Anda di halaman 1dari 21

UNSUR-UNSUR DASAR PENDIDIKAN ISLAM

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Dalam kehidupan ini sangatlah penting yang namanya pendidikan, penting

bagi setiap orang untuk terbentuknya kepribadian yang utama pada dirinya

(identitas diri) karena dalam pandangan yang sudah sangat umum tentang

pendidikan diutarakan oleh Driyarkara yang menyatakan bahwa pendidikan

adalah upaya memanusiakan manusia muda1. Maksudnya mengangkat manusia

muda ke taraf insani haruslah diwujudkan didalam seluruh proses atau upaya

pendidikan secara maksimal.

Upaya memanusiakan manusia muda sebagaimana diungkapkan diatas

harus mempunyai tujuan seperti tujuan pendidikan nasional sendiri, yaitu

berkembangnya peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa,

berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga

negara yang demokratis dan bertanggung jawab yang disebutkan dalam Undang-

undang nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen Bab II Pasal 62.

Sebuah tujuan tidak akan mungkin tercapai tanpa adanya proses dan

didalam pendidikan ada proses belajar mengajar, belajar mengajar disini bukan

hanya dilihat sebagai proses alih ilmu pengetahuan dan teknologi akan tetapi

harus lebih dari itu sebagai proses pemanusiaan manusia3. Menurut Departemen

1
Hera Lestari Mikarsa, Agus taufiq & Puji Lestari Prianto, Pendidikan Anak SD,
(Jakarta: Universitas Terbuka, 2007) h. 1.2
2
Murip Yahya, Pengantar Pendidikan, (Bandung: Prospect, 2008) h. 84
3
Saeful Bahri, Profil Guru Ideal, http://v2.eprints.ums.ac.id/archive/etd/18296/4/, diakses
pada tanggal 19 Januari 2013

1
2

Pendidikan dan Kebudayaan, suatu proses belajar mengajar dapat dikatakan

efektif dan bermakna apabila memberikan keberhasilan dan kepuasan baik bagi

peserta didik maupun guru4.

Proses pendidikan dalam kehidupan manusia tidak terlepas dari sang

pendidik (subjek pendidikan), berhasil atau gagalnya pendidikan sangat

ditentukan oleh subjek pendidikan tersebut. Mulai dari kemapanan ilmu

pengetahuan pendidik, sampai kemampuan pendidik dalam menguasai objek

pendidikan dan berbagai syarat yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik.

Masalah mengajar telah menjadi persoalan para ahli pendidikan sejak

dahulu sampai sekarang, sehingga pengertian mengajarpun mengalami

erkembangan pula. Bahkan, hingga dewasa ini belum ada devinisi yang tepat bagi

semua pihak mengenai mengajar itu.

Bagi peserta didik, seorang pendidik merupakan contoh ideal dan teladan

yang bisa mengarahkan semua masalah dalam kehidupannya baik berbentuk

ucapan maupun tindakan. Teladan juga penting dan paling efektif untuk

menyiapkan etika dan mencetak kepribadian seorang peserta didik. Jadi, dalam

proses belajar-mengajar, pendidik dalam hal ini guru memunyai tugas untuk

mendorong, membimbing, dan memberi fasilitas belajar bagi siswa untuk

mencapai tujuan. Agar hasil yang direncanakan (tujuan) tercapai semaksimal

mungkin. Disinilah pentingnya pengetahuan tentang subjek pendidikan. Dalam

makalah ini penulis akan mencoba memaparkan sedikit tentang subjek pendidikan

dengan harapan dapat memahami dengan apa yang dimaksud sang pendidik.

4
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Didaktik/Metodik Umum, (Jakarta: 1995) h.
40
3

PEMBAHASAN

UNSUR-UNSUR DASAR PENDIDIKAN ISLAM

1. Unsur-Unsur Pendidikan Islam

Dalam implementasinya, fungsinya, pendidikan Islam sangat

memperhatikan aspek yang mendukung atau unsur yang turut mendukung

terhadap tercapainya tujuan dari pendidikan Islam. Adapun aspek atau unsur-

unsur tersebut adalah :

1) Tujuan Pendidikan Islam

Menurut Fadlil Aljamali yang dikutip oleh Abdul Halim Soebahar

sebagai berikut: Pertama, mengenalkan manusia akan perannya diantara

sesama (makhluk) dan tanggung jawab pribadinya. Kedua, mengenalkan

manusia akan interaksi sosial dan tanggung jawab dalam tata hidup

bermasyarakat. Ketiga, mengenalkan manusia akan alam ini dan mengajak

mereka untuk mengetahui hikmah diciptakannya serta memberi kemungkinan

untuk mengambil manfaat dari alam tersebut. Keempat, mengenalkan manusia

akan pencipta alam ini (Allah) dan memerintahkan beribadah kepada-Nya.

Tujuan pendidikan Islam adalah tercapainya pengajaran, pengalaman,

pembiasaan, penghayatan dan keyakinan akan kebenarannya. Sedangkan

menurut Zakiyah Dzarajat tujuan pendidikan Islam yaitu membentuk insan

kamil dengan pola taqwa dapat mengalami perubahan, bertambah dan

berkurang dalam perjalanan hidup seseorang. Oleh karena itulah tujuan


4

pendidikan Islam itu berlaku selama hidup untuk menumbuhkan, memupuk,

mengembangkan, memelihara dan mempertahankan.

Hal yang sama pula tujuan pendidikan Islam dapat dipahami dalam

firman Allah :

 

  

    

  

Arinya: “Wahai orang-orang yang beriman bertaqwalah kamu kepada

Allah dengan sebenar-benarnya taqwa; dan janganlah kamu mati kecuali dalam

keadaan muslim (QS. 3 Ali-Imron: 102).

Sedangkan menurut Ahmad D Marimba yang dikutip oleh Halim

Soebahar, menyatakan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah terbentuknya

muslim. Dan menurutnya bahwa tujuan demikian identik dengan tujuan hidup

setiap muslim. Adapun tujuan hidup seorang muslim adalah menghamba

kepada Allah yang berkaitan dengan firman Allah Surat Dzariat 56 yang

berbunyi :

  

  



Artinya: “Dan aku (Allah) tidak menjadikan jin dan manusia melainkan

untuk meyembah-Ku”.
5

Dan masih banyak beberapa deskripsi yang membahas tentang tujuan

pendidikan Islam seperti konfrensi pendidikan di Islamabat tahun 1980, bahwa

pendidikan harus merealisasikan cita-cita (idealitas) Islam yang mencakup

pengembangan kepribadian muslim secara meyeluruh yang harmonis yang

berdasarkan fisiologis dan psikologis maupun yang mengacu kepada keimanan

dan sekaligus berilmu pengetahuan secara berkeseimbangan sehingga

terbentuklah muslim yang paripurna, berjiwa tawakkal secara total kepada

Allah sebagaimana firman Allah Surat Al-An’am Ayat 162:

   

   

 

Artinya: “Katakanlah sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidup dan

matiku hanya bagi Allah, tuhan semesta alam”.

Imam Al-Ghazali mengatakan tujuan penddikan Islam adalah untuk

mencapai kesempurnaan manusia yang mendekatkan diri kepada Allah dan

bertujuan meraih kebahagiaan di dunia dan di akhirat.

Maka dari pada itu, tujuan pendidikan Islam dirumuskan dalam nilai-

nilai filosofis yang termuat dalam filsafat pendidikan Islam. Seperti halnya

dasar pendidikannya, maka tujuan pendidikan Islam juga identik dengan tujuan

Islam itu sendiri. Sedanagkan Muhammad Umar Altomi Al-Zaibani yang

dikutip oleh Djalaluddin, mengatakan tujuan pendidikan Islam adalah untuk

mempertinggi nilai-nilai akhlak hingga mencapai akhlak ul karimah. Tujuan ini


6

sama dan sebangun dengan tujuan yang akan dicapai oleh misi kerasulann

yaitu “membimbing manusia agar berakhlak mulia”.

Maka dengan demikian tujuan pendidikan Islam yang berdasarkan

deskripsi di atas ialah menanamkan makrifat (kesadaran) dalam diri manusia

terhadap dirinya sendiri selaku hamba Allah, kesadaran selaku anggota

masyarakat yang harus meiliki rasa tanggung jawab sosial terhadap pembinaan

masyarakatnya, serta menanamkan kemampuan manusia untuk menolak,

memanfaatkan alam sekitar sebagai ciptaan Allah bagi kepentingan

kesejahteraan manusia, dan kegiatan ibadahnya kepada pencipta alam itu

sendiri.

Telah kita ketahui, bahwa dasar tujuan pendidikan ditiap-tiap negara itu

tidak selalu tetap sepanjang masa, melainkan sering mengalami perubahan atau

pergantian, sesuai dengan perkembangan zaman. Perumbakan itu biasanya

akibat dari pertentangan pendirian atau ideologi yang ada di dalam masyarakat

itu. Hal ini kerap kali terjadi lebih-lebih di negara yang belum stabil kehidupan

politiknya, karena mereka yang bertentangan itu sadar bahwa pendidikan

memegang peranan penting sebagai generasi bangsa.

Sama halnya dengan tujuan pendidikan di Indonesia juga selalu

berubah-rubah, dikarenakan kondisi dan situasi politiknya tidak stabil. Hal ini

dibuktikan mulai tahun 1946 sampai pada saat sekarang. Dengan demikian

tujuan pendidikan itu tidak berdiri sendiri, melainkan dirumuskan atas dasar

hidup bangsa dan cita-cita negara dimana pendidikan itu dilaksanakan. Sikap

hidup itu dilandasi oleh norma-norma yang berlaku bagi semua warga negara.
7

Oleh karena itu, sebelum seseorang melaksanakan tugas

kependidikannya, terlebih dahulu harus memahami falsafah negara, supaya

norma yang melandasi hidup bernegara itu tercermin dari tindakannya, agar

pendidikan yang diarahkan kepada pembentukan sikap posisi pada peserta

didik hendaknya diperhitungkan pula bahwa manusia muda (peserta didik) itu

tidak hidup tersendiri di dunia ini.

2) Subjek Pendidikan
a. Pengertian Peserta Didik

Peserta didik merupakan salah satu komponen penting dalam suatu

proses pendidikan islam. Peserta didik artinya orang yang ikut serta dalam

proses pendidikan. Orang tersebut mengambil bagian dalam sistem atau

jenis pendidikan tertentu untuk menumbuhkan dan mengembangkan

dirinya.

Ramayulis mendeskripsikan bahwa peserta didik adalah orang yang

berada pada fase pertumbuhan dan perkembangan fisik maupun psikis, yang

merupakan ciri dari seseorang peserta didik yang perlu bimbingan dari

seorang pendidik.5

Menurut pasal 1 ayat 4 UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional, peserta didik adalah anggota masyarakat yang

berusaha mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur

5
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Cet. VI;Jakarta:Kalam Mulia, 2008). Hal.77).
8

jenjang dan jenis pendidikan tertentu.6 Dengan pendidikan seorang anggota

masyarakat dikatakan sebagai peserta didik.

Anggota masyarakat yang berada pada fase pertumbuhan dan

perkembangan, berusaha untuk menumbuhkan dan mengembangkan dirinya

melalui proses pendidikan pada jalur-jalur pendidikan. Didalam proses

tansformasi yang disebut pendidikan, peserta didik merupakan “Raw

Material” (bahan mentah). Pada sistem pendidikan, “materil” ini berada

dengan yang diterima oleh komponen-komponen yang lain karena sistem

pendidikan menerima “materil” sudah dalam keadaan setengah jadi,

sedangkan komponen-komponen lainnya masih dapat merumuskan dan

menyesuaikan dengan keadaan-keadaan fasilitas dan kebutuhan-kebutuhan

yang ada. Komponen lainnya masih membutuhkan prooses-proses terlebih

dahulu agar materil ini benar-benar siap digunakan. Lain halnya dengan

sistem pendidiksn, materil atau peserta didik perlu untuk menumbuhkan

yang menyangkut fisik dan mengembangkan yang menyangkut psikis dalam

diri seorang peserta didik.

Dengan berpijak pada paradigma “belajar sepanjang masa”, maka

istilah yang tepat untuk menyebut individu yang menuntut ilmu adalah

peserta didik bukan anak didik. Syaiful Bahri Djamarah mengatakan bahwa

setiap orang yang menerima pengaruh dari orang lain dalam menjalankan

kegiatan

6
Pasal 1 ayat 4 UU RI No. 20 thn 2003
9

Pendidikan adalah anak didik.7 Peserta didik lebih luass cakupannya

dari pada anak didik. Siswa atau anak didik adalah salah satu komponen

manusiawi yang menempati posisi sentral dalam proses belajar mengajar.8

Seorang manusia yang menjadi pusat pembelajaran karena memiliki tujuan

untuk dicapainya.

Terdapat pula istilah yang memberikan arti untuk peserta didik. Dalam

istilah tasawuf peserta didik sering kali disebut dengan “murid” atau thalib.

Secara etimologi, murid berarti orang yang menghendaki. Sedangkan

menurut terminologi murid adalah pencari hakikat dibawah bimbingan dan

arahan seorang pembimbing spiritual (mursyid).

Sedangkan thalib secara bahasa berarti orang yang sedang mencari,

sedang menurut istilah tasawuf adalah penempuh jalan spiritual, serta

berusaha keras menempuh untuk mencapai derajat sufi.9 Penyebutan murid

ini juga dipakai untuk menyebut peserta didik pada sekolah tingkat dasar

dan menengah, untuk perguruan tinggi disebut dengan istilah mahasiswa.

Setiap lembaga-lembaga menyebut istilah peserta didik ini berbeda-bada. Di

dalam keluarga disebut anak kandung, alam kehidupan masyarakat disebut

anak penduduk, serta dalam suatu agama peserta didik menjadi umat

beragama.

b. Pengertian Pendidik

7
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik Dalam Interaktif Edukatif, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2000). Hal.51).
8
Abdul Mujid, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media, 2006. Hal 88.
9
Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Ed. I(Cet. III; Jakarta: Rajawali,
1990).hal.109.
10

Secara terminologi, pendidikan islam menggunakan tujuan sebagai

dasar untuk menentukan pengertian pendidik. Hal ini disebabkan karena

pendidikan merupakan kewajiban agama, dan kewajiban hamya dipikulkan

kepada orang telah dewasa.10

Pendidik berarti juga orang dewasa yang bertanggung jawab memberi

pertolongan pada peserta didiknyadalam perkembangan jasmani dan

rohannya, agar mencapai tingkat kedewasaan, mampu berdiri sendiri dan

mmemenuhi tugasnya sebagai hamba dan khalifah allah SWT. Dan mampu

melakukan tugas sebagai makhluk sosial dan sebagai makhluk individu

yang mandiri.11

Di indonesia pendidik disebut juga guru, yaitu “orang yang ditiru”.

Menurut Hadari Nawawi, guru adalah orang-orang yang kerjanya mengajar

atau memberikan pelajaran disekolah atau di kelas. Lebih khususnya

diartikan orang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran, yang

ikut bertanggung jawab dalam membentuk anak-anak mencapai kedewasaan

masing-masing.12

Menurut Marimba, mengartikan pendidik sebagai orang yang memikul

pertanggungjawaban sebagai pendidik. Zakiah Dradjat berpendapat bahwa

pendidik adalah individu yang akan memenuhi kebutuhan pengetahuan,

sikap dan tingkah laku peserta didik.

10
Ramayulis, Hakikat Peserta Didik dalam Pendidikan Islam, makalah, STAIN
Batusangkar 2000. Hal.7
11
Abdul Mujid, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, 2006. Hal.88
12
Muhammad Fadhil Aljamali, Tarbiyah Al-insani Aljadid. Hal.74
11

c. Macam-macam Pendidik dalam Ilmu Pendidikan Islam

1. Ditinjau dari leteratur kependidikan Islam, seorang guru atau

pendidik biasa disebut sebagai berikut :

1. Ustadz, yaitu julukan untuk orang yang mengajar di madrasah atau

pondok pesantren, Ustadz berasal dari bahasa Parsi yang artinya

guru13. maksudnya seorang guru dituntut untuk komitmen terhadap

profesinya, ia selalu berusaha memperbaiki dan memperbaharui

model-model atau cara kerjanya sesuai dengan tuntunan zaman.

2. Mu’allim, berasal dari kata “ ‘ilm ” yang berarti menangkap

hakekat sesuatu, ini mengandung makna bahwa guru adalah orang

yang dituntut untuk mampu menjelaskan hakekat dalam

pengetahuan yang diajarkannya.

3. Murabbiy, berasal dari kata “ rabb ”. Tuhan sebagai Rabb al-

‘âlamin dan Rabb al-nâs yakni yang menciptakan, mengatur dan

memelihara alam dan seisinya termasuk manusia. Dilihat dari

pengertian ini maka guru adalah orang yang mendidik dan

menyiapkan peserta didik agar mampu berkreasi, sekaligus

mengatur dan memelihara hasil kreasinya untuk tidak

menimbulkan malapetaka bagi dirinya, masyarakat, dan alam

sekitarnya.

13
Muhammad Nur Ali, “Kamus Agama Islam”, (Cirebon: Annizam, 2004). H. 253
12

4. Mursyid, yaitu seorang guru yang berusaha menularkan

penghayatan (Transinternalisasi) akhlak dan atau kepribadian

kepada peserta didiknya.

5. Mudarris, berasal dari kata “ darasa - yudarusu - darsan wa

durusan wadirasatun ” yang berarti terhapus, hilang bekasnya,

menghapus, melatih dan mempelajari. Artinya seorang guru adalah

yang berusaha mencerdaskan peserta didiknya, menghilangkan

ketidaktahuan atau memberantas kebodohan, serta melatih

ketrampilan peserta didik sesuai dengan bakat dan minatnya.

6. Muaddib, berasal dari kata adab, yang berarti moral, etika dan

adab. Artinya seorang guru adalah yang beradab sekalugus

memiliki peran dan fungsi untuk membangun peradaban

(civilization) yang berkualitas dimasa depan14.

Sedangkan Menurut perspektif al-Qur’an sebagai pedoman umat

Islam, pendidik/guru menurut al-Qur’an secara garis besar ada empat,

yaitu :

1. ALLAH SWT, sebagai Maha Guru tertinggi Alllah SWT,

menginginkan umat manusia menjadi baik dan bahagia hidup di

dunia dan di akhirat. Dengan seluruh sifat yang melekat pada-Nya,

Allah SWT sebagai Maha Guru tertinggi, Ia memiliki pengetahuan

yang Maha Luas (al-Ȃlim), Ia juga sebagai pencipta, memiliki sifat

Pemurah; tidak kikir dengan ilmu-Nya, Maha Tinggi, Penentu,

14
Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, ( Surabaya: PSAPM, 2003 ), h.
209-213.
13

Pembimbing, Penumbuh Prakarsa, Mengetahui kesungguhan

manusia yang beribadah kepada-Nya, mengetahui siapa yang baik

dan siapa yang jahat, menguasai cara-cara atau metode dalam

membina umat-Nya antara lain melalui penegasan, perintah,

pemberitahuan, kisah, sumpah, keteladanan, pembantahan,

mengemukakan teka-teki, mengajukan pertanyaan,

memperingatkan, mengutuk dan meminta perhatian. Semua

terdapat dalam al-Qur’an Surah al-Alaq, al-Qalam, al-Muzammil,

al-Mudatsir, al-Lahab, al-Taqwir, dan al-A’la.

2. Nabi Muhammad Saw., dan nabi-nabi lainnya. Para nabi

menyampaikan ajaran Allah SWT kepada umat manusia. Ajaran

yang diterima umat manusia dapat memberi petunjuk mengenai

kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Sebagai guru, nabi

melalui pendidikannya kepada anggota keluarganya yang terdekat,

dilanjutkan kepada orang-orang yang ada disekitarnya. Sejarah

mencatat bahwa Nabi Muhammad Saw., sebagai seorang guru

kepada umatnya, tugasnya dapat dilaksanakan dengan hasil yang

memuaskan, sehingga ajaran Islam melekat dan menjadi tak

terpisahkan dari perilaku dan prikehidupan kaum muslimin sehari-

hari. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari metode yang digunakan

oleh nabi, yaitu dengan cara menyayangi, keteladanan yang baik,

mengatasi penderitaan dan masalah yang dihadapi oleh umatnya.

3. Kedua orang tua, al-Qur’an menyebutkan bahwa orang tua sebagai

guru harus memiliki hikmah atau kesadaran tentang kebenaran


14

yang diperoleh melalui ilmu dan rasio, dapat bersyukur kepada

Allah SWT, suka menasehati anaknya agar tidak menyekutukan

Tuhan, memerintahkan anaknya agar menjalankan shalat, sabar

dalam menghadapi penderitaan, tidak sombong dan takabur.

Tercantum dalam al-Qur’an Surah Lukman ayat 12-19.

4. Orang lain, informasi yang amat jelas mengenai hal antara lain

terdapat dalam al-Qur’an surah al-Kahfi ayat 60-82 tentang proses

belajar mengajar antara nabi Khaidir as kepada nabi Musa as.

Bahwa dalam proses belajar hendaknya muridnya berlaku sabar

dan agar tidak bertanya sebelum dijelaskan, dan lain-lain. Orang

yang keempat inilah yang selanjutnya disebut guru. Guru sebagai

seorang pendidik yang memiliki tugas amat mulia, baik disisi

manusia maupun dalam pandangan Allah SWT dan Rasul-Nya.

Allah menjanjikan pahala surga bagi mereka yang mengamalkan

ilmunya dan mengancamnya dengan api neraka terhadap mereka

yang menyembunyikan ilmunya15.

d. Tugas dan Kewajiban Guru

Guru memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas

pembelajaran, baik kualitas proses maupun kualitas lulusan. Oleh sebab

itu, seorang guru harus menjalankan tugas dan kewajibannya agar tercipta

peningkatan dalam kualitas pembelajaran.

15
Sofan Amri, Peningkatan Mutu Pendidikan Sekolah Dasar & Menengah dalam teori,
konsep dan analisis, h. 2-3
15

Tugas dan Kewajiban seorang guru menurut salah satu Ulama

klasik yang disebut sebagai bapak Ilmu Tasawuf yaitu Imam al Ghazâlî,

menurut beliau tugas dan kewajiban guru yaitu sebagai berikut :

Pertama, Seorang guru harus mencintai muridnya, dan

memperlakukan mereka sebagaimana ia memperlakukan anaknya

sendiri.

Kedua, Seorang guru dianjurkan agar tidak memungut bayaran apapun

dari muridnya, dan tidak pula mengharapkan hadiah dari mereka.

Seperti yang dicontohkan oleh Rasulallah Saw.

Ketiga, Seorang guru berkewajiban mengenali sebaik mungkin latar

belakang pengetahuan muridnya dalam bidang kajian tertentu, agar ia

dapat menentukan tingkat pengetahuan yang cocok untuknya.

Keempat, Seorang guru harus mengajarkan pendidikan akhlak kepada

para muridnya karena murid-murid seringkali melakukan hal-hal yang

tidak semestinya mereka lakukan. Saran dan nasihat akan lebih baik

daripada peringatan keras dan sikap positif lebih efektif daripada

cacimaki.

Kelima, Seorang guru harus mengembangkan rasa hormat terhadap

ilmu-ilmu diluar ilmu yang ditekuninya, maksudnya tidak boleh

berprasangka terhadap disiplin ilmu lain, apalagi merendahkan

nilainya didepan para murid.


16

Keenam, Seorang guru haruslah mempertimbangkan daya tangkap

muridnya dan mengajarnya berdasarkan daya tersebut. Maksudnya,

seorang guru disamping harus mengetahui latar belakang pengetahuan

muridnya, guru juga membutuhkan pengetahuan psikologis tentang

kecerdasan para muridnya.

Ketujuh, Seorang guru harus memberikan perhatian dan perlakuan

secara khusus terhadap murid yang tertinggal, berbeda dari murid

kebanyakan.

Kedelapan, Seorang guru haruslah menjadi contoh teladan yang baik

(uswah) bagi para muridnya. Maksudnya, Praktek hidupnya mestilah

sesuai dengan apa yang diajarkannya16.

Imam al-Ghazali juga berpendapat bahwa guru yang dapat diserahi

tugas mendidik adalah guru yang selain cerdas dan sempurna akalnya, juga

guru yang baik akhlaknya dan kuat fisiknya Dengan kesempurnaan akal ia

dapat memiliki berbagai ilmu pengetahuan secara mendalam, dan dengan

akhlaknya yang baik ia dapat menjadi contoh dan teladan bagi para

muridnya, dan dengan kuat fisiknya ia dapat melaksanakan tugas

mengajar, mendidik dan mengarahkan anak-anak muridnya17.

Selain tugas dan kewajiban seorang guru di atas, ada juga tugas

guru yang dijelaskan oleh S. Nasution, terbagi menjadi tiga bagian yaitu :

16
Hasan Asari, Nukilan Pemikiran Islam Klasik Gagasan Pendidikan Al-Ghazali,
(Yogyakarta: Tiara Wacan,1999) h. 104-111
17
Imam Tabroni el-Khalimi, “Proposal Tesis”, http://imam-
tabroni.blogspot.com/2012/07/prposal-tesis.html, di akses pada tanggal 5 Mei 2013
17

1. Sebagai orang yang mengkonsumsi pengetahuan

2. Guru sebagai model dan contoh nyata dari yang dikehendaki oleh

mata pelajaran.

3. Menjadi model sebagai pribadi, seperti berdisiplin, cermat berpikir,

mencintai pelajarannya18.

Tidak jauh berbeda dengan apa yang telah dijelaskan oleh S.

Nasution tentang tugas guru, ada juga yang menjelaskan lebih khusus

bahwa seorang guru mempunyai peran utama dalam proses belajar

mengajar/pembelajaran yaitu sebagai pelayan belajar, sebagai model dan

sebagai penunjuk arah.

1. Sebagai pelayan belajar, tugas utama guru bukanlah mengajar

dalam arti menyampaikan konsep, teori, dan fakta akademik semata

kepada peserta didik. Melainkan tugas utama guru ialah membantu

kesulitan belajar peserta didik dalam melakukan proses

pematangan kualitas dirinya. Upaya itu dilakukan melalui proses

pengajaran, bimbingan, penyuluhan, penerangan, latihan, dan atau

pendekatan lainnya yang memungkinkan peserta didik melakukan

proses pematangan kualitas diri dan kepribadian unggul.

2. Sebagai model, guru harus tampil menarik dihadapan para peserta

didiknya. Guru harus mampu memerankan model belajar yang

baik, model manusia yang berkualitas dan berkepribadian unggul.

Sebagai model, dalam kondisi apapun, guru harus menjadi teladan

18
Sofan Amri, Peningkatan Mutu Pendidikan Sekolah Dasar & Menengah dalam teori,
konsep dan analisis, h. 3
18

bagi siapapun khususnya teladan bagi para peserta didik, atau

paling tidak menjadi teladan bagi dirinya sendiri. Hilangnya

teladan dalam proses pendidikan menggambarkan hilangnya roh

belajar.

3. Sebagai penunjuk arah, guru harus lebih tahu dan lebih menguasai

konsep, fakta ilmiah, dan teori-teori ilmu pengetahuan yang

digelutinya. Hal itu akan menjadikan guru sebagai kamus berjalan.

Sebagai petunjuk arah, guru harus mampu mengantarkan peserta

didik pada titik yang tepat. Kapan, dengan cara apa, dan bagaimana

guru menempatkan peserta didik secara tepat sesuai dengan bakat,

kemampuan, karakteristik, dan kebutuhannya. Dengan demikian

guru dituntut mampu mengambil keputusan pada waktu yang tepat,

di tempat yang tepat, dan dalam urusan yang tepat19.

Kewajiban yang dimiliki guru menurut UU No. 20 Tahun 2003

tentang sistem pendidikan nasional pasal 40 ayat 2, yaitu :

a) Menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan,

kreatif, dinamis, dan dialogis.

b) Mempunyai komitmen secara professional untuk meningkatkan

mutu pendidikan.

c) Memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan

kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya20.

19
Dedy Mulyasana, Pendidikan Bermutu dan Berdaya Saing, (Bandung: Remaja
Rosadakarya, 2011) h. 44-45
20
Murip Yahya, Pengantar Pendidikan, h. 131
19

PENUTUP

Kesimpulan

Subjek pendidikan dalam islam benar-benar diperhatikan keberadaannya.

Terlihat betapa selektifnya islam dalam menentukan mana yang pantas dikataka

sebagai pendidik dan mana yang tidak.

Subjek pendidikan atan pendidik yang pertama adalah orang yang ada

dirumah tangga (orang tua atau Wali), yang kedua adalah diluar rumah seperti

guru, dose, masyarakat dan lain-lain. Untuk mencapai hasil yang maksimal, si

pendidik harus memenusi syarat-syarat yang sudah ditentukan.

Kata “pendidik” itu meliputi semua orang yang memberi pendidikan,

seperti guru, ustadz, kiyai, pengajar dan orang tua. Seorang pendidik adalah

teladan bagi generasi dizamannya. Ia memegang peranan penting dalam

perkembangan suatu masyarakat. Oleh karenanya, jika ia dapat melaksanakan

kewajibannya dalam mengajar, ikhlas dalam melaksanakan tugas, dan


20

mengarahkan anak didiknya kepada pendidikan agama serta perilaku yang baik,

maka ia akan mendapat keberuntungan baik didunia maupun diakhirat.

Pesan dan anjuran paling mendasar bagi pendiik sukses:

1) Menjauhi kemusrikan

2) Menghormati orang tua

3) Mendirikan shalat

4) Beramar makhruf nahi munkar

5) Menghindari sombong dan angkuh

6) Berjalan dan bersuara secara wajar

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Mujid, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media, 2006.

Dedy Mulyasana, Pendidikan Bermutu dan Berdaya Saing, (Bandung: Remaja


Rosadakarya, 2011).

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Didaktik/Metodik Umum, (Jakarta:


1995).

Hasan Asari, Nukilan Pemikiran Islam Klasik Gagasan Pendidikan Al-Ghazali,


(Yogyakarta: Tiara Wacan,1999).

Hera Lestari Mikarsa, Agus taufiq & Puji Lestari Prianto, Pendidikan Anak SD,
(Jakarta: Universitas Terbuka, 2007).

Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Ed. I(Cet. III; Jakarta: Rajawali, 1990).

Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, (Surabaya: PSAPM,2003).

Muhammad Fadhil Aljamali, Tarbiyah Al-insani Aljadid.


21

Muhammad Nur Ali, “Kamus Agama Islam”, (Cirebon: Annizam, 2004).

Murip Yahya, Pengantar Pendidikan, (Bandung: Prospect, 2008)

Ramayulis, Hakikat Peserta Didik dalam Pendidikan Islam, makalah, STAIN


Batusangkar 2000.

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Cet. VI;Jakarta:Kalam Mulia, 2008).

Sofan Amri, Peningkatan Mutu Pendidikan Sekolah Dasar & Menengah dalam
teori, konsep dan analisis,.

Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik Dalam Interaktif Edukatif,
(Jakarta: Rineka Cipta, 2000).

Anda mungkin juga menyukai