Di
S
U
S
U
N
Oleh:
KELOMPOK 2
Nama : Rahmah (18220520)
Mulidar (18220516)
Program Studi : PBA
Mata Kuliah : Filsafat Pendidikan Islam
Semeseter : V (Lima)
Pengasuh : Rusnawati, MA
A. Latar Belakang
Agama adalah risalah yang disampaikan Tuhan kepada Nabi sebagai petunjuk bagi
manusia dan hukum-hukum sempurna untuk dipergunakan manusia dalam menyelenggarakan
tata cara hidup yang nyata serta mengatur hubungan dengan dan tanggung jawab kepada
Allah, kepada masyarakat serta alam sekitarnya. Bilamana pendidikan kita artikan sebagai
latihan mental, moral dan fisik (jasmaniah) yang menghasilkan manusia berbudaya tinggi
untuk melaksanakan tugas kewajiban dan tanggung jawab dalam masyarakat selaku hamba
Allah, maka pendidikan berarti menumbuhkan personalitas (kepribadian) serta menanamkan
rasa tanggung jawab. Usaha kependidikan bagi manusia menyerupai makanan yang berfungsi
memberikan vitamin bagi pertumbuhan manusia.
Setiap manusia yang diciptakan di dunia ini tidak akan pernah bisa terlepas oleh yang
namanya pendidikan. Alam diciptakan pun ini syarat akan potensi yang bisa dimanfaatkan.
Pemanfaatan segala peotensi yang ada di bumi ini bisa berjalan maksimal bila manusia
memiliki daya kredibilitas dan daya intelegensi yang cukup. Untuk mendapatkan kesemuanya
itu, maka diadakan yang namanya pendidikan.
Pendidikan memiliki unsure-unsur yang membangunnya. Salah duanya adalah pendidik
dan peserta didik. Keduanya sangat terikat satu sama lain dalam pendidikan. Pendidik tidak
akan bisa melakukan pendidikan bila tidak ada peserta didik. Begitupun juga sebaliknya,
peserta didik tidak akan berkembang secara maksimal bila tidak mendapatkan pendidikan
yang cukup yang dilakukan oleh pendidik.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan hakikat pendidikan islam ?
2. Apa tujuan pendidikan islam ?
3. Apa yang dimaksud dengan Pendidik dan Pengajar
4. Apa Hakikat Pendidik dan Pengajar
5. Sebutkan Tujuan Pendidik dan Pengajar
6. Apa yang dimaksud dengan Peserta Didik.
7. Sebutkan Tugas dan Kewajiban Peserta Didik
8. Sebutkan Etika Peserta Didik
BAB II
PEMBAHASAN
1 M. Jindar Wahyudi, Nalar Pendidikan Qur’ani, (Yogyakarta : Aperion Philotes, 2006), hlm. 55
menyangkut domain kognitif. Al-Attas menganggap kata taklim lebih dekat kepada
pengajaran atau pengalihan ilmu dari guru kepada pembelajaran, bahkan jangkauan aspek
kognitif tidak memberikan porsi pengenalan secara mendasar.
2 Arifin, Mohammad, M. Ed. Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994) hlm 16,
3 Alwi, Zianuddin. Pemikiran Pendidikan Islam pada Abad Klasik dan Pertengahan, ( Bandung: Angkasa Bandung, , 2003),
hal 98.
ini, karena semakin lama semakin ketat pula persaingan dan semakin lama juga mutu
pendidikan akan semakin maju.
Tujuan pendidikan Islam adalah untuk mencapai keseimbangan pertumbuhan
kepribadian manusia. Secara menyeluruh dan seimbang yang dilakukan melalui latihan jiwa,
akal pikiran, diri manusia yang rasional, perasaan dan indra, karena itu, pendidikan
hendaknya mencakup pengembangan seluruh aspek fitrah peserta didik, aspek spiritual,
intelektual, imajinasi, fisik, ilmiah dan bahasa, baik secara individual maupun kolektif, dan
mendorong semua aspek tersebut berkembang ke arah kebaikan dan kesempurnaan. Tujuan
terakhir pendidikan muslim terletak pada perwujudan ketundukan yang sempurna kepada
Allah SWT, baik secara pribadi kontinuitas, maupun seluruh umat manusia.
Tujuan pendidikan ialah perubahan yang diharapkan pada subyek didik setelah
mengalami proses pendidikan baik pada tingkah laku individu dan
kehidupan pribadinya maupun kehdupan masyarakat dan alam sekitarnya dimana individu itu
hidup. Pendidikan Islam bertugas di samping menginternalisasikan (menanamkan dalam
pribadi) nilai-nilai islami, juga mengembangkan anak didik agar mampu melakukan
pengamalan nilai-nilai itu secara dinamis dan fleksibel dalam batas-batas konfigurasi idealitas
wahyu Tuhan. Hal ini berarti Pendidikan Islam secara optimal harus mampu mendidik anak
didik agar memiliki “kedewasaan atau kematangan” dalam beriman, bertaqwa, dan
mengamalkan hasil pendidikan yang diperoleh, sehingga menjadi pemikir yang sekaligus
pengamal ajaran Islam, yang dialogis terhadap perkembangan kemajuan zaman. Dengan kata
lain, Pendidikan Islam harus mampu menciptakan para “mujtahid” baru dalam bidang
kehidupan duniawi-ukhrawi yang berkesinambungan secara interaktif tanpa pengkotakan
antara kedua bidang itu.
4 WJS. Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2003), hlm. 302.
sedangkan kata Muaddib berarti educator/pendidik atau Teacher In Coranic School (guru
dalam lembaga pendidikan al-Qur`an).5
Sedangkan Pendidik dalam perspektif pendidikan Islam adalah orang-orang yang
bertanggung jawab terhadap perkembangan seluruh potensi peserta didik , baik petensi
afektif, kognitif, maupun psikomotorik sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.6
Secara terminologi, pengertian yang lebih implisit kata pendidik dapat diartikan dengan
guru, sebagaimana yang disampaikan oleh Hadari Nawawi yang dikutip oleh Moh. Uzer,
pendidik adalah orang yang kerjanya mengajar atau memberikan pelajaran di sekolah atau di
kelas. Bahwa guru yang berarti orang yang bekerja sebagai tenaga pengajar yang ikut juga
bertanggung jawab dalam membantu peserta didik untuk mencapai proses kedewasaan.
Tetapi dalam hal ini banyak disalah artikan banyak orang, bahwa hanya gurulah yang
bertanggung jawab dalam proses pendidikan. Tetapi yang sesungguhnya adalah baik
masyarakat lebih-lebih orang tua peserta didik bersama-sama membangun proses pendidikan,
agar menjadi masyarakat yang dewasa pula.7
1. Hakikat Pendidik dan Pengajar
Dari berbagai definisi di atas baik pengertian secara etimologi maupun terminologi,
dapat ditarik hal yang paling inti kaitannya dengan seorang pendidik dalam hal ini yang
banyak diartikan adalah guru, karena salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam
pendidikan adalah pendidik (guru). Karena guru yang dapat diartikan sebagai pelaku utama
pendidikan (pendidik profesional) sehingga banyak syarat-syarat untuk menjadi seorang
pendidik. Bahwa seorang pendidik (guru) merupakan pemeran penting dalam proses belajar
mengajar.
Sebenarnya esensi dari tugas mendidik adalah kedua orang tua peserta didik (aspek
keluarga), mungkin karena banyak kesibukan-kesibukan dari berbagai individu keluarga
sehingga memilih untuk menitipkan anaknya ke lembaga pendidikan. Sehingga guru adalah
orang tua yang kedua. Tetapi hal ini merupakan pengaruh yang besar dalam perkembangan
peserta didik. Sehingga bentuk kerja sama antara keluarga, lembaga pendidikan, bahkan
seluruh masyarakat juga harus aktif dalam proses pelaksanaan pendidikan. Sehinga tidak ada
dikotomi salah arti yang dapat menyudutkan pendidik (guru.). karena dapat dikatakan bahwa
pengaruh pendidikan yang ada di sekolah hanya sebatas perkembangan sikap (afektif), aspek
kognitif (pengetahuan) dan psikomotorik (ketrampilan). Karena sebenarnya istilah antara
5 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Persepektif Islam, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2008), hlm. 12.
6 Ramayulis, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2005), hlm. 19.
7 Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), hal. 210.
pendidik dan pengajar adalah berbeda. Sebab pengajar hanya memberi pengetahuan. Berbeda
dengan mendidik, bukan hanya sekedar memberitahu tetapi juga memberikan teladan dan
melakukan usaha-usaha sehingga yang diberi teladan dapat berbuat seperti yang telah
diberitahukan dan telah diteladankan.
Secara konvensional, guru setidaknya harus memiliki tiga kualifikasi dasar. Yaitu
menguasai materi (pengetahuan), antusiasme, dan penuh kasih sayang (loving) dalam
mengajar dan mendidik karena misi utama guru adalah enlightening "mencerdaskan bangsa"
(bukan sebaliknya membodohkan masyarakat), mempersiapakan anak didik sebagai individu
yang bertanggung jawab dan mandiri, bukan menjadikan manja dan beban masyarakat.
Karena proses pencerdasan harus berangkat dari pandangan filosofi guru,bahwa anak didik
adalah individu yang memiliki beberapa kemampuan dan ketrampilan.
2. Tujuan Pendidik dan Pengajar
Pendidik adalah orang yang mempunyai rasa tanggung jawab untuk memberi bimbingan
atau bantuan kepada anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya demi mencapai
kedewasaannya, mampu melaksanakan tugasnya sebagai makhluk tuhan, makhluk sosial dan
sebagai individu yang sanggup berdiri sendiri.8
Orang yang pertama yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak atau
pendidikan anak adalah orang tuanya, karena adanya pertalian darah secara langsung
sehingga ia mempunyai rasa tanggung jawab terhadap masa depan anaknya.
Orang tua disebut juga sebagai pendidik kodrat. Namun karena mereka tidak
mempunayai kemampuan, waktu dan sebagainya, maka mereka menyerahkan sebagian
tanggung jawabnya kepada orang lain yang dikira mampu atau berkompeten untuk
melaksanakan tugas mendidik.
8 Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya. (Bandung: PT. Sygma Examedia Arkamlema, 2009),
hlm. 597.
9 Abu Hamid Al-Ghozali, Ihya ‘Ulumuddin Juz I-III, Isal Babiyul Hilbi wa Syirkah, Kairo, 1957.
yang mengalami perubahan, perkembangan sehingga masih memerlukan bimbingan dan
arahan dalam membentuk kepribadian serta sebagai bagian dari struktural proses pendidikan.
Dengan kata lain peserta didik adalah seorang individu yang tengah mengalami fase
perkembangan atau pertumbuhan baik dari segi fisik dan mental maupun fikiran
Sebagai individu yang tengah mengalami fase perkembangan, tentu peserta didik
tersebut masih banyak memerlukan bantuan, bimbingan dan arahan untuk menuju
kesempurnaan. Hal ini dapat dicontohkan ketika seorang peserta didik berada pada usia balita
seorang selalu banyak mendapat bantuan dari orang tua ataupun saudara yang lebih tua.
Dengan demikin dapat di simpulkan bahwa peserta didik merupakan barang mentah (raw
material) yang harus diolah dan bentuk sehingga menjadi suatu produk pendidikan.
Peserta didik secara khusus adalah orang-orang yang belajar di lembaga pendidikan
tertentu yang menerima bimbingan, pengarahan, nasihat, pembelajaran dan berbagai hal yang
berkaitan dengan proses kependidikan. Dengan diakuinya keberadaan seorang peserta didik
dalam konteks kehadiran dan keindividuannya, maka tugas dari seorang pendidik adalah
memberikan bantuan, arahan dan bimbingan kepada peserta didik menuju kesempurnaan atau
kedewasaannya sesuai dengan kedewasaannya.Dalam konteks ini seorang pendidik harus
mengetahuai ciri-ciri dari peserta didik tersebut. Ciri-ciri peserta didik yaitu:
1. Kelemahan dan ketidak berdayaannya
2. Berkemauan keras untuk berkembang
3. Ingin menjadi diri sendiri (memperoleh kemampuan).
1. Tugas dan Kewajiban Peserta Didik
2. Bersedia merantau untuk mencari ilmu pengetahuan.
3. Tidak Menyombongkan Ilmunya dan menantang gurunya.
4. Mengetahui kedudukan ilmu pengetahuan.
2. Etika Peserta Didik
1. Jika berkunjung kepada guru harus menghormati dan menyampaikan salam terlebih
dahulu.
2. Jangan banyak bicara di depan guru.
3. Jangan bicara jika tidak diajak bicara oleh guru.
4. Jangan bertanya jika belum minta ijin lebih dulu.
5. Jangan sekali-kali menegur ucapan guru, seperti : katanya fulan demikian, lantas
berbeda dengan guru.
6. Jangan mengisyarati terhadap guru, yang dapat member perasaan khilaf dengan
pendapat guru. Kalau demikian itu menganggap murid lebih besar daripadanya.
7. Jangan berunding dengan teman di tempat duduknya, dan berbicara dengan guru
sambil tertawa.
8. Jika duduk di depan guru jangan menoleh-noleh, tapi duduklah dengan menundukkan
kepala tawadlu’ sebagaimana ketika melakukan sholat.
9. Jangan banyak bertanya waktu guru kelihatan bosan dan kurang enak.
10. Sewaktu guru berdiri, murid harus berdiri sambil memberikan penghormatan
terhadap guru.
11. Sewaktu guru sedang berdiri dan sudah hendak keluar, jangan menghentikannya
hanya karena bertanya.
12. Jangan bertanya guru saat di tengah perjalanan, tunggulah sampai rumah.
13. Jangan su’udhon terhadap guru.
A. Kesimpulan
Fungsi pendidikan itu bukanlah sekedar mengembangkan kemampuan dan mencerdaskan
otak peserta didik, tetapi juga menyelamatkan fitrahnya. Oleh karena itu fungsi pendidikan
dan pengajaran Islam dalam hubungannya dengan faktor anak didik adalah untuk menjaga,
menyelamatkan, dan mengembangkan fitrah ini agar tetap menjadi al-fithratus salimah dan
terhindar dari al-fithratu ghairus salimah. Artinya, agar anak tetap memiliki aqidah keimanan
yang tetap dibawanya sejak lahir itu, terus menerus mengokohkannya, sehinggamati dalam
keadaan fitrah yang semakin mantap, tidak menjadi Yahudi, Nashrani, Majusi ataupun
agama-agama dan faham-faham yang selain Islam.
Hakikat seorang pendidik kaitannya dalam pendidikan Islam adalah mendidik dan
sekaligus di dalamnya mengajar sesuai dengan keilmuwan yang dimilikinya. Secara
umumnya pendidik adalah orang yang memiliki tanggungjawab mendidik. Bila dipersempit
pengertian pendidik adalah guru yang dalam hal ini di suatu lembaga sekolah. Sedangkan
pengajar adalah pendidik yang baik.
Tugas dan peran pendidik sangat berkaitan dan tak tidak dapat dipisahkan, tugas
pendidik adalah membantu peserta didik agar mampu melakukan adaptasi terhadap diri dan
berbagai tantangan kehidupannya, sedangkan peran pendidik adalah sebagai pemimpin dan
pelaksana pendidikan dalam suatu masyarakat dan sekaligus sebagai anggota masyarakat,
sehingga dengan demikian dituntut guru atau pendidik dalam meningkatkan tugas dan
perannya.
Peserta didik adalah orang yang sedang mengalami perkembangan jasmani dan rohani
sejak awal terciptanya dan merupakan objek daripada pendidikan. Peserta didik juga
merupakan orang yang senantiasa berkembang untuk menuju kedewasaan dan pendekatan
diri kepada Allah SWT.
lingkungan pendidikan sangat berperan dalam penyelenggaraan pendidikan Islam, sebab
lingkungan yang juga dikenal dengan institusi itu merupakan tempat terjadinya proses
pendidikan. Secara umum lingkungan tersebut dapat dilihat dari tiga hal, yaitu keluarga,
sekolah, dan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Hamid Al-Ghozali, Ihya ‘Ulumuddin Juz I-III, Isal Babiyul Hilbi wa Syirkah, Kairo, 1957.
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Persepektif Islam, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2008),
hlm. 12.
Alwi, Zianuddin. 2003. Pemikiran Pendidikan Islam pada Abad Klasik dan Pertengahan. Bandung:
Angkasa Bandung
Arifin, Muhammad, M. Ed, 1994, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara.
Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), hal. 210.
Ramayulis, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2005), hlm. 19.
Wayudhi ,M. Jindar. 2006. Nalar Pendidikan Qur’ani. Yogyakarta : Aperion Philotes.
WJS. Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2003), hlm. 302.