ABSTRACT
Evaluation should be done systematically and continuously in order to depict the
abilities of the students being evaluated. One common mistake among teachers is that
evaluation is only conducted at specific times, such as at the end of a unit, in the middle,
or at the end of a teaching program. As a result, there is minimal information about the
students, which leads to the teacher's biased treatment in determining their positions in
the classroom activities. Evaluation should not be seen as merely a collection of
techniques, but rather as a process based on principles that determine and explain what
should be assessed, always prioritizing in the evaluation process. The main issue that
is interesting to discuss is the fundamentals and scope of evaluating Islamic religious
education.
Keywords: Evaluation, Islamic Religious Education
ABSTRAK
Evaluasi harus dilakukan secara sistematis dan kontinu agar dapat menggambarkan
kemampuan para peseta didik yang dievaluasi. Kesalahan utama yang sering terjadi di
antara para guru adalah bahwa evaluasi hanya dilakukan pada saat-saat tertentu, seperti
pada akhir unit, pertengahan, dan atau akhir suatu program pengajaran. Akibat yang
terjadi adalah minimnya informasi tentang para peseta didik sehingga menyebabkan
banyaknya perlakuan pridiksi guru menjadi bias dalam menentukan posisi mereka
dalam kegiatan kelasnya. Evaluasi tidak boleh dipandang sebagai kumpulan teknik-
teknik saja tetapi lebih merupakan sebuah proses yang berdasar pada prinsipprinsip,
yang menentukan dan menjelaskan apa yang harus dinilai selalu mendapat prioritas
dalam proses evaluasi.Permasalahan pokok yang menarik untuk dijadikan obyek
pembahasan adalah dasar-dasar dan ruang lingkup evaluasi pendidikan agama Islam.
Kata Kunci: Evaluasi, Pendidikan Agama Islam
PENDAHULUAN
Evaluasi pendidikan agama Islam merupakan aspek penting dalam memastikan
efektivitas pengajaran dan pembelajaran agama Islam di lingkungan pendidikan
formal. Evaluasi yang baik dapat memberikan pemahaman yang mendalam tentang
kemampuan siswa dalam memahami, mengamalkan, dan menginternalisasi nilai-nilai
agama Islam. Selain itu, evaluasi juga memberikan panduan kepada guru dan lembaga
pendidikan dalam meningkatkan kualitas pengajaran agama Islam.1
1
M. Zuhdi, Evaluasi Pendidikan Agama Islam: Tinjauan Teoritis dan Praktis, (Yogyakarta:
Deepublish, 2013), hal. 58
Namun, dalam praktiknya, seringkali terjadi kesalahan dalam melaksanakan
evaluasi pendidikan agama Islam. Salah satu kesalahan yang umum adalah melakukan
evaluasi hanya pada saat-saat tertentu, seperti akhir unit atau program pengajaran.
Pendekatan evaluasi yang demikian menyebabkan minimnya informasi yang
dikumpulkan tentang kemampuan siswa secara menyeluruh. Akibatnya, guru sering
kali hanya mengandalkan penilaian prediktif dan mengabaikan perubahan
perkembangan siswa selama proses pembelajaran.
Selain itu, evaluasi pendidikan agama Islam juga seringkali dianggap hanya
sebagai sekumpulan teknik atau metode, tanpa memperhatikan prinsip-prinsip yang
mendasarinya. Padahal, evaluasi yang efektif haruslah didasarkan pada prinsip-prinsip
yang jelas dan mendalam, yang menentukan apa yang harus dinilai dan bagaimana
menggambarkan kemampuan siswa secara akurat.2
Selain istilah evaluasi seperti yang tercantum dalam definisi diatas, kita dapati
pula istilah pengukuran dan penilaian. Ketiga istilah tersebut pada umunya cenderung
diartikan sama (tidak dibedakan). Padahal sebenarya ketiga istilah tersebut.4 Dalam
penyelenggaraan pembelajaran, evaluasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
penyelenggaraan pembelajaran secara keseluruhan. sebagai suatau pembelajaran,
diselenggarakan untuk mencapai sejumlah tujuan pembelajaran yang telah
diidentifikasi dan dirumuskan berdasarkan telaah mendalam terhadap kebutuhan yang
perlu dipenuhi. Tujuan-tujuan pembelajaran itu diupayakan pencapaiannya melalui
serangkaian kegiatan pembelajaran yang dirancang secara matang dan dilaksanakan
secara sungguh-sungguh agar tujuan pembelajaran itu dicapa secara maksmal.
2
W. Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktek, (Jakarta: Kencana, 2013), hal. 28
3
Ngalim Purwanto, Perinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Ce.XIV, Jakarta: PT.
Rosdakarya, 2008), hal. 3
4
H. Daryanto, Evaluasi Pendidikan, (Ce. II, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2001), hal4-5
yang sering terjadi diantara para guru adalah bahwa evauasi hanya dilakukan pada saat-
saat tertentu, seperti pada akhir unit, pertengahan, dan atau akhir suatu program
pengajaran. Akibat yang terjadi adalah minimnya informasi tentang para peseta didik
sehingga menyebabkan banyaknya perlakukan prediksigutu menjadi bias dalam
menentukan posisi mereka dalam kegiatan kelasnya.5 Evaluasi tidak boleh dipandang
sebagai kumpulan teknik-teknik saja tetapi lebih merupakan sebuah proses yang
berdasar pada prinsip-prinsip, yang menentukan dan menjelaskan apa yang harus
dinilai selalu mendapat prioritas dalam proses evaluasi.
Efektifitas evaluasi bergantung pada telitinya deskripsi tentang apa yang akan di
evaluasi. Tenik evaluasi harus dipilih sesuai dengan tujuan yang akan dicapai dan harus
dipertimbangkan apakah teknik evaluasi merupakan metode yang paling efektif untuk
menentukan apa yang ingin diketahui oleh Siswa. Pemakaian teknik evaluasi yang
sewajarnya menuntut kewaspadaan akan keterbatasannya seperti juga kekuatannya.
Semua alat evaluasi selalu mengandung kekuarangan tertentu. Pertama, adalah
kesalahan sampling, yakni hanya dapat mengukur sampling kecil pada satu waktu.
Kesalahan kedua adalah pada alat evaluasi itu sendiri atau proses memakai alat itu.
Sumber kesalahan yang lain lahir dari penafsiran yang salah tentang hasil evaluasi,
menganggap alat-alat itu mengandung presisi yang sebenarnya tidak mereka miliki.
Sebaik-baiknya alat evaluasi hanya memberikan hasil yang bersifat mendekati saja,
sehingga harus ditafsirkan secara wajar. Kesadaran atas keterbatasan alat evaluasi
memungkinkan dapat memakainya lebih efektif, dan kesalahan-kesalahan dalam teknik
evaluasi dapat dihilangkan dengan cara hati-hati dalam memilih dan memakainya.
5
H. M. Sukardi, Evaluasi Pendidikan, Prinsip dan Oprasionalnya, (Cet. III, Jakarta: Bumi Aksara
2009), Hal. 2
6
Undang-undang R.I Tentang Sistem Pendiidikan Nasional Np. 20 Tahun 2003, (Cet. V, Jakarta, Sinar
Grafika, 2013), hal. 3
7
Jusuf Amir Feisal, Reorientasi Pendidikan Islam, (Cet. I, Jakarta: Gema Insani Press, 1995), hal. 390
kegiatan evaluasi. Dengan evaluasi ini juga, guru dapat mengetahui penguasaan siswa
terhadap pelajaran, serta ketepatan atau keefektifan metode mengajar, jadi dapat
diketahui adanya hubungan interpendensi antara tujuan pendidikan, proses belajar
mengajar, dan evaluasi itu sendiri.
PEMBAHASAN
Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan Agama Islam
Pengertian Evaluasi Pendidikan Agama Islam
Evaluasi pendidikan agama Islam adalah proses yang dilakukan untuk mengukur
dan menilai efektivitas pembelajaran agama Islam dalam konteks pendidikan. Evaluasi
ini bertujuan untuk mengevaluasi pencapaian tujuan pembelajaran agama Islam,
efektivitas metode pengajaran, serta pemahaman dan perkembangan siswa dalam
mempelajari agama Islam.8
Tujuan dari evaluasi pendidikan agama Islam adalah untuk memastikan bahwa
siswa telah memahami konsep-konsep dasar agama Islam, memiliki pengetahuan dan
pemahaman yang memadai tentang ajaran-ajaran agama Islam, serta mampu
mengaplikasikan nilai-nilai dan prinsip-prinsip agama Islam dalam kehidupan sehari-
hari.
8
F. Djamil, Evaluasi Pendidikan Agama Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), hal. 49
Evaluasi pendidikan agama Islam dapat dilakukan melalui berbagai metode,
seperti ujian tulis, tugas individu atau kelompok, presentasi, observasi kelas, diskusi,
dan penilaian proyek. Metode evaluasi yang digunakan harus sesuai dengan tujuan
pembelajaran agama Islam dan memperhatikan karakteristik siswa serta konteks
pendidikan yang ada.
Selain itu, evaluasi pendidikan agama Islam juga dapat melibatkan penilaian
terhadap guru agama Islam itu sendiri. Evaluasi ini bertujuan untuk mengevaluasi
kompetensi dan kinerja guru dalam menyampaikan materi agama Islam, memotivasi
siswa, serta menciptakan lingkungan pembelajaran yang kondusif bagi siswa.9
Dari segi bahasa, evaluasi berasal dari bahasa Inggris yakni evaluation yang
berarti penilaian dan atau penaksiran.11 Di samping evaluation, term measurement
(pengukuran), dan assessment (penilaian), sering juga digunakan untuk memaknai
evaluasi itu sendiri.12 Ketiga term ini, kadang-kadang digunakan secara bergantian
karena secara etimologis memiliki arti yang sama. Namun secara istilah (termnologis),
ketiganya memilki pengertian berbeda.
Dalam dunia pendidikan pada umumnya dan bidang pengajaran pada khususnya,
penilaian adalah suatu program untuk memberikan pendapat dan penentuan arti atau
faedah suatu pengalaman. Pengalaman merupakan sesuatu yang diperoleh melalui
proses pendidikan. Pengalaman tersebut tampak pada perubahan tingkah laku atau pola
kepribadian peserta didik. jadi, pengalaman yang diperoleh peserta didik adalah
pengalaman sebagai hasil berlajar di sekolah. Dalam hal ini, penilaian adalah suatu
upaya untuk memeriksa sejauh mana peserta didik telah mengalami kemajuan belajar
atau telah mencapai tujuan belajar dan pembelajaran.
9
H. Husni, Evaluasi Pendidikan Agama Islam: Konsep, Model, dan Implementasinya, (Yogyakarta:
Aswaja Pressindo), hal. 27
10
E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2016), hal.
38
11
John M. Echols and Hasan Shadilly, An English-Indonesian Dictionary, (Cet. XXV; Jakarta: PT.
Gramedia, 2003), hal. 220
12
Robert L. Thorndike dan Elisabeth P. Hagen, Measurement and Aevaluation in Psychology and
Educationn Fourth Edition (New York: John Wiley anda Sons, t.th), hal. 1-2
Penilaian harus dilakukan berulangkali dengan maksud agar memperoleh
gambaran yang pasti tentang subyek yang dievaluasi. Penilaian harus obyektif
artinya hasil penilaian sesuai dengan kenyataannya atau apa adanya. Jadi penilaian
dikatakan obyektif bila hasil penilaiannya hanya ada satu interpretasi. Penilaian
dikatakan komprehensif bila penilaiannya mampu mengungkap keseluruhan aspek
yang seharusnya dinilai (aspek kognitif, afektif dan psikomotor).
13
Edwind Wondt dan Geral W. Brown, Essentials of Educational Evaluation (New Yorks: Hol
Rinehart and Winston, 1977), hal. 1
14
Lihat Anne Anasti (ed), Psychological Testing (New York: Macmillang, Co Inc, 1968), hal 6
15
John W. M. Rothney, Evaluation of Learning dalam Charles E. Skinner, Educational
Psychology (New Delhi: Prencite-Hall Inc, 1984), hal. 676
16
H. Mappanganro, Implementasi Pendidikan Islam di Sekolah (Cet.I; Ujung Pandang:
Yayasan Ahkam, 1996), hal. 99
Dengan merujuk pada pengertian evaluasi yang telah dirumuskan di atas,
maka dapat dirumuskan bahwa unsur-unsur yang harus ada dalam kegiatan evaluasi
pendidikan adalah ; adanya obyek yang dievaluasi, adanya tujuan evaluasi, adanya
alat evaluasi, proses evaluasi dan hasil evaluasi.
17
Lihat penjelasannya dalam Robert L. Thorndike dan Elisabeth P. Hagen, t.th, 1-22
18
H. Mappanganro, Refleksi Analisis Fitrah Manusia,1997 hal. 10-11
19
H. Mappanganro, Implementasi Pendidikan Islam di Sekolah,1996, hal. 99
Dasar Filosofis
Filsafat telah ada sejak manusia itu ada. Manusia sebagai mahluk sosial dalam
kehidupan bermasyarakat sudah memiliki gambaran dan cita-cita yang mereka kejar
dalam hidupnya, baik secara individu maupun secara kelompok. Gambaran dan cita-
cita itu makin lama makin berkembang sesuai dengan perkembangan budaya mereka.
Gambaran dan cita-cita itu yang mendasari adat istiadat suatu suku atau bangsa, serta
norma dan hukum yang berlaku dalam masyarakat. Demikan pula pendidikan yang
berlangsung di suatu suku atau bangsa tidak terlepas dari gambaran dan cita-cita. Hal
ini yang memotivasi masyarakat untuk menekankan aspek-aspek tertentu pada
pendidikan agar dapat memenuhi gambaran dan cita-cita mereka. Filsafat pendidikan
ialah hasil pemikiran dan perenungan secara mendalam sampai akar-akarnya
memengenai pendidikan.
Pendidikan yang berdasarkan filosofis diistilahkan dengan “Filsafat
Pendidikan”, yakni menggunakan sistem berfikir filsafat (penuh ke-bijaksanaan)
dalam menelaah dan memecahkan masalah-masalah pen-didikan.20 Filsafat
pendidikan bertujuan menyelidiki hakikat pelaksanaan pendidikan yang bersangkut
paut dengan tujuan, latar belakang, cara dan hasilnya, serta hakikat ilmu
pendidikan.21
20
Burhanuddin Salam, Pengantar Pedagogik (Cet. I; Jakarta: Rineka Cipta, 1997), hal. 29
21
Redja Mudyahardjo, Filsafat Ilmu Pendidikan; Suatu Pengantar (Cet.III; Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2004), hal. 5
22
Burhanuddin Salam, Pengantar Pedagogik, 1997 hal. 115
Sosiologi mempunyai ciri-ciri sebagai berikut. Empiris, merupakan ide
utama sosiologi sebagai ilmu. Sosiologi bersumber dan diciptakan dari kenyataan
yang terjadi di masyarakat. Teoretis, merupakan peningkatan fase penciptaan tadi
yang menjadi salah satu bentuk budaya yang bisa disimpan dalam waktu lama dan
dapat diwariskan kepada generasi berikutnya. Komulatif, sebagai akibat dari
penciptaan terus menerus sebagai konsekuensi dari terjadinya perubahan di
masyarakat, yang membuat teori-teori itu akan berakumulasi mengarah kepada teori
yang lebih baik. Non etis, karena teori itu menceritakan apa adanya tentang
masyarakat beserta individu-individu di dalamnya, tidak menilai apakah hal itu baik
atau buruk.
Psikologi merupakan ilmu jiwa, yakni ilmu yang mempelajari tentang jiwa
manusia. Jiwa atau psikis dapat dikatakan inti dan kendali kehidupan manausia, yang
selalu berada dan melekat pada manusia itu sendiri. Jiwa manusia berkembang
sejajar dengan pertumbuhan jasmani, jiwa balita baru berkembang sediit sekali
sejajar dengan tubuhnya yang juga masih berkemampuan sederhana sekali. Makin
besar anak itu makin berkembang pula jiwanya, dengan melalui tahap-tahap tertentu
akhirnya anak itu mencapai kedewasaan baik dari segi kejiwaan (psikis) maupun dari
segi jasmani. Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa landasan psikologis
pendidikan harus mempertimbangkan aspek psikologis peserta didik, peserta didik
harus dipandang sebagai subjek pendidikan yang akan berkembang sesuai dengan
tingkat pertumbuhan dan perkembangan mereka. Pendidikan harus akomodatif
terhadap tingkat perkembangan dan pertumbuhan mereka. Pendidikan sangat terkait
dengan psikologis, yakni mentalitas atau kejiwaaan bagi si pendidik dan siterdidik.
Masalah psikologis ini sangat fundamental bagi setiap orang yang terlibat dalam dunia
pendidikan. Evaluasi pendidikan secara psikologis akan memberi-kan pedoman atau
pegangan batin kepada peserta didik. Di samping itu, evaluasi pendidikan secara
psikologis akan memberikan kepastian atau ketetapan hati kepada diri pendidik.
Dengan demikian secara psikologis evaluasi pendidikan dapat menjadi dasar acuan ke
mana harus bergerak menuju tujuan pendidikan.
Dasar Didaktis
Dalam mengevaluasi program pembelajaran, ada tiga hal yang sangat esensi
untuk dijadikan obyek evaluasi, yakni evaluasi terhadap tujuan pengajaran; evaluasi
terhadap isi program pengajaran; dan evaluasi terhadap strategi belajar mengajar.
Evaluasi Kegiatan/ Proses Pembelajaran
23
M. Chabib Thoha, Teknik Evaluasi Pendidikan (Cet. V; Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,
2003), hal. 9
24
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan (Cet. IV; Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada, 2003), hal. 29
25
E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi (Cet. III; Bandung: Remaja Rosdakarya,
2003), hal. 95
pelajaran; (e) keaktifan siswa atau partisipasi siswa selama proses pembelajaran
berlangsung; (f) peranan peranan bimbingan penyuluhan terhadap siswa yang
memer-lukannya; (g) komunikasi dua arah antara guru dan siswa selama proses
pembelajaran berlangsung; (h) pemberian dorongan atau motivasi terhadap siswa; (i)
pemberian tugas-tugas kepada siswa dalam rangka penerapan teori-teori yang
diperoleh di dalam kelas; dan (j) upaya menghilangkan dampak negatif yang timbul
akibat dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan di sekolah.26
Evaluasi Hasil Pembelajaran
Untuk menuju tujuan tersebut diperlukan metode dan tehnik yang tepat yang
harus dikuasi oleh guru dan bisa diterapkan pada individu peserta didik atau kelompok.
Evaluasi adalah upaya untuk menentukan sikap atau proses untuk menentukan
keputusan. Keputusan yang di hasilkan berdasarkan dari kegiatan pengukuran. Untuk
memperoleh hasil tersebut, maka perlu dipaham bahwa proses Evaluasi tidak hanya
tertentu pada karakteristik peserta didik saja tetapi juga menyangkut karakteristik
metode mengajar, kurikulum, fasilitas dan administrasi sekolah.
Evaluasi terhadap hasil belajar peserta didik ini mencakup: (a) evaluasi
mengenai tingkat penguasaan peserta didik terhadap tujuan-tujuan khusus yang ingin
dicapai dalam unit-unit program pengajaran yang bersifat terbatas; (b) evaluasi
mengenai tingkat pencapaian siswa terhadap tujuan-tujuan umum pengajaran itu
sendiri.28
Dari ketiga ruang lingkup (scope) evaluasi pendidikan yang telah diuraikan,
maka dipahami bahwa evaluasi pendidikan bukan hanya sekedar kumpulan
teknikteknik yang diperlukan oleh guru dalam mengukur hasil belajar siswa, melainkan
merupakan suatu proses kontinyu yang mendasari seluruh proses pendidikan
terutama dalam bentuk pengajarannya yang baik.
26
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, 2003, hal. 30
27
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), hal. 4.
28
Anas Sujana, Pengantar Evaluasi Pendidikan, 2003, hal. 30
1. Ishlah, yaitu perbaikan/pendalaman terhadap semua komponen pendidikan
termasuk perbaikan perilaku, wawasan dan kebiasaan-kebiasaan peserta didik.
2. Tazkiyah, yaitu penyucian terhadap semua muatan pendidikan, artinya melihat
kembali program-program pendidikan yang dilakukan, apakah program
tersebut penting atau tidak dalam kehidupan peserta didik. Apabila terdapat
program yang harus dihilangkan dan dicarikan sublimasi yang cocok dengan
program sebelumnya.
3. Tajdid, yaitu memoderenisasi semua kegiatan pendidikan. Kegiatan yang tidak
relevan baik untuk kepentingan internal maupun eksternal perlu diubah dan
dicarikan penggantinya yang lebih baik. Maka hal ini pendidikan dapat
dimobilisasi dan didinamisasi untuk lebih maju.
4. Ad-dakhil, yaitu masukan untuk laporan bagi orang tua peserta didik berupa
rapor, ijazah, sertifikat dan sebagainya.29
Fungsi evaluasi dalam Pendidikan Agama Islam menurut Anas Sudijono
memiliki beberapa manfaat dan kegunaan diantaranya adalah:
1) Secara umum
a) Mengukur kemajuan
b) Penunjang penyusunan rencana
c) Memperbaiki atau melakukan penyempurnaan kembali.
2) Secara Khusus
a) Segi psikologis, kegiatan evaluasi dalam dunia pendidikan disekolah dapat
disoroti dari 2 sisi, yaitu sisi peserta didik dan dari sisi pendidik.
1. Bagi peserta didik, evaluasi pendidikan secara psikologis akan memberikan
pedoman atau pegangan batin kepada mereka untuk mengenal kapasitas dan
status dirinya masing-masing ditengah-tengah kelompok atau kelasnya.
2. Bagi pendidik, evaluasi pendidikan akan memberikan kapasitas atau
ketepatan hati kepada diri pendidik tersebut, sudah sejauh manakah kiranya
hasil dari usaha yang telah dilakukannya selama ini, sehingga ia secara
psikologis memiliki pedoman guna menentukan langkah-langkah apa saja
yang perlu dilakukan selanjutnya.
b) Segi didaktik
1. Bagi peserta didik, evaluasi pendidikan secara didaktik (khususnya evaluasi
hasil belajar) akan dapat memberikan dorongan (motivasi) kepada mereka
untuk dapat memperbaiki, meningkatkan, dan mempertahankan
prestasinya.
2. Bagi pendidik, evaluasi pendidikan secara didaktik itu setidak-tidaknya
memiliki 5 macam fungsi, yaitu: (a) Memberikan landasan untuk menilai
hasil usaha (prestasi) yang telah dicapai oleh peserta didiknya; (b)
Memberikan informasi yang sangat berguna, guna mengetahui posisi
masing-masing peserta didik di tengah-tengah kelompoknya; (c)
Memberikan bahan yang penting untuk memilih dan kemudian menetapkan
29
Ramayulis, Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), hal.210.
status peserta didik; (d) Memberikan pedoman untuk mencari dan
menemukan jalan keluar bagi peserta didik yang memang memerlukannya;
(e) Memberikan petunjuk tentang sejauh manakah program pengajaran
yang telah ditentukan dapat dicapai.
c) Segi administratif, evaluasi pendidikan setidak-tidaknya memiliki 3 macam
fungsi: (1) Memberikan laporan mengenai kemajuan dan perkembangan
peserta didik setelah mereka mengikuti proses pembelajaran dalam jangka
waktu tertentu. (2) Memberikan bahan-bahan keterangan (data) untuk
keperluan pengambilan keputusan pendidikan dan lembaga pendidikan. (3)
Memberikan gambaran tentang kualitas hasil belajar peserta didik.30
SIMPULAN
Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat dirumuskan kesimpulan bahwa
evaluasi pendidikan (educational evaluation) adalah penilaian dalam (bidang)
pendidikan atau penilaian mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan yang
merupakan kegiatan untuk mengukur dan selanjutnya menilai kegiatan pembelajaran,
sehingga dapat diketahui mutu atau hasilnya. Dasar evaluasi pendidikan, adalah tolok
ukur untuk menilai berhasil atau tidaknya tujuan yang ingin dicapai melalui kegiatan
pembelajaran yang meliputi dasar keagamaan, dasar filosofis, dasar sosiologis, dasar
psikologis, dan dasar didaktis.
DAFTAR PUSTAKA
_____________1997. Refleksi Analisis Fithrah Manusia dan Nilai dalam
Pengembangan Pendidikan Islam Memasuki Abad XXI “Orasi Ilmiah/Pengukuhan
Guru Besar”, IAIN Alauddin Ujungpandang.
30
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005), hal. 10-
15.
1997. Refleksi Analisis Fithrah Manusia dan Nilai dalam Pengembangan
Pendidikan Islam Memasuki Abad XXI “Orasi Ilmiah/Pengukuhan Guru
Besar”, IAIN Alauddin Ujungpandang.
Anasti, Anne (ed). 1968.Psychological Testing. New York: Macmillang, Co Inc.
Echols, John M. and Hassan Shadilly. 2003. An English-Indonesian Dictionary. Cet.
XXV; Jakarta: PT. Gramedia.
Feisal, Jusuf Amir. 1995. Reorientasi Pendidikan Islam. Cet. I; Jakarta: Gema Insani
Press.
H. Daryanto. 2001. Evaluasi Pendidikan, Cet. II, Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Djamil, F. 2015. Evaluasi Pendidikan Agama Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Husni, H. 2017. Evaluasi Pendidikan Agama Islam: Konsep, Model, dan
Implementasinya. Yogyakarta: Aswaja Pressindo.
Mappanganro, H. 1996. Implementasi Pendidikan Islam di Sekolah. Cet.I; Ujung
Pandang: Yayasan Ahkam.
Mudyahardjo, Redja. 2004. Filsafat Ilmu Pendidikan; Suatu Pengantar. Cet.III;
Bandung: Remaja Rosdakarya
Mulyasa, E. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Cet. III; Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Mulyasa, E. 2016. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Ngalim Purwanto. 2008. Perinsip-perinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran.Cet.
XIV, Jakarta: PT. Rosdakarya.
Rothney, John W. M. 1984.Evaluation of Learning dalam Charles E. Skinner,
Educational Psychology. New Delhi: Prencite-Hall Inc.
Salam, Burhanuddin. 1997. Pengantar Pedagogik. Cet. I; Jakarta: Rineka Cipta.
Sanjaya, W. 2013. Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktek. Jakarta:
Kencana.
Sudijono, Anas. 2003. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Cet. IV; Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada.
Thoha, M. Chabib. 2003. Teknik Evaluasi Pendidikan. Cet. V; Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada.
Thorndike, Robert L dan Elisabeth P. Hagen Measurement and Aevaluation in
Psychology and Education Fourth Edition. New York: John Wiley and
Sons, t.th.
Usman, Moh. Uzer. 2004. Menjadi Guru Profesional. Cet. XVI; Bandung:
Remaja Rosda Karya.
Wilson, Jan. 1983. The Benefits of Environmental Analisis in the Strategic
Management Hanbook. New Tork: Book Compani.
Wondt, Edwind dan Geral W. Brown. 1977. Essentials of Educational
Evaluation. New Yorks: Hol Rinehart and Winston.
Zuhdi, M. 2013. Evaluasi Pendidikan Agama Islam: Tinjauan Teoritis dan Praktis.
Yogyakarta: Deepublish.