Anda di halaman 1dari 7

IMPLEMENTASI NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM

DALAM PEMBENTUKANPENDIDIKAN KARAKTER

DI SEKOLAH

A. Pendahuluan

Pendidikan pada zaman sekarang sangatlah penting dan sangat berpengaruh


dalam suatu negara. Jika Pendidikan dalam negara tersebut bagus, maka kemungkinan
negara tersebut untuk maju besar. Demikian dengan sebaliknya, apabila
pendidikannya buruk, maka kemungkinan negara tersebut untuk maju juga kecil.
Pendidikan dalam peradaban, memiliki nilai yang tinggi dalam menjalankan hidup.
Dengan adanya Pendidikan,seseorang menjadi lebih mengerti dan lebih
berpengalaman dalam hidup. Ketika seseorang melakukan Pendidikan, ia akan
memiliki bekal dalam menjalankan kehidupannya, baik dalam hal interaksi sosial,
ekonomi maupun budaya.Prof. dr. H.M. Quraish Shihab menyatakan “Hasil
pendidikan mencerminkan keadaan pribadi dan masyarakat. Jika kini kita mengeluh
tentang kualitas dan perilaku peserta didik atau masyarakat kita, maka tentulah ada
yang salah dalam pendidikan kita, baik kesalahan tersebut kita lemparkan pada
kecanggihan Iptek atau Revolusi Informasi dan semacamnya, maupun karena
kegagalan kita dalam mendidik atau bahkan memahami apa yang kita maksud dengan
pendidikan, termasuk pendidikan agama”.

Tidak hanya itu, Pendidikan merupakan kebutuhan bagi bangsa Indonesia


dalam membentuk manusia yang berdaya guna dan berkualitas, yang berguna dalam
negri maupun luarnegri. Pendidikan sendiri mencangkup banyak hal yang salah
satunya yaitu Pendidikan karakter. Dengan adanya itu, kenyataan pada zaman
sekarang, dalam hal Pendidikan karakter mempunyai permasalahan yang terjadi di
dalam negara dan membahayakan bangsa karena sumber daya manusia yang minim,
berdasarkan buku Desain Induk Pembangunan Karakter bangsa (2010) dapat di
identifikasi sebagai berikut; (1), Disorientasi dan belum dihayatinya Nilai-nilai
Pancasila sebagai Filosofi dan Ideologi Bangsa; (2), Keterbatasan Perangkat
Kebijakan Terpadu dalam Mewujudkan Nilai-nilai Esensi Pancasila; (3)Bergesernya
Nilai-nilai Etika dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara; (4), Memudarnya
Kesadaran terhadap Nilai-nilai Budaya Bangsa; (5), Ancaman Disintegrasi Bangsa;
(6), Melemahnya Kemandirian Bangsa. Kondisi tersebut sangat memprihatinkan,
terlebih dengan permasalahan yang mengenai remaja.

Pendidikan memiliki peranan yang besar sebagai pusat untuk mempersiapkan


karakter pada manusia dalam menghadapi tantangan global. Dengan kondisi tersebut,
maka diharuskan bagi para pengajar di dalam sekolah bertanggungjawab dalam
karakter setiap peserta didiknya. Demi mewujudkan peserta didik yang berkualitas,
kreatif dan kompetitif. Sehingga pelaksaan pendidikan nasional dapat tercapai secara
optimal sesuai dengan tujuan pendidikan nasional sebagaimana ter-cantum dalam
Undang-undang nomor 20 tahun 2002 tentang sistem pendidikan nasional pasal 3,
bahwa; “pendidikan nasional mempunyai peran dan fungsi dalam mengembangkan
setiap potensi yang dimiliki peserta didik, serta membentuk karakter sebagai bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta ber-
tanggungjawab”.

Pendidikan yang ada di Indonesia sesuai tujuan di atas berorientasi untuk


menghasilkan penerus bangsa yang berwawasan luas dengan melalui proses
pengoptimalan setiap potensi peserta didik dan membentuk manusia yang berkarakter
sepertihalnya berakhlak mulia, beriman, sehat jasmani dan rohani, kreatif, mandiri,
demokratis dan bertanggungjawab. Kemudian, melihat masyarakat pada zaman
sekarang, Ketika budaya barat masuk ke Indonesia maka Sebagian masyarakat tidak
mampu menyaring budaya luar yang bertolak belakang dengan nilai-nilai budaya yang
berlaku di Indonesia. Dengan demikian, pengaruh dari budaya barat tersebut,
memberikan dampak negative terhadap peserta didik baik sikap maupun perilakunya.
Hal ini sama dengan pendapat Judiani dalam penelitiannya tentang implementasi
pendidikan karakter di SD bahwa, “Peserta didik pada saat sekarang, tidak memiliki
sopan santun, suka tawuran, minum-minuman keras, narkotika, serta kebut-kebutan di
jalan raya”.

Permasalahan di atas menunjukan bahwa Pendidikan karakter sangat urgen


untuk diterapkan, khususnya dalam Lembaga Pendidikan anak usia dini. Karena
peserta didik pada masa ini, memerlukan Pendidikan karakter, sehingga peserta didik
mengetahui suatu hal baik maupun yang buruk, yang mana harus dilakukan maupun
yang harus di jauhi. Hal ini sejalan dengan pendapat Hurlock bahwa, “Perkembangan
moral pada awal masa kanak-kanak masih dalam tingkat yang rendah, sehingga belum
mampu menerapkan prinsip-prinsip abstrak tentang benar dan salah”. Maka dari itu,
Pendidikan karakter di sekolah seharusnya memiliki perhatian khusus untuk
membentuk pondasi iman peserta didik dan menciptakan pribadi yang berakhlakul
karimah. Hal ini, sebagai seorang pengajar atau guru mempunyai tanggujawab dalam
mendidik para peserta didik. Seorang guru harus mengajarkan nilai-nilai Pendidikan
kepada para peserta didik, terlebih dengan menerapkan nilai-nilai Pendidikan islam.
Kemudian setelah peserta didik telah mengetahui dan memahami nilai-nilai
pendidikan islam kemudian diterapkan untuk membentuk karakter yang baik.

B. Pembahasan

Nilai-nilai pendidikan Islam sangatlah penting. Nilai telah diartikan oleh para
ahli dengan banyak pengertian. Pengertian yang satu berbeda dengan pengertian yang
lain karena nilai mempunyai hubungan yang sangat erat dengan pengertian-pengertian
dan aktifitas manusia yang kompleks dan sulit ditentukan batasannya.
Milton Rokeach dan James Bank mengemukakan bahwa nilai adalah:
“Suatu tipe kepercayaan yang berada dalam ruang lingkup sistem keper-
cayaan dalam mana seseorang bertindak atau menghindari suatu tindak-an, atau
mengenai yang pantas atau tidak pantas.”1
Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa nilai merupakan sifat yang
melekat pada sesuatu sistem kepercayaan yang berhubungan dengan subjek yang
memberi arti. Dalam hal ini, subjeknya adalah manusia yang mengartikan dan yang
meyakini.2 Dengan itu, nilai pendidikan islam berarti nilai-nilai yang melekat pada
pendidikan tentang agama islam. Muhaimin yang mengutip pendapatnya Webster
menjelaskan nilai adalah suatu keyakinan yang menjadi dasar seseorang atau sekelompok
orang untuk memilih tindakannya, menilai sesuatu yang bermakna bagi kehidupannya.
Adapun macam nilai-nilai keagamaan yang harus diaplikasikan dalam kehidupan sehari-
hari adalah sebagai berikut:

1
M. Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hlm. 60
2
STRATEGI PENANAMAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM PADA PESERTA DIDIK
Raden Ahmad Muhajir Ansori*
LP3M IAI Al-Qolam
Jurnal Pusaka (2016) 8 : 14-32
1. Nilai Aqidah
Aqidah adalah bentuk masdar dari kata ‘aqada, ya’qidu, ’aqdan-‘aqīdatan yang
berarti simpulan, ikatan, sangkutan, perjanjian dan kokoh. Sedang secara teknis,
aqidah berarti iman, kepercayaan dan keyakinan. Tumbuhnya kepercayaan
tentunya di dalam hati, sehingga yang dimaksud aqidah adalah kepercayaan yang
menghujam atau tersimpul di dalam hati. 14 Sedangkan menurut istilah, aqidah
adalah hal-hal yang wajib dibenarkan oleh hati dan jiwa merasa tentram karenanya,
sehingga menjadi keyakinan kukuh yang tidak tercampur oleh keraguan. Fungsi
aqidah sendiri mempunyai fungsi sebagai berikut:
a. Menuntun dan mengemban dasar ketuhanan yang dimiliki oleh manusia
sejak lahir
b. Memberikan ketenangan dan ketentraman jiwa
c. Memberikan oedoman hidup yang pasti.
2. Nilai Akhlaq
Akhlak secara etimologi berasal dari kata khuluq dan jama’nya akhlāq yang berarti
budi pekerti, etika, moral. Demikian pula kata khuluq mempunyai kesesuaian
dengan khilq, hanya saja khuluq merupakan perangai manusia dari dalam diri
(ruhaniah) sedang khilq merupakan perangai manusia dari luar (jasmani).
3. Nilai Syari’ah
Syari’ah merupakan sebuah jalan hidup yang ditentukan oleh Allah SWT sebagai
panduan dalam menjalankan kehidupan di dunia untuk menuju kehidupan
akhirat. Fungsinya adalah membimbing manusia yang berdasarkan sumber
hukum Islam yaitu Al Qur’an dan Sunnah. Secara umum, fungsi syari’ah adalah
sebagai pedoman hidup yang telah diajarkan Nabi Muhammad SAW agar hidup
manusia lebih terarah menuju kekehidupan akhirat.
Dari nilai-nilai keagamaan diatas, jika diterapkan di kehidupan sehari-hari,
terkhusus di lingkungan sekolah, maka dapat membentuk karakter yang riligius
pada setiap anak. Karena dengan maraknya permasalahan remaja pada zaman
sekarang, sehingga harus diadakannya gerakan untuk membentuk karakter
pribadi yang baik dan agamis. Adapun beberapa strategi penanaman nilai-nilai
pendidikan Islam pada peserta didik di sekolah yang dapat dilakukan oleh guru
antara lain:
a. Keteladanan
Keteladanan dalam bahasa arab disebut uswah, iswah, qudwah,
qidwah yang berarti perilaku baik yang dapat ditiru oleh orang lain.3Dalam
membina dan mendidikan anak (peserta didik) tidak hanya dapat dilakukan
dengan cara model-model pembelajaran modern, tapi juga dapat dilakukan
dengan cara pemberian contoh yang teladan kepada orang lain. Penggunaan
metode keteladanan ini dapat tercapai dengan maksimal jika seluruh keluarga
lembaga pendidikan menerapkan atau mengaplikasikan dengan mantap.
Misalnya seorang ayah yang menyuruh anaknya untuk mengerjakan ibadah
sholat, sedangkan ayahnya tidak memberikan contoh dan langsung bergegas
mengerjakan ibadah solat. Guru sebagai teladan yang baik bagi peserta
didiknya hendaknya menjaga dengan baik perbuatan maupun ucapannya
sehingga naluri anak yang suka menirukan dan mencontoh dengan sendirinya
akan mengerjakan apa yang dikerjakan maupun yang sarankan oleh guru.
Perbuatan yang dilihat oleh anak, secara otomotasi akan masuk kepada jiwa
kepribadian si anak, kemudian timbul sikap-sikap terpuji pada perilaku anak.

b. Pembiasaan
Metode pembiasaan adalah suatu cara yang dapat dilakukan untuk
membiasakan anak berfikir, bersikap, bertindak sesuai dengan ajaran agama
Islam. Metode ini sangat praktis dalam pembinaan dan pembentukan karakter
anak usia dini dalam meningkatkan pembiasaan-pembiasaan dalam
melaksanakan suatu kegiatan di sekolah. Hakikat pembiasaan sebenarnya
berintikan pengalaman. Pembiasaan adalah sesuatu yang diamalkan. Oleh
karena itu, uraian tentang pembiasaan selalu menjadi satu rangkaian tentang
perlunya melakukan pembiasaan-pembiasaan yang dilakukan setiap hari. Inti
dari pembiasaan adalah pengulangan. Dalam pembinaan sikap, metode
pembiasaan sangat efektif digunakan karena akan melatih kebiasaan- kebiasaan
yang baik kepada anak sejak dini.
Dalam bidang keilmuan psikologi pendidikan, metode pembisaan
dikenal dengan istilah operan conditioning, mengajarkan peserta didik untuk
membiasakan perilaku terpuji, disiplin, giat belajar, bekerja keras, ikhlas, jujur,
dan bertanggung jawab atas setiap tugas yang telah diberikan. Pembiasaan
3
Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam (Jakarta: Ciputat Press, 2002),
hlm. 112
sengaja melakukan sesuatu secara berulang-ulang agar sesuatu itu dapat
menjadi kebiasaan. Pembiasaan sebenarnya berintikan pengalaman, yang
dibiasakan adalah sesuatu yang diamal- kan. Pembiasaan menentukan manusia
sebagai sesuatu yang diistemawakan, yang dapat menghemat kekuatan, karena
akan menjadi kebiasaan yang melekat dan spontan agar kekuatan itu dapat
dipergunakan untuk berbagai kegiatan dalam setiap pekerjaan dan aktivitas
lainnya.
Dalam kehidupan sehari-hari, pembiasaan merupakan hal yang sangat
penting, karena banyak dijumpai orang berbuat dan berperilaku hanya karena
kebiasaan semata-mata. Pembiasaan dapat mendorong mempercepat perilaku,
dan tanpa pembiasaan hidup seseorang akan berjalan lamban, sebab sebelum
melakukan sesuatu harus memikirkan terlebih dahulu apa yang akan
dilakukannya. Metode pembiasaan penanaman nilai-nilai keagamaan kepada
peserta perlu diterapkan oleh guru dalam proses pembentukan karakter, untuk
membiasakan peserta didik dengan sifat-sifat terpuji dan baik, sehingga
aktivitas yang dilakukan oleh peserta didik terekam secara positif.4
c. Nasihat
Metode ini merupakan metode fleksibel yang dapat digunakan oleh para
pendidik. Kapanpun dan di manapun setiap orang yang melihat kepada
kemungkaran atau melanggar norma-norma adat kebiasaan suatu kelompok,
maka minimal yang bisa kita lakukan adalah dengan cara menasihati. Bagi
seorang guru metode menasihati peserta didiknya dalam konteks menanamkan
nilai-nilai keagamaan mempunya ruang yang sangat banyak untuk dapat
mengaplikasikan kepada peserta didiknya, baik di kelas secara formal maupun
secara informal di luar kelas. Akan tetapi penggunaan metode ini dalam
menanamkan nilai-nilai keagamaan pada peserta didik perlu mendapatkan
perhatian khusus. Jangan sampai niat sebagai seorang pendidik memberikan
arahan, petuah bahkan nasehat kepada peserta didiknya mendapat penolakan
karena gaya bahasa yang terlampau menyakiti dan sulit diterima oleh peserta
didik, sekalipun yang disampaikannya adalah benar.
d. Tsawab (Hukuman)

4
H. E. Mulyasa, ed. Dewi Ispurwanti, Manajemen Pendidikan Karakter, (Jakarta: Bumi aksara,
2003), hal. 167
Salah satu upaya mewujudkan tujuan pendidikan adalah perlunya ditanamkan
sikap disiplin dan tanggung jawab yang besar dalam proses pembelajaran.
Konsistensi sikap disiplin dan rasa tanggung jawab dalam proses pembelajaran
sangat diperlukan sehingga diperlukan metode atau tindakan-tindakan preventif,
salah satu metode tersebut ialah pemberian hukuman atau punishment dalam
satuan pendidikan yang bertujuan mengiringi proses pembelajaran agar ter-
capainya tujuan pendidikan yang telah diharapkan. Adapun proses pemberian
hukuman harus sesuai dengan tingkat kesalahan peserta didik yang melanggar
tata tertib dalam satuan pendidikan.
Model penanaman nilai dengan metode hukuman menuai banyak pro dan
kontra di kalangan masyakarat luas. Akan tetapi kontroversi tersebut akan dapat
dimini-malisir jika metode ini mempunyai syarat-syarat yang harus dilakukan
Ketika memberlakukan sebuah hukuman, di antaranya:
1) pemberian hukuman harus dilandasi dengan cinta, kasih sayang kepada
peserta didik, bukan karena sakit hati atau kemarahan seorang guru
2) Pemberian hukuman merupakan cara dan alternatif yang terakhir dalam
mendidik siswa. Selain model hukuman yang mendidik, cara ini juga
sebisa mungkin menjadi jalan yang terakhir dalam proses pembelajaran
3) Harus menimbulkan kesan jera kepada peserta. Perlu digarisbawahi,
kesan jera yang timbul dari peserta didik bukan karena hukumannya
yang keras lagi kasar, tetapi ada berbagai metode-metode lain yang
dapat diterapkan oleh guru.
4) Harus mengandung unsur edukasi. Jika metode hukuman terpaksa harus
dilaksanakan, maka jenis hukuman harus bersifat mendidik.
C. Kesimpulan

Anda mungkin juga menyukai