Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

Pendidikan Agama Islam

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam

Dosen Pengampu: Abdul Aziz Hasan S.Pd.,M.Pd.I.

Disusun Oleh:

Nama : RIFKY HIDAYAT

NIM : 20203020037

Kelas :A

TEKNOLOGI MESIN
VOKASI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2020

i
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Islam adalah agama Allah yang diwahyukan kepada para


Rasul sebagai hidayah dan rahmat Allah bagi umat manusia
sepanjang masa, yang menjamin kesejahteraan hidup material dan
spiritual, dunia, dan ukhrawi. Agama Islam yaitu agama yang dibawa
oleh Nabi Muhammad SAW sebagai Nabi akhir zaman. Ajaran yang
diturunkan Allah tercantum dalam Al-Quran dan Sunnah Nabi yang
Shahih (Maqbul) berupa perintah, larangan dan petunjuk untuk
kebaikan hidup manusia di dunia dan akhirat. Ajaran Islam bersifat
menyeluruh yang meliputi bidang aqidah, akhlaq, ibadah, dan
muamalah duniawi.
Pendidikan Islam muncul dan berkembang sejak agama Islam
mulai masuk ke Indonesia yang dibawa oleh para sufi pengembara
atau pedagang dari Timur Tengah. Dalam penyebaran agama Islam di
berbagai daerah Indonesia, secara sederhana telah mencakup
pendidikan Islam melalui dakwah Islam yang disampaikan2 .
Penguatan Islam di berbagai daerah ini menjadi pandangan hidup dan
bagian dari jati diri masyarakat melalui pendidikan Islam. Kemudian
pendidikan Islam menjadi upaya terstruktur yang dijalankan untuk
mewujudkan nilai keislaman melalui proses transfer ilmu yang
dilaksanakan pada lembaga pendidikan. Pelaksanaan pendidikan Islam
dalam bentuk kelembagaan bersifat dinamis. Perkembangannya
dipengaruhi oleh kemajuan dan perubahan masyarakat. Sehingga
dalam pelaksanaannya, pendidikan Islam mengalami modernisasi

2
yang beragam. Baik secara konsep pendidikan, sistem yang
digunakan, maupun manajemen pengelolaan.

Pada awalnya, pendidikan Islam yang dikembangkan adalah


model pendidikan surau dan langgar. Proses pendidikan yang
terselengara di surau dan langgar sebagai tempat penanaman nilai-
nilai keagamaan, moral, etika dan belajar baca tulis Al-Qur’an, di
samping tempat untuk elaksanakan ibadah. Model pendidikan surau
memiliki kesamaan dengan pendidikan yang terselenggara di
pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam untuk menanamkan
nilai-nilai agama Islam sebagai bekal untuk diamalkan dalam
kehidupan bermasyarakat. Pada pelaksanaan pendidikan surau
maupun pesantren, tidak ada tingkatan kelas, bangku atau kursi tempat
duduk murid, meja atau papan tulis. Pada umumnya, murid duduk
bersila dalam mendengarkan penjelasan guru. Setelah penyelesaian
pendidikan, para murid tidak mendapatkan ijazah sebagai tanda
kelulusan. Hal tersebut sangat bertentangan dengan tuntutan dari
masyarakat, bahwa masyarakat membutuhkan bukti formal seperti
ijazah dan bukti telah menyelesaikan pendidikan.

3
1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka saya membatasi atau


merumuskan masalah dalam makalah ini sebagai berikut:
1. Apa pengertian dan tujuan Pendidikan Agama Islam ?
2. Bagaimana Pendidikan Agama dalam Sistem Pendidikan
Nasional?
3. Bagaimana Metode Pembelajaran di dalam Pendidikan Islam di
Kota Cirebon?
4. Apa permasalahan Pendidikan Islam di Kota Cirebon?
5. Bagaimana solusi permasalahan Pendidikan Islam di Kota
Cirebon?
6. Apa Tindakan yang harus dilakukan pemerintah dalam menangani
masalah Pendidikan islam di Kota Cirebon?

4
1.3. Tujuan

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui :


1. Untuk mengetahui apa pengertian dan tujuan pendidikan Agama
Islam.
2. Untuk mengetahui bagaimana pendidikan agama dalam sistem
pendidikan nasional.
3. Untuk mengetahui bagaimana Metode pembelajaran di dalam
Pendidikan Agama Islam di Kota Cirebon.
4. Untuk mengetahui bagaimana permasalahan Pendidikan Agama
Islam di kota Cirebon.
5. Untuk mengetahui apa solusi Permasalahan Pendidikan Agama
Islam di Kota Cirebon
6. Untuk mengetahui Tindakan apa yang di lakukan pemerintah untuk
menngangi pemasalahan Permasalahan Pendidikan Agama Islam di
Kota Cirebon

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Pendidikan Agama Islam

a. Pengertian Pendidikan Agama Islam

Pendidikan dapat diartikan sebagai bimbingan secara sadar oleh


pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik
menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Sehingga pendidkan
dipandang sebagai salah satu aspek yang memiliki peranan pokok
dalam membentuk generasi muda agar memiliki kepribadian yang
utama.Dalam Islam pada mulanya pendidikan Islam disebut dengan
kata “ta’dib”. Kata “Ta’dib”mengacu pada pengertian yang lebih
tinggi, dan mencakup unsur-unsur pengetahuan (‘ilm) pengajaran
(ta’lim) dan pengasuhan yang baik (tarbiyah). Akhirnya dalam
perkembangan kata ta’dib sebagai istilah pendidikan telah hilang
peredarannya, dan tidak dikenal lagi, sehingga ahli pendidik Islam
bertemu dengan istilah At Tarbiyah atau Tarbiyah, sehingga sering
disebut Tarbiyah. Sebenarnya kata ini berasal dari kata “Robba-
yurabbi-Tarbiyatan” yang artinya tumbuh dan berkembang. Maka
dengan demikian populerlah istilah “Tarbiyah” diseluruh dunia Islam
untuk menunjuk pendidikan Islam.[1]

Terdapat beberapa pengertian mengenai Pendidikan Agama


diantaranya sebagai berikut:

1. Dalam Enclylopedia Education, Pendidikan Agama Islam


diartikan sebagai suatu kegiatan kegiatan yang bertujuan untuk

6
menghasilkan orang beragama. Dengan demikian perlu diarahkan
kepada pertumbuhan moral dan karakter. Pendidikan agama tidak
cukup hanya memberikan pengetahuan tentang agma saja, akan tetapi
disamping pengetahuan agama, mestilah ditekankan pada aktivitas
kepercayaan.

2. Ahmad D. Marimba mengemukakan bahwa Pendidikan Islam


adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap
perkembangan jasmani dan rohani peserta didik menuju terbentuknya
kepribadian yang utama (insan kamil).

3. Menurut Zakiyah Darajat dalam bukunya karangan abdul


Majid Pendidikan Agama Islam adalah suatu usaha untuk membina
dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami ajaran
Islam secara menyeluruh. Lalu menghayati tujuan, yang pada akhirnya
dapat mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai pandangan hidup.

4. Menurut Ahmad Tafsir dalam bukunya Abdul Majid


Pendidikan agama Islam adalah bimbingan yang diberikan seseorang
kepada seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan
ajaran Islam.

5. Menurut Dr. H. Zuhairini Pendidikan Agama berarti usaha-


usaha secara sistematis dan pragmatis dalam membantu anak didik
agar supaya mereka hidup sesuai dengan ajaran Islam.[5]

Ada tiga term tertentu yang di gunakan manusia dalam


mengartikan pendidikan agama dalam khasanah pendidikan islam:

a. Istilah al-tarbiyah

Abdurrahman An-Nahlawi mengemukakan bahwa menurut


kamus Bahasa Arab, lafaz At-Tarbiyah berasal dari tiga kata, pertama,
raba-yarbu yang berarti bertambah dan bertumbuh. Makna ini dapat
dilihat dalam Al-Qur’an Surat Ar-Rum ayat 39. Kedua, rabiya-yarba

7
yang berarti menjadi besar. Ketiga, rabba-yarubbu yang berarti
memperbaiki, menguasai urusan, menuntun, menjaga dan memelihara.

b. Istilah al-Ta’lim

Dr. Abdul Fattah Jalal, pengarang Min al-Usul at-Tarbiyah fii al-
islam (1977: 15-24) mengatakan bahwa istilah ta’lim lebih luas
dibanding tarbiyah yang sebenarnya berlaku hanya untuk pendidikan
anak kecil. Yang dimaksudkan sebagai proses persiapan dan
pengusahaan pada fase pertama pertumbuhan manusia (yang oleh
Langeveld disebut pendidikan “pendahuluan”), atau menurut istilah
yang populer disebut fase bayi dan kanak-kanak.

c. Istilah al-Ta’dib

Menurut Al-Attas, ta’dib adalah pengenalan dan pengakuan


yang secara berangsur-angsur ditanamkan kepada manusia tentang
tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan
penciptaan sedemikian rupa, sehingga membimbing ke arah
pengenalan dan pengakuan kekuasaan dan keagungan Tuhan di dalam
tatanan wujud dan keberadaannya.[6]

Dari beberapa definisi pendidikan Islam di atas dapat


disimpulkan bahwa pendidikan agama Islam adalah sebagai berikut:

1. Segala usaha berupa bimbingan terhadap perkembangan jasmani


dan rohani anak, menuju terbinanya kepribadian utama sesuai dengan
ajaran agama Islam.

2. Suatu usaha untuk mengarahkan dan mengubah tingkah laku


individu untuk mencapai pertumbuhan kepribadian yang sesuai ajaran
Islam dalam proses kependidikan melalui latihan-latihan akal pikiran
(kecerdasan, kejiwaan, keyakinan, kemauan dan perasaan serta panca
indera) dalam seluruh aspek kehidupan manusia.

8
3. Bimbingan secara sadar dan terus menerus yang sesuai dengan
kemampuan dasar (fitrah dan kemampuan ajarannya pengaruh diluar)
baik secara individu maupun kelompok sehingga manusia memahami,
menghayati dan mengamalkan ajaran agama Islam secara utuh dan
benar. Yang diaksud utuh dan benar adalah meliputi Aqidah
(keimanan), Syari’ah (ibadah mu’amalah) dan Akhlak (budi pekerti).

B. Pendidikan Agama Dalam Sistem Pendidikan Nasional

Secara historis diketahui bahwa sejak pemerintahan Kolonial


Belanda memperkenalkan sistem pendidikannya yang bersifat sekuler,
keadaan pendidikan di Indonesia berjalan secara dualistis. Pendidikan
kolonial yang tidak memperhatikan nilai-nilai agama dengan pola
Baratnya berjalan sendiri, sementara pendidikan Islam yang diwakili
pesantren dengan tidak memperhatikan pengetahuan umum juga
berjalan sendiri. Hal ini berjalan sampai Indonesia memproklamasikan
kemerdekaannya meskipun pada permulaan abad ke-20 sudah
diperkenalkan sistem pendidikan madrasah berusaha memadukan
kedua sistem tersebut di atas terutama memasukkan pengetahuan-
pengetahuan umum ke lembaga-lembaga pendidikan islam dan
memakai sistem klasikal. Namun, ternyata suasana ketradisionalannya
masih terlihat sekali.

Jadi, pemerintahan dan bangsa Indonesia pada masa awal


kemerdekaan masih mewarisi sistem pendidikan yang bersifat
dualistis tersebut:

a. Sistem pendidikan dan pengajaran modern yang bercorak


sekuler atau sistem pendidikan dan pengajaran pada sekolah-sekolah
umum yang merupakan warisan dari pemerintah kolonial belanda.

b. Sistem pendidikan islam yang tumbuh dan berkembang di


kalangan umat islam sendiri, yaitu sistem pendidikan dan pengajaran
yang berlangsung di surau atau langgar, masjid, pesantren, dan

9
madrasah yang bersifat tradisional dan bercorak keagamaan semata-
mata.

Dari perjalanan historisnya tersebut, meskipun pendidikan islam


tidak jarang mendapatkan tekanan dan kurang mendapat perhatian
yang memadai dari pemerintah, namun pendidikan islam telah
berhasil survive di dalam berbagai situasi dan kondisi mengarungi
masa-masa sulitnya. Hal demikian menyebabkan pendidikan Islam
menyandang berbagai jenis nilai luhur (Tilaar, 2000: 78), seperti hal-
hal sebagai berikut:

a. Nilai historis, di mana pendidikan Islam telah survive baik


pada masa kolonial hingga zaman kemerdekaan. Pendidikan Islam
telah menyumbangkan nilai-nilai yang sangat besar di dalam
kesinambungan hidup bangsa, dalam kehidupan bermasyarakat, dalam
perjuangan bangsa Indonesia mencapai kemerdekaannya. Di dalam
invasi kebudayaan barat, pendidikan Islam telah menunjukkan
ketahanannya sehingga tetap survive.

b. Nilai religius, pendidikan Islam di dalam perkembangannya


tentunya telah memelihara dan mengembangkan nilai-nilai agama
Islam sebagai salah satu nilai budaya bangsa Indonesia.

c. Nilai moral, pendidikan islam tidak diragukan lagi sebagai


pusat pemelihara dan pengembangan nilai-nilai moral yang
berdasarkan agama Islam. Sekolah-sekolah madarsah, pesantren,
bukan hanya berfungsi sebagai pusat pendidikan, tetapi juga sebagai
pusat atau benteng moral dari kehidupan mayoritas bangsa Indonesia.

10
b. Tujuan Pendidikan Agama Islam

Yasin berpendapat bahwa fungsi tujuan pendidikan mencakup tiga


aspek yang semuanya masih bersifat normatif. Pertama, memberikan
arah bagi proses pendidikan. Kedua, memberikan motivasi dalam
aktivitas pendidikan, karena pada dasarnya tujuan pendidikan
merupakan nilai-nilai pendidikan yang ingin dicapai dan
diinternalisasi pada anak didik. Ketiga, tujuan pendidikan merupakan
kriteria atau ukuran dalam evaluasi pendidikan (Yasin, 2008).

Ada beberapa pendapat para ahli mengenai tujuan pendidikan


Islam. Pertama, Ibnu Khaldun berpendapat tujuan pendidikan Islam
berorientasi ukhrawi dan duniawi.

Pendidikan Islam harus membentuk manusia seorang hamba yang taat


kepada Allah dan membentuk manusia yang mampu menghadapi
segala bentuk persoalan kehidupan dunia (Zubaedi, 2012). Kedua, al-
Ghazali merumuskan tujuan pendidikan Islam kedalam dua segi, yaitu
membentuk insan purna yang bertujuan mendekatkan diri kepada
Allah dan menuju kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Menurut
al-Ghazali bahwa tujuan pendidikan Islam adalah kesempurnaan
manusia di dunia dan akhirat.

Manusia dapat mencapai kesempurnaan melalui menggunaan ilmu.


Dengan keutamaan tersebut, maka akan memberinya kebahagiaan di
dunia serta sebagai jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah untuk
kebahagiaan yang hakiki (Zainuddin, 2009). Menelaah dua formula
tersebut, tujuan pendidikan Islam mencakup dua aspek utama, yakni
mewujudkan kebahagiaan hidup di dunia dan kebahagiaan di akhirat.
Hal ini menggambarkan bahwa pendidikan Islam merupakan
pendidikan yang bersifat komplet yang merangkum tujuan hidup

11
manusia sebagai makhluk ciptaan Allah yang paripurna serta dibekali
akal. Namun perlu dicatat di sini, perkembangan perilaku social yang
cukup fluktuatif dan sukar ditebak, memerlukan reinterpretasi tujuan
Pendidikan Islam yang bersifat khusus dan aplikatif. Al-Quran dan
Hadis yang menjadi pijakan utama dapat diinterpretasi ulang dengan
memadukan nilai-nilai sosio-kultural yang selama ini menjadi pijakan
bangsa Indonesia sebagai bangsa Timur yang ramah dan toleran.
Untuk menggali tujuan pendidikan berbasis nilai-nilai sosial-kultural
tersebutperlu dilihat berdasarkan aspek kajian ontologis,
epistemologis, dan aksiologis.

2.2. Pendidikan Agama dalam sistem Pendidikan Nasional.

Adapun kedudukan Pendidikan Agama Islam dalam UU Sisdiknas


2003 adalah: (a) Pasal 1 ayat (1), pendidikan adalah: Usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. (b) Pasal 1 ayat
(2), pendidikan nasional merupaka Pendidikan yang berdasarkan pada
nilai Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 yang mana nilai tersebut berakar pada nilai-nilai agama,
kebudayaan nasional dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.
Agama sebagai tujuan pendidikan (agar peserta didik memiliki
kekuatan spiritual keagamaan) dan sumber nilai dalam proses
pendidikan nasional. (c) Pasal 4 ayat (1) Pendidikan diselenggarakan

12
secara demokratis dan berkeadilan serta tidak bersifat diskriminatif
dengan tetap menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan,
nilai kultural, dan kemajemukkan bangsa. 39 (d) Pasal 12 ayat (1)
Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak
mendapatkan pendidikan agamasesuai dengan agama yang dianutnya
dan diajarkan oleh pendidik yang seagama. Peserta didik berhak
mendapatkan pendidikan agama yang sesuai dengan agamanya
masing-masing dan diajarkan oleh pendidik yang seagama. Tiap
sekolah wajib memberikan sebuah ruang bagi siswa yang mempunyai
agama yang berbeda-beda dan tidak ada perlakuan yang diskriminatif.
(e) Pasal 15 adapun Jenis pendidikan yang mencakup Pendidikan
umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi,keagamaan, dan khusus.
(f) Pasal 17 ayat (2) Pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar (SD)
dan madrasah ibtidaiyah(MI) atau bentuk lain yang sederajat serta
sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs),
atau bentuk lain yang sederajat. (g) Pasal 18 ayat (3) Pendidikan
menengah berbentuk sekolah menengah atas (SMA), madrasahaliyah
(MA), sekolah menengah kejuruan (SMK), dan madrasah aliyah
kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat. (h) Pasal 28 ayat (3)
Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk
taman kanak-kanak (TK), raudatul athfal(RA), atau bentuk lain yang
sederajat. Salah satu jenis pendidikan nasional adalah pendidikan
agama. Setingkat dengan taman kanak-kanak (TK) diberi nama
raudatul athfal (RA), sekolah dasar (SD) dinamakan madrasah
ibtidaiyah (MI), sekolah menengah pertama (SMP) dinamakan
madrasah tsanawiyah (MTs), sekolah menengah atas (SMA)
dinamakan madrasah aliyah (MA), dan sekolah menengah kejuruan
(SMK) dinamakan madrasah aliyah kejuruan (MAK). 40 (i) Pada
Pasal 30 disebutkan tentang pendidikan keagamaan pendidikan
keagamaan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan atau kelompok
masyarakat dari pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang-

13
undangan (2) Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan
peserta didik menjadianggota masyarakat yang memahami dan
mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu
agama (3) Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur
pendidikan formal, nonformal, dan informal (4) Pendidikan
keagamaan berbentuk pendidikan diniyah, pesantren, pasraman,
pabhaja samanera,dan bentuk lain yang sejenis. Dalam hal ini
pendidikan agama merupakan tanggung jawab pemerintah dan
masyarakat. Di samping sekolah/madrasah formal yang didirikan oleh
pemerintah seperti MIN, MTsN, maupun MAN, masyarakat dapat
juga menyelenggarakan pendidikan agama, baik formal (pesantren,
madrasah), nonformal (taman pendidikan Al-Qur’an (TPA), majlis
taklim) maupun informal (madrasah diniyah). 41 (j) Kemudian pada
Pasal 36 ayat (3) disebutkan bahwasannya kurikulum disusun sesuai
dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia dengan memperhatikan pada Peningkatan iman
dan takwa, Peningkatan akhlak mulia dan seterusnya. (k) Pasal 37 (1)
Kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat pendidikan
agama, pendidikan kewarganegaraan dan seterusnya (2) Kurikulum
Pendidikan tinggi wajib memuat,pendidikan agama, pendidikan
kewarganegaraan dan bahasa.

14
2.3. Metode Pembelajaran dalam Pendidikan Islam di Kota Cirebon

Metode pembelajaran yang digunakan di DTAI 1 Mundu Pesisir,


hanya ceramah dan tanya jawab. Lain halnya dengan MTI Mundu
Pesisir, metode pembelajaran yang digunakan adalah discovery,
observasi, selain ceramah dan diskusi; tapi belum menggunakan LCD
sebagai med anya. Tidak jauh berbeda dengan MAI Mundu Pesisir,
metode pembelajaran yang digunakan sudah bervariasi, mulai dari
ceramah, diskusi, jigsaw, belajar di luar kelas, bahkan sudah
menggunakan LCD sebagai media pembelajaran.

Setiap guru diwajibkan untuk membuat RPP di awal semester dan


dilakukan evaluasi di akhir semester. Breefing dan sharing antara
kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru atau staff dilakukan
hampir setiap hari. Sedangkan rapat dilakukan pada saat momen
tertentu seperti UTS dan UAS. Hal ini dilakukan untuk menjamin
mutu madrasah. Selain tingkat internal, maka di tingkat eksternal,
guru-guru aktif mengikuti kegiatan workshop dan seminar pendidikan,
juga aktif mengikuti kegiatan MGMP untuk meningkatkan
profesionalisme tenaga pendidik. Cara yang dilakukan oleh DTAI 1,
MTI, dan MAI Mundu Pesisir hamper sama dalam membentuk
karakter peserta didik yang berakhlakul karimah. Diawali dengan
pembacaan surat-surat pendek Al-Qur’an sebelum jam pertama
dimulai, sholat dhuha bergilir tiap kelas, sholat dhuhur berjama’ah,
dan pemberian contoh teladan.

15
2.4. Permasalahan Pendidikan Islam di Kota Cirebon

Permasalaan pendidikan cukup kompleks terutama masalah

rendahnya mutu pendidikan. Banyak indikator yang menunjukan

rendahnya mutu pendidikan itu, di antaranya adalah rendahnya

mutu Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia. Menurut laporan

Bank Dunia , ranking SDM Indonesia berada pada rangking ke109.3

Pemerintah, telah berupaya memecahkan masalah ini, tetapi

masalah selanjutnya akan muncul pula, mengapa? Karena yang

dipecahkan adalah masalahnya, bukan akar masalahnya. Masalah itu

tetap akan muncul lagi sebab akarnya tidak dihilangkan. Bagaikan

lalang, begitu dipangkas, datang hujan, tumbuh lagi. Dan demikian

seharusnya, silih berganti, masalahnya terus muncul. Lalu apa akar

masalahnya.

Ada lima faktor yang menjadi akar permasalahan rendahnya

kualitas pendidikan nasional, kelima faktor itu adalah:

1. Rendahnya komitmen pemerintah kepada dunia pendidikan

Secara konstitusional komitmen nasional kepada dunia

pendidikan sangat tinggi. Hal itu tersirat dari ungkapan tujuan

bangsa Indonesia adalah mencerminkan kehidupan bangsa.

Ungkapan itu tersirat pada pembukaan UUD 1945, Batang

Tubuh UUD 1945, dan GBHN.

16
2. Kekeliruan Filosofis

Minimal ada 3 persoalan mendasar yang dipersepsikan secara keliru

oleh masyarakat , yaitu:” apa pendidikan”, apa mutu

pendidikan”.dan apa produk pendidikan”.

Pemaknaan kepada pendidikan adalah:”proses bantuan kepada

anak didik menuju kedewasaan.” Persepsi seperti itu melahirkan

sikap memperlakukan anak sebagai organisme yang memerlukan

banuan, lemah, dan sebagai objek pendidikan. Guru menjadi subjek,

serba mengetahui , dan memberikan bantuan. Kalau tidak dibantu

pendidikan, anak tidak akan bisa dewasa.

3. Lemahnya pemberdayaan tenaga pendidik (pengajar)

Lemahnya pemberdayaan tenaga pendidik, misalnya guru, dapat

dilihat dari beberapa indikator, diantaranya: (a). Latihan pra jabatan

Latihan pra jabatan pada sistem kepegawaian , tidak memberikan

manfaat yang besar bagi yugas jabatan tenaga pendidik. (b).

Penataran, latihan, dan lain-lain, adalah ajang proyek yang intinya

adalah laporan administrasi keuangan, bukan kualitas peningkatan

pengetahuan dan keterampilan tenaga pendidik.(c). Kesejahteraan

tenaga pendidik. Gaji guru adalah yang paling rendah dan banyak

potongannya.

4. Manajemen Pendidikan

Manajemen pendiidikan bersifat sentralistik, strukturalistik,

17
birogratik.

5. Sistem Pembelajaran

Sistem pembelajaran bersifat paternalistik, harismatik, militeristik,

monolog, pembelajaran,seperti ini guru sangat menentukan, siswa

pasif, dan tidak kreatif , Itulah kelima hal yang menjadi akar

permasalahan.pendidikan nasional . Selama ini pemecahan

persoalan pendidikan berada pada pokok masalah bukan pada akar

masalahnya. Jadi setiap kali diatasi masalah, maka pada saatnya akan

muncul lagi sebab akar masalahnya tidak dituntaskan.

18
2.5. Solusi Permasalahan Pendidikan Islam di Kota Cirebon

Baharuddin berpendapat bahwa solusi dari permasalahan

pendidikan nasional di era global ,maka solusi pemecahannya


adalah sebagai berikut:

1. Merubah paradigma Filosofis

Makna pendidikan .”pendidikan adalah proses pengembangan


potensi anak didik:, anak didik kreatif , subjek pendidkan , guru
menciptakan ,suasana kondusif. Disamping itu mutu
pendidikan :”kesesuaian antara produk, dengan kebutuhan
pelanggan”. Pelanggan pendidikan adalah siswa , orang tua,
masyarakat , negara, perusahaan dan lain-lain.

2. Produk pendidikan bukan lulusan, tetapi pelayanan yang

meliputi: pelayanan administrasi, kurikulum, esktrakurikuler dan ko


kurikuler, pengajaran, penelitian.

3. Manajemen pendidikan, bukan sentralistik, tetapi otonomi.

4. Pembelajaran, demokratis, dialogis, dan multialogis. Sumber


belajar bukan guru, atau dosen tetapi perpustakaan, laboratorium, dan
lapangan.

Dalam menghadapi era globalisasi yang ditandai kesamaan food


(makanan), fashion (mode) dan fun (kesenangan), secara garis besar
ada tiga langkah mendasar atau langkah yang seharusnya mendapat
perhatian para pemikir, penentu kebijakan, praktis dan manajr atau
pemimpin lembaga pendidikan, yaitu:

Pertama, adalah membangun kesadaran pada semua lapisan


masyarakat. Selama ini kurikulum dianggap sebagai penentu

19
keberhasilan pendidikan, termasuk pendidikan Islam. Oleh karena

itu, perhatian para guru, dosen, kepala sekolah/madrasah, ketua,

rektor mau praktisi pendidikan terkonsentasi pada kurikulum.

Kedua, adalah penguatan epistemologi pendidikan Islam.

Epistemologi ini melebihi sarana-sarana lainnya, epistemologi ini

merupakan instrumen memproses, menyusun, merumuskan, dan

membentuk nbangunan ilmu pendidikan Islam. Epistemologi inilah

yang bertugas manggali, menemukan, dan mengembangkan

pengetahuan pendidikan Islam. Jadi kunci untuk mengatasi

kelemahan-kelemahan bangunan pendidikan Islam secara

konseptual-teoritis yang selama ini merupakan adaptasi terhadap

bangunan konsep pendidikan yang digagas para ilmuan Barat adalah

epistemologi pendidikan Islam.

Ketiga, adalah penguatan manajemen pendidikan Islam, secara

teoritis atau sebagai ilmu adalah epistemologi pendidikan Islam,

maka kunci untuk memajukan pendidikan Islam secara aplikatif

atau secara kelembagaan adalah manajemen pendidikan Islam.

Sebagaimana dalam kasus epistemologi umat Islam khususnya para

pimpinan lembaga pendidikan Islam juga lemah dalam wolayah

manajemen. Maka mereka harus diperkuat kemampuanya dalam

manajemen pendidikan Islam.

20
2.5. Tindakan Pemerintah dalam menangani masalah Pendidikan
Islam di Kota Cirebon

Masa reformasi mulai tahun 1998 hingga kini berbagai kebijakan yang
telah ditetapkan pemerintah yaitu:1.Undang-undang nomor 22 tahun 1999
Pemerintah Otonomi Daerah, kebijakan tersebut mengisyaratkan
kemungkinan perluasan wilayah, termasuk pengelolaan dan
Pengembangan pendidikan , pemberlakuan undang-undang tersebut
menuntut adanya perubahan pengelolaan pendidikan dari yang bersifat
sentralistik menjadi desenteralistik.2.Undang-undang nomor 20 tahun 2003
Tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang merupakan penyempurnaan
dari Undang-Undang . Nomor 2 tahun 1989.3.Undang-undang nomor 14
tahun 2005 tentang guru dan dosen yang terdiri dari VIII Bab dan
84 pasal memuat berbagai kebijakan menyangkut kedudukan, fungsi,
tujuan,, kualifikasi, hak dan kewajiban,pembinaan dan pengembangan,
penghargaan perlindungan sangsi, cuti dan lain-lain bagi guru dan dosen.
4.Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar
Nasional Pendidikan yang memuat 8 macam standar yaitu, standar isi,
standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga
kependidikan,standar pengelolaan standar sarana dan prasarana, standar
pembiayaan dan standar penilaian.5.Peraturan Pemerintah nomor 55 tahun
2007 Tentang pendidikan agama dan keagamaan. Kebijakan ini diharapkan
dapat membawa perubahan pada sisi manajerial dan proses pendidikan
Islam. Peraturan pemerintah tersebut secara eksplisit bagaimana
seharusnya pendidikan agama dan keagamaan di laksanakan.6.Keputusan
Menteri Agama RI nomor 2 tahu 2008 tentang kompetensi lulusan
Pendidikan Agama dan Bahasa Arab.

21
BAB III

KESIMPULAN

Dengan pemaparan definisi pendidikan islam di atas dapat


disimpulkan bahwa definisi pendidikan islam adalah proses
pembentukan kepribadian manusia kepribadian islam yang luhur.
Bahwa pendidikan islam bertujuan untuk menjadikannya selaras
dengan tujuan utama manusia menurut islam, yakni beribadah kepada
Allah swt.

Diharapkan dengan pemahaman hakikat pendidikan islam ini.


Member motivasi agar manusia khususnya muslim selalu mencari
ilmu hingga akhir hayat, dalam rangka merealisasikan tujuan yang
telah disebutkan dalam QS. Adz-Dzariyat: 56 dapat diaplikasikan
secara berkelanjutan.
.

22
BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu dkk. 2003 Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT Rineka


Cipta.
Arif, Arifuddin. 2008. Pengantar Ilmu Pendidikan Islam.
Jakarta: Kultura.
Hasbullah. 2006. Otonomi Pendidikan. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Hasbullah. 2012. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta:
Rajawali Pers.
http://sablinews.blogspot.com/2012/10/sablicom-makalah-
tentang-pendidikan_30.html

Hazjurallah. 2020 “Media Kajian Pendidikan Islam”,


https://jurnal.ar-raniry.ac.id/ , diakses pada 18 Juli 2020

Mulyanto, Tri. 2020 “ Al-Tadzkiyyah: Jurnal Pendidikan


Islam” , http://ejournal.radenintan.ac.id/ , diakses pada 3 Januari
2020

At-tarbawi. 2019 “ At-Tarbawi: Jurnal Kajian Kependidikan


Islam” , http://ejournal.iainsurakarta.ac.id/ , diakses pada 1 November
2019

Witro, Doli. 2016 “ Islamic Communication Journal “ ,


https://journal.walisongo.ac.id/ , Diakses pada 16 Juni 2016

Satnawi, Tien. 2014 “ Jurnal Penelitian dan Pemikiran


Keislaman” , file:///C:/Users/LENOVO/Downloads/417-Article
%20Text-700-1-10-20181016.pdf , diakses pada 18 Juli 2018

Ali Hasniyati Gani. 2015 “ Jurnal Kebijakan Pemerintah


terhadap Pembinaan Pendidikan Islam “

23
https://www.neliti.com/publications/235760/kebijakan-pemerintah-
terhadap-pembinaan-pendidikan-islam , Diakses pada Desember 2015

24

Anda mungkin juga menyukai