Anda di halaman 1dari 41

1

BABI

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia merupakan makhluk yang paling mulia yang diciptakan oleh

Allah. Berawal dari konsep tentang kejadian manusia yang dimuliakan dari

sejarah awal dari kejadian sebagai makhluk Allah SWT yang mempunyai

potensi akal dan ilmu, disamping untuk menjalankan misi untuk menghadap

sebagai khalifah Allah di bumi. Supaya dapat mejalankan amanat dan tanggung

jawab tersebut diperlukan adanya tuntutan dan bimbingan melalui pendidikan.

Seperti di jelaskan firman Allah dalam QS. At-tin ayat 04:

      

Artinya

4. Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang

sebaik-baiknya .

Agama Islam Menuntut manusia menjadi hamba yang baik agar dapat

membangun hubungan kepada Allah SWT dan sesama manusia, sehingga

Islam membangun sebuah sistem perilaku yang dijadikan modal dasar seorang

muslim untuk menjalani hidup, juga termasuk didalamnya bagaimana

bersosialisasi antara satu dengan yang lainnya. Pendidikan tidak diartikan

sebagai kegiatan mentransfer ilmu, teori, dan fakta-fakta akademik semata,

atau bukan sekedar urusan ujian, penetapan kriteria kelulusan, serta percetakan

ijazah semata.

Pendidikan dimaknai sebagai 1 proses pematangan kualitas hidup,


2

sehingga dengan proses tersebut manusia diharapkan mampu memahami arti

dan hakikat hidup, serta untuk apa dan bagaimana menjalankan tugas hidup

dan kehidupan secara benar. Karena itulah fokus pendidikan diarahkan pada

pembentukan kepribadian unggul dengan menitik beratkan pada proses

pematangan kualitas logika, hati, dan akhlak. Oleh karena itu, pendidikan tidak

boleh menjadikan manusia asing terhadap dirinya dan asing terhadap

nuraninya.

Pendidikan tidak boleh melahirkan sikap, pemikiran, dan perilaku semu.

Pendidikan tidak boleh menjadikan manusia berada diluar dirinya. Pendidikan

harus mampu menyatukan sikap, pemikiran, prilaku, hati, nurani dan keimanan

menjadi suatu kesatuan yang utuh. Pendidikan berperan membantu manusia

memahami cara hidup yang benar.

Pendidikan membantu manusia memahami rahasia dibalik kehidupan.

Pendidikan membantu manusia dalam memahami mana yang benar dan mana

yang salah, mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang halal dan mana

yang haram. Pendidikan berperan membantu manusia untuk memahami arti,

hakikat dan tujuan hidup dengan benar. Hampir setiap orang pernah mengalami

pendidikan, tetapi setiap orang mengerti makna kata pendidikan, pendidik dan

mendidik.

Untuk memahami pendidikan, ada dua istilah yang dapat mengarahkan

pada pemahaman hakikat pendidikan, yakni kata paedagogie dan paedagogiek.

Paedagogie bermakna pendidikan, sedangkan paedagogiek berarti ilmu

pendidikan. Karena itu, tidaklah mengherankan apabila pedagogik atau ilmu


3

pendidikan adalah ilmu atau teori yang sistematis tentang pendidikan yang

sebenarnya bagi anak atau untuk anak sampai ia mencapai kedewasaan. 1

Pendidikan merupakan upaya terencana dalam proses bimbingan dan

pembelajaran bagi individu agar tumbuh dan berkembang menjadi manusia

yang mandiri, bertanggung jawab dan kreatif, berilmu, sehat, dan berakhlak

(berkarakter mulia).

Dengan kata lain, pendidikan harus mampu mengemban misi

pembentukan karakter (character building) sehingga para peserta didik dan

para lulusan lembaga pendidikan dapat berpartisispasi dalam mengisi

pembangunan dengan baik dan berhasil tanpa meninggalkan nilai-nilai karakter

mulia.9

Tujuan pendidikan dalam upaya memajukan bangsa, terjadi suatu proses

pendidikan atau proses belajar yang memberikan pengertian, pandangan, dan

penyesuaian bagi masyarakat ataupun negara sehingga menyebabakan ia

berkembang. Artinya dalam proses perkembangan individu dan apa yang akan

diharapkan daripada sebagai warga masyarakat dan bangsanya, maka

pendididkan itu akan menimbulkan pengaruh dinamis baik jasmani maupun

rohani.10 Sebagaimana Allah SWT berfirman:

        

       

Artinya

138. (Al Quran) ini adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan
1
M. Sukardjo. Landasan Pendidikan Konsep dan Aplikasinya. (Jakarta,PT. Raja Grafindo
Persada, 2010). h
4

petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa.

139. janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih

hati, Padahal kamulah orang-orang yang paling Tinggi (derajatnya), jika kamu

orang-orang yang beriman.

Islam menempatkan pendidikan pada posisi yang sangat vital, indikasinya

sangat jelas, yaitu lima ayat pertama Al-Qur’an (Qs. Al-Alaq) yang berisi

perintah membaca.2

Karakter adalah mustika hidup yang membedakan manusia dengan

binatang. Manusia tanpa karakter adalah manusia yang sudah “Membinatang”.

Orang-orang yang berkarakter kuat dan baik secara individual dan sosial ialah

mereka yang memiliki moral, budi pekerti yang baik.

Dalam pembentukan kualitas manusia, peran karakter tidak dapat

disisishkan. Sesungguhnya karakter inilah yang menentukan baik atau

tidaknya seseorang. Menurut teori behaviorisme manusia, akan berkembang

dan menentukan kejiwaannya sendiri berdasarkan stimulus yang diterimanya

dari lingkungan sekitar. Dengan kata lain, karakter manusia dibentuk

berdasarkan stimulus yang diterimanya dari stimulus lingkungannya.

Lingkungan yang buruk akan membentuk manusia yang buruk, dan lingkungan

yang baik akan membentuk manusia yang baik.3

Pada era yang semakin global ini tuntutan sumberdaya manusia yang

berkualitas dan berwawasan luas tidak hanya dalam bidang ilmu pengetahuan
2
As’aril Muhajir, Ilmu Pendidikan Perspektif Kontekstual (Yogyakarta: Ar- Ruzz Media,
2017), 24.

3
Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter (Jakarta: Kencana Media Group, 2015
5

umum saja, namun juga harus didasari dengan karakter yang mulia, sehingga

mampu mengendalikan diri dari pengaruh budaya yang serba membolehkan

yang mengiringi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut.

Krisis yang melanda Indonesia dewasa ini bukan hanya berdimensi material,

akan tetapi juga telah memasuki kawasan moral dan agama hal ini dipicu oleh

tidak adanya pengetahuan agama yang kuat.

Apabila kita kita mengamati kenyataan hidup umat Islam pada masa kini

tidaklah sedikit diantara mereka yang berkepribadian buruk. Banyak umat

Islam yang selalu aktif menunaikan ibadah sahalat, puasa, zakat bahkan

menuaniakan ibadah haji, tapi dalam kehidupan mereka masih suka berbuat

hal-hal yang kurang baik atau bahkan hal-hal yang dilarang oleh agama.

Mereka suka memeras orang lain untuk mencapai tujuan yang mereka

inginkan. Dalam kehidupan sosial mereka bersikap liberalis, demikian pula

dalam kehidupan lainnya. Contoh lainnya dalam bidang politik, budaya, seni,

pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi lepas dari nilai-nilai moral

yang telah digariskan oleh ajaran agama Islam. Tidak hanya itu saja masih

banyak kasus-kasus yang diluar norma-norma agama misalnya kondisi akhlak

generasi muda yang rusak/hancur. Hal ini ditandai dengan maraknya seks

bebas dikalangan para remaja, peredaran narkoba dikalangan remaja, peredaran

foto dan video porno dikalangan pelajar dan sebagainya.4

Apabila sikap-sikap diatas membudaya maka jelaslah akan berdampak

4
Dharma kusuma, et. all., Pendidikan Karakter: Kajian Teori dan Praktik di Sekolah
(Bandung: Remaja Rosdkarya, 2017), 2-4.
6

negatif pada anak-anak yang masih berada dalam proses pembinaan moral

agama karena pertumbuhan dan perkembangan moral agama pada anak-anak

lebih banyak diperoleh melalui hasil pengamatan suasana lingkungan di

sekitarnya melalui peniruan dan keteladanan. Anak-anak adalah generasi

penerus yang akan menggantikan dan memegang tongkat estafet generasi tua.

Supaya mereka menjadi generasi yang bermoral religius, maka mereka harus

dibina, dibimbing, dan dilatih dengan baik dan benar melalui proses

pendidikan, khususnya pendidikan Islam.

Melihat fenomena diatas, maka pendidikan karakter sangat dibutuhkan

agar anak mempunyai kepribadian yang luhur. Wacana tentang pendidikan

karakter, pencetus pendidikan karakter yang menekankan dimensi etis-spiritual

dalam proses pembentukan pribadi ialah FW. Foerster tahun 1869-1966.15

Namun menurut penulis, penggagas pembangunan karakter pertama kali adalah

Rasulullah SAW. Pembentukan watak yang secara langsung dicontohkan oleh

Nabi Muhammad SAW merupakan wujud esensial dari aplikasi karakter yang

diinginkan oleh setiap generasi.

Secara asumtif, bahwa keteladanan yang ada pada diri Nabi menjadi

acuan bagi para sahabat, tabi’in, dan umatnya. Namun, sampai abad 15 sejak

Islam menjadi agam yang diakui universal ajarannya, pendidikan karakter

justru dipelopori oleh negara-negara yang penduduknya minoritas muslim.

Sebagai umatnya kita wajib mencontoh keteladanan beliau dalam

menanamkan karakter kepada umatnya, tetapi pada kenyataanya banyak yang

bertolak belakang. Akibatnya, Islam dipandang lewat pemeluknya bukan


7

dilihat dari ajarannya. Padahal belum tentu Islam mengajarkan yang sama

dengan apa yang dilakukan oleh pemeluknya. Sebagai contoh, bagaimana

Islam mengjarkan akhlak kepada guru, ulama, dan pemimpin. Lalu bagaimana

Islam mengajarkan akhlak bertetangga, sampai kepada akhlak berbangsa dan

bernegara.

Dalam Al-Qur’an, teks yang membicarakan keteladanan telah

mengingatkan kita yang mengakui diri sebagai muslim dan memiliki akal

untuk berpikir sejak abad 15 silam, yaitu Qs. Al- Baqarah ayat 44:

      

     

44. mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan

diri (kewajiban) mu sendiri, Padahal kamu membaca Al kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu

berpikir?

Seperti yang kita ketahui bahwa pendidikan karakter bukan hal yang baru

dalam sistem pendidikan Islam sebab roh atau inti pendidikan Islam adalah

pendidikan karakter. Pendidikan Islam sudah ada sejak Islam didakwahkan

oleh Nabi Muhammad SAW kepada para sahabatnya. Seiring dengan

penyebaran Islam, pendidikan karakter tidak pernah terabaikan karena Islam

yang disebarkan oleh Nabi Muhammad SAW adalah Islam dalam arti yang

utuh, yaitu keutuhan dalam iman, amal soleh, dan karakter yang mulia.

Pembinaan karakter sebenarnya menjadi tanggung jawab setiap umat

Islam yang dimulai dari tanggung jawab terhadap dirinya lalu keluarganya.
8

Ketika disadari bahwa tidak semua umat Islam sanggup mengemban tanggung

jawab tersebut, tanggung jawab untuk melakukannya berada pada orang-orang

yang memiliki kemampuan itu.5

Berdasarkan anailis peneliti berpendapat bahwa, menurut KH. Ahmad

Dahlan, rusaknya karakter pada tatanan sosial masyarakat pada masa itu karena

tidak sejalan dengan tujuan pendidikan karakter itu sendiri, karenanya pada

masa itu yang bisa mendapatkan pendidikan sekolah yang mempelajari ilmu

umum khususnya hanya anak-anak yang berdasarkan keturunan kraton atau

yang mempunyai kekuasaan saja, kemudian banyak orang tuanya menitipkan

anaknya di sekolah terpelajar demi kepentingan politik, perdagangan dan

pernikahan dan ada juga karena kepentingan hal itu masyarakatnya rela untuk

pindah agama demi kejayaan kehidupannya, karena pada masa itu Yogyakarta

terjajah oleh Belanda.

Hal ini karena demi kepolitikan dan bertahan hidup pada saat

kepemimpinan Hindia Belanda yang berkuasa pada saat itu sehingga dengan

segala cara dilakukan demi tercapainya sebuah tujuan yaitu sebagai jaminan

kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya. Masyarakat di Kauman pada masa

itu dalam keadaan yang terbelenggu kebodohan, kemiskinan, keterbelakngan

dan kejumudan yang disebabkan oleh adat istiadat dan keyakinan keagamaan

yang tidak masuk akal bahkan telah menjerumuskan pada perilaku syirik.

Dan masih banyak masyarkat di Kauman pada saat itu belum memahami

betul tentang ajaran agama dengan baik dan benar, ibadahnya hanya

dilaksanakan secara formalitas dan terbatas. Hal ini karena kurangnya


5
9

pemahaman yang mendalam terhadap arah dan tujuan terhadap agama Islam,

sehingga kebiasaan dari leluhur masih di hubungkan dalam persoalan

beribadah. Masayarakat kraton sangat mengutamakan pendidikan pada masa

kepemimpinan Hidian Belanda karena untuk jaminan kehidupan anaknya

dimasa depan, yang tidak mengalami kebodohan dan kemiskinan. Sedangkan

masyarakat yang bukan kraton lebih memilih hidup biasa saja tanpa

memperdulikan pendidikan anaknya, karena dari segi biaya yang tidak ada

untuk biaya sekolahnya, sebagaian ada yang menitipkan anaknya di pesantren

hal ini karena perekonomian orang tuanya sedikit menengah dari masyarakat

yang kraton. Untuk masyarakat yang tidak memiliki harta dan kehidupan yang

lanyak hanya bisa membiarkan anak-anaknya bermain saja tanpa

memperdulikan pendidikan. Hal ini juga disebabkan karena pada masa

kepemimpinn Hindia Belanda dalam menerapkan ilmu agama Islam sangat

dibatasi dalam pergerakannya oleh kolonialisasi Hindia Belanda. Karena

mereka beranggapan bahwa masyarakat Islam akan menghambat jalannya

kolonial Belanda dalam mengambil alih kekuasaan tanah Yogyakarta.

Pengaruh Kolonia Hindi Belanda semakin merabah kuat pada sistem urusan

agama Islam yang sudah tertata sedemikian rupa.

Pemerintahan Belanda ikut serta dalm hal penunjukkan semua struktur

kepegawaian urusan agama. Pemerintah kolonial Belanda semakin asal tunjuk

asat pemangku urusan agama sekehandak mereka. Dampaknya anggota

Mahkama Islam Tinggi pun bukan lagi dari orang-orang yang ahli dalam ilmu

hukum Islam. Dari beberapa penjelasan di atas peneliti mencoba mencari tahu
10

bagaimanakah pandangan pendidikan karakter menurut KH. Ahmad Dahlan

dari nilai pendidikan karakter Diknas yaitu nilai pendidikan toleransi, dan nilai

pendidikan peduli sosial? Bagi peneliti KH. Ahmad Dahlan merupakan

Pahlawan yang sudah memberikan perubahan yang besar khusunya di Kauman

Yogyakarta, perubahan yang dilakukan dengan memberikan penjelasan yang

mendalam soal memperlajari agama Islam yang baik, yang sesuai dengan Al-

Qur‟an dan Asunnah, dan juga sangat memperdulikan masyarakatnya dalam

kehidupannya kurang mencukupi baik dalam pendidikan, kesehatan.

Dengan melihat fenomena pendidikan karakter diatas membuat penulis

merasa tergugah untuk meneliti lebih lanjut tentang pendidikan karakter. Dari

latar belakang diatas, maka penulis mengambil judul penelitian skripsi

“Konsep Pendidikan Karakter Menurut KH Ahmad Dahlan ”

B. Batasan Masalah

Agar penelitian ini tidak menyimpang dari apa yang diharapkan dan tepat

pada sasarannya, maka penulis membatasi masalah yang diteliti adalah nilai

pendidikan karakter toleransi, dan nilai pendidikan karakter peduli sosial.

C. Identifikasi Masalah

Adapun identifikasi masalah yang didapat yaitu karenanya pada masa itu

yang bisa mendapatkan pendidikan sekolah yang tidak hanya mempelajari

keagamaan hanya anak-anak yang berdasarkan keturunan kraton saja,

kemudian banyak orang tuanya menitipkan anaknya di sekolah terpelajar demi

kepentingan politik, karena pada masa itu Yogyakarta terjajah oleh bangsa

Belanda.
11

D. Rumusan Masalah

Bagaimanakah Konsep pendidikan karakter oleh KH. Ahmad Dahlan yaitu

nilai pendidikan karakter toleransi dan nilai pendidikan karakter peduli sosial?

E. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai pendidikan karakter

toleransi, dan nilai pendidikan karakter peduli sosial dari KH.Ahmad Dahlan.

F. Manfaat penelitian

1. Manfaat teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

terhadap dunia ilmu pengetahuan, khususnya dalam pendidikan dan ilmu

pengetahuan yang masih terkait dengan penelitian ini.

2. Manfaat Praktis, Penelitian ini yang diharapakan dapat memberikan

kontribusi dan dapat pula di jadikan referensi kebutuhan praktik pendidik,

baik bagi para mahasiswa, calon pendidik, terutama menyangkut pada

konsep pendidikan menurut KH. Ahmad Dahlan

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kajian Teori

1. Pendidikan Karakter

a. Konsep Pendidikan Karakter

Pendidikan adalah sebuah proses untuk mengubah jati diri

seorang peserta didik untuk lebih maju. Menurut para ahli, ada

beberapa pengertian yang mengupas tentang definisi dari pendidikan itu


12

sendiri di antaranya menurut John Dewey, pendidikan adalah salah satu

proses pembaharuan makna pengalaman. Sedangkan menurut H. Horne,

pendidikan merupakan proses yang terjadi secara terus-menerus (abadi)

dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi makhluk manusia yang telah

berkembang secara fisik dan mental, yang bebas serta sadar kepada

Tuhan, seperti termanifestasi dalam alam sekitar, intelektual,

emosional, dan kemanusian dari manusia. 6

Menurut bahasa, karakter barasal dari bahasa Inggris, Character

yang berarti watak, sifat, dan karakter.Dalam bahasa Indonesia, watak

diartikan sebagai sifat batin manusia yang mempengaruhi segenap

pikiran dan perbuatannya, dan berarti pula tabi‟at, dan budi pekerti.1

Dalam bahasa Arab, kata karakter sering disebut dengan istilah

akhlak yang oleh para ulama diartikan bermacam- macam. Ibn

Miskawaih misalnya mengatakan: hal linnafs da‟iyah laha ila af‟aliha

min ghair fikrin wa laa ruwiyatin. Artinya, sifat atau keadaan yang

tertanam dalam jiwa yang paling dalam yang selanjutnya melahirkan


12
berbagai perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan

pertimbangan lagi.2

Dalam buku Rumlam Ahmadi, Brubacher menyatakan pendidikan

merupakan suatu proses timbal balik dari tiap pribadi manusia dalam

penyesuaian dirinya dengan alam, teman dan alam semesta. Pendidikan

merupakan perkembangan yang teroganisasi dan kelengkapan dari

6
Retno Listyarti. Pendidikan Karakter dalam Metode Aktif, Inovatif, dan Kreatif.
(Erlangga, 2012). h. 2
13

semua potensi manusia; baik dari moral, intelektual, jasmani,

(Pancaindra), dan untuk kepribadian individu dan kegunaan

masyarakatnya yang diarahkan demi menghimpun semua aktivitas

tersebut untuk tujuan hidupnya (tujuan akhir)7

Sedangkan menurut istilah terdapat beberapa pengertian tentang

karakter, sebagaimana yang telah dikemukakan oleh para ahli

diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Menurut Thomas Lickona karakter adalah “A reliable inner

disposition to respond to situations in a morally good way” yang

berarti suatu watak terdalam untuk merespon situasi dalam suatu

cara yang baik dan bermoral. Lickona menambahkan “Character so

conceived has three interrelated parts: moral knowing, moral

feeling, and moral behavior.” Artinya: karakter tersusun terbagi

dalam ketiga bagian yang saling terkait, yaitu pengetahuan tentang

moral, perasaan bermoral dan perilaku bermoral.3 Berdasarkan

pandangannya tersebut, Lickona menegaskan bahwa karakter mulia

(good character) meliputi pengetahuan tentang kebaikan (knowing

the good), lalu menimbulkan komitmen (niat) terhadap kebaikan

(desiring the good), dan akhirnya benar-benar melakukan kebaikan

(doing the good). Inilah tiga pilar karakter yang diharapkan menjadi

kebiasaan (habbits), yaitu habbits of the mind, (kebiasaan dalam

pikiran), habits of the heart (kebiasaan dalam hati), dan habits of

7
Rumlam Ahmadi. Pengantar Pendidikan Asas & Filsafata Pendidikan. (Yogykarta,
AR-RUSS MEDIA, 2016). h. 37
14

action (kebiasaan dalam tindakan).

b. Menurut Doni koesoema “kepribadian merupakan ciri atau

karakteristik atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari

bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan misalnya keluarga

pada masa kecil, dan juga bawaan sejak lahir”.8

c. Menurut Poerwadarminta yang dikutip oleh Marzuki “karakter

berarti tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti

yang menjadi pembeda antar seseorang dengan orang lain.”

Ali bin Abi Thalib R.A mengingatkan kepada kedua orang tua dan

para pendidik untuk mengajari anak-anak (peserta didik) agar mereka

diajari dengan ilmu supaya mereka bisa hidup di zamannya yang berbeda

dengan zaman ketika mereka menuntut ilmu. Dari pandangan tersebut

dapat dimunculkan beberapa catatan:

a. Pendidikan terkait dengan daya dalam proses pembentukan budi

pekerti, pikiran, dan jasmani menuju tingkat kesempurnaan.

b. Pendidikan terkait dengan proses pematangan intelektual, emosional,

dan kemanusiaan yang dilakukan secara terus menerus.

c. Pendidikan terkait dengan usaha sadar yang dilakukan melalui

proses bimbingan, pegajaran, dan latihan.

d. Pendidikan terkait dengan usaha, daya pengaruh, dan bantuan

kepada anak agar mereka cakap dalam melaksanakan tugas

8
Doni Koesoema, Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global
(Jakarta: Grasindo, 2018), 80.
15

hidupnya.

e. Pendidikan terkait dengan proses membantu perkembangan kualitas

diri menuju tingkat kesempurnaan.

f. Pendidikan terkait dengan proses yang memberikan pengaruh pada

kebiasaan tingkah laku, pikiran, dan persaan peserta didik.9

Berdasarkan pengertian tersebut dapat dimaknai bahwa karakter

adalah keadaan asli yang ada di dalam diri individu. Sebagaimana yang

termaktub dalam Al-Qur‟an. Manusia adalah makhluk dengan berbagai

karakter. Dalam kerangka besar, manusia memiliki dua kecenderungan

karakter yang berlawanan yaitu karakter baik dan buruk. Karakter adalah

elemen spesifik yang meliputi kemampuan mereka dalam menghadapi

tantangan dan kesulitan. Oleh karena itu, karakter menentukan pikiran

pribadi seseorang dan tindakan yang dilakukan seseorang. Karakter yang

baik adalah motivasi batin untuk melakukan apa yang benar, sesuai

dengan standar perilaku yang tinggi dalam setiap situasi. Karakter itu

terkait dengan keseluruhan kinerja seseorang dan interaksi mereka di

sekitarnya.

Ibnu Katsir menafsirkan ayat ini bahwa Allah menjuluki jiwa itu

9
Dedy Mulyasana. Pendidikan Bermutu dan Berdaya Saing. (Bandung, PT Remaja
Rosdakarya Offset, 2011). h. 7
16

kepada sesuatu yang dapat mengakibbatkan kefasikannya dan

ketaqwaannya lalu menjelaskannya tentang mana yang baik dan mana

yang buruk. Sungguh berbahagialah orang yang menyucikan jiwanya

dengan menaati-Nya. Ayat ini juga berarti sungguh berbahagialah orang

yang hatinya disucikan oleh Allah dan sungguh merugilah orang yang

hatinya dibiarkan kotor oleh Allah.Adapun definisi pendidikan karakter

menurut para ahli adalah sebagai berikut:

a. Menurut Marzuki “Pendidikan karakter adalah suatu proses pendidikan

yang mengantarkan para peserta didik dapat memahami nilai-nilai

karakter mulia dalam bentuk sikap dan perilakunya dalam kehidupan

sehari-hari”.

b. Menurut Zainal Aqib “pendidikan karakter merupakan keseluruhan

dinamika rasional antarpribadi dengan berbagai macam dimensi, baik

dari dalam ataupun dari luar dirinya”.

c. Menurut, Frye yang dikutip oleh Marzuki mendefinisikan pendidikan

karakter sebagai a national movement creating schools that‟s fostei

ethical, responsible, and caring young people by modeling and teaching

good character through an emphasis on universal values that we all

share. (Suatu gerakan nasional untuk menciptakan sekolah yang

dapat membina anak-anak muda beretika, bertanggung jawab, dan

peduli melalui keteladanan dan pengajaran karakter yang baik melalui

penekanan, pada nilai-nilai universal yang kita sepakati bersama).

Jadi, pendidikan karakter, menurut Frye, harus menjadi gerakan


17

nasional yang menjadikan sekolah sebagai agen untuk membudayakan

nilai-nilai karakter melalui pembelajaran dan pemberian contoh.

Pendidikan karakter tidak hanya mengajarkan man yang benar dan

mana yang salah kepada peserta didik, akan tetapi juga menanamkan

kebiasaan (habituation) tentang yang baik sehingga peserta didik

paham, mampu merasakan dan mau melakukannya.

Pendidikan karakter adalah usaha sengaja (sadar) intuk manusia

pedulidan melaksanakan nilai-nilai karakter. Dengan kata lain

pendidikan karakter harus dimaknai sebagai usaha yang sungguh-

sunguh untuk membantu memupuk nilai-nilai karakter Islam.

Dari beberapa definisi di atas, dapat dirumuskan pendidikan

merupakan suatu proses interaksi mansuia dengan lingkungannya yang

berlangsung secara sadar dan terencana dalam rangka mengembangkan

segala potensinya, baik jasmani (kesehatan fisik) dan rohani (pikir, rasa,

karsa, karya, cipta dan budi nurani) yang menimbulkan perubahan

positif dan kemajuan baik kognitif, afektif maupaun psikomotorik yang

berlangsung secara terus menerus guna mencapai tujuan hidupnya.

Berdasarkan rumusan tersebut, pendidikan bisa dipahami sebagai proses

dan hasil. Sebagai proses, pendidikan merupakan serangkaian kegiatan

interaksi manusia dengan lingkungannya yang dilakukan secara sengaja

dan terus menerus. Sementara sebagai hasil, pendidikan menunjuk pada

hasil interaksi manusia dengan lingkungannya berupa perubahan dan

peningkatan kognitif, afektif, dan psikomotorik.


18

b. Pengertian Karakter

Dalam bahasa (etimologi) istilah karakter berasal dari bahasa latin

kharakter, Kharassaein, dan kharax, dalam bahasa Yunani character dari

kata charassein, yang berarti membuat tajam dan mambuat dalam.

Dalam bahasa inggris character dan dalam bahasa indonesia lazim

digunakan dengan istilah karakter. Sementara dalam kamus besar

bahasa Indonesia (KBBI), pusat bahasa Departemen Pendidikan

Nasional kata karakter berarti sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi

pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain, atau bermakna

bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personlitas, sifat,

tabiat, temperamen, watak.

Maka istilah berkarakter artinya memiliki karakter, memiliki

kepribadian, berprilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak”. Sementara

dalam istilah (terminologi) terdapat beberapa pengertian karakter,

sebagaimana telah dikemukakan oleh beberapa ahli, diantaranya adalah

sebagai berikut:

1) Hermawan Kartajaya dalam buku Heri Gunawan mendefinisikan

karakter adalah ciri khas yang dimiliki oleh suatu benda atau

individu (manusia). Ciri khas tersebut adalah asli, dan mengakar

pada kepribadian benda atau individu tersebut merupakan mesin

pendorong bagaimana seseorang bertindak, bersikap jujur, serta

merespon sesuatu.

2) Simon Philips dalam buku Heri Gunawan, karakter adalah


19

kumpulan tata nilai yang menuju pada suatu sistem, yang

meneladani pemikiran, sikap, dan perilaku yang ditampilkan.

3) Imam Alghozali dalam buku Heri Gunawan menganggap bahwa

karakter lebih dekat dengan akhlak, yaitu spontanitas manusia

dalam bersikap, atau melakukan pernbuatan yang telah menyatu

dalam diri manusia sehingga ketika muncul tidak perlu dipikirkan

lagi. 10

Berdasarkan pada beberapa pengertian diatas, dapat ditarik

kesimpulan bahwa karakter adalah keadaan asli yang ada dalam diri

individu seseorang yang membedakan antara dirinya dengan orang lain.

Pengertian karakter, watak dan kepribadian memang sering tertukar

dalam penggunaanya.

Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendidikan karakter adalah segala

sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter

peserta didik. Guru membantu watak peserta didik. Hal ini mencakup

keteladanan bagaimana prilaku guru, cara guru berbicara atau

menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbgai hal

terkait lainya. 11

Oleh karena itu, tidak heran jika dalam penggunanya seseorang

terkadang tertukar menyebutkan karakter, watak atau kepribadian. Hal

ini karena ketiga istilah ini memang memiliki kesamaan yakni sesuatu

10
Heri Gunawan. Pendidiklan Karakter Konsep dan Implementasi. (Bandung,
Alfabeta, 2017). h. 3
11
Heri Gunawan. Pendidikan karakter konsep dan Implementasi. (Bandung, Alfabeta,
2012). h. 23-24
20

asli yang ada dalam diri individu seseorang yang cenderung menetap

secara permanen. Pendidikan karakter Thomas Lickona mengatakan

dalam buku Heri Gunawan adalah pendidikan untuk membentuk

kepribadian seseorang melalui pendidikan budi pekerti, yang hasilnya

terlihat dalam tindakan nyata seseorang, yaitu tingkah laku yang baik,

jujur bertanggung jawab, menghormati hak orang lain, kerja keras, dan

sebagainya. Aristoteles berpendapat bahwa karakter itu erat kaitanya

dengan kebiasaan yang kerap dimanifestasikan dalam tingkah laku.

c. Identitas Pendidikan Karakter

Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 memberikan landasan filosofis serta berbagai prinsip dasar

dalam pembangunan pendidikan. Berdasarkan landasan filosofis

tersebut, sistem pendidikan nasional menempatkan peserta didik

sebagai makhluk yang diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan

tugas memimpin kehidupan yang berharkat dan bermartabat serta

menjadi manusia yang bermoral, berbudi luhur, dan berakhlak mulia

yang menjunjung tinggi dan memegang teguh norma agama dan

kemanusiaan untuk menjalani kehidupan sehari- hari, baik sebagai

makhluk Tuhan, makhluk individu, ataupun makhluk sosial.

Menurut Zuchdi Darmiyati “materi pendidikan karakter dapat

dikelompokan kedalam tiga hal nilai akhlak yang pertama, akhlak

terhadap Tuhan Yang Maha Esa, mengenal Tuhan sebagai pencipta dan

sifat-sifat-Nya meminta tolong kepada-Nya. Kedua, akhlak terhadap


21

diri sendiri, orang tua, orang yang lebih tua, orang yang lebih muda dan

teman sebaya. Ketiga, akhlak terhadap lingkungan (alam, baik flora

maupun fauna dan sosial masyarakat”.13

Seperti apakah pendidikan karakter itu? pertanyaan pendek

seperti ini akan memunculkan berbagai macam jawaban. Akan

menjebak kita dalam berbagai macam argumentasi yang rumit,

sehingga mengakibatkan berbagai macam pendapat, walaupun sederet

pertanyaan itu melahirkan sederet pengertian, namun semua sepakat

dalam satu hal betapa pentingnya pendidikan karakter bagi

pengembangan kepribadian generasi dan masyarakat.12

Pendidikan karakter seharusnya menjadi proses secara

keseluruhan di dalam pendidikan baik dalam kelas, kegiatan

ekstrakurikuler, proses bimbingan dan penghargaan diberbagai aspek

kehidupan. Contohnya pemberian tauladan dari orang dewasa untuk

tidak korupsi, dermawan, menyayangi sesama makhluk Allah dan

sebagainya.

Pendidikan karakter sejalan dengan empat pilar pendidikan yang

dicanangkan oleh UNESCO (United Nations for Educational,

Scientific, and Cultural Organization), yakni: pertama, Learning to

Know atau belajar untuk mengetahui. Kedua, Learning to Do atau

belajar bekerja. Ketiga, Learning to be atau belajar untuk menjadi diri

12
Zuchdi Darmiyati, Pendidikan Karakter: Green Design dan Nilai-Nilai Target
(Yogyakarta: UNY Press, 2009), 36.
22

sendiri. Keempat, Learning to Live together atau belajar hidup

besama.13

Pilar ketiga memiliki dampak implikasi pada metode belajar yang

bersifat mandiri dan akan menjadi manusia yang akan bertanggung

jawab.Pilar keempat belajar untuk toleransi terhadap orang lain

termasuk berbagai macam perbedaan etnis, nilai-nilai dan agama yang

berbeda. Pilar keempat seharusnya perlu diterapkan pada negara-nagara

yang sedang berkembang.

Menurut Neong Muhadjir pengembangan nilai moral seharusnya

melalui proses internalisasi. Nilai-nilai moral yang diaktualisasikan

pada peserta didik dengan menghimbau dalam tingkah laku diberikan

pemahaman rasionalitasnya, sampai berpartisipasi secara akttif untuk

mempertahankan perbuatan moralitas tersebut. Disisi yang lain peserta

didik diberikan pemahaman betapa pentingnya kecerdasan emosional

dan kecerdasan spiritual lewat internalisasi atau menghayati nilai moral

pada ketiga tahapan tersebut. Dikarenakan konsep keimanan dapat naik

turun atau menipis, oleh karena itu sebuah keharusan internalisasi baik

secara rasional maupun lewat penghayatan yang lain diharapkan dapat

mempertebal moral dan keimanan peserta didik.

Identitas pendidikan karakter secara sosial memiliki hubungan

untuk mengembangkan kesadaran individu yang begitu mendalam.

13
Kuntor Adi, Model Pendidikan Karakter di Universitas Samata Dharma Yogyakarta
(Yogyakarta: Sanata Dharma Press, 2010), 5.
23

Peserta didik khususnya dibimbing untuk memiliki kesadaran menjalin

hubungan sosial secara harmonis dengan sesamanya melalui tingkah

laku yang baik, berfikir positif kepada orang lain, memiliki rasa empati,

suka menolong dan bertanggung jawab, dan menghargai berbagai

macam pendapat. Semua sifat seperti ini akan membantu peserta didik

untuk hidup harmonis dalam lingkungan sosial yang dialaminya.

d. Ciri Dasar Pendidikan Karakter

Menurut Foerster, pencetus pendidikan karakter dan pedagog

jerman, ada empat ciri dasar dalam pendidikan karakter. Pertama,

keteraturan interior dimana setiap tindakan diukur berdasarkan hierarki

nilai. Nilai menjadi pedoman normatif setiap tindakan. Kedua,

koherensi yang memberi keberanian, membuat seseorang teguh

pada prinsip, tidak mudah terombang-ambing pada situasi baru atau

takut resiko. Koherensi merupakan dasar yang membangun rasa

percaya satu sama lain. Tidak adanya koherensi meruntuhkan

kredibilitas seseorang. Ketiga, otonomi. Di situ seseorang

menginternalisasikan aturan dari luar sampai menjadi nilai-nilai bagi

pribadi. Ini dapat dilihat dari penilaian atas keputusan pribadi tanpa

terpengaruh atau desakan dari pihak lain. Keempat, keteguhan dan

kesetiaan. Keteguhan merupakan daya tahan seseorang guna

mengingini apa yang dipandang baik; dan kesetiaan merupakan dasar

bagi penghormatan atas komitmen yang dipilih.14

Kematangan keempat karakter ini, memungkinkan manusia


14
Masnur Muslich, Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis,..., h. 27
24

melewati tahap indivvidualitas menuju personalitas. Orang-orang

modern sering mencampuradukan antara individualitas dan

personalitas, antara aku alami dan aku rohani, antara independensi

eksterior dan interior. Karakter inilah yang menentukan performa

seorang pribadi dalam segala tindakannya.

Pendidikan karakter dipahami sebagai upaya penanaman

kecerdasan dalam berpikir, penghayatan dalam bentuk sikap, dan

pengalaman dalam bentuk perlaku yang sesuai dengan niali-nilai luhur

yang menjadi jati dirinya, di wujudkan dalam interaksi dengan

tuhanya,15

Maka semakin luas pula ragam ilmu yang didapat dari

seseorang dan akibat yang akan didapatkannya pun semakin besar jika

tanpa ada landasan pengertian pendidikan karakter yang diterapkan

sejak usia dini. Pengertian pendidikan karakter ini merupakan salah satu

alat yang paling penting dan harus dimiliki oleh setiap orang. Sehingga

tingkat pengertian pendidikan karakter seseorang merupakan salah satu

alat terbesar yang akan menjamin kualitas hidup seseorang dan

keberhasilan pergaulan di dalam masyarakat. Disamping pendidikan

formal yang kita dapatkan, kemampuan memperbaiki diri dan

pengalaman juga merupakan hal yang mendukung upaya pendidikan

seseorang di dalam bermasyarakat. Tanpa itu pengembangan individu

cenderung tidak akan menjadi lebih baik Pendidikan karakter

15
Zubaedi. Desain pendidikan karakter. (Jakarta, Kencana Prenada Media Group. Jl.
Tambara no. 23 Rawamangun, 2011). h. 17-18
25

diharapkan tidak membentuk siswa yang suka tawuran, nyontek, malas,

pornografi, penyalahgunaan obat-obatan dan lain-lain.16

e. Perbedaan Pendidikan Karakter dengan Moral, dan Akhlak

1. Pendidikan Karakter dengan Moral

Pendidikan Karakter memiliki makna yang lebih tinggi daripada

pendidikan moral, bukan sekedar mengajarkan mana yang benar dan

mana yang salah. Lebih dari itu pendidikan karakter menanamkan

kebiasaan (habituation) tentang yang baik sehingga peserta didik

menjadi paham, mampu merasakan, dan mau melakukan yang baik.

Menurut Ratna Megawangi seperti yang dikutip oleh Abdul Majid dan

Dian Andayani, Pembedaan ini karena moral dan karakter adalah dua

hal yang berbeda. Moral adalah pengetahuan seseorang terhadap hal

baik dan buruk. Sedangkan karakter adalah tabiat seseorang yang

langsung di-drive oleh otak.17

2. Macam-macam Pendidikan Karakter

Nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidika karakter di

Indonesia diidentifikasi berasal dari empat sumber.

Pertama, agama. masyarakat DiIndonesia merupakan masyarakat

beragama. Oleh karena itu, kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa

selalu didasari pada ajaran agama dan kepercayaanya. Secara politis

kehidupan kenegaraan didasari pada nilai-nilai yang berasal dari agama.

16
Sri Haryati. Pendidikan Karakter Dalam Kurikulum 2013. (Jurnal Schooler, 2013).
h.7-8
17
Sri Haryati. Pendidikan Karakter Dalam Kurikulum 2013,..., h. 33
26

Karenanya, nilai-nilai pendidikan karakter harus didasarkan pada nilai-

nilai dan kaidah yang berasal dari agama

Kedua, Pancasila Negara kesatuan Republik Indonesia ditegakkan.

Atas prinsip-prinsip kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang

disebut Pancasila. Pancasila terdapat pada pembukaan UUD yang

dijabarkan lebih lanjut kedalam pasal-pasal yang terdapat dalam nilai-

nilai yang mengatur kehidupan politik, hukum, ekonomi,

kemasyarakatan, budaya, dan seni. Pendidikan budaya dan karakter

bangsa bertujuan mempersiapkan peserta didik kehidupan, kemanusiaan

dan menerapkan nilai-nilai pancasila dalam kehidupannya sebagai

warga negara.18

Ketiga, budaya sebagai suatu kebenaran bahwa tidak ada manusia

yang hidup bermasyarakat yang tidak didasari nilai-nilai budaya yang

diakui masyarakat tersebut. Nilai budaya dijadikan dasar dalam

pembinaan makna terhadap suatu konsep dan arti dalam komunikasi

antar anggota masyarakat tersebut. Posisi budaya yang demikian

penting dalam kehidupan masyarakat mengharuskan budaya menjadi

sumber nilai dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa. Keempat,

tujuan pendidikan nasional. 19

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003,

tentang Sistem Penidikan Nasional merumuskan fungsi dan tujuan

pendidikan nasional yang harus digunakan dalam mengembangkan

18
Sri Haryati. Pendidikan Karakter Dalam Kurikulum 2013,..., h.36
19
Sri Haryati. Pendidikan Karakter Dalam Kurikulum 2013,..., h.39
27

upaya pendidikan di Indonesia. Pasal 3 UU Sisdiknas menyebutkan

“Pendidikan nasional berfungsi menggembangkan dan membentuk

watak serta pradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya

potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa

kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,

kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan

bertanggung jawab.” 20

Dalam rangka memperkuat pelaksanaan pendidikan karakter, ada 18

nilai-nilai dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter

bangsa yang dibuat oleh Diknas. Mulai tahun ajaran 2011, seluruh

tingkat pendidikan di Indonesia harus menyisipkan pendidikan

berkarakter tersebut dalam proses pendidikannya.

Tujuan pendidikan karakter yang diharapkan Kementerian

Pendidikan Nasional (sekarang: Kementerian Pendidikan dan

Kebudayaan) adalah seperti berikut. Pertama, mengembangkan potensi

kalbu/ nurani/ afektif siswa sebagai manusia dan warga negara yang

memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa. Kedua,

mengembangkan kebiasaan dan perilaku siswa yang terpuji dan sejalan

dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius.

Ketiga, menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab siswa

sebagai generasi penerus bangsa. Keempat, mengembangkan

kemampuan siswa menjadi manusia yang mandiri, kreatif, berwawasan


20
Heri Gunawan. Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi,..., h. 46
28

kebangsaan. Kelima, mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah

sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan

persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh

kekuatan. 21

Masalah moral berhubungan dengan keutuhan karakter dan karakter

yang utuh identik dengan seorang manusia dalam manifestasinya yang

konkret. Memiliki kebajikan tidak sama dengan telah tertanamnya

perilaku eksklusif tertentu. Memiliki kebajikan tampak nyata dalam diri

seseorang ketika ia mampu berhubungan dengan yang lain dalam segala

bidang kehidupan. Moral dan kualitas sosial dalam perilaku manusia

adalah identik satu sama lain. Jadi, dapat disimpulkan bahwa nilai

moral tercermin dalam karakter manusia. Thomas Lickona mengatakan

bahwa pendidikan karakter adalah upaya mengembangkan kebajikan

sebagai fondasi dari kehidupan yang berguna, bermakna, produktif dan

fondasi untuk masyarakat yang adil, penuh belas kasih dan maju.

Karakter yang baik meliputi tiga komponen utama, yaitu: moral

knowing, moral feeling, moral action. Moral knowing meliputi: sadar

moral, mengenal nilai-nilai moral, perspektif, penalaran moral,

pembuatan keputusan dan pengetahuan tentang diri. Moral feeling

meliputi: kesadaran hati nurani, harga diri, empati, mencintai kebaikan,

kontrol diri dan rendah hati. Moral action meliputi kompetensi,

kehendak baik dan kebiasaan.22


21
Binti Muanah. Impelentasi Pendidikan Karakter Dalam Pembentukan Kepribadian
Holistik Siswa. (Jurnal Pendidikan Karakter, 2015). h. 91-92
22
Rukyati, dkk.. Penanaman Nilai Karakter Tanggung Jawab dan Kerja sama
29

A. Penelitian Relevan

Berdasarkan Penelursuran yang dilakukan, penulis menemukan beberapa

tulisan penelitian yang berkaitan dengan Konsep Pendidikan Karakter

Menurut KH. Ahmad Dahlan. Beberapa tulisan ditemukan dari perguruan

tinggi yang berbeda-beda, di antaranya:

1. Skripsi Aisyah Kresnaningtyas, yang berjudul “ Konsep Pendidikan

Karakter Perspektif KH. Ahmad Dahlan”. Pada Skripsi ini penulis

menguraikan Dalam Konsep pendidikan karakter KH. Ahmad Dahlan

berupaya menanamkan karakter kepada peserta didiknya, diantaranya,

melalui pendidikan akhlak, salah satu usaha supaya dapat menumbuhkan

karakter yang baik yang sesuai Al-Qur‟an dan As-Sunnah, selanjutnya

pendidikan individu pendidikan yang menggabungkan antara akal dan

pikiran, keyakinan dan intelektual serta kebahagian dunia dan akhirat, dan

yang terakhir yakni pendidikan kemasyarakatan, yaitu pendidikan yang

menggabungkan antara pendidikan individu dengan pendidikan

kemasyarakatan.23

Perbedaan penelitian yang telah dilakukan oleh Aisyah

Kresnaningtyas adalah bahwa KH. Ahmad Dahlan dalam menanamkan

pendidikan karakter kepada peserta didiknya yaitu pendidikan akhlaknya

agar sesuai dengan Al-Quran dan As-sunah. Sedangkan yang akan penulis

Terintegrasi Dalam Perkuliahan Ilmu Pendidikan. (Jurnal Pendidkan Karakter, 2014). h. 215
23
Aisyah Kresnaningtyas. Konsep Pendidikan Karakter Perspektid K. H. Ahmad
Dahlan.( IAIN SALATIGA, 2016)
30

teliti adalah nilai pendidikan karakter toleransi, dan nilai pendidikan

karakter peduli sosial.

Persamaan kedua penulis adalah sama-sama meneliti tokoh yang

sama sebagai penelitian pendidikan karakter tetapi berbeda di setiap nilai

serta bagaimana pengaplikasian pendidikan karakter itu sendirgi.

2. Ricky Satria Wiranata, yang berjudul “ Konsep Pendidikan Karakter KH.

Ahmad Dahlan Dalam Perspektif Tokoh Muhamadiyah.” dalam Skripsi ini

penulis menguraikan dalam konsep pendidikan karakter menurut tokoh

Muhamadiyah memiliki karakteristiknya masing-masing. Menurut Syafi‟i

Ma‟arif, Konsep pendidikan karakter KH. Ahmad Dahlan adalah

menumbuhkan pribadi-pribadi yang cerdas namun tetap takut kepada

Allah. Menurutnya semakin banyak ilmu yang dia peroleh, semakin

membuatnya bertaqwa kepada yang memberikan ilmu. Menurut Yunahar

Ilyas, Konesp pendidikan karakter KH. Ahmad Dahlan mencetak manusia

agar memiliki kepribadian yang cerdas dan memiliki akhlak mulia.

Sedangkan menurut Munir Mulkhan, konsep pendidikan karakter

K.H.Ahmad Dahlan adalah cinta kasih. Menurutnya hati yang suci dan

welas asih adalah kesediaan menahan nafsu, bersedia berkorban, tidak

malas memperjuangkan kebaikan dan kebenaran, menjadi keluhuran dunia

sebagai jalan mencapai keluhuran di dunia maupun di akhirat.24

Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Ricky Satria Wiranata

bahwa Pendidikan karakter KH. Ahmad Dahlan konsep Muhammadiyah


24
Ricky Satria Wiranata. Konsep Pendidikan Karakter K.H. Ahmad Dahlan Dalam
Perspektif Tokoh Muhamadiyah. ( STATE ISLAMIC UNIVERSITI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA,2017)
31

yaitu menjadikan peserta didiknya cerdas namun dalam kecerdasannya

haruslah menjadikan pribadi yang takut akan sang penciptanya yaitu Allah

SWT, dan juga menjadikan pribadi yang mempunyai hati yang suci serta

memiliki rasa simpati dan empati terhadap orang lain. Sedangkan

Sedangkan yang akan penulis teliti adalah nilai pendidikan karakter

toleransi, dan nilai pendidikan karakter peduli sosial.

Persamaan kedua penulis adalah sama-sama meneliti tokoh yang

sama sebagai penelitian pendidikan karakter tetapi berbeda di setiap

implikasi pendidikan karakter bagi peserta didik.

3. Zetty Azizahtun Nim‟Ah, yang berjudul “Pendidikan Islam Perspetif KH.

Ahamd Dahlan dan KH. Hasym Asy‟ari. Studi Komparasi Pembaharuan

Pendidikan Islam di Indonesia”. Dalam skripsi ini penulis menguraikan

Pembaruan pendidikan Islam yang dilakukan KH. Ahmad Dahlan dan KH.

Hasyim Asy‟ari adalah pembaruan yang berorientasi pada sumber Islam

yang murni. Pola ini sesuai dengan teori pembaruan pendidikan Islam

yang dikemukakan Zuhairini, yaitu berpandangan bahwa sesungguhnya

Islam merupakan sumber bagi kemajuan dan perkembangan peradaban dan

ilmu pengetahuan modern. Islam sendiri sudah penuh dengan ajaran-ajaran

dan pada hakekatnya mengandung potensi untuk membawa kemajuan dan

kesejahteraan serta kekuatan bagi umat manusia. Dalam hal ini Islam telah

membuktikannya padamasamasa kejayaannnya. 25

25
Zetty Azizahtun Nim‟Ah. “Pendidikan Islam Perspetif KH. Ahamd Dahlan dan KH.
Hasym Asy‟ari. Studi Komparasi Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia”(.Jurnal
Didiaktika Religia. Volume 2 No. 1 tahun 2014)
32

Perbedaan penelitian diatas adalah bahwa pendidikan Islam yang

dilakukan KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy‟ari adalah

pembaruan yang berorientasi pada sumber Islam yang murni, yaitu Al-

Qur‟an dan Assunah. Sedangkan yang akan penulis teliti adalah nilai

pendidikan karakter toleransi, dan nilai pendidikan karakter peduli sosial.

Persamaan dari penelitian diatas adalah kedua penulis sama-sama

meneliti tokoh yang sama sebagai penelitian pendidikan karakter tetapi

berbeda di setiap fokus penelitian.

4. M. Ikhya’ul Ulum. 2021. Skripsi “Pendidikan Karakter (Studi Komparasi

Pemikiran KH Hasyim Asyari dan Kh Ahmad Dahlan) Implementasinya

dalam Pendidikan di Era Global”.26 Dalam skripsi ini penulis Pendidikan

karakter merupakan salah satu unsur pendidikan yang memiliki banyak

pengaruh terhadap perkembangan pribadi peserta didik. Berdasarkan

observasi awal, bahwasanya penulis mendapati adanya beberapa peserta

didik yang memiliki sikap akhlak yang kurang baik, secara teori dia

mampu memahami dengan baik namun dalam prakteknya seperti

seseorang yang tidak mendapatkan pendidikan tentang akhlak. Oleh

karena itu penulis mencoba mencari solusi dengan mengurai pendidikan

karakter menurut K.H Hasyim Asy’ari dan K.H Ahmad Dahlan.

Berdasarkan penelitian ini bahwa menurut K.H Hasyim Asy’ari

pendidikan karakter ialah berpegang teguh kepada Al-Quran dan Hadist.

Sedangkan menurut K.H Ahmad Dahlan pendidikan karakter adalah

26
M. Ikhya’ul Ulum. “Pendidikan Karakter (Studi Komparasi Pemikiran KH Hasyim
Asyari dan Kh Ahmad Dahlan) Implementasinya dalam Pendidikan di Era Global.” Skripsi 2021.
33

mengakomodasi berbagai ilmu pengetahuan, baik ilmu umum maupun

ilmu agama. Keduanya memiliki tujuan yang sama yaitu memajukan

pendidikan Islam di Indonesia, namun keduanya memiliki perbedaan

diantaranya dalam sistem pendidikannya.

Perbedaan dengan penelitian yang akan penulis lakukan adalah

bahwa masih ada beberapa peserta didik yang kurang bisa

mengimplementasikan pendidikan karakter dalam kehidupan sehari-hari,

bahkan beberapa diantaranya memahami teori pendidikan kedua tokoh

yang diajarkan kepada mereka. Sedangkan yang akan penulis teliti adalah

nilai pendidikan karakter toleransi, dan nilai pendidikan karakter peduli

sosial.

Persamaan dari kedua penulis diatas adalah sama-sama meneliti

tokoh yang sama sebagai penelitian pendidikan karakter tetapi berbeda di

setiap fokus penelitian.

5. Ninik Mutiah, Tesis, Konsep Pendidikan Akhlak Kh. Ahmad Dahlan Dan

Relevansinya Bagi Penguatan Pendidikan Karakter Di Indonesia.


27
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif jenis penelitian kepustakaan

(library research), yang menghasilkan data berupa kata-kata tertulis dari

sumber data yang dianalisis. Sumber data dari penelitian ini adalah berupa

sumber primer dan sumber data sekunder berupa buku-buku serta karya

tulis lain yang ada keterkaitan baik secara langsung maupun tidak

langsung dengan konsep pendidikan akhlak K.H. Ahmad Dahlan.


27
Ninik Mutiah, , Konsep Pendidikan Akhlak Kh. Ahmad Dahlan Dan Relevansinya Bagi
Penguatan Pendidikan Karakter Di Indonesia.” Tesis Program Pascasarjana Universitas
Muhammadiyah Ponorogo 2021
34

Penelitian ini menyimpulkan bahwa konsep pendidikan karakter

menurut KH. Ahmad Dahlan adalah benar dan salah, baik dan buruk

dalam pendidikan akhlak ditentukan dengan benar oleh hukum, menurut

Al-Qur’an dan Hadist, hal itu sah dan sakral. Saran dari penelitian ini

hendaklah konsep pendidikan akhlak dapat teraktualisasi dalam kehidupan

sehari-hari dengan secara berkesinambungan.

Perbedaan dengan penelitian yang akan penulis lakukan adalah

konsep pendidikan karakter menurut KH. Ahmad Dahlan yang

teraktualisasi dalam kehidupan sehari-hari dengan secara

berkesinambungan. Sedangkan Persamaan kedua peneliti ini adalah sama-

sama meneliti tokoh yang sama.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian dan Pendekatan Jenis penelitian ini adalah

penelitan kepustakaan (library research), yaitu serangkaian penelitian

yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, atau

penelitian yang obyek penelitiannya digali melalui beragam informasi

kepustakaan (buku, ensiklopedi, jurnal ilmiah, koran, majalah, dan

dokumen).
35

Penelitian kepustakaan atau kajian literatur (literature research)

merupakan penelitian yang mengkaji atau meninjau secara kritis

pengetahuan, gagasan, atau temuan yang terdapat di dalam tubuh literatur

berorientasi akademik, serta merumuskan kontribusi teoritis dan

metodologisnya untuk topik tertentu. Menurut Bogdan dan Taylor

menjelaskan bahwa penelitian kualitatif adalah salah satu prosedur

penelitian yang menghasilkan data deskriftif berupa ucapan atau tulisan

dan prilaku orang-orang yang diamati.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan filosofis dan pedagogis. Pendekatan filosofis merupakan

pendekatan yang dilakukan untuk melakukan penalaran dan penyusunan

suatu data secara sistematis berdasarkan sudut pandang tertentu (dalam

hal ini sudut pandang yang digunakan adalah sudut pandang sejarah

dalam pembelajaran). Sedangkan pendekatan pedagogis merupakan

pendekatan untuk menjelaskan data secara lebih rinci dengan


38
menggunakan teori peletakan genetic moment sejarah dalam

pembelajaran.

B. Data dan Sumber Data

Skripsi ini menggunakan metode penelitian kualitatif literer atau

studi kepustakaan, maka data diambil dari berbagai sumber tertulis

berikut:

1. Sumber Data Primer Yaitu data pokoknya yang menjadi subjek

penelitian utama dalam studi literatur atau kepustakaan. Adapun Data


36

primer penelitian ini, yaitu: Sumber utama Karya Imron Mustofa, Hery

Sucipto dan Abdul Munir Mulkhan

a. Imron Mustofa. “K.H.Ahmad Dahlan si Penyantun”

b. Abdul Munir Mulkhan. “ Ajaran dan Pemikiran K.H.Ahmad

Dahlan,

c. Hery Sucipto” KH. Ahmad Dahlan Sang Pencerah, Pendidikan dan

Pendiri Muhammadiyah”

d. Adi Nugroho. Biografi Singkat K.H. Ahmad Dahlan

2. Sumber Data Sekunder Yaitu data penunjang yang diperoleh dari

berbagai sumber yang memuat informasi yang berhubungan dengan

pokok masalah. Adapun data sekunder dari penelitian ini, yakni: a.

Kitab-Kitab Karya ulama‟ b. Buku- buku ilmiah (umum)

C. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penulisan menggunakan teknik pengumpulan data yakni

metode dokumentasi, yaitu mencari dan mempelajari data mengenai hal-

hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah,

notulen rapat dan sebagainya. Metode ini digunakan untuk memperoleh

data-data yang dibutuhkan untuk menjawab pokok masalah dan adapun

langkahlangkah yang ditempuh dalam penelitian ini, yaitu:

1. Diadakan penelitian kepustakaan terhadap data-data perimer

2. mengumpulkan data-data penunjang yang memuat informasi yang

berhubungan dengan pokok masalah.

3. Setelah semua data terkumpul, selanjutnya dideskripsikan data atau teoriteori

khusus sesuai variabel yang diteliti.


37

4. Terakhir dilakukan analisa secara keseluruhan untuk menjawab semua pokok

masalah.

D. Teknik Analisis Data

Yang digunakan ada dua tahap dalam dalam teknik analisis data

pada penelitin ini. Pertama, analisis pada saat pengumpulan data,

ditunjukkan untuk lebih menangkap inti dari fokus penelitian yang akan

dilakukan melalui sumber-sumber yang dikumpulkan. Kedua, setelah

dilakukan proses pengumpulan data, selanjutnya menganalisis kembali

setelah data terkumpul yang berupa data mentah yang harus ditentukan

hubungan satu sama lain. Data yang terkumpul belum tentu seluruhnya

menjawab pernasalahan yang dimunculkan dalam penelitian, oleh karena

itu, perlu dilakukan kembali analisis data yang sudah diklarifikasikan.

Miles dan Huberman dalam buku Emizer, berpendapat ada tiga kegiatan

dalam analisis data kualitatif, yaitu :

1. Reduksi Data Merujuk pada proses pemilihan, pemfokusan,

penyederhanaan, abstraksi, dan pentransformasian data mentah yang

terjadi dalam catatancatatan lapangan tertulis. Tujuannya adalah untuk

melakukan temuantemuan yang kemudian menjadi fokus dalam

penelitian tersebut.

2. Model Data ( Data Display) Model yaitu sebagai suatu kumpulan

informasi yang tersusun yang membolehkan pendeskripsian

kesimpulan tindakan. Melihat sebuah tayangan membantu kita

memahami apa yang terjadi dan melakukan sesuatu analisis lanjutan


38

atau tindakan didasarkan pada pemahaman tersebut.

3. Penarikan Kesimpulan Setelah reduksi data, maka dilakukan penarikan

kesimpulan dari data yang telah diteliti, dari kesimpulan tersebut

dipaparkan penemuan baru dari penelitian yang dilakukan.

Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan

menggunakan pendekatan pemahaman ( Hermeneutik) dengan

menggunakan intepretasi sejarah, yang merupakan suatu kegiatan untuk

menetapkan gagasan dan memberi makna yang saling berhubungan

diantara data-data yang diperoleh, yang berkaitan dengan personalitas

pengarang, begitu juga menyangkut tentang peristiwa.28

E. Teknik Keabsahan Data

Pada keabsahan data dilakukan dengan beberapa kriteria yaitu

Pertama, Kepercayaan (credibility), kredibilitas seorang peneliti sangat

dipertanyakan apakah data tepat dalam fokusnya, ketepatan memilih

informasi dan pelaksanaan metode pengumpulan datanya. Kedua,

Keteralihan (transferability), hasil penelitian yang dikemudian hari

dijadikan rujukan kembali pada penelitian yang setema dipeljarai lebih

lanjut oleh peneliti lain. Ketiga, Kebergantungan (dependability),

penelitian terhadap data yang didapatkan dengan kata lain adalah hasil

rekam jejak dari data yang telah ditelusuri dilapangan. Keempat, Kepastian

(compermability), menguji kebasahan hasil penelitian terhadap kasus dan

fenomena yang sudah terjadi dilapangan baik secara teoritis atau aplikatif,

28
Emzir. Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data. ( Jakarta, PT. RAJA GRAFIN
PERSADA, 2010). h: 129-134.
39

jika hal tersebut terbukti, maka hasil penelitian bisa dikatakan absah. 29

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Yatimin, Study Akhlak Dalam Perspektif Al-Qur’an.

Jakarta: Amzah. 2016.

Adi, Kuntor, Model Pendidikan Karakter: Green Design Nilai-Nilai Target.


Yogyakarta: Samata Dharma Press. 2010.

Adi, Susilo, Sutarjo, Pembelajaran Nilai Karakter. Jakarta: Rajawali


Press. 2017.

Abdul Fatah. “ Konsep Pendidikan Karakter Dalam Perspektif Hadist.”


Jurnal Tarbawi.Volum 1, Nomor 2

29
Emzir. Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data,....., h. 286
40

Adi Nugroho.2018. Biografi Singkat K.H.Ahmad Dahlan. Yoyakarta,


Garasi.
Asiyah Kresnaningtiyas. 2016. “Konsep pendidikan Karakter Perspektif
K.H.Ahmad Dahlan”. Jurnal Skripsi Jurusan Tarbiyah Pendidikan Agama Islm di
IAIN SALATIGA.
Binti Muanah. 2015. “Impelentasi Pendidikan Karakter Dalam
Pembentukan Kepribadian Holistik Siswa.” Jurnal Pendidikan
Karakter.Tahun v, Nomor 1.
Dedy Mulyasana. 2015. “Pendidikan Bermutu dan Berdaya Saing”. PT.

Remaja Rosdakarya Offst, Bandung.

Mukhrizal, dkk. 2014. Pendidikan Posmoderenisme. Yogyakarta: ARRuzz Media.

Mukhrizal Arif.2016. Pendidikan Pos Modernisme. AR-RUZZ


MEDIA,Yogyakarta.
M. Sukardjo. 2010. Landasan Pendidikan Konsep dan Aplikasinya. PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta
Nurniswa. Ayat dan Hadist Pendidikan Ujian Kompre IAIN Bengkulu.
Retno Listyarti. 2012. “Pendidikan Karakter dalam metode aktif, inovatif, dan
kreatif. Erlangga
Ricky Satria Wiranata. 2017. Konsep Pendidikan Karakter K.H. Ahmad Dahlan
Dalam Perspektif Tokoh Muhamadiyah. STATE ISLAMIC UNIVERSITI
SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA.
Rukyati, dkk. 2014. “Penanaman Nilai Karakter Tanggung Jawab Kerja sama
Terintegrasi Dalam Perkuliahan Ilmu Pendidikan.” Jurnal Pendidkan
Karakter. Tahun IV Nomor 2.
Rumlam Ahmadi. 2016. “Pengantar Pendidikan Asas & Filsafata Pendidikan”.
AR-RUSS MEDIA, Yohyakarta.
Syamsul Kurniawan.2011. Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam. ARRUZZ
MEDIA. Yogyakarta.
Sri Haryati. “Pendidikan Karakter Dalam Kurikulum 2013”. Jurnal Schooler
41

Zubaedi. 2011. Desain pendidikan karakter. Kencana Prenada Media Group. Jl.
Tambara no.23 Rawamangun- Jakarta.
Zetty Azizahtun Nim‟Ah.2014. Pendidikan Islam Perspetif KH. Ahamd Dahlan
dan KH. Hasym Asy‟ari. Studi Komparasi Pembaharuan Pendidikan
Islam di Indonesia. Jurnal Didiak tika Religia. Volume 2 No. 1

Anda mungkin juga menyukai