Anda di halaman 1dari 28

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk individu dan makhluk sosial. Dalam hubugannya
dengan manusia sebagai makhluk social, terkandung suatu maksud bahwa manusia
bagaimanapun juga tidak dapat terlepas dari individu yang lain. Secara kodrati manusia
akan selalu hidup bersama. Hidup bersama antar manusia akan berlangsung dalam
berbagai bentuk komunikasi dan situasi. Dalam kehidupan semacam inilah terjadi
interaksi. Dengan demikian, kegiatan manusia akan selalu dibarengi dengan proses
interaksi atau komunikasi, baik interaksi dengan alam lingkungan, interaksi dengan
sesamanya, maupun interaksi dengan Tuhannya, baik itu disengaja maupun yang tidak
disengaja. Dari berbagai bentuk interaksi, khususnya mengenai interaksi yang
disengaja, ada istilah interaksi edukatif . interaksi edukatif adalah interaksi yang
berlangsung dalam suatu ikatan untuk tujuan pendidikan. Oleh karena itu, interaksi
edukatif dimaknai lebih spesifik lagi pada bidang pengajaran, yang lebih dikenal
dengan interaksi belajar mangajar. Sebagai agama universal, Islam tidak hanya
memeiliki suatu pekajaran saja akan tetapi mencapai berbagai aspek, diantaranya
adalah aspek pendidikan, hukum, politik, sejarah dan lain-lain.
Pendidikan dalam arti yang luas telah ditetapkan sebagai bagian dari missi
pokok Nabi Muhammad saw. Dalam mengajarkan dan menyebarkan risalah yang
diembannya dari Allah swt. Hal ini terlihat dengan wahyu yang pertama di terima oleh
beliau yang dimulai dengan kata iqra’ (perintah membaca). 1 Pendidikan merupakan
kebutuhan mutlak bagi kehidupan umat manusia yang harus dipenuhi sepanjang
hidupnya. Tanpa pendidikan mustahil suatu kelompok masyarakat dapat hidup
berkembang sejalan dengan apresiasi untuk maju, sejahtra dan bahagia menurut konsep
Islam.2 Disamping itu pendidikanlah yang dapat mengangkat derajat manusia bahkan

1
Prof. Dr. H. Abd. Rahman Getteng, Pendidikan Islam dalam Pembangunan (Ujung Pandang. Yayasan al-
Ahkam, 1997), h. 25.
2
Fuad Ihsan. Dasar-Dasar Kependidikan ( Cet. I; Jakarta : Reneka Cipta, 1997), h. 2

2
membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Bahkan status sosialpun jauh
berbeda dengan yang lain jika memiliki pendidikan tinggi.
Maka dalam pengertian sederhana, makna pendidikan sebagai usaha manusia
untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensipotensi pembawaan baik jasmani
maupun rohani sesuai dengan nilai nilai yang ada dalam masyarakat. Usaha-usaha yang
dilakukan untuk menanamkan nilai-nilai dan norma-norma tersebut serta
mewariskannya kepada genarasi berikutnya untuk dikembangkan dalam hidup dan
kehidupan yang terjadi dalam suatu proses pendidikan. Karenanya bagaimanapun
peradaban suatu masyarakat, diadalamnyaberlangsung dan terjadi suatu proses
pendidikan sebagai usaha manusia untuk melestarikan hidupnya. Dengan kata lain
pendidika bisa diartikan sebagai hasil dari peradaban bangsa yang dikembangkan atas
dasar pandangan hidup bangsa itu sendiri.
Oleh karena itu, Islam sebagai agama yang memberikan petunjuk yang
berimplikasi terhadap pelaksanaan pendidikan yang mampu membimbing dan
mengarahkan manusia sehingga kelak dapat menjadi seorang mukmin yang baik dapat
mengamalkan ajaran Islam secara baik dan sempurna. Dari uraian di atas dapat
dipahami bahwa pelaksanaan pendidikan Islam pada hakekatnya proses membimbing
dan mengarahkan pertumbuhan anak didik agar kelak menjadi manusia dewasa sesuai
dengan tujuan pendidikan Islam.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep pendidikan islam?
2. Bagaimana prinsip prinsip pendidikan islam?
3. Bagaimana pendidikan islam diindonesia?
4. Bagaimana implementasi nilai nilai pendidikan agama islam dalam sistem
pendidikan nasional?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari pembahasan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengenal lebih konsep pendidikan islam
2. Untuk memahami prinsip prinsip pendidikan islam
3. Untuk memahami pendidikan islam diindonesia

3
4. implementasi nilai nilai pendidikan agama islam dalam sistem pendidikan
nasional

PEMBAHASAN

A. Konsep Pendidikan Islam


Dalam bahasa Indonesia, istilah pendidikan berasal dari kata “didik” dengan
memberinya awalan “pe” dan akhiran “an”, mengandung arti “perbuatan” (hal, cara
dan sebagainya).3 Istilah pendidikan ini berasal dari bahasa yunani, yaitu
“paedagogie”, yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak. Istilah ini
kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan “education” yang berarti
pengembangan atau bimbingan. Dalam bahasa Arab istilah ini sering diterjemahkan
dengan “tarbiyah” yang berarti pendidikan. Dalam perkembangannya istilah
pendidikan berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja
terhadap anak didik oleh orang dewasa agar ia menjadi orang dewasa. Dalam
perkembangan selanjutnya pendidikan berarti usaha yang dijalankan oleh seorang
atau sekelompok orang untuk mempengaruhi seseorang atau sekelompok orang agar
menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup dan penghidupan yang lebih tingi dalam
arti mental.4
Sering kita terjebak dengan dua istilah antara pendidikan Islam dan pendidikan
agama Islam (PAI) padahal hakikatnya secara substansial pendidikan agama Islam
dan pendidikan Islam sangat berbeda. Usaha-usaha yang di ajarkan tentang personal
agama itulah yang kemudian bisa disebut dengan pendidikan agama Islam, sedangkan
pendidikan Islam adalah nama sebuah sistem, yaitu sistem pendidikan yang Islami.
Pendidikan Agama Islam yang dimaksud disini ialah usaha yang berupa asuhan dan
bimbingan terhadap anak didik agar kelak setelah selesai pendidikannya dapat
memahami dan mengamalkan ajaran Islam serta menjadikannya sebagai pandangan
hidup.5
Pendidikan Islam; pendidikan berakar dari perkataan didik yang berarti
pelihara ajar dan jaga. Setelah dijadikan analogi pendidikan boleh diuraikan sebagai
3
Poerwadamanita, WJS, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1976) h 250
4
Sudirman dkk, Ilmu Pendidikan, (Bandung: CF Remaja Karya, 1987) h 4
5
Zakiah Derajat, dkk, Pendidikan Islam Keluarga dan Sekolah (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1995) h 86

4
suatu proses yang berterusan untuk menjaga dan memelihara pembesaran tubuh badan
dan pertumbuhan bakat manusia dengan rapih supaya dapat melahirkan orang yang
berilmu, baik tingkah laku dan dapat mengekalkan nilainilai budaya dikalangan
masyarakat. Pendidikan adalah suatu proses penanaman sesuatu kedalam diri
manusia, pendidikan adalah sesuatu yang secara bertahap ditanamkan kedalam
manusia. “suatu proses penanaman” mengacu pada metode dan sistem untuk
menanamkan apa yang disebut sebagai pendidikan secara bertahap.6 Secara sederhana
pendidikan Islam adalah pendidikan yang “berwarna” Islam. Maka pendidikan Islami
adalah pendidikan yang berdasarkan islam. Dengan demikian nilai-nilai ajaran islam
itu sangat mewarnai dan mendasari seluruh proses pendidikan Dilihat dari sudut
etistimologis, istilah pendidikan Islam sendiri terdiri dari atas dua kata, yakni
“pendidikan” dan “islami”. Definisi pendidikan sering disebut dengan berbagai
istilah, yakni altarbiyah, al-taklim, al-ta’dib dan al-riyadoh. Setiap istilah tersebut
memiliki makna yang berbeda-beda, hal ini dikarenakan perbedaan kontek kalimatnya
dalam pengunaan istilah tersebut. Akan tetapi dalam keadaan tertentu semua istilah itu
memiliki makna yang sama, yakni pendidkan.7
Pengertian pendidikan yang dikemukakan oleh para ahli pendidikan zaman
sekarang belum terdapat pada masa rosulullah, tetapi usaha dan aktifitasnya dalam
urusan agama telah mencakup arti pendidikan zaman sekarang diantara pakar
pendidikan banyak yang memberikan pengertian dengan versi yang berbeda-beda,
tetapi pada dasarnya mempunyai maksud yang sama. Menurut poerbakawatja dan
Harahap menyatakan bahwa, “pendidikan adalah usaha secara sengaja dari orang
dewasa untuk dengan pengaruhnya meningkatkan si anak ke kedewasaan yang selalu
diartikan mampu menimbulkan tangung jawab moral dan segala perbuatannya. 8
Sedangkan menurut Muzayyin Arifin dalam bukunya Filsafat Pendidikan Islam
bahwa “pendidikan adalah usaha membina dan mengembangkan pribadi manusia,
aspek rohaniah dan jasmaniah, juga harus berlangsung secara bertahap”.9
Para ahli pendidikan telah memberikan definisi tentang tujuan pendidikan
Islam dimana rumusan atau definisi yang satu berbeda dari definisi yang lain.

6
Muhammad Fathurrohman, Sulistyorini, Meretas Pendidikan Berkualitas dalam Pendidikan Islam (Yogyakarta:
Teras, 2012) h 8-9
7
Heri Gunawan, Pendidikan Islam Kajian Teoritis dan Pemikiran Tokoh, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2014) h 1-2
8
M. Dalyono, Psikologi Pendidikan (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2005) h 6
9
Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009) h 12

5
Meskipun demikian, pada hakikatnya rumusan dari tuuan pendidikan agama islam
adalah sama, mungkin hanya redaksi dan penekanannya saja yang berbeda.
Berikut ini akan kami kemukakan beberapa definisi pendidikan islam yang
dikemukakan oleh para ahli:
1. Naquib Al-Attas menyatakan bahwa tujuan pendidikan yang penting harus
diambil dari pandangan hidup (Philosophy of life) jika pandangan hidup itu
Islam maka tuuannya adalah membentuk manusia sempurna (insane kamil)
menurut Islam.10
2. Abd. Ar-Rohman, Abdullah, mengungkapkan bahwa tuuan pokok
pendidikan Islam mencakup tuuan jasmani, tuuan rohani, dan tujuan mental.
Saleh Abdullah telah mengklasifikasikan tuuan pendidikan ke dalam tiga
bidang, yaitu : fisik-materil, ruhani-spiritual, dan mental- emosional. Ketiga
tiganya harus diarahkan menuu pada kesempurnaan tiga tuuan ini tentu saja
harus tetap dalam satu kesatuan (integratif) yang tidak terpisahkan.11
3. Muhammad Athiyah Al-Abrasyi merumuskan tuuan pendidikan Islam
secara lebih rinci dia menyatakan bahwa tuuan pendidikan Islam adalah untuk
membentuk akhlak mulia, persiapan menghadapi kehidupan dunia akhirat,
persiapan untuk mencari rizki, menumbuhkan semnagat ilmiah, dan
menyiapkan profesionalisme subjek didik. Dari 5 rincian tuuan pendidikan
tersebut, semua harus menuju pada titik kesempurnaan yang salah satu
indikatornya adalah adanya nilai tambah secara kuantitatif dan kualitatif.12
4. Ahmad Fu’ad Al-Ahnawi menyatakan bahwa pendidikan Islam adalah
perpaduan yang menyatu antara pendidikan jiwa, membersihkan ruh,
mencerdaskan akal, dan menguatkan jasmani. Disini, yang menjadi bidikan
dan fokus dari pendidikan Islam yang dikemukakan oleh Fu’ad Al-Ahnawi
adalah soal keterpaduan. Hal tersebut bisa dimengerti karena keterbelahan atau
disentegrasi tidak menjadi watak dari Islam.13
5. Abd Ar-Rohman An-Nahlawi berpendapat bahwa tuuan pendidikan Islam
adalah mengembangkan pikiran manusia dan mengatur tingkah laku serta
perasaan mereka berdasarkan Islam yang dalam proses akhirnya bertuuan
10
Nauib al-Attas, Aims and Onjektives of Islamic Education (Jeddah: King Abdul Aziz Univercity, 1979) h 1
11
Abd Ar-Rohman Saleh Abdullah, Education Theory A Qur’anic Out look, (Makkah AlMukarromah, Ummu
Al-Qurro Univercity, t.t), h 119
12
Muhammad Athiyah Al-Abrasyi, At-Tarbiyah Al-Islamiyah Wa Falasifatuha, (Kairo: Isa Al-Bab Al-Halabi
1975), h 22-25
13
Ahmad Fu’ad Al-Ahnawi, At-Tarbiyah Fi Al-Islam, (Kairo: Dar Al-Ma’arif, 1968) h 9

6
untuk merealisasikan ketaatan dan penghambaan kepada Allah di dalam
kehidupan manusia, baik individu maupun masyarakat. Definisi bertuuan
pendidikan ini lebih menekankan pada kepasrahan kepada tuhan yang
menyatu dalam diri secara individual maupun sosial14
Fungsi pertama menyiratkan bahwa pendidikan memiliki peran
artikulasi dalam membekali seseorang atau sekelompok orang dengan
pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan, yang berfungsi sebagai alat
untuk menjalani hidup yang penuh dengan dinamika, kompetensi dan
perubahan, fungsi kedua menyiratkan peran dan fungsi pendidikan sebagai
instrumen transformasi nilai-nilai luhur dari satu generasi kegenerasi
berikutnya. Kedua fingsi tersebut secara eksplisit menandai bahwa pendidikan
mengandung makna bagi pengembangan sains dan teknologi serta
pengembangan etika, moral, dan nilai-nilai spiritual kepada masyarakat agar
tumbuh dan berkembang menjadi warga negara yang memiliki kepribadian
yang utuh sesuai dengan fitrahnya, warga negara yang beradab dan
bermartabat, terampil, demokratis dan memiliki keunggulan (competitive
advantage) serta keungulan komperatif (comperative advantage). 15
Salah satu fungsi pendidikan adalah proses pewarisan nilai dan budaya
masyarakat dari satu generasi kepada generasi berikutnya atau oleh pihak yang
lebih tua kepada yang lebih muda. Dalam interaksi sosiologis terjadi pula
proses pembelajaran. Pada saat itu seseorang yang lebih tua (pendidik)
dituntut untuk mengunakan nilai-nilai yang sudah diterima oleh aturan etika
dan akidah umum masyarakat tersebut. Dan diharapkan pula agar pendidik
mampu mengembangkan dan menginternalisasikan nilai-nilai tersebut kepada
peserta didik dengan memperhatikan perkembangan kebudayaan dan
peradaban yang muncul. Sehingga proses pembelajaran yang terjadi dapat
menginternalisasikan nilai, dan nilai tersebut aplikatif dalam kehidupan
peserta didik selanjutnya.16 Dalam pemaparan diatas penulis dapat
menyimpulkan bahwa fungsi pendidikan memang benar nyatanya di dalam
kehidupan masyarakat. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat

14
Abd Ar-Rohman An-Nahlawi, Prinsip-Prinsip Pendidikan Islam, (Bandung: Diponogoro, 1992) h 162
15
Ro’is Mahfud, Al-Islam Pendidikan Agama Islam (Jakarta: Erlanga, 2011) h 147-148
16
Harun Nasution dan Bakhtiar Efendi, Hak Azazi Manusia dalam Islam, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1987) h 50

7
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa (UU RI No 20 Tahun 2003
Pasal 3). “Pembentuk watak dan Peradaban bangsa dan martabat” merupakan
salah satu esensi utama dari ajaran agama, dan pendidikan agama sebagai
salah satu media yang sangat strategis untuk pembudayaan itu.17
B. Prinsip Prinsip Pendidikan Islam
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata prinsip diartikan sebagai
“asas/dasar” (kebenaran yang menjadi pokok berpikir, bertindak).18 Dagobert D
Runes, mendefinisikannya dengan kebenaran yang bersifat universal (universal truth)
yang menjadi sifat dari sesuatu.19 Sedangkan pendidikan dapat diartikan dengan
Proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok orang dalam
usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Dengan
demikian prinsip pendidikan dapat diartikan dengan kebenaran yang universal
sifatnya, yang dijadikan dasar dalam merumuskan perangkat pendidikan. Baik berupa
agama, ataupun idiologi negara yang dianut.20
Sedangkan pendidikan Islam, sebagai suatu sistem keagamaan, dapat diartikan
sebagai suatu proses yang dilakukan oleh orang dewasa dengan penekanan kepada
bimbingan secara Islami, agar peserta didik dapat mencapai hasil yang baik
( kebahagiaan) didunia dan ahirat. Akhirnya dapat dipahami, prinsip pendidikan Islam
adalah “asas atau dasar dari upaya bimbingan yang dilakukan seseorang terhadap
seseorang atau sekelompok orang, yang lebih ditekankan pada bimbingan, untuk
membentuk kepribadian yang sesuai dengan ajaran Islam, dalam rangka menggapai
kebahagiaan dunia dan akhirat”. Usman Abu Bakar menyatakan bahwa prinsip
pendidikan Islam adalah “dasar pandangan dan keyakinan, pegangan kuat, pendirian
untuk melakukan suatu aktivitas yang berkaitan dengan pendidikan Islam.”21
Pada hakekatnya prinsip-prinsip pendidikan Islam, adalah merupakan
gambaran dari seluruh komponen yang terkandung dalam pendidikan Islam,
pendidikan merupakan salah satu sarana yang digunakan oleh manusia untuk
memelihara kelanjutan hidupnya (survival), baik sebagai individu maupun sebagai
masyarakat. Disamping itu, pendidikan juga merupakan sarana pengembangan potensi
yang ada individu, agar dapat dipergunakan dengan baik olehnya untuk menghadapi

17
Marwan Saridjo (ed), Mereka Bicara Pendidikan Islam Sebagai Budaya Rampai, (Jakarta: PT. Rajagrafindo
Persada, 2009) h 25
18
Tim Perumus, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), h. 896
19
Dagobert D. Runes. et. all., Dictionary of Philosophy, (Otawa: Little Field, Adam & Co. Otawa, 1977), h. 250.
20
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia 2008), h. 28.
21
Usman Abu Bakar, Fungsi Ganda Lembaga Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Safiria Insania Pres, 2005), h. 50.

8
millieu yang selalu berubah. Prinsip-prinsip yang mendasari pendidikan Islam yang
sesuai dengan komponen-komponennya meliputi;
1. Tujuan
Tujuan merupakan salah satu komponen yang sangat menentukan
dalam proses pendidikan, kerena dengan adanya tujuan maka arah dari proses
pendidikan itu akan jelas. Metode dan materi juga akan dapat dirumuskan
dengan dengan baik dengan adanya tujuan yang jelas. Omar Muhammad Al
Toumy Al Syaibani, menjelaskan bahwa prinsip-prinsip yang mendasari tujuan
pendidikan itu antara lain adalah: Universal, keseimbangan dan
kesederhanaan, kejelasan, tak ada pertentangan, realisme dan dapat
dilaksanakan, perubahan yang diingini, menjaga perbedaan perseorangan,
dinamisme.22
a. Universal (menyeluruh) Islam yang menjadi dasar dari pendidikan
itu berpandangan menyeluruh terhadap kehidupan manusia,
masyarakat dan alam semesta.
b. Keseimbangan dan kesederhanaan Pendidikan Islam berupaya
mewujudkan keseimbangan antara asfek-asfek pertumbuhan bagi
kehidupan pribadi dan masyarakat, pemeliharaan kebudayaan masa
lampau dan kebutuhan masa depan.
c. Kejelasan Pandangan pendidikan Islam besifat menyeluruh dan
seimbang, jalan tengah dan sederhana pada maksud dan tuntutannya,
jelas dan terang dalam prinsip ajaran dan hukumnya. serta memberikan
jawaban yang tegas dan jelas bagi jiwa dan akal. Kesemuanya akan
teraplikasi dalam bentuk tujuan, kurikulum, metode yang jelas dan
tegas.
d. Tak ada pertentangan Tujuan-tujuan pendidikan dalam Islam,
terpadu secara organik antara bagian-bagiannya. Hal ini terjadi kerena
dasar pendiddikan islam itu sendiri berasal agama Islam yang murni
berasal dari Allah, Tuhan yang bijaksana, sehingga akan terpadu
kesucian tujuan dan cara pelaksanaannya.
e. Realisme dan dapat dilaksanakan Syariat Islam dan pendidikan
Islam didirikan atas prinsip realisme dan jauh dari khayal, belebih-

22
Omar Muhammad Al-Toumy Al-Syaibany, Filsafat Pendidikan Islam, alih bahasa, Hasan Langgulung,
(Jakarta: Bulan Bintang, 1979), h. 437

9
lebihan, dan bersifat serampangan. Keduanya berupaya mencapai
tujuan melalui kaedah/method yang praktis dan realistis, sesuai dengan
fitrah dan sejalan dengan kesanggupan yang dimiliki oleh indivudu dan
masyarakatdan dapat dilaksanakan pada keseluruhan waktu dan
tempat.
f. Perubahan yang diingini Pendidikan adalah proses menuju
perubahan yang dikehendaki pada tingkah laku baik segi jasmani, akal,
psikologis dan sosial, dan kehidupan masyarakat. Jika perubahan ini
tidak berlaku berarti pendidikan tidak berhasil dan mencapai maksud
yang dituju.
g. Menjaga perbedaan perseorangan Perbedaan perseorangan
(individual differences) antara individu dan masyarakat adalah
perbedaan yang bersifat wajar, kerena itulah dalam pendidikan Islam,
semua itu dipelihara dalam tujuan, kurikulum, dan metode dengan
baik.
h. Dinamisme Pendidikan Islam tidaklah bersifat baku dalam tujuan-
tujuan yang ingin dicapainya, kurikulum dan metodenya, tetapi selalu
membaharui diri dan berkembang sesuai dengan perkembangan zaman,
ilmu pengetahuan dan teknologi. Karena pendidikan Islam selalu
mengapresiasi kepentingan individu dan masyarakat.
2. Kurikulum
Kurikulum adalah merupakan salah satu komponen operasional
pendidikan. Istilah kurikulum ini muncul pertama kalinya dalam kamus
Webster, tahun 1856, pada dunia olah raga. Istilah kurikulum ini digunakan
pada bidang pendidikan pada tahun 1955. Kurikulum dapat diartikan sebagai
kumpulan materi-materi pendidikan yang tersusun secara sistematik dengan
tujuannya yang ingin dicapai.23 Dalam kamus-kamus arab istilah kirikulum
disebut dengan manhaj, yang secara bahasa diartikan denga jalan terang yang
dilalui oleh manusia pada berbagai bidang kehidupannya. Sedangkan prinsip-
prinsip yang mendasari kurikulum pendidikan Islam menurut Omar
Muhammad Al Toumy Al Syaibani, adalah:
a Bertautan (berhubungan) yang sempurna dengan agama, ajaran-
ajaran dan nilai-nilainya.
Khoiron Rosyadi, Pendidikan Profetik, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), h. 239
23

10
b Menyeluruh pada tujuan dan kandungan kurikulum itu sendiri.
c Keseimbangan yang relatif antara tujuan dan kandungan kurikulum.
d Adnya hubungan antara bakat, minat, kemampuan dan kebutuhan
pelajar dengan alam sekitar, fisik dan sosial dimana ia hidup.
e Memelihara perbedaan individual pelajar dalam bakat, minat,
kemampuan, kebutuhan dan masalahmasalahnya.
f Perkembangan dan pertumbuhan Islam menjadi sumbar pengambilan
falsafah, prinsip-prinsip dasar kurikulum.
g Adanya hubungan antara mata pelajaran, pengalaman dan aktivitas
yang terkandung dalam kurikulum. 24
Abududdin Nata, menyatakan prinsip yang mendasari kurikulum
pendidikan Islam adalah: Ruh (akhlak) Islamiyah, Tujuan dan kandungannya
bersifat universal, kesinambungan (balancing) antara tujuan dan
kandungannya, sesuai dengan perkembangan psikologis dan memperhatikan
lingkungan sosial.25 Sementara Khoiron Rasyidi dalam Pendidikan Profetik
menyebutkan bahwa prinsip-prinsip kurikulum pendidikan Islam adalah:
a Berhubungan dengan ajaran-ajaran dan nilai-nilai agama
b Tujuan dan kandungannya bersifat universal
c Kesinambungan (balancing) yang relatif antara tujuan dan
kandungannya
d Berkaitan dengan bakat, minat, kemampuan, kebutuhan anak didik,
alam sekitar dan situasi sosial anak
e Memelihara seluruh perbedaan individual anak
f Berkembang dan berubah
g Berhubungan antara mata pelajaran, pengalaman dan aktivitas yang
terkandung didalamnya.26
3. Metode
Metode mempunyai peranan yang sangat signifikan dalam rangka
mentransfer pengetahuan kepada peserta didik. Alquran dan sunnah sebagai
sumbar ajaran Islam, berisi petunjuk dan prinsip-prinsip, yang juga dapat
diinterpretasikan menjadi konsep tentang metode. Ini merupakan isyarat

24
Omar Muhammad Al-Toumy Al-Syaibany, op.cit., h. 478-522
25
Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), h. 16
26
Khoiron Rosyadi, op.cit., h. 254

11
bahwa masalah metode mendapatkan perhatian yang sangat besar dalam
pendidikan Islam. M. Athiyah Al abrasyi, sebagaimana dikutip Omar
Muhammad al Toumy, menyatakan bahwa metode adalah “jalan yang kita
ikuti untuk memberi paham kepada muridmurid segala macam pelajaran
dalam berbagai mata pelajaran.” Ali Al Jumbalaty dan Abd Fatah Attawanisy
menyebutkan bahwa metode adalah “cara-cara yang diikuti guru dalam
menyampaikan maklumat ke otak murid murid.”27
Prinsip-prinsip yang mendasari metode pendidikan Islam menurut
Abududdin Nata, adalah: “kesesuaian dengan psikologi anak, menjaga tujuan
pelajaran, memelihara tahap kematangan dan partisifasi praktikal”. 28
Sedangkan menurut Khoiron Rasyidi, prinsip yang mendasari metode dalam
pendidikan Islam adalah: “memberikan suasana kegembiraan, memberikan
layanan dan santunan yang lemah lembut, kebermaknaan bagi anak didik, pra-
syarat, komunikasi terbuka, memberikan perilaku yang baik, praktik secara
aktif, kasih sayang dan pembinaan terhadap anak didik”.29
Sementara Omar Muhammad Al Toumy Al Syaibani, memberikan
gambaran prinsip-prinsip yang mendasari metode itu adalah:
a Mengetahui motivasi, kebutuhan dan minat belajar
b Mengetahui tujuan belajar
c Mengetahui tahap kematangan belajar
d Perbedaan-perbedaan individu antara pelajar
e Menyediakan peluang pengalaman praktik
f Memperhatikan kefahaman dan mengetahui hubungan-hubungan,
integrasi pengalaman dan kelanjutannya, keaslian, pembaharuan dan
kebebasan berpikir
g Menjadikan proses pendidikan itu sebagai pengalaman yang
menggembirakan bagi pelajar.30
4. Pendidik
Salah satu komponen yang sangat penting dalam pendidikan adalah
pendidik, dalam hal ini ada beberapa istilah yang dikemukakan para ahli
seperti: Al-Mu’allim (guru), Al-Mudarris (pengajar), Al-Muaddib (pendidik),
27
Ibid., h. 209
28
Abududdin Nata, op.cit., h. 18-19
29
Khoiron Rosyadi, op.cit., h. 216
30
Omar Muhammad Al-Toumy Al-Syaibany, op.cit., h. 595-619

12
dan Al-Walid (orang tua). Disini kita tidak membahas tentang perbedaan
istilah tersebut, yang kita kita bahas adalah tentang bagaimana pendidik yang
ideal. Pendidik yang ideal menurut pandangan Islam adalah:
a Lebih dahulu mengetahui apa yang perlu diajarkan
b Mengerti tentang keseluruhan bahan yang akan diajarkan
c Mampu menganalisa materi yang akan diajarkan, dan dapat
menghubungkannya dengan konteks keseluruhan
d Lebih dahulu mengamalkan apa yang akan diajarkan
e Dapat mengevaluasi proses dan hasil pendidikan
f Dapat menghargai hasil siswanya, dan memberi hukuman yang salah.
Menurut Islam syarat-syarat pendidik yang baik adalah: memiliki
kedewasaan, identifikasi dengan norma, identifikasi dengan anak, punya
knowledge, punya skill, attitude, berwibawa, ikhlas dalam pengabdian,
memiliki sifat keteladanan, zuhud, pembersih, pemaaf, kasih sayang, jujur
dalam keilmuan, dan adil dalam segala hal.
5. Anak didik
Seorang pendidik harus memperhatikan siswasiswanya sebab
pendidikan adalah proses pembinaan dan perkembangan terhadap potensi
fitrah yang dimiliki oleh mereka. Ada beberapa hal harus dipahami seorang
pendidik, yaitu:
a Anak bukan miniatur orang dewasa
b Anak didik mengikuti fase-fase perkembangan tertentu
c Anak didik mempunyai pola perkembangan sendiri
d Anak harus melaksanakan tugas perkembangannya
e Kebutuhan anak didiknya
f Perbedaan individual anak
g Anak merupakan satu keseluruhan
h Anak adalah makhluk yang aktif dan kreatif, dll.31
6. Interaksi Murid dan Guru
Dalam pendidikan Islam hubungan antara murid dan guru ditekankan
pada bimbingan bukan pengajaran yang mengandung konotasi otoritatif pihak
pelaksana pendidikan, dalam hal ini guru bukanlah segalanya (banking
koncep). Disini dikemukakan beberapa prinsip yang mendasari hubungan
31
Khoiron Rosyadi, op.cit., h. 172

13
antara guru dan murid. Menurut Abududdin Nata, prinsip yang mendasari
hubungan murid dan guru dalam pendidikan Islam ini adalah:
a Humanistik. Dalam kegiatan proses belajar mengajar, dominasi tidak
hanya berada pada guru saja dan bukan pula pada siswa, akan tetapi
proses itu berjalan dengan dasar kemanusiaan.
b Egaliter (kesederajatan). Dalam pendidikan Islam posisi antara guru
dan muridnya adalah sama dalam proses pembelajaran.
c Demokratis. Seorang pendidik dalam proses pembelajaran hendaklah
bersifat yang baik, terbuka dan tidak juga otoriter.
7. Lingkungan Pendidikan
Lingkungan pendidikan maksudnya adalah situasi dan kondisi atau
institusi yang mengelilingi dan mempunyai pengaruh terhadap perkembangan
pribadi murid. Teori konvergensinya William Stren agaknya lebih dekat
dengan pandangan Islam tentang lingkungan pendidikan ini, sebab Islam
mennyatakan adanya faktor “dasar” (nativisme) dan “ajar” (empirisme) yang
akan berkembang dengan baik dalam kondisi lingkungan yang baik pula.
Menurut Abududdin Nata prinsip-prinsip yang mendasari lingkungan
pendidikan ini adalah: Integrasi antara anak dengan lingkungannya
(pengetahuan, metode dan alat berasal dari alam). Sehingga nantinya
diharapkan anak dapat menyesuaikan diri dengan norma-norma kehidupan
dimana ia berada.
8. Evaluasi
Evaluasi adalah suatu tindakan atau proses untuk menentukan nilai
segala sesuatu dalam dunia pendidikan.32 Dalam pendidikan Islam, evaluasi
mengariskan tolok ukur yang serasi dengan tujuan pendidikan, baik jangka
pendek maupun jangka panjang. Artinya denga adanya evaluasi orang akan
dapat mengetahui seberapa besar usaha yang telah dilakukan dalam bidang
pendidikan itu membuahkan hasil yang ingin dicapai. Menurut Khoiron
Rasyidi, prinsip-prinsip yang mendasari evaluasi dalam dunia pendidikan
adalah:
a Kontinyuitas Proses pendidikan itu dipandang sebagai proses
mencapai tujuan, karenanya evaluasi harus dilaksanakan secara
kontinyu (istiqamah).
Khoiron Rosyadi, op.cit., h. 283
32

14
b Menyeluruh Evaluasi harus dilakukan secara menyeluruh, meliputi
berbagai asfek kehidupan anak, baik yang berhubungan dengan iman,
ilmu atau amal (afektif, kognitif dan psikomotorik) anak.
c. Objektivitas Evaluasi dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dengan
berdasar pada data dan fakta yang ada, tanpa dipengaruhi oleh
subjektivitas dari evaluator.33
C. Pendidikan Islam di Indonesia
Usia Pendidikan Islam di Indonesia telah berjalan selama dan seiring dengan
umur kemerdekaan negara Indonesia, hal ini karena dalam fakta sejarah disebutkan
bahwa ‘benihbenih’ dari pendidikan Islam adalah munculnya semangat untuk
merdeka. Benih-benih nasionalisme muncul dari lembaga pendidikan Islam waktu itu,
dari pesantren, surau dan masjid, sehingga sangat logis apabila kolonial sangat
mengekang keberadaan lembaga Pendidikan Islam waktu itu. Dalam pemahaman
yang sederhana, pendidikan Islam dapat dipahami sebagai berikut:
1. Pertama, pendidikan menurut Islam, atau pendidikan Islami, adalah
pendidikan yang dipahami dan dikembangkan dari ajaran dan nilai-
nilaifundamental yang terkandung dalam sumber dasarnya: al-Qur’an dan al-
Hadits.
2. Kedua, pendidikan (dalam masyarakat) Islam, adalah pendidikan atau
praktek penyelenggaraan pendidikan yang berlangsung dan berkembang
dalam sejarah umat Islam, dalam arti proses beertumbuhkembangnya Islam
dan umatnya, baik Islam sebagai agama, ajaran, maupun sistem budaya dan
peradaban sejak Zaman nabi Muhammad saw sampai sekarang.
3. Ketiga, pendidikan ke-Islaman atau pendidikan agama Islam,yakni upaya
mendidik agama Islam atau ajaran Islam dan nilai-nilainya agar menjadi way
of life. 34
Pada pemahaman yang pertama, sejauh ini belum ada pemikir muslim yang
secara gamblang, lengkap, dan menyeluruh mengemukakan konsepnya tentang itu,
dan diterima oleh semua pihak. Gambaran yang cukup jelas mengenai hal itu
mungkin baru diperoleh jika melakukan kajian-kajian terhadap eksperimen-
eksperimen yang dilakukan baik oleh individu, komunitas ataupun organisasi-
organisasi Islam. Tetapi jika itu dilakukan secara sepintas sudah tampak perbedaan

33
Ibid., h. 290
34
Muhaimin. 2004. Wacana Pengembangan Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. hlm. 4- 6.

15
antara satu dengan lainnya. Organisasi-organisai tertentu lebih menitik beratkan pada
pola pesantren atau majlis ta’lim yang melulu mengajarkan pelajaran agama.
Organisasi yang lain lebih suka mengembangkan keseimbangan antara pengetahuan
umum dan agama dalam bentuk madrasah atau mencampurkan ketiganya. Semuanya
itu dibawah Kementerian Agama. Sementara itu, organisasi Islam lainnya ternyata
lebih siap untuk menerapkan sistem sekolah, seperti yang diasuh oleh Kementerian
Pendidikan Nasional dan Kebudayaan dengan menambahkan ke dalamnya materi atau
suasana agama dalam kadar yang cukup.35
Perbedaan seperti itu amat mungkin hanya karena perbedaan pengalaman
dalam hal pengelolaan lembaga pendidikan, sebab teryata diantara semuanya
memiliki kesamaaan-kesamaan pokok, yaiatu dikelola oleh orang Islam; murid
muridnya muslim; di dalamnya ada pelajaran keislaman; bahkan didalamnya ada
suasana atau cepatnya simbol-simbol keislaman seperti busana muslim dan mushala
misalnya. Sekalipun penggambaran yang demikian juga belum dapat menjelaskan
konsep yang utuh, tetapi dalam batas-batas tertentu bentuk-bentuk pendidikan Islam
yang dianggap benar, atau setidaknya tepat. Para pemikir tengah memang biasanya
tidak berani untuk mengatakan bentuk-bentuk pilihan diatas sebagai pendidikan Islam
dengan kata sifat dan menganggapnya itu cukup, sebab baginya mustahil mencari
pendidikan Islam yang ideal dan normatif. Manakala pemahaman diatas diikuti dan
keputusan beberapa organisasi, komunitas dan individu muslim untuk mengelola
sekolah dapat disetujui sebagai pendidikan Islam, maka niscaya beberapa sekolah
seperti yang dikelola Kementerian Pendidikan Nasional dan Kebudayaan sekarang –
walaupun secara selektif dan dengan beberapa catatan- dapat dikategorikan sebagai
institusi pendidikan Islam. Walaupun demikian, jika tidak salah belum ada organisasi
Islam yang secara tegas mengeluarkan fatwa hukum, bahwa pergi ke sekolah itu telah
memenuhi kewajiban mencari ilmu dan sama sahnya dengan pergi ke pesantren atau
madrasah. Yang terjadi barulah bentuk ijma’ sukuti. Padahal dilapangan telah banyak
umat Islam dengan tidak merasa “berdosa” memprioritaskan pendidikan putra-
putrinya pergi ke sekolah atau apa yang kita kenal sebagai sekolah umum. Sebagai
pengimbang, paling jauh mereka menambah kekurangannya dalam pengetahuan
agama dengan mendatangkan guru ngaji privat atau mendampingkannya dengan
dimasukkan ke dalam pesantren atau madrasah diniyah.

Karel A. Strennbrink. 1978. Pesantren, Madrasah, Sekolah, Pendidikan Islam dalam Kurun Modern. Jakarta:
35

LP3ES. hlm.10.

16
Pada pemahaman yang kedua, dapat dilihat variasi dan perkembangan institusi
pendidikan Islam yang dikelola oleh umat Islam atau bahkan negara. Disini kelihatan
beberapa gejala:
1. Organizing, yaitu usaha pengorganisasian pengelolaan lembaga-lembaga
pendidikan Islam hingga yang formal sifatnya, seperti majlis ta’lim dan
pesantren. Dalam cakupan ini adalah melakukann stratifikasi dan standarisasi
lembaga.
2. Reformulating, yang tujuannya untuk menunjukan dinamika sekaligus
inovasi menghadapi tuntutan zaman dan dalam rangka penyempurnaan
konsep. Ini terlihat misalnya pada pesantren dan madrasah yang berinisiatif
untuk menambah ilmu-ilmu umum dan keterampilan, bahkan hingga berakhir
pada pembalikan porsi ilmu-ilmu umum yang lebih banyak dari ilmu agama.
Dengan demikian juga sebaliknya terdapat sekolah-sekolah yang dicoba
dimuati pendidikan agama yang lebih banyak dari lazimnya sekaligus dengan
penciptaan suasana keislamannya bahkan dengan memasukkan asrama-elemen
pesantrenke dalamnya.
3. Formalizing, yaitu dengan menjadikan institusi pendidikannya menjadi
formal dari yang tadinya non-formal dalam arti mendapatkan pengakuan
negara, dari tingkat diakui, disubsidi hingga di negerikan. Banyak sudah
madrasah-madrasah yang kemudian dinegerikan, tetapi memang belum ada
pesantren atau majlis ta’lim yang dinegerikan.36
Disamping itu, masa-masa terakhir ini selain terjadi peningkatan jumlah dan
perluasan institusi-institusi pendidikan Islam, juga muncul lembaga-lembaga baru
yang jumlahnya semakin tahun semakin banyak pula, seperti TPA, TKA dan
Kelompok Kajian Islam untuk strata tertentu. Sedangkan pada pemahaman
pendidikan Islam yang ketiga, yaitu pendidikan (agama Islam), maka akan terdapat
perbedaan mengenai agama itu sendiri, apakah nilainya, ilmunya atau apapun
namanya. Kalau saat ini terdapat keluhan tentang tercerabutnya nilai humanis dalam
pengajaran agama, maka yang dimaksud pendidikan agama adalah pendidikan nilai-
nilainya. Atau jika banyak masyarakat gelisah karena banyaknya anak didik yang
tidak lagi menaruh hormat kepada guru an orang tuanya. Ini pun menunjukan bahwa
tuntutatn pendidikan agama adalah tuntutan pendidikan nilai, bukan ilmunya. Namuan
demikian, lembaga-lembaga pendidikan Islam kebanyakan menganggap pendidikan
36
Maksum, Madrasah dan Perkembangannya (Jakarta: Logos, 1999), hlm. 39

17
agama adalah pendidikan ilmu-ilmu agama dengan segala rinciannya. Madrasah-
madrasah misalnya tetap mencari peluang untuk mengajarkan ilmu-ilmu agama
sekalipun tahu jumlah jam pelajaran yang tersedia lebih sedikit dibanding disiplin
ilmu tersebut. Selain itu, ketika ada kesepakatan akan pentingnya pengajaran nilai,
terjadi perdebatan mengenai namanya, apakah akhlak atau budi pekerti.
Politicing bermakna ‘mempolitikan’ pendidikan Islam di Indonesia, yang
dipolitikan adalah pendidikan yang berbasis islam sebagai sandarannya. Terdapat
beberapa diskursus penting yang jika diselesaikan atau diputuskan secara tegas
barangkali akan mempengaruhi kejelasan baik konsep maupun wujud pendidikan
Islam.
Pertama, masalah pendidikan satu atap; Kedua, perubahan IAIN menjadi UIN.
Keduanya bisa saja saling berhubungan hingga dapat diselesaikan secara tunggal.
Akan tetapi, masalah yang pertama jelas lebih luas dari yang kedua. Masalah
pendidikan satu atap sesungguhnya muncul pada awal-awal masa Orde Baru. Menurut
ide ini, pendidikan yang dikelola oleh Departemen Agama dijadikan satu atap dengan
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan kala itu (Mengapa tidak terbalik?).
konsekuensinya dari ide ini adalah mengecilnya Departemen Agama yang dapat
mendatangkan inspirasi untuk membubarkannya. Setelah mati sekian lama, akhir-
akhir ini ide itu muncul kembali. Bila ditelusuri, ada sesuatu yang positif dari ide ini,
yaitu tertanganinya pendidikan Islam dengan relatif profesional, bertambahnya dana
yang diperoleh, meluaskan (secara psikologis) lapangan kerja lulusan pendidikan
Islam. Memang perlu dikaji, bahwa secara teoritis dengan kondisi yang ada semacam
sekarang, sesungguhnya telah dengan tidak sadar lembaga pendidikan Islam mencetak
generasi (muslim) bangsa kelas dua atau tiga. Jutaan dari mereka selama bertahun-
tahun dikorbankan atas nama idealisme dan politik. Lebih dari, implementasi dari
gagsan ini sebetulnya juga kan merupakan perubahan yang amat mendasar dari
konsep ataupun filosofi pendidikan Islam.37
Adapun masalah perubahan dari IAIN menjadi UIN sesungguhnya bukan
hanya persoalan perubahan nama. Secara mendasar ini akan mengubah konsep
keilmuan Indonesia. Paling tidak, sejak itu secara sah dapat dilakukan eksperimen
Islamisasi pengetahuan. Akan tetapi, secara normatif hal itu akan mempengaruhi
struktur atau kemandirian Departemen Agama, karena kuasa atas ilmu-ilmu umum
(yang hendak diislamisasi) kini berada di tangan Diknas, kecuali jika berani keluar
37
Dedi Supriadi. 1997. Isu dan Agenda Pendidikan Tinggi di Indonesia. Bandung: Rosda Karya. hlm. 87.

18
dari kooptasi state sebagai pendidikan tinggi Islam yang memihak pada community.
Karena itulah, barangkali untuk menghindarinya dimunculkan istilah widening
mandat. Jika yang terakhir inipun dilakukan dengan tidak diimbangi pengalokasian
dana yang memadai dan penanganannya yang sungguh-sungguh profesional, maka
justru akan memberi gambaran buram terhadap pendidikan Islam. Inkonsistensi
pengananan dua masalah ini dapat mengesankan politicing pendidikan Islam.38
Tujuan merefleksikan adalah sebagai alat tolak ukur untuk memperbaiki
kejadian-kejadian dan kebijakan-kebijakan masa lalu, sehingga hal tersebut dapat
diantisipasi dan dikurangi pada masa-masa yang akan datang. Hal ini tentu saja
memberikan nilai manfaat yang besar bagi pendidikan Islam, dikarenakan fakta
sejarah dapat dipahami sebagai cerminan bagi masa yang akan datang. Salah satu
sebab ketertinggalan pendidikan Islam dalam mendampingi laju modernitas adalah
kurang cepatnya proses penyerapan terhadap ilmu pengetahuan umum. Hal ini tak
lepas dari pengaruh dikotomik pendidikan yang diwariskan penjajah. Yang pasti,
berbagai masalah yang terjadi di dunia pendidikan dewasa ini tak lepas dari warisan
kolonialisme, yaitu antara lain dikotomisasi pendidikan, anggaran yang tidak
proporsional, marjinalisasi pendidikan Islam, dan masih banyak. Untuk itu, perlu
kiranya direkontrusksi sistem pendidikan nilai yang tidak mempertentangkan
dikotomik yang tidak menguntungkan. Salah satu pendapat yang kiranya patut
diperhatikan adalah pendapat dari mastuhu, bahwa pendidikan harus bersifat maju dan
harus selalu bersifat merespon tanda perubahan.39
Secara garis besar dia menekankan pentingnya untuk mereformasi pendidikan
Islam. Menurut Mastuhu, dengan analisa historis yang seperti diatas, sudah saatnya
pendidikan Islam untuk mereformulasi diri, mengingat kemajuan jaman dan tantangan
kemajuan. Pertama, Tinjauan Internal. Kebekuan dalam dunia pendidikan ini mulai
timbul sejak tahun 1963, ketika kebebasan berpikir dalam lembaga sedikit demi
sedikit digerogoti oleh birokrasi pendidikan yang pada waktu itu diawali berwatak
politis. Sejak tahun 1978 muncul suasana yang sangat restriktif, yang pada dasarnya
mengatakan bahwa yang boleh berpikir hanyalah birokrasi pendidikan saja.
Birokrasilah yang menentukan segala-galanya dalam bidang pendidikan.40

38
Muhaimin. 2004. Wacana Pengembangan Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. hlm. 262.
39
Mastuhu. 1999. Memberdayakan Sistem Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu. hlm. xi.
40
Mochtar Buchari. 1994. Pendidikan dalam Pembangunan. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana. hlm. 47

19
Selama kebekuan tersebut belum dicairkan, selama itu pula sistem pendidikan
tidak akan dapat melaksanakan tugas pendidikan secara benar. Selama itu pula tidak
bias memperbaiki kesalahan fundamental yang terjadi disekolah-sekolah.Jadi jika
ditinjau secara internal, reformasi pendidikan yang mendasar adalah reformasi yang
mampu mengembalikan otonomi paedagogis kepada personalia sekolah. Kedua,
tinjauan eksternal. Bagaimana membuat sistem pendidikan menjadi bagian integral
dari reformasi politik, ekonomi, hukum serta reformasi lain yang diharapkan akan
terjadi dalam masyarakat. Reformasi politik sebagai upaya untuk memulihkan dan
mengembangkan demokrasi dalam masyarakat. Kalau sekolah berhasil menanamkan
dalam diri para siswa kecintaan terhadap demokrasi, maka masyarakat akan semakin
demokratis. Sebaliknya, kalau sekolah gagal menanamkannya, maka apa yang
diperjuangkan selama ini tidak akan dapat terlaksana secara penuh. Hal penting yang
perlu dilakukan sekarang adalah dengan memulai apa yang dapat dilakukan, yaitu
mengubah kurikulum. Akan tetapi, mengubah guru agar dapat bersifat demokratis
terhadap murid-muridnya tidak dapat dilakukan secara sekaligus, hal ini dapat terjadi
atas kesadaran guru-guru.41
Pada prinsipnya yang harus terjadi disekolah, khususnya pendidikan Islam
adalah adalah adanya kurikulum yang akan melahirkan berbagai macam kegiatan
pendidikan untuk menuntun para siswa memahami dan menerima nilai-nilai
demokratis. Hal ini meliputi antara lain: (1) kegiatan membentuk toleransi terhadap
perbedaan pendapat, (2) latihanlatihan untuk mengembangkan kemampuan untuk
menanyakan pendapat mereka secara jelas dan sopan, (3) latihan-latihan untuk
membentuk kemampuan mengambil keputusan bersama mengenai masalah-masalah
yang menyentuh kepentingan bersama.
D. Implementasi Nilai Pendidikan Islam

Menurut Burbecher, nilai dibedakan dalam dua bagian yaitu nilai instrinsik
yang di anggap baik, tidak untuk sesuatu yang lain, melainkan di dalam dirinya
sendiri) dan nilai instrumental (nilai yang di anggap baik karena bernilai untuk yang
lain.42 Nilai menurut Abu Ahmadi dan Noor Salimi, 43adalah suatu seperangkat
keyakinan atau perasaan yang diyakini sebagai suatu identitas yang memberikan
corak khusus kepada pola pemikiran, perasaan, keterikatan, maupun perilaku.
41
Mochtar Buchori. 2001. Pendidikan Antisipatoris. Yogyakarta: Kanisius. hlm. 61.
42
Jalaludin & Abdullah Idi, Filsafat Pendidkan Manusia, Jogjakarta: ArRuzz Media, 2007, hlm. 137
43
A.Ahmadi, Nor S, MKDU Dasar Dasar Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi, Jakarta: Bumi
Aksara, 1991, hlm. 667.

20
Sedangkan menurut Hamid Darmadi,44 mengemukakan nilai atau value termasuk
bidang kajian tentang filsafat. Istilah nilai dalam bidang filsafat di pakai untuk
menunjukkan kata benda abstrak yang artinya “keberhargaan” atau kebaikan, dan kata
kerja yang artinya suatu tindakan kejiwaan tertentu dalam menilai atau melakukan
penilaian. Adapun pengertian pendidikan Islam sebagaimana yang telah dijelaskan di
atas yaitu sebuah proses yang dilakukan unuk menciptakan manusia-manusia
seutuhnya, beriman dan bertaqwa kepada Tuhan serta mampu mewujudkan
eksistensinya sebagai khalifah Allah di muka bumi, yang berdasarkan pada ajaran
AlQuran dan Sunnah.45 Dari uraian di atas mengenai pengertian nilai dan pendidikan
Islam, maka dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai pendidikan Islam adalah suatu
seperangkat keyakinan atau perasaan dalam diri manusia yang sesuai dengan norma
dan ajaran Islam untuk menciptakan insan kamil (manusia sempurna). Sebagaimana
yang telah dijelaskan di atas mengenai nilai-nilai pendidikan Islam, maka
sesungguhnya Al-Quran pun memuat nilai-nilai yang menjadi acuan dalam
pendidikan Islam. Nilai tersebut terdiri atas tiga pilar utama, yaitu: nilai I’tiqodiyah,
nilai Khuluqiyah, dan nilai Amaliyah.46
1. Nilai I’tiqodiyah Nilai I’tiqodiyah ini biasa di sebut dengan aqidah.47 Nilai
I’tiqodiyah yaitu nilai yang berkaitan dengan pendidikan keimanan seperti
percaya kepada Allah, Malaikat, Kitab, Rasul, Hari Akhir, dan takdir yang
bertujuan untuk menata kepercayaan individu. Islam berpangkal pada
keyakinan tauhid, yaitu keyakinan tentang wujud Allah, tak ada yang
menyamai-Nya,baik sifat maupun perbuatan. Pernyataan tauhid paling
singkat adalah bacaan tahlil. Dalam penjabarannya aqidah berpokok pada
ajaran yang tercantum dalam rukun iman, yaitu iman kepada Allah, iman
kepada Malaikat-Malaikat Allah, iman kepada Kitab-Kitab Allah, iman
kepada Rasul-Rasul Allah, iman kepada hari akhir, iman kepada takdir.
2. Nilai Khuluqiyah Nilai Khuluqiyah yaitu ajaran tentang hal yang baik dan
hal yang buruk, yang menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia.
Akhlak biasa di sebut dengan moral.48 Akhlak ini menyangkut moral dan

44
Hamid Darmadi, Dasar konsep Pendidikan Moral, Landasan Konsep Dasar dan Implementasi, Bandung:
Alfabeta, 2007, hlm. 67.
45
Armai Arief, Pengantar ilmu dan metodologi pendidikan islam, Jakart: Cip - tat Pers, 2002, hlm. 3.
46
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Ke - cana Prenada Media, 2006, hlm. 36.
47
Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2004, hlm. 19.
48
H. M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam Sekolah: Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan
Interdisipliner, Jakarta: Bumi Aksara, 2000, hlm. 57

21
etika yang bertujuan untuk membersihkan diri dari perilaku yang tercela
dan menghiasi diri dengan perilaku terpuji. Apabila seseorang mempunyai
perilaku dan perangai yang baik, maka boleh dikatakan bahwa dia
mempunyai akhlak yang baik. Begitupun sebaliknya, jika seseorang
mempunyai perilaku dan perangai yang buruk, maka boleh dikatakan
bahwa dia mempunyai akhlak yang buruk. Nilai ini meliputi tolong
menolong, kasih sayang, syukur, sopan santun, pemaaf, disiplin, menepati
janji, jujur, tanggung jawab dan lain-lain.
3. Nilai Amaliyah Nilai Amaliyah yaitu yang berkaitan dengan pendidikan
tingkah laku sehari-hari baik yang berhubungan dengan: a) Pendidikan
Ibadah Pendidikan ini memuat hubungan antara manusia dengan Allah,
seperti salat, puasa, zakat, haji, dan nazar, yang bertujuan untuk aktualisasi
nilai ’ubudiyah.49 Nilai ibadah ini biasa kita kenal dengan rukun Islam,
yaitu syahadat, salat, puasa, zakat, dan haji. b) Pendidikan Muamalah
Pendidikan ini memuat hubungan antar sesama manusia baik secara
individu maupun institusional.50 Bagian ini terdiri atas: 1) Pendidikan
Syakhshiyah, perilaku individu seperti masalah perkawinan, hubungan
suami istri dan keluarga serta kerabat dekat, yang bertujuan untuk
membentuk keluarga sakinah dan sejahtera. 2) Pendidikan Madaniyah,
perilaku yang berhubungan dengan perdagangan seperti upah, gadai,
kongsi, dan sebagainya yang bertujuan untuk mengelola harta benda atau
hak-hak individu.

Implikasi Pendidikan dalam nilai Pendidikan Agama Islam Berdasarkan


konsep pendidikan nilai agama Islam tersebut, maka implikasinya yaitu pendidikan
agama Islam adalah sebagai berikut:
1. Tujuan pendidikan agama Islam
Tujuan pendidikan agama Islam haruslah sesuai dengan nilai-nilai
ajaran pendidikan agama Islam, yaitu untuk menjadikan manusia
memenuhi tugas kekhalifahaannya sebagaimana tujuan diciptakannya
manusia. Sebagaimana yang dikemukakan Munzir Hitami menyatakan
bahwa tujuan pendidikan agam Islam haruslah mencakup tiga hal yaitu: a)

49
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Ilmu Pendidikan Islam, …, Ibid, hlm. 36.
50
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Ilmu Pendidikan Islam, …, Ibid, hlm. 36.

22
pertama tujuan bersifat teleologik, yakni kembali kepada Tuhan, b) kedua
tujuan bersifat aspiratif, yaitu kebahagiaan dunia sampai akhirat, dan c)
dan yang ketiga tujuan bersifat direktif yaitu menjadi makhluk pengabdi
kepada Tuhan.51
Oleh sebab itu apapun mata pelajarannya, maka dalam
merumuskan tujuan pendidikan agama Islam haruslah mencakup ketiga hal
tersebut yaitu agar peserta didik menjadi manusia yang mampu
menggunakan ilmu pengetahuan dan keterampilan untuk selalu kembali
kepada Tuhan, dan menjadi manusia yang mampu memanfaatkan ilmu
pengetahuan dan keterampilannya untuk mencapai kebahagiaan di dunia
maupun di akhirat, dan dengan keluasan ilmu pengetahuannya tersebut
dapat menjadikannya sebagai manusia yang taat dan shalih, sehingga
apabila kesemuanya dimiliki peserta didik, titik akhirnya adalah
mewujudkan peserta didik menjadi insan kamil.
2. Materi pendidikan agama Islam
Materi tentang pendidikan agama Islam haruslah mengandung
nilai-nilai dan ajaran-ajaran pendidikan agama Islam. Untuk itu, ketika
menyusun materi dalam mata pelajaran pendidikan agama Islam
hendaknya memasukkan nilai-nilai keIslaman di dalamnya, terutama
dalam materi pendidikan umum, sehingga ketika peserta didik tersebut
menjadi seorang ilmuan dia menjadi ilmuwan yang juga memahami ajaran
agamanya dan mengaplikasikan pengetahuannya sesuai dengan nilai-nilai
dan ajaran agamanya. Penyusunan materi tentang pendidikan agama Islam
harus mencakup materi pendidikan ketauhidan, fikih, ibadah, dan lain
sebagainya, yang mengantarkan peserta didik menjadi manusia yang insan
kamil beragama yang memahami ajaran agamanya dengan baik dan
mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari dengan terampil
dan benar. Penyusunan materi pendidikan umum dalam pendidikan agama
Islam hendaknya dimasukkan nilai-nilai ajaran Islam, misalnya ketika
menyusun materi sains, memasukkan ajaran-ajaran Islam dalam materi
tersebut, sehingga peserta didik selalu berada dalam ruang lingkup
agamanya dimana pun ia berada. Hal ini akan berimplikasi pada
perilakunya dikemudian hari dalam mengamalkan ilmu pengetahuan dan
51
Hitami, M. (2004). Mengonsep Kembali Pendidikan Islam. Riau: Infinite Press.

23
keterampilannya tersebut sesuai dengan nilai-nilai dan ajaran pendidikan
agama Islam.
3. Metode pendidikan agama Islam
Metode pendidikan agama Islam hendaknya sesuai dengan nilai-
nilai dan ajaran pendidikan agama Islam yang bersumberkan kepada Al-
Quran dan hadis Rasulullah SAW. Metode keteladanan adalah kunci utama
dalam pendidikan agama Islam, karena suatu nilai yang baik dan tidak
dapat dipahami siswa apabila siswa hanya mendengarkan dan melihatnya
saja. Siswa juga memerlukan contoh keteladanan yang baik, sehingga
secara tidak langsung siswa akan terbiasa hidup sesuai dengan ajaran
pendidikan Islam sebagaimana dicontohkan oleh para pendidiknya baik
orang tua maupun gurunya. Metode yang mengembangkan akal pikiran
kepada peserta didik perlu dilakukan, karena Islam mengakui
bahwapeserta didik memiliki potensi akal yang harus dikembangkan. Oleh
karena itu dalam menggunakan metode yang mampu mengoptimalkan
perkembangan akal siswa perlu digunakan, seperti metode tanya jawab,
diskusi, pemecahan masalah, penelitian, eksperimen, dan lain-lain. Metode
yang mengembangkan keterampilan siswa baik keterampilan motorik,
keterampilan berbicara atau berbahasa, keterampilan berfikir, dan lainnya
juga perlu dilakukan, karena Islam mengakui bahwa siswa adalah manusia
yang memiliki kelengkapi jasmaniah dan panca indera perlu diberikan
pelatihan yang terus menerus sehingga mampu memanfaatkannya dengan
baik.
Oleh karena itu metode drill, pembiasaan, demonstrasi, riset,
eksperimen, pemberian tugas, juga dapat memberikan efek yang berguna
bagi perkembangan motorik dan panca indera siswa.
4. Evaluasi pendidikan agama Islam
Pendidikan agama Islam Dalam melaksanakan evaluasi, Al-Quran
juga memberikan beberapa petunjuk sebagai berikut :52 a) Prinsip
Kesinambungan (kontinuitas), ajaran pendidikan agama Islam, sangat
memperhatikan prinsip dalam kelangsungannya dan berpegang kepada
prinsip tersebut untuk mengambil keputusan dari seseorang yang akan
menjadi valid atau stabil (Q.S. 46 : 13-14). b) Prinsip Menyeluruh
52
Muhaimin. (2001). Paradigma Pendidkan Islam. Bandung: Rosda Karya.

24
(universal), Prinsip yang melihat seluruh aspek, terdiri dari kepribadian,
ketajaman hafalan, pemahaman ketulusan, kerajinan, sikap kerjasama,
tanggung jawab (Q.S. 99 : 7-8). 3) Prinsip Objektivitas, Dalam
mengevaluasi berdasarkan kenyataan yang sebenarnya, tidak boleh
dipengaharui oleh hal-hal yang bersifat emosional dan irasional (Q.S 5: 8).
Islam memandang bahwa nilai-nilai dalam ajaran pendidikan agama Islam
tersebut harus bersifat universal baik itu jasmani maupun rohani, duniawi
dan ukharwi, materi maupun non materi, alam jasadi dan gaib. Oleh sebab
itu dalam melaksanakan evaluasi pendidikan agama Islam haruslah juga
bersifat universal. Jangan hanya mengevaluasi dimensi jasmani yang dapat
dilihat oleh manusia secara kongkrit tetapi juga dimensi rohani secara
abstrak dengan pola-pola evaluasi yang bervariasi sesuai objek yang
dievaluasi. Islam juga mengakui bahwa manusia memiliki potensi akal,
ruh, nafs, dan kalbu, oleh sebab itu, didalam mengevaluasi pendidikan
Islam haruslah memenuhi kesemua dimensi potensi manusia tersebut,
harus sesuai dengan karakteristik manusia yang memiliki perbedaan dan
tumbuh berkembang sesuai dengan tahapannya. Evaluasi pendidikan
agama Islam tidak hanya dapat bertujuan untuk mengetahui perkembangan
pada aspek kognitif (akal) tetapi juga bertujuan untuk mengetahui
perkembangan akhlak dan motorik siswa
5. Peran pendidik dalam pendidikan agama Islam
Peran pendidik dalam pendidikan agama Islam mempunyai
nilai-nilai dan ajaran dalam pendidikan agama Islam banyak sekali
mengatur tentang peran pendidik. Pendidik sebagai pelaksana
pendidikan, maka hendaklah memiliki nilai-nilai keIslaman di dalam
dirinya. An-Nahlawi, mengutip oleh Ramayulis, menjelaskan bahwa
seorang pendidik dalam Islam mempunyai tugas pokok yaitu: 53
a) Tugas Pensucian, yakni mengembangkan dan membersihkan
jiwa peserta didik agar dapat mendekatkan diri kepada Allah
SWT, dan menjauhkan diri dari keburukan, dan menjaganya
agar tetap berada pada fitrahnya(kesucian).
b) Tugas seorang pendidik , yakni menyampaikan berbagai
ilmu pengetahuan dan pengalaman kepada peserta didik untuk
53
Ramayulis, & Nizar, S. (2010). Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia

25
diterjemahkan dalam tingkah laku dan kehidupannya. Guru
haruslah memiliki keimanan dan ketakwaan, memiliki akhlak
yang baik, selain menguasai berbagai ilmu pengetahuan dan
keterampilan yang berkaitan dengan tugas profesinya. Guru
yang beriman,dan bertakwa, berakhlak mulia, patut menjadi
contoh yang baik bagi siswanya. Karena tugas guru itu bukan
hanya mentransfer berbagai ilmu pengetahuan dan
keterampilan kepada siswa, akan tetapi juga perlu memberikan
pendidikan akhlak kepada siswanya, dan guru yang memiliki
keimanan, ketakwaan dan memiliki akhlak mulia yang akan
mampu melaksanakan tugas tersebut dengan baik dan optimal,
sebagai suri teladan yang baik bagi para siswanya.

KESIMPULAN
Sering kita terjebak dengan dua istilah antara pendidikan Islam dan pendidikan agama
Islam (PAI) padahal hakikatnya secara substansial pendidikan agama Islam dan pendidikan
Islam sangat berbeda. Usaha-usaha yang di ajarkan tentang personal agama itulah yang
kemudian bisa disebut dengan pendidikan agama Islam, sedangkan pendidikan Islam adalah
nama sebuah sistem, yaitu sistem pendidikan yang Islami. Pendidikan Agama Islam yang
dimaksud disini ialah usaha yang berupa asuhan dan bimbingan terhadap anak didik agar
kelak setelah selesai pendidikannya dapat memahami dan mengamalkan ajaran Islam serta
menjadikannya sebagai pandangan hidup
Prinsip-prinsip pendidikan Islam, adalah merupakan gambaran dari seluruh komponen
yang terkandung dalam pendidikan Islam, pendidikan merupakan salah satu sarana yang
digunakan oleh manusia untuk memelihara kelanjutan hidupnya (survival), baik sebagai
individu maupun sebagai masyarakat. Prinsip prinsip tersebut meliputi tujuan (Universal
(menyeluruh) Islam Keseimbangan dan kesederhanaan, Kejelasan Pandangan pendidikan,

26
Tak ada pertentangan, Menjaga perbedaan perseorangan, Perubahan yang diingini, Realisme
dan dapat dilaksanakan
Nilai pendidikan islam adalah suatu seperangkat keyakinan atau perasaan dalam diri
manusia yang sesuai dengan norma dan ajaran Islam untuk menciptakan insan kamil
(manusia sempurna). Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas mengenai nilai-nilai
pendidikan Islam, maka sesungguhnya Al-Quran pun memuat nilai-nilai yang menjadi acuan
dalam pendidikan Islam. Nilai tersebut terdiri atas tiga pilar utama, yaitu: nilai I’tiqodiyah,
nilai Khuluqiyah, dan nilai Amaliyah.

DAFTAR PUSTAKA
A.Ahmadi, Nor S, MKDU Dasar Dasar Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi,
Jakarta: Bumi Aksara, 1991, hlm. 667.
Abd Ar-Rohman An-Nahlawi, Prinsip-Prinsip Pendidikan Islam, (Bandung: Diponogoro,
1992)
Abd Ar-Rohman Saleh Abdullah, Education Theory A Qur’anic Out look, (Makkah
AlMukarromah, Ummu Al-Qurro Univercity, t.t)
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Ke - cana Prenada Media,
2006
Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004)
Ahmad Fu’ad Al-Ahnawi, At-Tarbiyah Fi Al-Islam, (Kairo: Dar Al-Ma’arif, 1968)
Armai Arief, Pengantar ilmu dan metodologi pendidikan islam, Jakart: Cip - tat Pers, 2002,
Dagobert D. Runes. et. all., Dictionary of Philosophy, (Otawa: Little Field, Adam & Co.
Otawa, 1977)
Dedi Supriadi. 1997. Isu dan Agenda Pendidikan Tinggi di Indonesia. Bandung: Rosda
Karya.
Fuad Ihsan. Dasar-Dasar Kependidikan ( Cet. I; Jakarta : Reneka Cipta, 1997)
H. M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam Sekolah: Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis
Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, Jakarta: Bumi Aksara, 2000,

27
Hamid Darmadi, Dasar konsep Pendidikan Moral, Landasan Konsep Dasar dan
Implementasi, Bandung: Alfabeta, 2007
Harun Nasution dan Bakhtiar Efendi, Hak Azazi Manusia dalam Islam, (Jakarta: Pustaka
Firdaus, 1987)
Heri Gunawan, Pendidikan Islam Kajian Teoritis dan Pemikiran Tokoh, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2014)
Hitami, M. (2004). Mengonsep Kembali Pendidikan Islam. Riau: Infinite Press.
Jalaludin & Abdullah Idi, Filsafat Pendidkan Manusia, Jogjakarta: ArRuzz Media, 2007
Karel A. Strennbrink. 1978. Pesantren, Madrasah, Sekolah, Pendidikan Islam dalam Kurun
Modern. Jakarta: LP3ES.
Khoiron Rosyadi, Pendidikan Profetik, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004),
M. Dalyono, Psikologi Pendidikan (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2005)
Maksum, Madrasah dan Perkembangannya (Jakarta: Logos, 1999),
Marwan Saridjo (ed), Mereka Bicara Pendidikan Islam Sebagai Budaya Rampai, (Jakarta: PT.
Rajagrafindo Persada, 2009)
Mastuhu. 1999. Memberdayakan Sistem Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
Mochtar Buchari. 1994. Pendidikan dalam Pembangunan. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana.
Mochtar Buchori. 2001. Pendidikan Antisipatoris. Yogyakarta: Kanisius.
Muhaimin. (2001). Paradigma Pendidkan Islam. Bandung: Rosda Karya.
Muhaimin. 2004. Wacana Pengembangan Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Muhaimin. 2004. Wacana Pengembangan Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Muhammad Athiyah Al-Abrasyi, At-Tarbiyah Al-Islamiyah Wa Falasifatuha, (Kairo: Isa Al-
Bab Al-Halabi 1975),
Muhammad Fathurrohman, Sulistyorini, Meretas Pendidikan Berkualitas dalam Pendidikan
Islam (Yogyakarta: Teras, 2012)
Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009)
Nauib al-Attas, Aims and Onjektives of Islamic Education (Jeddah: King Abdul Aziz
Univercity, 1979)
Omar Muhammad Al-Toumy Al-Syaibany, Filsafat Pendidikan Islam, alih bahasa, Hasan
Langgulung, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979),
Poerwadamanita, WJS, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1976)
Prof. Dr. H. Abd. Rahman Getteng, Pendidikan Islam dalam Pembangunan (Ujung Pandang.
Yayasan al-Ahkam, 1997)
Ramayulis, & Nizar, S. (2010). Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia 2008),
Ro’is Mahfud, Al-Islam Pendidikan Agama Islam (Jakarta: Erlanga, 2011) h 147-148
Sudirman dkk, Ilmu Pendidikan, (Bandung: CF Remaja Karya, 1987)
Tim Perumus, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007)
Usman Abu Bakar, Fungsi Ganda Lembaga Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Safiria Insania
Pres, 2005)
Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2004,
Zakiah Derajat, dkk, Pendidikan Islam Keluarga dan Sekolah (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 1995)

28

Anda mungkin juga menyukai