Disusun Oleh :
3. M Reza 1886208096
2018/2019
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam konferensi dunia tentang Pendidikan Islam pertama di Mekah tahun 1977
telah merekomendasikan pendidikan Islam secara makro adalah suatu upaya menyatukan
konsep tarbiyah, ta’lim, dan ta’dib. Sekalipun penggunaan-penggunaan ketiga istilah
tersebut masih terdapat silang pendapat. Namun penggunaan istilah ta’dib dalam dunia
pendidikan Islam dianggap paling tepat. Ta’dib adalah istilah yang sangat tepat dalam
dunia pendidikan, sebab pada dasarnya Pendidikan Islam bukan hanya transformasi ilmu
pengetahuan dan budaya, tapi lebih dari itu esensi dari pendidikan Islam adalah
penanaman nilai-nilai adab dan moral, serta perilaku yang sportif dan bertanggung jawab
pada individu Muslim yang pada akhirnya bermuara pada peradaban Islam.
Namun, tidak semua tujuan yang telah direncanakan tersebut berjalan mulus tanpa
sandungan sedikitpun. Permasalahan seringkali muncul yang berkaitan dengan tujuan
pendidikan Islam, yaitu ketika output pendidikan yang dihasilkan tidak sesuai dengan
tujuan tersebut. Berdasarkan masalah tersebut di atas, telah ditemukan kasus-kasus seperti
korupsi, pelecehan seksual, kekerasan dalam rumah tangga dan lain sebagainya yang
dilakukan oleh seorang yang telah mengenyam sebuah pendidikan Islam. Kejadian ini
dapat diidentifikasi sebagai kurangnya pemahaman tentang hakekat tujuan pendidikan
Islam dalam pribadi orang tersebut.
Pendidikan Islam pada dasarnya adalah upaya manusia yang terstruktur dan
terencana, sehingga dapat membentuk pribadi muslim yang berkualitas. Sejalan dengan itu
pendidikan Islam tidak hanya berorientasi pada aspek pengetahuan saja, tapi lebih dari itu
aspek moral dan religi juga menjadi prioritas utama hal ini sejalan dengan QS al-
Mujadalah (50):
… يرفع هللا الذين آمنوا منكم والذين أوتوا لعلم درجت و هللا بما يعملون خبير
… Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-
orang yang berilmu pengetahuan beberapa derajat, dan Allah Maha Mengetahui apa yang
kamu kerjakan.
Strata sosial seseorang sangat ditentukan oleh integritas ilmu dan moral seseorang.
Dengan ilmu dan iman, seseorang dapat kehormatan di dunia dan di akhirat.
BAB II
PEMBAHASAN
Istilah pendidikan sering kali tumpang tindih dengan istilah pengajaran. Oleh
karena itu, tidak heran jika Pendidikan terkadang juga dikatakan “Pengajaran” atau
sebaliknya, pengajaran disebut sebagai Pendidikan . nampaknya ini keliru terkait
pengertian masing-masing makna, sebagaimana orang sering keliru dalam1
memahami istilah belajar dan sekolah. Belajar dikatakan identik dengan sekolah,
padahal sekolah hanya salah satu dari strategi tempat belajar bagi peserta didik. Belajar
juga merupakan bagian dari proses pendidikan yang mencakup totalitas keunggulan
kemanusiaan sebagai hamba dan pemakmur alam agar senantiasa bersahaabat dan
memberikan kemanfatan untuk kehidupan bersama.
a. Pedagogy : bahwa ilmu yang sistematis atau pengajaran yang berhubungan dengan
prinsip – prinsip, metode – metode mengajar, pengawasan dan bimbingan murid; dalam
arti luas diartikan dengan istilah pendidikan.
b. Education, mengandung makna : (a) proses perkembangan pribadi; (b) proses sosial;
(c) rangkaian pelajaran profesional; (d) seni untuk membuat dan memahami ilmu
pengetahuan yang tersusun yang dikembangkan generasi bangsa (Syam, 1988).
Pendidikan dalam bahasa Arab biasa disebut dengan istilah tarbiyah yang berasal dari
kata kerja rabba, sedang pengajaran dalam bahasa Arab disebut dengan ta’lîm yang
berasal dari kata kerja ‘allama. Pendidikan Islam sama dengan Tarbiyah Islâmiyah. Kata
rabba beserta cabangnya banyak dijumpai dalam Al-Qur’an, misalnya dalam QS. al-Isra’
[17]:24 dan QS. asy-Syu’ara’ [26]:18, sedang kata ‘allama antara lain terdapat dalam QS.
al-Baqarah [2]:31 dan QS. an-Naml [27]:16. Tarbiyah sering juga disebut ta’dîb seperti
sabda Nabi Saw.: addabanî rabbî fa ahsana ta’dîbî (Tuhanku telah mendidikku, maka aku
menyempurnakan pendidikannya).
Pendidikan dalam konteks ini terkait dengan gerak dinamis, positif, dan kontinu setiap
individu menuju idealitas kehidupan manusia agar mendapatkan nilai terpuji. Aktivitas
individu tersebut meliputi pengembangan kecerdasan pikir (rasio, kognitif), dzikir (afektif,
rasa, hati, spiritual), dan keterampilan fisik (psikomotorik).
Pendidikan Islam pada hakikatnya adalah proses perubahan menuju ke arah yang
positif. Dalam konteks sejarah, perubahan yang positif ini adalah jalan Tuhan yang telah
dilaksanakan sejak zaman Nabi Muhammad Saw. Pendidikan Islam dalam konteks
perubahan
ke arah yang positif ini identik dengan kegiatan dakwah yang biasanya dipahami sebagai
upaya untuk menyampaikan ajaran Islam kepada masyarakat. Sejak wahyu pertama
diturunkan dengan program iqra’ (membaca), pendidikan Islam praksis telah lahir,
berkembang, dan eksis dalam kehidupan umat Islam, yakni sebuah proses pendidikan yang
melibatkan dan menghadirkan Tuhan. Membaca sebagai sebuah proses pendidikan
dilakukan dengan menyebut nama Tuhan Yang Menciptakan
Para ahli pendidikan telah memberikan definisi tentang tujuan pendidikan Islam, di
mana rumusan atau definisi yang satu berbeda dari definisi yang lain. Meskipun demikian,
pada hakikatnya rumusan dari tujuan pendidikan Islam adalah sama, mungkin hanya
redaksi dan penekanannya saja yang berbeda. Berikut ini akan kami kemuka-kan beberapa
definisi pendidikan Islam yang dikemukakan oleh para ahli:
1. Abd ar-Rahman Saleh Abdullah, mengungkapkan bahwa tujuan pokok pendidikan
Islam mencakup tujuan jasmaniah, tujuan rohaniah, dan tujuan mental. Saleh Abdullah
telah mengklasifikasi-kan tujuan pendidikan ke dalam tiga bidang, yaitu: fisik-materiil,
ruhani-spiritual, dan mental-emosional. Ketiga-tiganya harus di-arahkan menuju pada
kesempurnaan. Ketiga tujuan ini tentu saja harus tetap dalam satu kesatuan (integratif)
yang tidak terpisah-pisah.
2. Muhammad Athiyah al-Abrasyi merumuskan tujuan pendidikan Islam secara lebih
rinci. Dia menyatakan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah untuk membentuk akhlak
mulia, persiapan meng-hadapi kehidupan dunia-akhirat, persiapan untuk mencari rizki,
menumbuhkan semangat ilmiah, dan menyiapkan profesionalis-me subjek didik. Dari
lima rincian tujuan pendidikan tersebut, semuanya harus menuju pada titik
kesempurnaan yang salah satu indikatornya adalah adanya nilai tambah secara
kuantitatif dan kualitatif.
3. Abd ar-Rahman an-Nahlawi berpendapat bahwa tujuan pendidikan Islam adalah
mengembangkan pikiran manusia dan mengatur tingkah laku serta perasaan mereka
berdasarkan Islam yang dalam proses akhirnya bertujuan untuk merealisasikan ke-
taatan dan penghambaan kepada Allah di dalam kehidupan manusia, baik individu
maupun masyarakat. Definisi tujuan pendidikan ini lebih menekankan pada kepasrahan
kepada Tuhan yang menyatu dalam diri secara individual maupun sosial.
Berdasarkan pada definisi yang telah dikemukakan di atas maka secara umum dapatlah
dikatakan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah pembentukan kepribadian muslim
paripurna (kaffah). Jadi, pendidikan akan menemukan tujuannya jika nilai-nilai humanis
tersebut masuk dalam diri peserta didiknya. Pengabdian yang tinggi kepada Tuhan akan
memberikan man-faat pada seluruh alam semesta.
1. Tarbiyah
Satu hal yang harus dicatat adalah bahwa istilah tarbiyah untuk menunjukkan kepada
pendidikan Islam adalah termasuk hal yang baru. Menurut Muhammad Munir Mursa,
istilah ini muncul berkaitan dengan gerakan pembaharuan pendidikan di dunia Arab pada
permpat kedua abad ke-20, oleh karena itu, penggunaannya dalam konteks pendidikan
menurut pengertian sekarang tidak ditemukan di dalam referensi-referensi klasik. Yang
ditemukan adalah istilah-istilah sperti ta'lim, 'ilm, adab dan tahdzib.
Di lain pihak istilah tarbiyah tampaknya merupakan terjemahan dari istilah latin
educare dan educatio yang bahasa inggrisnya educate dan education. Konotasi kata ini
menurut Naquib al -Attas yaitu menghasilkan, mengembangkan dari kepribadian yang
tersembunyi atau potensial yang di dalam proses menghasilkan dan mengembangkan itu
mengacu kepada segala sesuatu yang bersifat fisik dan material. Atau kalau toh dalam
istilah educatio maupun education ada pula pembinaan intelektual dan moral, sumber
pelaksanaannya bukanlah wahyu, melainkan semata-mata hasil spekulasi filosofis tentang
etika yang disesuaikan dengan tujuan fisik material orang-orang sekuler.
Istilah tarbiyah menurut pendukungnya berakar pada tiga kata. Pertama, kata raba-yarbu
yang berarti bertambah dan tumbuh. Kedua, kata rabba-rabiya-yarba yang berarti tumbuh
dan berkembang. Ketiga, kata rabba-yarubbu yang berarti memperbaiki, menguasai,
memimpin, menjaga, dan memelihara. Kata al-Rab yang mempunyai akar kata yang sama
dengan kata tarbiyah berarti menumbuhkan atau membuat sesuatu menjadi sempurna
secara berangsur-angsur.
2. Ta’lim
Istilah lain yang digunakan untuk menunjuk konsep pendidikan dalam Islam adalah
ta'lim. Menurut Abdul Fattah Jalal konsep-konsep pendidikan yang terkandung di
dalamnya adalah sebagai berikut:
Pertama, ta'lim adalah proses pembelajaran terus menerus sejak manusia lahir melalui
pengembanagn fungsi-fungsi pendengaran, penglihatan dan hati. Pengertian ini digali dari
firman Allah SWT yang terjemahannya sebagai berikut:"Dan Allah mengeluarkan kamu
dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun dan Dia memberi kamu
pendengaran, penglihatan, dan hati agar kamu bersyukur." (Q.S. al-Nahl/16:78).
Pengembanagn fungsi-fungsi tersebut merupakan tanggung jawab orang tua ketika anak
masih kecil. Setelah dewasa, hendaknya orang belajar secara mandiri sampai ia tidak
mampu lagi meneruskan belajarnya, baik karena meninggal atau karena usia tua renta.
Kedua, proses ta'lim tidak berhenti pada pencapaian pengetahuan dalam domain kognisi
semata, tetapi terus menjangkau wilayah psikomotor dan afeksi. Pengetahuan yang hanya
sampai pada batas-batas wilayah kognisi tidak akan mendorong seorang untuk
mengamalkannya, dan pengetahuan semacam itu biasanya diperoleh atas dasar prasangka
atau taklid. Padahal al-Qur'an sangat mengecam orang yang hanya memiliki pengetahuan
semacam ini.
3. Ta’dib
Istilah ketiga yang digunakan untuk menunjukkan kepada pendidikan dalah adab. Arti
dasar istilah ini yaitu "undangan kepada suatu perjamuan" Ibn Mandzur juga menyebutkan
ungkapan "addabahu fataaddaba" berarti allamahu (mendidiknya)18. Gagasan ke suatu
perjamuan mengisyaratkan bahwa tuan rumah adalah orang yang mulia dan adanya banyak
orang yang hadir, dan bahwasanya yang hadir adalah orang-orang yang menurut perkiraan
tuan rumah pantas mendapatkan kehormatan untuk diundang dan, oleh karen itu, mereka
adalah orang-orang bermutu dan berpendidikan tinggi yang diharapkan bisa bertingkah
laku sesuai dengan keadaan, baik dalam berbicara, bertindak maupun etiket19. Pengertian
seperti itu sejalan dengan hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Ibn Mas'ud:
"Al-Qur'an ini adalah undangan/perjamuan (ma'dibah) Allah SWT di muka bumi, maka
pelajarilah (santaplah) hidangan tersebut".
Qur'an suci adalah undangan Tuhan kepada suatu perjamuan ruhaniyah, dan pencapaian
ilmu yang benar tentangnya berarti
Keterkaitan konseptual kedua istilah itu, 'ilm dan adab, di dalam hadis lain lebih langsung
sehingga mengisyaratkan identitas antara adab dan ilmu.
"Addabani Rabbi fa ahsana ta'dibi" (Tuhanku telah mendidikku dan dengan demikian
menjadilah pendidikanku yang terbaik).
Di dalam hadis ini secara eksplisit digunakan istilah ta'dib (yang diartikan pendidikan) dari
kata addaba yang berarti mendidik. Kata ini, menurut al-Zajjaj, dikatakan sebagai cara
Tuhan mendidik Nabi-Nya,20 tentu saja mengandung konsep pendidikan yang sempurna.
Dengan penjelasan di atas al-Attas selanjutnya menguraikan pengertian hadis ini sebagai
berikut: "Tuhanku telah membuatku mengenali dan mengakui, dengan apa (yaitu adab)
yang secara berangsur- angsur telah ditanamkan ke dalam diriku, tempat -tempat yang
tepat dari segala sesuatu di dalam penciptaan, sehingga hal itu membmbingku ke arah
pengenalan dan pengakuan tempat -Nya yang tepat di dalam tatanan wujud dan
kepribadian dan sebagai akibatnya, Ia telah membuat pendidikanku yang paling baik".
Sehingga, dengan demikian tidak perlu ada keraguan bahwa konsep dan proses pendidikan
telah tercakup di dalam istilah ta'dib dan bahwa istilah yang tepat untuk menunjukkan
"pendidikan" di dalam Islam sudah cukup terungkapkan olehnya. Istilah ta'dib
mengandung arti ilmu, pengajaran (ta'lim) dan pengasuhan yang baik (tarbiyah). Tidak
ditemui unsur penguasaan pemilikan terhadap objek atau anak didik, di samping tidak juga
menimbulkan interpretasi mendidik makhluk selain manusia, misalnya binatang dan
tumbuh-tumbuhan. Karena, menurut konsep Islam, yang dapat dan harus dididik hanyalah
manusia, al-hayawan al-natiq.
profil manusia yang beradab, sekaligus yang cakap mengatur diri sendiri di dunia tempat ia
berada.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara Umum Menurut Juhn Dewer, Pendidikan adalah suatu proses pembaharun
makna pengalaman, hal ini mungkin akan terjadi didalan pergaulan biasa atau pergaulan
orang dewasa dengan orang muda mungkin pula terjadi secara sengaja dan dilembagakan
untuk menghasilkan kesinambungan sosial, Proses ini melibatkan pengawasaan dan
perkembangan dari orang yang belum dewasa dan kelompok dimana dia hidup.
Dalam Pandangan Islam Pendidikan Islam pada hakikatnya adalah proses perubahan
menuju ke arah yang positif. Dalam konteks sejarah, perubahan yang positif ini adalah
jalan Tuhan yang telah dilaksanakan sejak zaman Nabi Muhammad Saw. Pendidikan
Islam dalam konteks perubahan
Dengan ini didapati bahwa tujuan Pendidikan Islam adalah untuk pembentukan
kepribadian muslim paripurna (kaffah). Jadi, pendidikan akan menemukan tujuannya jika
nilai-nilai humanis tersebut masuk dalam diri peserta didiknya. Pengabdian yang tinggi
kepada Tuhan akan memberikan man-faat pada seluruh alam semesta.
Sesuai dengan Tarbiyah, Ta’lim dan Ta’dib bahwa makna ketiganya berupa :