Anda di halaman 1dari 273

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/331543438

PERKEMBANGAN PERTUMBUHAN PESERTA DIDIK

Book · March 2019

CITATIONS READS

12 3,262

1 author:

Sutirna Sutirna
Universitas Singaperbangsa Karawang
38 PUBLICATIONS   27 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Persepsi Guru Pendidikan Agama Islam SMP/MTs terhadap Layanan Bimbingan dan Konseling View project

All content following this page was uploaded by Sutirna Sutirna on 06 March 2019.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


1

SEKAPUR SIRIH

Dalam upaya mencapai Tujuan Pembangunan Nasional,


peranan pendidikan sangat menentukan. Pendidikan
diselenggarakan pada melalui jalur pendidikan di sekolah
(formal), pendidikan di luar sekolah (nonformal) dan pendidikan
di lingkungan keluarga (informal). Ketiga jalur pendidikan
tersebut berfungsi untuk meneruskan nilai-nilai luhur bangsa
kepada generasi muda dan untuk mencapai tujuan pendidikan
nasional yang telah ditetapkan dalam suatu Sistem Pendidikan
Nasional (Sisdiknas).
Untuk mencapai tujuan pendidikan nasional tersebut, perlu
adanya kegiatan yang sinergis disetiap penyelenggaraan
pendidikan, baik itu di sekolah, luar sekolah dan lingkungan
keluarga. Di sekolah (formal) dan di luar sekolah (nonformal),
pemerintah telah memberikan rambu-rambu yang jelas tentang
kegiatan penyelenggaraannya, yaitu yang disebut dengan
Wawasan Wiyatamandala, dimana sekolah berfungsi untuk
mendidik, mengajar, dan melatih peserta didik untuk
mempersiapkan dirinya di masa yang akan datang, dengan
demikian sekolah hendaknya tidak melakukan atau
melaksanakan kegiatan-kegiatan di luar tujuan pendidikan
nasional.
2

Sementara pendidikan yang diselenggarakan di


lingkungan keluarga (informal) memegang peranan yang paling
utama dan pertama, karena peserta didik sebelum memasuki
dunia pendidikan formal atau nonformal, lingkungan
keluargalah yang paling dahulu memberikan pendidikan. Oleh
karena itu, tanpa lingkungan keluarga yang kondusif, harmonis,
dan aman tenteram, mustahil peserta didik yang memasuki dunia
persekolahan akan menjadi yang terbaik.
Begitupun dengan status perkembangan dan pertumbuhan
peserta didik peranan pendidikan di lingkungan keluarga
menjadi sebuah momentum titik awal dimana anak akan tumbuh
dan berkembang sesuai dengan tahap perkembangannya, karena
dengan perkembangan yang terbimbingan melalui tahap awal di
lingkungan keluarga akan membawa dampak yang positif
terhadap perkembangan selanjutnya, baik itu di sekolah dan
dilingkungan masyarakat.
Berbicara tentang pendidikan dapat dipastikan akan
membicaran peserta didik, membicarakan peserta didik dapat
dipastikan akan membicarakan perkembangan dan pertumbuhan
peserta didik, oleh karena mempelajari dan memahami
perkembangan dan pertumbuhan peserta didik baik itu bagi
calon guru, guru, dan orang tua sangat penting sebagai bahan
untuk membantu peserta didik/putra-putrinya dalam
pendidikannya.
3

Pada buku perkembangan dan pertumbuhan peserta didik


ini akan membahas tentang Konsep Perkembangan, Perspektif
psikologis dalam memahami perkembangan, Faktor-faktor yang
mempengaruhi perkembangan, Tugas-tugas Perkembangan,
Karakteristik perkembangan psiko-fisik masa prenatal (dasar
biologis perkemb.manusia), Perkembangan masa bayi,
Karakteristik perkembangan Fisik & psikomotorik, Karakteristik
perkembangan Sosial & kepribadian, dan Karakteritik
perkembangan Kognitif dan bahasa serta peran layanan
bimbingan konseling terhadap perkembangan dan pertumbuhan
peserta didik yang selama ini menjadi masalah dikarenakan
kenakalan, tawuran, narkoba, dan perbuatan negatif terhadap
lingkungan sekitar.
Pada awal kata pengantar ini kami sampaikan ucapan
terima kasih yang setinggi-tinggi kepada seluruh keluarga besar
STKIP Siliwangi Bandung yang telah memberikan dukungan
dan kepercayaan kepada penulis untuk membuat buku pegangan
bagi mata kuliah Perkembangan dan Pertumbuhan Peserta Didik
serta kepada seluruh teman-teman yang telah mendukung
diterbitkannya buku ini.
Kehilapan dan kealfaan merupakan sifat dari manusia,
oleh karena itu pada kesempatan ini mohon maaf jika dalam
buku ini masih banyak kekurangan-kekurangan dalam, baik itu
bahasa, tulisan dan materi yang disampaikan. Kritik dan saran
4

yang membangun kami akan sangat terbuka untuk menerimanya


sehingga terbitan-terbitan selanjutnya akan lebih sempurna buku
ini.

Terima kasih
Bandung, 1 Syawal 1434 H
08 Agustus 2013

Dr. H. Sutirna, M.Pd.


5

DAFTAR ISI
BAB Uraian Hal.
Sekapur Sirih dari Penulis i
Daftar Isi v
I KONSEP DASAR PERKEMBANGAN &
PERTUMBUHAN
A Mengenal Hakikat Manusia 2
B Hubungan Manusia dengan Pendidikan 10
C Kesimpulan 15
Daftar Pustaka 16
II PERKEMBANGAN & PERTUMBUHAN
PESERTA DIDIK
A Perkembangan Peserta Didik 17
B Ciri-ciri Perkembangan Peserta Didik 20
C Prinsip-prinsip Perkembangan Peserta Didik 22
D Pentingnya Memahami Perkembangan Peserta 24
Didik
E Faktor-faktor yang mempengaruhi 26
perkembangan manusia
F Tahap-tahap Perkembangan 28
G Kematangan Peserta Didik 41
H Perbedaan Individual 49
I Pertumbuhan Peserta Didik 69
J Kesimpulan 70
Daftar Pustaka 72
III MENGENAL PESERTA DIDIK MELALUI
KARAKTERISTIK UMUM
A Mengenal Peserta Didik 74
B Implementasi Karakteristik Peserta Didik 81
terhadap Penyelenggaraan Pendidikan di
Sekolah maupun Di Luar Sekolah
C Tugas-tugas Perkembangan 93
D Kesimpulan 98
Daftar Pustaka 101
IV KONSEP KEBUTUHAN DAN PRAKTIKNYA
TERHADAP PROSES PEMBELAJARAN
6

A Kebutuhan Fisiologis 109


B Kebutuhan Rasa Aman 110
C Kebutuhan Dicintai dan Disayangi 112
D Kebutuhan Harga Diri 113
E Kebutuhan Aktualisasi Diri 114
F Kesimpulan 122
Daftar Pustaka 126
V HUKUM HUKUM PERKEMBANGAN
A Hukum Konvergensi 127
B Hukum Tempo Perkembangan 128
C Hukum Irama Perkembangan 129
D Hukum Kesatuan Organis 130
E Hukum Hirerachi Perkembangan 130
F Hukum Masa Peka 131
G Hukum Mengembangkan Diri 132
H Hukum Rekapitulasi 133
Daftar Pustaka 136
VI ASPEK ASPEK PERKEMBANGAN
A Perkembangan Moral 138
B Perkembangan Disiplin 148
C Perkembangan Sosial 152
D Kesimpulan 158
Daftar Pustaka 160
VII FAKTOR FAKTOR PENGARUH TERHADAP
PERKEMBANGAN & PERTUMBUHAN
A Aliran Nativisme 162
B Aliran Empirisme 164
C Aliran Konvergensi 167
D Kesimpulan 182
Daftar Pustaka 184
VIII PERAN BIMBINGAN DAN KONSELING
DALAM PROSES PERKEMBANGAN DAN
PERTUMBUHAN PESERTA DIDIK
A Konsep Dasar Bimbingan dan Konseling 187
B Tujuan Layanan Bimbingan dan Konseling 208
C Fungsi Layanan Bimbingan dan Konseling 213
7

D Prinsip-prinsip Layanan Bimbingan dan 217


Konseling
E Asas Layanan Bimbingan dan Konseling 221
F Peran Bimbingan Konseling dalam 223
Memfasilitasi Perkembangan dan Pertumbuhan
Peserta Didik
G Kesimpulan 232
Daftar Pustaka 237
IX TUGAS MANDIRI 238
RIWAYAT HIDUP PENULIS 250
8

BAB I
KONSEP DASAR
PERKEMBANGAN & PERTUMBUHAN
Membicarakan konsep dasar perkembangan dan
pertumbuhan berarti membicarakan makhluk ciptaan Allah Swt,
dengan demikian dalam kaitannya dengan dunia pendidikan
berarti kita akan membahas tentang manusia, jika kita
membicarakan tentang manusia berarti kita akan membicaran
siapa peserta didik?
Perkembangan dan Pertumbuhan peserta didik seyogyanya
berjalan sebagai perbandingan senilai artinya jika pertumbuhan
itu berjalan dengan baik seharusnya perkembangannya pun
berjalan dengan baik, namun ada saja peserta didik perjalanan
antara perkembangan dan pertumbuhan tidak senilai, artinya
berbalik nilai.
Nah, inilah pekerjaan yang harus dikerjakan oleh semua
unsur yang terkait dalam dunia pendidikan, dari jenjang taman
kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi sehingga tujuan
dan fungsi pendidikan yang telah dituangkan dalam Undang
Undang Sistem Pendidikan akan tercapai.
Oleh karena itu, sebelum mempelajari tentang layanan
pendidikan yang tepat bagi peserta didik yang memiliki
keunikan dalam segala hal, perlu sekali memahami terlebih
dahulu tentang Hakikat Manusia dan unsur-unsur di dalamnya,
9

sehingga dalam menentukaPn perlakuan pendidikan akan lebih


terarah sesuai dengan perbedaan setiap manusia/individu/peserta
didik.

A. Memahami Hakikat Manusia.


Manusia adalah mahluk paling sempurna yang diciptakan
oleh Allah Swt. Kesempurnaan yang dimiliki oleh manusia
merupakan suatu konsekuensi fungsi dan tugas mereka sebagai
khalifah dimuka bumi ini. Fungsi dan tugas manusia sebagai
khalifah dimuka bumi secara hakiki berfungsi harus bermanfaat
bagi dirinya sendiri dan bagi orang lain, sedangkan tugas
manusia yang hakiki adalah beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa.
Manusia adalah makhluk hidup, di dalam diri manusia
terdapat apa-apa yang terdapat di dalam makhluk hidup lainnya
yang bersifat khusus. Dia berkembang, bertambah besar, makan,
istirahat, melahirkan dan berkembang biak, menjaga dan dapat
membela dirinya, merasakan kekurangan dan membutuhkan
yang lain sehingga berupaya untuk memenuhinya. Dia memiliki
rasa kasih sayang dan cinta, rasa kebapaan dan sebagai anak,
sebagaimana dia memiliki rasa takut dan aman, menyukai harta,
menyukai kekuasaan dan kepemilikan, rasa benci dan rasa suka,
merasa senang dan sedih dan sebagainya yang berupa perasaan-
perasaan yang melahirkan rasa cinta. Hal itu juga telah
10

menciptakan dorongan dalam diri manusia untuk melakukan


pemuasan rasa cintanya itu dan memenuhi kebutuhannya
sebagai akibat dari adanya potensi kehidupan yang terdapat
dalam dirinya. Oleh karena itu manusia senantiasa berusaha
mendapatkan apa yang sesuai dengan kebutuhannya, hal ini juga
dialami oleh para mahluk-mahluk hidup lainnya, hanya saja,
manusia berbeda dengan makhluk hidup lainnya dalam hal
kesempurnaan tata cara untuk memperoleh benda-benda pemuas
kebutuhannya dan juga tata cara untuk memuaskan
kebutuhannya tersebut.
Dengan demikian sifat hakikat manusia tidak dapat hidup
sendiri tanpa orang lain, oleh karena itu perkembangan dan
pertumbuhan manusia tidak bisa berjalan begitu saja tanpa ada
dukungan dari lingkungan dimana manusia itu berada.
Mari kita perhatikan beberapa pakar yang menyampaikan
definisi manusia untuk diketahui kemudian diaplikasikannya
dalam berinteraksi dengan peserta didik baik pada saat proses
belajar mengajar maupun di luar proses belajar mengajar.
1. Manusia adalah makhluk utama, yaitu diantara semua
makhluk natural dan supranatural, manusia mempunyai jiwa
bebas dan hakikat yang mulia.
2. Manusia adalah kemauan bebas. Inilah kekuatannya yang
luar biasa dan tidak dapat dijelaskan: kemauan dalam arti
bahwa kemanusiaan telah masuk ke dalam rantai kausalitas
11

sebagai sumber utama yang bebas – kepadanya dunia alam –


world of nature–, sejarah dan masyarakat sepenuhnya
bergantung, serta terus menerus melakukan campur tangan
pada dan bertindak atas rangkaian deterministis ini. Dua
determinasi eksistensial, kebebasan dan pilihan, telah
memberinya suatu kualitas seperti Tuhan
3. Manusia adalah makhluk yang sadar. Ini adalah kualitasnya
yang paling menonjol; Kesadaran dalam arti bahwa melalui
daya refleksi yang menakjubkan, ia memahami aktualitas
dunia eksternal, menyingkap rahasia yang tersembunyi dari
pengamatan, dan mampu menganalisa masing-masing realita
dan peristiwa. Ia tidak tetap tinggal pada permukaan serba-
indera dan akibat saja, tetapi mengamati apa yang ada di luar
penginderaan dan menyimpulkan penyebab dari akibat.
Dengan demikian ia melewati batas penginderaannya dan
memperpanjang ikatan waktunya sampai ke masa lampau dan
masa mendatang, ke dalam waktu yang tidak dihadirinya
secara objektif. Ia mendapat pegangan yang benar, luas dan
dalam atas lingkungannya sendiri. Kesadaran adalah suatu zat
yang lebih mulia daripada eksistensi.
4. Manusia adalah makhluk yang sadar diri. Ini berarti bahwa
ia adalah satu-satuna makhluk hidup yang mempunyai
pengetahuan atas kehadirannya sendiri ; ia mampu
mempelajari, manganalisis, mengetahui dan menilai dirinya.
12

5. Manusia adalah makhluk kreatif. Aspek kreatif tingkah


lakunya ini memisahkan dirinya secara keseluruhan dari
alam, dan menempatkannya di samping Tuhan. Hal ini
menyebabkan manusia memiliki kekuatan ajaib-semu –quasi-
miracolous– yang memberinya kemampuan untuk melewati
parameter alami dari eksistensi dirinya, memberinya
perluasan dan kedalaman eksistensial yang tak terbatas, dan
menempatkannya pada suatu posisi untuk menikmati apa
yang belum diberikan alam.
6. Manusia adalah makhluk idealis, pemuja yang ideal. Dengan
ini berarti ia tidak pernah puas dengan apa yang ada, tetapi
berjuang untuk mengubahnya menjadi apa yang seharusnya.
Idealisme adalah faktor utama dalam pergerakan dan evolusi
manusia. Idealisme tidak memberikan kesempatan untuk puas
di dalam pagar-pagar kokoh realita yang ada. Kekuatan inilah
yang selalu memaksa manusia untuk merenung, menemukan,
menyelidiki, mewujudkan, membuat dan mencipta dalam
alam jasmaniah dan ruhaniah.
7. Manusia adalah makhluk moral. Di sinilah timbul
pertanyaan penting mengenai nilai. Nilai terdiri dari ikatan
yang ada antara manusia dan setiap gejala, perilaku,
perbuatan atau dimana suatu motif yang lebih tinggi daripada
motif manfaat timbul. Ikatan ini mungkin dapat disebut
ikatan suci, karena ia dihormati dan dipuja begitu rupa
13

sehingga orang merasa rela untuk membaktikan atau


mengorbankan kehidupan mereka demi ikatan ini.
8. Manusia adalah makhluk utama dalam dunia alami,
mempunyai esensi uniknya sendiri, dan sebagai suatu
penciptaan atau sebagai suatu gejala yang bersifat istimewa
dan mulia. Ia memiliki kemauan, ikut campur dalam alam
yang independen, memiliki kekuatan untuk memilih dan
mempunyai andil dalam menciptakan gaya hidup melawan
kehidupan alami. Kekuatan ini memberinya suatu
keterlibatan dan tanggung jawab yang tidak akan punya arti
kalau tidak dinyatakan dengan mengacu pada sistem nilai.
Definisi di atas memberikan dengan jelas siapakah
manusia itu? Dengan demikian pengertian hakikat manusia
adalah sebagai berikut :
1. Makhluk yang memiliki tenaga dalam yang dapat
menggerakkan hidupnya untuk memenuhi kebutuhan-
kebutuhannya.
2. Individu yang memiliki sifat rasional yang bertanggung
jawab atas tingkah laku intelektual dan sosial.
3. Makhluk yang mampu mengarahkan dirinya ke tujuan yang
positif mampu mengatur dan mengontrol dirinya dan mampu
menentukan nasibnya.
4. Makhluk yang dalam proses menjadi berkembang dan terus
berkembang tidak pernah selesai (tuntas) selama hidupnya.
14

5. Individu yang dalam hidupnya selalu melibatkan dirinya


dalam usaha untuk mewujudkan dirinya sendiri, membantu
orang lain dan membuat dunia lebih baik untuk ditempati
6. Suatu keberadaan yang berpotensi yang perwujudanya
merupakan ketakterdugaan dengan potensi yang tak terbatas
7. Makhluk Tuhan yang berarti ia adalah makhluk yang
mengandung kemungkinan baik dan jahat.
8. Individu yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan turutama
lingkungan sosial, bahkan ia tidak bisa berkembang sesuai
dengan martabat kemanusiaannya tanpa hidup di dalam
lingkungan sosial.
Dengan memahami hakikat manusia bagi seorang
pendidik/calon pendidik sangatlah penting sekali, karena hal ini
merupakan dasar pijakan bagi pendidik untuk memberikan
layanan pendidikan yang tepat. Apalagi dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi dimana manusia memerlukan
pendidikan yang bermutu untuk menghadapinya.
Sunaryo (Pikiran Rakyat, 22 April 2012) dalam tulisannya
yang berjudul Pedagogi Kedamaian menyampaikan bahwa
Pendidikan adalah proyek penyadaran tentang makna menjadi
manusia dan bagaimana seharusnya berinteraksi dengan alam
dan makhluk lain. Kedalamnya termasuk belajar peduli dan
merawat lingkungan. Dalam kontek ilmu mendidik tentang
perdamaian (pedagogy of peace) dalam pendidikan yang
15

berlandaskan kedamaian (peacefulness based education),


kemudian disampaikan beberapa prinsip pendidikan yang harus
dijadikan pegangan yaitu:
1. Pendidikan kedamaian tidak harus berbentuk mata pelajaran
khusus. Pemberian pesan damai dan usaha untuk
membentuk preferensi masyarakat untuk memajukan cara-
cara damai dalam menyelesaikan pesrsoalan, bisa
disampaikan dalam pelajaran apapun. Kedamaian bukan
menjadi tujuan, tetapi harus hadir sebagai climate, sebagai
iklim yang menyelimuti belajar-mengajar.
2. Pendidikan kedamaian adalah usaha sadar semua pihak
dalam mengubah cara-cara menyelesaikan masalah
sehingga tidak mengganggu kuutuhan sosial dan keadilan.
Pada sisi lain, pendidikan kedamaian adalah pembentukan
kesadaran transformatif. Tujuan pendidikan kedamaian
berhasil bila terbangun transperensi masyarakat untuk
memajukan cara-cara damai dalam neyelesaikan potensi
konflik dan mengatasi berbagai ketimpangan yang dapat
memicu kekerasan.
Preferensi dimaksudkan adalah pilihan yang mengandung
keberpihakan. Dengan demikian, preferensi damai adalah
pemajuan cara-cara damai sekaligus penolakan terhadap
kekerasan, siapa pun yang melakukannya dan siapa pun
korbannya.
16

3. Bagaimana cara manusia hidup yang baik terdefinisikan


dalam budaya. Definisi tadi bisa merujuk pada agama,
hukum, atau kaidah apa pun yang dinilai fungsional. Seperti
halnya budaya yang memiliki unsur-unsur universal namun
kerap hadir secara kontekstual, cara manusia memaknai dan
mengajarkan kedamaian bida mengacu pada standar
universal dan lokal sekaligus.
Dalam konteks global, kaidah ini mengingatkan pentingnya
mengelola potensi kesalahpahaman akibat perbedaan
budaya. Kadang orang memiliki bahasa dan cara yang
berbeda untuk maksud yang sama. Kepekaan budaya
menjadi faktor penting dalam memajukan pendidikan
kedamaian. Pada titik inilah nisbat antara pendidikan
kedamaian dengan pembentukan warga negara global
dengan identitas dan karakter lokal menemukan simpulnya.
4. Hal yang mendasar dalam pendidikan kedamaian adalah
komitmen guru dalam membentuk pengalaman dan
preferensi murid-muridnya untuk mengedepankan cara cara
damai mesti beragam kesulitan akan menghadang.
Kedalamnya termasuk merangsang hak koletif untuk
mewujudkan mimpi bersama tentang dunia yang aman dan
kehidupan tidak saling mencedirai.
Sulanjutnya disampaikan dalam tulisan tersebut
disampaikan tiga pilar tentang kehidupan manusia yang baik
17

yang dikutif dari seorang ulama besar yaitu Hasan Al-Bashri,


ketiga pilar tersebut adalah (1) kebiasaan seseorang jangan
saling mengganggu, (2) selalu menawarkan bantuan, dan (3)
selalu hadir dengan wajah tersenyum/berseri.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa manusia
memiliki potensi untuk menuju manusia yang baik tersebut
dengan memberikan pendidikan kedamaian bagi dirinya dan
lingkungan sekitarnya sesuai dengan hakikat manusia itu
sendiri.
Pendidikanlah yang memiliki garda terdepan untuk
membangun manusia menjadi lebih baik dengan tindakan semua
guru yang Humanistik (memanusiakan manusia) secara
bersama-sama dalam satu ikatan untuk memberikan pendidikan
yang paling terbaik bagi manusia, sehingga tujuan manusia
secara hakiki akan tercapai, yaitu bahagia di dunia dan bahagia
di akhir jaman.

B. Hubungan Manusia dengan Pendidikan


Pendidikan adalah investasi suatu bangsa, pendidikan
adalah bekal hidup dan kehidupan manusia dimasa kini dan
masa mendatang, dan pendidikan memiliki pengaruh terhadap
semua aspek kehidupan. Hal ini sesuai dengan aliran pendidikan
kaum Empirisme dimana lingkungan pendidikan akan
berpengaruh terhadap perkembangan manusia.
18

Multahim (2005) menyampaikan bahwa pada masyarakat


yang masih sederhana (primitif), keluarga merupakan
lingkungan atau lembaga yang paling dominan dalam
pembentukan kepribadian anak. Akan tetapi, pada masyarakat
yang sudah maju, sebagai fungsi untuk pembentukan dan
pertumbuhan pribadi anak diganti oleh suatu lembaga formal
(persekolahan). Ada tiga fungsi sekolah dalam pembentukan
kepribadian anak, yaitu:
1. Memberikan pengetahuan dan keterampilan yang
diperlukan untuk mengembangkan daya intelektual, agar
anak dapat hidup layak dalam masyarakat.
2. Membentuk kepribadian anak agar sesuai dengan nilai-nilai
dan norma yang ada dalam masyarakat.
3. Merupakan tempat mengembangkan potensi anak untuk
mengenal kemampuan dan bakatnya, melestarikan
kebudayaan dngan cara mewariskan dari generasi yang satu
kegenerasi berikutnya.
Dari uraian tersebut jelas bahwa manusia dengan
pendidikan (lingkungan sekolah) memiliki hubungan yang
sangat penting dalam rangka mengembangkan segala potensi
diri untuk masa depan serta menumbuhkembangkan
kepribadiannya sesuai dengan jati diri bangsa Indonesia.
Apalagi jika kita perhatikan perkembangan dunia yang
semakin modern, dimana budaya (culture) bangsa lain yang
19

tidak menampakan ciri budaya bangsa Indonesia semakin hari


semakin tidak dapat dibendung atau dicegah keberadaannya.
Selanjutnya sopan santun (etika) juga yang semakin hari
semakin sudah jauh dari tata kesopanan jati diri bangsa
Indonesia, bahkan fenomena yang mengerikan sekarang ini
banyak terjadi anak kandung menganiyaya orang tuanya, orang
tua membunuh anak kandung, tawuran antar kampung, tawuran
antar pelajar bahkan mahasiswa dan sejenisnya.
Dari keadaan tersebut memberikan arti bahwa pendidikan
dengan manusia sangat erat kaitannya dalam rangka
memberikan pengertian-pengertian yang jelas tentang budaya
dan etika bangsa Indonesia kepada peserta didik dengan
memberikan pelayanan pendidikan yang optimal.
Ada dua asas yang terkait dengan perlunya pendidikan
bagi manusia dalam mengarungi hudip dan kehidupan, yaitu:
1. Asas azas Keharusan atau perlunya Pendidikan bagi
Manusia.
Asas keharusan pendidikan ada 3 asas yaitu. Pertama,
manusia sebagai makhluk yang belum selesai, artinya manusia
harus merencanakan, berbuat, dan menjadi. Dengan demikian
setiap saat manusia dapat menjadi lebih atau kurang dari
keadaanya. Contoh manusia belum selesai: manusia lahir dalam
keadaaan tidak berdaya sehingga memerlukan bantuan orang
tuanya atau orang lain dan selain itu manusia harus mengejar
20

masa depan untuk mencapai tujuannya. Kedua, tugas dan tujuan


manusia adalah menjadi manusia, yaitu aspek potensi untuk
menjadi apa dan siapa, merupakan tugas yang harus diwujudkan
oleh setiap orang. Ketiga, perkembangan manusia bersifat
terbuka, yaitu manusia mungkin berkembang sesuai dengan
kodratnya dan martabat kemanusiaanya, sebaliknya mungkin
pula berkembang kearah yang kurang sesuai. Contoh: manusia
memiliki kesempatan memperoleh kepandaian, sehat jasmani
rohani, tata krama yang baik, tujuan hidupnya.

2. Asas-asas Kemungkinan Pendidikan


Ada lima asas antropologi yang mendasari kesimpulan
bahwa manusia mungkin dididik atau dapat dididik. Pertama
azas Potensial, yaitu manusia akan dapat didik karena memiliki
potensi untuk dapat menjadi manusia. Kedua azas Dinamika,
yaitu manusia selalu menginginkan dan mengejar segala yang
lebih dari apa yang telah dicapainya. Ketiga Azas Individualitas,
yaitu manusia sebagai mahluk individu tidak akan pasif,
melainkan bebas dan aktif berupaya untuk mewujudkan dirinya.
Keempat Azas Sosialitas, yaitu manusia butuh bergaul dengan
orang lain. Kelima yaitu azas Moralitas, yaitu manusia memiliki
kemampuan untuk membedakan yang baik dan tidak baik, dan
pada dasarnya ia berpotensi untk berperilaku baik atas dasar
21

kebebasan dan tanggung jawabnya. (www.jember blogspot.com.


2012)

C. Kesimpulan
Manusia adalah salah satu ciptahan Tuhan Yang Maha Esa
yang paling sempurna dibandingkan dengan ciptaan Tuhan yang
lainnya. Salah satu yang membedakan dengan ciptaan Tuhan
lainnya adalah manusia diberikan akal atau pikran, akal inilah
yang akan menjadikan manusia itu dapat menentukan pilihan
jalan kehidupannya.
Agar jalan kehidupan manusia sejalan dengan kodratnya
dan menghasilkan manusia yang baik (dalam hal ini peserta
didik) diperlukan perlakuan yang sesuai dengan tahap
perkembangannya. Pendidikan (sekolah) memiliki peranan
terdepan setelah pendidikan keluarga yang paling utama, oleh
karena itu manusia dan pendidikan sangat penting tidak bisa
dibaikan keberadaannya.
Agar pendidikan berhasil menciptakan peserta didik yang
memiliki pengetahuan dan keterampilan, ada beberapa hal yang
perlu dilakukan di dunia pendidikan dalam pelaksanaannya,
yaitu seperti yang Sunaryo (2013) katakan ada tiga pilar tentang
kehidupan manusia yang baik yang dikutif dari seorang ulama
besar yaitu Hasan Al-Bashri, ketiga pilar tersebut adalah (1)
kebiasaan seseorang jangan saling mengganggu, (2) selalu
22

menawarkan bantuan, dan (3) selalu hadir dengan wajah


tersenyum/berseri.
23

Daftar Pustaka
http://jembersantri.blogspot.com/2012/10/hakikat-
manusia-dan-pendidikan.html.
Multahim, D.(2005). Pendidikan Agama Islam. Semarang
: Aneka Ilmu.
Sunaryo, Kartadinata (2013). Pendidikan Kedamaian,
Pikiran Rakyat, 22 April 2012.
24

BAB II
PERKEMBANGAN DAN PERTUMBUHAN
PESERTA DIDIK

A. Perkembangan Peserta Didik


Banyak para ahli psikologi maupun ahli pendidikan
mendefiniskan perkembangan dengan berbagai cara sesuai
keilmuan yang dimilikinya, namun semua pendapat tentang
perkembangan dapat disimpulkan berupa perubahan
seseorang ke arah yang lebih maju, dewasa atau lebih
matang atau Nana Syaodih (2009) menyimpulkan bahwa
perkembangan itu adalah penyempurnaan dan peningkatan
fungsi secara kualitas.
Perubahan ke arah yang lebih maju disini tidak serta merta
bagaikan membalikan dua belah tangan, tetapi perubahan
melalui suatu proses, oleh karena itu sebagian besar para ahli
membicarakan tentang perkembangan berkaitan dengan
prosesnya.
Manusia adalah mahluk yang berdimensi
biopsikososiospiritual. Sejak masih dalam kandungan, manusia
merupakan kesatuan psikofisis yang terus mengalami
pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan dan
perkembangan merupakan sifat kodrat manusia yang harus
mendapat perhatian secara seksama. Apalagi di dunia
25

pendidikan (di sekolah) hal ini merupakan faktor yang sangat


penting untuk diperhatikan oleh pendidik dalam rangka
menfasilitasi peserta didik untuk lebih baik dengan kata lain
mengaplikasikan perkembangan tidak boleh pilih kasih atau
diskriminasi terhadap peserta didik.
Dengan demikian perkembangan itu merupakan suatu
deretan perubahan-perubahan yang tersusun dan berarti, yang
berlangsung pada individu dalam jangka waktu tertentu.
Perkembangan lebih menunjuk pada kemajuan
mental/perkembangan rohani yang melaju terus sampai akhir
hayat. Perkembangan juga merupakan proses yang sifatnya
menyeluruh/holistic mencakup proses biologis, kognitif dan
psikososial.
Perhatikan tabel 2.1 di bawah ini tentang pandangan
perkembangan secara tradisional dan kontemporer.
Tabel 2. 1
Pandangan Perkembangan secara Tradisional &
Kontemporer
Tradisisonal Kontemporer
Pandangan kaum Pandangan kontemporer
tradisional Berpendapat tentang perkembangan manusia
tentang perkembangan yang menekankan pada
lebih ditekankan pada: perkembangan rentang hidup
1). Kematangan (life-span), yakni perubahan
2) Pertumbuhan yang terjadi selama rentang
3) Perubahan yang kehidupan mulai dari konsepsi
ekstream selama masa sampai dengan meninggal.
26

bayi, anak-anak dan


remaja.
Sementara perubahan
selama masa dewasa dan
penurunan pada usia lanjut
kurang mendapat
perhatian.

Jelas sekali pandangan tradisional ini tidak menyeluruh


memandang perkembangan hanya dibatas sampai dengan tahap
remaja sedangkan untuk tahap berikutnya tidak diakomodir,
sedangkan pandangan kaum kontemporer bahwa perkembangan
itu terjadi secara terus menerus selama individu masih hidup
atau kata lain sampai individu meninggal dunia.
Contoh kasus, misalnya anda ketika duduk di bangku SD
mengetahui teman anda yang sekarang menjadi orang terkenal
bahkan sukses dalam karir atau menjadi mahasiswa berprestasi
di Perguruan Tinggi, sampai-sampai anda terkejut seakan akan
tidak percaya ke orang tersebut, karena anda mengetahui benar
orang tersebut tentang kemampuannya. Dari kasus ini dapat
disimpulkan bahwa perkembangan seseorang tidak dapat
diprediksi oleh siapa saja, dan perkembangan akan terus
berproses selama individu masih hidup.
Bagaimana aplikasinya dalam dunia pendidikan, sama
seperti kasus di atas, guru tidak bisa mengatakan saat peserta
didik yang ditemui di saat menjalani proses pembelajaran
dengan kalimat atau kata-kata yang sangat memvonis, misal :
27

tolol kamu....., bodo kamu....., tidak bisa saja setiap ulangan


dan sebagainya. Lima atau sepuluh tahun yang akan datang
dikhawatirkan anak didik yang selalu di cemohkan tersebut
menjadi orang terpandai dalam bidang kedokteran, ahli gizi,
atau menjadi guru. Akhirnya bagaimana sikap anda jika anda
berbuat atau melakukan proses pembelajaran seperti itu?. Dan
mengalami kenyataan seperti cerita di atas?
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa suatu
perkembangan anak tidak ada alat ukurnya atau dengan kata lain
tidak dapat dikatakan hasilnya pada saat itu secara mutlak,
misalnya anak yang kita berikan materi pada saat itu anak tidak
dapat mengikuti atau selalu terlambat menerima materi
dibandingkan dengan temannya. Atau kita bisa mengaplikasikan
perkembangan peserta didik dengan selalu bersandar kepada
kata-kata bijak yang sering diutarakan oleh para orang tua, yaitu
“Kuda Sumbawa dengan larinya yang kencang, dapat
dipastikan bisa diburu atau didapat, namun nasib
anak/individu/manusia tidak bisa ditebak”.

B. Ciri Ciri Perkembangan Peserta Didik


Ciri-ciri perkembangan individu dapat diperhatikan di
bawah ini:
1. Seumur hidup (life-long), artinya tidak ada periode usia
yang mendominasi perkembangan individu.
28

2. Multidimentional, artinya terdiri atas biologis, kognitif, dan


sosial; bahkan dalam satu dimensi terdapat banyak komponen
misalnya: inteligensi : inteligensi abstrak, inteligensi non
verbal, inteligensi sosial dsb.
3. Multidirectional beberapa komponen dari suatu dimensi
dapat meningkat dalam pertumbuhan, sementara komponen
lain menurun. misal: orang dewasa tua dapat semakin arif
tetapi kecepatan memproses informasi lebih buruk.
4. Lentur (plastis) bergantung pada kondisi kehidupan
individu.
Lebih rinci lagi ciri perkembangan dapat diperhatikan dari
segi pisik dan psikis.
Tabel 2.2
Perkembangan dari Segi Fisik dan Psikis
Aspek Segi Fisik Segi Psikis
Terjadinya Perubahan tinggi/berat Bertambahnya
perubahan badan/organ organ perbendaharaan kata-kata,
tubuh lain matangnya kemampuan
berpikir, mengingat dan
menggunakan imajinasi
kreatifnya.
Perubahan Proporsi tubuh Perubahan imajinasi dari
dalam proporsi berubah sesuai dengan fantasi kerealitas,
fase perhatiannya dari diri sendiri
perkembangannya ke orang lain/teman
kelompok sebaya
Lenyapnya Lenyapnya kelenjar Masa mengoceh/meraban
tanda tanda thymus (kelenjar gerak gerik kanak-kanak
lama kanak-kanak) yang /merangkak, perilaku
29

terletak pada bagian impulsive (dorongan untk


dada, kelenjar pineal bertindak sebelum berpikir)
pada bagian bawah
otak , gigi susu dan
rambut-rambut halus

Diperoleh tanda Pergantian gigi, Rasa ingin tahu terutama


tanda baru karakteristik seks pada yang berhubungan dengan
usia remaja sekunder ( ilmu pengetahuan, seks, nilai
perubahan anggota moral dan keyakinan
tubuh) dan primer beragama.
(mensurasi / mimpi
basah)

C. Prinsip Prinsip Perkembangan Peserta Didik


Prinsip perkembangan peserta didik sebagai berikut:
1. Proses perkembangan setiap individu prinsipnya tidak pernah
berhenti (never ending process), artinya perkembangannya
terus menerus berkembang atau berubah-ubah yang
dipengaruhi oleh pengalaman dan belajar sepanjang hayat
dari sejak masa konsepsi sampai tua atau sampai pada masa
kematangan individu.
2. Proses perkembangan setiap individu prinsipnya saling
mempengaruhi, artinya perkembangan individu saling
mempengaruhi atau ada korelasi antara fisik, emosi,
intelegensi, sosial. Dengan demikian prosesnya tidak berdiri
sendiri.
30

3. Proses perkembangan setiap individu prinsipnya mengikuti


pola atau arah tertentu, artinya setiap tahap perkembangan
sebelumnya akan menjadi dasar perkembangan selanjutnya
atau dengan kata lain bahwa perkembangan individu
sebelumnya merupakan prasyarat untuk menghadapi
perkembangan selanjutnya.
4. Proses perkambangan setiap individu prinsipnys terjadi pada
tempo yang berlainan, artinya perkembangan individu tidak
ada yang sama atau dengan kata lain perkembangannya ada
lambat, sedang dan cepat.
5. Proses perkembangan setiap individu prinsipnya harus
berjalan dengan normal, yaitu dimulai dari tahap bayi, kanak-
kanak, anak, remaja, dewasa, dan masa tua.
6. Proses perkembangan setiap individu prinsipnya memiliki
ciri khas, artinya setiap fase perkembangannya memiliki ciri
khas, misal anak usia dua tahun memusatkan untuk
mengenali lingkungan dan menguasai gerak fisik serta belajar
berbicara.
Nana Syaodih (2009) menyimpulkan berdasarkan hasil hasil
penelitian berkecenderungan merupakan prinsip perkembangan,
diantaranya:
1. Perkembangan berlangsung seumur hidup dan meliputi
seluruh aspek.
31

2. Setiap individu memiliki kecepatan dan kualitas


perkembangan yang berbeda.
3. Perkembangan secara relatif beraturan, mengikuti pola-pola
tertentu.
4. Perkembangan berlangsung secara berangsur-angsur sedikit
demi sedikit.
5. Perkembangan berlangsung dari kemampuan yang bersifat
umum menuju ke arah yang lebih khusus, mengikuti proses
diferensiasi dan integrasi.
6. Secara normal perkembangan individu mengikuti seluruh
fase perkembangan.
7. Sampai batas-batas tertentu perkembangan sesuatu aspek
dapat diperceat atau diperlambat.
8. Perkembangan aspek-aspek tertentu berjalan sejajar atau
berkorelasi dengan aspek lainnya.
9. Pada saat-saat tertentu dan dalam bidang tertentu
perkembangan pria berbeda dengan wanita.

D. Pentingnya Memahami Perkembangan Peserta Didik


Perkembangan dunia semakin hari semakin tidak
terbayangkan oleh akal manusia, begitupun dengan dampak
yang akan terjadi ketika perkembangan dunia tersebut masuk
dalam diri peserta didik. Dengan demikian memahami
perkembangan anak merupakan faktor terpenting untuk dapat
32

anak dibimbing dan difasilitasi, sehingga tidak terjadi


kesalahpahaman dalam menghadapi dunia yang semakin
modern ini.
Misal, kita perhatikan perkembangan masa anak-anak
yang tumbuh dengan cepat dan mempunyai pengaruh yang
sangat signifikan terhadap perkembangan selanjutnya. Jika tahap
perkembangan fase anak-anak ini tidak dipahami oleh guru,
orang tua, masyarakat, sekolah, dan pemerintah betapa sedihnya
anak-anak jika tahap perkembangannya tidak dilalui dengan
tepat, apa yang akan terjadi?
Dengan memperhatikan permisalan di atas, jelas
pengetahuan tentang perkembangan anak dapat membantu
pengembangan diri anak dan dapat memecahkan masalah yang
dihadapinya.
Dalam ciri ciri guru yang bermutu (teacher quality)
memahami perkembangan peserta didik merupakan salah satu
dari enam ciri guru yang bermutu, enam ciri guru yang bermutu
adalah memahami dan memperhatikan pribadi siswa,
menghargai dan memperlakukan siswa yang sama, interaksi
sosial dengan siswa, motivasi belajar, sikapprofesi, dan sikap
reflektif.
Berdasarkan uraian di atas sangat jelas bahwa mempelajari
dan memahami perkembangan peserta didik merupakan
kewajiban bagi seorang guru dalam melaksanakan tugas dan
33

tanggungjawabnya, karena hal ini tidak dilakukan guru, maka


guru tersebut belum termasuk dalam ciri ciri guru yang
berkualitas.

E. Faktor-Faktor yang mempengaruhi perkembangan


Selama terjadinya proses perkembangan tidak luput dari
adanya faktor yang mempengaruhi, Wardani (1998)
menyampaikan ada tiga aliran yang berpendapat tentang faktor
pengaruh dari perkembangan anak. Aliran-aliran tersebut dapat
diperhatikan tabel 3 berikut:
Tabel 2.3
Aliran Aliran yang mempengaruhi Perkembangan
Manusia
No Aliran Uraian
1 Nativisme Pelopor aliran nativisme adalah
Schopenhauer berpendapat bahwa
perkembangan anak dipengaruhi oleh
faktor pembawaan atau keturunan
(heriditi), sebagai contoh wajah atau
perilaku anak akan berkembang
sesuai dengan wajah atau perilaku
orang tuanya. Lingkungan dalam hal
ini pendidikan sama sekali tidak
dianggap mempunyai pengaruh
terhadap perkembangan anak. Oleh
karena itu, aliran ini berpendapat
bahwa pendidikan tidak ada gunanya
dalam perkembangan individu.
Anak pemusik akan menjadi
pemusik, anak koruptor akan menjadi
34

koruptor, anak guru akan menjadi


guru. Bagaimana pendapat Anda?
2 Empirisme Pelopor aliran ini adalah John Lock
yang menentang aliran nativisme, dia
berpendapat bahwa perkembangan
individu semata-mata dipengaruhi
oleh faktor lingkungan atau luar.
Anak yang baru lahir diibaratkan
bagaikan Kerta Putih yang bersih
yang dapat ditulisi apa saja, oleh
karena itu pendidikan dan lingkungan
sangat berperan dalam
perkembangan individu untuk masa
depan. Teori aliran ini dikenal
dengan teori “Tabula Rasa”. Anak
orang baik-baik yang ada
dilingkungan penjahat akan menjadi
seorang penjahat, anak penjahat yang
dididik oleh seorang guru akan
menjadi guru. Bagaimana menurut
anda?
3 Konvergensi Aliran Nativisme dengan aliran
empirisme selalu bertentangan,
kemudian munculah alirn
Konvergensi yang dipelopori oleh
William Stern yang
mempertemukan antara dua aliran
yang selalu bertentangan. Aliran
konvergensi berpendapat bahwa
perkembangan individu dipengaruhi
baik oleh faktor bawaan maupun oleh
faktor lingkungan/pendidikan.
Dengan demikian faktor bawaan dan
lingkungan dapat menentukan arah
perkembangan seseorang dengan
menyediakan kondisi yang ideal.
35

F. Tahap Tahap Perkembangan


Tahap perkembangan individu berbeda-beda menurut
dasar atau pandangan yang digunakan dalam melihat
perkembangan individu. Tahap Perkembangan individu ada
yang dilihat berdasarkan aspek perkembangan biologis, aspek
perkembangan kognitif, aspek perkembangan afektif, aspek
didaktis, dan aspek-aspek lainnya. Dengan demikian pembagian
fase-fasenya juga akan berbeda-beda sesuai dengan pandangan
yang diambil.
1. Aspek Perkembangan Biologis
Tokoh yang membagi fase-fase perkembangan
berdasarkan perkembangan biologis yaitu Aristotales.
Aristoteles membagi menjadi tiga fase yang masing-masing
berjarak 7 tahun setiap fase.
Tabel 2.4
Tahapan Perkembangan Menurut Aristoteles
Fase Usia Keterangan
I 0 – 7 TahunMasa anak kecil atau dikenal
dengan masa bermain atau masa
kanak-kanak
II 7 – 14 Masa anak atau masa belajar
Tahun atau masa sekolah rendah
(sekolah dasar sederajat)
III 14 – 21 Masa remaja atau pubertas, atau
Tahun masa peralihan dari masa anak
menjadi orang dewasa
(Sumber : Sumadi Suryabrata, 1990; Nana Syaodih, 2009)
36

Selanjutnya masa perkembangan menurut Jean Jacques


Rousseau seorang filosof dan negarawan Perancis membagi
menjadi empat tahap perkembangan, yaitu:
Tabel 2.5
Tahapan Perkembangan Menurut J. J. Rousseau
Fase Usia Keterangan
I 0 – 2 Tahun Masa bayi, anak hidup sebagai
binatang.
II 2 – 12 Masa kanak-kanak, anak hidup
Tahun sebagai manusia biadab.
III 12 – 15 Masa remaja , anak hidup
Tahun sebagai petualang,
perkembangan intelek
danpertimbangan
IV 15-124 Masa remaja sesungguhnya,
Tahun individu hidup sebagai manusia
beradab: pertumbuhan kelamin,
sosial, dan katahati.
(Sumber : Nana Syaodih, 2009)
Ahli psikologi perkembangan lain, yaitu Stanley Hall juga
membagi perkembangan anakmenjadi empat tahap, yaitu:
Tabel 2.6
Tahapan Perkembangan Menurut Stanley Hall
Fase Usia Keterangan
I 0-4 tahun Masa kanak-kanak sebagai
binatang melata dan berjalan
II 4-8 tahun Masa anak, sebagai manusia
pemburu.
III 8-12 Tahun Masa puber atau remaja awal,
sebagai biadab atau liar
IV 12/13 - Masa adolesen atau remaja
37

Dewasa sesungguhnya dimulai dengan


masa gejolak perasaan, konflik
nilai, dan berakhir sebagai
manusia peradaban modern.
(Sumber : Nana Syaodih, 2009)
Kemudian Sigmund Freud seorang ahli psikologi Jerman
yang beraliran Psikoanalisis mengemukakan perkembangan
individu berdasarkan perkembangan sexualnya.
Tabel 2.7
Tahapan Perkembangan Menurut Sigmund Freud
Fase Usia Keterangan
I 0-2 tahun Masa bayi yang disebutnya
sebagai Tahap Oral (Oral Stage).
Pada masa ini, bayi akan merasa
senang kalau ada rangsangan
benda, makanan dan benda yang
lainnya pada mulut.
II 2-4 tahun Masa anal (anal stage), bayi akan
merasa senang jika buang air
besar, karena rangsangan pada
dubur (anal).
III 4-6 tahun Masa falik (phalic stage), anak
akan merasa senang bila ada
rangsangan atau sentuhan pada
kelaminnya.
IV 6-12 tahun Masa latensi (latency stage)
dorongannya seksualnya tidak
nampak sebab tersembunyi
dalam berbagai aktivitas dan
hubungan sosial.
V 12 tahun – Masa Genital (Genital stage)
Dewasa merupakan kematangan
kehidupan seksual. Individu pada
38

masa ini siap untuk melahirkan


keturunan dan melaksanakan
fungsi-fungsi sebagai ayah dan
ibu.
(Sumber : Nana Syaodih, 2009)
Sedangkan Erikson mengemukakan perkembangan
kepribadian anak yang lebih bersifat menyeluruh, ia membagi
seluruh perkembangan anak sebagai berikut:
Tabel 2.8
Tahapan Perkembangan Menurut Erikson
Fase Usia Keterangan
I 0-1 tahun Masa bayi, yang ditandai oleh
kepercayaan-ketidakpercayaan
terutama kepada orang tuanya
(trust-mistrust)
II 1-3 tahun Masa kanak-kanak, ditandai oleh
adanya otonomi di satu pihak dan
rasa malu di lain pihak (autonomy
– shame)
III 3-6 tahun Masa Prasekolah, ditandai oleh
rasa inisiatif dan rasa bersalah
(initiative – guilt)
IV 6 -12 tahun Masa sekolah, ditandai oleh
kemampuan untuk menciptakan
sesuatu dan rasa rendah diri
(industry – inferiority)
V 12-18 tahun Masa remaja, ditandai oleh
integritas diri dan kebingungan
(identity- identity confusion)
(Sumber : Nana Syaodih, 2009)
Masa anak kecil lebih dikenal dengan masa bermain yang
sering ditandai dengan muncul reaksi-reaksi positif dan negatif,
39

reflek (spontan, tiba-tiba), pengamatan mulai dari diri sendiri,


hubungan sosial terbatas (Ibu, Bapak, Kakak, Adik, keluarga)
serta sifat naif egosentris. Hal ini semua dapat dilihat dari
tingkah lakunya, misal ingin mengambil gelas minum (dia tidak
tahu jika gelas minum itu mudah pecah jika terjatuh, gerakan
yang lucu secara spontan/tiba-tiba, bergaya dengan gerakan
menari dan bernyanyi, dia baru mengenal hanya ibu dan ayah
serta suka terlihat sangat egosentris dengan kekanak-
kanakannya.
Bagaimana dengan pengaruhnya terhadap dunia
pendidikan untuk perkembangan tahap masa kanak-kanak ini?
Oleh karena itu, pada saat fase I inilah diperlukan dunia
pendidikan dengan pendekatan pembelajaran masa bermain,
artinya semua kegiatan pembelajaran seyogyanya bernuansa
bermain, misalnya di Taman Kanak-Kanak, Play Group, PAUD,
Kelompok Bermain (Kober), dan lain-lain.
Masa Fase I inilah yang sering disebut dengan masa
keemasan (Goldent Ege) dimana sebagai penentu masa yang
akan datang atau cikal bakal generasi penerus bangsa.
40

Gbr 2.1: Siswa Taman Kanak-Kanak


Selanjutnya masa sekolah rendah atau masa belajar awal
ini (tingkatan Sekolah Dasar sederajat) dimana anak mulai
timbul keinginan untuk belajar, munculnya adanya pengaruh
orang lain, mulai berkembangnya interaksi sosial, dan mulai
nampak adanya perkembangan kekuatan dan kesehatan jasmani.
Misalnya : perintah orang tua tidak akan bisa mengalahkan
Bapak/Ibu Guru sekolahnya (contohnya membantu pekerjaan
rumah, anak akan menolak jika tidak sama dengan perintah
gurunya di sekolah), Hal ini dunia pendidikan pada fase II ini
perlu memberikan atau memfasilitasinya yang sesuai dengan
tahap perkembangannya, karena tahap anak mulai akan
meninggalkan dunia anak-anak.
41

Gbr. 2.2: Siswa Sekolah Dasar


Kemudian masa remaja atau pubertas ini merupakan masa
yang penuh dengan gejolak, karena perkembangan biologisnya
sangat begitu cepat bahkan dikenal masa ini disebut masa yang
sangat renta terhadap pergaulan remaja.
Aristoteles mengatakan pada masa ini oleh anak dianggap
masa yang paling indah namun juga paling kritis dalam
kehidupannya, sehingga muncul perasaan negatif yang berupa
perasaan tidak senang. Lesu, manarik diri dari masyarakat atau
reaksi negatif lainnya.
Masa ini berada pada masa sekolah menengah dimana
remaja mulai membutuhkan teman yang dapat mengerti dirinya
dan mulai mencari pegangan hidup. Wardani (1994) membagi
tahapan ini menjadi tiga tahap, yaitu tahap pertama, remaja
pada tahap ini merindukan sesuatu yang dianggap bernilai
namun bentuknya belum jelas (pada tahap ini sering menulis-
nulis puisi yang memuja alam atau bentuk lain). Tahap kedua,
42

yaitu remaja mulai menemukan pengidolaan, yaitu pribadi-


pribadi yang dikagumi (teman sepermainan, teman lawan jenis,
idola fabtatis kehidupannya) dan tahap ketiga, yaitu remaja
mulai dengan menentukan pilihan nilai dengan mengujinya
dalam kehidupan nyata atau dengan kata berjalan berdasarkan
pengalaman.
Dari tahapan anak-anak, anak, dan remaja semua tidak
selalu akan berjalan dengan mulus, tetapi dapat dipastikan selalu
ada proses jatuh bangun artinya hambatan-hambatan pasti selalu
datang, nah inilah dunia pendidikan harus dapat memberikan
pengertian tentang perkembangan siswa ketika terjadi adanya
hambatan-hambatan sehingga remaja dapat memahaminya serta
mengerti arti hidup dan kehidupan.

Gambar 2.2 : Siswa SMP


43

2. Aspek Perkembangan Kognitif


Teori perkembangan yang populer adalah terori
perkembangan kognitif yang dikembangkan oleh Piaget. Piaget
membagi tahap perkembangan menjadi 3 (tiga) tahap yang
utama dan selanjutnya ditambah 1 (satu) tahap menjadi 4
(empat) tahap. Uraian perkembangan kognitif menurut Piaget
dapat diperhatikan tabel berikut:
Tabel 2.9
Tahap Perkembangan Menurut Piaget
Tahap Usia Uraian Jenjang
Sensori Motor 0-2 Tahap ini ditandai Pra PAUD
Thn oleh seorang individu
berinteraksi dengan
lingkungannya
melalui alat indera
dan gerakan.
Perkembangan
kognitif pada tahap
ini didasarkan pada
pengalaman langsung
dengan pancaindera.
Owens, Jr. (1984)
mengatakan secara
berangsur-angsur
anak mulai mampu
mempresentasikan
realita melalui simbol
dan menemukan
cara-cara memenuhi
keinginannya.
Kegiatannya
misalnya mengambil
44

sesuatu dengan
menaii kursi,
menirukan gerakan
tertentu, dan
mengenal teman-
temannya.
Praoperasional 2 – 7 Tahap ini juga Kober, TK,
Thn disebut dengan tahap Play Group
Intuitif dimana sederajat
terjadinya
berkembangnya
fungsi simbol,
bahasa, pemecahan
masalah yang bersifat
fisik serta
kemampuan
mengkategorisasikan.
Berproses berpikir
pada masa ini
ditandai dengan
keterpusatan, tak
dapat diubah, dan
egosenrtis.
Operasi 7 – 11 Proses berpikir anak SD/MI
Kongkret Th harus kongkret belum Sederajat
bisa berpikir abstrak.
Dengan demikian
pada masa ini anak
dalam menyelesaikan
masalah
menggunakan logika-
logika yang kongret
atau bersifat fisik.
Kemudian pada tahap
ini pula sudah mulai
dapat menyusun
45

kategori berdasarkan
hirarki.
Operasi Formal 11 ke Proses berpikir pada SMP s.d
atas masa ini sudah mulai PT
abstrak, penalaran
yang kompleks sudah
sudah mulai
digunakan, dan sudah
dapat menguji satu
hipotesis dalam
mentalnya.
(Sumber : Nana Syaodih, 2009)

3. Aspek Perkembangan Afektif


Lawrence Kohlberg berdasarkan penelitiannya selama
kurang lebih lima tahun, menyimpulkan adanya tiga tingkat
perkembangan moral. Masing-masing tingkat terbagi menjadi
dua tahap sehingga seluruhnya menjadi enam tahap. Tahap-
tahap tersebut dapat diperhatikan gambar berikut:

•6. Hati Nurani


Pasca Konvensi •5. Perjanjian Masyarakat

•4. kepatuhan akan peraturan-hukum


Konvensi •3. agar dinilai baik atau diberi pujian

•2. sebagai alat untuk mencapai tujuan pribadi


Pra Konvensi •1. menghindari hukuman dan mendapatkan ganjaran

Gambar 2.2 : Tahap tahap Perkembangan Moral dari


Lawrence Kohlberg
46

Kohlberg pada tahap perkembangan yang dia sampaikan


tidak menggunakan tahapan usia perkembangan seperti ahli-ahli
lain. Dalam hal ini Domald B. Helm dan Jeffrey (1981)
menyampaikan bahwa tahap menghindari hukuman dan mencari
rasa senang berkembang pada masa bayi dan kanak-kanak.
Tahap berbuat baik hanya sebagai alat memenuhi kebutuhan
berkembang pada masa anak kecil, tahap berbuat baik hanya
agar dikenal dan dipuji serta tahap berbuat baik karena patuh
akan peraturan berkembang pada masa anak. Dua tahapan yang
tertinggi, berbuat baik karena telah merupakan persetujuan
masyarakat dan tahap berbuat karena timbul dari hati nurani
berkembang pada masa remaja dan dewasa.
Menurut Kohlberg sendiri ada kemungkinan seseorang
perkembangan moralnya hanya sampai tahap lima atau empat
atau lebih rendah dari itu meskipun ia telah dewasa.
Donald B. Helms dan Jeffrrey S. Turner (1981)
memberikan urutan lengkap dari perkembangan individu, yaitu:
47

Tabel 2.10
2.10. Tahap Perkembangan Menurut Donal dan Jeffrey
Tahap Usia
Pranatal Masa sebelum lahir dari masa
konsepsi sampai lahir
Bayi 0 – 2 tahun
Kanak-kanak 2-3/4 tahun
Anak kecil ¾ - 5/6 tahun
Anak 6-12 tahun
Remaja 12-19 tahun
Dewasa Muda 19-30 tahun
Dewasa 30 – 65 tahun
Usia Lanjut 65 ke atas
(Sumber : Nana Syaodih, 2009)

4. Aspek Didaktis
Tahap perkembangan anak berdasarkan kepada aspek
didaktis adalah dimana anak atau individu perkembangannya
dibagi menjadi beberapa tahap sebelum memasuki dunia
pendidikan sampai dengan pendidikan tinggi, dapat penulis
gambarkan perkembangan aspek didaktis sebagai berikut:
Tabel 2.11
Tahap Perkembangan Aspek Didaktis
Tahap Usia Uraian
Pra Sekolah 0-6 tahun Dimana anak memperoleh
pendidikan dengan
pendekatan bermain dan
intinya memberikan
kegembiaan sambil belajar.
Sekolah dasar 7-12 tahun Dimana anak memperoleh
48

pendidikan dasar guna


melanjutkan ke pendidikan
menengah pertama.
Pendidikan yang diperoleh
lebih menekankan kepada
dasar-dasar ilmu yang akan
dipelajari di tingkat
menenagah pertama.
Sekolah 13-16 Tahun Anak memasuki dunia
Menengah pendidikan menengah
Pertama pertama sebagai pondasi
untuk di tingkat sekolah
menengah atas.
Sekolah 17-20 tahun Individu telah memasuki
Menengah Atas dunia pendidikan tingkat atas
sebagai persiapan memasuki
tingkat PT
Perguruan 21 ke atas Individu memasuki dunia
Tinggi pendidikan tinggi sebagai
bekal untuk meningkatkan
kehidupan.

G. Kematangan Peserta Didik


Perkembangan setiap individu akan membawa dampak
terhadap kematangan individu itu sendiri. Kematangan setiap
individu tidak akan sama perjalanannya, namun akan terjadi
berbeda-beda, ada yang mencapai kematangannya sangat cepat
dan ada juga yang lambat kematangannya. Wardani (1994)
mengatakan bahwa kematangan seseorang tercapai jika
seseorang tersebut telah menemukan pegangan atau nilai-nilai
49

yang mereka cari, yaitu menjelang berakhirnya masa remaja


atau mulainya masa dewasa.
Kematangan dapat mencakup berbagai bentuk, yaitu
kematangan fisik atau jasmani, kematangan sosial,
kematangan emosional, serta kematangan cara berpikir dan
bersikap.
Perkembangan fisik adalah perubahan-perubahan pada
tubuh, otak, kapasitas sensorik, dan keterampilan motorik
(Papalia & Olds, 2001). Prubahan pada tubuh/fisik ditandai
dengan pertambahan tinggi dan berat tubuh, pertumbuhan tulang
otot, dan kematangan organ seksual dan fungsi reproduksi.
Tubuh remaja mulai beralih dari tubuh kanak-kanak yang
cirinya adalah pertumbuhan mnjadi tubuh orang orang dewasa
yang cirinya adalah kematangan.
Kematangan fisik atau jasmani dapat diperhatikan ketika
seseorang pertumbuhannya pesat, misalnya dengan anak laki-
laki ketika berjalan dengan tegap karena dada dan bhunya
semakin membentuk bidang, sedangkan pada anak perempuan
ditandai ketika berjalan dengan melenggang pinggulnya karena
pinggulnya membesar.
Husdarta & Kusmaedi (2012) memberikan penjelasan
rinci perkembangan kematangan fisik dari tahap anak kecil
sampai dengan dewasa, sebagai berikut:
50

1. Tahap Anak Kecil (Fase Early Chilhood)


Pada tahap ini, pertumbuhan jaringan otot mengalami
perubahan yang sangat cepat. Kekuatan otot ini memungkinkan
untuk mulai menipu melakukan bermacam-macam gerak dasar
yang semakin baik, yaitu garakan berjalan, berlari, melompat,
dan meloncat, berjingkat, melempar, menangkap dan memukul.

2. Tahap Anak Besar (Fase Late Chilhood)


Perkembangan kemampuan fisik mengalami perubahan
sejalan dengan pertumbuhan fisiknya. Pertumbuhan fisik anak
besar secara proporsional relative melambat dibandingkan
dengan pada tahap anak kecil dan pada masa bayi. Tubuh yang
tumbuh makin tinggi dan makin besar dapat meningkatkan
kemampuan fisiknya. Kemampuan fisik yang cukup besar
adalah kekuatan, fleksibiltas, dan keseimbangan.
Secara rinci perkembangan fisik dapat diperhatikan tabel
berikut:
Tabel 2.12
Ciri Perkembangan Fisik
Usia Uraian Perkembangan Fisik
6 – 7 Tahun (kelas a. Waktu reaksi lambat, koordinasi
1 dan 2 SD/MI kurang baik,
sederajat) b. Koordinasi mata dan tangan
berkembang, masih belum dapat
menggunakan otot kecil.
51

c. Kesehatan umum belum stabil,


mudah sakit dan daya tahan
tubuh kurang.

8 – 9 Tahun (Kelas a. Terdapat perbaikan koordinasi


3 dan 4 SD/MI) tubuh
b. Ketahanan bertambah, anak pria
gemar aktivitas yang ada kontak
fisik, seperti berkelahi dan
bergulat.
c. Koordinasi tangan dan mata
lebih baik
d. Pada sisi fisiologi anak anak
wanita lebih maju 1 tahun
daripada pria
e. Koordinasi otot dan syarat masih
kurang baik
f. Sistem peredaran darah dan
jantung serta pernapasan masih
belum kuat dan tahan lama.
g. Ada perbedaan individu mulai
nyata dan terang
h. Sering terjadi kecelakaan karena
disebabkan mobilitas yang
tinggi pada masa ini.
10 – 11 Tahun a. Kekuatan wanita lebih lemah
(kelas 5 dan 6 dari pada laki-laki
SD/MI) b. Kenaikan tekanan darah dan
metabolisme agak tajam
c. Pada wanita mulai mencapai
kematangan seksual, pada laki-
laki hanya 5% yang mencapai
kematangan seksual setelah
umur 12 tahun.

3. Tahap Remaja (Adolescence)


52

Pada masa ini mengalami masa pertumbuhan yang paling


pesat, hal ini ditandai oleh perkembangan biologis kompleks
dalam hal ukuran tubuh, kematangan seksual, fisiologis.
Pertumbuhan fisik mengalami percepatan pada tahun-tahun
pertama kemudian selanjutnya lambat. Perkembangan
kematangan fisik paling menonjol adalah dalam hal kekuatan,
kecepatan, dan ketahanan kardiospiratori.
Berdasarkan hasil penelitian tentang perkembangan
kemampuan fisik pada masa remaja didapat, antara lain: (1)
power otot merupakan kemampuan mengerahkan kekuatan dan
kecepatan bersama-sama mencapai tingkat optimal kurang lebih
1 tahun sesudah pencapaian pertumbuhan ukuran tubuh
maksimal. (2) pada masa remaja pelaksanaan program aerobic
yang baik dapat meningkatkan kemampuan kardiorespiratori
sampai dengan 20%.
Teori Kematangan sosial (social maturity) atau kadang
disebut dengan kematangan emosional, pertama kali dicetuskan
oleh Robert Kagan (1982) seorang psikolog Harvard melalui
bukunya “The Evolving Self” yang pada intinya mengatakan
bahwa:
1. Kematangan sosial berkembang secara bertahap,
sebagaimana halnya dengan kematangan kognitif, dimulai
dari pemahaman sosial yang sederhana sampai dengan
pemahaman sosial yang kompleks.
53

2. Apresiasi lingkungan sosial dan emosi manusia


sesungguhnya tidak cukup akurat untuk mengukur
kompleksitas lingkungan sosial, tetapai mereka tetap
merupakan repreentasi terbaik dari apa yang dapat dilakukan
masyarakat pada waktu tertentu.
3. Kemampuan untuk merasakan atau memahami apresiasi
lingkungan sosial yang lebih kompleks akan berkembang
seiring kematangan sosial. Jadi mula-mula seseorang hanya
mampu memahami apresiasi lingkungan hanya dari sisi
subjektif. Kemudian secara bertahap menjadi mampu
memahaminya dari perspektif yang berbeda-beda.
4. Tahapan baru dari perkembangan sosial/emosional seseorang
muncul ketika akhirnya mereka mampu melihat dirinya
dalam perspektif sosial yang lebih besar dan luas dan mampu
memahami segala aspek sesuatu secara lebih objektif.
5. Secara progresif tahapan ini semakin berkembang seiring
kematangan diri, dimana subjektifitas makin berkurng dan
tumbuh kemampuan menghargai orang lain dan masyarakat
yang lebih luas.
6. Secara teoritik tahapan ini berakhir seiring dengan
kemampuan memahami sesuatu yang objektif secara objektif.
Atau dengan kata lain ketika kematangan sosialnya sudah
sama dengan kematangan sosial sebagian besar warga
masyarakat lingkungannya.
54

Kegan (dalam Lilik Aslichati, 2011) membagi tahapan


perkembangan dari kematangan sosial dalam lima tahap, yaitu:
Tabel 2.13
Tahap Perkembangan Kematangan Sosial Kegan
Fase atau Tahap Uraian
Incorporative Pada awalnya, semua bayi
sepenuhnya subjektif, mereka sama
sekali tidak tahu cara
menginteprestasi segala sesuatu,
mereka hanya bisa mengenali
wajah kedua orang tuanya dan
orang-orang lain yang terdekat.
Infulsive Pada fese ini bayi mulai berlatih
menggunakan refleks dan
inderanya untuk mengenali vahwa
di dunia ini ada hal-hal lain yang
bukan dirinya,
Imperial Pada masa ini menjadi “Raja Kecil”
yang menuntut semua orang
memenuhi kebutuhannya, karena
yang ada pada kesadaran dirinya
hanya dia yang memiliki
kebutuhan. Anak disini tidak
memahami bahwa orang lain pun
sama memiliki kebutuhan yang
mungkin sama dengan mereka.
Interpersonal Pada fase ini anak mulai
memahami ada kebutuhan orang
lain di luar sana yang juga harus
dihormati dan dipenuhi, anak juga
sudah mampu melakukan
koordinasi, integrasi, dan kerjasama
dengan orang-orang lain untuk
55

memenuhi kebutuhannya.
Institusional Pada fase ini anak mulai
mempunayi gagasan, prinsip, nilai
dan mampu membuat skala
prioritas dalam memenuhi
kebutuhannya. Nilai-nilai
keberanian, kejujuran, empati,
simpati dan semacamnya sudah
tumbuh kuat pada masa ini. Pada
masa ini pula anak sudah mampu
menempatkan dirinya diantara
pergaulan keluarga, masyarakat
sekitar, dan masyarakat lebih luas.

Jika fase-fase di atas dapat dijalani dengan mulus oleh


seseorang. Maka dapat diharapkan anak akan tumbuh menjadi
pribadi-pribadi atau orang dewasa yang matang secara
emosional atau sosial. Pribadi-pribadi seperti inilah yang
diharapkan agar menjadi masyarakat Madani yang kuat dan
sehat. Dengan demikian peran pendidikan sejak usia dini sampai
dengan perguruan tinggi sangat penting untuk dapat
memberikan layanan pendidikan yang tepat dimasa-masa
perkembangan kematangan seseorang melalui proses
pendidikan.
Kematangan emosional merupakan aspek yang sangat
dekat dengan kepribadian. Bentuk kepribadian inilah yang akan
dibawa individu dalam kehidupan sehari-hari bagi diri dan
lingkungan mereka. Seseorang dapat dikatakan telah matang
emosinya apabila telah dapat berpikir secara objektif.
56

Kematangan emosi merupakan ekspresi emosi yang bersifat


konstruktif dan interaktif. Individu yang telah mencapai
kematangan emosi ditandai oleh adanya kemampuan di dalam
mengontrol emosi, mampu berpikir realistik, memahami diri
sendiri dan mampu menempatkan emosi di saat dan tempat yang
tepat atau ditandainya oleh stabilnya seluruh aspek yang
mempengaruhi emosi seseorang untuk menghadapi
permasalahannya, sehingga ledakan-ledakan emosi yang selalu
meluap-luap secara bertahap mulai mengendor/melemah.
Kematangan cara berpikir dan bersikap ini akan tumbuh
ketika kematangan sosial dan emosionalnya telah stabil atau
tumbuh dengan baik, sehingga ketika seseorang telah mencapai
kematangan cara berpikir dan bersikap, jika hanya jika
kematangan sosial dan emosional sudah diperolehnya.
Aplikasinya terhadap guru dalam mengajar, mendidik dan
membimbing peserta didik seyognyanya dalam melaksanakan
tugas tang tanggung jawab cenderung arif dalam memahami
perkembangan kematangan peserta didik, karena kematangan
peserta didik tidak semua sama melainkan berbeda-beda.
Contoh: Tayangan Film “Laskar Pelangi” dimana Guru yang
selalu memahami perkembangan, pertumbuhan dan kematangan
peserta didiknya dengan arif dan bijaksana, akhirnya dapat
mengantarkan anak-anaknya kesuksesan dalam segala bidang
57

walaupun dalam keadaan yang sangat minim sarana dan


prasarana sekolah tersebut.

H. Perbedaan Individual
Individu dilahirkan dengan membawa karakter masing-
masing dan tidak mungkin ada yang sama antara individu yang
satu dengan yang lainnya, maka individu itu dikatakan Unik.
Perkembanganlah yang membuat individu menjadi berbeda
sesuai faktor-faktor yang mempengaruhinya, baik faktor internal
maupun eksternal. Faktor internal yang terdapat dalam diri
individu sedangkan faktor eksternal yang terdapat diluar
individu.
Perbedaan individu ini lah yang akan melahirkan
perbedaan-perbedaan kebutuhannya, artinya setiap individu
yang satu dengan yang lainnya akan memiliki kebutuhan yang
saling berbeda. Hal ini juga akan berpengaruh yang sangat besar
terhadap layanan kebutuhan pendidikan.
Namun, apa yang terjadi selama ini di dunia pendidikan?
Layanan kebutuhan pendidikan selama ini selalu disamaratakan
dalam proses pembelajaran, sedangkan jika kita perhatikan
perkembangan individu yang melahirkan perbedaan individu
yang berbeda membutuhkan layanan pendidikan yang berbeda
pula seharusnya.
58

Mari kita perhatikan contoh ini: “ketika guru akan


memberikan materi pengajaran di satu kelas, rata-rata guru
menjelaskan materi secara klasikal dan menganggap semua
anak-anak memiliki tahap berpikir yang sama, sehingga sampai
saat ini hasil pembelajaran apapun bangsa kita secara kelompok
masih jauh prestasinya dibandingkan negara-negara lain”
Apa saja perbedaan-perbedaan individu yang perlu
diperhatikan dalam implementasi proses pembelajaran?
1. Perbedaan Kemampuan
Kemampuan peserta didik dalam satu rombongan belajar
terbagi menjadi tiga bagian, yaitu peserta didik yang memiliki
kemampuan tinggi, kemampuan sedang, dan kemampuan
rendah. Coba anda perhatikan kebiasaan Guru selama anda
menjadi peserta didik, manakah yang sering menjadi perhatian
guru? Apakah kepada siswa yang kemampuannya rendah?
Sedang? Atau tinggi?
Aspek-aspek apa saja yang perlu menjadi perhatian dalam
kaitannya dengan kemampuan di proses pembelajaran?
a. Perhatian
Perhatian dapat didefinisikan sebagai kesadaran atau
aktivitas psikis yang tertuju pada suatu objek (Wardani, 1989).
Perhatian ini sangat penting dalam aktivitas pembelajaran,
sehingga ada perbedaan-perbedaan perhatian pada setiap
59

individu, yaitu (1) Intensitas Perhatian, (2) Luasnya objek


perhatian, dan (3) lamanya perhatian.
Intensitas perhatian inilah yang mengakibatkan ada yang
mampu memperhatikan sesuatu secara intensif dan tidak intensif
(terus menerus dan tidak terus menerus), luasnya objek
perhatian ini mengakibatkan individu ada yang terfokus satu
objek dan ada yang terfokus terpencar pada berbagai objek, serta
lamanya perhatian inilah yang mengakibatkan lama dan
tidaknya mampu apa yang diperhatikannya.
b. Pengamatan
Pengamatan individu dapat mempengaruhi kemampuan
individu itu sendiri, dalam pengamatan ini individu
menggunakan panca indera (penglihatan, pendengaran,
penciuman, perabaan, dan penciuman). Suryabrata S. (dalam
Wardani (1989)) menyampaikan kemampuan mengamati
individu dibagi menjadi 5 tipe, yaitu:
1) Tipe Visual, yang lebih mudah belajar melalui pengamatan
2) Tipe Auditif, yang lebih mudah belajar melalui
pendengaran.
3) Tipe Faktil, yang lebih mudah belajar melalui perabaan
4) Tipe Gustatif, yang lebih mudah belajar melalui daya
penciuman yang tajam.
5) Tipe Olfaktoris, yang punya daya pengecapan yang tajam.
60

Kenyataan dilapangan dapat dipastikan lima tipe peserta


didik tersebut pasti ada di dalam kelas anda (baik ketika anda
menjadi siswa atau anda sekarang menjadi pendidik), oleh
karena itu diharapkan akan menjadi acuan dalam memberikan
layanan pendidikan yang disebabkan oleh perbedaan
kemampuan tersebut di atas, sehingga peserta didik akan lebih
senang dengan perlakuan guru dalam memberikan materi
disesuaikan dengan kebutuhannya.

c. Ingatan
Gagne seorang pakar psikologi pendidikan telah
menginformasikan dalam 8 tipe belajar seseorang, tipe
mengingat inilah yang dikategorikan tipe belajar seseorang yang
paling rendah, sedangkan tipe belajar yang paling tinggi adalah
belajar pemecahan masalah (problem solving).
Faktor mengingat dalam belajar pun berbeda-beda setiap
individu, oleh karena itu guru dalam memberikan pembelajaran
harus dapat merencanakan stretegi dalam mengajar yang tepat
sehingga potensi mengingat siswa yang berbeda tersebut dapat
dikembangkan secara optimal.

d. Inteligensi
Inteligensi yang sering disebut sebagai kemampuan
merupakan salah satu karakteristik peserta didik yang unik.
61

Banyak pakar yang telah menyampaikan batasan tentang


inteligensi tergantung sudut pandangnya.
Tabel 2.13
Batasan Inteligensi Menurut Para Pakar
No Nama Pakar Batasan Inteligensi
1 Ebbinghaus inteligensi adalah kemampuan untuk
membuat kombinasi,
2 Termann inteligensi adalah kemampuan untuk
berpkir abstrak
3 Thorndike inteligensi adalah hal yang dapat
dinilai dengan taraf
ketidaklengkapan dari
kemungkinan-kemungkinan dalam
perjuangan hidup individu.
4 Clark (1983) Inteligensi adalah perpaduan
berbagai karakteristik manusia, yang
mencakup kemampuan melihat
hubungan yang kompleks,
kemampuan menjalani semua proses
yang terlibat dalam berpikir
abstraks, kemampuan beradaptasi
dalam pemecahan masalah serta
kemampuan memperoleh
kemampuan baru.
62

5 Piaget Inteligensi sebagai adaptasi biologis


terhadap lingkungan seseorang,
adaptasi digambarkan sebagai proses
perubahan perilaku seseorang
sebagai akibat dari interaksi dengan
lingkungannya.
6 S.C. Utami Kemampuan berpikir, belajar dan
Munandar menyesuaikan diri
7 Alferd Binet Kemampuan beradaptasi,
mengadakan kritikan terhadap
masalah yang dihadapi, dan
kemampuan untuk memecahkan
masalah.
8 L. L. Thurstone Kecakapan mengamati dan
menafsirkan, kecakapan dan
kefasihan untuk menggunakan kata-
kata, kecakapan mengingat
9 Goege D. Kecakapan dalam menyatakan
Stodard tingkah laku
10 William Stern Kapasitas atau kecakapan umum
pada individu secara sadar untuk
menyesuaikan pikirannya pada
situasi yang dihadapinya.
11 Carl Kemampuan bertindak sebagaimana
63

Whitherington dimanifestasikan dalam


kemampuan-kemampuan/kegiatan-
kegiatan
12 J. P. Chaplin Kemampuan menghadapi dan
(1975) menyesuaikan diri terhadap situasi
baru secara cepat dan efektif.
13 Anita E. Kemampuan untuk belajar,
Woolfok (1995) memperoleh dan menggunakan
pengetahuan dalam rangka
memacahkan masalah dan
beradaptasi dengan lingkungan.

Aliran Nativisme dengan tokohnya Schopenhauer


beranggapan bahwa inteligensi yang dianggap sebagai
karakteristik atau potensi bawaan yang tidak dapat dirubah
keberadaannya. Aliran ini mendeklarasikan bahwa
perkembangan individu semata-mata sudah dibawa sejak lahir
(Misal: kedua orang tua nya inteligensinya tinggi, anaknya pasti
inteligensinya pun tinggi).
Namun, aliran ini nampaknya tidak sependapat dengan
Aliran Empirisme dengan tokohnya Jonh Lock, artinya aliran
Empirisme menolak pendapat aliran Nativisme, aliran
Empirisme menyampaikan bahwa perkembangan kemampuan
seseorang dipengaruhi oleh faktor lingkungan (pendidikan).
64

Dengan demikian kedua aliran ini bertolak belakang dalam


memberikan penjelasan tentang perkembangan seseorang dalam
kehidupannya, namun kita perhatikan kedua aliran ini memang
di dunia ini ada buktinya, misal : untuk aliran nativisme
misalnya .......siapa ya? Untuk aliran empirisme misalnya
.......siapa ya?
Akhirnya munculah aliran yang mempersatukan pendapat-
pendapat yang bertolak belakang tersebut, yaitu Aliran
Konvergensi dengan tokohnya William Stern yang mengatakan
perkembangan seseorang itu dipengaruhi oleh faktor bawaan
dan faktor lingkungan, inteligensi atau potensi seseorang akan
dapat berkembang jika hanya jika mendapat dukungan dari
lingkungannya.
Sebagai gambaran, misal seseorang mempunyai
kemampuan bawaan yang cukup potensial, namun
lingkungannya tidak memberikan dukungan terhadap
kemampuan tersebut, maka kemampuan itu tidak akan
berkembang secara maksimal, sebaliknya seseorang yang hidup
dalam lingkungan yang menunjang namun tidak mempunyai
faktor bawaan yang memadai, tidak akan mencapai
perkembangan yang maksimal. Dengan demikian faktor bawaan
dan lingkungan harus sama sama mendukung seseorang yang
paling baik sehingga perkembangannya akan optimal.
65

Selanjutnya terdapat tingkatan inteligensi, yang


selanjutnya tingkatan ini tidak dikatakan sebagai hasil yang
mutlak, namun hanya sebagai prediksi saja. Tingkatan tersebut
sebagai berikut:
Tabel 2.14
Kisaran Prediksi IQ
Ukuran IQ Prediksi/Kategori
IQ 0 s.d 29 Idiot
IQ 30 – 40 Imbecile
IQ 50 – 59 Moron atau Debil
IQ 70 – 79 Bodoh
IQ 90 – 109 Normal rendah
IQ 110- 119 Normal tinggi
IQ 120 – 129 Cerdas atau Superior
IQ 130 0 139 Sangat cerdas atau Gifted
IQ > 140 Genius
(Sumber: www.upi.edu)

e. Bakat Khusus
Banyak para pakar pendidikan dan psikologi
menyampaikan definisi bakat yang disesuaikan sudut pandang
masing-masing ahli, diantaranya seperti yang diuraian tabel
berikut:
Tabel 2.15
Definisi Bakat Para Pakar Pendidikan dan Psikologi
Nama Definisi Bakat
William B. Michael Bakat sebagai kemampuan
seseorang untuk mengerjakan
sesuatu tugas dengan baik,
66

meskipun latihan yang dialaminya


minimal, atau bahkan tidak
mengalami latihan.
Bingham Bakat adalah karakteristik
kemampuan seseorang untuk
memperoleh pengetahuan atau
keterampilan tertentu melalui
latihan.
Woodworth dan Bakat sebagai pencapaian yang
Marquis dapat diramalkan dan dapat diukur
dengan tes khusus.
Guilford Bakat sebagai sesuatu yang
berhubungan dengan kemampuan
untuk melaksanakan (aptitude
pertains to abilities to perform).
Selanjutnya Guilford membagi
bakat menjadi 3 dimensi psikologis,
yaitu:
1. Dimensi Perseptual, yang antara
lain mencakup kepekaan indera,
perhatian, serta orientasi ruang
dan waktu;
2. Dimensi Psikomotor, yang antara
lain mencakup faktor kekuatan,
impuls, kecepatan gerak,
ketelitian/ketepatan, koordinasi
dan keluwesan; serta
3. Dimensi Intelektual, yang antara
lain mencakup faktor ingatan,
faktor pengenalan, faktor
evaluatif, berpikir konvergen,
dan berpikir divergen.

Utami Munandar, 1992 Bakat (aptitude) mengandung


makna kemampuan bawaan yang
merupakan potensi (potencial
67

ability) yang masih perlu


pengembangan dan latihan lebih
lanjut. Karena sifatnya yang masih
potensial atau masih laten, bakat
memerlukan ikhtiar pengembangan
dan pelatihan secara serius dan
sistematis agar dapat terwujud.

Ternyata dari beberapa definisi yang diutarakan di atas,


dapat disimpulkan bahwa semua pendapat tersebut slaing
melengkapi satu sama lainnya sehingga definisi bakat akan
sempurna.
Sedangkan bakat khusus (talent) adalah kemampuan
bawaan berupa potensi khusus dan jika memperoleh kesempatan
berkembang dengan baik, akan muncul sebagai kemampuan
khusus dalam bidang tertentu sesuai potensinya. Wardani (1998)
menyatakan bahwa bakat khusus adalah kemampuan khusus
yang ditunjukkan oleh seseorang dalam bidang tertentu.
Conny Semiawan dan Utami Munandar (1987)
mengklasifikasikan jenis-jenis bakat khusus, baik yang masih
berupa potensi maupun yang sudah terwujud menjadi lima
bidang, yaitu: (1) Bakat Akademik Khusus; (2) Bakat Kreatif
Produktif; (3) Bakat Seni; (4) Bakat Kinestik/Psikomotorik dan
(5) Bakat Sosial.
Lebih jelasnya jenis jenis bakat khusus dan uraiannya
dapat diperhatikan tabel berikut:
Tabel 2.16
68

Jenis Jenis Bakat Khusus


Jenis Jenis Bakat Uraian
Bakat Akademik Misalnya abakat untuk bekerja
dengan angka-angka
(numeric), logika bahasa, dan
sejenisnya
Bakat Kreatif Produktif Bakat dalam menciptakan
sesuatu yang baru, misalnya
menghasilkan rancangan
arsitektur baru, menciptakan
teknologi terbaru dan lainnya.
Bakat Seni Misalnya mampu
mengarasemen musik dan
sangat dikagumi, menciptakan
lagu hanya dalam waktu 30
menit, mampu melukis
dengan sangat indah dalam
waktu yang singkat dan
sejenisnya
Bakat Misalnya bakat dalam
Kinestik/Psikomotorik persepakbolaan, bulu tangkis,
tenis dan keterampilan teknik
Bakat Sosial Misalnya mahir dalam hal
negosiasi, mahir
berkomunikasi, dan sangat
mahir dalam kepemimpinan.

Perlu diperhatikan bahwa perkembangan bakat khusus


dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor
eksternal, faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam
dirinya sendiri dan faktoe eksternal adalah dari luar diri
individu.
69

Faktor Internal seperti minat, motif berprestasi,


keberanian mengambil resiko, keuletan dalam menghadapi
tantangan, dan kegigihan atau daya juang dalam mengatasi
kesulitan.
Faktor Eksternal seperti kesempatan maksimal untuk
mengembangkan diri, sarana dan prasarana, dukungan dan
dorongan dari orang tua/ keluarga, lingkungan tempat tinggal
dan pola asuh orang tua.
Implikasi bakat khusus terhadap penyelenggaraan
pendidikan seyogyanya diperhatikan oleh semua yang terkait
dengan dunia pendidikan. Adapun langkah yang perlu dilakukan
untuk mengembangkan bakat khusus peserta didik adalah:
1. Mengenalkan situasi dan kondisi yang memberikan
kesempatan bagi anak-anak dan remaja untuk
mengembangkan bakat khususnya dengan mengusahakan
dukungan baik psikologis maupun fisik.
2. Berupaya menumbuhkan minat dan motif berprestasi tinggi
dikalangan anak dan remaja, baik dalam lingkungan keluarga,
sekolah maupun masyarakat.
3. Meningkatkan daya juang pada diri anak dan remaja dalam
menghadapi berbagai tantangan dan kesulitan.
4. Mengembangkan program berdiferensi di sekolah dengan
kurikulum berdiferensi berbeda pula guna memberikan
70

pelayanan secara lebih efektif kepada anak yang memiliki


bakat khusus.
Di manca negara untuk memperoleh kepastian bakat
khusus seseorang melalui suatu tes bakat, seperti Differential
Aptitude Test ( DAT) dan Flanagan Aptitude Classification
Test (FLACT). Sementara di Indonesia kita belum memiliki alat
ukur bakat, oleh karena itu kita bisa menggunakan melalui 3
dimensi psikologi yang disampaikan Guilford, yaitu
diperhatikan melalui perseptualnya, psikomotornya, dan
intelektualnya.

2. Perbedaan Motivasi
Motivasi atau dorongan merupakan hal yang sangat
penting bagi manusia, karena tanpa motivasi seseorang tidak
akan tumbuh kemauan yang keras untuk mencapai segala-gala
yang diimpikan. Oleh karena itu Marrio Teguh dalam acara
Golden Ways di station TV Swasta selalu mengatakan berangkat
dari sebuah mimpi jika anda ingin sukses, namum perlu ada
motivasi yang tinggi yang datangnya dari dalam diri anda
sendiri, bukan dari orang lain.
Begitu pentingnya motivasi bagi seseorang saya kutifkan
cuplikan Presiden NCTM (National Council of Teachers of
Mathematic) Linda M. Gojak di bawah ini:
71

By NCTM President Linda M. Gojak


NCTM Summing Up, March 7, 2013

Have you ever spent time carefully planning a lesson only


to find your students totally unreceptive? Several years ago, I
participated in an outstanding problem-solving seminar and
returned to my class eager to put many of the new ideas into
practice. Despite my enthusiasm, my students rebelled! Why
weren’t my students as excited about this as I was? Was it
because they couldn’t solve the problem quickly that they gave
up with loud moans of protest?

One of the most common concerns I hear from teachers is


that their students aren’t motivated to do well in mathematics.
Much has been written on the topic of motivation. There are
motivational speakers, seminars on motivation, studies on
motivation, and books on motivation. Key questions, however,
remain: What motivates students to enthusiastically embrace
learning mathematics, and how does our instructional practice
affect student motivation?

Motivation can be intrinsic—we do something because we


want to do it. We are intrinsically motivated, for example, when
the task is interesting or we have a clear purpose for completing
it. Extrinsic motivation, by contrast, implies that we have an
external reason for performing a task, such as a reward, a grade,
or a promotion. Ideally, we would like students to work hard in
mathematics because they want to, they find it interesting, and
72

they see the importance of learning mathematics. The reality for


us as adults is that outside motivators, such as a promotion, job
opportunities, or a higher salary motivate us, and similar
rewards can be acceptable motivators for our students. However,
these external rewards should never be the sole reasons that we
offer as we encourage students to do mathematics to the best of
their ability. Studies have shown that such rewards can
eventually inhibit the development of intrinsic motivation.

Watch young children build with blocks. The intensity


with which they approach the work is amazing. No assignment
has been given to them. They do not have a particular task to
complete. They are not worried about making a mistake. No
reward, other than a construction that is personally satisfying,
awaits the child. These children are highly motivated and their
motivation is truly intrinsic. What can we learn about motivation
from observing children at work? What are the implications for
our mathematics instruction?

Young children are naturally curious about the world.


When this curiosity is encouraged and students have the
opportunity to explore mathematics in the context of their world,
they are interested and want to learn. Too often, children enter
school, and the gift of curiosity gets lost. In the student’s mind,
the goal becomes getting the correct answer or doing what the
teacher says to do. From preschool through high school, we
must think about how we structure our lessons and present tasks
in ways that encourage students to maintain their inherent
curiosity.

Motivated students are persistent. They stick with a task,


trying various approaches and strategies, asking themselves and
others questions until they reach a solution that they find
acceptable (intrinsic satisfaction), whether it is correct or
incorrect. When necessary, they return to the task willing to
rethink their solution process until they reach an accurate
73

solution. To encourage persistence in our students, our lessons


should present optimal challenge. Tasks should challenge
students without overwhelming them. We must provide
adequate time for students to work on the task. Good tasks are
likely to take more time. Classwork and homework assignments
must be carefully selected, ensuring that they allow students to
reason about and make sense of the mathematics that they are
learning. When possible, we should provide students with
choices so that they can select an assignment that is particularly
interesting to them.

Students enter school confident and eager to learn. When


students are confident about their ability to do mathematics, they
are motivated to explore new concepts even if they are not
immediately successful. As self-efficacy wanes, so does
motivation. If the mathematics doesn’t make sense to students,
they often get frustrated and lose interest. As teachers, we must
provide the support that each student needs to be successful. An
encouraging word following a good effort can go a long way.
Scaffolding tasks and asking probing questions that move
students who are stuck (without telling them what to do), foster
understanding and sense making.

In “Lesson from the TIMMS VideotapeStudy” (Teaching


Children Mathematics, November 2000), Eugene Geist
identifies seven characteristics of mathematicians as they go
about solving problems. Mathematicians—

 often work for a long time on a single problem;


 collaborate with their colleagues and study the work of
others;
 must prove for themselves that their solutions are
correct;
 work on complex problems;
 get satisfaction from the process;
 gain a sense of pride in attaining solutions;
74

 use unsuccessful attempts as stepping stones to solutions.

Share this list with your students. Encourage them to


believe that they can become mathematical thinkers. Discuss
with colleagues how this list can influence your teaching
practice. Although we cannot force students to be motivated in
our classes, we can provide a learning environment that
encourages students to be curious, persistent, and confident.

By the way, I did not give up on my students and the


importance of persistence in doing (and teaching) mathematics.
In subsequent lessons, I included more scaffolding and
intentional opportunities for my students to be successful. As
their confidence grew, so did their eagerness to try various
strategies to solve problems. I knew we had all grown a great
deal when a group of students came to me in April and asked,
“Why did you save all of the easy problems for the end of the
year?” They had become problem solvers, and I was a better
teacher

Intinya yang disampaikan Linda M. Gojak adalah


bagaimana kita memberikan motivasi yang optimal kepada
peserta didik supaya peserta didik antusias dalam belajar
metamatika, dengan demikian motivasi dalam belajar
matematika dapat dikatakan sangat penting atau diperlukan,
karena selama ini mata pelajaran matematika sangat kurang
disenangi, jika kurang disenangi bagaimana peserta didik akan
terlibat proses berpikir matematika dalam melakukan
penyelesaian soal-soal matematika atau dalam mengikti proses
pembelajaran matematika.

Perlu dipahami dan diketahui bahwa motivasi peserta


didik tidak ada yang sama atau berbeda-beda, ada yang
mendapat dorongan yang kuat dari keluarga dan ada yang tidak
mendapat dorongan dari kedua orang tua. Namun, sekali lagi
motivasi yang paling berharga adalah motivasi yang datangnya
75

dari diri sendiri (intrinsic) bukan dari luar (ekstrinsic). Oleh


karena itu, guru yang termasuk dalam kategori pendorong dari
luar diri peserta didik diharapkan mampu untuk memberikan
motivasi untuk belajar, utamanya pada diri peserta didik yang
lemah motivasi belajarnya.

3. Perbedaan Kondisi Fisik dan Jenis Kelamin


Perbedaan kondisi fisik peserta didik berbeda-beda hal ini
disebabkan oleh tingkat pertumbuhan masing-masing. Mari kita
refleksi Film Laskar Pelangi yang menyampaikan pesan kepada
kita bahwa ada peserta didik yang bernama “Harun” dengan
kondisi fisiknya berbeda dengan teman-temannya, tetap Ibu
Guru Mus sangat peduli dengan kondisi fisik harun serta teman-
temannya untuk memberikan materi pelajaran dengan selalu
penuh kesabaran dan ketekunan mendidiknya.
Apalagi dengan Undang Undang No. 20/2003 tentang
sistem pendidikan di Indonesia, dimana anak-anak yang
memiliki keterbelakangan (cacat fisik) harus tetap diberikan
layanan pendidikan yang optimal, baik itu disekolah formal
maupun di sekolah luar biasa.
Disamping perbedaan individu tentang kondisi fisik juga
perlu diperhatikan perbedaan dari jenis kelamin, karena jenis
kelamin antara perempuan dan laki-laki memiliki hak yang sama
dalam menuntut pendidikan.
Bagaimana dengan perlakuan pelayanan pendidikan untuk
perbedaan fisik dan karakteristik perempuan dan laki-laki?
76

Secara yuridis formal bahwa kedua perbedaan tersebut tidak


boleh dipisah-pisahkan dalam implementasinya dilapangan,
tetap mereka memiliki hak dan kesempatan untuk memperoleh
ilmu pengetahuan, oleh karena itu penyelenggara pendidikan
(formal, nonformal, dan informal) seyogyanya memberikan
layanan pendidikan yang optimal dengan tidak melakukan
diskriminasi karena faktor fisik dan jenis kelamin.

4. Perbedaan Lingkungan
Lingkungan sangat mempengaruhi tingkat perkembangan
seseorang dalam segala aspek. Peserta didik dalam satu sekolah
memiliki latar belakang lingkungan yang sangat berbeda, ada
dari lingkungan ekonomi kelas atas, menengah, dan bawah
kemudian juga dari lingkungan keluarga atau masyarakat yang
heterogen.
Pebedaan-perbedaan inilah yang harus diperhatikan guru
dalam memberikan layanan pendidikan. Rasanya ngiris hati kita,
ketika ada peserta didik dengan latar belakang ekonomi yang
pas-pasan sedangkan kemampuannya cukup tinggi dikelasnya
harus meninggalkan bangku sekolah dengan alasan ikut
membantu biaya keluarga. Selanjutnya ada peserta didik yang
dari keluarga mampu, namun dalam belajar disekolah selalu
membolos dan membuat kejelekan dengan perilakunya yang
diakibatkan lingkungan yang kurang kondusif.
77

Permasalahannya, apakah yang demikian ada disekitar


anda? Inilah pekerjaan insan pendidikan yang harus diselesaikan
dengan penuh rasa tanggung jawab serta perhatian yang serius
terhadap lingkungan sekitar dimana kita berada.

I. Pertumbuhan Peserta Didik


Pertumbuhan pada dasarnya adalah perubahan, perubahan
yang menuju ke yang lebih baik. Pertumbuhan dengan
perkembangan memiliki perbedaan, pertumbuhan lebih
menekankan pada aspek-aspek jasmaniah atau fisik (misal:
tinggi badan, berat badan, dll), sedang perkembangan cenderung
pada aspek-aspek psikis atau rohaniah (misal: kecerdasan,
kematangan, bakat dll).
Pertumbuhan menunjukkan perubahan atau penambahan
secara kuantitas, yaitu penambahan dalam ukuran besar atau
tinggi, sedang perkembangan berkenaan dengan peningkatan
kualitas, yaitu peningkatan dan penyempurnaan fungsi. Dengan
demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa pertumbuhan
berkenaan dengan penyempurnaan struktur seseorang sedangkan
perkembangan dengan penyempurnaan fungsi.

J. Kesimpulan
Perkembangan dan pertumbuhan merupakan sebuah
perubahan, perubahan-perubahan yang terjadi seluruhnya proses
78

dan prosesnya tidak sama, ada yang cepat, ada yang sedang dan
ada yang lambat. Dari kategori prosesnya tersebut guru dalam
memberikan pelayanan pendidikan harus menyesuaikan dengan
keadaan peserta didik.
Tahapan perkembangan maupun pertumbuhan setiap
individu berbeda satu dengan yang lainnya, artinya dalam hal ini
tidak ada yang sama. Setiap tahap perkembangan dan
pertumbuhan seseorang tugas tugas perkembangannya harus
selesai jangan ada yang tertinggal, karena jika pada setiap tahap
individu perkembangan dan pertumbuhannya terhambat, maka
konsekuensinya akan berpengaruh terhadap perkembangan dan
pertumbuhan selanjutnya.
Guru yang bermutu salah satu cirinya adalah selalu
memperhatikan perkembangan dan pertumbuhan peserta
didiknya dengan seksama, karena dengan memperhatikan
peserta didik secara seksama akan dapat menyusun langkah
strategi pelaksanaan layanan pendidikan seperti apa yang tepat
sehingga proses pembelajaran akan berjalan dengan PAIKEM
(Pembelajaran Aktif Inovatif Kreatif Efektif dan
Menyenangkan).
79

DAFTAR PUSTAKA
Conny Semiawan dan Utami Munandar (1987).
Husdarta dan Kusmaedi (2012). Pertumbuhan dan
Perkembangan Peserta Didik. Bandung : Alfabeta
Lilis Aslichati (2011). Kematangan Sosial dan Masyarakat
Madani. Prosiding Seminar. Jakarta : FISIP Universitas
Terbuka.
Linda M. Gojak (2013). NCTM Summing Up. By NCTM :
March 7, 2013.
Nana Syaodih S (2009). Landasan Psikologi Proses Pendidikan.
Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
Upi.edu. Bandung
Wardani, I.G.A.K. (1994). Perkembangan Peserta Didik.
Universitas Terbuka : Jakarta
80

BAB III
MENGENAL PESERTA DIDIK
MELALUI KARAKTERISTIK UMUM

Sebelum membahas uraian tentang bagaimana mengenal


peserta didik melalui karakteristiknya, mari kita simak sebuah
cerita yang dialami penulis ketika mengajar di SMP.
“ Proses pembelajaran akan segera berakhir dengan
dilakukannya Ulangan Umum, semua bapak/ibu guru
diwajibkan untuk membuat soal sebagai bahan ulangan
umum bagi peserta didik. Ulangan umum berjalan satu
minggu sesuai dengan program, hasil jawaban ulangan
umum diberikan kepada masing-masing guru sesuai
dengan mata pelajaran yang diampunya. Satu minggu
bapak/ibu guru sibuk memeriksa hasil jawaban peserta
didik, karena minggu depannya harus sudah memberikan
hasil kepada para wali kelas untuk disubstitusikan ke
dalam buku laporan pendidikan sebagai laporan kepada
orang tua peserta didik selama mengikuti pendidikan di
SMP.
Ada salah satu guru yang belum menyampaikan hasil nilai
kepada wali kelas, kemudian wali kelas meminta langsung
kepada guru tersebut yang belum memberikan nilai untuk
buku raport, akhirnya guru itu memberikan dengan cara
menebak nama siswa. Apa yang terjadi?
Terjadilah penuh tawa riang ketika guru memberikan nilai
kepada siswa yang tiga bulan lalu telah meninggal dunia
diakibatkan oleh sakit yang mendadak, nilai yang
diberikannya 8,00 nilai yang cukup bagus. Akhirnya ada
seorang guru menegur, Pak...? apakah benar siswa itu
pandai sampai-sampai nilainya 8? Jawabnya, benar ia
pandai dan selalu rajin masuk jika pelajaran saya.
Akhirnya guru yang bertanya dan wali kelas
81

menginformasikan kepada guru tersebut bahwa siswa


tersebut meninggal tiga bulan lalu yang tidak mungkin dia
mengikuti pelajaran bapak.”

Dari cuplikan cerita tersebut, apa yang dapat diambil


pelajaran bagi kita seorang guru suatu saat nanti? Apakah akan
seperti itu? Apakah akan selalu mengenal peserta didik setiap
saat sehingga tidak kejadian seperti cerita di atas? Bisa
dibayangkan oleh kita seorang guru seperti cerita di atas, nilai
berapa yang harus diberikan kepada anak yang masih hidup?
Kesimpulan dari cerita tersebut adalah mengenal peserta
didik hukumnya wajib bagi seorang guru, karena tanpa
mengenal peserta didik mustahil proses layanan pendidikan
yang prima dalam proses belajar mengajar akan tercapai
optimal, karena guru lah yang setiap saat bertemu dengan anak
di kelas, oleh karena itu sekali lagi mengenal peserta didik
sangat perlu diperhatikan.

I. Mengenal Peserta Didik


Di bab I dan II sudah dikatakan bahwa peserta didik itu
memiliki keunikan satu sama lainnya atau memiliki karakteristik
yang berbeda. Agar dapat memberikan layanan pendidikan
khususnya layanan pembelajaran yang optimal diperlukan
terlebih dahulu anda mengenal peserta didik anda satu persatu.
Mengenal peserta didik dapat diingat dari berbagai faktor atau
82

perbedaan peserta didik, antara lain anda dapat mengenal


melalui faktor fisiknya, inteltualnya, emosinya,
keterampilannya, pendiamnya, dan banyak lagi.
Misal, jika anda sulit mengenal peserta didik anda dari
intelektualnya mungkin bisa dari fisiknya (misal: anak yang
gendut adalah Si Kiki), atau dari segi terampilnya (misal: anak
yang terampil memperbaiki kendaraan motor guru adalah Si
Kaka), atau dari suaranya yang merdu jika ia sedang bernyanyi
dan masih banyak karakter dari peserta didik yang
memungkinkan kita atau guru mengenali peserta didik.
Karakteristik-karakteristik secara umum dalam peserta
didik, diantaranya adalah:
1. Faktor Fisik Peserta Didik
Faktor fisik peserta didik inilah yang biasanya guru dapat
mengenal siswanya lebih dekat. Ada beberapa faktor fisik yang
perlu guru perhatikan, diantaranya
a. Kesehatan Jasmani
Kesehatan jasmani bagi seorang peserta didik sangat
mempengaruhi aktivitas dalam proses pembelajaran, anda
mungkin mengalami ngantuk, lesu, atau badan sedang tidak
enak? Bagaimana belajar anda ketika jasmani anda tertanggu?.
Disamping itu juga pertumbuhan tubuh peserta didik yang
sangat pesat ketika mereka duduk dijenjang SMP perlu menjadi
perhatian guru, khususnya dalam penempatan duduk ketika
83

sedang proses pembelajaran. Dapat dibayangkan betapa kasihan


ketika yang tubuh kecil duduk dibelakang yang siswa tubuhnya
besar, mereka akan terganggu pandangan melihat tulisan di
papan tulis dan sebagainya.
Bahkan dengan pertumbuhan yang sangat pesat pula akan
menimbulkan banyak gejala yang membuat siswa merasakan
sesuatu yang berbeda, seperti otot-otot mengalami perubahan,
pada anak perempuan munculnya mensurasi, dan pada anak
laki-laki munculnya kedewasaan sehingga tidak ada bimbingan
guru mereka akan menimbulkan reaksi yang negatif.

b. Cacat Fisik
Peserta didik yang dalam keadaan normal atau tidak cacat
fisik jelas tidak akan menimbulkan permasalahan dalam
aktivitas di sekolah, namun peserta didik yang memiliki cacat
fisik atau tidak normal, anda sebagai guru harus waspada,
karena jika tidak diperhatikan dengan sungguh-sungguh mereka
rata rata cenderung memiliki rasa rendah diri yang sangat tinggi
dikarenakan ketidaknormalannya tersebut. Sebaliknya juga tidak
jarang siswa yang cacat fisik pun memiliki sifat yang buruk
(besar kepala, sombong, so gaul dsb) sebagai konfensasi dari
cacat fisiknya.
84

c. Kesehatan
Men sana incorvero sano, artinya dalam jiwa yang sehat
terdapat badan kuat. Hal inilah perlu ditumbuhkembangkan guru
dalam segala aktivitas di sekolah, karena jika keadaan kesehatan
terganggu (sakit gigi, influensa, batuk-batuk, dan sejenisnya)
kemungkinan besar akan mengganggu aktivas belajar peserta
didik, apalagi dengan siswa yang mengindap salah satu penyakit
yang sering kambuh ketika mengikuti aktivitas sekolah.
Penyakit yang diderita seperti ini perlu adanya koordinasi
dengan orang tua sehingga sekolah/guru dapat menfasilitasinya
jika mereka mengikuti proses pembelajaran di sekolah.

d. Keadaan Indera
Panca indera merupakan alat yang sangat vital bagi
seseorang untuk dapat meraih kesuksesan. Mata merupakan alat
untuk melihat yang perlu diperhatikan, karena ketika ada siswa
yang mengalami matanya kurang begitu jelas melihat tulisan
guru, mereka ditempatkan duduk dibelakang, sehingga mereka
tidak dapat melihat dengan jelas, akhirnya prestasinya pun
rendah.
Telinga sebagai alat pendengaran yang harus juga menjadi
perhatian guru, jangan-jangan pendengaran para siswa
terganggu akibat telinganya tidak berfungsi normal.
85

Dua indera inilah yang penting diperhatikan guru, karena


dua indera ini terganggu maka akan mengakibatkan prestasi
belajar menurun.

2. Faktor Inteligensi Peserta Didik atau Kemampuan


Faktor intelgensi inilah yang sering guru dapat mengenal
para siswanya, namun sayang hanya bagi anak-anak yang
memiliki inteligensi tinggi dan inteligensi rendah, sedangkan
yang inteligensinya pertengahan jarang guru mengenalnya.
Dengan demikian diharapkan kepada guru dalam
mengenal siswa jangan yang pintar-pintar dan bodoh-bodoh saja
dikenal, tetapi yang memiliki kemampuan tengah-tengah pun
harus dikenal.
Perhatikan contoh di bawah ini ketika siswa yang
memiliki kemampuan tengah tengah tidak dikenal.
“Ada seorang peserta didik SMP yang kemampuannya
pas-pasan atau pertengahan, sepuluh tahun kemudian anak
tersebut lulus dari Fakultas Kedokteran dengan nilai
terbaik dan ia masih teringat kepada bapak/ibu gurunya
yang selalu membimbing dan menjelaskan kepada yang
pandai-pandai saja (anak-anak rangking). Guru SMP dia
sakit dan di bawa kerumah sakit untuk diperiksa,
kebetulan pas tugas jaga di rumah sakit adalah siswa SMP
dahulu serta dia masih teringat guru ini jarang
memperhatikan saya dahulu. Apa yang
terjadi.....................silahkan anda untuk menjawabnya
dalam hati?”
86

3. Faktor Emosional Peserta Didik


Emosional atau persaan seseorang akan sangat
mempengaruhi dalam aktivitas belajar di sekolah maupun di
rumah. Perasaan sedih, gembira, aman, marah, cemas, takut dan
sebagainya. Orang yang merasa aman, senang, betah disuatu
tempat kemungkinan akan lebih produktif aktivitasnya
dibandingkan dengan keadaan yang tidak aman.
Apalagi dengan pertumbuhan peserta didik yang berada di
jenjang sekolah menengah yang memiliki masa transisi dengan
penuh gejolak dan rasa keakuannya tinggi, dimana emosinya
pun secara spontan sering melakukan hal-hal yang negatif.
Dengan demikian perlu perhatian guru yang serius untuk
memberikan bimbingan.
Beberapa hasil penelitian di bidang psikologis tentang
emosional disimpulkan bahwa kesuksesan seseorang banyak
ditentukan oleh faktor emosional sebesar 80% sedangkan faktor
intelektual hanya 20%.

4. Faktor Bakat Khusus Peserta Didik


Mengenal peserta didik, guru bisa juga melalui bakat
khusus yang dimiliki anak-anak. Misalnya ada peserta didik
yang pandai bermain alat musik sudah dapat dipastikan guru
akan mengenalnya, ada peserta didik yang pandai bermain volly
ball juga dipastikan dia akan dikenal guru. Selanjutnya juga
87

dengan bakat-bakat akademik/belajar, misalnya juara


matematika, puisi, IPA, dan sebagainya

5. Faktor Budaya Peserta Didik


Sekolah merupakan milik bersama masyarakat, dan
masyarakat memiliki banyak budaya sehingga di sekolah
terdapat banyak budaya peserta didik atau disebut dengan
sekolah budayanya heterogen. Dengan ciri budaya inilah guru
pun bisa mengenal peserta didik, misalnya seperti ada peserta
didik dari Irian Barat/Papua dapat dipastikan anak ini dikenal
guru karena budaya, dari Jawa pasti dikenal dengan khas nama
siswanya, dari Sumatra Utara dikenal melalui nama marganya
dan sebagainya.

6. Faktor Sosial
Status sosial peserta didik nampaknya juga bisa menjadi
jembatan guru untuk mengenal peserta didiknya, namun perlu
mendapat perhatian dalam mengenal peserta didik jangan
memandang kepada strata sosial yang kelompok atas dan
menengah saja. Artinya guru mengenal jika hanya anak-anak
yang ekonominya kuat dan menengah saja, ekonomi yang lemah
guru tidak pernah mau mengenal bahkan tidak peduli dengan
peserta didik.
88

7. Faktor Komunikasi
Kemampuan berkomunikasi akan sangat mempenaruhi
ativitas belajar siswa dan cepat lambatnya dikenal oleh seluruh
komponen sekolah. Misalnya dirungan kelas, jika ada peserta
didik yang sering melakukan kominukasi dalam pembelajaran
dengan setiap gurunya dapat dipastikan siswa tersebut akan
dikenal oleh guru yang bersangkutan.

J. Implikasi Karakteristik Peserta Didik terhadap


Penyelenggaraan Pendidikan di Selolah maupun di
Luar Sekolah
1. Implikasi Faktor Inteligensi
Manusia adalah makhluk yang sempurna, kesempurnaan
inilah yang membedakan dengan makhluk-makhluk lain ciptaan
Allah Swt dengan diberikan akal/ratio. Dengan demikian
seluruh peserta didik memiliki potensi yang harus dipupuk dan
dikembangkan oleh pendidikan di sekolah melalui kegiatan
pembelajaran agar mencapai perkembangan yang optimal.
Untuk itu sangat dibutuhkan kondisi lingkungan sekolah yang
sangat kondusif dalam segala aspek.
Conny Semiawan (1984) menyampaikan ada dua buah
kondisi, yaitu kondisi keamanan psikologis dan kebebasan
psikologis. Peserta didik akan merasa aman secara psikologis,
apabila:
89

a. Pendidik dapat menerima peserta didik apa adanya


tanpa syarat dengan segala kekuatan dan kelemahannya
serta memberi kepercayaan padanya bahwa pada
dasarnya ia baik dan mampu.
b. Pendidik menguasahakan suasana dimana peserta didik
tidak merasa dinilai orang lain. Memberi penilaian
terhadap seseorang dapat dirasakan sebagai ancaman,
sehingga menimbulkan kebutuhan akan pertahanan diri.
Memang kenyataan di sekolah pemberian penilaian
tidak dapat dihindarkan dalam situasi sekolah, tetapi
paling tidak harus diupayakan agar penialaian tidak
bersifat atau mempunyai dampak ancaman.
c. Pendidikan memberikan pengertian dalam arti dapat
memahami pemikiran, perasaan dan perilaku peserta
didik, dapat menempatkan diri dalam situasi anak, dan
melihat dari sudut pandang anak. Dalam suasana itu
anak akan merasa aman untuk mengungkapkan ide-
idenya.
Dengan tiga nuansa pendidik dan pendidikan di atas,
peserta didik akan merasa bebas secara psikologis dan tidak
akan terkekang dalam proses pembelajaran. Kebebasan
psikologis akan terjadi pada diri anak ketika faktor keamanan
secara psikoligis diciptakan oleh sekolah dengan komprahenship
dalam penyelenggaraan pendidikan, sebaliknya jiga faktor
90

keamanan tidak tercipta dengan baik di sekolah, mustahil


kebebasan peserta didik untuk mengungkapkan segala ide-
idenya akan tidak muncul atau mandeg.
What New Educators Need to Know About Teacher
Qualities? Inilah sebuah tulisan yang diambil dari sebuah artikel
pendidikan luar negeri nampaknya sangat ideal untuk diterapkan
di Indonesia sehingga peserta didik dapat berkembang secara
optimal. Apa saja yang dibutuhkan bagi pendidik untuk menjadi
guru yang berkualitas, dalam artikel tersebut dikatakan ada 15
unsur yang harus ada dalam setiap pendidik, yaitu:
a. Positive : selalu berpikir positif
b. Communicative : komunikasi dua arah
c. Dependable : dapat diandalkan (jujur dan patut
dipercaya)
d. Personable : mendirikan dan memilihara hubungan
kerja yang positif yang rupawan/cantik/elok.
e. Organized : mengorganisasi dari mulai perencanaan
sampai selesai.
f. Committed : menunjukkan komitmen
g. Motivational : semangat terus memberikan motivasi
h. Compassionate : simpatik; terharu, empati.
i. Flexible : kelenturan
j. Individually Perceptive : persepsi individu yang unik.
k. Value Based : nilai dasar konstruktif (benar)
91

l. Knowledgeable : berpengetahuan banyak


m. Creative : pandai dalam berbagai hal
n. Patient : tidak tergesa-gesa mengambil keputusan
(sabar)
o. Sense of humor : perasaan memiliki homor.
Sekolah sebagai lembaga formal yang diberi
tanggungjawab untuk meningkatkan perkembangan peserta
didik, termasuk perkembangan intelektualnya. Dalam halini
pendidik hendaknya menyadari benar-benar bahwa
perkembangan intelektual anak terletak ditangannya. Hal senada
yang disampaikan Russefendi (2012) dalam motonya selalu
mengatakan: “secanggih apapun alat yang akan digunakan, tetap
kunci ada pada seorang guru”.
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan guru untuk
mencapai perkembangan intelektual peserta didik, yaitu:
a. Menciptakan interaksi atau hubungan yang akrab
dengan peserta didik. Dengan hubungan yang akrab
secara psikologis peserta didik merasa aman, sehingga
masalah yang dialaminya secara bebas akan
dikonsultasikan dengan guru/pendidik.
b. Memberi kesempatan kepada semua peserta didik
untuk berdiskusi atau berdialog dengan orang-orang
yang ahli atau berpengalaman dalam berbagai hal
bidang ilmu pengetahuan, hal ini akan sangat
92

menunjang perkembangan intelektual anak. Membawa


peserta didik ke objek-objek tertentu yang ada
hubungannya dengan ilmu pengetahuan dan teknologi
dan sejenisnya secara rutin.
c. Menjaga pertumbuhan dan perkembangan fisik peserta
didik melalui kegiatan-kegiatan fisik (olah raga)
maupun menyediakan gizi yang cukup.
d. Meningkatkan keterampilan berbahasa, melalui media-
media cetak maupun elektronik dengan menfasilitasi
disesuaikan dengan situasi dan kondisi dimana sekolah
berada.

2. Implikasi Faktor Fisik


Pertumbuhan fisik untuk para peserta didik di sekolah
menengah pertama dan atas pada umumnya pertumbuhannya
sangat cepat dan pesat, hal ini diakibatkan oleh banyak faktor.
Dengan perkembangan yang cepat dan pesat itu akhirnya
banyak peserta didik yang pertumbuhannya tidak seimbang
sehingga menimbulkan ketidakseimbangan dan
ketakharmonisan gerak.
Agar tidak terjadi ketidakseimbangan dan
ketidakharmonisan gerak, ada beberapa hal yang perlu
dilakukan, yaitu:
93

a. Menjaga Kesehatan Badan


Peserta didik ajaklah untuk berolahraga, pola hidup bersih
dan pola hidup sehat secara teratur. Jika pola hidup sehat, pola
hidup bersih dan berolahraga secara teratur akan mengakibatkan
kesehatan badan yang sempurna, karena jika badan sehat maka
pertumbuhan akan lancar.

b. Memberi makanan yang baik.


Makan yang baik dan sehat wajib dikonsumsi oleh semua
manusia, hal ini sudah ditegaskan bahwa makanan yang kita
makan harus 4 sehat 5 sempurna. Jika kebutuhan makanan yang
tidak sehat, maka akan menghambat pertumbuhan.
Bagaimana implikasinya di sekolah? Sekolah harus
menyediakan sarana dan prasarana yang cukup untuk
pertumbuhan fisik siswa. Misalnya, lingkungan sekolah
kondusif, ruangan kelas yang cerah dan terang, fentilasi setiap
ruangan cukup, menerapkan disiplin yang tidak kaku, kantin
yang higenis dan anak tidak boleh duduk terpaku dengan
dipersilahkan bergerak ketika proses pembelajaran, namun tetap
dalam bimbingan guru.

3. Implikasi Faktor Emosional


Emosi akan selalu datang pada setiap individu/peserta
didik, namun emosinya ada yang meluap-luap, ada diam-diam,
94

bahkan ada yang sampai histeris. Hal ini semua akan cenderung
menurun secara sedikit-sedikit sehingga emosinya stabil ketika
mereka menerima pengetahuan.
Untuk menghadapi emosi-emosi yang sangat meluap-luap,
sebaiknya dilayani dengan dalam keadaan tenang dan santai,
bahkan pendidik dan orang tua dalam keadaan seperti ini
sedapat mungkin tidak memperlihatkan kegelisahannya maupun
terbawa emosinya dalam menghadapi emosi remaja.
Di lingkungan sekolah, guru sangat memagang peranan
dalam hal perkembangan emosi peserta didik, guru yang akrab
dengan anak (peserta didik), menghargai usahanya dalam
belajar, suka memberikan petunjuk ketika anak mengalami
kesulitan, akan dapat menimbulkan perasaan sukses dan akan
menyuburkan keyakinan diri. Melalui contoh sikap sehari-hari
guru yang memiliki sikap emosional yang tenang, akan ditiru
oleh peserta didiknya sehingga peserta didiknya juga akan
mengikutinya. Pola pikir yang demikian pada dasarnya akan
senantiasa belajar dari lingkungan melalui modelling ( Teori
Belajar Sosial).

4. Implikasi Faktor Sosial-Kultural


Faktor sosial kultural bagi peserta didik yang berada
dilingkungan sekolah menengah merupakan bagian kehidupan
yang tidak akan dilewatkan oleh para peserta didik. Kehidupan
95

berkelompok antar teman sebaya merupakan ciri khas mereka,


mengidolakan seseorang merupakan bagian dari kehidupannya
serta pola pikir yang masih labil dengan ketidak tahuan mana
yang akan menimbulkan positif dan negatif dari kegiatan-
kegiatan yang mereka lakukan.
Oleh karena itu dengan posisi perkembangan peserta didik
dalam keadaan yang masih labil, posisi keluarga merupakan
pendidikan yang paling untuk utama untuk memberikan
perhatian yang penuh sehingga kegiatan kegiatan yang negatif
akan dapat diminimalisir oleh pemberian perhatian dari
keluarga. Simanjuntak dan Pasaribu (dalam Wardani, 1995)
mengatakan bahwa Children learn what the live.
Selanjutnya bagaimana pihak sekolah sebagai lembaga
formal untuk memberikan yang terbaik terhadap peserta didik
yang dipandang dari sosio kultural yang semakin hari semakin
tak terbayangkan oleh secanggih apapun yang akan timbul untuk
mempengaruhi peserta didik.
Wardani (1995) memberikan rambu-rambu yang dapat
digunakan sebagai titik tolak untuk pengembangan hubungan
sosial peserta didik.
1. Sekolah harus merupakan dasar pengembangan kepribadian
peserta didik. Guru harus bisa merangkap sebagai pemimpin,
guru harus berupaya agar pelajaran yang disampaikan
menarik minat anak, sebab tidak jarang anak menganggap
96

pelajaran yang diberikan oleh guru kepadanya dirasakan tidak


bermanfaat. Tugas guru tidak hanya “to teach” tetapi juga
harus sebagai “ to educate” yang membina peserta didik
menjadi dewasa yang bertanggungjawab dan berjiwa
“Pancasila”. Untuk mencapai hal tersebut ada syarat yang
harus dipenuhi oleh seorang guru, yaitu profesioal, personal,
morality, religiousity, dan formality (Amantembun, 1973)
2. Saling menghargai merupakan kunci yang dapat digunakan
untuk menanggulangi masalah-masalah yang timbul dalam
hubungan dengan peserta didik yang bertabiat apapun (asal
dalam katagori normal).
3. Pola pengajaran yang demokratis merupakan alternatif yang
sangat bermanfaat bagi guru. Atas dasar prinsip demokratis,
disusun suatu rumusan untuk membimbing peserta didik
dalam kelompok kelas. Kebebasan demokratis disini bukan
kebebasan tanpa pengendalian.
Selanjutnya yang tidak kalah pentingnya dalam hal ini
adalah pihak masyarakat, karena tanpa dukungan masyarakat
pendidikan akan tidak bisa memberikan yang terbaik bagi
peserta didik. Oleh karena itu, Masyarakat, Sekolah, dan
Keluarga merupakan tiga pilar pendidikan yang disebut dengan
Tri Pusat Pendidikan yang harus saling bekarja sama dalam
rangka meningkatkan perkembangan peserta didik yang optimal.
97

5. Implikasi Faktor Bakat Khusus


Bakat khusus sebagai “potential ability” agar terwujud
sebagai performance atau perilaku nyata dalam bentuk sebuah
prestasi yang menonjol masih memerlukan latihan dan
pengembangan lebih lanjut. Sekolah sebagai tempat dimana para
pemilik bakat khusus perlu difasilitasi dengan berbagai sarana
dan prasarananya sehingga perkembangan bakat khusus akan
lebih cepat dan terarah.
Wardanai (1995) menyampaikan langkah-langkah untuk
memfasilitasi para siswa yang memiliki bakat khusus, yaitu:
a. Dikembangkan suatu situasi dan kondisi yang memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan
bakat-bakatnya, dengan selalu mengusahakan adanya
dukungan psikologis maupunfisiologis.
b. Dilakukan usaha penumbuhkembangan minat dan monivasi
berprestasi yang tinggi serta kegigihan dalam melakukan
usaha di kalangan anak dan remaja, baik dalam lingkungan
keluarga, sekolah maupun masyarakat oleh semua pihak yang
terkait secara terpadu.
c. Dikembangkannya program pendidikan berdiferensi di
lingkungan lembaga pendidikan formal (sekolah) guna
memberikan secara lebih efektif kepada peserta didik yang
memiliki bakat khusus menonjol.
98

6. Implikasi Faktor Komunikasi


Faktor komunikasi guru sangat menentukan bagi peserta
didik menjadi bertambah ilmu pengetahuannya, oleh karena itu
komunikasi bagi guru merupakan hal yang sangat menentukan
keberhasilan belajar peserta didik.
Kegiatan-kegiatan yang sangat memerlukan komunikasi
yang handal, jelas dan dimengerti siswa, yaitu kegiatan
menjelaskan, mengajukan pertanyaan, dan memberikan umpan
balik.
a. Dalam Menjelaskan
Guru dalam menyampaikan informasi tentang ilmu
pengetahuan dan teknologi, hendaknya:
1) menentukan hal-hal yang pokoknya dan
hubungannya satu sama lainnya.
2) Memberi penjelasan yang meyakinkan artinya
menerangkan hal-hal yang benar atau valid dan
menghindari penjelasan-penjelasan yang salah yang
disengaja atau pun tidak disengaja.
3) Memberi penjelasan secara gamblang dan sederhana
sehingga semua peserta didik dapat menangkapnya
dengan baik.
4) Menghindari berbicara dengan bahasa yang muluk,
dan berusaha berbicara dengan bahasa yang mudah
dimengerti oleh peserta didik.
99

5) Menghindari penggunaan kata-kata yang tidak jelas,


tidak pasti dan tidak tegas.
6) Memeriksa kembali penjelasan apakah semua
peserta didik telah mengerti terhadap informasi yang
disampaikannya.

b. Dalam mengajukan pertanyaan


Pertanyaan yang diajukan guru kepada peserta didik
terbagi menjadi dua bagian, yaitu pertanyaan tingkat tinggi dan
pertanyaan tingkat rendah. Pertanyaan tingkat tinggi adalah
pertanyaan yang menuntut pemikiran yang abstrak, sedangkan
pertanyaan tingkat rendah adalah pertanyaan yang menyangkut
tentang fakta, pengertahuan sederhana dan penerapan
pengertian. Hal-hal yang perlu diusahakan guru dalam kaitannya
dengan mengajukan pertanyaan kepada peserta didik, yaitu:
1) Mengulangi pertanyaan yang diajukan oleh peserta
didik dengan maksud agar peserta didik yang lain
mengetahui secara jelas masalah yang ditanyakan.
2) Menempatkan pertanyaan peserta didik dalam
konteks keseluruhan bahan pelajaran.
3) Merangsang peserta didik agar mau mengajukan
pertanyaan
4) Merespon pertanyaan dengan baik
100

c. Dalam memberikan umpan balik


Umpan balik merupakan media evaluasi bagi guru dalam
kegiatan mengajarnya, karena di umpan balik ini akan terlihat,
apakah komunikasi yang digunakan sudah tercapai atau belum?
Umpan balik ini dalam komunikasi berlaku bagi guru dan
peserta didik.

C. Tugas Tugas Perkembangan


Perkembangan seseorang mencakup seluruh aspek
kepribadian, dan salah satu aspek dengan aspek lainnya tidak
berdiri sendiri, akan tetapi saling berinteraksi. Sebagian besar
perkembangan aspek-aspek kepribadian terjadi melalui proses
belajar, baik proses belajar dari yang mudah ke yang sukar, dari
belajar yang abstrak ke belajar yang kongkret, dan belajar dari
yang sederhana ke belajar yang kompleks.
Suatu proses perkembangan yang bersifat alami, yaitu
yang berupa kematangan, berinteraksi dengan penyesuaian diri
dengan tuntutan dan tantangan dari luar, tetapi keduanya masih
dipengaruhi oleh kesediaan, kemauan, dan aspirasi individu
untuk berkembang. Ketiganya mempengaruhi penyelesaian
tugas tugas yang dihadapi individu dalam perkembangannya.
Robert J. Havigurst (1961) menyatakan sebagai tugas tugas
perkembangan.
101

Menurut Havigurst, tugas perkembangan adalah suatu


tugas yang muncul dalam suatu periode tertentu dalam
kehidupan individu. Tugas tersebut harus dihadapi, dikuasai dan
diselesaikan dengan baik, sebab jika tugas tugas perkembangan
tersebut diselesaikan dengan baik oleh seorang individu akan
memberikan dampak yang sangat positif terhadap
perkembangan selanjutnya. Dengan jika tugas tugas
perkembangan di setiap periode tidak dapat diselesaikan dengan
baik, maka akan berdampak ketidakbahagiaan diperkembangan
selanjutnya.
Havigurst memberikan rincian tugas tugas perkembangan
individu pada setiap periode atau tahap yang harus diselesaikan
dengan tuntas atau baik oleh individu. Ada tiga tahap, yaitu
tahap masa bayi dan kanak-kanak, masa anak, masa remaja,
masa dewasa (dewasa muda dan dewasa), dan masa usia lanjut.
Tabel 3.1
Tugas Tugas Perkembangan Individu
Menurut Havigurst
Masa Tugas Tugas Perkembangan
Bayi dan Kanak- Belajar berjalan.
Kanak (0 – 6 tahun) Belajar mengambil makanan
Belajar berbicara
Belajar mengontrol cara-cara buang air
Belajar mengetahui jenis kelamin
102

Menguasai stabilitas jasmaniah


Memili konsep sosial dan fisik
Belajar hubungan sosial
Belajar membedakan
Anak ( 6 – 12 Belajar keterampilan fisik yang
tahun) diperlukan dalam permainan
Pengembangan sikap yang menyeluruh
sebagai individu yang sedang
berkembang
Belajar berkawan dengan teman sebaya
Belajar menguasai keterampilan-
keterampilan intelektual dasar
(Calistung)
Pengembangan konsep-konsep yang
diperlukan dalam kehidupan sehari-hari
Pengembangan moral, nilai-nilai dan
hati nurani
Memiliki kemerdekaan pribadi
Pengembangan sikap terhadap lembaga
dan kelompok sosial.
Remaja (adolesen) Mampu menjalin hubungan dengan
teman sebaya lebih matang dan jenis
kelamin yang lainnya.
Mampu melakukan peran sosial sebagai
103

laki-laki dan wanita


Menerima kondisi jasmaninya dan dapat
menggunakannya secara efektif
Memiliki keberdirisendirian emosional
dari orang tua dan orang dewasa
lainnya.
Memiliki perasaan mampu berdiri
sendiri dalam bidang ekonomi
Mampu memilih dan mempersiapkan
diri untuk suatu pekerjaan
Belajar mempersiapkan diri untuk
perkawinan dan hidup berkeluarga
Mengembangkan konsep-konsep dan
keterampilan intelektual untuk hidup
dimasyarakat
Memiliki perilaku sosial seperti yang
diharapkan masyarakat
Memiliki seperangkat nilai yang
menjadi pedoman bagi perbuatannya.
Dewasa Muda Memilih pasangan hidup
Belajar hidup bersama pasangan hidup
Memulai hidup berkeluarga
Memelihara dan mendidik keluarga
Mengelola rumah tangga
104

Memulai kegiatan pekerjaan


Bertanggungjawab sebagai warga
masyarakat, negara.
Menemukan sahabat dalam kelompok
sosial
Dewasa Memiliki tanggungjawab sosial dan
kenegaraan sebagai orang dewasa
Mengembangkan dan memelihara
standar kehidupan ekonomi
Membimbing anak dan remaja agar
menjadi orang dewasa yang
bertanggungjawab dan berbahagia
Mengembangkan kegiatan-kegiatan
waktu senggang sebagai orang dewasa,
hubungan dengan pasangan-pasangan
keluarga lain sebagai pribadi
Menerima dan menyesuaikan diri
dengan perubahan perubahan fisik
sebagai orang setangah baya
Menyesuaikan diri dengan kehidupan
sebagai orang tua yang bertambah tua.
Usia Lanjut Menyesuaikan diri dengan kondisi fisik
dan kesehatan yang semakin menurun
Menyesuaikan diri dengan situasi
105

pensiun dan penghasilan semakin


menurun
Menyesuaikan diri dengan kematian dari
pasangan hidup
Membina hubungan dengan sesama usia
lanjut
Memenuhi kewajiban-kewajiban sosial
dan kenegaraan
Memilihara kondisi dan kesehatan
Kesiapan menghadapi kematian

D. Kesimpulan
Siswa atau peserta didik adalah individu yang berada
dalam proses perkembangan dan pertumbuhan. Perkembangan
merupakan perubahan yang bersifat progresif yaitu menuju
ketahap yang lebih tinggi, lebih besar, lebih baik dari seluruh
aspek kepribadian. Perkembangan dan pertumbuhan dibedakan,
perkembangan terkait dengan aspek psikis dan bersifat
kualitatif, sedangkan pertumbuhan berkenaan dengan aspek fisik
dan bersifat kuantitatif. Kemudian baik itu perkembangan
maupun pertumbuhan terkait dengan kematangan, karena
kematangan ini sebagai masa subur untuk tumbuh dan
berkembang.
106

Guru merupakan orang yang selalu bertemu setiap saat


dengan para siswa dikala guru memberikan materi pelajaran,
baik itu di dalam ruangan kelas maupun di luar kelas. Guru
merupakan sosok yang akan dijadikan model oleh seluruh
peserta didik maupun masyarakat dilingkungan dimana guru
bertempat tinggal. Guru merupakan kunci keberhasilan peserta
didik yang tidak dapat diabaikan walaupun jaman secanggih
apapun dunia ini. Guru merupakan sosok yang digugu dan ditiru
oleh seleuruh peserta didik.
Oleh karena itu mengenal peserta didik merupakan
kewajiban bagi seorang guru untuk lebih mengetahui
keberadaannya baik secara psikologis maupun fisiologis. Guru
diwajibkan mengenal peserta didiknya melalui berbagai upaya
dan cara, bisa guru mengenal dari segi fisik atau dari segi non
fisik. Segi fisik, misalnya dari keadaan fisik peserta didik
(tinggi, pendek, kurus, gemuk, dan lain sebagainya) sedangkan
dari non fisik peserta didik (intelektual, bakat, emosi, dan lain
sebagainya).
Mengenal peserta didik merupakan salah satu upaya untuk
memberikan layanan pendidikan yang tepat, karena setiap
peserta didik itu unik, oleh karena itu, layanan pendidikannya
pun tidak sama satu dengan yang lainnya. Dengan mengenal
peserta didik dari berbagai cara akan memberikan kontribusi
107

yang positif dalam meningkatkan layanan pendidikan yang


prima.
Implikasi penyelenggeraan pendidikan dituntut untuk
disesuaikan dengan keberadaan peserta didik untuk bisa dapat
mengembangkan potensi yang dimilikinya, karena potensi akan
berkembang ketika layanan pendidikan tepat sesuai dengan
tahap perkembangan dan pertumbuhan peserta didik.
108

Daftar Pustaka
Artikel What New Educators Need to Know About Teacher
Qualities.
Conny Semiawan (1984). Kecerdasan Inteligensi. Jakarta: IKIP
Jakarta.
Russeffendi (2012). Slogan Prodi Pendidikan Matematika.
Bandung: STKIP Siliwangi Bandung.
Wardani (1995). Perkembangan Peserta Didik. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen
Dikdasmen Bagian Proyek Pengembangan Mutu Guru
SLTP setara D III, Universitas Terbuka.
109

BAB IV
KONSEP KEBUTUHAN DAN PRAKTIKNYA
TERHADAP PROSES PEMBELAJARAN
Membicarakan konsep kebutuhan ada tiga unsur konsep
yang terkait sangat erat hubungannya, yaitu konsep dorongan
atau motivasi, konsep perilaku, dan konsep tujuan. Seseorang
yang berbuat atau melakukan sesuatu hal, setidaknya ada
sesuatu kebutuhan pada diri seseorang tersebut. Misal ada
seseorang melakukan belajar dengan semangat, hal ini jelas
bahwa orang itu masih membutuhkan pengetahuan yang sedang
dipelajari, jelas sekali bahwa kekurangan itu merupakan awal
dari adanya kebutuhan.
Sertain (dalam Wardani, 1995) menyampaikan definsi
kebutuhan yang ditulis dalam buku Psychology Understanding
of Human Behavior yaitu dalam arti khusus adalah kebutuhan
sebagai suatu kekurangan di dalam sesuatu (bisa manusia,
hewan atau tumbuhan). Contohnya, seekor binatang yang
berkeliaran mencari mangsanya, berarti binatang itu lapar. Lapar
ada kekurangan (makanan) di dalam tubuhnya. Nah sekarang
bagaimana dengan manusia?
Untuk memenuhi suatu kebutuhan bagi seseorang tidak
mungkin terjadi secara tiba-tiba kebutuhan tersebut langsung
ada di hadapannya melainkan untuk memenuhi suatu kebutuhan
harus melalui suatu proses yang berurutan. Misal seorang pelajar
110

butuh akan rasa penghargaan dari seluruh teman-teman se


kelasnya, jelas hal ini perlu proses. Pertama harus ada
dorongan/motivasi dari dalam dirinya untuk memenuhi
kebutuhan akan penghargaan dengan berbagai usaha dan upaya,
selanjutnya pelajar itu memerlukan tingkah laku atau gerakan
yang mengarah pada kebutuhan akan penghargaan, dan akhirnya
akan berujung pada tujuan yang diharapkan, yaitu penghargaan
dari semua teman kelasnya tercapai.
Jika dilukiskan proses memenuhi kebutuhan dapat
diperhatikan bagan berikut ini:

Dorongan Kebutuhan Perilaku Tujuan

Gambar 4.1 : Proses Kebutuhan Seseorang


Dari uraian di atas, ada yang perlu menjadi perhatian bagi
dunia pendidikan (guru), orang tua (masyarakat), dan
pemerintah yaitu apabila pemenuhan kebutuhan seseorang itu
mengalami kegagalan, jelas hal ini akan menimbulkan dampak
yang sangat besar bagi diri seseorang tersebut jika pengalaman
111

ini dijawantahkan melalui kegiatan-kegiatan yang negatif. Oleh


karena itu, tugas kita selaku pendidik, orang tua, dan lingkungan
perlu memberi bimbingan kepada mereka agar tidak terjerumus
ke dunia frustasi dengan melakukan hal-hal yang negatif, kerana
kebutuhan itu merupakan suatu tuntutan yang objektif yang
terdapat dalam setiap diri individu.
Kebutuhan itu berfungsi sebagai suatu kekuatan yang
menggerakan atau menyebabkan individu bertigkah laku,
tingkah lakunya tertuju pada apa yang dimaksudkan sebagai
pemuas kebutuhan. Misalnya, seseorang dalam keadaan lapar,
jelas ia memerlukan makanan, kemudian ia makan nasi untuk
mengembalikan kesimbangan fisiknya yang lapar tadi.
Teori tentang Kebutuhan yang paling terkenal adalah
Teori Kebutuhan yang disampaikan oleh Abraham Harold
Maslow dilahirkan di Brooklyn, New York, pada tanggal 1 April
1908. Maslow dibesarkan dalam keluarga Yahudi Rusia dengan
orangtua yang tidak mengenyam pendidikan tinggi. Pada masa
kecilnya, ia dikenal sebagai anak yang kurang berkembang
dibanding anak lain sebayanya. Ia mengatakan bahwa dirinya
adalah seorang anak Yahudi yang tumbuh dalam lingkungan
yang mayoritas dihuni oleh non Yahudi. Ia merasa terisolasi dan
tidak bahagia pada masa itu. Ia bertumbuh di perpustakaan di
antara buku-buku. Ia awalnya berkuliah hukum, namun pada
akhirnya, ia memilih untuk mempelajari psikologi dan lulus dari
112

Universitas Wisconsin. Pada saat ia berkuliah, ia menikah


dengan sepupunya yang bernama Bertha pada bulan Desember
1928 dan bertemu dengan mentor utamanya yaitu profesor
Harry Harlow. Ia memperoleh gelar Bachelor pada 1930, master
pada 1931, dan Ph.D pada 1934. Maslow kemudian
memperdalam riset dan studinya di Universitas Columbia dan
masih mendalami subjek yang sama. Di sana ia bertemu dengan
mentornya yang lain yaitu Alfred Adler, salah satu kolega awal
dari Sigmund Freud. Pada tahun 1937-1951, Maslow
memperdalam ilmunya di Brooklyn College Di New York, ia
bertemu dengan dua mentor lainnya yaitu Ruth Benedict
seorang antropologis, dan Max Wertheimer seorang Gestalt
psikolog, yang ia kagumi secara profesional maupun personal.
Kedua orang inilah yang kemudian menjadi perhatian Maslow
dalam mendalami perilaku manusia, kesehatan mental, dan
potensi manusia. Ia menulis dalam subjek-subjek ini dengan
mendalam. Tulisannya banyak meminjam dari gagasan-gagasan
psikologi, namun dengan pengembangan yang signifikan.
Penambahan tersebut khususnya mencakup hirarki kebutuhan,
berbagai macam kebutuhan, aktualisasi diri seseorang, dan
puncak dari pengalaman. Maslow menjadi pelopor aliran
humanistik psikologi yang terbentuk pada sekitar tahun 1950
hingga 1960-an. Pada masa ini, ia dikenal sebagai "kekuatan ke
tiga" di samping teori Freud dan behaviorisme. Maslow
113

menjadi profesor di Universitas Brandeis dari 1951 hingga 1969,


dan menjabat ketua departemen psikologi di sana selama 10
tahun. Di sinilah ia bertemu dengan Kurt Goldstein (yang
memperkenalkan ide aktualisasi diri kepadanya) dan mulai
menulis karya-karyanya sendiri. Di sini ia juga mulai
mengembangkan konsep psikologi humanistik. Ia menghabiskan
masa pensiunnya di California, sampai akhirnya ia meninggal
karena serangan jantung pada 8 Juni 1970. Kemudian, Pada
tahun 1967, Asosiasi Humanis Amerika menganugerahkan gelar
Humanist of the Year.
Abraham Maslow dikenal sebagai pelopor aliran psikologi
humanistik. Maslow percaya bahwa manusia tergerak untuk
memahami dan menerima dirinya sebisa mungkin. Teorinya
yang sangat terkenal sampai dengan hari ini adalah teori tentang
Hierarchy of Needs atau Hirarki Kebutuhan. Kehidupan
keluarganya dan pengalaman hidupnya memberi pengaruh atas
gagasan gagasan psikologisnya. Setelah perang dunia ke II,
Maslow mulai mempertanyakan bagaimana psikolog psikolog
sebelumnya tentang pikiran manusia. Walau tidak menyangkal
sepenuhnya, namun ia memiliki gagasan sendiri untuk mengerti
jalan pikir manusia.
Psikolog humanis percaya bahwa setiap orang memiliki
keinginan yang kuat untuk merealisasikan potensi potensi dalam
dirinya, untuk mencapai tingkatan aktualisasi diri. Untuk
114

membuktikan bahwa manusia tidak hanya bereaksi terhadap


situasi yang terjadi di sekelilingnya, tapi untuk mencapai sesuatu
yang lebih, Maslow mempelajari seseorang dengan keadaan
mental yang sehat, dibanding mempelajari seseorang dengan
masalah kesehatan mental. Hal ini menggambarkan bahwa
manusia baru dapat mengalami "puncak pengalamannya" saat
manusia tersebut selaras dengan dirinya maupun sekitarnya
Dalam pandangan Maslow, manusia yang mengaktualisasikan
dirinya, dapat memiliki banyak puncak dari pengalaman
dibanding manusia yang kurang mengaktualisasi dirinya.

Gambar 4.1: Hirarki Kebutuhan Menurut Maslow


Interpretasi dari Hirarki Kebutuhan Maslow yang
direpresentasikan dalam bentuk piramida dengan kebutuhan
yang lebih mendasar ada di bagian paling bawah. Maslow
115

menggunakan piramida sebagai peraga untuk memvisualisasi


gagasannya mengenai teori hirarki kebutuhan. Menurut Maslow,
manusia termotivasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
hidupnya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut memiliki tingkatan
atau hirarki, mulai dari yang paling rendah (bersifat
dasar/fisiologis) sampai yang paling tinggi (aktualisasi diri).
Adapun hirarki kebutuhan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Kebutuhan fisiologis atau dasar
2. Kebutuhan akan rasa aman
3. Kebutuhan untuk dicintai dan disayangi
4. Kebutuhan untuk dihargai
5. Kebutuhan untuk aktualisasi diri

Maslow menyebut empat kebutuhan mulai dari kebutuhan


fisiologis sampai kebutuhan harga diri dengan sebutan
homeostatis.mudian berhenti dengan sendirinya. Maslow
memperluas cakupan prinsip homeostatik ini kepada kebutuhan-
kebutuhan tadi, seperti rasa aman, cinta dan harga diri yang
biasanya tidak kita kaitkan dengan prinsip tersebut. Maslow
menganggap kebutuhan-kebutuhan defisit tadi sebagai
kebutuhan untuk bertahan. Cinta dan kasih sayang pun
sebenarnya memperjelas kebutuhan ini sudah ada sejak lahir
persis sama dengan insting.
116

A. Kebutuhan Fisiologis
Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan yang
berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan faktor fisik seseorang.
Tanpa pemenuhan kebutuhan fisiologis, seseorang akan
mengalami tidak keseimbangan fisik atau dengan kata lain
mengalami gangguan kesehatan fisik bahkan bisa
mengakibatkan kematian, karena proses organisme pada
manusia memerlukan udara, makanan, cairan, istirahat, tempat
bernaung, pengeluaran sisa pembakaran dan sebagainya.
Wardani (1995) memberikan sebuah contoh kehidupan
minggu-minggu pertama seorang bayi, hubungan bayi dan
ibunya didasarkan atas pemuasan kebutuhan fisiologis melalui
ASI (asir susu ibu), maka sang ibu memerlukan makanan dan
minuman yang bervitamin untuk menghasilkan ASI yang
dibutuhkan bayinya, bersamaan dengan perkembangan dan
pertumbuhan antara dirinya dan ibunya, ia dapat membedakan
antara dirinya dan ibunya, akhir tumbuhlah hubungan yang baru
antara keduanya yang didasarkan pada kebutuhan psikologis,
yaitu rasa kasih sayang dan rasa aman.
Maslow menyatakan bahwa pada tingkat yang paling
bawah, terdapat kebutuhan yang bersifat fisiologik (kebutuhan
akan udara, makanan, minuman dan sebagainya) yang ditandai
oleh kekurangan (defisi) sesuatu dalam tubuh orang yang
bersangkutan. Kebutuhan ini dinamakan juga kebutuhan dasar
117

(basic needs) yang jika tidak dipenuhi dalam keadaan yang


sangat estrim (misalnya kelaparan) bisa manusia yang
bersangkutan kehilangan kendali atas perilakunya sendiri karena
seluruh kapasitas manusia tersebut dikerahkan dan dipusatkan
hanya untuk memenuhi kebutuhan dasarnya itu. Sebaliknya, jika
kebutuhan dasar ini relatif sudah tercukupi, muncullah
kebutuhan yang lebih tinggi yaitu kebutuhan akan rasa aman
(safety needs).
Implikasi dalam pelaksanaan pembelajaran di sekolah,
guru tidak hanya menginformasikan atau mentransfer ilmu
pengetahuan saja, melainkan harus memberikan pengetahuan
tentang kebutuhan fisiologis untuk mendukung proses belajar,
karena tanpa fisik yang sehat tidak dimungkinkan peserta didik
akan dapat dengan cepat memperoleh pengetahuan artinya
lambat dalam menerima ilmu pengetahuan.

B. Kebutuhan Rasa Aman


Setelah kebutuhan tingkat pertama terpenuhi oleh
seseorang, maka jenis kebutuhan yang kedua ini berhubungan
dengan jaminan keamanan, stabilitas, perlindungan, struktur,
keteraturan, situasi yang bisa diperkirakan, bebas dari rasa takut
dan cemas dan sebagainya. Karena adanya kebutuhan inilah
maka manusia membuat peraturan, undang-undang,
mengembangkan kepercayaan, membuat sistem, asuransi,
118

pensiun dan sebagainya. Sama halnya dengan basic needs, kalau


safety needs ini terlalu lama dan terlalu banyak tidak terpenuhi,
maka pandangan seseorang tentang dunianya bisa terpengaruh
dan pada gilirannya pun perilakunya akan cenderung ke arah
yang makin negatif.
Kebutuha rasa aman ini dapat dikatakan sebagai
kebutuhan psikologis. Wardani (1995) mengatakan bahwa
kebutuhan rasa aman merupakan fondasi dalam penyesuaian diri
terutama sebagai alat psikologis dalam menghadapi tuntutan dan
kesulitan-kesulitan yang timbul dalam hidup dan kehidupan.
Kebutuhan rasa aman sangat erat hubungannya dengan
kebutuhan rasa kasih sayang, karena jika rasa kasih sayang serta
dihargai telah ada pada diri seseorang individu, maka rasa aman
pun akan terciptakan di dalam dirinya. Seseorang yang
disayangi oleh keluarganya, merasa diterima di lingkungannya,
pada umumnya mereka akan merasa aman dan bahagia.
Sekolah sebagai tempat tinggal anak-anak yang kedua
merupakan tempat yang seyogyanya anak harus merasa aman
ketika berada di sekolah, bukan sebaliknya menjadikan anak
merasa tidak aman. Status keberadaan anak, sekolah (guru)
harus mau menerima apa adanya sehingga anak-anak akan
merasa aman ketika dia diterima dengan apa adanya, jangan
memaksakan mereka harus berada seperti ini dan itu, karena
mereka semua memiliki perbedaan atau tidak sama.
119

C. Kebutuhan Dicintai dan Disayangi


Setelah kebutuhan dasar dan rasa aman relatif dipenuhi,
maka timbul kebutuhan untuk dimiliki dan dicintai. Setiap orang
ingin mempunyai hubungan yang hangat dan akrab, bahkan
mesra dengan orang lain. Ia ingin mencintai dan dicintai. Setiap
orang ingin setia kawan dan butuh kesetiakawanan. Setiap orang
pun ingin mempunyai kelompoknya sendiri, ingin punya "akar"
dalam masyarakat. Setiap orang butuh menjadi bagian dalam
sebuah keluarga, sebuah kampung, suatu marga, dll. Setiap
orang yang tidak mempunyai keluarga akan merasa sebatang
kara, sedangkan orang yang tidak sekolah dan tidak bekerja
merasa dirinya pengangguran yang tidak berharga. Kondisi
seperti ini akan menurunkan harga diri orang yang
bersangkutan.
Kebutuhan akan rasa kasih sayang sangat dibutuhkan oleh
setiap individu, anak lahir ke dunia yang fana ini dalam keadaan
yang lemah, dengan kelemahannya inilah diperlukan rasa kasih
sayang, karena tanpa ada rasa kasih sayang mustahil akan
tumbuh dan berkembang sesuai dengan harapan. Begitupun
dengan penyesuaian diri dengan lingkungan sosial dan alamiah
diperlukan rasa kasih sayang dan penghargaan sosial dari setiap
insan. Hal ini berbeda dengan hewan yang baru dilahirkan, dia
langsung bisa berjalan.
120

Bagaimana dengan aplikasinya di proses pembelajaran,


guru yang dianggap sebagai pengganti orang tua di rumah
hendaknya dalam melaksanakan tugas dan fungsinya harus
menanamkan rasa kasih sayang kepada seluruh peserta didik
dengan tidak diskrimasi, begitupun dengan penghargaan sosial
harus diberikan kepada peserta didik yang memiliki kelebihan
dari yang lainnya sehingga mereka akan senang dan bahagia atas
pengakuan dan kasih sayangnya.
Anak yang merasa aman dengan rasa kasih sayang serta
dihargai, akan merefleksikan suatu watak yang bahagia, perilaku
kasih sayang, dan hubungan yang sehat dengan orang lain
dilingkungannya, baik di lingkungan keluarga, masyarakat,
sekolah dan bahkan dilingkungan kerja mereka setalah tamat
pendidikan. Sebaliknya anak yang tidak merasakan kasih sayang
serta dihargai akan menimbulkan hambatan-hambatan dalam
memenuhi kebutuhannya, hambatannya seperti penarikan diri,
kebencian, permusuhan, kecemasan, atau agresivitas.

D. Kebutuhan Harga Diri


Di sisi lain, jika kebutuhan tingkat tiga relatif sudah
terpenuhi, maka timbul kebutuhan akan harga diri (esteem
needs). Ada dua macam kebutuhan akan harga diri. Pertama,
adalah kebutuhan-kebutuhan akan kekuatan, penguasaan,
kompetensi, percaya diri dan kemandirian. Sedangkan yang
121

kedua adalah kebutuhan akan penghargaan dari orang lain,


status, ketenaran, dominasi, kebanggaan, dianggap penting dan
apresiasi dari orang lain. Orang-orang yang terpenuhi
kebutuhannya akan harga diri akan tampil sebagai orang yang
percaya diri, tidak tergantung pada orang lain dan selalu siap
untuk berkembang terus untuk selanjutnya meraih kebutuhan
yang tertinggi yaitu aktualisasi diri (self actualization).

E. Kebutuhan Aktualisasi Diri


Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang terdapat 17
meta kebutuhan yang tidak tersusun secara hirarki, melainkan
saling mengisi. Jika berbagai meta kebutuhan tidak terpenuhi
maka akan terjadi meta patologi (kegagalan kesehatan) seperti
apatisme, kebosanan, putus asa, tidak punya rasa humor lagi,
keterasingan, mementingkan diri sendiri, kehilangan selera dan
sebagainya.
Kebutuhan aktualisasi diri inilah menurut Maslow adalah
kebutuhan yang sangat sulit untuk dimiliki seseorang, karena
kebutuhan ini adalah kebutuhan yang paling tertinggi dimana
seseorang harus mencapainya dengan indikatornya yang begitu
banyak, Maslow mengatakan ada 17 Meta Kebutuhan yang
harus ada pada diri seseorang dan saling mengisi diantara meta
kebutuhan tersebut.
122

Menurut Maslow, meta kebutuhan untuk


mengaktualisasikan diri terdiri dari:
1. Kebenaran
2. Kebaikan
3. Keindahan atau kecantikan
4. Keseluruhan (kesatuan)
5. Dikotomi-transedensi
6. Berkehidupan (berproses, berubah tetapi tetap pada
esensinya)
7. Keunikan
8. Kesempurnaan
9. Keniscayaan
10. Penyelesaian

11. Keadilan

12. Keteraturan

13. Kesederhanaan

14. Kekayaan (banyak variasi, majemuk, tidak ada yang


tersembunyi, semua sama penting)
15. Tanpa susah payah (santai, tidak tegang)
16. Bermain (fun, rekreasi, humor)
17. Mencukupi diri sendiri
Jika berbagai meta kebutuhan tidak terpenuhi maka akan
terjadi meta patologi seperti:
1. Apatisme
123

2. Kebosanan
3. Putus asa
4. Tidak punya rasa humor lagi
5. Keterasingan
6. Mementingkan diri sendiri
7. Kehilangan selera dan sebagainya
Maslow melakukan sebuah studi kualitatif dengan
metode analisis biografi guna mendapat gambaran jelas
mengenai aktualisasi diri. Dia menganalisis riwayat hidup,
karya, dan tulisan sejumlah orang yang dipandangnya telah
memenuhi kriteria sebagai pribadi yang beraktualisasi diri.
Termasuk dalam daftar ini adalah Albert Einstein, Abraham
Lincoln, William James, dan Eleanor Roosevelt.
Berdasarkan hasil analisis tersebut, Maslow menyusun
sejumlah kualifikasi yang mengindikasikan karakteristik
pribadi-pribadi yang telah beraktualisasi :
1. Memusatkan diri pada realitas (reality-centered), yakni
melihat sesuatu apa adanya dan mampu melihat persoalan
secara jernih, bebas dari bias.
2. Memusatkan diri pada masalah (problem-centered), yakni
melihat persoalan hidup sebagai sesuatu yang perlu
dihadapi dan dipecahkan, bukan dihindari.
3. Spontanitas, menjalani kehidupan secara alami, mampu
menjadi diri sendiri serta tidak berpura-pura.
124

4. Otonomi pribadi, memiliki rasa puas diri yang tinggi,


cenderung menyukai kesendirian dan menikmati hubungan
persahabatan dengan sedikit orang namun bersifat
mendalam.
5. Penerimaan terhadap diri dan orang lain. Mereka memberi
penilaian tinggi pada individualitas dan keunikan diri
sendiri dan orang lain. Dengan kata lain orang-orang yang
telah beraktualisasi diri lebih suka menerima anda apa
adanya ketimbang berusaha mengubah anda.
6. Rasa humor yang ‘tidak agresif’ (unhostile). Mereka lebih
suka membuat lelucon yang menertawakan diri sendiri atau
kondisi manusia secara umum (ironi), ketimbang
menjadikan orang lain sebagai bahan lawakan dan ejekan.
7. Kerendahatian dan menghargai orang lain (humility and
respect)
8. Apresiasi yang segar (freshness of appreciation), yakni
melihat sesuatu dengan sudut pandang yang orisinil,
berbeda dari kebanyakan orang. Kualitas inilah yang
membuat orang-orang yang telah beraktualisasi merupakan
pribadi-pribadi yang kreatif dan mampu menciptakan
sesuatu yang baru.
9. Memiliki pengalaman spiritual yang disebut Peak
experience. NB: Peak experience atau sering disebut juga
pengalaman mistik adalah suatu kondisi saat seseorang
125

(secara mental) merasa keluar dari dirinya sendiri, terbebas


dari kungkungan tubuh kasarnya. Pengalaman ini membuat
kita merasa sangat kecil atau sangat besar, dan seolah-olah
menyatu dengan semesta atau keabadian. Ini bukanlah
persoalan klenik atau takhayul, tetapi benar-benar ada dan
menjadi kajian khusus dalam Psikologi Transpersonal,
suatu (klaim) aliran keempat dalam ilmu psikologi setelah
psikoanalisis, behaviorisme, dan humanisme.
Pada perkembangannya, teori ini juga mendapatkan kritik.
Hal ini dikarenakan adanya sebuah loncatan pada piramida
kebutuhan Maslow yang paling tinggi, yaitu kebutuhan
mencapai aktualisasi diri. Kebutuhan itu sama sekali berbeda
dengan keempat kebutuhan lainnya, yang secara logika mudah
dimengerti. Seakan-akan ada missing link antara piramida ke-4
dengan puncak piramida. Seolah-olah terjadi lompatan logika.
Namun ada beberapa kebutuhan yang tidak kalah
pentingnya sebagai pondasi perkembangan seseorang dalam
proses pembelajaran di kelas maupun di luar kelas, yaitu:
1. Kebutuhan akan perhatian
Kebutuhan akan perhatian pada seseorang diawali dari
kebutuhan rasa kasih sayang, karena tidak ada kasih sayang,
tidak merasa aman, seseorang akan berprilaku untuk menarik
perhatian. Salah satu ciri guru yang berkualitas adalah memiliki
perhatian kepada siswanya, oleh karena itu kebutuhan rasa
126

perhatian dalam melaksanakan tugas dan fungsi sebagai guru


harus terus berlangsung setiap saat baik itu di dalam kelas
maupun di luar kelas.

2. Kebutuhan akan kebebasan


Kebutuhan akan kebebasan seseorang muncul
diperkirakan pada tahap remaja akhir, dimana mereka cenderung
ingin keluar dari keluarganya untuk bergabung dengan teman-
teman sebaya. Proses pemisahan diri dari keluarga ini disebut
dengan penyapihan psikologis dari rumah. Hal ini merupakan
hukum alam dan wajar dengan perkembangannya, namun tetap
perlu perhatian dari kebebasan tersebut sehingga kebebasannya
dapat ke arah yang positif.
Mengapa perlu terus perhatian dalam kebutuhan
kebebasan? Mari kita lihat fenomena yang terjadi sekarang pada
anak-anak remaja yang hilang dari keluarga yang berhari-hari,
berbulan-bulan atau bertahun-tahun ketika didengan informasi
anak-anak tersebut melakukukan kegiatan yang menerikan dan
meringis keluarga dan masyarakat, misal: melakukan
pembunuhan, perampokan, menjadi teroris, dan banyak lainnya.
Kehidupan yang matang dan penyesuaian yang baik
memerlukan aras aman bahkan juga diperlukan suatu ukuran
kebebasan yang suhat dalam pertimbangan,pengambilan
keputusan, dan perilaku.
127

Di sekolah, bagaimana mengimplikasikan kebutuhan akan


kebebasan itu diberikan kepada semua peserta didik? Guru
bersama dengan seluruh komponen sekolah selalu memberikan
pengertian yang jelas tentang kebebasan, karena dikwatirkan
para peserta didik dengan kebebasan mereka dapat melakukan
segala hal dengan tanpa perhitungan yang matang.

3. Kebutuhan akan prestasi


Kebutuhan akan prestasi mutlak harus diapresiasi oleh
semua orang, khususnya guru di sekolah dan orang tua di rumah
bahkan pihak pemerintah dengan berbagai cara. Namun yang
paling terpenting untuk memenuhi pencapaian akan prestasi
peserta didik diperlukan bimbingan dari semua unsur unsur
terkait (Guru, Masyarakat dan Pemerintah) karena tanpa
dukungan yang sinergis mustahil prestasi akan di raih oleh
peserta didik.
Misalnya, salah satu apresiasi kepada peserta didik yang
berprestasi mereka diberikan kesempatan untuk mengikuti
pendidikan lebih tinggi melalui jalur penerimaan siswa
berprestasi, baik itu prestasi akademik maupun non akademik.
Peserta didik akan merasa bangga dengan prestasi yang
dicapainya jika ada sebuah apresasi dari seseorang, baik itu
hadiah, penghargaan maupun apresiasi dalam bentuk lain, misal:
kita sering melihat dan mendengar ketika ada anak sekolah dasar
128

kelas V ke bawah memperoleh nilai atau rangking pertama di


kelasnya, betapa senangnya mereka diumumkan oleh Bapak/Ibu
guru sebagai rangking pertama dan mendapat hadiah yang tidak
begitu mahal namun kebanggaan akan muncul pada diri mereka
apalagi disambut baik oleh keluarga dengan memberikan hadiah
sepatu, tas, dan lain-lain untuk dimanfaatkan dikelas yang lebih
tinggi.
Fenomena di atas itulah sekilah tentang pentingnya sebuah
prestasi bagi peserta didik, namun yang paling penting dalam
penyelenggaraan pendidikan, pihak sekolah bagaimana
memfasilitasinya sehingga peserta didik dapat meraih prestasi
yang cukup menggembirakan.

4. Kebutuhan akan pengalaman


Guru yang paling berharga adalah pengalaman, itulah
kalimat bijak yang sering kita dengar selama ini, bahkan ada
yang mengatakan bahwa pengalaman merupakan proses
pembelajaran yang sangat berharga, baik itu bagi peserta didik
maupun bagi orang/masyarakat lain, karena dengan pengalaman
seseorang akan mempunyai pembelajaran yang sangat berharga
bagi dirinya untuk masa depan.
Kebutuhan akan pengalaman ini, guru hendaknya
memberikan semua pengalaman-pengalaman yang sangat berarti
bagi peserta didik, dan jangan sampai terjadi guru memberikan
129

pengalaman yang sangat tidak berarti bagi peserta didik, bahkan


menjadi trauma bagi peserta didik ke depan. Oleh karena itu,
berikanlah pengalaman yang terbaik bagi peserta didik selama
mereka menempuh pendidikan di sekolah maupun di luar
sekolah, karena pengalaman ini akan mereka bawa sampai
mereka tumbuh menjadi dewasa dan matang dalam mengarungi
hidup dan kehidupannya.
Misal: seorang guru memberikan pengalaman yang kurang
positif terhadap peserta didik, hal ini akan terus menempel pada
diri anak selama anak tersebut masih hidup bahkan akan
menjadikan pengalaman tersebut dijadikan sebagai
ketidakpuasan terhadap pengalamannya terhadap guru tersebut
sehingga menimbulkan dampak yang sangat buruk terhadap
pikiran anak yang akhirnya muncul beragai ide-ide yang negatif
terhadap perbuatan guru yang kurang positif tersebut, oleh
kerena itu berhati-hatilah ketika memberikan pengalaman dalam
proses penyelenggaraan pendidikan kepada peserta didik.

F. Kesimpulan
Menurut Abraham Maslow, manusia memiliki lima
tingkat kebutuhan hidup yang akan selalu berusaha untuk
dipenuhi sepanjang masa hidupnya. Lima tingkatan yang dapat
membedakan setiap manusia dari sisi kesejahteraan hidupnya,
teori yang telah resmi di akui dalam dunia psikologi.
130

Kebutuhan tersebut berjenjang dari yang paling


mendesak hingga yang akan muncul dengan sendirinya saat
kebutuhan sebelumnya telah dipenuhi. Setiap orang pasti akan
melalui tingkatan-tingkatan itu, dan dengan serius berusaha
untuk memenuhinya, namun hanya sedikit yang mampu
mencapai tingkatan tertinggi dari piramida ini.
Lima tingkat kebutuhan dasar menurut teori Maslow
adalah sebagai berikut (disusun dari yang paling rendah) :
Kebutuhan Fisiologis, Contohnya adalah : Sandang /
pakaian, pangan / makanan, papan / rumah, dan kebutuhan
biologis seperti buang air besar, buang air kecil, bernafas, dan
lain sebagainya.
Kebutuhan Keamanan dan Keselamatan, Contoh seperti :
Bebas dari penjajahan, bebas dari ancaman, bebas dari rasa
sakit, bebas dari teror, dan semacamnya.
Kebutuhan Sosial, misalnya adalah: Memiliki teman,
memiliki keluarga, kebutuhan cinta dari lawan jenis, dan lain-
lain.
Kebutuhan Penghargaan, dalam kategori ini dibagi
menjadi dua jenis, Eksternal dan Internal. - Sub kategori
eksternal meliputi : Pujian, piagam, tanda jasa, hadiah, dan
banyak lagi lainnya.
- Sedangkan sub kategori internal sudah lebih tinggi dari
eskternal, pribadi tingkat ini tidak memerlukan pujian atau
131

penghargaan dari orang lain untuk merasakan kepuasan dalam


hidupnya.
Kebutuhan Aktualisasi Diri Tingkatan tertinggi inilah
yang sangat sulit untuk dicapai seseorang karena banyak unsur
yang harus dimiliki oleh seseorang, bahkan hasil penelitian
Maslow memberikan gambaran hasil penelitiannya tentang
orang yang telah sampai pada jenjang aktualisasi diri sebagai
berikut:
1. Memusatkan diri pada realitas (reality-centered),
2. Memusatkan diri pada masalah (problem-centered),
3. Spontanitas,
4. Otonomi pribadi,
5. Penerimaan terhadap diri dan orang lain.
6. Rasa humor yang ‘tidak agresif’ (unhostile).
7. Kerendahatian dan menghargai orang lain (humility and
respect)
8. Apresiasi yang segar (freshness of appreciation),
9. Memiliki pengalaman spiritual yang disebut Peak
experience. NB: Peak experience atau sering disebut juga
pengalaman mistik adalah suatu kondisi saat seseorang
(secara mental) merasa keluar dari dirinya sendiri, terbebas
dari kungkungan tubuh kasarnya. Pengalaman ini membuat
kita merasa sangat kecil atau sangat besar, dan seolah-olah
menyatu dengan semesta atau keabadian. Ini bukanlah
132

persoalan klenik atau takhayul, tetapi benar-benar ada dan


menjadi kajian khusus dalam Psikologi Transpersonal,
suatu (klaim) aliran keempat dalam ilmu psikologi setelah
psikoanalisis, behaviorisme, dan humanisme.
133

Daftar Pustaka
http://id.wikipedia.org/wiki/Abraham_Maslow, diunduh
Pukul 14.30 WIB tanggal 6 Agustus 2013.
http://www.praswck.com/aktualisasi-diri-menurut-
abraham-maslow, diunduh Pukul 14.30 WIB tanggal 6 Agustus
2013.
Wardani (1995). Perkembangan Peserta Didik. Jakarta :
Universitas Terbuka.
134

BAB V
HUKUM HUKUM PERKEMBANGAN
Suatu konsepsi yang biasanya bersifat deduktif dan
menunjukkan adanya hubungan yang ajeg (continue) serta dapat
diramalkan sebelumnya antara variabel-variabel yang empirik,
hal itu lazimnya disebut sebagai hukum perkembangan.
Perkembangan fisik dan mental disamping dipengrauhi oleh
faktor-faktor tersebut di atas, juga perkembangan itu
berlangsung menurut hukkum-hukum tertentu.
Hukum hukum perkembangan, yaitu:
A. Hukum Konvergensi.
Pandangan pendidikan tradisional di masa lalu
berpendapat bahwa hasil pendidikan yang dicapai anak selalu di
hubung-hubungkan dengan status pendidikan orang tuanya.
Menurut kenyataan yang ada sekarang ternyata bahwa pendapat
lama itu tidak sesuai lagi dengan keadaan. Pandangan lama ini
dikuasai oleh aliran nativisme yang dipelopori Schopen Hauer
yang berpendapat bahwa manusia adalah hasil bentukan dari
pembawaan.
Sehingga timbulah Hukum Konvergensi ini menekankan
kepada pengaruh gabungan antara pembawaaan dan lingkungan.
Tokoh yang berpendapat demikian adalah Willian Stern yang
menyatakan bahwa pertumbuhan dan perkembangan itu adalah
hasil pengaruh bersama kedua unsur pembawaan dan
135

lingkungan. Kedua pengaruh tersebut dapat dimisalkan


gambarannya sebagai berikut:

Ling Ling Lingk


(a) (b) (c)
Dari gambar di atas dapat dilihat adanya saling pengaruh
kedua faktor pembawaan dan lingkungan. dalam gambar
tersebut digambarkan bahwa kotak (a) sebagai pembawaan yang
persegi tetap lingkungan akan mempengaruhi anak dalam
perkembangannya, kotak (b) dengan pembawaannya
persegipanjang yang pertikal tetap lingkungan akan
mempengaruhi perkembangan anak, begitupun dengan gambar
(c) dimana kotaknya berbentuk persegi panjang horinzontal
tetap lingkungan akan mempengaruhi anak.

B. Hukum Tempo Perkembangan.


Hukum Tempo Perkembangan. Bahwa perkembangan
jiwa tiap-tiap anak itu berlainan, menurut temponya masing-
masing perkembangan anak yang ada. Ada yang cepat (tempo
singkat) adapula yang lambat. Suatu saat ditemukan seorang
anak yang cepat sekali menguasai keterampilan berjalan,
berbicara,tetapi pada saat yang lain ditemukan seorang anak
yang berjalan dan berbicaranya lambat dikuasai. Mereka
136

memiliki tempo sendiri-sendiri artinya setiap anak akan berbeda


masa perkembangannya satu sama lainnya dan tidak ada yang
sama tempo perkembangannya.

C. Hukum Irama Perkembangan


Hukum Irama Perkembangan ini mengungkapkan bukan
lagi cepat atau lambatnya perkembangan anak, akan tetapi
tentang irama atau rythme perkembangan. Jadi perkembangan
anak tersebut mengalami gelombang “pasang surut” atau
“Fluktuatif” mulai lahir hingga dewasa, kadangkala anak
tersebut mengalami juga kemunduran dalam suatu bidang
tertentu.
Misalnya , akan mudah sekali diperhatikan jika mengamati
perkembangan pada anak-anak menjelang remaja. Ada anak
yang menampakkan kegoncangan yang hebat, tetapi adapula
anak yang melewati masa tersebut dengan tenang tanpa
menunjukkan gejala-gejala yang serius.
Hukum ini berlaku terhadap perkembangan setiap orang
baik menyangkut perkembangan jasmani maupun rohani. Hal ini
berlangsung silih berganti, terkadang teratur, terkadang juga
tidak. Adakalanya tenang, adakalanya goncang, tergantung dari
irama perkembangan masing masing individu tersebut.
137

Pada umur tiga sampai lima tahun seorang anak biasanya


mengalami irama goncangan sehingga sukar diatur, suka
membangkang, tetapi setelah itu anak bisa tenang kembali

D. Hukum Keatuan Organis


Hukum Kesatuan Organ ini tiap-tiap anak itu terdiri dari
organ-organ tubuh , yang merupakan satu kesatuan diantara
organ-organ tersebut antara fungsi dan bentuknya, tidak dapat
dipisahkan berdiri integral. Contoh : perkembangan kaki yang
semakin besar dan panjang , mesti diiringi oleh perkembangan
otak, kepala, tangan dan lain-lainnya.
Yang dimaksud dengan hukum kesatuan organis disini
adalah bahwa berkembangnya fungsi fisik maupun mental
psikologis pada diri manusia itu tidak berkembang lepas satu
sama lainnya tetapi merupakan suatu kesatuan. Atau dengan
kata lain hukum kesatuan organis ini merupakan kesatuan semua
unsur baik fisik maupun mental secara terpadu dan tidak dapat
berdiri sendiri, jika terjadi terdapat seperti ini, maka akan
terlihat adanya perbedaan pada diri manusia itu sendiri, hal ini
dikatakan perkembangannya tidak seimbang.

E. Hukum Hierachi Perkembangan


Hukum Hierachi Perkembangan ini bahwa perkembangan
anak itu tidak mungkin akan mencapai suatu phase tertentu
138

dengan spontan, akan tetapi harus melalui tingkat-tingkat atau


tahapan tertentu yang tersusun sedemikian rupa sehingga
perkembangan diri seorang menyerupai derajat perkembangan.
Contoh : perkembangannya pikiran anak, mesti didahului
dengan perkembangan pengenalan dan pengamatan.

F. Hukum Masa Peka


Hukum Masa Peka ini adalah suatu masa yang paling tepat
untuk berkembang suatu fungsi kejiwaan atau fisik seseorang
anak. Sebab perkembangan suatu fungsi tersebut tidak berjalan
secara serempak antara satu dengan lainnya. Contoh : masa peka
untuk berjalan bagi seorang anak itu pada awal tahun kedua dan
untuk berbicara sekitar tahun pertama.
Istilah peka pertama kali ditampilkan oleh seorang ahli biologi
dari Belanda bernama Hugo de Vries (1848-1935), kemudian
istilah tersebut dibawa kedalam dunia pendidikan, khussusnya
psikologi oleh Maria Montessori (Italia 1870-1952).
Masa peka dapat dikatakan masanya suatu fungsi
mudah/peka untuk dikembangkan. Masa peka merupakan masa
yang terjadi nya dalam perkembangan pada saat-saat tertentu.
Misalnya anak usia satu sampai dua tahun yang mengalami
masa peka untuk berbicara dan meniru sehingga apa yang
diajarkan mudah diikuti dan berhasil dengan baik.
139

Masa peka ini juga dapat dikatakan masa yang tepat


dimana anak dapat diberikan pembelajaran sehingga mereka
cepat responnya, artinya ketika diberikan pembelajaran mereka
langsung dapat mengikutinya dengan baik.

G. Hukum Mengembangkan Diri


Dalam Hukum Mengembangkan Diri ini adalah dorongan
yang pertama adalah dorongan mempertahankan diri, kemudian
disusul dengan dorongan mengembangkan diri, menyelamatkan
diri apabila ada bahaya. Dorongan mempertahankan diri
terwujud misalnya dorongan makan dan menjaga keselamatan
diri sendiri. Contoh : Anak menyatakan perasaan lapar, haus ,
sakit dalam bentuk menangis maka tangisan itu dianggap
sebagai dorongan mempertahankan diri dengan diwujudkan
menangis. Seorang anak yang ingin menjadi juara, pandai dan
sukses.
Dari usaha untuk memepertahankan diri berlanjut menjadi
usaha untuk mengembangkan diri. Pada anak-anak biasanya
terlihat rasa ingin tahunya itu besar sekali, sehingga ank-anak
tidak henti-hentinya bertanya mengenai suatu hal dan dirinya
akan merasa senang apabila dunianya diisi dengan berbagai
pengalaman dan pengetahuan yang didapat dari sekelilingnya.
Melalui kegiatan bermain, berkumpul dengan teman, bercerita
140

dan sebagainya itu dapat dianggap sebagai dorongan untuk


mengembangkan diri.

H. Hukum Rekapitulasi
Perkembangan jiwa anak adalah ulangan kembali secara
singkat dari perkembangan manusia di dunia dari masa berburu
hingga masa industri. Teori ini berlangsung dengan lambat
secara berabad-abad. Jika pengertian rekapitulasi ini ditransfer
ke psikologi perkembangan, dapat dikatakan bahwa
perkembangan jiwa anak mengalami ulangan ringkas dari
sejarah kehidupan umat manusia.
Merupakan pengulangan ringkasan dari kehidupan suatu
bangsa yang berlangsung secara lambat selama berabd-abad.
Dengan hukum ini berarti perkembangan jiwa anak itu
merupakan ulangan dan adanya persamaan dengan kehidupan
sebelumnya (yang dilakukan oleh nenek moyang)
Dapat dibagi dalam beberapa masa:
a. Masa berburu dan menyamun
Anak usia sekitar 8 tahun senang bermain kejar-kejaran,
perang-perangan, menangkap binatang (capung, kupu-kupu,
dsb)
b. Masa mengembala
Anak usia sepuluh tahun senang memelihara binatang
seperti ayam, kucing, burung, anjing, dsb.
141

c. Masa bercocok tanam


Masa ini dialami oleh anak sekitar umur dua belas tahun,
dengan tanda-tanda sengan berkebun, menyiram bunga.
d. Masa berdagang
Anak senang bermain jual-jualan, tukar menukar foto,
perangko, berkiriman surat dengan teman-teman maupun
sahabat pena.
(file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_SEKOLAH
dan ilmu-psikologi.blogspot.com/2009/05/hukum-
perkembangan.html)

Dengan memperhatikan hukum hukum perkembangan di


atas dapat simpulkan bahwa perkembangan seseorang tidak akan
terjadi secara sendiri-sendiri dalam fisik dan mentalnya
melainkan akan dipengaruhi oleh banyak faktor. Jika terjadi
perkembangan anak yang hanya terjadi pada satu sisi dan sisi
lain tidak mengimbanginya maka kemungkinan seseorang
tersebut mengalami ketidakseimbangan dalam dirinya.
Oleh karena itu implikasinya dalam dunia pendidikan,
guru selaku tenaga pendidik yang setiap saat selalu bertemu baik
saat mengajar di dalam ruang kelas maupun di luar ruangan
kelas wajib memperhatikan perkembangan peserta didik secara
terus menurus (kontinu) dan hasilnya harus dijadikan
rekomendasi baik untuk sekolah atau pun di informasikan
142

kepada orang tua peserta didik sehingga penanganan


perkembangan dapat lebih awal diketahui dan diberikan
penangannya secara bersama-sama.
143

Daftar Pustaka
File.upi.edu/Direktori/FIP/Jurusan Pendidikan Luar
Sekolah, diunduh Pukul 15.00 WIB Tanggal 8 Agustus 2013.
Ilmu Psikologi. blogspot.com/2009/05/hukum-
perkembangan.html. diunduh Pukul 15.00 WIB Tanggal 8
Agustus 2013.
144

BAB VI
ASPEK ASPEK PERKEMBANGAN
Jika kau sentuh aku dengan lemah lembut
Jika kau memandangku dan tersenyum
Jika kau bicara dan mendengarkanku
Ku akan tumbuh,
Benar-benar tumbuh..........(NN, Jackie Silberg, 2002)
Dari sebuah untaian puisi terebut menggambarkan bahwa
perkembangan anak akan berhasil dengan selamat, jika hanya
jika perlakuan dengan sentuhan yang lemah lembut, memandang
dengan senyuman, dan selalu mendengarkan apa yang ia
katakan. Keadaan seperti ini dilakukan sejak anak usia dini
artinya dimulai sejak perkembangan anak usia dini bukan nanti
setelah ia tumbuh menjadi dewasa, nampaknya kita telah untuk
memberikannya. Yohan Rubiyantoro (2012) menyatakan bahwa
masa usia dini merupakan periode emas (golden age) bagi
perkembangan anak. Usia nol hingga enam tahun merupakan
fase super penting bagi perkembangan putra-putri kita.
Rangsangan yang kita berikan akan memengaruhi laju
perkembangan mereka sepanjang rentang hidup.
Aspek-aspek perkembangan anak usia dini yang sering
menjadi perhatian pendidik adalah berkisar aspek kemampuan
dasar yang terdiri dari: aspek kognitif, bahasa, motorik dan seni.
Diluar aspek tersebut ada beberapa aspek perkembangan yang
145

terlupakan. Aspek ini tidak dapat dipisahkan dan menjadi bagian


dalam hidup anak-anak serta sangat penting bagi perkembangan
anak. Aspek ini mengajarkan anak untuk menilai positif hidup
dan potensi unik dalam dirinya, hidup berdampingan dengan
orang lain, dan pada akhirnya mampu diterima dalam
lingkungan, serta masih banyak lagi. Aspek pembiasaan dan
perilaku ini menunjang berkembangnya aspek perkembangan
yang berkaitan dengan kemampuan dasar. Aspek-aspek tersebut
antara lain; aspek perkembangan moral, sosial, dan disiplin.
Berikut ini penjelasan dari setiap aspek perkembangan anak
dalam pembiasaan.

A. Perkembangan Moral
Pengertian perilaku moral secara umum adalah perilaku
yang sesuai dengan standar moral dari kelompok sosial tertentu.
Perilaku moral ini dikendalikan oleh konsep moral. Konsep
moral terbentuk dari peraturan perilaku yang telah menjadi
kebiasaan bagi anggota suatu budaya. Jika ada perilaku moral
maka diidentifikasikan perilaku tak bermoral dan amoral.
Perilaku tak bermoral merupakan perilaku yang tidak sesuai
dengan harapan sosial atau konsep moral yang diakui
masyarakat. Sedangkan perilaku amoral/non moral merupakan
perilaku yang ditampilkan karena ketidakacuhan terhadap
harapan kelompok sosial dan bisa saja terjadi karena orang
146

tersebut belum memahami peraturan atau ketentuan moral yang


ada dalam lingkungan tersebut (dilakukan tidak sengaja
dilakukan).
Perilaku moral negatif anak termasuk dalam kelompok
perilaku amoral karena anak belajar untuk memahami peraturan
yang berlaku dalam masyarakat. Contoh, ketika anak bertamu
kerumah orang, anak langsung duduk di atas meja, selayaknya
di rumah sendiri. Anak berlaku seperti itu karena anak belum
memahami dan belum tahu peraturan/tata krama bertamu
kerumah orang. Setelah orang tua memberi tahu bahwa apa yang
dilakukan anak tidak benar maka anak seharusnya tidak boleh
melakukan hal yang sama sewaktu bertamu. Namun jika
perilaku negatif tersebut tetap diulangi maka tindakan anak tidak
dapat dikatakan sebagai perilaku amoral lagi tetapi perilaku
tidak bermoral.
Perkembangan moral pada anak-anak dibagi beberapa
tahap, yaitu:
1. Usia lahir sampai 3 tahun
Seorang bayi yang baru dilahirkan merupakan makhluk
yang belum bermoral (amoral/non moral). Bayi atau anak-anak
yang masih muda tidak mengetahui norma benar dan salah.
Tingkah laku anak dikuasai oleh dorongan yang tidak dikuasai
tingkah laku tersebut didasari dengan kecenderungan bahwa apa
yang menyenangkan akan diulang, sedangkan yang menyakitkan
147

atau yang tidak enak tidak akan diulang. Anak masih sangat
muda intelek untuk menyadari dan mengartikan bahwa suatu
tingkah laku adalah tidak baik kecuali jika hal itu menimbulkan
rasa sakit. Pada usia 3 tahun seandainya disiplin telah
ditanamkan dengan teratur pada anak maka anak akan
mengetahui perbuatan apa yang diperbolehkan dan benar dan
perbuatan apa yang tidak disetujui atau salah. Jika disiplin sudah
mulai diajarkan sejak anak berusia 3 tahun tentang apa yang
boleh/benar dan yang tidak/salah, maka anak akan semakin
mengetahui perbuatan tersebut disetujui atau tidak oleh
lingkungannya.
June R. Oberlander (2005) menyampaikan bahwa hal
terbaik yang dibutuhkan anak-anak adalah menghabiskan waktu
bersama ayah dan ibunya. Dengan demikian bahwa pendidikan
moral yang paling pertama dan utama ketika mereka masa anak-
anak dapat secara kontinu selalu bersama ayah dan ibundanya
ketika bermain, belajar, dan bergaul.

2. Usia 3 sampai 6 tahun


Dasar-dasar moralitas dalam kelompok sosial harus sudah
terbentuk pada usia 3 sampai 6 tahun. Anak tidak lagi terus
menerus diterangkan mengapa perbuatan ini salah atau benar
namun ditunjukkan bagaimana harus bertingkah laku dan jika
tidak dilakukan maka anak akan memperoleh hukuman. Anak
148

melakukan perbuatan baik tanpa tahu mengapa ia harus berbuat


demikian. Anak melakukan perbuatan tersebut untuk
menghindar hukuman yang mungkin dialami dari lingkungan
sosial dan untuk mendapatkan pujian.
Usia 5 sampai 6 tahun, anak sudah harus patuh terhadap
tuntutan atau aturan orang tua dan lingkungan sosialnya.
Ucapan-ucapan orang lain seperti : ”tidak boleh”, ”nakal”, akan
disosialisasikan anak dengan konsep benar atau salah.
Penanaman konsep moral mungkin akan mengalami kesulitan
karena sifat pembangkang terhadap perintah dan sifat-sifat
egoisme dari dalam diri anak.
Yanto Rubiyanto (2012) menyampaikan gambaran hasil
sebuah penelitian melansir bahwa sejak lahir anak memiliki
sekira 100 miliar sel otak. Jika sel tersebut tidak diberikan
stimulan yang baik maka akan mengikis kecerdasan sang bocah.
Artinya, di usia keemasan (golden ege) tersebut putra-putri kita
membutuhkan PAUD. Kita perlu meletakkan dasar-dasar
pendidikan karakter, kecerdasan emosi dan spiritual, sosio
emosional, bahasa serta komunikasi.

3. Usia 6 tahun sampai remaja


Pada masa ini anak laki-laki maupun perempuan belajar
untuk bertingkah laku sesuai dengan apa yang diharapkan oleh
kelompok. Dengan demikian nilai-nilai atau kaidah-kaidah
149

moral sebagian besar ditentukan oleh norma-norma yang ada


dalam lingkungan kelompoknya. Pada usia 10 sampai 12 tahun
anak dapat mengetahui dengan baik alasan-alasan atau prinsip-
prinsip yang mendasari aturan. Kemampunanya sudah
berkembang sehingga mampu membedakan macam-macam nilai
moral serta menghubungkan konsep-konsep moralitas mengenai
kejujuran, hak milik, keadilan dan kehormatan.
Pada masa mendekati remaja, anak sudah
mengembangkan nilai moral sebagai hasil pengalaman moralnya
dengan anak lain. Nilai ini sebagian akan menetap sepanjang
hidup dan akan mempengaruhi tingkah laku anak sebagaimana
hal ini terjadi pada masa kanak-kanak. Sebagian lagi sedikit
demi sedikit mengalami perubahan karena hubungan-hubungan
dengan lingkungannya sehingga menimbulkan konflik-konflik
karena nilai-nilai moral lingkungan yang berbeda dengan nilai-
nilai yang sudah terbentuk pada diri anak.
Teknik untuk menginternalisasi nilai moral pada anak :
1. Beri kesempatan anak untuk ikut serta atau terlibat dalam
kegiatan yang berhubungan dengan harapan kelompok
sosialnya.
2. Kembangkan keinginan untuk melakukan hal yang benar dan
menghindari yang salah.
3. Ikut bertindak untuk kepentingan bersama.
150

4. Memberikan reaksi menyenangkan pada saat anak melakukan


hal yang benar dan reaksi yang tidak menyenangkan pada
saat anak melakukan hal yang salah. Reinforcement positif
(penguatan positif ) dan Reinforcement negatif (penguatan
negatif)
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan moral
pada anak :
1. kurang tertanam jiwa agama pada setiap orang dalam
masyarakat
2. keadaan masyarakat yang kurang stabil
3. banyak tulisan dan gambar yang tidak mengindahkan dasar
moral
4. tidak terlaksana pendidikan moral yang baik
5. kurangnya kesadaran orang tua akan pentingnya pendidikan
moral sejak dini
6. banyak orang melalaikan budi pekerti
7. suasana rumah tangga yang kurang baik
8. kurang ada bimbingan untuk mengisi waktu luang
9. kurang tempat layanan bimbingan

Cara menumbuhkan kecerdasan moral pada anak:


1. Menghidupkan imajinasi moral artinya menumbuhkan
kemampuan individu untuk merenungkan mana yang benar
dan mana yang salah.
151

2. Perilaku moral anak tumbuh sebagai tanggapan terhadap cara


anak diperlakukan di rumah dan di sekolah
3. Anak dengan kecerdasan moral mempunyai perilaku yang
baik, lembut hati daan mau memikirkan orang lain (empati).
Usia 6 sampai 7 tahun anak sudah memiliki hasrat yang jelas
untuk bersikap bijaksana, sopan, murah hati. Anak dengan
kecerdasan ini biasanya melihat dunia melalui mata orang
lain.
4. Moral terbentuk dari hasil meniru atau mempelajari
bagaimana sikap terhadap orang lain yang ditangkap dari
pengamatannya terhadap orang tua, guru, dan orang dewasa
lainnya.
5. Membentuk kecerdasan moral dengan membicarakan
masalah suara hati, keprihatinan etis, mengamati orang yang
mempunyai kepribadian baik, dan membicarakan akibatnya
jika tidak bersikap baik.

Stimulasi perkembangan moral anak


1. Menenggelamkan anak pada lingkungan usaha-usaha yang
aktif.
2. Orang tua menanamkan dasar pada anak untuk dapat
mempercayai orang lain
3. Memberikan rangsangan dalam kehidupan sehari-hari,
misalnya mengucapkan salam, dll.
152

4. Orang tua menjalin hubungan yang erat dengan anak,


membicarakan pada anak tentang masalah yang dialami
sehari-hari.
Untuk mengatasi dan memberikan gambaran tentang
permasalahan moral pada anak-anak, di bawah ini diberikan
beberapa masalah moral anak serta solusi yang harus dilakukan
sehingga perkembangan moral anak akan menuju arah yang
lebih baik.
Masalah Sebab Solusi
Anak
Pendusta/Pem 1. Kekerasan dan 1. Contoh teladan
bohong kekasaran para orang tua/guru
orang tua dan guru dalam kehidupan
2. Orang tua yang sehari-hari
pendusta 2. Memberi tugas
3. Kesadaran anak yang sesuai
akan kekurangannya dengan
4. Ingin dipuji dan kemampuan anak
terdorong oleh 3. Memberikan
nurani cinta diri reward dan
5. Khayalan atau hukuman yang
imajinasi sesuai dengan usia
6. Cerita bohong dari anak
orang tua atau guru 4. Memberikan
sesuatu hal yang
nyata/benar
sehingga anak
dapat mengikuti
pelajaran moral
5. Memberikan
pengertian pada
anak tentang cerita
153

sungguhan atau
khayalan yang
memberikan nilai
moral
Pencuri 1. Anak tidak 1. Mencukupkan
memperoleh sesuatu kebutuhan primer
yang amat anak
dibutuhkan 2. Adanya
2. Keinginan anak pengarahan ke
untuk berpetualang arah yang positif
seperti kisah heroik dengan cara
yang pernah mengalihkan
didengar. anak pada
3. Meniru perbuatan kegiatan yang
orang lain bermanfaat
4. Cemburu dan 3. Mengenalkan
dendam konsep sayang
5. Rasa ingin memiliki terhadap sesama
dan toleransi
terhadap orang
lain serta konsep
hal milik
Pendengki 1. Tidak terpenuhinya 1. Menciptakan
kebutuhan pokok suasana yang adil
anak dan bijaksana
2. Ketidakadilan 2. Memperkuat
terhadap anak aqidah agama
3. Membandingkan
anak dengan anak
yang lain
4. Perhatian yang tidak
seimbang
Perusak 1. Naluri anak yang Menyediakan
serba ingin tahu mainan/media yang
tentang sesuatu yang murah harganya
baru baginya namun dapat
154

2. Marah atau cemburu merangsang


3. Sebab-sebab lain kreativitas anak.
yang tidak disadari
Pengumpat 1. Meniru orang 1. Menanamkan
dan Pemgadu dewasa ajaran agama
Domba 2. Marah karena pada anak sedini
keinginannya tidak mungkin
dapat tercapai 2. Menyediakan
3. Mengadari lingkungan yang
kesalahannya baik
Tidak sopan 1. Anak belum Memberikan dan
dikenalkan perilaku mengajarkan
sopan yang berlaku kesopanan pada
dalam masyarakat anak secara
2. Hal yang dijadikan bertahap, latihan dan
biasa karena pengulangan.
dianggap masih Tahapan tersebut
anak-anak adalah :
 Flash
(pemberitahuan)
 Splash
(pengulangan)
 Action (aksi)
Kurang Kurang perhatian dan 1. Mengajarkan dan
bertanggungja mengenalkan
kasih sayang dari
wab peraturan-
orang tua peraturan yang
ada disekitar dan
yang berlaku
2. Melatih anak
untuk
mengerjakan
tugas yang sudah
mampu
dikerjakan.
Sumber: http://edukasi.kompasiana.com.
155

B. Perkembangan Disiplin
Disiplin berasal dari kata disciple yang artinya adalah
belajar secara sukarela mengikuti pemimpin dengan tujuan
untuk dapat mencapai pertumbuhan dan perkembangan secara
optimal. Pokok utama disiplin adalah peraturan. Peraturan
adalah pola tertentu yang ditetapkan untuk mengatur perilaku
seseorang. Peraturan yang efektif untuk anak adalah peraturan
yang dapat dimengerti, diingat dan diterima. Disiplin sangat
penting diajarkan pada anak untuk mempersiapkan anak belajar
hidup sebagai makluk sosial.
Bentuk-bentuk disiplin antara lain disiplin karena paksaan
dan disiplin tanpa paksaan. Disiplin dengan paksaan (otoriter)
adalah pendisiplinan secara paksa, anak harus mengikuti aturan
yang telah ditentukan. Jika anak tidak melakukan maka anak
akan dihukum. Sedangkan disiplin tanpa paksaan (permisif)
adalah disiplin dengan membiarkan anak mencari batasan
sendiri. Adapun tujuan disiplin pada anak terbagi atas tujuan
jangka pendek dan tujuan jangka panjang. Tujuan jangka pendek
yaitu untuk membuat anak-anak terlatih dan terkontrol, dengan
mengajarkan bentuk perilaku yang pantas dan tidak pantas
bahkan yang masih asing bagi mereka. Tujuan jangka panjang
antara lain untuk membentuk perkembangan pengendalian diri
sendiri (self control dan self direction), anak-anak dapat
156

mengarahkan diri sendiri tanpa pengaruh dan pengendalian dari


luar.
Komponen disiplin antara lain peraturan (petunjuk
bertingkah laku), konsistensi (memotivasi tingkah laku yang
baik), penghargaan (membuat anak mengerti apakah perilakunya
dapat diterima atau tidak), dan hukuman sebagai akibat
melanggar peraturan (mengajarkan anak untuk mengerti aturan,
menghentikan tingkah laku yang salah). Oleh karena itu untuk
membentuk kedisiplinan pada anak maka buat peraturan atau
sosialisasikan peraturan yang berlaku, kemudian konsisten
terhadap ketentuan dan perjanjian peraturan sebelumnya.
Berikan penghargaan pada anak jika anak mematuhi peraturan
dan beri hukuman jika anak melanggar peraturan. Taraf
perkembangan disiplin menurut Kohlberg :
1. Disiplin karena ingin memperoleh kesayangan atau takut
dihukum.
Contoh : anak mengikuti peraturan karena ingin disayang
orang tua atau orang dewasa. Anak tidak
mempunyai perasaan bersalah jika anak melakukan
pelanggaran.

2. Disiplin jika kesenangan dipenuhi


Contoh : anak mau tidur siang setelah dibelikan es cream
157

3. Disiplin karena mengetahui ada tuntutan di lingkungan


Contoh : anak semakin memahami ada aturan di luar
lingkungannya seperti kesekolah dengan pakaian
seragam

4. Disiplin karena sudah ada orientasi terhadap otoritas


Contoh : anak tahu aturan untuk tidak boleh buang sampah
sembarangan
5. Disiplin karena sudah melakukan nilai-nilai sosial, tata tertib
atau prinsip-prinsip
Contoh : anak mulai dapat memilah yang baik dan yang
buruk

Setelah mengetahui berbagai disiplin serta contoh-


contohnya, berikut diuraikan perkembangan disiplin anak usia
dini.
1. Masa bayi 0 sampai 3 tahun
Pada masa ini anak sudah mampu mengikuti pola disiplin
walaupun sedikit menyulitkan. Disiplin dapat terbentuk
berdasarkan pembentukan kebiasaan orang tua, misalnya :
menyusui tepat waktu, makan tepat waktu, tidur tepat waktu,
dan toilet training.
158

2. Masa kanak-kanak usia 3 sampai 8 tahun


Anak mulai patuh terhadap tuntutan atau aturan orang tua
dan lingkungan sosialnya, dapat merapikan kembali mainan
yang habis digunakan, mencuci tangan sebelum dan sesudah
makan, membuat peraturan/tata tertib di rumah secara
menyeluruh. Teknik yang dapat dilakukan untuk menerapkan
disiplin pada anak :
a. Teknik cinta menolak, orang tua tidak langsung
memperhatikan kemarahan atau tidak senang terhadap
perilaku yang kurang baik atau tidak dapat diterima oleh
orang lain. Caranya : mengabaikan/membelakangi anak,
pura-pura tidak melihat, menolak untuk bicara dengan anak,
menolak untuk mendengar atau tidak memenuhi keinginan
anak saat itu.
b. Teknik perbawa, orang tua memberi penjelasan atau alasan
mengapa anak harus mengubah tingkah laku mereka.
Caranya : dengan memberi contoh melalui bentuk cerita
(fiktif atau real), menjelaskan konsekuensi dari perbuatan
salah bagi anak maupun orang lain menggunakan hukuman
atau penghargaan.
159

C. Perkembangan Sosial
Perkembangan sosial adalah proses pemerolehan
kemampuan untuk berperilaku yang sesuai dengan keinginan
yang berasal dari dalam diri seseorang dan sesuai dengan
tuntunan dan harapan-harapan sosial yang berlaku dalam
masyarakat. Proses penanaman nilai sosial tersebut dilakukan
melalui tahap imitasi, identifikasi dan internalisasi.
Proses imitasi adalah proses peniruan terhadap tingkah
laku atau sikap dan cara pandang orang dewasa yang dilihat
anak secara sengaja dari orang-orang terdekat.
Proses Identifikasi adalah proses terjadinya pengaruh
sosial pada seseorang untuk menjadi individu lain yang
dikagumi/proses menyamakan tingkah laku sosial orang yang
berada disekitarnya sesuai dengan perannnya kelak di
masyarakat. Penting peran hukum dan hadiah untuk peniruan
yang salah dan yang benar.
Dan proses internalisasi adalah proses penanaman dan
penyerapan nilai-nilai/relatif mantap dan menetapnya nilai-nilai
sosial pada diri seseorang sehingga nilai tersebut tertanam dan
menjadi milik orang tersebut. Untuk itu perlu pemahaman
terhadap nilai yang baik dan yang buruk sehingga anak dapat
berkembang menjadi makhluk sosial yang sehat dan
bertanggung jawab. Ciri anak yang masuk dalam masa peka
perkembangan sosial adalah :
160

1. Adanya minat untuk melihat anak lai dan berusaha


mengadakan kontak sosial dengan mereka.
2. Mulai bermain dengan anak lain
3. Mencoba untuk bergabung dan bekerja sama dalam bermain.
4. Lebih menyukai bekerja dengan 2 sampai 3 anak yang
dipilihnya sendiri.

Tahap-tahap perkembangan sosial pada anak dibagi


menjadi beberapa tahap yaitu:
1. Tahap Paska lahir
Anak lebih suka ditinggal tanpa diganggu. Merasa senang
waktu berkontak erat dengan tubuh ibu. Menangis keras apabila
merasa tidak enak, tetapi bila didekap erat atau diayun dengan
lembut anak akan berhenti menangis.

2. Tahap 1 bulan sampai 3 bulan


Merasakan kehadiran ibu dan memandang ke arahnya bila
ibu mendekat. Terus menerus mengamati setiap gerakan orang
yang berada didekatnya. Berhenti menangis bila diajak bermain
atau bicara oleh siapa saja yang bersikap ramah.

3. Tahap 6 bulan
Penuh minat terhadap segala sesuatu yang sedang terjadi
disekitarnya. Jika akan diangkat, anak akan mengulurkan kedua
161

tangannya. Tertawa kecil bila diajak bermain, walaupun


biasanya bersahabat tetapi tidak langsung menyambut dan
memberi respon terhadap orang yang tidak dikenalnya.

4. Tahap 9 bulan sampai 12 bulan


Pada tahap ini anak sudah mengerti kata tidak,
melambaikan tangan, bertepuk tangan atau menggoyangkan
tangan mengikuti nyanyian. Bermain dengan orang dewasa yang
dikenal dan memperhatikan serta meniru tindakan orang
dewasa. Mulai memahami dan mematuhi perintah yang
sederhana.

5. Tahap 18 bulan sampai 21 bulan


Ketergantungan terhadap orang lain dalam hal bantuan,
perhatian dan kasih sayang. Mengerti sebagian apa yang
dikatakan kepada dirinya dan mengulangi kata yang diucapkan
orang dewasa dan banyak bercakap-cakap. Usia 3 tahun sampai
5 tahun anak sudah dapat berbicara bebas pada diri sendiri,
orang lain, bahkan dengan mainannya, mampu berbicara lancar,
dan bermain dengan kelompok. Anak kadang merasa puas bila
bermain sendiri untuk waktu yang lama dan mulai menyenangi
kisah seseorang/tokoh dalam film.
162

6. Tahap 5 tahun sampai 6 tahun


Anak dapat bergaul dengan semua teman, merasa puas
dengan prestasi yang dicapai, tenggang rasa terhadap keadaan
orang lain, dan dapat mengendalikan emosi.

Agar anak tumbuh kepercayaan dirinya maka diperlukan


sebuah pelatihan keterampilan bersosialisasi pada anak secara
kontinu diberikan oleh orang-orang terdekat, khususnya ayah
dan ibunya. Keterampilan-keterampilan apa yang
dibutuhkannya, yaitu:
a. Terampil berempati
Cara untuk melatih empati adalah dengan diskusi. Topik
diskusi dapat diambil dari buku, film atau acara TV yang
digemari anak. Anak dilatih untuk memikirkan apa yang
dirasakan orang lain dan belajar memandang segala sesuatu dari
sudut pandang orang lain.

b. Terampil membaca mimik orang lain


Melatih anak untuk memahami bahasa yang tidak
terucapkan. Orang yang pandai bergaul biasanya juga pandai
membaca isyarat-isyarat non verbal (bahasa tubuh dan air
muka).
163

c. Terampil mengenal perbendaharaan emosi anak


Anak perlu belajar mengenali dan mengungkapkan
emosinya sendiri sebelum ia bereaksi terhadap perasaan orang
lain. Bila kita menyebutkan jenis-jenis emosi yang dirasakan
anak, maka bantu anak untuk memahami mengapa ia dan orang
lain berlaku dan bereaksi dengan reaksi tertentu.

d. Terampil bernegosiasi
Ketika anak berebut mainan bantu anak untuk
menyelesaikan pertikaian dengan cara menyusulkan agar anak
dan temannya bergantian main ayunan selama 15 menit sekali.
Dengan demikian anak belajar bahwa ada cara lain yang dapat
diambil selain bertengkar.

e. Menghargai setiap keberhasilan anak


Untuk menginternalisasi kemampuan sosial yang
diharapkan, maka anak perlu pujian dan penguatan. Misalnya
anak mampu berteman dengan baik, menyapa dan berbicara
dengan manis, menghibur teman yang sedih, menyantuni
pengemis atau meminta maaf atas kesalahan yang diperbuatnya,
dan lain-lain.
Pola Prilaku sosial yang sesuai dan yang tidak sesuai
dengan harapan kelompok :
164

1). Perilaku sosial yang sesuai dengan harapan kelompok


Kegiatan meniru, persaingan, kerjasama, simpati, empati,
dukungan sosial, membagi, perilaku akrab adalah beberapa
sikap sosial yang diharapkan dalam masyarakat. Sikap ini perlu
dikembangkan sejak usia dini, melalui stimulasi-stimulasi dalam
kehidupan sehari-hari.

2). Pola perilaku yang tidak sesuai dengan harapan


Negativisme atau melawan otoritas orang dewasa, perilaku
agresif, perilaku bahasa yang tidak pantas diucapkan, keinginan
untuk memikirkan dan mementingkan diri sendiri, anak yang
suka merusak, pertentangan seks antara laki-laki dan perempuan
(memperolok teman), dan prasangka (bermain hanya dengan
teman yang satu ras terkenal dalam bentuk geng). Setiap aspek
perkembangan baik itu moral, disiplin dan sosial semuanya
berkembang pada masing-masing anak. Anak tidak hanya
mendapatkan perilaku negatif dari dalam keluarga namun juga
dari lingkungan. Orang tua, guru, masyarakat adalah model yang
akan ditiru oleh anak. Untuk mengembangkan aspek kebiasaan
pada anak maka jalan yang paling efektif adalah dengan menjadi
model yang benar untuk anak-anak. Penguatan diberikan pada
anak jika anak berada pada garis yang benar dan hukuman juga
harus diberikan jika anak tidak mengikuti peraturan. Pembiasaan
yang baik akan terinternalisasi pada anak jika kegiatan-kegiatan
165

yang baik terus menerus dilakukan. Oleh karena itu, peran serta
orang tua dan pendidik dalam membantu anak membangun
dirinya dan berkembang dengan baik pada setiap aspek
merupakan saat-saat yang bermakna dan penting untuk anak.

D. Kesimpulan
Pendidikan pertama dan yang paling utama adalah
pendidikan keluarga, dimana ibu dan ayah serta orang-orang
terdekat memiliki kontribusi yang sangat tinggi terhadap
perkembangan anak dimasa yang akan datang.
Dengan demikian para orang tua dan orang-orang terdekat
kepada anak-anak harus sadar apa yang dapat dan harus mereka
lakukan untuk membuat si kecil menikmati dan banyak
mendapat manfaat dalam setiap tahap perkembangannya.
Memberikan stimulasi-stimulasi pada anak-anak memang
kelihatannya mudah, tetapi butuh waktu. Seorang anak
membutuhkan waktu dan bimbingan yang banyak untuk
membuat mereka mempunyai sikap positif dalam belajar dan
mengenal kehidupan.
Kesimpulan dari aspek-aspek perkembangan anak harus
dipelajari sejak usia dini, karena pada saat usia dinilah sebagai
Goldent Ege (masa keemasan) bagi anak-anak, baik itu aspek
kognitif, psikomotor dan afektifnya secara bertahap sejak masa
anak lahir sampai dengan dewasa.
166

Tahapan-tahapan perkembangan anak secara umum


melalui suatu proses (tidak bisa instans seperti makanan). Proses
inilah yang sangat diperlukan bimbingan dan perhatian orang
tua, guru, dan orang-orang terdekat sehingga proses tahapan
perkembangan anak dapat dilalui dengan selamat, sehingga
perkembangan berikutnya akan tercapai jika hanya jika
perkembangan sebelumnya tercapai.
167

Daftar Pustaka
Bambang Sujiono & Yuliani Nurani Sujiono (2005).
Mencerdaskan Perilaku Anak Usia Dini. Jakarta:PT. Elex
Media Komputido.
Elizabeth B Hurlock (1978). Perkembangan Anak Jilid 1.
Jakarta:Erlangga.
Jackie Silberg (2002). Brain Games for Toddlers. Jakarta : PT.
Erlangga
June R. Oberlander (2005). Slow and Steady Get Me Ready.
Jakarta : PT. Primamedia Pustaka
Yohan Rubiyantoro (2012). http://edukasi.kompasiana.com.
Mari berinvestasi pada pendidikan anak usia dini. html.
diunduh 04.30 WIB Tanggal 9 Agustus 2013.
168

BAB VII
FAKTOR FAKTOR PENGARUH TERHADAP
PERKEMBANGAN & PERTUMBUHAN
Perkembangan jaman yang semakin modern yang diikuti
oleh perkembangan dunia informasi dan teknologi yang tidak
bisa diterka oleh akan manusia, sehingga jarak, waktu dan
tembok penghalang yang tebal pun tidak bisa menghalangi
masuknya berbagai informasi, baik itu informasi yang positif
maupun informasi yang negatif.
Konsekuensi dari perkembangan tersebut jelas akan sangat
berpengaruh terhadap setiap manusia (peserta didik) baik itu
perkembangan maupun pertumbuhannya, hal ini dibuktikan
begitu hebatnya anak-anak yang masih usia 5 – 10 tahun sudah
bisa mengoperasikan komputer, hand phone, dan alat-alat
elektronik lainnya jika kita bandingkan dengan para orang
tuanya bahkan gurunya?
Dalam mempelajari perkembangan manusia diperlukan
adanya perhatian khusus mengenai hal-hal sebagai berikut: 1)
proses pematangan, khususnya pematangan fungsi kognitif; 2)
proses belajar; 3) pembawaan Atau bakat. Ketiga hal ini
berkaitan erat satu sama lain dan saling berpengaruh dalam
perkembangan kehidupan manusia tak terkecuali para siswa
sebagai peserta didik kita.(www.alwanku.blogspot 2013)
169

Apabila fungsi kognitif, bakat dan proses belajar seorang


siswa dalam keadaan positif, hampir dapat dipastikan siswa
tersebut akan mengalami proses perkembangan kehidupan,
secara mulus. Akan tetapi, asumsi yang "menjanjikan" seperti
ini sebenarnya belum tentu terwujud, karena banyak faktor yang
berpengaruh terhadap proses perkembangan siswa dalam
menuju cita-cita bahagianya. Oleh karena itu perlu dibimbing
dan ditunjukkan oleh para guru, orang tua dan orang terdekat
dengan peserta didik tersebut agar perkembangan dan
pertumbuhannya berjalan sesuai dengan tahap
perkembangannya.
Adapun mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan siswa, para ahli berbeda pendapat disebabkan
oleh sudut pandang dan pendekatan mereka terhadap eksistensi
siswa tidak sama. Untuk lebih jelasnya, berikut ini penulis
paparkan aliran-aliran yang berhubungan dengan faktor-faktor
yang mempengaruhi perkembangan siswa.
A. Aliran Nativisme
Aliran Nativisme (nativism) adalah
sebuah doktrin filosofis yang
berpengaruh besar terhadap aliran
pemikiran psikologis. Tokoh utama
aliran ini bernama Arthur Schopenhauer
(1788-1860) seorang filosof Jerman.
170

Aliran filsafat nativisme konon dijuluki sebagai aliran


pesimistis yang memandang segala sesuatu dengan kaca mata
hitam. Mengapa demikian? Karena para ahli penganut aliran ini
berkeyakinan bahwa perkembangan manusia itu ditentukan oleh
pembaharunya, sedangkan pengalaman dan pendidikan tidak
berpengaruh apa-apa atau dengan kata lain pendidikan menurut
aliran ini tidak penting/dibaikan. Dalam llmu pendidikan,
pandangan seperti ini disebut "pesimisme pedagogis".
Sebagai contoh, jika sepasang orangtua ahli musik, maka
anak-anak yang mereka lahirkan akan menjadi pemusik pula.
Harimau pun hanya akan melahirkan harimau, tak akan pernah
melahirkan domba. Jadi, pembawaan dan bakat orangtua selalu
berpengaruh mutlak terhadap perkembangan kehidupan anak-
anaknya. Benarkah postulat (anggapan dasar) ini dapat terus
bertahan.
Ambillah contoh, sepasang suami-istri yang memiliki
keistimewaan di bidang politik, tentu anaknya menjadi politikus
pula. Namun, apabila lingkungan, khususnya lingkungan
pendidikannya tidak menunjang, misalnya karena ia memasuki
sekolah pertanian, sudah tentu ia tak akan pernah menjadi
politisi tetapi petani.
Aliran nativisme hingga kini masih cukup berpengaruh di
kalangan beberapa orang ahli, tetapi sudah tidak semutlak dulu
lagi. Di antara ahli yang dipandang sebagai nativis ialah Noam
171

A. Chomsky kelahiran 1928, seorang ahli linguistik yang sangat


terkenal saat ini. Chomsky menganggap bahwa perkembangan
penguasaan bahasa pada manusia tidak dapat dijelaskan semata-
mata oleh proses belajar, tetapi juga (yang lebih penting) oleh
adanya "biological predisposition" (kecenderungan biologis)
yang dibawa sejak lahir.
Namun demikian, Chomsky tidak menafikan sama sekali
peranan belajar dan pengalaman berbahasa, juga lingkungan.
Baginya, semua ini ada pengaruhnya, tetapi pengaruh
pembawaan bertata bahasa jauh lebih besar lagi bagi
perkembangan bahasa manusia (Bruno, 1928)
Sejalan dengan kemajuan dijaman tersebut, ada beberapa
aliran yang menentang dengan pendapat aliran ini, yaitu aliran
empirisme.

B. Aliran Empirisisme

Kebalikan dari aliran nativisme adalah


aliran empirisisme (empiricism) dengan
tokoh utama John Locke (1632-1704).
Nama asli aliran ini adalah "The School
of British Empiricism" (aliran
empirisisme Inggris).

John Locke
Namun, aliran ini lebih berpengaruh terhadap para pemikir
Amerika Serikat, sehingga melahirkan sebuah aliran filsafat
172

bernama "environmentalisme" (aliran lingkungan) dan psikologi


bernama "environmental psychology" (psikologi lingkungan)
yang relatif masih baru (Reber, 1988).
Doktrin aliran empirisisme yang amat masyhur adalah
"tabula rasa", sebuah istilah bahasa Latin yang berarti batu tulis
kosong atau lembaran kosong (blank slate/blank tablet). Doktrin
tabula rasa menekankan arti penting pengalaman, lingkungan,
dan pendidikan dalam arti perkembangan manusia itu semata-
mata bergantung pada lingkungan dan pengalaman
pendidikannya, sedangkan bakat dan pembawaan sejak lahir
dianggap tidak ada pengaruhnya. Dalam hal ini, para penganut
empiririsme (bukan empirisme) menganggap setiap anak lahir
seperti tabula dalam keadaan kosong, tak punya kemampuan dan
bakat apa-apa, dak menjadi apa seorang anak kelak bergantung
pada pengalaman/ lingkungan yang mendidiknya.
Jika seorang siswa memperoleh kesempatan yang
memadai untuk pelajari ilmu politik, tentu kelak ia akan menjadi
seorang politisi. Karena ia memiliki pengalaman belajar di
bidang politik, ia tak akan hanya menjadi pemusik, walaupun
orangtuanya pemusik sejati. Memang amat sukar dipungkiri
bahwa lingkungan memiliki pengaruh terhadap proses
perkembangan dan masa depan siswa. Dalam hal ini, lingkungan
keluarga (bukan bakat pembawaan dari keluarga) dan
lingkungan masyarakat sekitar telah terbukti menentukan tinggi
173

rendahnya perilaku dan masa depan seorang siswa. Kondisi


sebuah kelompok masyarakat yang berdomisili di kawasan uh
dengan kemampuan ekonomi di bawah garis rata-rata dan tanpa
sarana umum seperti mesjid, sekolah, serta lapangan olah raga
telah terbukti menjadi lahan yang subur bagi pertumbuhan anak-
anak nakal. Anak-anak di lingkungan seperti ini memang tak
punya cukup alasan tidak menjadi brutal, lebih-lebih apabila
kedua orang tuanya kurang berpendidikan.
Faktor orangtua atau keluarga terutama sifat dan keadaan
mereka sangat menentukan arah perkembangan masa depan para
siswa yang lahirkan. Sifat orangtua (parental trait) yang
penyusun maksud ialah gaya khas dalam bersikap, memandang,
memikirkan, dan memperlakukan Contoh: kelahiran bayi yang
tidak dikehendaki (misalnya akibat pergaulan bebas) akan
menimbulkan sikap dan perlakuan orangtua yang bersifat
menolak (parental rejection) Sebaliknya, sikap orangtua yang
terlalu melindungi anak juga dapat mengganggu perkembangan
anak. Perilaku memanjakan anak secara berlebihan ini, menurut
hasil penelitian Chazen, (1983) ternyata berhubungan erat
dengan penyimpangan perilaku dan ketidakmampuan sosial
anak pada kemudian hari. Namun demikian, perlu pula
penyusun kemukakan sebuah fakta yang ironis, yakni di antara
para siswa yang dijuluki nakal dan brutal khususnya kota-kota
ternyata cukup banyak yang muncul dari kalangan keluarga
174

berada, terpelajar, dan bahkan taat beragama. Sebaliknya, tidak


sedikit pintar dan berakhlak baik yang lahir dari keluarga bodoh
dan miskin bahkan dari keluarga yang tidak harmonis di
samping bodoh dan miskin. Jadi, sejauh manakah validitas
doktrin empirisisme yang telah memunculkan "optimisme
pedagogis" itu dapat bertahan?
Dua aliran ini terus menjadi sebuah wacana yang bertolak
belakang yang satu mengatakan bahwa lingkungan dan
pendidikan dalam perkembangan manusia tidak diperlukan sama
sekali dan yang satu mengatakan bahwa faktor lingkungan dan
pendidikan lah yang menentukan perkembangan manusia. Akhir
pada dekade tersebut lahirlah aliran Konvergensi dimana
mengakomodir dari dua aliran tersebut hingga sampai saat ini.

C. Aliran Konvergensi

Aliran konvergensi (convergence)


merupakan gabungan antara aliran
empirisisme dengan aliran nativisme.
Aliran ini menggabungkan arti penting
hereditas (pembawaan) dengan
lingkungan sebagai faktor-faktor yang
berpengaruh dalam perkembangan
manusia. Tokoh utama konvergensi
bernama Louis William Stern (1871-
L. William S.
1938) , seorang filosof dari psikolog
Jerman.
Aliran filsafat yang dipeloporinya disebut "personalisme",
sebuah pemikiran filosofis yang sangat berpengaruh terhadap
175

disiplin-disiplin ilmu yang berkaitan dengan manusia. Di antara


disiplin ilmu yang menggunakan asas personalisme adalah
"personologi" yang mengembang kan teori yang komprehensif
(luas dan lengkap) mengenai kepribadian manusia (Reber,
1988).
Dalam menetapkan faktor yang mempengaruhi
perkembangan manusia, Stern dan para ahli yang mengikutinya
tidak hanya berpegang pada lingkungan/pengalaman juga tidak
berpegang pada pembawaan saja tetapi berpegang pada kedua
faktor yang sama pentingnya itu. Fakta pembawaan tidak berarti
apa-apa jika tanpa faktor pengalaman. Demikian pula
sebaliknya, faktor pengalaman tanpa faktor bakat pembawaan
tak akan mampu mengembangkan manusia yang sesuai dengan
harapan.
Para penganut aliran konvergensi berkeyakinan bahwa
baik fakt pembawaan maupun faktor lingkungan andilnya sama
besar dalam menentukan masa depan seseorang. Jadi, seorang
siswa yang lahir dari keluarga santri atau kiai, umpamanya,
kelak ia akan menjadi ahli agama apabila ia dididik di
lingkungan pendidikan keagamaan.
Untuk lebih konkretnya, marilah kita ambil sebuah contoh
lagi Seorang anak yang normal pasti memiliki bakat untuk
berdiri tegak di atas kedua kakinya. Tetapi apabila anak tersebut
tidak hidup di lingkungan masyarakat manusia, misalnya kalau
176

dia dibuang ke tengah hutan belantara dan tinggal bersama


hewan, maka bakat berdiri yang ia miliki secara turun-temurun
dari orangtuanya itu, akan sulit diwujudkan. Jika anak tersebut
diasuh oleh sekelompok serigala, tentu ia akan berjalan di atas
kedua kaki dan tangannya. Dia akan merangkak seperti serigala
pula. Jadi bakat dan pembawaan dalam hal ini jelas tidak ada
pengaruhnya apabila lingkungan atau pengalaman tidak
mengembangkannya.
Sampai sejauh manakah pengaruh pembawaan jika
dibandingkan dengan lingkungan terhadap perkembangan masa
depan seseorang? Jawabannya mungkin berbeda antara orang
per orang. Sebagian oran mungkin lebih banyak ditentukan oleh
faktor lingkungannya. Namun dalam hal pembawaan yang
bersifat jasmaniah hampir dapat dipastikan bahwa semua orang
sama, yakni akan berbentuk badan, berambut, da bermata sama
dengan kedua orangtuanya. Sebagai contoh, anak-anak
keturunan Barat umumnya berambut pirang, berkulit putih,
bermata biru, dan berperawakan tinggi besar, karena memang
warisan orangtua dan nenek moyangnya demikian.
Akan tetapi, dalam hal pembawaan yang bersifat rohaniah
sangat sulit kita kenali. Banyak orang yang ahli di bidang "X"
tetapi anaknya ahli di bidang "Y". Anak ini sudah diusahakan
agar mempelajari bidang "X" supaya sama dengan orangtuanya,
tetapi ia menolak dan menunjukkan kecenderungan bakat "Y".
177

Ternyata setelah mengikuti pengajaran bidang "Y", anak yang


berasal dari keturunan yang ahli di bidang "X" itu benar-benar
ahli di bidang "Y" bukan bidang "X". Apakah anak tersebut
telah menyalahi bakat dan pembawaan keturunannya?
Banyak bukti yang menunjukkan, bahwa watak dan bakat
seseorang yang tidak sama dengan orangtuanya itu, setelah
ditelusuri ternyata watak dan bakat orang tersebut sama dengan
kakek atau ayah/ibu kakeknya. Dengan demikian, tidak semua
bakat dan watak seseorang dapat diturunkan langsung kepada
anak-anaknya, tetapi mungkin kepada cucunya atau anak-anak
cucunya. Alhasil, bakat dan watak dapat tersembunyi sampai
beberapa generasi.
Apakah aliran konvergensi sebagaimana tersebut di atas
dapat kita jadikan pedoman dalam arti bahwa perkembangan
seorang siswa pasti bergantung pada pembawaan dan
lingkungan pendidikannya? Sampai batas tertentu aliran ini
dapat kita terima, tetapi tidak secara mutlak. Sebab masih ada
satu hal lagi yang perlu kita ingat yakni potensi psikologis
tertentu yang juga tersimpan rapi dalam diri setiap siswa dan
sulit diidentifikasi.
Hasil proses perkembangan seorang siswa tak dapat
dijelaskan hanya dengan menyebutkan pembawaan dan
lingkungan. Artinya, keberhasilan seorang siswa bukan karena
pembawaan dan lingkungan saja, karena siswa tersebut tidak
178

hanya dikembangkan oleh pembawaan dan lingkungannya tetapi


juga oleh diri siswa itu sendiri. Setiap orang, termasuk siswa
tersebut, memiliki potensi self-direction dan self-discipline yang
memungkinkan dirinya bebas memilih antara mengikuti atau
menolak sesuatu (aturan atau stimulus) lingkungan tertentu yang
hendak mengembangkan dirinya. Alhasil, siswa itu sendiri
memiliki potensi psikologis tersendiri untuk mengembangkan
bakat dan pembawaannya dalam konteks lingkungan tertentu.
Berdasarkan uraian mengenai aliran-aliran doktrin
filosofis yang berhubungan dengan proses perkembangan di
atas, penyusun berkesimpulan bahwa faktor yang mempengaruhi
tinggi-rendahnya mutu hasil perkembangan siswa pada dasarnya
terdiri atas dua macam.
1. faktor intern, yaitu faktor yang ada dalam diri siswa itu
sendiri yang meliputi pembawaan dan potensi psikologis
tertentu yang turut mengembangkan dirinya sendiri. Yang
termasuk ke dalam faktor intern antara lain:
a. Gen
Gen adalah substansi/materi pembawa sifat yang diturunkan
dari induk. Gen mempengaruhi ciri dan sifat makhluk hidup,
misalnya bentuk tubuh, tinggi tubuh, warna kulit, warna
bunga, warna bulu, rasa buah, dan sebagainya. Gen juga
menentukan kemampuan metabolisme makhluk hidup,
sehingga mempengaruhi pertumbuhan dan
179

perkembangannya. Manusia yang memiliki gen tumbuh yang


baik akan tumbuh dan berkembang dengan cepat sesuai
dengan periode pertumbuhan dan perkembangannya.
Meskipun peranan gen sangat penting, faktor genetis bukan
satu-satunya faktor yang menentukan pola pertumbuhan dan
perkembangan, karena juga dipengaruhi oleh faktor lainnya,
yaitu lingkungan yang mendukung.

b. Hormon
Hormon merupakan zat yang berfungsi untuk mengendalikan
berbagai fungsi di dalam tubuh. Meskipun kadarnya sedikit,
hormon memberikan pengaruh yang nyata dalam pengaturan
berbagai proses dalam tubuh. Hormon yang mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan pada makhluk hidup
beragam jenisnya. Hormon tumbuhan, hormon hewan dan
hormon manusia

c. Bakat
Bakat (Inggris) è “aptitude” atau “talent”. Bakat adalah
kapasitas seseorang untuk menguasai suatu pengetahuan
khusus (dengan latihan), ketrampilan atau serangkaian respon
yang terorganisisir (Imanuel Sembiring, 2011.
Compasiana.com). Misalnya: Kemampuan berbicara bahasa
inggris, kemampuan musical, kemampuan mengerjakan
180

tugas-tugas mekanik, kemampuan yang lebih menonjol atau


istimewa daripada yang lain.
Dengan bakat inilah yang akan menjadikan perbedaan
pertumbuhan dan perkembangan seseorang dengan yang
lainnya.

c. Inteligensi
Sesuai dengan prinsip perbedaan individual maka tiap anak
akan mempunyai bakat sendiri” (pembawaan) dan bakat
tidak sama dengan kecerdasan, tetapi kecerdasan menjadi
dasar untuk berkembangnya bakat. Dengan kata lain :
Kecerdasan dipandang sebagai factor umum dan Bakat
merupakan factor khusus.
Terdapat beberapa cara untuk mendefinisikan kecerdasan.
Dalam beberapa kasus, kecerdasan bisa termasuk kreativitas,
kepribadian, watak, pengetahuan, atau kebijaksanaan.
Namun, beberapa psikolog tak memasukkan hal-hal tadi
dalam kerangka definisi kecerdasan. Kecerdasan biasanya
merujuk pada kemampuan atau kapasitas mental dalam
berpikir, namun belum terdapat definisi yang memuaskan
mengenai kecerdasan. Stenberg & Slater (1982)
mendefinisikannya sebagai tindakan atau pemikiran yang
bertujuan dan adaptif.
181

e. Spirit
Spirit bisa dikatakan sebagai antusiasme, semangat besar,
kegairahan, kegembiraan yang besar. Dari pengertian
tersebut dapat disimpulkan bahwa spirit ini akan dapat
membuat perkembangan dan pertumbuhan seseorang.

f. Emotion atau Perasaan


Sudah lama diketahui bahwa emosi merupakan salah satu
aspek berpengaruh besar terhadap sikap manusia. Bersama
dengan dua aspek lainnya, yakni kognitif (daya pikir) dan
konatif (psikomotorik), emosi atau yang sering disebut
aspek afektif, merupakan penentu sikap, salah satu
predisposisi perilaku manusia. Namun tidak banyak yang
mempermasalahkan aspek emosi hingga muncul Daniel
Goleman (1997) yang mengangkatnya menjadi topik utama
di bukunya. Kecerdasan emosi memang bukanlah konsep
baru dalam dunia psikologi. Lama sebelum Goleman (1997)
di tahun 1920, E.L. Thorndike sudah mengungkap social
intelligence, yaitu kemampuan mengelola hubungan antar
pribadi baik pada pria maupun wanita. Thorndike percaya
bahwa kecerdasan sosial merupakan syarat penting bagi
keberhasilan seseorang di berbagai aspek kehidupannya.
Salah satu pengendali kematangan emosi adalah
pengetahuan yang mendalam mengenai emosi itu sendiri.
182

Banyak orang tidak tahu menahu mengenai emosi atau


besikap negatif terhadap emosi karena kurangnya
pengetahuan akan aspek ini. Seorang anak yang terbiasa
dididik orang tuanya untuk tidak boleh menangis, tidak
boleh terlalu memakai perasaan akhirnya akan membangun
kerangka berpikir bahwa perasaan, memang sesuatu yang
negatif dan oleh karena itu harus dihindari. Akibatnya anak
akan menjadi sangat rasional, sulit untuk memahami
perasaan yang dialami orang lain serta menuntut orang lain
agar tidak menggunakan emosi. Salah satu definisi akurat
tentang pengertian emosi diungkap Prezz (1999) seorang
EQ organizational consultant dan pengajar senior di
Potchefstroom University, Afrika Selatan, secara tegas
mengatakan emosi adalah suatu reaksi tubuh menghadapi
situasi tertentu. Sifat dan intensitas emosi biasanya terkait
erat dengan aktivitas kognitif (berpikir) manusia sebagai
hasil persepsi terhadap situasi. Emosi adalah hasil reaksi
kognitif terhadap situasi spesifik.
Emosilah yang seringkali menghambat orang tidak
melakukan perubahan. Ada perasaan takut dengan yang
akan terjadi, ada rasa cemas, ada rasa khwatir, ada pula rasa
marah karena adanya perubahan. Hal tersebut itulah yang
seringkali menjelaskan mengapa orang tidak mengubah
polanya untuk berani mengikuti jalur-jalur menapaki
183

jenjang kesuksesan. Hal ini sekaligus pula menjelaskan pula


mengapa banyak orang yang sukses yang akhirnya terlalu
puas dengan kondisinya, selanjutnya takut melangkah.
Akhirnya menjadi orang yang gagal.
Emosi pada prinsipnya menggambarkan perasaan manusia
menghadapi berbagai situasi yang berbeda. Oleh karena
emosi merupakan reaksi manusiawi terhadap berbagai
situasi nyata maka sebenarnya tidak ada emosi baik atau
emosi buruk. Berbagai buku psikologi yang membahas
masalah emosi seperti yang dibahas Atkinson (1983)
membedakan emosi hanya 2 jenis yakni emosi
menyenangkan dan emosi tidak menyenangkan. Dengan
demikian emosi di kantor dapat dikatakan baik atau buruk
hanya tergantung pada akibat yang ditimbulkan baik
terhadap individu maupun orang lain yang berhubungan
(Martin, 2003).
Tantangan menonjol bagi pekerja saat ini terutama adalah
bertambahnya jam kerja serta keharusan untuk mengelola
hal-hal berpotensi stress dan berfungsi efektif di tengah
kompleksitas bisnis. Selain itu pekerja dituntut mampu
menempatkan kedupan kerja dan keluarga selalu dalam
posisi seimbang. Bahkan hanya soal kemampuan logika,
saat ini tantangan pekerjaan juga terletak pada kemampuan
berelasi dan berempati. Dalam berkata, bertindak dan
184

mengambil keputusan, seseorang membutuhkan kecerdasan


emosi yang tinggi, sehingga mampu melihat sesuatu dari
sudut pandang orang lain.
Emosi menjadi penting karena ekspresi emosi yang tepat
terbukti bisa melenyapkan stress pekerjaan. Semakin tepat
mengkomunikasikan perasaan, semakin nyaman perasaan
tersebut. Ketrampilan manajemen emosi memungkinkan
individu menjadi akrab dan mampu bersahabat,
berkomunikasi dengan tulus dan terbuka dengan orang lain.
Berbagai riset tentang emosi umumnya berkesimpulan
sederhana bahwa ‘adalah penting untuk membawa emosi
yang menyenangkan ke tempat kerja’. Emosi yang tadinya
sering ditinggal di rumah saat berangkat kerja saat ini justru
semakin perlu dilibatkan di setiap setting bisnis. Naisbitt
(1997) pun dalam bukunya “High Tech, High Touch :
Technology and Our Search for Meaning” mendukung
pendapat ini. Dikatakannya pada situasi teknologi
mewabah, justru haus akan sentuhan kemanusiaan.
Perkembangan tehnologi yang luar biasa yang kini terjadi
dirasakan tidak diiringi dengan perubahan sosial yang
memadai. Naisbitt (1997) menyebut era saat ini sebagai
‘zona keracunan tehnologi’. Di satu sisi sangat memuja
tehnologi, di sisi lain melihat ada bagian yang hilang dari
185

tehnologi, yaitu sentuhan kemanusiaan yang kita idamkan


(Martin, 2003).
Dari uraian tersebut diatas emosi adalah suatu reaksi tubuh
menghadapi situasi tertentu. Sifat dan intensitas emosi
biasanya terkait erat dengan aktivitas kognitif (berpikir)
manusia sebagai hasil persepsi terhadap situasi.

g. Tubuh dan Warna Kulit


Tubuh merupakan bagian dari perkembangan dan
pertumbuhan seseorang yang tidak bisa disamakan dengan
yang lainnya, begitupun dengan warna kulit seseorang
walaupun banyak cara orang merubah warna kulit. Hal ini
akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan dan
pertumbuhan seseorang yang sesuai dengan tahap
perkembangannya.
Sedangkan faktor internal/intern yang mempengaruhi
perkembangan belajar seseorang meliputi:
a. Faktor jasmaniah (kesehatan dan cacat tubuh)
b. Faktor psikologis (inteligensi, perhatian, minat, bakat, motif,
kematangan dan kesiapan)
c. Faktor kelelahan

2. faktor eksternal, yaitu hal-hal yang datang atau ada dl luar


diri siswa yang meliputi lingkungan (khususnya pendidikan)
186

dan pengalaman berinteraksi siswa tersebut dengan


lingkungannya. Yang termasuk ke dalam faktor eksternal
antara lain:
a. Makanan
b. Asupan Gizi
c. Pola Asuh
d. Perhatian atau kasih sayang
e. Perekonomian keluarga
f. Lingkungan sekitar
g. Teman sepergaulan
h. Pendidikan di sekolah

Sedangkan faktor eksternal yang berpengaruh dalam


keberhasilan belajar seseorang dipengaruhi oleh:
a. Faktor keluarga (cara orang tua mendidik, relasi antara
anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga,
pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan)
b. Faktor sekolah (metode mengajar guru, kurikulum, relasi
guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin
sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar belajar diatas
ukuran, keadaan gedung, metode belajar dan tugas rumah
c. Faktor masyarakat (kegiatan siswa dalam masyarakat, mass
media, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat).
187

Kemudian Apipah (2012) dalam tulisannya


menyampaikan tentang faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
perkembangan anak didik, diantaranya adalah faktor teman
sebaya, keragaman budaya dan faktor media massa.

1. Faktor teman sebaya

Makin bertambah umur, si anak makin memperoleh


kesempatan lebih luas untuk mengadakan hubungan-hubungan
dengan teman-teman sebayanya, sekalipun dalam kenyataannya
perbedaan-perbedaan umur yang relatif besar tidak menjadi
sebab tidak adanya kemungkinan melakukan hubungan-
hubungan dalam suasana bermain.

Anak yang bertindak langsung atau tidak langsung sebagai


pemimpin, atau yang menunjukkan ciri-ciri kepemimpinan
dengan sikap-sikap menguasai anak-anak lain, akan besar
pengaruhnya terhadap pola-pola sikap atau pola-pola
kepribadian. Konflik-konflik terjadi pada anak bilamana norma-
norma pribadi sangat berlainan dengan norma-norma yang ada
di lingkungan teman-teman. Di satu pihak ia ingin
mempertahankan pola-pola tingkah laku yang diperoleh di
rumah, sedangkan di pihak lain lingkungan menuntutsi anak
untuk memperlihatkan pola yang lain, yang bertentangan dengan
pola yang sudah ada, atau sebaliknya.
188

Makin kecil kelompoknya, di mana hubungan-hubungan


erat terjadi, makin besar pengaruh kelompok itu terhadap anak,
bila dibandingkan dengan kelompok yang besar yang anggota-
anggota kelompoknya tidak tetap.

2. Keragaman budaya

Bagi perkembangan anak didik keragaman budaya sangat


besar pengaruhnya bagi mental dan moral mereka. Ini terbukti
dengan sikap dan prilaku anak didik selalu dipengaruhi oleh
budaya-budaya yang ada di lingkungan tempat tinggal mereka.
Pada masa-masa perkembangan, seorang anak didik sangat
mudah dipengaruhi oleh budaya-budaya yang berkembanga di
masyarakat, baik budaya yang membawa ke arah prilaku yang
positif maupun budaya yang akan membawa ke arah prilaku
yang negatif.

3. Media Massa

Media massa adalah faktor lingkungan yang dapat


merubah atau mempengaruhi prilaku masyarakat melalui proses-
proses. Media massa juga sangat besar pengaruhnya bagi
perkembangan seseorang, dengan adanya media massa, seorang
anak dapat mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan
dengan pesat. Media massa dapat merubah prilaku seseorang ke
arah positif dan negatif. Contoh media massa yang sangat
189

berpengaruh adalah media massamassa saat ini berkembang


semakin canggih. Semakin canggih suatu media massa maka
akan semakin terasa dampaknya bagi kehidupan kita. elektronik
antara lain televisi. Televisi sangat mudah mempengaruhi
masyarakat, khususnya anak-anak yang dalam perkembangan
melalui acara yang disiarkannya.

D. Kesimpulan
Perkembangan dan Pertumbuhan manusia (peserta didik)
secara garis besarnya di pengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor
intern/internal dan faktor eksternal. Faktor Internal yaitu faktor
yang datangnya dari diri peserta didik/manusia itu sendiri yang
meliputi gen, hormon, bakat, inteligensi, spirit, emotion atau
perasaan, dan tubuh serta warna kulit.
Sedangkan faktor penyebab eksternal diantaranya adalah
faktor makanan, asupan gizi, pola asuh, perhatian atau kasih
sayang, ekonomi keluarga, lingkungan sekitar, teman
sepergaulan dan pendidikan di sekolah dimana mereka berada.
Sedangkan yang mempengaruhi faktor kesuksesan belajar pun
sama dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan
eksternal peserta didik. Faktor internalnya adalah Faktor
jasmaniah (kesehatan dan cacat tubuh), Faktor psikologis
(inteligensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan dan
kesiapan) dan Faktor kelelahan
190

Sedangkan faktor eksternal yang berpengaruh dalam


keberhasilan belajar seseorang dipengaruhi oleh faktor keluarga
(cara orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga,
suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang
tua, dan latar belakang kebudayaan), faktor sekolah (metode
mengajar guru, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa
dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah,
standar belajar diatas ukuran, keadaan gedung, metode belajar
dan tugas rumah dan faktor masyarakat (kegiatan siswa dalam
masyarakat, mass media, teman bergaul, dan bentuk kehidupan
masyarakat).
Implikasi dalam dunia pendidikan guru selaku
pembimbing, pengajar, dan pendidik memiliki peran yang
sangat besar untuk memberikan perhatian penuh terhadap
perkembangan dan pertumbuhan peserta didik disamping orang
tua peserta didikdi berbagai setting (di dalam kelas maupun di
luar kelas).
191

Daftar Pustaka
Alwan (2013). www.alwanku.blogspot 2013)
Apipah (2012). Perkembangan dan Pertumbuhan Anak.
Blogspot.
Atkinson, R. L. dkk. 1987. Pengantar Psikologi I. Jakarta :
Penerbit Erlangga.
Goleman, Daniel. 1997. Emotional Intelligence. Jakarta : PT
Gramedia Pustaka Utama.
Imanuel Sembiring, (2011). www. compasiana.com
Martin, Anthony Dio, 2003. Emotional Quality Manajement
Refleksi, Revisi Dan Revitalisasi Hidup Melalui Kekuatan
Emosi. Jakarta: Arga.
Stenberg & Slater (1982). Pengertian Kecerdasan. www.
http://id.wikipedia.org/wiki/Kecerdasan
192

BAB VIII
PERAN BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM
PROSES PERKEMBANGAN DAN PERTUMBUHAN
PESERTA DIDIK

Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)


semakin hari semakin terus berkembang seperti tanpa batas dan
ruang serta waktu, bahkan dapat diakses dengan cepat
dimanasaja, kapan saja dan oleh siapa saja, sehingga dituntut
setiap manusia untuk dapat menyikapinya dengan cepat dan
tepat terhadap dampak negatif yang ditimbulkan, baik untuk diri
sendiri maupun bagi orang lain. Apalagi dengan perkembangan
dunia pendidikan, jarak, ruang dan waktu bukan lagi merupakan
penghalang bagi manusia untuk mengetahui apa yang sedang
terjadi di berbagai penjuru dunia. Misalnya kejadian di luar
negeri maupun di dalam negeri secara cepat dapat diakses
dengan cepat melalui media elektronik yang serba canggih. Oleh
karena itu layanan bimbingan dan konseling sangat diperlukan
sebagai sarana membantu (to help) peserta didik agar tidak
terjadi salah langkah dalam menyikapi perkembangan dunia
yang semakin canggih bagaikan kilat, baik itu peserta didik di
pendidikan formal (persekolahan), pendidikan nonformal (luar
persekolahan) dan informal (lingkungan keluarga) bahkan bagi
193

guru, tutor, calon guru, calon tutor dan tidak menutup


kemungkinan bagi para orang tua serta masyarakat.
Dapat kita ketahui secara bersama-sama fenomena-
fenomena yang terjadi di dunia pendidikan sekarang-sekarang
ini kurang optimalnya penyelenggara pendidikan dalam
memberikan layanan bimbingan dan konseling di sekolah,
seperti tawuran para pelajar yang sering terjadi, guru yang
dianiyaya oleh peserta didik, dan tidak tersalurkannya peserta
didik yang memiliki kemampuan tinggi yang diakibatkan oleh
faktor ekonomi, penggunaan obat-obat terlarang, pesta minuman
keras, perkembangan peserta didik yang kourang optimal, dan
pertumbuhan peserta didik yang tidak seimbang dengan
kemajuan jaman.
Untuk lebih jauh memahami manfaat dari pentingnya
layanan bimbingan dan konseling diselenggarakan dengan baik
oleh guru layanan bimbingan dan konseling maupun untuk guru
mata pelajaran di pendidikan formal, nonformal dan informal, di
bawah ini akan diuraikan terlebih dahulu tentang Konsep Dasar
Bimbingan dan Konseling yang terdiri pengertian bimbingan,
konseling, hubungan antara bimbingan dan konseling, Tujuan
Bimbingan dan Konseling, Fungsi Bimbingan dan Konseling,
Prinsip-prinsip bimbingan dan konseling Asas Bimbingan dan
Konseling serta peran bimbingan dan konseling dalam
194

memfasilitasi perkembangan dan pertumbuhan peserta didik di


sekolah.

A. Konsep Dasar Bimbingan dan Konseling


1. Pengertian Bimbingan
Sebelum mempelajari materi bimbingan dan konseling
lebih jauh dan mendalam, mari kita perhatikan pendapat para
pakar menyampaikan pengertian tentang bimbingan secara
umum di bawah ini:
Year Book of Education (1955) menyatakan bahwa:
‘guidance is a process of helping individual through their own
effort to discover develop their potentialisties both for personal
happiness and sosial usefulness’.
Definisi tersebut menjelaskan bahwa: “Bimbingan adalah
proses bantuan terhadap individu untuk mencapai pemahan diri
dan pengarahan diri yang dibutuhkan untuk melakukan
penyesuaian diri secara maksimum kepada sekolah, keluarga,
serta masyarakat”.
Jones (1963:25) memberikan pengertian bimbingan adalah
sebagai berikut: “Guidance is the assistance given to individuals
in making intelligent choices and adjustments in their lives. The
ability is not innate it must be developed. The fundamental
purpose of guidance is to develop in each individual up to the
195

limit of his capacity, the ability to solve his own problems and to
make his own adjustment...”
Pengertian menurut Jones di atas, ternyata bimbingan itu
merupakan bantuan kepada individu dalam membuat suatu
pilihan yang cerdas atau tepat dalam penyesuaian kehidupan
mereka. Selanjutnya pula dikatakan bahwa kemampuan itu
bukan merupakan suatu faktor bawaan, tetapi harus
dikembangkan.
Tujuan yang sangat mendasar dari bimbingan menurut
Jones adalah mengembangkan setiap individu untuk mencapai
batas yang optimal, yaitu dapat memecahkan permasalahannya
sendiri dan membuat keputusan yang sesuai dengan keadaan
dirinya sendiri. Dengan demikian suatu keputusan yang diambil
bukan merupakan hasil paksaan seseorang (guru, orang tua)
melainkan datang dari dalam diri sendiri setelah memperoleh
layanan bimbingan dan konseling. Dalam hal ini artinya
keputusan yang diambil harus berangkat dari dalam diri sendiri
yang dibimbing, bukan merupakan pemaksaan guru/tutor/orang
tua/pembimbing.
Hamrin (1947) mengemukakan pengertian tentang
bimbingan sebagai berikut:
‘Helping John to see through himself in order that he may
see himself through’
196

Hamrin (1950:17) memberikan pendapatnya tentang


bimbingan sebagai berikut:
“Guidance seeks to have each individual become familiar
with a wide range of information about himself, his
abilities, his previous development in the various areas of
living, and his plans or ambitions for the future. Guidance
than seeks to help him become acquanted with the various
problems of social, vocational, and recreational
adjustment with he faces. On the basis of those two types
of information and the assistance of counselors, each
pupil is helped to face his problems and makes plans foe
their solution”.
Inti pengertian bimbingan yang disampaikan Hamrin
hampir sama dengan Jones, yaitu membantu pemecahan
masalah seseorang sehingga dapat membuat keputusan yang
tepat atau dengan kata dengan bimbingan diharapkan
memperoleh sebuah solusi dan perencanaan yang tepat. Solusi
dan perencanaan yang tepat ini dapat diartikan untuk masa kini
dan masa mendatang peserta didik (klien) atau dengan bahasa
lain, pembimbing harus dapat memberikan gambaran tentang
cara pandang yang salah untuk mempersiapkan masa yang
datang, yang tadinya peserta didik sebagian besar berparadigma
“Bagaimana nanti” diubah ke dalam paradigma “ Nanti
bagaimana”
197

Chisholm (1950: 17) memberikan pendapatnya mengenai


bimbingan sebagai berikut:
‘Guidance seeks to have each individual become familiar
with a wide range of information about himself, his
abilities, his previous development in the various areas of
living, and his plans or ambitions for the future. Guidance
than seeks to help him become acquainted with the various
problems of sosial, vocational and recreational
adjustment with he faces. On the basis of those two types
of information and the assistance of counselors, each
pupil is helped to face his problems and makes plans for
their solution’.
Definisi di atas mengartikan bahwa bimbingan berusaha
dimiliki oleh setiap individu menjadi akrab dengan berbagai
informasi tentang dirinya, kemampuannya, pembangunan
sebelumnya di berbagai bidang kehidupan, dan rencananya atau
ambisi untuk masa depan. Bimbingan ini berusaha untuk
membantunya berkenalan dengan berbagai masalah sosial
masyarakat, penyesuaian kejuruan dan rekreasi dengan keadaan.
Atas dasar dua jenis informasi dan bantuan dari konselor, tiap
murid dibantu untuk menghadapi masalah dan membuat rencana
untuk solusi mereka.
Crow and Crow (1951:6) menyampaikan pandangannya
tentang pengertian bimbingan adalah “Rathers guidance is
198

assistance made available by competent counselors to an


individual of any age to help him direct his own life, develop his
own decisions, and carry his burdons”.
Jika kita perhatikan pengertian dari Crow and Crow
cenderung penekanannya kepada proses bimbingannya, yaitu
pemberian bantuan dari seorang konselor (guru/ahli) kepada
individu secara langsung mengarahkan tentang kehidupan,
membangun keputusan dan beban karir. Dari pengertian ini jelas
untuk memperoleh hasil yang optimal diperlukan bagaimana
proses bimbingannya, untuk memperoleh ilmu bagaimana
proses bimbingannya diperlukan ilmu layanan bimbingan dan
konseling bagi seorang pembimbing dengan kata lain tidak
sembarang orang untuk dapat memberikan layanan bimbingan
(minimal telah mengikuti diklat bimbingan dan konseling atau
pernah mendapat mata kuliah bimbingan dan konseling ketika
duduk di perguruan tinggi).
Donald G. Mortensen dan Alan M. Schmuller (1976)
mengemukakan bahwa:
“Guidance may be defined as that part of the total
educational program that helps provide opportunities and
specialized staff service by which each individual can
develop to the fullest of his abilities and capacities in
terms of the democratic idea”.
199

Donal G. Mortensen dan Alan M. Schumuller memberikan


pengertian bimbingan cenderung kepada pelaksanaan di sekolah,
dimana dikatakan bahwa bimbingan merupakan bagian total dari
program sekolah yang memberikan kesempatan membantu
setiap peserta didik untuk dapat mengembangkan kemampuan
dan kapasitas yang maksimal secara demokratis. Dengan
demikian sangat jelas bahwa tugas pemberian layanan
bimbingan dan konseling bukan program yang terpisah dari
program sekolah melainkan sebagai kesatuan utuh dari program
sekolah.
Shertzer dan Stone (1971:40) mengartikan bimbingan
adalah “...process of helping an individual to understand himself
and his world”. Dalam hal ini, Shertzer dan Stone memberikan
kalimat yang sangat sederhana untuk pengertian bimbingan,
namun intinya hampir sama apa yang disampaikan para ahli
terdahulu, dia menyampaikan bahwa bimbingan merupakan
suatu proses bantuan kepada individu dalam rangka untuk
memahami dirinya sendiri dan dunianya.
Selanjutnya Sunaryo Kartadinata (1998:3) memberikan
pengertian bimbingan adalah proses membantu individu untuk
mencapai perkembangan yang optimal. Sedangkan Rochman
Natawidjaja (1987:37) mengartikan bimbingan sebagai suatu
proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan
secara berkesinambungan, supaya individu tersebut dapat
200

memahami dirinya, sehingga dia sanggup mengarahkan dirinya


dan bertindak secara wajar, sesuai dengan tuntutan dan keadaan
lingkungan sekolah, keluarga, masyarakat dan kehidupan pada
umumnya.
Dari definisi-definisi di atas, dapatlah ditarik kesimpulan
tentang apa sebenarnya bimbingan itu, sebagai berikut.
1) Bimbingan berarti bantuan atau pertolongan yang diberikan
oleh seseorang kepada orang lain yang memerlukannya.
Perkataan “membantu' berarti dalam bimbingan tidak ada
paksaan, tetapi lebih menekankan pada pemberian peranan
individu kearah tujuan yang sesuai dengan potensinya. Jadi
dalam hal ini, pembimbing sama sekali tidak ikut
menentukan pilihan atau keputusan dari orang yang
dibimbingnya. Yang menentukan pilihan atau keputusan
adalah individu itu sendiri. Bantuan atau pertolongan
merupakan hal yang pokok dalam bimbingan. Namun, perlu
diperhatikan tidak semua pertolongan atau bantuan dapat
disebut sebagai bimbingan, seperti membantu anak yang
jatuh agar bangkit kembali. Pertolongan atau bantuan yang
dikatakan sebagai bimbingan adalah mempunyai sifat-sifat
lain yang harus dipenuhi.
2) Bantuan (bimbingan) tersebut diberikan kepada setiap orang,
namun prioritas diberikan kepada individu-individu yang
membutuhkan atau benar-benar harus dibantu. Pada
201

Hakikatnya bantuan itu adalah untuk semua orang. Dalam hal


ini bimbingan tidak memandang usia atau tidak hanya
terbatas pada anak-anak atau para remaja, tetapi jug adapt
mencakup orang dewasa. Bimbingan dapat dilaksanakan
secara individual atau kelompok.
3) Bimbingan merupakan suatu pertolongan yang menuntun.
Bimbingan merupakan suatu tuntunan. Hal ini mengandung
pengertian bahwa dalam memberikan bimbingan bila
keadaan menuntut, kewajiban dari pembimbing untuk
memberikan bimbingan secara aktif, yaitu memberikan arah
kepada yang dibimbingnya.
4) Di samping itu juga bimbingan mengandung makna
memberikan bantuan atau pertolongan dengan pengertiannya.
Keadaan ini seperti yang dikenal dalam pendidikan dengan
“Tut Wuri Handayani”.
5) Bimbingan merupakan suatu proses kontinu, artinyan
bimbingan itu tidak diberikanhanya sewaktu-waktu saja dan
secara kebetulan, namun merupakan kegiatan yang terus
menerus, sistematika, terencana dan terarah pada tujuan.
6) Bimbingan atau bantuan diberikan agar individu dapat
mengembangkan dirinya seamaksimal mungkin. Bimbingan
diberikan agar individu dapat lebih mengenal dirinya sendiri
(kekuatan dan kelemahannya), menerima keadaan dirinya dan
dapat mengarahkan dirinya sesuai dengan kemampuannya.
202

7) Bimbingan diberikan agar individu dapat menyesuaikan diri


secara harmonis dengan lingkungannya, baik lingkungan
keluarga, sekolah dan masyarakat.
8) Bimbingan dapat diberikan, baik untuk menghindari
kesulitan-kesulitan maupun untuk mengatasi persoalan-
persoalan yang dihadapi oleh individu di dalam
kehidupannya. Ini berarti bahwa bimbingan dapat diberikan
bukan hanya untuk mencegah agar kesulitan itu tidak atau
jangan timbul, tetapi juga dapat diberikan untuk mengatasi
kesulitan-kesulitan yang telah menimpa individu. Bimbingan
lebih bersifat pencegahan daripada penyembuhan. Bimbingan
dimaksudkan supaya individu atau sekumpulan individu
dapat mencapai kesejahteraan hidup (life welfare). Disinilah
letak tujuan bimbingan yang sebenarnya.
9) bimbingan merupakan sebuah pertolongan atau bantuan yang
diberikan kepada seseorang, sebuah proses bantuan yang
berkelanjutan, sebuah arahan kepada seseorang untuk
mencapai tahap perkembangan yang optimal, sebuah kegiatan
yang membantu dan mengarahkan seseorang agar hidup dan
kehidupannya sesuai dengan potensi dirinya, dan sebuah
proses menuntun kepada jalan yang baik sesuai dengan
keadaan dirinya
203

Dalam penerapannya di sekolah (formal) maupun di


luar sekolah (non formal), definisi-definisi tersebut di atas
menuntut adanya hal-hal sebagai berikut:
1) Adanya organisasi bimbingan di mana terdapat pembagian
tugas, peranan dan tanggungjawab yang tegas di antara para
petugasnya;
2) Adanya program yang jelas dan sistematis untuk: (1)
melaksanakan penelitian yang mendalam tentang diri murid-
murid, (2) melaksanakan penelitian tentang kesempatan atau
peluang yang ada, misalnya: kesempatan pendidikan,
kesempatan pekerjaan, masalah-masalah yang berhubungan
dengan human relations, dan sebagainya, (3) kesempatan
bagi murid untuk mendapatkan bimbingan dan konseling
secara teratur.
3) Adanya personil yang terlatih untuk melaksanakan program-
program tersebut di atas, dan dilibatkannya seluruh staf
sekolah dalam pelaksanaan bimbingan;
4) Adanya fasilitas yang memadai, baik fisik mupun non fisik
(suasana, sikap, dan sebagainya);
5) Adanya kerjasama yang sebaik-baikya antara sekolah dan
keluarga, lembaga-lembaga di masyarakat, baik pemerintah
dan non pemerintah.
Namun dalam hal ini tidak semua pertolongan atau
bantuan dapat dikatakan sebagai bimbingan, karena area yang
204

dapat dikatakan suatu pertolongan dapat dikatakan sebagai


bimbingan mempunyai sifat-sifat lain yang harus dipenuhi.
Untuk mengetahui sifat-sifat tersebut mari kita perhatikan
beberapa contoh di bawah ini:
(1)Memberikan pertolongan kepada seseorang yang akan
menyebrang jalan raya yang ramai dengan kendaraan.
(2)Memberikan pertolongan kepada seseorang yang sedang
memikirkan anaknya dalam melanjutkan pendidikan setelah
tamat sekolah lanjutan pertama.
Dari dua contoh di atas dapat disimpulkan bahwa
pertolongan yang dikatakan sebagai bimbingan menurut Bimo
Walgito (2010:6) adalah bimbingan merupakan suatu
pertolongan yang menuntun. Bimbingan merupakan suatu
tuntunan. Hal ini mengandung pengertian bahwa dalam
memberikan bimbingan bila keadaan menuntut, kewajiban
pembimbing untuk memberikan bimbingan secara aktif, yaitu
memberikan arah kepada yang dibimbingnya.
Selanjutnya Bimo Walgito (2010:6) menegaskan bahwa
dalam dunia pendidikan bantuan yang dikatakan bimbingan
adalah seperti yang disampaikan K.H. Dewantara, yaitu
seyogyanya “ Tut Wuri Handayani “ (ketika berada dibelakang
kita harus mendorong anak-anak/mengarahkan anak-anak untuk
maju). Dengan demikian dari dua contoh di atas, manakah yang
termasuk ke dalam kegiatan bimbingan?
205

Bimbingan lebih bersifat pencegahan dari pada


penyembuhan (curative). Bimbingan dimaksudkan supaya
individu atau sekumpulan individu dapat mencapai
kesejahteraan hidup, disinilah tujuan bimbingan yang
sebenarnya.
Bimbingan merupakan terjemahan dari guidance yang
didalamnya terkandung beberapa makna. Sertzer & Stone
(1966:3) menemukakan bahwa guidance berasal kata guide yang
mempunyai arti to direct, pilot, manager, or steer
(menunjukkan, menentukan, mengatur, atau mengemudikan).
Prayitno dan Erman Amti (2004:99) mengemukakan
bahwa bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang
dilakukan oleh orang yang ahli kepada seorang atau beberapa
orang individu, baik anak-anak, remaja, maupun dewasa agar
orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan
dirinya sendiri dan mandiri dengan memanfaatkan kekuatan
individu dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan
berdasarkan norma-norma yang berlaku. Sementara, Winkel
(2005:27) mendefenisikan bimbingan: (1) suatu usaha untuk
melengkapi individu dengan pengetahuan, pengalaman dan
informasi tentang dirinya sendiri, (2) suatu cara untuk
memberikan bantuan kepada individu untuk memahami dan
mempergunakan secara efisien dan efektif segala kesempatan
yang dimiliki untuk perkembangan pribadinya, (3) sejenis
206

pelayanan kepada individu-individu agar mereka dapat


menentukan pilihan, menetapkan tujuan dengan tepat dan
menyusun rencana yang realistis, sehingga mereka dapat
menyesuaikan diri dengan memuaskan diri dalam lingkungan
dimana mereka hidup, (4) suatu proses pemberian bantuan atau
pertolongan kepada individu dalam hal memahami diri sendiri,
menghubungkan pemahaman tentang dirinya sendiri dengan
lingkungan, memilih, menentukan dan menyusun rencana sesuai
dengan konsep dirinya dan tuntutan lingkungan. Hal ini telah
tersirat dengan jelas dalam ajaran Islam, yaitu “ selamat untuk di
dunia dan di akhirat”

Djumhur dan Moh. Surya, (1975:15) berpendapat bahwa


bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan yang terus
menerus dan sistematis kepada individu dalam memecahkan
masalah yang dihadapinya, agar tercapai kemampuan untuk
207

dapat memahami dirinya (self understanding), kemampuan


untuk menerima dirinya (self acceptance), kemampuan untuk
mengarahkan dirinya (self direction) dan kemampuan untuk
merealisasikan dirinya (self realization) sesuai dengan potensi
atau kemampuannya dalam mencapai penyesuaian diri dengan
lingkungan, baik keluarga, sekolah dan masyarakat. Dalam
Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan
Menengah dikemukakan bahwa “Bimbingan merupakan bantuan
yang diberikan kepada peserta didik dalam rangka menemukan
pribadi, mengenal lingkungan, dan merencanakan masa depan”.
Berdasarkan pengertian bimbingan dari berbagai sudut
pandang dan sulitnya untuk memberikan batasan yang dapat
diterima oleh semua orang, maka dapat dikemukan bahwa
pertama bahwa bimbingan merupakan suatu proses pemberian
bantuan atau pertolongan kepada seseorang/individu dalam
mengatasi permasalahan-permasalahan yang sulit untuk
dipecahkan sendiri sehingga dengan proses bantuan yang
diberikan dari seseorang tersebut dapat mencapai kesejahteraan
hidupnya setelah pertolongan diberikan, dan yang kedua bahwa
bimbingan pada prinsipnya adalah proses pemberian bantuan
yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seorang atau
beberapa orang individu dalam hal memahami diri sendiri,
menghubungkan pemahaman tentang dirinya sendiri dengan
lingkungan, memilih, menentukan dan menyusun rencana sesuai
208

dengan konsep dirinya dan tuntutan lingkungan berdasarkan


norma-norma yang berlaku.
Dengan memperhatikan pengertian-pengertian yang
disampaikan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa bimbingan
merupakan bantuan yang diberikan oleh seseorang
(guru/konselor/tutor) agar yang diberikan bimbingan menjadi
lebih terarah dan dapat mengambil keputusan dengan tepat bagi
dirinya dan lingkungannya untuk hari ini, masa depan yang akan
datang.

2. Pengertian Konseling
Makna bimbingan selalu berdampingan dengan makna
konseling atau dengan kata lain bahwa makna dari bimbingan
dan konseling tidak dapat dipisahkan. Oleh karena itu akan
diuraikan beberapa pengertian konseling dari pendapat para
pakar pendidikan untuk memperkuat dan mempelajari
bimbingan dan konseling yang lebih mendalam.
Jones (dalam Bimo Walgito, 2010:7) menyampaikan
pengertian konseling sebagai berikut:
‘Counseling is talking over a problem with some one.
Usually but not always, one of the two has facts or
experience or abilities not possessed to the same degree
by the other. The process of counseling involves a clearing
up of the problem by discussion’
209

Jones mengatakan bahwa konseling itu membicarakan


masalah seseorang dengan berdiskusi dalam prosesnya, hal ini
dapat dilakukan secara individual atau kelompok, jika dilakukan
secara individual dimana masalahnya sangat rahasia dan
kelompok masalahnya yang umum (bukan rahasia).
Rochman dan M, Surya (1986:25) menyampaikan bahwa
konseling adalah semua bentuk hubungan antara dua orang,
dimana yang seorang, yaitu klien dibantu untuk lebih mampu
menyesuaikan diri secara efektif terhadap dirinya sendiri dan
lingkungannya.
Wrenn (dalam Bimo Walgito, 2010:7) mengemukakan
pengertian konseling sebagai berikut:
‘Counseling is personal and dynamic relationship between
two people who approach a mutually defined problem with
matual consideration for each other to the end that the
younger, or less mature, or more troubled of the two is
aided to a self determined resolutionof his problem’
Definsi ini mengatakan bahwa konseling adalah hubungan
pribadi dan dinamis antara dua orang yang bermasalah dengan
tujuan agar diketahui permsaahannya sehingga ditemukan
solusinya.
Shertzer dan Stone (dalam Syamsu Yusuf & Juntika
2010:6) menyampaikan pengertian konseling adalah
210

“Counseling is an interaction process which facilitates


meaningful understanding of self and environment and
result in the establishment and/or clarification of goals
and values of future behavior”.
Pengertian di atas memberikan arti yang sangat sederhana
dimana dikatakan bahwa konseling itu merupakan proses
interaksi dalam rangka memberikan pengertian diri dan
lingkungannya dan dampaknya atau akibatnya membentuk
tujuan dan prilaku untuk masa depannya.
Selanjutnya Pietrofesa (dalam Syamsu Yusuf & Juntika
2010:6) menunjukkan ciri-ciri konseling yang profesional, yaitu:
(1) konseling merupakan suatu hubungan profesional yang
diadakan oleh seorang konselor yang sudah dilatih untuk
pekerjaannya itu; (2) dalam hubungan yang bersifat profesional
itu, klien mempelajari keterampilan pengambilan keputusan,
pemecahan masalah, serta tingkah laku atau sikap-sikap baru
dan (3) hubungan profesional itu dibentuk berdasarkan
kesukarelaan antara klien dan konselor.
Dari beberapa pengertian konseling di atas beragam sesuai
dengan sudut pandangnya masing-masing, namun dalam hal ini
terdapat satu kesamaan dalam makna konseling, yaitu
pemecahan masalah (problem solving). Dalam proses konseling
ada tujuan secara langsung yang tertentu, yaitu pemecaham
masalah yang dihadapi klien. Proses konseling pada dasarnya
211

dilakukan secara individu (between two persons), yaitu antara


klien dan konselor, pemecahan masalah dalam proses konseling
itu dijalankan dengan interview atau diskusi antara klien dan
konselor yang saling berhadapan tatap muka (face to face).
Dengan perkembangan jaman yang semakin canggih teknologi,
maka tidak menutup kemungkinan dalam proses konseling dapat
menggunakan Teknologi Informatika Komputer melalui
jaringan jarak jauh, yaitu Internet, Hand Phone Jaringan Sosial
dan sebagainya.
Prayitno dan Erman Amti (2004:105) adalah proses
pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara
konseling oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu
yang sedang mengalami sesuatu masalah (disebut klien) yang
bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi klien. Sejalan
dengan itu, Winkel (2005:34) mendefinisikan konseling sebagai
serangkaian kegiatan paling pokok dari bimbingan dalam usaha
membantu konseli/klien secara tatap muka dengan tujuan agar
klien dapat mengambil tanggung jawab sendiri terhadap
berbagai persoalan atau masalah khusus.
Berdasarkan pengertian konseling di atas dapat dipahami
bahwa konseling adalah usaha membantu konseli/klien secara
tatap muka dengan tujuan agar klien dapat mengambil tanggung
jawab sendiri terhadap berbagai persoalan atau masalah khusus.
212

Dengan kata lain, teratasinya masalah yang dihadapi oleh


konseli/klien.
Dari uraian di atas juga dapat disimpulkan bahwa
konseling merupakan sebuah bantuan yang diberikan kepada
individu dalam memecahkan masalah hidup dan kehidupannya
yang dihadapi klien dengan cara wawancara atau dengan cara
yang disesuaikan dengan keberadaan lingkungannya. Perlu
diperhatikan oleh semua konselor bahwa keputusan akhir dari
sebuah proses konseling diserahkan kepada klien buka
sebaliknya konselor yang mengambil keputusan pemecahan
masalahnya,
Dengan demikian konseling lebih bersifat kuratif atau
korektif, artinya sebagai proses penyembuhan/perbaikan klien
dengan masalah yang dihadapinya.
Berdasarkan uraian pengertian bimbingan dan pengertian
konseling, marilah kita renungkan pertanyaan di bawah ini,
kemudian simpulkan manakah pernyataan yang benar menurut
anda? (1) Apakah bimbingan merupakan bagian dari konseling?
atau (2) Apakah konseling merupakan bagian dari bimbingan?

3. Korelasi antara Bimbingan dan Konseling


Korelasi atau hubungan antara bimbingan dan konseling
para ahli sampai saat ini belum ada kesepakatan, namun saya
akan sampaikan beberapa pernyataan tentang hubungan antara
213

bimbingan dan konseling dari para pakar pendidikan. Jones


(1963) menyatakan bahwa konseling sebagai salah satu teknik
dari bimbingan. Dengan demikian, bimbingan memiliki
pengertian yang lebih luas dibandingkan dengan pengertian
konseling sehingga Jones menyatakan bahwa konseling
merupakan bagian dari bimbingan.
Blum dan Balinsky (1973:3) menyampaikan bahwa:
“The word guidance has historical significance but is
somewhat outmoded. Possibly the reason for this that
formerly guidance practices were and advisory, whereas
at the present time the pratices and techniques a less
active role and the word guidance. To conform with the
trend, we have accepted the word counseling and in fact,
included it in the title. However for purpose of writing
style we shall use the terms counseling and guidance as
synonymous”.
Ternyata antara Jones dan Blum memiliki pandangan yang
berberda tentang antara hubungan bimbingan dan konseling,
Blum cenderung untuk menyamakan kedua pengertian tersebut,
sedangkan Jones mengartikan sangat berbeda kedua pengertian
tersebut.
Bimo Walgito (2010:9) menyampaikan bahwa jika diteliti,
ternyata ada kesamaan antara pengertian bimbingan dan
214

konseling, selain ada sifat-sifat yang khas pada konseling. Hal


ini dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Konseling merupakan salah satu metode dari bimbingan
sehingga pengertian bimbingan lebih luas dari pengertian
konseling. Oleh karena itu, konseling merupakan bimbingan,
tetapi tidak semua bentuk bimbingan merupakan konseling.
2. Pada konseling sudah ada masalah tertentu, yaitu masalah
yang dihadapi klien (konseli), sedangkan pada bimbingan
tidak demikian. Bimbingan lebih bersifat preventif atau
pencegahan, sedangkan konseling lebih bersifat kuratif atau
korektif (penyembuhan). Bimbingan dapat diberikan
sekalipun tidak ada masalah, sedangkan konseling harus ada
permasalahannya terlebih dahulu.
3. Konseling pada dasarnya dilakukan secara individual, yaitu
antara konselor dengan klien secara face to face. Pada
bimbingan tidak demikian halnya, bimbingan pada umumnya
dijalankan secara kelompok. Misalnya, bimbingan bagaimana
cara belajar yang efisien dapat diberikan kepada seluruh kelas
pada suatu waktu tertentu secara bersama-sama.
Penjelasan di atas ternyata memberikan gambaran bahwa
hubungan antara bimbingan dan konseling ada kesamaannya
juga ada perbedaannya, sehingga dapat ditarik kesimpulan
bahwa dalam pelaksanaannya bimbingan dan konseling tidak
dapat dipisahkan, artinya dalam satu kesatuan yang utuh.
215

Namun, perlu diingat bahwa setiap bimbingan belum dapat


dikatakan sebagai konseling, tetapi jika konseling dapat
dipastikan bimbingan, karena setiap pelaksanaan konseling
intinya harus ada masalah yang akan didiskusikan.

B. Tujuan Layanan Bimbingan dan Konseling


Tujuan pelayanan bimbingan dan konseling ialah agar
konseli (peserta didik) dapat: merencanakan kegiatan
penyelesaian studi, (1) perkembangan karir serta kehidupannya
di masa yang akan datang, (2) mengembangkan seluruh potensi
dan kekuatan yang dimilikinya seoptimal mungkin, (3)
menyusuaikan diri dengan lingkungan pendidikan, lingkungan
masyarakat serta lingkungan kerjanya, (4) mengatasi hambatan
dan kesulitan yang dihadapi dalam studi, penyesuaian dengan
lingkungan pendidikan, masyarakat. maupun lingkungan kerja.
Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, maka harus
mendapatkan kesempatan untuk: (1) mengenal dan memahami
potensi, kekuatan, dan tugas-tugas perkembangan, (2) mengenal
dan memahami potensi atau peluang yang ada di lingkungannya,
(3) mengenal dan menentukan tujuan dan rencana hidupnya
serta rencana pencapaian tujuan tersebut, (4) memahami dan
mengatasi kesulitan-kesulitan sendiri, (5) menggunakan
kemampuannya untuk kepentingan dirinya, kepentingan
lembaga tempat bekerja dan masyarakat, (6) menyesuaian diri
216

dengan keadaan dan tuntutan darilingkungannya, dan (7)


mengembangkan segala potensi dan kekuatan yang dimilikinya
secara optimal.
Secara khusus bimbingan dan konseling bertujuan untuk
membantu konseli agar dapat mencapai tugas-tugas
perkembangannya yang meliputi aspek pribadi-sosial, belajar
(akademik), dan karir. Tujuan bimbingan dan konseling yang
terkait dengan aspek pribadi-sosial konseli adalah sebagai
berikut:
1. Memiliki komitmen yang kuat dalam mengamalkan nilai-
nilai keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha
Esa, baik dalam kehidupan pribadi, keluarga, pergaulan
dengan teman sebaya, di sekolah/luar sekolah, tempat kerja,
maupun masyarakat pada umumnya.
2. Memiliki sikap teloransi terhadap umat beragama lain,
dengan saling menghormati, dan memelihara hak dan
kewajibannya masing-masing.
3. Memahami pemahaman tentang irama kehidupan yang
bersifat fluktuatif antara yang menyenangan (anugerah) dan
yang tidak menyenangkan (musibah), serta mampu
meresponnya secara positif sesuai dengan ajaran agama yang
dianut.
217

4. Memiliki pemahaman dan penerimaan diri secara objektif


dan konstruktif, baik yang terkait dengan keunggulan
maupun kelemahan, baik fisik maupun psikis.
5. Memiliki sikap positif atau respek terhadap diri sendiri dan
orang lain.
6. Memiliki kemampuan untuk melakukan pilihan secara sehat.
7. Bersikap respek terhadap orang lain, menghormati atau
menghargai orang lain, tidak melecehkan martabat atau harga
dirinya.
8. Memiliki rasa tanggung jawab, yang diwujudkan dalam
bentuk komitmen terhadap tugas dan kewajibannya.
9. Memiliki kemampuan berinteraksi sosial (human
relationship), yang diwujudkan dalam bentuk hubungan
persahabatan, persaudaraan, atau silaturahmi dengan sesame
manusia.
10. Memiliki kemampuan dalam menyelesaikan konflik
(masalah) baik bersifat internal (dalam diri sendiri) maupun
dengan orang lain.
11. Memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan
secara efektif.
Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan
aspek akademik (belajar) adalah sebagai berikut:
218

1. Memiliki kesadaran akan potensi diri dalam aspek belajar,


dan memahami berbagai hambatan yang mungkin muncul
dalam proses belajar yang dialaminya.
2. Memiliki sikap dan kebiasaan belajar yang positif, seperti
kebiasaan membaca buku, disiplin dalam belajar, mempunyai
perhatian terhadap semua pelajaran, dan aktif mengikuti
semua kegiatan belajar yang diprogramkan.
3. Memiliki motif yang tinggi untuk belajar sepanjang hayat.
4. Memiliki keterampilan atau teknik belajar yang efektif,
seperti keterampilan membaca buku, menggunakan kamus,
mencatat pelajaran, dan mempersiapkan diri menghadapi
ujian.
5. Memiliki keterampilan untuk menetapkan tujuan dan
perencanaan pendidikan, seperti membuat jadwal belajar,
mengerjakan tugas-tugas, memantapkan diri dalam
memperdalam pelajaran tertentu, dan berusaha memperoleh
informasi tentang berbagai hal dalam rangka
mengembangkan wawasan yang lebih luas.
6. Memiliki kesiapan mental dan kemampuan untuk
menghadapi ujian.
Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan
aspek karir adalah sebagai berikut:
1. Memiliki pemahaman diri (kemampuan, minat dan
kepribadian) yang terkait dengan pekerjaan.
219

2. Memiliki pengetahuan mengetahui dunia kerja dan informasi


karir yang menunjang kematangan kompetensi karir.
3. Memiliki sikap positif terhadap dunia kerja. Dalam arti mau
bekerja dalam bidang pekerjaan apapun, tanpa merasa rendah
diri, asal bermakna bagi dirinya, dan sesuai dengan norma
agama.
4. Memahami relevansi kompetensi belajar (kemampuan
menguasai pelajaran) dengan persyaratan keahlian atau
keterampilan bidang pekerjaan yang menjadi cita-cita
karirnya masa depan.
5. Memiliki kemampuan untuk membentuk identitas karir,
dengan cara mengenali cirri-ciri pekerjaan, kemampuan
(persyaratan) yang dituntut, lingkungan sosiopsikologis
pekerjaan, prospek kerja, dan kesejahteraan kerja.
6. Memiliki kemampuan merencanakan masa depan, yaitu
merancang kehidupan secara rasional untuk memperoleh
peran-peran yang sesuai minat, kemampuan, dan kondisi
kehidupan sosial ekonomi.
7. Dapat membentuk pola-pola karir, yaitu kecenderungan arah
karir. Apabila seorang konseli bercita-cita menjadi guru,
maka dia senantiasa harus mengarahkan dirinya kepada
kegiatan-kegiatan yang relevan dengan karir keguruan
tersebut.
220

8. Mengenal keterampilan, kemampuan, dan minat.


Keberhasilan dan kenyamanan dalam suatu karir amat
dipengaruhi oleh kemampuan dan minat yang dimiliki. Oleh
karena itu, maka setiap orang perlu memahami kemampuan
dan minatnya, dalam bidang pekerjaan apa dia mampu, dan
apakah dia berminat terhadap pekerjaan tersebut
9. Memiliki kemampuan atau kematangan untuk mengambil
keputusan karir.

C. Fungsi Layanan Bimbingan dan Konseling


Fungsi bimbingan dan konseling di Paket B setara SMP
secara umum sama seperti pada pendidikan persekolahan. Oleh
karena itu, untuk fungsi diambil dari Buku Penataan Pendidikan
Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling
dalam Jalur Pendidikan Formal (ABKIN, 2008: 200). Fungsi
bimbingan dan konseling di Paket B setara SMP adalah sebagai
berikut:
1. Fungsi Pemahaman, yaitu fungsi bimbingan dan konseling
membantu konseli agar memiliki pemahaman terhadap
dirinya (konseli) dan lingkungan (pendidikan, pekerjaan, dan
norma agama). Berdasarkan pemahaman ini, konseli
diharapkan mampu mengembangkan potensi dirinya secara
optimal dan menyesuaikan dirinya dengan lingkungan secara
dinamis dan konstruktif.
221

2. Fungsi Fasilitasi, memberikan kemudahan kepada konseli


dalam mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang
optimal, serasi, selaras, dan seimbang seluruh aspek dalam
diri konseli.
3. Fungsi Penyesuaian, yaitu fungsi bimbingan dan konseling
dalam membantu konseli agar dapat menyesuaikan diri dan
lingkungannya secara dinamis dan konstruktif.
4. Fungsi Penyaluran, yaitu fungsi bimbingan dan konseling
dalam membantu konseli memilih kegiatan ekstrakurikuler,
jurusan, atau program studi, dan memantapkan penguasaan
karir atau jabatan yang sesuai dengan minat, bakat, keahlian
dan cirri-ciri kepribadian lainnya. Dalam melaksanakan
fungsi ini, konselor perlu bekerja sama dengan pendidik
lainnya di dalam maupun di luar lembaga pendidikan.
5. Fungsi Adaptasi, yaitu fungsi membantu para pelaksana
pendidikan, kepala sekolah/kepala penyelenggara Paket B
dan staf, konselor, dan tutor untuk menyesuaikan program
pendidikan terhadap latar belakang pendidikan, minat,
kemampuan, dan kebutuhan konseli. Dengan menggunakan
informasi yang memadai mengenai konseli,
pembimbing/konselor dapat membantu para tutor dalam
memperlakukan konseli secara tepat, baik dalam memilih dan
menyusun materi, memilih metode dan proses pembelajaran,
222

maupun menyusun bahan pelajaran sesuai dengan


kemampuan dan kecepatan konseli.
6. Fungsi Pencegahan (Preventif), yaitu fungsi yang berkaitan
dengan upaya konselor untuk senantiasa mengantisipasi
berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk
mencegahnya, supaya tidak dialami oleh konseli. Melalui
fungsi ini, konselor memberikan bimbingan kepada konseli
tentang cara menghindarkan diri dari perbuatan atau kegiatan
yang membahayakan dirinya. Adapun teknik yang dapat
digunakan adalah pelayanan orientasi, informasi, dan
bimbingan kelompok. Beberapa masalah yang perlu
diinformasikan kepada para konseli dalam rangka mencegah
terjadinya tingkah laku yang tidak diharapkan, diantaranya:
bahayanya minuman keras, merokok, penyalahgunaan obat-
obatan, drop out, dan pergaulan bebas (free sex)
7. Fungsi Perbaikan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling
untuk membantu konseli sehingga dapat memperbaiki
kekeliruan dalam berpikir, berperasaan, dan bertindak
(berkehendak). Konselor melakukan intervensi (memberikan
perlakuan) terhadap konseli supaya memiliki pola berpikir
yang sehat, rasional, dan memiliki perasaan yang tepat
sehingga dapat mengantarkan mereka kepada tindakan atau
kehendak yang produktif dan normative.
223

8. Fungsi Penyembuhan, yaitu fungsi bimbingan dan


konseling yang bersifat kuratif. Fungsi ini berkaitan erat
dengan upaya pemberian bantuan kepada konseli yang telah
mengalami masalah, baik menyangkut aspek sosial-pribadi,
belajar, dan karir. Teknik yang dapat digunakan adalah
konseling dan remedial teaching.
9. Fungsi Pemeliharaan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling
untuk membantu konseli supaya dapat menjaga diri dan
mempertahankan situasi kondusif yang telah tercapai dalam
dirinya. Fungsi ini memfasilitasi konseli agar terhindar dari
kondisi-kondisi yang akan menyebabkan penurunan
produktivitas diri. Pelaksanaan fungsi ini diwujudkan melalui
program-program yang menarik, rekreatif, dan fakultatif
(pilihan) sesuai dengan minat konseli.
10. Fungsi Pengembangan, yaitu fungsi bimbingan dan
konseling yang sifatnya lebih proaktif dari fungsi-fungsi
lainnya. Konselor senantiasa berupaya untuk menciptakan
lingkungan belajar yang kondusif, yang memfasilitasi
perkembangan konseli. Konselor dan personil pendidikan
paket B setara SMP lainnya secara sinergi sebagai teamwork
berkolaburasi atau bekerjasama merencanakan dan
melaksanakan program bimbingan secara sistematis dan
berkesinambungan dalam upaya membantu konseli mencapai
tugas-tugas perkembangannya. Teknik bimbingan yang dapat
224

digunakan di sini adalah pelayanan informasi, tutorial,


diskusi kelompok atau curah pendapat (brain storming),
home room, dan karya wisata.

D. Prinsip-Prinsip Layanan Bimbingan dan Konseling


Terdapat beberapa prinsip dasar yang dipandang sebagai
fundasi atau landasan bagi pelayanan bimbingan. Prinsip-prinsip
ini berasal dari konsep-konsep filosofis tentang kemanusiaan
yang menjadi dasar bagi pemberian pelayanan bantuan atau
bimbingan, baik di sekolah/madrasah maupun di luar sekolah.
Prinsip-prinsip itu sebagai berikut:
Tabel 6.1
Prinsip-Prinsip Bimbingan dan Konseling
Menurut Buku
Menurut ABKIN (2008: Bimbingan dan
No
202-204) Konseling (Bimo
Walgito, 2010: 12-14)
1 Bimbingan dan Konseling Bimbingan dan konseling
diperuntukan bagi semua dimaksudkan untuk anak-
konseli. Prinsip ini berarti anak, orang dewasa, dan
bahwa bimbingan diberikan orang-orang yang sudah
kepada semua konseli, baik tua.
yang tidak bermasalah
maupun yang bermasalah;
baik pria maupun wanita;
baik anak-anak, remaja,
maupun dewasa. Dalam hal
ini pendekatan yang
digunakan lebih bersifat
preventif dan pengembangan
dari pada penyembuhan
225

(kuratif); dan lebih


diutamakan teknik kelompok
dari pada perseorangan
(individual)
2 Bimbingan dan konseling Bertujuan untuk
sebagai proses individuasi. memajukan penyesuaian
Setiap konseli bersifat unik individu.
(berbeda satu sama lainnya)
dan melalui bimbingan
konseli dibantu untuk
memaksimalkan
perkembangan keunikannya
tersebut. Prinsip ini juga
berarti bahwa yang menjadi
fokus sasaran bantuan adalah
konseli, meskipun pelayanan
bimbingannya menggunakan
teknik kelompok.
3 Bimbingan menekankan hal Harus menyeluruh
yang positif. Dalam kesemua orang
kenyataannya masih ada
konseli yang memiliki
persepsi yang negatif
terhadap bimbingan, karena
bimbingan dipandang
sebagai satu cara yang
menekan aspirasi. Sangat
berbeda dengan pandangan
tersebut, bimbingan
sebenarnya merupakan
proses bantuan yang
menekankan kekuatan dan
kesuksesan, karena
bimbingan merupakan cara
untuk membangun
pandangan yang positif
226

terhadap diri sendiri,


memberikan dorongan, dan
peluang untuk berkembang.
4 Bimbingan dan konseling Semua guru (tutor) di
merupakan usaha bersama. sekolah seharusnya
bimbingan bukan hanya menjadi pembimbing
tugas atau tanggungjawab
konselor, tetapi juga tugas
guru-guru (tutor) dan kepala
sekolah/madrasah sesuai
dengan tugas dan peran
masing-masing. Mereka
bekerja sebagai team work.
5 Pengambilan keputusan Sebaiknya semua usaha
merupakan hal yang esensial pendidikan adalah
dalam bimbingan dan bimbingan sehingga alat
konseling. Bimbingan dan teknik mengajar juga
diarahkan membantu konseli sebaiknya mengandung
agar dapat melakukan pilihan suatu dasar pandangan
dan mengambil keputusan. bimbingan.
Bimbingan mempunyai
peranan untuk memberikan
informasi dan nasihat kepada
konseli, yang itu semua
sangat penting baginya
dalam mengambil keputusan.
Kehidupan konseli diarahkan
oleh tujuannya, dan
bimbingan memfasilitasi
konseli untuk
mempertimbangkan,
menyesuaikan diri, dan
menyempurnakan tujuan
melalui pengambilan
keputusan yang tepat.
Kemampuan untuk
227

mengambil keputusan yang


tepat bukan kemampuan
bawaan, tetapi kemampuan
yang harus dikembangkan.
Tujuan utama bimbingan
mengembangkan
kemampuan konseli untuk
memecahkan masalahnya
dan mengambil keputusan.
6 Bimbingan dan konseling Perbedaan setiap orang
berlangsung dalam berbagai harus diperhatikan
setting (adegan) kehidupan.
Pemberian pelayanan
bimbingan tidak hanya
berlangsung di
sekolah/madrasah saja, tetapi
juga di lingkungan keluarga,
perusahaan/industri,
lembaga-lembaga
pemerintah/swasta, dan
masyarakat pada umumnya.
Bidang pelayanan bimbingan
pun bersufat multi aspek,
yaitu meliputi aspek pribadi,
sosial, pendidikan, dan
pekerjaan.
7 Diperlukan pengertian
yang mendalam mengenai
orang yang dibimbingnya.
8 Memerlukan sekumpulan
catatan (cumulative
record) mengenai
kemajuan dan keadaan
anak.
9 Perlu adanya kerjasama
yang baik antara instansi
228

terkait
10 Kerjasama dan pengertian
orang tua sangat
diperlukan
11 Supaya berani
bertanggungjawab sendiri
dalam mengatasi
permasalahannya
12 Bersifat flexible

E. Asas Layanan Bimbingan dan Konseling


Di dalam pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling
diperlukan adanya asas-asas sebagai dasar layanan. Ada 12 (dua
belas) asas yang harus diperhatikan dan pemakaiannya
disesuaikan dengan kegiatan layanan.
1. Asas Kerahasiaan yaitu asas bimbingan dan konseling
yang menuntut kerahasiaan data dan keterangan tentang
peserta didik yang menjadi sasaran layanan, yaitu data atau
keterangan yang tidak boleh diketahui orang lain.
2. Asas Kesukarelaan yaitu asas bimbingan dan konseling
yang menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan pesera
didik mengikuti/menjalani layanan/kegiatan yang
diperuntukan baginya.
3. Asas Keterbukaan yaitu asas bimbingan dan konseling
menghendaki agar peserta didik dan atau orang tua/wali
yang menjadi sasaran terbuka dan tidak berpura-pura.
229

4. Asas kegiatan yaitu asas bimbingan dan konseling


menghendaki agar peserta didik atau orang tua/wali sasaran
layanan berpartisifatif secara aktif dalam kegiatan
bimbingan dan konseling.
5. Asas kemandirian yaitu asas bimbingan dan konseling
yang merujuk pada tujuan umum bimbingan dan konseling,
yaitu peserta didik diharapkan menjadi individu yang
mandiri.
6. Asas kekinian yaitu asas bimbingan dan konseling yang
menghendaki objek sasaran layanan bimbingan dan
konseling ialah permasalahan kondisi sekarang.
7. Asas kedinamisan yaitu asas bimbingan dan konseling
yang menghendaki agar isi layanan bergerak maju, tidak
monoton dan terus berkembang.
8. Asas keterpaduan yaitu asas bimbingan dan konseling
menghendaki agar adanya layanan yang dilakukan guru atau
pihak lain saling menunjang, harmonis, dan terpadukan.
9. Asas kenormatifan yaitu asas bimbingan dan konseling
menghendaki agar layanan diselenggarakan berdasarkan
norma-norma yang ada, yaitu norma agama, hukum dan
peraturan
10. Asas keahlian yaitu asas bimbingan dan konseling yang
menghendaki diselenggarakan atas dasar-dasar profesional.
230

11. Asas alih tangan yaitu asas bimbingan dan konseling yang
menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu
menyelenggarakan layanan secara tuntas
mengalihtangankan ke pihak yang lebih ahli.
12. Asas Tut Wuri Handayani yaitu asas bimbingan dan
konseling yang menghendaki agar layanan secara
keseluruhan dapat menciptakan suasana yang mengayomi
(memberikan rasa aman), mengembangkan keteladanan,
memberikan rangsangan dan dorongan, serta kesempatan
yang seluas-luasnya kepada peserta didik untuk maju.

F. Peran BK dalam Memfasilitasi Perkembangan dan


Pertumbuhan Peserta Didik
Berdasarkan pengertian, tujuan, fungsi, dan asas layanan
bimbingan dan konseling di sekolah maka perannya dalam
meningkatkan perkembangan dan pertumbuhan peserta didik di
sekolah sangat berarti keberadaan layanan bimbingan dan
konseling.
Dunia pendidikan akhir-akhir ini digoncangkan oleh
fenomena yang tidak menggembirakan. Berbagai peristiwa yang
muncul dan memberikan pengaruh pada kehidupan peserta didik
dalam hal perilaku yang menyimpang seperti penggunaan obat
terlarang, pelecehan seksual, sikap agresif, tawuran, bullying
dan lain-lain.
231

Perilaku ini merupakan manifestasi marah terhadap diri


sendiri dan pihak lain dalam cara-cara destruktif seperti depresi,
adiksi (narkoba, minum-minuman keras, judi); manifestasi fisik
(masalah seksual: homo, gay; masalah kesehatan); degradasi
perilaku dan perilaku agresif (sindiran, menjatuhkan orang lain).
Pemberitaan di televisipun menyuguhkan tayangan
tentang tindakan amoral siswa, seperti vandalism oleh siswa,
pemerkosaan yang korban dan pelakunya siswa sekolah,
pencurian,perampokan,geng motor yang berakhir dengan
perkelahian dengan senjata tajam. Belum lagi kasus video porno
yang ternyata 90% pelaku dan pembuatnya adalah siswa remaja
(Musfiroh,2008) seperti yang diungkapkan oleh Mutia Hatta
yang dilansir dalam Media Indonesia bahwa “Saat ini ada lebih
dari 500 jenis video porno yang telah beredar, yang 90% dibuat
dan dilakukan oleh remaja Indonesia yang masih berstatus
pelajar (Media Indonesia,10 April 2008).
Kasus IPDN misalnya, diperkirakan sebesar 89,5% praja
IPDN mengalami kasus penyiksaan dan diantaranya terdapat 16
orang meninggal (Pikiran Rakyat, 2007). Fenomena lain yang
melanda siswa remaja bahwa sekitar 6-20 % siswa SMA dan
mahasiswa di Jakarta pernah melakukan hubungan seks pra
nikah. Selain itu hasil penelitian lain, menunjukan bahwa
sebanyak 50% dari pengunjung klinik aborsi berusia 15-20
tahun, dan 44,5 % dari pengunjung klinik aborsi berusia antara
232

15-20 tahun itu adalah hamil di luar nikah (Boyke, 1999).


Fenomena perilaku seks pra nikah ini tidak hanya terjadi di
Jakarta. Sebuah penelitian terhadap 37 remaja berusia 16-20
tahun di Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat
pada tahun 1998, menunjukkan bahwa sekitar 80% telah
melakukan perilaku seksual necking; 70% pernah melakukan
petting; dan 65% pernah melakukan premarital intercourse
(Nurhayati, 1998 ).
Berdasarkan hasil penelitian Synovate Research tentang
perilaku seksual remaja di 4 kota dengan 450 responden, yaitu
Jakarta, Bandung, Surabaya dan Medan. 44% responden
mengaku mereka sudah pernah punya pengalaman seks di usia
16 sampai 18 tahun. Sementara 16% lainnya mengaku
pengalaman seks itu sudah mereka dapat antara usia 13 sampai
15 tahun(www.situs.deskespro.info.)
Kasus Narkoba di Indonesia berdasarkan laporan Badan
Nasional Anti Narkoba, pada tahun 2007 ditemui sekitar 22.630
kasus. Di Jawa Barat sendiri, kasus narkoba masuk sebagai
peringkat ke IV dengan 1.086 kasus (BNN, 2007).
Masalah lain, bullying, semakin marak terjadi dalam setiap
aktivitas anak di sekolah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
Komisi Nasional Perlindungan Anak tahun 2007 lebih dari 90%
anak pernah diejek di sekolah. Selain itu, penelitian yang
didukung oleh Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk
233

Masalah Anak (Unicef), masih banyak anak-anak di Indonesia


yang mendapatkan perlakuan buruk dari temannya sendiri.
Survei yang dilakukan pada 2002 melibatkan 125 anak dan
berlangsung selama enam bulan. Survei itu meliputi wawancara
yang diawasi dengan sangat teliti. Dari survei itu terungkap, dua
per tiga anak laki-laki dan sepertiga anak perempuan pernah
dipukul. Lebih dari seperempat anak perempuan dalam survei
itu mengalami perkosaan.
Penggunaan Internet sudah bukan merupakan hal yang
asing bagi anak-anak jaman sekarang. Bahkan di Jogja atau
mungkin juga di kota - kota besar bisa kita temukan anak-anak
berseragam Sekolah Dasar yang asyik di depan komputer di
warnet - warnet umum. Pernah iseng saya bertanya, apa yang
anak - anak tersebut lakukan di internet, dan jawabannya sangat
bervariasi. Mulai mencari bahan untuk mengerjakan tugas,
update status facebook, sampai dengan bermain game online.
Disadari atau tidak, dampak internet untuk perkembangan anak
sangatlah luar biasa. Karena dengan terkoneksi internet, semua
hal baik itu hal yang berguna bagi anak maupun hal yang
berbahaya untuk perkembangan anak bisa diakses dengan bebas.
Dampak internet untuk perkembangan anak sendiri dibagi
menjadi 2, yaitu dampak yang positif dan dampak yang negatif.
Setiap orang tua pasti menyadari bahwa kemajuan teknologi
akan selalu memberikan dampak bagi kehidupan manusia.
234

Teknologi itu sendiri juga bagai dampak yang berbeda bagi


setiap orang. Untuk meminimalisir dampak negatid internet
untuk perkembangan anak, dibutuhkan kontrol yang ketat dari
masing - masing orang tua. Sekarang yang menjadi masalah
adalah bila anak mengakses internet dari warnet umum. Akan
sangat kecil kemungkinan bagi orang tua untuk bisa
mendampingi anak mereka selama mereka mengakses internet
di warnet umum. Oleh karena itu, dibutuhkan banteng agama
yang kuat juga pada diri anak sehingga anak sendirilah yang
akan menyaring mana yang bagus serta mana yang tidak bagus
bagi mereka.
Berikut ini adalah dampak positif internet untuk
perkembangan anak:
a. Internet membuat pola pikir anak menjadi lebih terbuka
b. Internet bisa menumbuhkan daya kreativitas anak
c. Dengan banyak duduk di depan komputer untuk mengakses
internet, maka anak akan memiliki koordinasi yang baik
antara mata, otak, dan tangan.
d. Internet juga bisa memberikan dampak yang positif bagi anak
dalam memecahkan masalah yangs edang mereka hadapi
e. Dengan sering berhubungan dengan dunia internet, membuat
anak menjadi lebih bisa berfikir kritis dan berkonsentrasi
pada suatu hal
235

f. Internet bisa mengasah kemampuan anak dalam bidang


verbal dan non verbal
g. Cara berfikir logis juga bisa ditumbuhkan melalui internet.
h. Kemampuan kognitif memori anak bisa berkembang dengan
pesat bila anak sering mengakses internet.
Berikut ini adalah dampak negatif internet untuk
perkembangan anak:
a. Terlalu asyik bermain internet membuat anak
mengesampingkan kehidupan sosialnya
b. Tanpa pengawasan yang ketat, anak bisa mengakses semua
halaman web yang tersedia. Termasuk konten - konten porno
dan konten - konten negatif lainnya.
c. Walaupun memang jumlah teman di dunia maya tidak sedikit
jumlahnya, namun tanpa arahan dari orang tua, maka bisa
jadi teman - teman di dunia maya tersebut bisa memberikan
dampak yang negatif bagi anak kita
d. Data atau segala hal yang tersedia di internet tidak
sepenuhnya benar dan anak belum mampu untuk
membedakan serta menyaring informasi mana yang benar
serta jenis informasi mana yang salah.
e. Anak yang banyak mengakses internet untuk mengerjakan
tugas sekolahnya cenderung menjadi pribadi yang plagiat
serta memiliki kemampuan yang buruk dalam menulis essay.
236

f. Dengan banyak mengakses internet, anak akan kesulitan


dalam membedakan mana hal yang real serta mana hal yang
tidak real. Sumber:
http://carapedia.com/dampak_internet_perkembangan_anak_i
nfo2528.html
Ditambah lagi dengan semaraknya budaya tawuran antar
pelajaran baik di kota-kota besar sampai dengan kota kota kecil
di Indonesia nampaknya hampir sering terjadi, sehingga
Kepolisian Negara Republik Indonesia mengambil langkah
dengan membentuk Polisi Sekolah di setiap sekolah-sekolah.
Fenomena-fenomena yang memilukan ini merupakan
sebuah tantangan bagi dunia pendidikan, khsusnya sekolah
dimana para pelaku sebagian besar berstatus sebagai
pelajar/mahasiswa, oleh karena itu ada banyak cara bagaimana
bimbingan dan konseling berperan untuk memberikan
pengarahan dan bimbingan terhadap peserta didik di sekolah.
Sekolah sebagai lembaga pendidikan dimana mendapat
kepercayaan para orang tua untuk mendidik para putranya agar
menjadi manusia yang berguna baik bagi dirinya sendiri,
keluarga, masyarakat, bangsa, negara serta agama. Oleh karene
itu peran guru di sekolah dituntut tidak hanya sebatas
memberikan materi pelajaran, namun lebih dari itu khususnya
terhadap pengembangan keterampilan dan sikap peserta didik
untuk bekal dimasa yang akan datang.
237

Bimbingan dan Konseling merupakan bagian integral dari


program pendidikan memiliki peran yang sangat strategis untuk
menjadi program pencegahan terhadap perbuatan atau perilaku
negatif yang dilakukan peserta didik dalam berbagai bentuk
dengan cara atau teknik layanan bimbingan dan konseling.
Dengan demikian peran bimbingan konseling dalam
rangka meningkatkan perkembangan dan pertumbuhan peserta
didik, sekolah harus memiliki program layanan bimbingan
konseling secara khusus dalam memberikan layanan kepada
seluruh peserta didik dengan manajemen POACE.
Tabel 8.1
Manajemen POACE
No Arti Uraian
1 P (Planing) Planing adalah perencanaan, yang
dimaksud perencanaan disini
sekolah secara bersama-sama (guru
mapel, guru BK) membuat sebuah
perencanaan layanan bimbingan
dan konseling tentang fenomena-
fenomena yang sering terjadi
terhadap perkembangan peserta
didik yang kontemporer terhadap
peristiwa-peristiwa yang negatif.
2 O (Organizing) Organizing adalah
238

mengorganisasikan perencanaan
yang telah dibuat dengan semua
pendidik di sekolah tersebut untuk
dapat dilaksanakannya program
layanan bimbingan dan konseling.
3 A (Actuiting) Actuiting adalah pelaksanaan dari
hasil yang telah direncanakan serta
diorganisasi dengan baik.
4 C (Controlling) Controlling adalah memeriksa hasil
dari pelaksanaan kegiatan layanan
bimbingan dan konseling,
khususnya dampak pada diri
peserta didik secara kontinu atau
berkelanjutan artinya jangan
pelaksanaan selesai maka selesai
sudah programnya.
5 E (Evaluation) Evaluation adalah penilaian dari
hasil kontrol yang kemudian dibuat
untuk dijadikan referensi
selanjutnya sebagai langkah tindak
lanjut dari hasil yang telah dicapai.
239

G. Kesimpulan
Dasar pemikiran penyelenggaraan bimbingan dan
konseling di pendidikan kesetaraan formal, nonformal dan
informal, bukan semata-mata terletak pada ada atau tidaknya
landasan hukum (perundang-undangan) atau ketentuan dari atas,
namun yang lebih penting adalah menyangkut upaya
memfasilitasi peserta didik yang selanjutnya disebut konseli,
agar mampu mengembangkan potensi dirinya atau mencapai
tugas-tugas perkembangan (menyangkut aspek fisik, emosi,
intelektual, sosial, dan moral-spiritual). Apalagi untuk peserta
didik di pendidikan sekolah lanjutan tingkat pertama yang
keberadaanya sangat rentang terhadap perkembangan yang
negatif dengan dalih persahabatan ataupun satu geng anak-anak
remaja.
Konseli sebagai seorang individu yang sedang berada
dalam proses berkembang atau menjadi (on becoming), yaitu
berkembang ke arah kematangan atau kemandirian. Untuk
mencapai kematangan tersebut, konseli memerlukan bimbingan
karena mereka masih kurang memiliki pemahaman atau
wawasan tentang dirinya dan lingkungannya, juga pengalaman
dalam menentukan arah kehidupannya. Di samping itu terdapat
suatu keniscayaan bahwa proses perkembangan konseli tidak
selalu berlangsung secara mulus, atau bebas dari masalah.
Dengan kata lain, proses perkembangan itu selalu berjalan
240

dalam alur linier, lurus, atau searah dengan potensi, harapan dan
nilai-nilai yang dianut.
Perkembangan konseli tidak terlepas dari pengaruh
lingkungan, baik fisik, psikis maupun sosial. Sifat yang melekat
pada lingkungan adalah perubahan. Perubahan yang terjadi
dalam lingkungan dapat mempengaruhi gaya hidup (life skill)
warga masyarakat. Apabila perubahan yang terjadi itu sulit
diprediksi, atau di luar jangkauan kemampuan, maka akan
melahirkan kesenjangan perkembangan perilaku konseli, seperti
terjadinya stagnasi (kemandegan) perkembangan, masalah-
masalah pribadi atau penyimpangan perilaku. Perubahan
lingkungan yang diduga mempengaruhi gaya hidup, dan
kesenjangan perkembangan tersebut, diantaranya: pertumbuhan
jumlah penduduk yang cepat, pertumbuhan kota-kota,
kesenjangan tingkat sosial ekonomi masyarakat, revolusi
teknologi informasi, pergeseran fungsi atau struktur keluarga,
dan perubahan struktur masyarakat dari agraris ke industri.
Iklim lingkungan yang kurang sehat, seperti: maraknya
tayangan pornografi di televisi dan VCD; penyalahgunaan alat
kontrasepsi, minuman keras, dan obat-obat terlarang/narkoba
yang tak terkontrol, ketidak harmonisan dalam kehidupan
keluarga; dan dekadensi moral orang dewasa sangat
mempengaruhi pola perilaku atau gaya hidup konseli (terutama
pada usia remaja) yang cenderung menyimpang dari kaidah-
241

kaidah moral (akhlak yang mulia), seperti: pelanggaran tata


tertib, tawuran, meminum-minuman keras, menjadi pencandu
Narkoba atau NAPZA (Narkotika, Psikoterapika, dan Zat
Adiktif lainnya, seperti: ganja, narkotika, extasi, putau, dan
sabu-sabu), kriminalitas, dan pergaulan bebas (free sex).
Penampilan perilaku remaja seperti di atas sangat tidak
diharapkan, karena tidak sesuai dengan sosok pribadi manusia
Indonesia yang dicita-citakan, seperti tercantum dalam tujuan
pendidikan nasional ( UU No. 20 Tahun 2003), yaitu (1)
beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, (2)
berakhlak mulia, (3) memiliki pengetahuan dan keterampilan,
(4) memiliki kesehatan jasmani dan rohani, (5) memiliki
kepribadian yang mantap dan mandiri, (6) memiliki rasa
tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Tujuan-tujuan
tersebut mempunyai implikasi imperatif (yang mengharuskan)
bagi semua tingkat satuan pendidikan untuk senantiasa
memantapkan proses pendidikannya secara bermutu ke arah
pencapaian tujuan pendidikan tersebut.
Upaya menangkal dan mencegah perilaku-perilaku yang
tidak diharapkan seperti disebutkan, adalah mengembangkan
potensi konseli dan memfasilitasi mereka secara sistematik dan
terprogram untuk mencapai standar kompetensi kemandirian.
Upaya ini merupakan wilayah garapan bimbingan dan konseling
yang harus dilakukan secara proaktif dan berbasis data tentang
242

perkembangan konseli berserta berbagai faktor yang


mempengaruhinya.
Dengan demikian, pendidikan yang bermutu, efektif atau
ideal adalah yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan
utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif dan
kepemimpinan, bidang instruksional atau kurikuler, dan bidang
bimbingan dan konseling. Pendidikan yang hanya melaksanakan
bidang administratif dan instruksional dengan mengabaikan
bidang bimbingan dan konseling, maka hanya akan
menghasilkan konseli yang pintar dan terampil dalam aspek
akademik, tetapi kurang memiliki kemampuan atau kematangan
dalam aspek kepribadian. (Sunaryo, 2008)
Pada saat ini telah terjadi perubahan paradigma
pendekatan bimbingan dan konseling, yaitu dari pendekatan
yang berorientasi tradisional, remidial, klinis, dan terpusat pada
konselor, kepada pendekatan yang berorientasi perkembangan
dan preventif. Pendekatan bimbingan dan konseling
perkembangan (Development Guidance and Counseling), atau
bimbingan dan konseling komprehensif (Comprehensive
Guidance and Counseling). Pelayanan bimbingan dan konseling
komprehensif didasarkan kepada upaya pencapaian tugas-tugas
perkembangan, pengembangan potensi, dan pengentasan
masalah-masalah konseli. Tugas-tugas perkembangan
dirumuskan sebagai standar kompetensi yang harus dicapai
243

konseli, sehingga pendekatan ini disebut juga bimbingan dan


konseling berbasis standar (Standard Based Guidance and
Counseling).
Dalam pelaksanaannya, pendekatan ini menekankan
kolaborasi antara konselor dan para personal penyelenggara
pendidikan, guru/tutor, dan staf administrasi), orang tua konseli,
dan pihak-pihak terkait lainnya (seperti instansi
pemerintah/swasta dan para ahli: psikologi dan dokter).
Pendekatan ini terintegrasi dengan proses pendidikan
dipendidikan kesetaraan secara keseluruhan dalam upaya
membantu para konseli agar dapat mengembangkan atau
mewujudkan potensi dirinya secara penuh, baik menyangkut
aspek pribadi, sosial, belajar, dan karir.
Atas dasar itu, maka implementasi bimbingan dan
konseling di pendidikan formal, nonformal dan informal
diorientasikan upaya memfasilitasi perkembangan konseli, yang
meliputi aspek pribadi, sosial, belajar, dan karir; atau terkait
dengan pengembangan pribadi konseli sebagai makhluk yang
berdimensi biopsikososiospiritual (biologis, psikis, sosial, dan
spiritual)
244

Daftar Pustaka
ABKIN (2008). Penataan Pendidikan Prefesional Konselor dan
Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur
Pendidikan Formal. Bandung: PPB FIP UPI Bandung.
Bimo Walgito (2010). Bimbingan dan Konseling (Studi dan
Karir). Yogyakarta: Andi.
BNN (2007). Laporan Badan Anti Narkotika. Jakarta
Crow & Crow ( 1951). An Introduction to Guidance. New York:
American Book Company.
http://carospedia.com. Perkembangan anak
Jones, J.J. (1963 & 1987). Secondary School Administration.
New York: McGraw Hill Book Company
Prayitno, dkk. (2004). Pedoman Khusus Bimbingan dan
Konseling, Jakarta : Depdiknas
Rochman Natawijaya (1987). Pendekatan-Pendekatan dalam
Penyuluhan Kelompok. Jakarta: Depdikbud Dirjen
Dikdasmen.
Shertzer & Stone (1971& 1982). Fundamentals of Guidance.
Fourth Edition. Boston: Houghton Mifflin Company.
Sunaryo, (2008). Kompilasi Perkuliahan Lintas Budaya.
Makalah pada Perkuliahan Program Doktor UPI Bandung.
Syamsu Y.L & Juntia (2010). Psikologi Perkembangan Anak
dan Remaja. Bandung: Rosda Karya.
Winkel, W.S (1991). Psikologi Pengajaran. Jakarta: Grasindo
www.situs. Deskespro.com
245

BAB IX
TUGAS MANDIRI

Petunjuk Umum
1. Jawablah seluruh pertanyaan dengan baik dan benar pada
lembar jawaban yang disediakan.
2. Setelah selesai menjawab pada lembar jawaban yang
disediakan diserahkan kepada dosen pengampu mata
kuliah sebagai bahan nilai tugas mandiri mahasiswa.
3. Lakukan secara jujur dalam menjawab jangan coba-coba
melihat hasil orang lain, karena hasil sendiri adalah yang
terbaik.
4. Selamat mengerjakan

Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat pada lembar


jawaban yang disediakan:

1. Diantara siswa berikut ini yang menunjukkan bakat khusus.


a. Amin selalu berlatih sepak bola
b. Ani sangat cepat menguasai berbagai bahasa
c. Tuti memenangkan lomba mengarang di kelasnya
d. Ina sering mengikuti paduan suara
e. Tomi terbawa menjadi tim tennis meja di kampus

2. Faktor pengaruh sosial budaya pada perilaku individual


siswa antara lain tercermin…
a. sopan santun siswa
b. prestasi belajar siswa
c. kegiatan sekolah
d. hubungan guru dan siswa
e. hubungan siswa dan siswa
246

3. Amin mengikuti tes IQ, hasilnya adalah 112, maka Amin


termasuk ke dalam predikat kelompok IQ….
a. Luar biasa
b. Atas normal
c. Normal
d. Bawah normal
e. Tidak normal

4. Menurut aliran Nativisme. Anak seorang sastrawan akan


berkembang menjadi…
a. sastrawan
b. ahli bahasa
c. ahli pidato
d. dramawati
e. wartawan

5. John Lock berpendapat bahwa yang memegang peranan


penting dalam perkembangan individu adalah…
a. potensi bawaan
b. kondisi lingkungan
c. interaksi antar pendidik
d. perhatian orang tua
e. bakat khusus

6. Perbedaan individu terjadi sebagai akibat adanya pengaruh


berbagai faktor dalam perkembangan individu. Faktor-faktor
yang mempertajam perbedaan tersebut adalah faktor….
a. bawaan dan bakat khusus
b. bawaan dan lingkungan
c. sosial ekonomi
d. sosial budaya
e. sosial budaya dan bakat khusus
247

7. Menghadapi emosi remaja yang meluap-luap, pendidik dapat


bertindak….
a. meningkatkan kedisiplinan yang ketat
b. membiarkan emosi sampai mereda
c. menunjukkan sikap dingin, tenang dan penuh pengertian
d. memperbanyak larangan-larangan
e. biarkan saja

8. Program pendidikan yang dapat memberikan kesempatan


bagi perkembangan bakat khusus peserta didik secara
optimal adalah…
a. program pendidikan berdiferensi
b. program pendidikan dengan kurikulum terpadu
c. program pendidikan khusus
d. program pendidikan terisolasi
e. program pendidikan kejuruan

9. Demi terwujudnya tingkat perkembangan dan pertumbuhan


yang optimal setiap peserta didik, maka pendidik hendaknya
berpegang pada faktor….
a. heriditas
b. environmental
c. convergensi
d. habitat
e. tidak ada yang tepat

10. Pendidik yang baik adalah pendidik yang…


a. senantiasa menanti kebangkitan individu peserta didik
untuk melakukan suatu aktivitas
b. senantiasa berupaya mengaktualisasikan potensi-potensi
peserta didik
c. senantiasa memberikan stimulasi apapun juga untuk
pengoptimalan perkembangan peserta didik
248

d. melepaskan potensi peserta didik untuk berkembang


secara alamiah
e. mengajar seperti biasa tanpa memperdulikan keberadaan
anak

11. Usaha-usaha mengoptimalkan pertumbuhan dan


perkembangan peserta didik dilaksanakan sesuai dengan…
a. tuntutan jaman
b. tuntatan orang tua
c. tuntutan lemabag pendidikan
d. tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak
e. tuntutan lingkungan

12. Salah satu dari beberapa kematangan berikut ini melandasi


terjadinya kemtangan-kematangan yang lainya
a. kematangan intelektual
b. kematangan sosial
c. kematangan fisik
d. kematangan emosional
e. kematangan emosi

13. Kapan seorang peserta didik mengalami kehausan fakta dan


data sehingga hal ini terpuaskan
a. masa bayi
b. masa kanak-kanak
c. masa anak sekolah
d. masa remaja
e. masa dewasa

14. Dalam upaya memberikan perlakuan yang tepat kepada


peserta didik yang berada pada masa pertyumbuhan dan
perkembangan, maka pemahaman yang harus dilakukan
meliputi….
249

a. siapa peserta didik itu


b. bagaimana latar belakangnya
c. apa kecenderungan-kecenderungannya
d. apa yang disenangi anak
e. tidak ada yang tepat

15. Istilah kebutuhan sebagai suatu kekurangan di dalam


sesuatu, hal ini dikemukakan oleh…
a. Maslow
b. Locke
c. Sartain
d. Gagne
e. Skiner

16. Kebutuhan untuk memperoleh penghargaan dari masyarakat,


merupakan kebutuhan yang bersifat….
a. sosial
b. sekunder
c. primer
d. psikologis
e. biasa

17. Kebutuhan akan perhatian mendesak seseorang untuk


berlaku…
a. segan untuk berbicara
b. malas mengerjakan segalanya
c. sering berpergian
d. suka mengadu
e. diam beribu basa

18. Penjenjangan kebutuhan menurut A Maslow adalah


berdasarkan….
a. tujuan
250

b. pra potensi
c. dorongan yang timbul
d. keptingan individu
e. prinsip kehidupan

19. Salah satu sumber utama perkembangan adalah adanya


kematangan fisik. Salah satu contoh yang tepat itu adalah…
a. pemilihan falsafah hidup
b. pemilihan pekerjaan
c. pemilihan karir
d. bertingkah laku dengan jenis kelamin lain
e. tuntutan untuk dapat belajar membaca

20. Manakah dari tugas perkembangan berikut ini yang


termasuk ke dalam kelompok sepermainan…
a. mencapai peranan sosial sebagai pria dan wanita
b. menerima keadaan fisik sendiri
c. mencapai tujuan kebebasan ekonomis
d. memperoleh suatu himpunan nilai-nilai dan system etika
sebagai pedoman bertingkah laku
e. menerima bakat yang ada pada dirinya sendiri

21. Kematangan sex bagi remaja merupakan akibat langsung


dari perubahan fisik. Hal akan mendorong remaja untuk
tertarik antar jelnis kelamin, ini merupakan realisasi dari
tugas perkembangan….
a. Mencapai peran sosial sebagai pria dan wanita
b. Memimilih dan menyiapkan lapangan pekerjaan
c. Persispan memasuki kehidupan keluarga
d. Mencapai jaminan kebebsan ekonomi
e. Persiapan mencari dunia pekerjaan
251

22. Sikap ambivalen pada remaja terhadap orang tua dan orang
dewasa merupakan akibat kegagalan menguasai tugas
perkembangan…
a. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan
orang dewasa lainnya
b. Memilih dan menyiapkan lapangan pekerjaan
c. Memilih dan mempersiapkan kehidupan berkeluarga
d. Mencapai dan mengharapkan tingkah laku sosial yang
bertanggung jawab
e. Mencapai kebebasan kehidupan sosial

23. Tahapan pertama dari proses penyesuain diri adalah…


a. Adanya stimulus dari lingkungan
b. Individu menyadari adanya dorongan kebutuhan
c. Individu memahami dirinya
d. Individu memahami lingkungannya
e. Individu melakukan gerakan di lingkungan

24. Diantara motif-motif berikut ini paling sering berpengaruh


terhadap penyesuaian diri individu…
a. Motif berprestasi
b. Motif affiliasi
c. Motif dominasi
d. Motif autonomi
e. Motif demokratisasi

25. Cara seseorang dalam memandang dirinya sendiri baik itu


mencakup aspek fisiknya, kepribadiannya dan sebagainya
disebut…
a. konsep diri
b. pemahaman diri
c. aktualisasi diri
d. cinta diri
e. percaya diri
252

26. Adanya interaksi antara kebutuhan dan kematngan individu


dengan pekuang dan keterbatasan lingkungan merupakan
tahap proses penyesuaian diri ke…
a. Satu
b. Dua
c. Tiga
d. Empat
e. Lima

27. Berikut ini adalah faktor internal yang mempengaruhi proses


penyesuaian diri individu, kecuali…
a. Konsep diri
b. Persepsi
c. Sikap
d. Prasangka sosial
e. Percaya diri

28. Tipe kepribadian yang mudah melakukan penyesuaian diri


dengan lingkungannya adalah…
a. Introvert
b. Ekstrovert
c. Piknis
d. Piknis dan ekstrovert
e. Introvert dan ekstrovert

29. Akibat yang mungkin timbul dari salah suai yaitu…


a. Regresi
b. Frustasi
c. Agresif
d. Frustasi dan agresif
e. Regresi dan frustasi

30. Internalization of group morms adalah…


a. Kebutuhan individu akan norma sosial
b. Mengidentifikasi diri terhadap norma sosial
c. Kepatuhan mutlak kepada norma sosial
253

d. Kebutuhan individu akan norma sosial dan kepatuhan


mutlak kepada norma sosial
e. Kebutuhan akan norma kelompok sosial

31. Respect of Men merupakan ciri penyesuaian diri positif yang


berarti…
a. Mampu menerima perbedaan individu
b. Menerima orang lain apa adanya
c. Terbuka dalam menerima balikan dari orang lain
d. Mampu menerima perbedaan individu dan menerima
orang lain apa adanya
e. Mampu mengendalikan diri

32. Ciri inidividu yang mempunyai penyesuaian diri positif


berkaitan dengan kemampuan memahami dan menerima
dirinya adalah…
a. Toleran
b. Tahu diri
c. Tidak mudah berprasangka
d. Terbuka
e. Tertutup

33. Berikut ini penyesuaian diri negative berkaitan dengan


penilaian yang kurang objektif terhadap lingkungan…
a. Sombong
b. Berbohong
c. Suka mencari kambing hitam
d. Culas
e. Bersosialisasi
34. Kasus perkelahian pelajar merupakan contoh masalah
penyesuaian diri yang berhubungan dengan…
a. Kurikulum di sekolah
b. Pemilihan program studi
c. Hubungan guru dan siswa
d. Pergaulan kelompok sebaya
e. Pemilihan anggota baru Gank Sekolah
254

35. Mekanisme pertahanan EGO pada remaja yang cenderung


bersifat positif…
a. Rasionalisasi
b. Regresi
c. Sublinmasi
d. Isolasi
e. Regenerasi

36. Pengetasan masalah penyesuaian diri remaja merupakan


tanggung jawab
a. Keluarga/ orang tua
b. Sekolah
c. Masyarakat
d. Keluarga dan masyarakat
e. Keluarga, masyarakat dan sekolah

37. Jenis bantuan yang langsung mengatasi masalah


penyesuaian diri dalam proses pendidikan di sekolah adalah
jenis layanan…
a. Pengajaran
b. Pendidikan
c. Bimbingan dan konseling
d. Reduksi
e. Administrasi sekolah

38. Menghukum siswa yang melanggar tata tertib sekolah


merupakan tindakan pendidi yang..
a. Wajar
b. Benar
c. Tepat
d. Sesuai
e. Berkelebihan

39. Perkembangan penyesuaian diri dimulai pada masa….


a. Remaja
b. Anak-anak
255

c. Dewasa
d. Kelas
e. Dirumah

40. Pendidikan dalam keluarga sangat membantu perkembangan


proses penyesuaian diri untuk cenderung bersifat….
a. Otoriter
b. Laizes Faire
c. Otoriter dan Demokratis
d. Demokratis
e. Liberal
256

Nama :

NIM :

Program Studi :

LEMBAR JAWABAN UAS

SEMESTER GENAP 2013/2014

No A B C D E No A B C D E
1 21
2 22
3 23
4 24
5 25
6 26
7 27
8 28
9 29
10 30
11 31
12 32
13 33
14 34
15 35
16 36
17 37
18 38
19 39
20 40
Nilai :
257

RIWAYAT PENULIS

Hari Sabtu pukul 08.00 pagi WIB tepatnya tanggal 11


Juli 1964 atau 49 tahun yang silam di bantaran sungai Citarum
Kabupaten Karawang yang bersih dan indah pemandangannya,
terlahirlah seorang anak laki-laki dari pasangan suami-isteri
antara Ibu Saanih (Alm, 21 Desember 2011 menjelang satu
minggu Sidang Promosi Doktor Sutirna di UPI Bandung) dan
Bapak Tirin dengan keseharian yang bekerja sebagai seorang
buruh kasar yang kadang-kadang menjadi penarik becak di Kota
Karawang sedangkan Ibunya sebagai ibu rumah tangga yang apa
adanya.
Berangkat dari keberadaan tersebut, Sutirna diasuh oleh
Nenek (Ny. Tiung) yang dinikahi oleh seorang warga Negara
keturunan asing, yaitu Yo Beng Liang (nama Indonesia : Kohir)
dari sejak lahir sampai dengan sekolah. Didikan dari Kakek
inilah yang membuat Sutirna dapat berpikir dan berpengetahuan
yang sangat-sangat berarti bagi kehidupannya masa sekarang.
Konon cerita para tetangga yang ketika masih hidup, bahwa
258

Kakek dari Sutirna, jika mengajarkan pelajaran sangat-sangat


galak dan sampai dibentak dengan perkataan “Kalau Lu Goblok
Nanti Disuruh Orang dan Kalau Lu Goblok Jangan Sekolah”
sampai Neneknya juga menangis ketika Sutirna terus dibentak
dan diomeli oleh Kakeknya ketika memberikan pelajaran.
Perjalanan kehidupan inilah yang membuat Sutirna
terus bersekolah dengan modal apa adanya dan semangat belajar
yang terus membakar dirinya dibandingkan dengan saudara-
saudaranya ketika itu. Sekolah Dasar ditempuh di SD Bhinneka
II Karawang dengan sering diantar oleh Nenek ketika masih
kelas 1 sampai dengan kelas 3, namun ketika di kelas 6, Sutirna
mencoba mengikuti diam bersama dengan Kaka Pembina
Pramuka SD, yaitu Abdul Kholik Yulias selama 1 tahun.
Lulus SD tahun 1976, Sutirna melanjutkan pendidikan
di SMP Swasta Kertabumi Karawang yang sekarang SMP
tersebut sudah tidak ada lagi karena tidak ada siswanya. Sutirna
dengan keberadaan orang tua yang tidak mampu untuk
membiayai biaya pendidikan, Sutirna melakukan dagang
asongan roko dengan modal pertama dari sang Kakek tercinta,
subuh berdagang ke Pasar Baru Karawang sampai siang hari,
tepat pukul 12.00 WIB, Sutirna berangkat sekolah, dan malam
hari melanjutkan dagang asongan roko, hal ini ia lakukan secara
kontinu sampai tamat sekolah. Namun, menjelang akhir sekolah
SMP, Sutirna pernah berhenti atau tidak sekolah selama 1 bulan
259

karena keadaan, ketika itu Bapak Tarja (Kepala Sekolah SMP


Kertabumi) dan Bapak Hasan Basri (Wali Kelas, Almarhum
tahun 2004 ) memiliki peduli dengan keberadaan Sutirna,
akhirnya beliau berkunjung ke rumah (Istilah sekarang disebut
dengan Home Visit) dan memberikan semangat serta motivasi
kepada Sutirna untuk tetap bersekolah, akhirnya Sutirna lulus
SMP pada tahun 1979.(ada tambahan ½ tahun perubahan tahun
pelajaran karena peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan
pada saat itu)
Tahun 1979 pun, Sutirna melanjutkan pendidikan ke
SMA Swasta Pangkal Perjuangan Karawang yang sekarang
sekolah tersebut juga tidak ada lagi (kesimpulan SMP dan SMA
nya, tidak berdiri lagi). Majalah dan Teka Teki Silang menjadi
tumpuan untuk membiayai sekolahnya, kereta api Senja Utama
Jurusan Yogya yang berangkat dari Station KA Senin Jakarta
menjuju Yogya menjadi tempat berjualan, hal ini dilakukan
setiap hari dari mulai pukul 19.00 s.d 24.00 setelah pulang
sekolah. Nenek dan Kakek merasa khawatir dengan Sutirna
yang berlari dan berjalan di kereta api untuk berjualan, akhirnya
Sutirna memutuskan untuk mencari jalan lain. Ketika itu,
Karawang dilanda dengan permainan Judi yang meraja lela,
akhirnya Sutirna bekerja sebagai karyawan harian lepas untuk
mengambil kupon-kupon judi dari para agen se Kota Karawang
untuk disampaikan kepada penampung agen Judi di Karawang,
260

hal ini ia lakukan semata-mata hanya untuk bisa membiayai


sekolahnya. Akhirnya tahun pelajaran 1982/1983, Sutirna lulus
SMA dengan memperoleh Ijazah untuk Jurusan IPA.
Harapan untuk melanjutkan perguruan tinggi pun
sangat tinggi bagi Sutirna, namun 2 kali ia lakukan mengikuti
seleksi ke IKIP Bandung (pada saat itu namanya PP IV (Proyek
Perintis IV IKIP Bandung), SIPENMARU) selalu gagal, impian
menjadi Guru selalu gagal. Nenek dan Kakek yang begitu peduli
rasa terpukul, karena teman Sutirna yang dibawa untuk ikut
seleksi selalu lulus diterima sedangkan cucunya gagal setiap
diumumkan. Akhirnya, Sutirna bekerja sebagai karyawan Toko
Buku Rakyat Karawang yang pada saat itu salah satu toko buku
dan percetakan sewilayah IV (Subang, Purwakarta, Karawang,
dan Bekasi) yang paling terkenal. Pucuk di cinta ulan tiba, itulah
pribahasa yang sangat tepat diberikan kepada Sutirna, karena
ketika sedang mencetak buku-buku tentang keolahragaan yang
dipesan dari SGO Negeri Karawang, Bapak Moekarto
(almarhum) memberikan informasi tentang adanya penerimaan
calon Guru Olahraga SD di SGO Negeri Karawang, lewat
saudara atau teman akrabnya Sutirna, yaitu Maxi Soeisa
(almarhum) sebagai alumni SMOA Negeri Karawang dibantu
untuk masuk ke SGO Negeri Karawang untuk mengikuti tes
masuk, akhirnya, Sutirna diterima untuk sekolah calon guru SD
untuk bidang studi Olah Raga dan Kesehatan, selama 4 bulan
261

diberikan ilmu mendidik (Pedagogik) dan ilmu mengajar


(Didaktik), akhirnya Sutirna lulus dari SGO Negeri Karawang
dengan hasil yang memuaskan. Namun, ketika sebelum
pengumuman diterima di SGO Negeri Karawang, Sutirna
mencoba mendaftarkan diri menjadi Tentara Nasional Indonesia
untuk Satuan Angkatan Laut (TNI-AL) dengan mengikuti
beberapa kali tes admnistrasi, tes fisik, dan tes kedisiplinan
selalu diumumkan lulus untuk mengikuti seleksi berikutnya.
Ketika akan tes akhir TNI-AL atau yang disebut dengan
Pantohir (Penentuan Tes Akhir), tetapi pengumuman untuk
menjadi Guru Olahraga SD diterima, akhirnya orang tua dan
neneknya tercinta menyarankan untuk menjadi Guru saja,
akhirnya Sutirna memustuskan tidak melanjutkan tes di TNI-
AL.
Berangkat dari bermodal inilah Sutirna pun tercapai
cita-citanya menjadi seorang Guru/Pendidik. Almamater SD
Bhinneka 2 Karawang menjadi tempat pertama mengajar
sebagai tenaga honor, yang ketika itu mengisi megajar kelas V,
karena Ibu pengajar kelas V (Ibu Siti Sarah) cuti melahirkan.
Ditengah perjalanan menjadi guru honor di SD, Bapak Aceng
Andrean salah satu guru SMP Negeri 2 Karawang, memberikan
informasi tentang PGSMTP di Jakarta. Sebelum ada panggilan
pengangkatan menjadi pegawai negeri di SD, Sutirna
melanjutkan pendidikan ke PGSMTP (Pendidikan Guru Sekolah
262

Menengah Tingkat Pertama) Negeri 3 di Jakarta pada Jurusan


Matematika. Dengan banyak bantuan teman, salah satunya
teman diperjalanan ke Jakarta untuk kuliah adalah H. Deden
Tosin W (sekarang mantan Kepala Dinas Pendidikan Kab.
Karawang tahun 2011), akhirnya tamat PGSMTP pada tahun
1984.
Allah Swt maha pengasih dan maha penyayang kepada
umat-Nya, Sutirna diberikan rizki ketika tamat PGSMTP,
Sutirna menerima panggilan untuk di lantik menjadi PNS Guru
SD terhitung mulai tanggal 01 April 1984 yang ditempatkan di
SD Negeri Pasir Jengkol I Kecamatan Klari Kabupaten
Karawang. Satu tahun berjalan, Sutirna dengan bekal ijazah
PGSMTP ingin mengajar di SMP, akhirnya dia pun menjadi
guru SMP Swasta Berdikari Karawang yang sekarang tidak ada
lagi. Setelah berjalan menjadi PNS Guru dengan Golongan
Ruang II.a selama satu tahun, melalui Penilik Olahraga
Kecamatan Klari, yaitu Bapak Kosim Kurdi (Orang Tua Asep
Sumarna (Ate) Dinas Pendidikan Karawang) disarankan untuk
mutasi atau mengikuti tes kembali menjadi guru SMP karena
memiliki ijazah PGSMTP, saran itu oleh Sutirna diterima dan
mendaftar mengikuti seleksi kembali calon guru SMP, akhirnya
diterima dan ditempatkan di SMP PGRI 2 Karawang sebagai
PNS-Dipekerjakan di swasta atau PNS-dpk terhitung mulai 01
Maret 1986.
263

Tahun 1986 itu pula menjadi momentum terindah bagi


Sutirna, karena ditugaskan untuk mengikuti Pendidikan dan
Latihan Guru Matematika Swasta Se Jawa Barat di Gedung
Kartini Bandung selama 10 hari. Disinilah tempat yang paling
indah dimata Sutirna, karena menemukan seorang wanita yang
disenangi dalam satu diklat, dia adalah orang Cirebon yang
ditugaskan sama mengikuti diklat matematika yang akhirnya
sampai saat ini wanita idaman tersebut menjadi pendamping
yang sangat setia dalam suka dan duka mengarungi kehidupan
yang serba penuh tantangan dan ujian. Hj. Intisari, S.Pd inilah
nama isteri Sutirna yang bertugas mengajar di SMA Negeri 5
Karawang. Alhamdulilah Allah SWT memberikan amanat dari
perkawinan 4 orang putra, yaitu Febrian Mulyana (S2
Pendidikan Matematika di STKIP Siliwangi Bandung Smester
III, Tiara Sari Nissa (Mahasiswa Smester VII STKIP Siliwangi
Bandung Prodi Matematika), Mohamad Rizki Hidayat ( Kelas II
IPA SMA Negeri 5 Karawang), dan Dinda Intan Nurfadillah
(Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Karawang Barat).
Melanjutkan pendidikan Sutirna tidak begitu ambisi
sehubungan dengan keberadaan ekonomi dan kebutuhan yang
sangat sulit pada masa-masa itu, pekerjaan menyablon dan
percetakan menjadi tambahan penghasilan, berjualan keliling
menjadi tukang kredit pun Sutirna lakukan, menjadi kolektor
pembayaran Listrik, Air, dan Telpon masyarakat yang akan
264

menitipkan dikerjakan dan menjadi pengurus Masjid


Baiturrahman Perumnas Adiarsa Karawang semua Sutirna
lakukan demi perjalanan hidup dan kehidupan serta kehidupan
bermasyarakat. Bahkan berangkat ke sekolah untuk mengajar
Sutirna sambil membawa dagangan berupa Es yang dibuat isteri
di rumah dengan menggunakan sepeda mini yang dimilikinya.
(sepeda ini difasilitasi dengan mencicil pembeyarannya dari
Ustad Drs. Abdul Rodjak)
Perjalan hidup terus berjalan, Allah Swt memberikan
titipan kepada Sutirna dan Isteri pada saat itu dua orang putra,
yaitu Febrian Mulyana (Sekarang sedang menempuh kuliah
program Pasca Sarjana di STKIP Siliwangi Bandung) dan Tiara
Sarinisa (sekarang sedang kuliah program Sarjana STKIP
Siliwangi Bandung), dengan prinsip “Doa dan Perjuangan
yang Ikhlas, niscaya suatu saat Allah Swt akan memberikan
yang terbaik”. Sejak pernikahan 1986 – 1997 (sebelas tahun)
ujian dan tantangan Sutirna hadapi dengan sabar dan tawakal.
Tahun 1987 mencoba memotivasi Isteri tercinta untuk
sekolah lagi, karena baru memiliki ijazah SMA, akhirnya masuk
PGSMTP Tertulis yang diselenggarakan oleh PPPG Provinsi
Jawa Barat dan lulus tahun 1989. Namun, kesempatan untuk
menjadi PNS tidak memenuhi syarat karena pada saat itu yang
diterima mengikuti seleksi CPNS adalah D2/A2 Kependidikan.
Akhirnya isteri Sutirna menjadi tenaga sukwan di SMP Negeri 8
265

Karawang (Sekarang SMP Negeri 5 Karawang Barat) sampai


tahun 1998.
Tahun 1989 akhirnya isteri dan Sutirna bersamaan
mengikuti pendidikan D1/A1 Komprehensip UT di UPBJJ
Bandung dan lulus 1990 dan melanjutkan ke D2/A2 Pendidikan
Matematika UT bersama-sama dan lulus bersama pula pada
tahun 1993. Nasib Isteri Sutirna belum ditakdirkan untuk bisa
mengikuti seleksi CPNS karena persyaratan terus bertambah
menjadi D3/A3 paling rendah, akhirnya Isteri Sutirna tidak mau
lagi mengikuti pendidikan D3/A3, tetapi Sutirna melanjutkan ke
D3/A3 Pendidikan Matematika UT dikarenakan dapat biaya
bantuan dari Proyek PGSMP Diknas. Menjelang tamat
pendidikan D3/A3 Sutirna mutasi mengajar ke SMP Negeri 2
Karawang (sekarang SMP Negeri 2 Karawang Barat). Akhirnya
tamat D3/A3 setelah berpindah bekerja pada tahun 1997. Mutasi
ini berbarengan dengan lahirnya anak ke 3 yaitu Mohamad
Rizky Hidayat (sekarang kelas XI SMA Negeri 5 Karawang)
Sutirna dengan moto hidupnya “waktu adalah pedang”
akhirnya dengan bantuan beberapa teman berangkat ke Bandung
untuk melanjutkan pendidikan ke S1 di STKIP Siliwangi
Bandung, berkat teman satu kelasnya (H. Ajat Sudrajat, S.Pd.,
Tatang Susanto, S.Pd., dan Eliyati, S.Pd, semuanya guru di
daerah Kota Bekasi) yang terus membantu dalam hal keuangan
akhirnya bisa selesai dengan nilai sangat memuaskan (pada saat
266

itu masih adanya Ujian Negara Tertulis dan Lisan yang


diselenggarakan IKIP Bandung) dan pada saat Ujian Lisan
Negara inilah Sutirna menjadi Lulusan Program Matematika
yang terbaik untuk semua Perguruan Tinggi Swasta yang
memiliki Program Matematika pada saat itu.
Prof. Dr. H. Engking Soewarman Hasan, M.Pd. dan
Dra. Hj. Siti Rochmah, M.M (Isteri Prof. Dr. H. Engking
Soewarman Hasan, M.Pd) memberikan kepercayaan untuk
mengajar di STKIP Siliwangi Bandung sejak lulus S-1 tahun
1999 sampai dengan sekarang bahkan perjalanan mengajar
inilah oleh Sutirna dijadikan momentum yang sangat penting
untuk terus menempuh pendidikan.
Tahun 1999 pun, Sutirna dengan rasa cinta kepada
isteri tercintanya, isteri tercintanya didaftarkan menjadi
mahasiswa STKIP Siliwangi Bandung dan lulus pada tahun
2000 berbarengan dengan lahirnya anak ke empat, yaitu Dinda
Intan Nurfadillah (sekarang kelas VII SMP Negeri 2 Karawang
Barat). Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian,
akhirnya isteri tercinta bisa mendaftar untuk mengikuti seleksi
Pengawai Negeri dan akhirnya lulus dan ditempatkan pertama
kali menjadi Guru SMA Negeri 1 Pedes Karawang dan sekarang
telah mutasi ke SMA Negeri 5 Karawang.
Tahun 2000 Dirjen Dikti melalui Kopertis Wilayah IV
Jawa Barat memberikan kesempatan kepada Sutirna untuk
267

mengikuti kuliah di jenjang Program Pascasarjana (S2) di UPI


Bandung dengan Bea Siswa (BPPS) dan akhirnya lulus pada
tahun 2004. Perjalan inilah yang dikatakan orang lain melihat
Sutirna yang dapat membagi waktunya dengan baik, bisa
mengajar sesuai dengan jam wajibnya, baik di SMP Negeri 2
Karawang maupun di STKIP Siliwangi Bandung, dan waktu
untuk kuliah.
Sejak masuk kuliah di Program Pascasarjana inilah
Sutirna mulai aktif di Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat
sebagai tenaga Fasilitator/Widyaiswara di bagian Pendidikan
Nonformal (PNF) sampai ke tingkat nasional. Hal ini diperkuat
oleh sertifikat sebagai tenaga widiaiswara PNF Tingkat Nasional
yang diperolehnya tahun 2000 ketika diutus oleh Dinas
Pendidikan Provinsi Jawa Barat untuk mengikuti Pendidikan
dan Pelatihan Calon Fasilitator Pendidikan Nonformal yang
diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan Nasional di
Provinsi Jambi selama 2 minggu. (pada saat inilah isteri
tercintanya mengganti mengajar di SMP Negeri 2 Karawang,
karena Sutirna sedang mengikuti pelatihan di tingkat nasional).
Waktu terus berjalan, waktu tidak akan dapat kembali
ke awal, dan waktu merupakan sebuah pedang oleh karena itu
Sutirna selalu menghormati waktu sebagai senjata yang tidak
boleh disia-siakan sedikitpun, karena katanya dengan melalaikan
waktu maka manusia akan tergilas oleh waktu. Akhirnya tahun
268

2008 Sutirna pun kembali dipanggil untuk mengikuti pendidikan


program Doktor di UPI Bandung, peluang inilah Sutirna tidak
sia-siakan karena tidak semua orang mendapatkan kesempatan
untuk kuliah bebas biaya di program doktor.
Tanggal 27 Desember 2011 menjelang akhir tahun,
Sutirna anak asli Karawang dengan perjuangan dan
pengorbanannya serta do’a isteri dan anak, tepatnya Pukul 11.30
di Gedung Pascasarjana UPI Bandung, Sutirna dinyatakan
LULUS sebagai Doktor Pendidikan dengan Yudisium Sangat
Memuaskan (3,41) dengan tangisan yang haru dari seluruh
hadirin yang pada saat itu menyaksikan jalannya persidangan
Sutirna serta keluarga besar Sutirna membuat acara menjadi
gembira ketika semua Promotor dan Penguji mengucapkan
selamat atas gelar yang diperoleh dan ucapan selamat dari
seluruh hadirin. Dari perjalanan tersebut, Sutirna sampai saat ini
masih tetap mengabdi menjadi Kepala SMP Negeri 1
Telukjambe Barat Kec. Telukjambe Barat Kab. Karawang dan
Insya Allah katanya akan berupaya untuk mutasi ke Dirjen Dikti
di Kopertis Wilayah IV Jawa Barat Banten, di akhir riwayat
hidup ini mohon do’a restu seluruh sahabat, rekan dan keluarga
besar sehingga harapan Sutirna bisa terwujud sebagai aktualisasi
diri anak asli Karawang di pendidikan tinggi, bukan artinya kata
Sutirna tidak suka di Karawang, tetapi jalan inilah yang harus
saya tempuh ke depan melalui jalur akademik yang dimiliki, dan
269

Insya Allah, Karawang menjadi tumpuan akhir bagi Sutirna


dimasa yang akan datang. Terima kasih.
270

Daftar Pustaka
ABKIN (2008). Penataan Pendidikan Prefesional Konselor
dan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan
Formal. Bandung: PPB FIP UPI Bandung.
Alwan (2013). www.alwanku.blogspot 2013)
Apipah (2012). Perkembangan dan Pertumbuhan Anak.
Blogspot.
Artikel What New Educators Need to Know About Teacher Qualities.
Atkinson, R. L. dkk. 1987. Pengantar Psikologi I. Jakarta :
Penerbit Erlangga.
Bambang Sujiono & Yuliani Nurani Sujiono (2005). Mencerdaskan
Perilaku Anak Usia Dini. Jakarta:PT. Elex Media Komputido.
Bimo Walgito (2010). Bimbingan dan Konseling (Studi dan
Karir). Yogyakarta: Andi.
BNN (2007). Laporan Badan Anti Narkotika. Jakarta
Conny Semiawan (1984). Kecerdasan Inteligensi. Jakarta: IKIP
Jakarta.
Conny Semiawan dan Utami Munandar (1987). Perkembangan
Peserta Didik.
Crow & Crow ( 1951). An Introduction to Guidance. New
York: American Book Company.
Elizabeth B Hurlock (1978). Perkembangan Anak Jilid 1.
Jakarta:Erlangga.
File.upi.edu/Direktori/FIP/Jurusan Pendidikan Luar Sekolah, diunduh
Pukul 15.00 WIB Tanggal 8 Agustus 2013.
Goleman, Daniel. 1997. Emotional Intelligence. Jakarta : PT
Gramedia Pustaka Utama.
http://carospedia.com. Perkembangan anak
http://edukasi.kompasiana.com. Mari berinvestasi pada
pendidikan anak usia dini. html. diunduh 04.30 WIB Tanggal 9
Agustus 2013.
http://id.wikipedia.org/wiki/Abraham_Maslow, diunduh Pukul 14.30
WIB tanggal 6 Agustus 2013.
http://jembersantri.blogspot.com/2012/10/hakikat-manusia-dan-
pendidikan.html.
http://www.praswck.com/aktualisasi-diri-menurut-abraham-maslow,
diunduh Pukul 14.30 WIB tanggal 6 Agustus 2013.
Husdarta dan Kusmaedi (2012). Pertumbuhan dan Perkembangan
Peserta Didik. Bandung : Alfabeta
Ilmu Psikologi. blogspot.com/2009/05/hukum-perkembangan.html.
diunduh Pukul 15.00 WIB Tanggal 8 Agustus 2013.
Imanuel Sembiring, (2011). www. compasiana.com
271

Jackie Silberg (2002). Brain Games for Toddlers. Jakarta : PT.


Erlangga.
Jones, J.J. (1963 & 1987). Secondary School Administration.
New York: McGraw Hill Book Company
June R. Oberlander (2005). Slow and Steady Get Me Ready. Jakarta :
PT. Primamedia Pustaka
Lilis Aslichati (2011). Kematangan Sosial dan Masyarakat Madani.
Prosiding Seminar. Jakarta : FISIP Universitas Terbuka.
Linda M. Gojak (2013). NCTM Summing Up. By NCTM : March 7,
2013.
Martin, Anthony Dio, 2003. Emotional Quality Manajement
Refleksi, Revisi Dan Revitalisasi Hidup Melalui Kekuatan Emosi.
Jakarta: Arga.
Multahim, D.(2005). Pendidikan Agama Islam. Semarang : Aneka
Ilmu.
Nana Syaodih S (2009). Landasan Psikologi Proses Pendidikan.
Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
Prayitno, dkk. (2004). Pedoman Khusus Bimbingan dan
Konseling, Jakarta : Depdiknas
Rochman Natawijaya (1987). Pendekatan-Pendekatan dalam
Penyuluhan Kelompok. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikdasmen.
Russeffendi (2012). Slogan Prodi Pendidikan Matematika. Bandung:
STKIP Siliwangi Bandung.
Shertzer & Stone (1971& 1982). Fundamentals of Guidance.
Fourth Edition. Boston: Houghton Mifflin Company.
Stenberg & Slater (1982). Pengertian Kecerdasan. www.
http://id.wikipedia.org/wiki/Kecerdasan
Sunaryo, (2008). Kompilasi Perkuliahan Lintas Budaya.
Makalah pada Perkuliahan Program Doktor UPI Bandung.
Sunaryo, Kartadinata (2013). Pendidikan Kedamaian, Pikiran Rakyat,
22 April 2012.
Syamsu Y.L & Juntia (2010). Psikologi Perkembangan Anak
dan Remaja. Bandung: Rosda Karya.
Upi.edu. Bandung
Wardani (1995). Perkembangan Peserta Didik. Jakarta : Universitas
Terbuka.
Wardani (1995). Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikdasmen Bagian Proyek
Pengembangan Mutu Guru SLTP setara D III, Universitas
Terbuka.
Wardani, I.G.A.K. (1994). Perkembangan Peserta Didik. Universitas
Terbuka : Jakarta
Winkel, W.S (1991). Psikologi Pengajaran. Jakarta: Grasindo
www.situs. Deskespro.com
272

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai