Anda di halaman 1dari 23

Pendidikan Karakter di Pendidikan Agama Islam dan Konsep Pendidikan

Islam

Nama : Achmad Amirul Fatah

Institusi : STIT PGRI Pasuruan

Email : achmadamirulfatah3551@gmail.com

Abstrak : Artikel ini menjelaskan tentang peran pendidikan agama Islam di


sekolah dalam membentuk kepribadian siswa. Pendidikan Agama Islam (PAI)
merupakan salah satu pilar terpenting pendidikan karakter. Pendidikan pribadi
berkembang dengan baik jika dimulai dengan jiwa keagamaan anak Anda, maka
bahan ajar sekolah PAI merupakan salah satu peran pendukung dalam pendidikan
karakter. Dengan mempelajari PAI, siswa mempelajari Aqidah sebagai dasar
agamanya, Al-Qur'an dan hadits diajarkan sebagai pedoman hidup, Fiqh diajarkan
sebagai tanda hukum ibadah, dan sejarah Islam adalah contoh kehidupan. berikut:
Pedoman bagi manusia dalam berperilaku baik dan buruk. Oleh karena itu, tujuan
utama pembelajaran PAI adalah membentuk individualitas siswa dan
mencerminkannya dalam tindakan dan pemikirannya dalam kehidupan sehari-
hari. Selain itu, keberhasilan PAI di sekolah juga ditentukan oleh penerapan
metode pembelajaran yang tepat.

Kata Kunci : Pendidikan Karakter, Pendidikan Agama Islam (PAI),

Abstract : This article describes the role of Islamic religious education in schools
in shaping students' personalities. Islamic Religious Education (IRE) is one of the
most important pillars of character education. Personal education develops well if
it starts with your child's religious spirit, so IRE school teaching materials are one
of the supporting roles in character education. By studying IRE, students learn
Aqidah as the basis of their religion, Al-Qur'an and hadith are taught as a way of
life, Fiqh is taught as a sign of the law of worship, and Islamic history is an
example of life. the following: Guidelines for humans in good and bad behavior.
Therefore, the main goal of IRE learning is to shape the individuality of students

1
and reflect it in their actions and thoughts in everyday life. In addition, the success
of PAI in schools is also determined by the application of appropriate learning
methods.

Keyword : Character Education, Islamic Religious Education (IRE)

PENDAHULUAN
Pendidikan kepribadian akhir-akhir ini menjadi isu penting dalam dunia
pendidikan. Hal ini terkait dengan fenomena kemerosotan moral yang terjadi antar
masyarakat dan di lingkungan pemerintahan yang semakin beragam. Kejahatan,
penipuan, korupsi, kekerasan terhadap anak dan pelanggaran HAM merupakan
bukti krisis identitas dan kepribadian di negara Indonesia.
Kepribadian luhur, kasih sayang dan agama yang telah dipertahankan
sebagai budaya bangsa Indonesia di masa lalu tampak aneh dan jarang terlihat di
masyarakat. Situasi ini akan diperparah jika pemerintah tidak segera
mengupayakan program perbaikan jangka panjang dan jangka pendek. Pendidikan
personal adalah jawaban yang tepat atas pertanyaan di atas, sebagai penyelenggara
layanan pendidikan diharapkan mampu mengemban misi pendidikan karakter
seperti halnya sekolah.
Salah satu alternatif yang dapat ditempuh dalam menyelenggarakan
pendidikan karakter di sekolah adalah dengan mengoptimalkan kajian Dokumen
Pendidikan Agama Islam (IAP). Peran pendidikan agama, khususnya pendidikan
agama Islam, sangat penting dalam membentuk kepribadian peserta didik.
Pendidikan agama merupakan sarana untuk mentransformasikan pengetahuan
menjadi aspek keagamaan (aspek kognitif), dan perilaku (aspek psikologis)
sebagai sarana untuk mengubah standar dan nilai moral menjadi bentuk sikap
(aspek emosional). Memainkan peran mengendalikan dan menciptakan
kepribadian manusia yang utuh.
Pendidikan agama Islam dikatakan mampu menghasilkan manusia yang
senantiasa istiqomah dalam keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia. Kepribadian

2
yang luhur meliputi akhlak, budi pekerti dan akhlak mewujudkan pendidikan. 1
Orang-orang ini perlu menghadapi tantangan, hambatan, dan perubahan yang
muncul dari interaksi masyarakat di tingkat regional, nasional, regional, dan
global.

1
Permendiknas No 22 Tahun 2006, Tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Tingkat Dasar
Dan Menengah, h. 2

3
PEMBAHASAN
BAB 1
PENDIDIKAN KARAKTER DI PENDIDIKAN ISLAM

A. Konsep Pendidikan Karakter

Istilah karakter terkait dan diperdagangkan dengan istilah moral, etika, dan
nilai-nilai tambahan dan diidentikkan dengan kekuatan moral, menunjukkan
"positif" tidak bias. Selanjutnya, pendidikan karakter secara lebih luas dapat
diartikan sebagai pelatihan yang menciptakan kualitas sosial dan pribadi
masyarakat pada siswa sehingga mereka memiliki nilai dan karakter sebagai
pribadi mereka sendiri, menerapkan kualitas tersebut dalam kehidupan mereka
sebagai warga negara, dan penduduk yang ketat. , patriot, berguna, dan inovatif.
Gagasan ini harus disikapi secara tepat oleh otoritas publik dan masyarakat
sebagai respons terhadap kondisi nyata yang dilihat oleh individu Indonesia akhir-
akhir ini yang ditandai dengan maraknya demonstrasi kriminal, meredanya
patriotisme, berkembangnya fanatisme, memudarnya ketangguhan yang ketat dan
kurangnya ketegasan di arena publik, sehingga kualitas sosial negara yang telah
kabur, dapat digali kembali di tengah-tengah masyarakat. Salah satu upaya yang
harus segera dilakukan adalah mengerjakan rencana pendidikan dalam kerangka
sekolah umum yang mendorong pelatihan manusia yang sejati.
Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang rangka pendidikan
umum, pendidikan karakter benar-benar menempati posisi yang signifikan, hal ini
dapat kita lihat dari tujuan diklat yang menyatakan bahwa:
“Pembinaan kapasitas masyarakat untuk membina kemampuan dan
membentuk pribadi dan peradaban negara yang megah dalam rangka
mencerdaskan kehidupan negara, dengan sasaran pembinaan kemampuan siswa
agar menjadi pribadi yang menerima dan takut akan Tuhan Yang Maha Esa,

4
berakhlak mulia, kokoh, berpendidikan, sehat, inventif, mandiri, dan menjadi
penduduk yang berdasarkan suara dan cakap”.2
Penilaian terhadap ketercapaian pembelajaran karakter, tentu saja, tidak
dapat diukur dengan tes perkembangan atau sumatif yang dinyatakan dalam skor.
Namun yang menjadi tolak ukur pencapaian pendidikan karakter adalah penataan
siswa yang berkarakter; karakter, halus, ramah, ketat, inventif, kreatif yang
diterapkan dalam kehidupan selama hidupnya. Sejalan dengan itu, jelas tidak ada
instrumen penilaian yang tepat yang dapat segera menunjukkan pencapaian
pelatihan karakter.
Susunan karakter sebagai satu kesatuan siklus mental dan sosial-sosial
dapat dirangkum menjadi: Hati (Pergantian peristiwa dunia lain dan antusias),
Pikiran (pergantian peristiwa ilmiah), Olahraga dan Sensasi (Perkembangan fisik
dan sensasi), dan Olah Rasa dan Karsa (Peningkatan emosi dan sensasi).
kemajuan penemuan). Keempat ukuran psikososial (hati, pikiran, latihan, dan
keyakinan dan harapan) secara komprehensif dan rasional saling berhubungan dan
korelatif, yang mendorong pengembangan karakter yang merupakan lambang
kualitas terhormat.
Pelatihan karakter merupakan salah satu hak yang harus dimiliki dalam
menyelesaikan pekerjaan untuk usia yang lebih muda; usia yang sangat terpelajar,
dilengkapi dengan keyakinan dan ketakutan akan Tuhan Yang Mahakuasa,
memiliki pribadi yang terhormat, terampil, imajinatif, bebas, dan menjadi
penguasa mayoritas dan penduduk yang dapat diandalkan.

B. Eksistensi Pendidikan Agama Islam Dalam Sisdiknas

Program pendidikan sangat penting untuk kerangka pembelajaran yang


mampu memahami tujuan pengajaran publik. Sejalan dengan itu, dalam Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 36, program pendidikan di Indonesia
diselenggarakan dalam struktur peningkatan keimanan dan ketaqwaan, perluasan
orang yang terhormat, perluasan potensi, pengetahuan dan minat peserta didik,
keragaman potensi, kearifan lokal dan permintaan perbaikan ekologi, provinsi dan
publik. , permintaan alam semesta kerja, permintaan ilmu pengetahuan dan

2
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional, h. 8

5
inovasi dan ekspresi pengalaman manusia, agama, elemen pergantian peristiwa di
seluruh dunia, solidaritas publik dan kualitas publik.
Untuk membantu pelaksanaan sistem program pendidikan tersebut di atas,
dalam pasal berikut (UU No. 20 Tahun 2003 pasal 37) ditegaskan bahwa rencana
pendidikan harus memuat: latihan yang ketat, pengajaran metro, bahasa,
matematika, ilmu-ilmu reguler, sosiologi. , ekspresi dan budaya , sekolah dan
olahraga yang sebenarnya, kemampuan/profesional, konten lingkungan.
Sekolah yang ketat adalah salah satu materi yang bertujuan untuk
membentuk orang yang terhormat dan kualitas yang mendalam pada anak-anak.
Hal ini menunjukkan bahwa pelatihan yang ketat memiliki peran yang signifikan
dalam menyelesaikan pengajaran pribadi di sekolah. Sejalan dengan itu, sekolah
ketat adalah salah satu mata pelajaran wajib dari tingkat dasar, pusat dan sekolah.
Maka sekolah harus memiliki pilihan untuk mengoordinasikan pelatihan ketat
secara ideal dengan menerapkan kualitas ketat dalam iklim sekolah yang
dilakukan oleh semua instruktur dan siswa secara bersama-sama dan terus-
menerus.
Lebih menarik lagi jika sekolah dapat mengembangkan program
pendidikan dengan menerapkan kualitas ketat yang tercermin dalam setiap mata
pelajaran. Pada dasarnya, pelatihan ketat berpusat pada penanaman mentalitas dan
karakter yang bergantung pada pelajaran ketat di semua bagian kehidupan siswa
di kemudian hari. Dengan tujuan agar pengembangan kualitas yang ketat harus
dicatat dalam semua mata pelajaran dan menjadi kewajiban bersama, semua hal
dipertimbangkan.
Substansi rencana pendidikan ketatausahaan tergambar dalam suplemen
Informatif Undang-undang Nomor 22 Tahun 2006, termasuk program pendidikan
sekolah Islam yang bertekad untuk belajar adalah untuk menciptakan orang-orang
yang secara konsisten berusaha untuk mewujudkan keyakinan, ketaqwaan, dan
etika, dan secara efektif mengarang kemajuan dan kesepakatan hidup, khususnya
dalam mendorong kemajuan manusia suatu negara yang terhormat. Individu-
individu tersebut dituntut untuk kokoh dalam menghadapi kesulitan, hambatan,
dan perubahan yang muncul dalam asosiasi wilayah lokal baik lokal, luas,
provinsi maupun universal. Selain itu, luasnya pengajaran Islam yang ketat

6
menggabungkan perspektif yang menyertainya: Al-Qur'an dan Hadis, Aqidah,
Etika, Fiqh, Kurma dan Budaya Islam.
Pengajaran ketat, khususnya sekolah ketat Islam (PAI) memiliki situasi
yang signifikan dalam kerangka pelatihan publik. Pengajaran ketat adalah materi
yang harus diajarkan di setiap sekolah. Pendidikan Islam yang ketat pada tingkat
dasar memberikan pembelajaran yang menanamkan sifat-sifat keduniawian pada
siswa sehingga mereka menjadi manusia yang berkarakter, bermoral dan
berbudaya sebagai salah satu komponen tujuan sekolah umum. Sedangkan
pelaksanaan pembelajaran ketat di sekolah dapat disamarkan dalam latihan intra
dan tambahan sekolah dan fokus pada pemanfaatan pembelajaran ketat dalam
kehidupan sehari-hari.

C. Pembentukan Karakter Anak sebagai tujuan Pendidikan dalam Islam

Ide pendidikan karakter sebenarnya sudah ada sejak zaman Nabi


Muhammad SAW. Hal ini terlihat dari tuntutan Allah bahwa tugas terpenting
Nabi adalah sebagai rewel anggaran etis bagi kerabatnya. Pembicaraan tentang
substansi pentingnya karakter setara dengan gagasan kualitas yang mendalam
dalam Islam, yang keduanya berbicara tentang aktivitas perilaku manusia. Al-
Ghazali menjelaskan bahwa kualitas yang mendalam adalah mentalitas yang
dibangun dalam semangat yang darinya berbagai aktivitas dipahami secara efektif
dan efektif tanpa memerlukan pemikiran dan pemikiran. Suwito mengatakan
bahwa kualitas yang mendalam sering disebut studi tentang perilaku atau
kepribadian, mengingat fakta bahwa dengan ini akan diperoleh informasi tentang
tata krama roh; cara mendapatkannya dan cara membersihkan ruh yang sudah
kotor.
Sementara itu, pentingnya karakter adalah menjalankan pabrik kualitas-
kualitas hebat (mengetahui nilai kebaikan, mau berbuat hebat, memiliki kehidupan
yang layak yang sejati, dan mempengaruhi iklim dengan baik) yang terukir dalam
diri sendiri dan ditunjukkan dalam mengadakan. Karakter yang sehat terpancar
dari hasil pikiran, hati, latihan, seperti halnya kecenderungan dan tujuan individu
atau kumpulan individu.

7
Pembicaraan pemahaman hakiki antara kualitas dan karakter yang
mendalam di atas mengisyaratkan substansi makna yang serupa, khususnya
masalah etika manusia; informasi tentang kualitas-kualitas hebat, yang harus
dimiliki seorang individu dan tercermin dalam setiap perilaku dan aktivitas.
Perilaku ini hanyalah hasil perhatian penuh. Seseorang yang memiliki sifat-sifat
luhur dalam jiwanya dan dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari biasa
dikenal sebagai individu yang berwatak atau berkarakter.
Etika atau karakter dalam Islam adalah tujuan utama dalam pelatihan. Hal
ini terlihat dari beberapa hadits nabi yang menjelaskan tentang cita-cita mendidik
yang baik, salah satunya adalah hadits yang menyertainya: “Tunjukkanlah
kebaikan kepada anak-anakmu, dan didiklah mereka”. Gagasan persekolahan
dalam Islam memandang bahwa manusia dibawa ke dunia dengan potensi luar,
lebih spesifiknya:
1) kemungkinan berbuat agung terhadap alam,
2) kemungkinan merusak alam,
3) potensi keabadian yang bersifat non- kapasitas yang sebenarnya.
Ketiga kemungkinan ini kemudian diberikan kembali pada pergantian
peristiwa manusia. Hal inilah yang kemudian memunculkan gagasan tentang
metodologi lengkap dalam persekolahan Islam yang memasukkan komponen
informasi, etika dan aqidah.
Lebih luas lagi, Ibnu Faris menjelaskan bahwa ide pengajaran dalam Islam
adalah mengarahkan individu dengan memusatkan perhatian pada semua potensi
akademik yang dimilikinya, melalui tahapan yang sesuai, untuk mengajarkan
semangat, etika, kecerdasan, membangun, agama, sosial politik. akal, ekonomi,
keindahan, dan jiwa. jihad. Hal ini memunculkan gagasan sekolah baik yang
ekstensif, di mana tuntutan mendasar dari keberadaan manusia benar-benar
keseimbangan hubungan antara manusia dan tuhannya, hubungan manusia satu
sama lain dan hubungan manusia dengan iklim umum.
Etika secara konsisten menjadi tujuan utama interaksi instruktif dalam
Islam, karena kualitas yang mendalam dipandang sebagai alasan keseimbangan
keberadaan manusia yang merupakan penentu pencapaian kemungkinan akademik
lainnya. Standar kualitas mendalam terdiri dari empat hal, yaitu:

8
1) Wawasan adalah keadaan keadaan mental di mana seorang individu
dapat mengenali hal-hal baik dan buruk.
2) Syajaah (kebenaran) adalah keadaan mental di mana seorang individu
melampiaskan atau memegang kemungkinan sudut pandang antusias
sangat dipengaruhi oleh akal
3) Iffah (kesucian) adalah mengendalikan kemungkinan selera atau
keinginan yang sangat dipengaruhi oleh akal dan syariat
4 ) 'adl (ekuitas) adalah keadaan mental yang mengatur tingkat perasaan
dan keinginan sesuai dengan persyaratan kecerdasan ketika menyampaikan
atau melampiaskannya.
Aturan etika di atas menegaskan bahwa gagasan tentang jiwa manusia
terdiri dari potensi keinginan besar dan potensi keinginan buruk, namun melalui
sekolah dipercaya bahwa orang dapat berlatih untuk memiliki pilihan untuk
mengendalikan kecenderungan aktivitas mereka menuju keinginan besar. . Oleh
karena itu, Islam menitikberatkan pada interaksi instruktif sebagai spesialis
pengaturan yang baik pada anak.
Islam secara konsisten menempatkan penataan pribadi atau karakter anak-
anak pada landasan utama tujuan pendidikan. Untuk memahami perkembangan
etika pada anak, al-Ghazali menawarkan gagasan instruktif yang berarti
mendekatkan diri kepada Tuhan. Sebagaimana ditunjukkan olehnya, mendekatkan
diri kepada Allah adalah tolak ukur kesempurnaan manusia, dan untuk sampai di
sana ada tiang yang disebut ilmu. Ibnu Miskawaih menambahkan bahwa tidak ada
materi khusus untuk menunjukkan etika, namun materi dalam persekolahan yang
lurus dapat dilaksanakan dalam berbagai ilmu pengetahuan asalkan tujuan
utamanya adalah mengabdi kepada Tuhan.3
Penilaian di atas menunjukkan bahwa kualitas etika merupakan motivasi
utama di balik pendidikan Islam, hal ini sesuai dengan landasan perlunya
penerapan pendidikan karakter di sekolah; Untuk menjadikan negara yang luar
biasa, mulia dan disegani dunia, diperlukan masyarakat yang layak dimulai dari
pembentukan karakter. Salah satu dari orang ini atau peningkatan yang baik harus

3
Suwito, Op.Cit, h. 121

9
dimungkinkan melalui siklus instruksi di sekolah dengan melaksanakan
pengembangan kebajikan di setiap topik.

D. Materi PAI di sekolah Sebagai Wujud Pembentukan Karakter Bagi


Peserta Didik
Gambaran di atas menunjukkan bahwa pendidikan adalah spesialis
perubahan besar dalam perkembangan pribadi anak-anak, dan pendidikan Islam
adalah bagian penting dari siklus, namun masalah sejauh ini adalah bahwa sekolah
Islam hanya dididik sebagai informasi dengan tidak ada aplikasi dalam kehidupan
sehari-hari biasa. hari. Dengan tujuan agar kapasitas madrasah sebagai salah satu
pembinaan insan berprestasi bagi siswa tidak tercapai seperti yang diharapkan.
Berkembangnya pandangan bahwa PAI bukan salah satu materi yang
menjadi standar kelulusan mahasiswa juga mempengaruhi kedalaman belajar. Hal
ini membuat PAI dianggap sebagai materi yang tidak penting dan hanya sebagai
pelengkap pembelajaran, bahkan pembelajaran PAI hanya dilakukan di wali kelas
yang hanya mendapat 2 jam latihan setiap minggunya, jauh lebih diluar dugaan
bahwa penilaian PAI baru selesai dengan tes tersusun.
Saatnya telah tiba untuk mengubah contoh pembelajaran materi PAI di
atas. Pendidik yang memimpin pencapaian suatu latihan harus memahami bahwa
tugas mereka terhadap pencapaian pembelajaran PAI tidak hanya pada tingkat
intelektual. Namun, yang tidak kalah pentingnya adalah cara untuk memberikan
perhatian kepada siswa bahwa pengajaran yang ketat merupakan suatu kebutuhan
sehingga siswa memiliki perhatian yang tinggi untuk melengkapi informasi yang
ketat yang telah mereka peroleh dalam kehidupan sehari-hari. Disinilah
diperlukan kepiawaian instruktur dalam menyampaikan pembelajaran, dimana
pembelajaran PAI tidak boleh hanya dididik di ruang belajar, namun bagaimana
pendidik dapat membujuk dan bekerja dengan pembelajaran yang ketat di luar
kelas melalui latihan yang ketat dan membangun iklim sekolah yang ketat. yang
tidak dibatasi oleh jam pelajaran. .
Motivasi utama di balik pembelajaran PAI adalah pengembangan karakter
pada siswa yang tercermin dalam perilaku dan mentalitas mereka dalam
kehidupan sehari-hari, sehingga pembelajaran PAI bukan hanya tugas pendidik
PAI saja, tetapi membutuhkan bantuan dari seluruh masyarakat setempat. daerah

10
di sekolah, daerah setempat dan yang lebih kritis adalah wali. Sekolah harus
memiliki pilihan untuk menyelenggarakan dan memberikan contoh pembelajaran
PAI ke beberapa perkumpulan yang telah dirujuk sebagai pengembangan jaringan
yang saling membantu dan menjaga satu sama lain untuk penataan siswa dengan
orang dan karakter yang terhormat.
Salah satu pencapaian pembelajaran PAI di sekolah dikendalikan oleh
penggunaan strategi pembelajaran yang tepat. Sesuai dengan hal tersebut
Abdullah Nasih Ulwan memberikan gagasan tentang pendidikan komprehensif
dalam pelatihan etika anak yang terdiri dari:
1) Instruksi sebagai isyarat visual,
2) Instruksi dengan bea cukai,
3) Instruksi dengan nasihat,
4) instruksi dengan fokus,
5) persekolahan dengan memberikan disiplin.
Ibn Shina dalam Risalah al-Siyasah mengharuskan metodologi yang dipoles
dari pendidik didikte oleh pengetahuan, agama, karakter, daya tarik dan otoritas.
Oleh karena itu, salah satu siklus pembelajaran yang signifikan patut dipuji.
Tingkah laku dan sikap pendidik merupakan kesan pembelajaran yang penting
bagi siswa. Pelopor persekolahan Indonesia Ki Hajar Dewantara mengatakan
bahwa pendidik harus memiliki pedoman "ing ngarso sung tulodo ing madyo
mangun karso" (sebelum memberi teladan, di tengah memberi arahan dan di
belakang memberi dukungan). Model ini merupakan salah satu teknik yang harus
diterapkan pendidik dalam pembelajaran PAI. Pendidik harus memiliki pilihan
untuk menerapkan kualitas ketat dalam kehidupan mereka sebelum menunjukkan
kualitas ketat ini kepada siswa. Karena dia akan menjadi model sejati untuk siswa.
Persekolahan yang diidentikkan dengan karakter atau etika tidak dapat
ditampilkan secara jelas sebagai informasi, namun ada persyaratan untuk
penyesuaian dalam perilaku sehari-hari. Setelah menjadi contoh yang baik,
instruktur harus mendorong siswa untuk secara konsisten bertindak baik dalam
kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, selain menilai, para pendidik juga
merupakan pengarah perilaku siswa sehari-hari di sekolah, dan disinilah
pentingnya bantuan dari semua pihak. Karena dalam strategi penyesuaian siswa

11
dipersiapkan untuk memiliki pilihan untuk terbiasa berakting hebat di mana saja,
kapan saja dan dengan siapa saja.
Ukuran pengajaran dan pembelajaran yang normal dalam latihan tegak
adalah lebih kepada mengajar, bukan mendidik. Mengajar mengandung makna
bahwa interaksi belajar lebih terkoordinasi pada arahan dan nasihat. Mengarahkan
dan menasihati berarti mengkoordinir siswa terhadap nilai-nilai pembelajaran
sebagai contoh yang baik, semua hal dipertimbangkan, sehingga sulit
menyampaikan informasi.
Mengajar dengan fokus menyiratkan fokus terus-menerus dan terus-
menerus mengikuti peningkatan anak-anak dalam perilaku mereka sehari-hari. Hal
ini juga dapat dijadikan sebagai alasan penilaian bagi pengajar atas prestasi
belajarnya. Karena hal utama dalam ukuran pembelajaran PAI adalah penyesuaian
perilaku yang sesuai dalam kehidupan sehari-hari sebagai indikasi pemanfaatan
informasi yang telah didapat.

Bentuk apresiasi pendidik terhadap prestasi siswa adalah adanya masukan


positif dengan pemberian hadiah dan disiplin (reward-discipline). Hadiah
diberikan sebagai penghargaan instruktur atas prestasi siswa sedangkan hukuman
diberikan jika siswa mengabaikan aturan yang telah ditetapkan, namun disiplin
disini bukan berarti kekejaman atau merendahkan sikap siswa, melainkan sebuah
disiplin yang mendidik. Teknik penghargaan dan disiplin diperlukan dalam
pembelajaran PAI dengan tujuan agar anak-anak selalu terinspirasi untuk belajar.
Penyusunan informasi tentang aqidah yang benar menjadi landasan utama
dalam mengajarkan etika pada anak. Disinilah pentingnya belajar pendidikan
Islam yang ketat di sekolah-sekolah, karena pengajaran yang ketat adalah
pembentukan pembelajaran ilmu-ilmu yang berbeda, yang akan mendorong
berkembangnya anak-anak muda yang berkarakter, tegas dan terdidik secara
mendalam. Maka pantaslah dikatakan bahwa penerapan pendidikan Islam yang
ketat di sekolah-sekolah merupakan landasan utama pendidikan karakter.
Pelatihan yang ketat menunjukkan pentingnya menanamkan etika dimulai dari
mindfulness yang ketat pada anak-anak.

12
BAB 2
KONSEP PENDIDIKAN ISLAM

A. Makna Pendidikan Islam

Untuk mengetahui pentingnya persekolahan Islam, penting untuk mencirikan


apa itu pelatihan. Istilah latihan dalam bahasa Indonesia berasal dari kata "didik"
dengan memberikan awalan "pe" dan tambahan "kan", yang berarti "perbuatan"
(hal, cara, dsb). Istilah pelatihan awalnya berasal dari bahasa Yunani
“paedagogie” yang berarti pengarahan yang diberikan kepada anak-anak. Istilah
ini kemudian diubah ke dalam bahasa Inggris dengan “instruction” yang
mengandung arti perbaikan atau arah.
Dalam pembicaraan Islam, persekolahan lebih mainstream dengan istilah
tarbiyyah, ta'lim, ta'dib, riyadloh, irsyad, dan tadris. Setiap istilah ini memiliki
kepentingannya sendiri yang luar biasa ketika beberapa atau setiap dari mereka
dirujuk bersama-sama. Bagaimanapun, masing-masing dari mereka akan memiliki
kepentingan yang sama jika salah satu dari mereka dipanggil, dengan alasan
bahwa salah satu istilah benar-benar merujuk pada istilah lain. Konsekuensinya,
dari penulisan IPA yang berbeda, istilah-istilah ini kadang-kadang digunakan
secara timbal balik dalam menangani kata-kata pelatihan Islam.
Sejak tahun 1970-an, telah ada percakapan terus-menerus sehubungan dengan
apakah Islam memiliki gagasan tentang pelatihan. Untuk sementara, para ahli
menerima bahwa Islam tidak memiliki gagasan, sehingga pengakuan dan
pelaksanaan pelatihan sejauh ini hanya menganut gagasan dan pengaturan
pengajaran Barat. Anggapan ini, tentu saja, tidak boleh langsung dituding, meski
tidak bisa sepenuhnya diakui. Salah satu pertentangan yang biasa mereka

13
kemukakan adalah bahwa sampai saat ini belum ada istilah yang secara khas dan
andal diselesaikan oleh semua kalangan, selain polemik yang tak terbatas.
Dari Jalan 31 hingga 8 April 1977, Pertemuan Dunia utama tentang Instruksi
Islam diadakan di Mekah. Dalam pertemuan (yang dimulai dan diadakan oleh
Perguruan Tinggi Penguasa Abdul Aziz), tiga istilah (tarbiyyah, ta'lim, dan ta'dib)
dibicarakan untuk pentingnya pelatihan Islam.

B. Ruang Lingkup Pendidikan Islam

Dalam perspektif H.M. Arifin, ajaran Islam memiliki gelar yang meliputi
latihan-latihan instruktif yang diselesaikan secara andal dan berkesinambungan
dalam bidang atau bidang keberadaan manusia yang meliputi:
1. Bidang kehidupan yang ketat, sehingga peningkatan pribadi manusia
sesuai dengan standar pelajaran Islam.
2. Bidang kehidupan sehari-hari, untuk membentuk keluarga sejahtera.
3. Bidang kehidupan moneter, sehingga dapat membentuk kerangka hidup
yang terbebas dari penyalahgunaan manusia oleh manusia.
4. Bidang kehidupan daerah setempat, dengan tujuan agar terwujud
masyarakat yang adil dan makmur atas izin dan ridho-Nya.
5. Bidang kehidupan politik, untuk membuat kerangka berbasis popularitas
yang sehat dan dinamis sesuai pelajaran Islam.
6. Bidang imajinatif dan kehidupan sosial, untuk membuat keberadaan
manusia penuh dengan keagungan dan energi yang tidak terpanggang dari
kebajikan yang ketat.
7. Bidang kehidupan logis, sehingga perbaikan menjadi alat untuk
mewujudkan bantuan pemerintah atas keberadaan manusia yang dibatasi oleh
kepercayaan.
Jika Anda menggunakan model ideal dan kecurigaan perilaku misionaris
yang mengharuskan berkonsentrasi dari ayunan ke liang lahat dan mencari
informasi adalah komitmen orang, maka, pada saat itu tingkat pendidikan Islam
tidak memandang usia. titik potong dan kontras orientasi seksual, bahkan Sekolah
sebagai ilmu, memiliki perluasan yang sangat luas. besar sekali. Karena di
dalamnya banyak sudut pandang atau kumpulan termasuk baik secara langsung

14
maupun tersirat. Perspektif dan pertemuan yang terlibat dengan sekolah Islam
seperti halnya tingkat pengajaran Islam adalah:
1. Demonstrasi menginstruksikan itu sendiri. Yang dimaksud dengan
demonstrasi instruktif di sini adalah pada keseluruhan latihan, kegiatan atau
kegiatan dan perspektif yang dilakukan oleh pelatihan ketika mengelola atau
benar-benar fokus pada siswa. Dalam pengertian yang berbeda, khususnya
sikap atau kegiatan mengarahkan, mengarahkan, memberikan bantuan dari
seorang guru kepada siswa menuju tujuan sekolah Islam. Dalam peragaan
ajaran ini, biasa disinggung sebagai tahzib.
2. Premis dan motivasi di balik pelatihan Islam, khususnya pembentukan
yang merupakan pembentukan dan sumber dari semua latihan sekolah Islam.
Segala sesuatu yang diingat untuk siklus instruktif harus bersumber dan
mengingat premis itu. Dengan premis dan sumber ini, siswa akan dibawakan
oleh premis dan sumber.
3. Understudies, lebih tepatnya orang-orang yang menjadi bahan utama
dalam pelatihan. Hal ini dengan alasan bahwa semua kegiatan instruktif
diarahkan pada tujuan dan standar pelatihan Islam.
4. Instruktur demikian, cenderung dikatakan sebagai subjek pelaksana siklus
instruktif. Guru akan benar-benar ingin melaksanakan pengajaran dengan
baik dan buruk, sehingga peran guru dalam pencapaian sekolah sangat
menentukan.
5. Bahan ajar dan program pendidikan Islam, khususnya materi ajar atau
pertemuan, yang telah tertata dan terorganisasi untuk disampaikan dalam
interaksi edukatif kepada siswa.
6. Strategi persekolahan Islam adalah teknik dan pendekatan yang dipandang
paling tepat dan tepat dalam pengajaran untuk menyampaikan materi dan
materi ajar kepada siswa. Strategi tersebut digunakan untuk mengukur,
mengumpulkan, dan menyajikan materi ajar, sehingga materi tersebut dapat
dengan mudah diketahui dan ditangkap oleh siswa yang ditunjukkan dengan
kualitas dan tahapan siswa.
7. Pengkajian ajaran Islam, khususnya strategi yang digunakan untuk
mensurvei konsekuensi persekolahan yang telah dilakukan. Dalam ajaran

15
Islam, sebagai aturan umum, tidak semua tujuan dapat dicapai dengan segera
dan tanpa penundaan sesaat, namun melalui siklus dan tahapan tertentu.
Dengan penilaian, pelatihan dapat dilanjutkan pada tingkat yang lebih tinggi
namun harus melihat apakah tujuan yang telah difokuskan pada suatu fase
atau tahap telah tercapai dan dijalankan.
8. Perangkat pembelajaran Islam, khususnya perangkat yang digunakan
selama interaksi pembelajaran dilakukan, sehingga tujuan pembelajaran dapat
tercapai dengan baik.
9. Iklim pendidikan Islam Kondisi dan tempat yang mempengaruhi
pelaksanaan dan pencapaian diklat.4

C. Tujuan Pendidikan Islam

Jika kita mencirikan pengajaran sebagai persiapan mental, baik dan (fisik)
yang menghasilkan orang-orang yang sangat halus untuk menyelesaikan
kewajiban dan tugas mereka di mata publik sebagai pekerja Tuhan, maka, pada
saat itu sekolah berarti mengembangkan (karakter) dan menanamkan kesadaran
akan harapan orang lain.
Tujuan dan tujuan pelatihan berfluktuasi sesuai dengan perspektif keberadaan
pada setiap guru atau lembaga pendidikan. Oleh karena itu, penting untuk
mendefinisikan perspektif Islam tentang kehidupan yang mengkoordinasikan
tujuan dan sasaran pengajaran Islam.
Tujuan adalah sesuatu yang diandalkan untuk dicapai setelah bisnis atau
tindakan selesai. Jadi pelatihan, karena merupakan bisnis dan gerakan yang
kembali melalui tahapan dan tingkatan, tujuannya adalah terus menerus dan
dievaluasi. Motivasi di balik sekolah bukanlah sebuah artikel yang tetap dan statis,
namun merupakan keseluruhan karakter individu, mengenai seluruh bagian
hidupnya.
Jika kita menengok kembali pemikiran tentang sekolah Islam, maka akan
terlihat jelas sesuatu yang harus diakui setelah individu mengalami ajaran Islam
secara menyeluruh, khususnya karakter seseorang yang menjadikannya “insan
kamil” dengan contoh bakti insan kamil, menyiratkan bahwa manusia seutuhnya

4
Muhammad Muntahibun Nafis, Ilmu Pendidikan Islam,(Kukuh PMLG Cetakan I, 2011), hal 1

16
dan tulus, dapat hidup dan berkreasi. secara wajar dan wajar karena ketakwaannya
kepada Allah SWT. Hal ini menunjukkan bahwa pelatihan Islam diperlukan untuk
mengantarkan orang-orang yang berharga bagi diri mereka sendiri dan masyarakat
umum mereka dan senang dan parsial untuk berlatih dan menciptakan pelajaran
Islam dalam hubungan mereka dengan Allah dan dengan individu kerabat mereka,
dapat mengambil keuntungan yang berkembang dari alam semesta ini untuk
membantu hidup di planet saat ini. juga, dalam kekekalan.
Ajaran Islam memiliki sifat-sifat yang menyertainya:
1. Membimbing manusia agar menjadi khalifah Allah di muka bumi dengan
sebaik-baiknya, khususnya menyelesaikan tugas menumbuhkembangkan
bumi sesuai dengan kehendak Allah.
2. Mengkoordinir umat agar semua pelaksanaan kewajiban kekhalifahannya
di muka bumi tuntas dalam bertakwa kepada Allah, sehingga tugas terasa
mudah untuk dilakukan.
3. Membimbing individu agar memiliki pribadi yang mulia, dengan tujuan
agar tidak merusak kapasitas kekhalifahannya.
4. Membina dan mengkoordinir kemampuan otak, jiwa dan raganya, dengan
tujuan agar ia memiliki informasi, etika dan kemampuan, yang semuanya
dapat dimanfaatkan untuk membantu kewajiban pengabdian dan khilafahnya.
5. Membimbing orang untuk mencapai kebahagiaan dalam hidup di dunia ini
dan di akhirat yang agung
Apa yang tersirat oleh tujuan luas adalah tujuan atau perubahan yang
diinginkan yang ingin dicapai oleh instruksi. Al-Abrasy dalam penelitiannya
tentang sekolah Islam telah menutup lima tujuan umum pengajaran Islam, secara
spesifik:
1. Melakukan pembinaan manusia yang mulia
2. Landasan untuk akhirat
3. Pengaturan mencari makan dan memelihara kemaslahatan
4. Menumbuhkan jiwa yang logis dalam menuntut ilmu dan memenuhi
(minat) serta memberdayakannya untuk membaca informasi bagi ilmu
pengetahuan itu sendiri

17
5. Merencanakan siswa dari sudut pandang ahli, spesialis dan pertukangan
sehingga mereka dapat mendominasi panggilan tertentu sehingga mereka
dapat menemukan makanan dalam hidup serta mengikuti sudut dunia lain dan
ketat.5

D. Keutamaan Mengajar

Ajaran Islam memiliki sifat-sifat yang menyertainya:


1. Membimbing manusia agar menjadi khalifah Allah di muka bumi dengan
sebaik-baiknya, khususnya menyelesaikan tugas menumbuhkembangkan
bumi sesuai dengan kehendak Allah.
2. Mengkoordinir umat agar semua pelaksanaan kewajiban kekhalifahannya
di muka bumi tuntas dalam bertakwa kepada Allah, sehingga tugas terasa
mudah untuk dilakukan.
3. Membimbing individu agar memiliki pribadi yang mulia, dengan tujuan
agar tidak merusak kapasitas kekhalifahannya.
4. Membina dan mengkoordinir kemampuan otak, jiwa dan raganya, dengan
tujuan agar ia memiliki informasi, etika dan kemampuan, yang semuanya
dapat dimanfaatkan untuk membantu kewajiban pengabdian dan khilafahnya.
5. Membimbing orang untuk mencapai kebahagiaan dalam hidup di dunia ini
dan di akhirat.
Apa yang tersirat oleh tujuan luas adalah tujuan atau perubahan yang diinginkan
yang ingin dicapai oleh instruksi. Al-Abrasy dalam penelitiannya tentang sekolah
Islam telah menutup lima tujuan umum pengajaran Islam, secara spesifik:
1. Melakukan pembinaan manusia yang mulia
2. Landasan untuk akhirat
3. Pengaturan mencari makan dan memelihara kemaslahatan
4. Menumbuhkan jiwa yang logis dalam menuntut ilmu dan memenuhi
(minat) serta memberdayakannya untuk membaca informasi bagi ilmu
pengetahuan itu sendiri
5. Merencanakan siswa dari sudut pandang ahli, spesialis dan pertukangan
sehingga mereka dapat mendominasi panggilan tertentu sehingga mereka
5
A. Rosmiaty Aziz, Ilmu Pendidikan Islam,(SIBUKU April, Yogyakarta 2016), Hal.26-29

18
dapat menemukan makanan dalam hidup serta mengikuti sudut dunia lain dan
ketat.
Pendidik Islam adalah orang-orang yang melakukan kegiatan pengajaran
Islam di lingkungan sekolah Islam untuk mencapai tujuan normal. Instruksi ini
adalah faktor manusia berikutnya setelah diajar. Meskipun perspektif tentang
kesepakatan terfokus instruktur pada umumnya tidak diakui, guru memiliki bagian
penting dalam siklus pendidikan. Dikatakan demikian dengan alasan bahwa tanpa
instruktur persekolahan sulit terjadi. Imam Al-Ghazali, seorang pakar
persekolahan Islam, juga melihat bahwa guru memiliki posisi yang esensial dan
vital. Dia mengungkapkan keunggulan dan kepentingan instruksi dengan mengacu
pada beberapa hadits ashar. Imam Al-Ghazali juga mengatakan tentang pekerjaan
mulia menunjukkan dia berkata: Jadi seseorang yang saleh perlu melatih apa yang
dia tahu pasti, kemudian, pada saat itu dia dikenal sebagai orang yang luar biasa di
setiap alam langit. Dia menyerupai matahari yang menerangi domain yang
berbeda. Dia merangkum cahaya, dan dia menyerupai aroma yang mengharumkan
orang lain, karena dia pasti harum.
Apresiasi Al-Ghazali begitu tinggi atas karya seorang pendidik, bahkan
disamakan dengan matahari atau wewangian. Matahari adalah sumber cahaya
yang dapat menerangi bahkan memberi kehidupan. Karena dengan informasi yang
didapat dari instruktur, menjadi jelas baginya apa yang benar dan apa yang terjadi,
dan setelah itu ia dapat hidup dengan bahagia di dunia ini dan di akhirat.
Mengenai aroma, itu adalah sesuatu yang disukai semua orang. Karena informasi
sangat penting bagi keberadaan manusia di dunia ini dan alam semesta yang besar
dengan tujuan agar semua orang akan meminta dan menyukainya.
“Pendidik mengembangkan manusia yang dianggap paling mulia dari semua
hewan Tuhan. Dengan cara ini dan biasanya dibuat dengan mendidik sangat
terhormat, karena itu mengembangkan manusia. Bukan hanya itu, selain
kesalehannya, pengajar mengembangkan bagian terhormat dari individu manusia,
untuk menjadi penjelasan khusus dan jiwa untuk menyempurnakan, memuji dan
membawanya lebih dekat kepada Allah saja." Kecerdasan yang disimulasikan
Pandangan Ghazali di bidang pertunjukan sangat mempengaruhi para pendidik
dan menteri dan menguatkan mereka untuk menyelesaikan pekerjaan mengajar.

19
Dengan cara ini, instruktur populer muncul dan mereka perlu mendidik tanpa
mengharapkan hadiah materi, upah atau pujian.
F. Jenis-jenis Pendidikan
Seperti yang dikemukakan oleh Prof. Dr. Moh. Athiyah Al-Abrasyi ada tiga
macam pengajaran, yaitu:
1. Sekolah Kuttab
2. Instruksi umum
3. Kurikulum khusus
1. Pelatihan Kuttab Sekolah ini merupakan sekolah yang mengajarkan Al-Qur'an
kepada anak-anak di posko. Sebagian dari mereka hanya berpendidikan, hanya
pandai membaca, mengarang dan menghafal Al-Qur'an.
2. Pengajaran Umum adalah latihan sebagai aturan umum, yang menunjukkan
landasan edukatif dan mengawasi atau melakukan pengajaran Islam formal seperti
madrasah, sekolah-sekolah Islam atau santai, misalnya di dalam keluarga.
3. Kurikulum khusus Adalah sekolah swasta yang ditawarkan secara eksplisit
kepada sekurang-kurangnya satu orang dari keturunan seorang penguasa
termasyhur (pejabat) dan lain-lain.6

6
Ibid. Hal 40-42

20
PENUTUP

KESIMPULAN

Penanaman karakter pada anak sejak dini berarti ikut mempersiapkan generasi
bangsa yang berkarakter, mereka adalah calon generasi bangsa yang diharapkan
mampu memimpin bangsa dan menjadikan negara yang berperadaban,
menjunjung tinggi nilai-nilai luhur bangsa dengan akhlak dan budi pekerti yang
baik serta menjadi generasi yang berilmu pengetahuan tinggi dan menghiasi
dirinya dengan iman dan taqwa. Oleh karena itu pembelajaran pendidikan agama
Islam (PAI) di sekolah sebagai salah satu upaya pembentukan karakter siswa
sangatlah penting. Pembentukan Karakter anak akan lebih baik jika muncul dari
kesadaran keberagamaan bukan hanya karena sekedar berdasarkan prilaku yang
membudaya dalam masyarakat.
Indikator keberhasilan pendidikan Karakter adalah jika seseorang telah
mengetahui sesuatu yang baik (knowing the good)(bersifat kognitif), kemudian
mencintai yang baik (loving the good)(bersifat afektif), dan selanjutnya
melakukan yang baik (acting the good) (bersifat psikomotorik) .7
Uraian di atas memperkuat pentingnya pendidikan karakter pada anak dilakukan
sejak dini, karena karakter seseorang muncul dari sebuah kebiasaan yang
berulang-ulang dalam waktu yang lama serta adanya teladan dari lingkungan
sekitar. Pembiasaan itu dapat dilakukan salah satunya dari kebiasaan prilaku
keberagamaan anak dengan dukungan lingkungan sekolah, masyarakat dan
keluarga. Sedangkan upaya yang dapat dilakukan sekolah dalam memak-simalkan
pembelajaran PAI di sekolah di antaranya: 1) dibutuhkan guru yang profesional

7
Ajat Sudrajat, Mengapa Pendidikan Karakter?, Jurnal Pendidikan Karakter, Vol. 1, No. 1, 2011,
h. 48

21
dalam arti mempuni dalam keilmuannya, berakhlak dan mampu menjadi teladan
bagi siswanya, 2) pembelajaran tidak hanya dilakukan di dalam kelas tetapi
ditambah dengan kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler keagamaan yang dilaksanakan
dengan serius sebagai bagian pembelajaran, 3) mewajibkan siswa melaksanakan
ibadah-ibadah tertentu di sekolah dengan bimbingan guru (misalnya rutin
melaksanakan salat zduhur berjamaah), 4) menyediakan tempat ibadah yang layak
bagi kegiatan keagamaan, 5) membiasakan akhlak yang baik di lingkungan
sekolah dan dilakukan oleh seluruh komunitas sekolah (misal program salam,
sapa, dan senyum), 6) hendaknya semua guru dapat mengimplementasikan
pendidikan agama dalam keseluruhan materi yang diajarkan sebagai wujud
pendidikan karakter secara menyeluruh. Jika beberapa hal tersebut dapat
terlaksana niscaya tujuan pendidikan nasional dalam menciptakan anak didik yang
beriman dan bertakwa kepada tuhan yang maha esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab dapat tercapai.

DAFTAR PUSTAKA

Mahmud, Ali Abdul Halim, 2003, Tarbiyah Khuluqiyah Pembinaan Diri Menurut
Konsep Nabawi, Terj Afifudin, Solo, Media Insani.

Permendiknas No 22 Tahun, 2006. Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Tingkat


Dasar Dan Menengah.
Ridla, Muhammad Jawwad, 2002. Tiga Aliran Utama Teori Pendidikan Islam
Perspektif Sosiologis-Filosofis, Terj Mahmud Arif, Yogyakarta, Tiara Wacana
Yogya Sudrajat, Ajat, 2011, Mengapa Pendidikan Karakter?, Jurnal Pendidikan
Karakter, Vol. 1, No. 1.

Rusn, Abidin Ibnu, 1998. Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan,Yogyakarta,


Pustaka Pelajar.

Suwito, 2004, Filsafat Pendidikan Akhlak Ibn Miskawaih,Yogyakarta, Belukar.


Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa Tahun, 2010-2025

22
Ulwan, Abdullah Nasih, Pedoman Pendidikan Anak Dalam Islam,Terj Sefullah
Kamalie Dan Hery Noer Ali, Jilid 2, Semarang, Asy-Syifa. Tt
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Nafis, Muhammad Muntahibun,2011, Ilmu Pendidikan Islam,Kukuh PMLG


Cetakan I

Aziz,A. Rosmiaty ,2016, Ilmu Pendidikan Islam,SIBUKU April, Yogyakarta .

Sudrajat ,Ajat ,2011, Mengapa Pendidikan Karakter?, Jurnal Pendidikan Karakter,

23

Anda mungkin juga menyukai