, menyimpan
informasi, dan beradaptasi dengan lingkungannya.

Menurut Jean Piaget, terdapat empat tahapan perkembangan kognitif pada anak-
anak, yaitu sebagai berikut:

1)Tahap pertama disebut periode sensorik motorik (sekitar 0-2 tahun)

Pada tahap ini anak (bayi) menggunakan alat indra dan kemampuan motorik
untuk memahami dunia sekitarnya. Pada usia seperti ini, dilihat dari segi jasmani
dan ruhani, si anak masih lemah sehingga dalam perkembangan biologisnya pun ia
masih bergantung pada suplai makanan yang berasal dari Air Susu Ibu (ASI). Oleh
sebab itu, tidak heran jika dalam salah satu firman-Nya, Allah menganjurkan para
ibu untuk menyusui anaknya selama dua tahun penuh.

‫علَى ال َمولُو ِد لَه ِرزقُ ُه َّن َوكِس َوت ُ ُه َّن‬ َ ‫ع َة َو‬َ ‫ضا‬ َّ ‫ضعنَ اَو َْلدَه َُّن َحولَي ِن َكامِ لَي ِن ِل َمن ا َ َرادَ اَن يُّتِ َّم‬
َ ‫الر‬ ِ ‫َوال َوا ِل ٰدتُ يُر‬
‫ث مِ ث ُل‬ َ ‫ض ۤا َّر َوا ِلدَة ۢبِ َولَ ِدهَا َو َْل َمولُود لَّه بِ َولَدِه َو‬
ِ ‫علَى ال َو ِار‬ َ ُ ‫ف نَفس ا َِّْل ُوسعَ َها َْل ت‬ُ َّ‫بِال َمع ُروفِ َْل ت ُ َكل‬
‫ضعُ ٰٓوا اَو َْلدَ ُكم‬ِ ‫علَي ِه َما َواِن اَ َردتُّم اَن ت َستَر‬ َ ‫َاور فَ َل ُجنَا َح‬ُ ‫عن ت ََراض مِ ن ُه َما َوتَش‬ َ ِ‫ٰذلِكَ فَاِن ا َ َرادَا ف‬
َ ‫ص ًاْل‬
‫صير‬ِ َ‫ّللا بِ َما ت َع َملُونَ ب‬ َ ٰ ‫سلَّمتُم َّما ٰٓ ٰاتَيتُم بِال َمع ُروفِ َواتَّقُوا‬
َ ٰ ‫ّللا َواعلَ ُم ٰٓوا ا َ َّن‬ َ ‫علَي ُكم اِذَا‬
َ ‫فَ َل ُجنَا َح‬

Artinya : “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh,
yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan, dan kewajiban ayah memberi
makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani
melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita
kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan waris pun
berkewajiban demikian. Apabila nkeduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun)
dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas
keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada
dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut.

12
Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa
yang kamu kerjakan.” (QS Al-Baqarah [2]: 233)

Upaya di atas tidak hanya baik ditinjau dri segi aspek jasmani sebagaimana
dijelaskan oleh para pakar kesehatan, tetapi justru yang paling penting adalah
perasaan kasih sayang yang diperoleh anak karena pelukan sang ibu ketika
menyusui.

2)Tahap kedua disebut periode praoperasional (sekitar 2-7tahun)

Pada tahap ini anak dapat membuat penyesuaian perseptual dan motorik
terhadap objek dan kejadian yang direpresentasikan dalam bentuk simbol
(bayangan mental, kata-kata, isyarat) dalam meningkatkan bentuk logika. Pada usia
seperti ini, anak sudah mampu berjalan dan senang bermain. Dalam hal ini, Nabi
memberi petunjuk agar tidak mengganggu kesenangan anak-anak yang sedang
bermain. Kenyataan tersebut dapat terlihat dari sikap Nabi terhadap kedua cucunya
ketika ia sujud dalam sebuah shalat, kedua cucunya naik ke atas pundaknya seraya
menjadikan Nabi seperti seekor kuda.

Nabi yang sedang shalat sekalipun tidak memarahinya, malah ia


memanjangkan sujudnya, hingga Hasan dan Husain merasa puas.

Di satu sisi, peristiwa di atas merupakan tuntutan agar orangtua mengarahkan


pendidikan anak-anak dalam usia ini dengan permainan. Di samping itu, peristiwa
tersebut juga memberikan pelajaran penting pada umatnya bahwa anak harus mulai
diperkenalkan dengan ritual shalat sedini mungkin dengan cara membawanya ke
masjid. Walaupun pada saat itu Hasan dan Husain tidak melaksanakan shalat, tetapi
minimal mereka melihat orang-orang yang sedang melaksanakan shalat Dengan
demikian, jika seorang marah-marah. gara-gara ketika ia shalat mendengar anak-
anak yang asik bermain, ia perlu mengontrol diri mengingat adanya sunnah Rasul
tersebut.

3)Tahap ketiga disebut periode konkret operasional (sekitar 7-11 tahun)

Pada tahap ini anak mendapatkan struktur logika tertentu yang membuatnya
dapat melaksanakan berbagai macam operasi mental, yang merupakan tindakan
terinternalisasi yang dapat dikeluarkan bila perlu. Anak melaksanakan operasi ini

13
dalam situasi konkret. Operasi adalah hubungan-hubungan logis di antara konsep-
konsep atau skema-skema.

4)Tahap keempat disebut periode formal operasional (sekitar 11-15 tahun)

Pada tahap ini operasi mental pada anak tidak lagi terjadi pada objek
konkret, tetapi juga dapat diaplikasikan pada kalimat verbal atau logika, yang tidak
hanya menjangkau kenyataan, tetapi juga kemungkinan. Tidak hanya menjangkau
masa kini, tetapi juga masa depan.

Jika melihat tahapan-tahapan di atas, anak SD berada dalam tahap kedua


dan ketiga. Sifat khas anak SD sangat realistis, ingin tahu, dan ingin belajar.
Sebagian besar anak SD ini belum mampu memahami konsep-konsep abstrak.
Anak usia SD sudah memiliki kemampuan untuk berpikir melalui urutan sebab-
akibat dan mulai mengenali banyak cara yang bisa ditempuh dalam menyelesaikan
permasalahan yang dihadapinya. Anak usia SD ini juga dapat mempertimbangkan
secara logis hasil dari sebuah kondisi atau situasi serta tahu beberapa aturan atau
strategi berpikir, sperti penjumlahan, pengurangan, penggandaan, mengurutkan,
dan mampu memahami operasi dalam sejumlah konsep, seperti 2+5=7. 5 X6-30,
dan 20-3= 17.

Dalam upaya memahami alam sekitarnya, mereka tidak lagi terlalu


mengandalkan informasi yang bersumber pada indra, karena anak usia SD mulai
mempunyai kemampuan untuk membedakan apa yang tampak oleh mata dengan
kenyataan yang sesungguhnya, dan antara yang bersifat sementara dan yang bersifat
tetap. Mereka akan tahu jika air dalam gelas besar pendek dipindahkan ke dalam
gelas kecil tinggi jumlahnya akan tetap sama karena tidak satu tetes pun yang
tumpah. Hal ini adalah karena mereka tidak lagi mengandalkan persepsi
penglihatannya, tetapi sudah mampu menggunakan logikanya. Mereka dapat
mengukur, menimbang, dan menghitung jumlahnya sehingga perbedaan yang nyata
tidak membodohkan mereka. Adanya perhatian kepada kehidupan yang praktis dan
konkret tersebut membawa kecenderungan untuk membantu pekerjaan-pekerjaan
yang praktis.

14
Pada masa SD ini disifatkan sebagai masa realisme, yaitu realisme naif
(umur 8 sampai 10 tahun) dan realisme kritis (umur 10 sampai 12 tahun). Pada masa
SD, aktivitas mental anak terfokus pada objek-objek yang nyata atau pada berbagai
kejadian yang pernah dialaminya.

b. Perkembangan Aspek Afektif

Kemampuan afektif berhubungan dengan perasaan, emosi, sistem nilai, dan


sikap hati yang menunjukkan penerimaan atau penolakan terhadap sesuatu. Banyak
ayat-ayat Al-Quran dan hadis yang menggambarkan emosi dengan muatan yang
berbeda, yaitu emosi positif dan emosi negatif. Kedua jenis emosi yang berlawanan
ini bahkan sering dipasangkan untuk menimbulkan efek kontradiktif yang
menguatkan makna kalimat. Dalam Al-Quran antara lain diceritakan:

َ‫فَل َيض َح ُكوا قَلِي ًل َّول َيب ُكوا َكثِي ًرا َجزَ ۤا ۢ ًء ِب َما كَانُوا َيك ِسبُون‬
Artinya : “Dan menangis banyak sebagai pembalasan dari apa yang mereka
kerjakan.” (QS Al-Taubah 19]: 82)

﴾٣٨ ﴿ ٌ ‫ُو ُجوهٌ يَ ْو َمئِ ٍذ ُم ْسف َِرة‬

﴾٣٩ ﴿ ٌ ‫ضاحِ َكةٌ ُم ْست َ ْبش َِرة‬


َ

َ ‫علَ ْي َها‬
﴾٤٠ ﴿ ٌ ‫غبَ َرة‬ َ ‫َو ُو ُجوهٌ يَ ْو َمئِ ٍذ‬

﴾٤١ ﴿ ٌ ‫ت َْر َهقُ َها قَت ََرة‬

﴾٤٢ ﴿ ُ ‫أُو َٰ َلئِكَ هُ ُم ْال َكف ََرة ُ ْالفَ َج َرة‬

Artinya : “Banyak muka pada hari itu berseri-seri, tertawa, dan gembira ria dan
banyak pula muka pada hari itu tertutup debu dan ditutup lagi oleh kegelapan..”(QS
'Abasa [80]: 38-41)

15
Seseorang juga dapat membuat respons berurutan yang menunjukkan intensitas
emosi yang dimilikinya. Dalam Al-Quran dinyatakan:

﴾٢٢ ﴿ ‫س َر‬
َ َ‫س َوب‬ َ ‫ث ُ َّم‬
َ َ‫عب‬

﴾٢٣ ﴿ ‫ث ُ َّم أَدْ َب َر َوا ْست َ ْك َب َر‬

Artinya : “Sesudah itu dia bermasam muka dan merengut, kemudian dia berpaling
dan menyombongkan diri.” (QS Al-Muddatstsir [74]: 22-23)

Kemampuan afektif ini terdiri atas yang paling sederhana, yaitu


memerhatikan suatu fenomena, yang merupakan faktor internal individu.
Kemampuan ini dapat dikelompokkan menjadi lima, yaitu pengenalan/penerimaan,
pemberian respons, penghargaan terhadap nilai, pengorganisasian, dan
pengamalan.

Emosi yang umum pada akhir masa kanak-kanak hampir sama dengan pola
pada awal masa kanak-kanak, perbedaannya terletak pada awal jenis situasi yang
membangkitkan emosi dan bentuk ungkapannya. Perubahan tersebut lebih
merupakan akibat dari meluasnya pengalaman dan belajarnya daripada proses
pematangan diri. Dengan bertambah besarnya badan, anak-anak mulai
mengungkapkan amarah dalam bentuk murung, menggerutu, dan berbagai
ungkapan kasar.

Pada masa akhir kanak-kanak, ada waktu di mana anak sering mengalami
emosi yang hebat. Karena emosi cenderung kurang menyenangkan, dalam periode
ini meningginya emosi menjadi periode ketidakseimbangan, yaitu saat di mana
anak sulit dihadapi. Meningginya emosi tersebut dapat disebabkan kesadaran fisik
dan lingkungan, misalnya karena sakit atau lelah dan karena keadaan keluarga yang
mengalami keretakan, kematian atau perceraian.

Perkembangan nilai, moral, dan sikap banyak terjadi melalui warna khas
sesuai karakteristik perkembangannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

16
perkembangan internalisasi nilai-nilai, moral, dan sikap banyak terjadi melalui
identifikasi dengan orang-orang yang dianggap sebagai model.

c. Perkembangan Aspek Psikomotorik

Perkembangan psikomotorik berkaitan dengan keterampilan motorik, yang


berhubungan dengan anggota tubuh atau tindakan yang memerlukan koordinasi
antara saraf dan otak. Kemampuan ini terdiri atas lima kelompok, antara lain
meniru, memanipulasi, akurasi gerak, artikulasi, dan naturalisasi/otonomisasi.

Perkembangan psikomotorik peserta didik SD memiliki kekhususan antara


lain ditandai dengan perubahan-perubahan ukuran tubuh dan proporsi tubuh.
Tingkat sosial-ekonomi orangtua juga berpengaruh terhadap anak. Anak yang
berasal dari tingkat sosial-ekonomi atas cenderung mempunyai keterampilan yang
lebih tinggi dibandingkan anak yang berasal dari tingkat sosial-ekonomi yang
rendah. Keterampilan yang dipelajari lebih terpusat pada keterampilan menolong
yang bersifat sendiri dan sosial, sedangkan anak dari tingkat sosial-ekonomi
menengah dan atas terpusat pada kelompok keterampilan bermain.

• Periode Sekolah Menengah Pertama (SMP)

Dalam tahap perkembangannya, peserta didik usia SMP berada pada


periode perkembangan yang sangat pesat dari segala aspek Berikut ini disajikan
perkembangan tersebut yang berhubungan dengan pendidikan, yaitu perkembangan
aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.

a. Perkembangan Aspek Kognitif

Menurut Piaget anak-anak SMP, yaitu usia 11-15 tahun berada pada periode
formal operasional. Pada tahap ini operasi mental pada anak tidak lagi terjadi pada
objek konkret, tetapi juga dapat diaplikasikan pada kalimat verbal atau logika.
Yaitu, yang tidak hanya menjangkau kenyataan, tetapi juga kemungkinan serta tidak
hanya menjangkau masa kini, tetapi juga masa depan. Dengan demikian, pada tahap
ini peserta didik sudah dapat berpikir secara abstrak dan hipotetis sehingga mereka
mampu memikirkan sesuatu yang akan atau mungkin terjadi yang merupakan
sesuatu yang bersifat abstrak.

17
Peserta didik pada tahap formal operasional dapat mengintegrasikan apa
yang telah mereka pelajari dengan tantangan di masa mendatang dan membuat
rencana untuk masa depan. Mereka juga mampu berpikir secara sistematik, mampu
berpikir bukan hanya dalam apa yang terjadi, melainkan berpikir dalam kerangka
apa yang mungkin terjadi. Mereka memikirkan semua kemungkinan secara
sistematik untuk memecahkan permasalahan. Sebuah mobil yang tiba-tiba mogok
misalnya, bagi peserta didik yang berada pada tahap operasional konkret (SD) akan
mengambil kesimpulan bahwa mobil bensinnya habis, jadi mogok. Dia hanya
menghubungkan sebab-akibat dalam satu rangkaian. Lain halnya dengan peserta
didik pada tahap formal operasional (SMP), dia memikirkan beberapa
kemungkinan mengapa mobilnya mogok, seperti mungkin businya mati, mungkin
platinanya atau kemungkinan-kemungkinan lain yang memberikan dasar bagi
pemikirannya.

b. Perkembangan Aspek Afektif

Keberhasilan proses pendidikan juga ditentukan oleh keberhasilan dalam


perkembangan aspek afektif peserta didik. Bloom memberikan definisi tentang
aspek afektif yang terbagi atas lima tataran afektif yang berimplikasi pada peserta
didik di SMP sebagai berikut.

1) Sadar akan situasi, fenomena di masyarakat dan objek di sekitarnya,

2) Responsif terhadap stimulus-stimulus yang ada di lingkungan mereka,

3) Mampu menilai,

4) Sudah mulai bisa mengorganisasi nilai-nilai dalam suatu sistem dan menentukan
hubungan di antara nilai-nilai yang ada,
5) Sudah mulai memiliki karakteristik dan mengetahui karakteristik tersebut.

Faktor individu yang lebih spesifik dalam tingkah laku peserta didik yang
sangat penting dalam penguasaan materi pendidikan meliputi hal-hal berikut.

1) Self-esteem, yaitu penghargaan seseorang yang diberikan seseorang kepada


dirinya.

2) Inhibition, yaitu sikap mempertahankan diri atau melindungi ego.

18
3) Anxiety, yaitu kecemasan yang meliputi rasa frustasi, khawatir, tegang, dan
sebagainya.

4) Motivation, merupakan dorongan untuk melakukan suatu kegiatan.

5) Risk-taking, yaitu keberanian mengambil risiko.

6) Empati, yaitu sifat yang berkaitan dengan pelibatan diri individu pada perasaan
orang lain.

c. Perkembangan Aspek Psikomotorik

Perkembangan aspek psikomotorik ini juga merupakan salah satu aspek


yang perlu diketahui oleh guru. Perkembangan aspek-aspek psikomotorik peserta
didik SMP melalui tahap-tahap berikut ini.

1) Tahap Kognitif

Tahap ini ditandai dengan adanya gerakan-gerakan yang kaku dan lambat.
Hal ini terjadi karena peserta didik masih dalam taraf belajar untuk mengendalikan
gerakan-gerakannya. Mereka harus berpikir terlebih dahulu sebelum melakukan
suatu gerakan. Pada tahap ini peserta didik sering membuat kesalahan yang kadang-
kadang membuat mereka merasa frustasi. Melakukan kesalahan atau percobaan
merupakan hal yang penting dalam proses pendidikan. Seseorang yang pernah
melakukan suatu kesalahan diharapkan dapat mengambil pelajaran dari segala hal
yang terjadi.

2) Tahap Asosiatif

Pada tahap ini peserta didik membutuhkan waktu pendek untuk memikirkan
tentang gerakan-gerakan yang yang lebih akan dilakukannya. Mereka mulai dapat
mengasosiasikan gerakan yang sedang dipelajarinya dengan gerakan yang sudah
dikenalnya. Tahap ini merupakan tahap pertengahan dalam perkembangan aspek
psikomotorik peserta didik.

Gerakan-gerakan pada tahap ini belum merupakan gerakan-gerakan yang


bersifat otomatis. Pada tahap ini anak berpikir untuk melakukan gerakan yang akan
dilakukannya lebih sedikit dibanding pada waktu dia berada pada tahap kognitif.

19
Oleh karena waktu yang digunakan relatif pendek, gerakan-gerakannya pun mulai
tidak kaku dan lambat.

3) Tahap Otonomi

Pada tahap ini peserta didik telah mencapai tingkat otonomi yang tinggi.
Proses belajarnya sudah hampir lengkap meskipun mereka tetap dapat memperbaiki
gerakan-gerakan yang dipelajarinya. Tahap ini disebut tahap otonomi disebabkan
peserta didik sudah tidak memerlukan kehadiran instruktur untuk melakukan
gerakan-gerakan. Pada tahap ini, gerakan-gerakan mereka telah dilakukan secara
spontan sehingga gerakan-gerakan yang dilakukannya tidak harus dipikirkannya
terlebih dahulu.

• Periode Sekolah Menengah Atas (SMA)

Psikolog memandang anak usia SMA sebagai individu yang berada pada
tahap yang tidak jelas dalam rangkaian proses perkembangan individu.
Ketidakjelasan ini karena mereka berada pada periode transisi, yaitu dari periode
kanak-kanak menuju periode orang dewasa. Pada masa tersebut mereka melalui
masa yang disebut masa remaja atau pubertas. Umumnya, mereka tidak mau
dikatakan sebagai anak-anak tetapi jika mereka disebut sebagai orang dewasa,
mereka secara riil belum siap menyandang predikat sebagai orang dewasa. Ada
perubahan-perubahan yang bersifat universal pada masa remaja. Yaitu,
meningginya emosi yang intensitasnya bergantung pada tingkat perubahan fisik dan
psikis, perubahan tubuh, perubahan minat dan peran yang diharapkan oleh
kelompok sosial tertentu untuk dimainkannya yang kemudian menimbulkan
masalah, berubahnya minat, perilaku, dan nilai-nilai. Selain itu, adanya sikap
mendua (ambivalen) terhadap perubahan. Perubahan-perubahan tersebut akhirnya
berdampak pada perkembangan kognitif, afektif, dan juga psikomotorik mereka.

a. Perkembangan Aspek Kognitif Pada Masa Remaja Terjadi Kematangan

Intelektualitas yang berkembang bersamaan dengan kematangan organ


seksualnya. Dalam QS Al-Nisa dijelaskan bahwa seseorang yang telah cukup umur
untuk menikah dianggap telah memasuki kematangan intelektual.

20
ً َ‫َوابتَلُوا اليَ ٰتمٰ ى َحت ٰ ٰٓى اِذَا بَلَغُوا النِكَا َح فَاِن ٰانَستُم ِمن ُهم ُرشدًا فَادفَعُ ٰٓوا اِلَي ِهم اَم َوالَ ُهم َو َْل ت َأ ُكلُو َها ٰٓ اِس َرافًا َّوبِد‬
‫ارا اَن‬
‫غنِيًّا فَليَستَعفِف َو َمن َكانَ فَقِي ًرا فَليَأ ُكل بِال َمع ُروفِ فَ ِاذَا دَفَعتُم اِلَي ِهم اَم َوالَ ُهم فَاَش ِهدُوا‬
َ َ‫يَّكبَ ُروا َو َمن َكان‬
ِ ٰ ِ‫علَي ِهم َو َك ٰفى ب‬
‫اّلل َحسِيبًا‬ َ

Artinya : “Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin, jika
mereka menurutmu telah cerdas, maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya;
dan janganlah kamu memakan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan
(janganlah) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa.” (QS Al-
Nisa' (4): 6)

Selain terjadi perubahan fisik dan sosial, juga terjadi perubahan dalam cara
berpikir dan pengolahan informasi. Pada saat remaja, mereka mengalami periode
individualisasi, di mana mereka mengembangkan identitas diri mereka dan
membentuk pendapat sendiri yang mungkin berbeda dengan orangtuanya. Mereka
mengalami deidelalisasi terhadap orangtua. Remaja mulai menyadari bahwa
orangtua mereka tidak selalu benar. Akibatnya, sering terjadi konflik antara
orangtua dan anak remaja, yang umumnya berkisar pada perbedaan tentang
bagaimana mereka memandang dan mendefinisikan aturan keluarga dan aturan
sosial lainnya.

Remaja mulai merasa bahwa pemecahan masalah merupakan pilihan


pribadi, bukan pendapat orangtua. Meskipun konflik di atas dapat menimbulkan
masalah, hal tersebut merupakan perkembangan yang normal, bukan merupakan
suatu ancaman terhadap hubungan antara orangtua dan anak. Selain harus berpikir
kritis, hendaknya remaja juga menyadari bahwa mereka harus menghargai
orangtuanya dan tetap meminta nasihat-nasihatnya. Oleh karena itu, konflik antara
mereka akan menjadi proses untuk menjadi orang dewasa bagi anak.

Untuk menunjukkan kematangannya, remaja terutama laki-laki juga sering


terdorong untuk menentang otoritas guru di SMA sehingga mereka menjadi target
dan pemberontakan mereka. Cara yang paling baik untuk menghadapi
pemberontakan remaja adalah sebagai berikut.

21
1) Mencoba untuk mengerti mereka.

2) Melakukan segala sesuatu untuk membantu mereka agar berprestasi dalam


bidang ilmu yang diajarkan. Jika para guru menyadari untuk mengembangkan
keterampilan-keterampilan pada diri peserta didiknya walaupun dalam cara yang
terbatas, pemberontakan dan sikap permusuhan di kelas akan dapat dikurangi.

b. Perkembangan Aspek Afektif

Masa remaja dikenal dengan masa storm and stress, yaitu terjadinya
pergolakan emosi yang diiringi dengan pertumbuhan fisik yang pesat dan
pertumbuhan secara psikis yang bervariasi. Pada masa remaja (usia 12-21 tahun)
terdapat beberapa fase, antara lain:

1) Fase remaja awal (12-15 tahun);

2) Fase remaja pertengahan (15-18 tahun);

3) Fase remaja akhir (18-21 tahun).

Di antara fase-fase tersebut juga terdapat fase pubertas (11/12-16 tahun)


yang terkadang menjadi masalah tersendiri bagi remaja dalam menghadapinya.
Pergolakan emosi yang terjadi pada remaja tidak lepas dari bermacam-macam
pengaruh, seperti pengaruh lingkungan tempat tinggal, keluarga, sekolah, dan
teman-teman sebaya, serta aktivitas aktivitas yang dilakukannya dalam kehidupan
sehari-hari. Masa remaja yang identik dengan lingkungan sosial tempat
berinteraksi, membuat mereka tertuntut untuk menyesuaikan diri secara efektif.
Proses penyesuaian diri tersebut tak jarang menimbulkan masalah bagi remaja.
Misalnya, remaja menjadi sering melamun, mudah marah, dan menginginkan
kebebasan tanpa batas pada dirinya.

Sehubungan dengan emosi remaja yang sering melamun dan sulit diterka
maka satu-satunya upaya yang dapat guru lakukan adalah memperlakukan peserta
didik seperti orang dewasa yang penuh dengan rasa tanggung jawab moral. Dalam
hal ini, guru dapat membantu mereka bertingkah laku progresif untuk mencapai
keberhasilan dalam pekerjaan atau tugas-tugas sekolahnya. Salah satu cara yang
mendasarinya adalah dengan memotivasi mereka untuk bersaing dengan diri

22
sendiri. Bila ada ledakan-ledakan kemarahan pada diri remaja, sebaiknya guru
memperkecil ledakan emosi tersebut dengan jalan dan tindakan yang bijaksana,
lemah lembut, mengubah pokok pembicaraan, dan memulai aktivitas baru. Jika
kemarahan peserta didik tetap tidak bisa diredam, guru dapat meminta bantuan
kepada petugas bimbingan konseling.

Bertambahnya kebebasan pada para remaja bagaikan menambah "bahan


bakar terhadap api," jika keinginan-keinginannya dihambat atau dirintangi oleh
orangtua dan gurunya. Salah satu cara untuk mengatasinya adalah dengan meminta
peserta didik mendiskusikan perasaan-perasaan mereka. Penting bagi guru untuk
memahami alasan-alasan pemberontakan mereka dan guru harus menekankan
pentingnya bagi remaja untuk mengendalikan dirinya karena hidup di masyarakat
harus menghormati dan menghargai keterbatasan- keterbatasan dan kebebasan
individu.

c. Perkembangan Aspek Psikomotorik

Kemampuan psikomotorik ini berkaitan dengan keterampilan motorik yang


berhubungan dengan anggota tubuh atau tindakan yang memerlukan koordinasi
antara saraf dan otak. Perkembangan psikomotorik yang dilalui oleh peserta didik
SMA memiliki kekhususan yang antara lain ditandai oleh perubahan-perubahan
ukuran tubuh, ciri kelamin yang primer, dan ciri kelamin yang sekunder. Perubahan-
perubahan tersebut dikelompokkan dalam dua kategori besar, yaitu percepatan
pertumbuhan dan proses kematangan seksual yang bersifat kualitatif dan
kuantitatif.

Perubahan-perubahan fisik tersebut merupakan gejala umum dalam


pertumbuhan peserta didik SMA. Perubahan-perubahan fisik tersebut bukan hanya
berhubungan dengan bertambahnya ukuran tubuh dan berubahnya proporsi tubuh
saja, melainkan juga meliputi ciri-ciri yang terdapat pada kelamin primer dan
sekunder. Perubahan-perubahan tersebut pada umumnya mengikuti irama tertentu.
Hal ini terjadi karena pengaruh faktor keluarga, gizi, emosi, jenis kelamin, dan
kesehatan.

23
Perubahan-perubahan yang dialami peserta didik SMA memengaruhi
perkembangan tingkah laku yang ditampakkan pada perilaku yang canggung dalam
proses penyesuaian diri mereka, isolasi diri dan kelompok dari pergaulan, perilaku
emosional, imitasi berlebihan, dan lain-lain.8

8
Novan Ardy Wyanti dan Barnawi, Ilmu Pendidikan Islam (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), hal.
148-166.

24
KESIMPULAN

Dalam istilah Islam, seorang peserta didik dikenal dengan istilah thalib, berasal
dari akar kata thalaba-yathlubu yang berarti mencari atau menuntut. Pengertian Peserta
didik dalam pendidikan Islam adalah anak yang sedang tumbuh dan berkembang, untuk
mencapai tujuan pendidikannya melalui lembaga pendidikan, peserta didik merupakan
orang-orang yang sedang memerlukan pengetahuan atau ilmu. Pada hakikatnya, tujuan
pembelajaran adalah untuk membantu peserta didik dalam mengembangkan
potensinya secara optimal. Ada 3 potensi yang perlu dikembangkan oleh peserta didik,
yaitu potensi fikriyah (potensi kecerdasan yang terdapat di otak manusia yang
berfungsi untuk merencanakan sesuatu, menghitung dan menganalisis), potensi
ruhiyah (aspek rohaniah yaitu aspek yang didewasakan dan di-insan kamil-kan melalui
pendidikan sebagai elemen yang berpretensi positif), dan potensi nafsiyah (aspek yang
keseluruhan kualitas khas kemanusiaan berupa pikiran, perasaan, kemauan dan
kebebasan).

Kompetensi peserta didik adalah kemampuan yang harus dimiliki peserta didik
setelah mengikuti pembelajaran yang merupakan perpaduan dari pengetahuan,
keterampilan, nilai, dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan
bertindak. Kompetensi peserta didik dikenal dengan istilah 4C, yaitu Critical Thinking
(Berpikir kritis), Communication (Komunikasi), Creativity (Kreativitas), dan
Collaboration (Berkolaborasi). Penerapan kompetensi pembelajaran 4C perlu
diperhatikan karena berguna untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan menyiapkan
peserta didik dalam menghadapi tantangan dalam kehidupan sehari-hari. Insan kamil
adalah manusia yang sempurna menjadi salah satu tingkat julukan paling tinggi dan
sempurna akhlak serta imannya dalam islam. Perkembangan peserta didik sesuai
periodenya terbagi menjadi 3, yaitu periode Sekolah Dasar, periode Sekolah Menengah
Pertama, dan periode Sekolah Menengah Atas yang masing-masing setiap periode
memiliki perkembangan dalam aspek kognitif (kecerdasan), aspek afektif (perasaan),
dan aspek psikomotorik (gerak). Perkembangan aspek-aspek tersebut pasti berbeda,
sesuai dengan tahapan periode yang disebutkan.

iv
DAFTAR PUSTAKA

Heri Gunawan, S.Pd.I., M.Ag.,Pendidikan Islam Kajian Teoritis dan Pemikira Tokoh
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014), hlm 207.

Moh. Haitami Salim dan Syamsul Kurniawan, Studi Ilmu Pendidikan Islam
(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,2012), hlm 125.

Sari, F., Badrah N., & Muslimin, M. (2020). Ayat Al-Qur’an Tentang Potensi Manusia.
Jurnal Bilqolam Pendidikan Islam, 1(2), 72–81. https://doi.org/10.51672/jbpi.v1i2.5
Rahman, S. (2022). Konsep Tentang Potensi-potensi Manusia dalam Perspektif Al-
Qur’a dan Implemetasinya dalam Pendidikan. Jurnal Adzkiya, 6(2), Article 2.
Arnyana, I. B. P. (2019). Pembelajaran untuk Meningkatkan Kompetensi 4C
(Communication, Collaboration, Critical Thinking Dan Creative Thinking) Untuk
Menyongsong Era Abad 21. Prosiding : Konferesi Nasional Matematika Dan IPA
Universitas PGRI Banyuwangi, 1(1), Article 1.
Muhammad Idris, Abdu Al-Rauf Al-Marbawi, Kamus Idris Al-Marbawi Arab Melayu
(Indonesia: Dar Ihya,) Juz 1, h. 87.

8Ah Fahrudi-Miyah : Jurnal Studi Islam, 2017-ejournal.inkafa.ac.id (25-10-18 : 11.20),


h. 23

Novan Ardy Wyanti dan Barnawi, Ilmu Pendidikan Islam (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,
2012), hal. 148-166.

Anda mungkin juga menyukai