Anda di halaman 1dari 6

Pokok Pikiran Makalah

Kompilasi Hujjah Syar’iyyah (Qowaid Fiqhiyyah) Tentang Ekonomi


Syariah
Oleh : Prof. Dr. Chuzaimah Tahido Y, MA

a. Pengertian Qawaid Fiqhiyyah adalah kaidah atau dasar fiqh yang bersifat
umum yang mencakup hukum-hukum syara’ secara menyeluruh dari
berbagai bab dalam masalah-masalah yang masuk di bawah cakupannya.

b. Terdapat dua kaidah dalam fikih yang dijadikan dasar dalam ekonomi
syariah yaitu “pada dasarnya semua bentuk mu’amulah boleh dilakukan
kecuali ada dalil yang mengharamkannya” dan dalil harus dihindarkan
sedapat mungkin dalam penerapannya. “Hukum dasar dari segala sesuatu
adalah boleh sehingga terdapat dalil yang mengharamkannya.” Apa saja
yang mendatangkan masalahat dan tidak merugikan salah satu pihak
boleh sejauh tidak ada dalil yang mengharamkannya.

c. Dewan Syariah Nasional MUI dalam menetapkan fatwa-fatwa tentang


ekonomi syariah selain berhujjah pada al Qur’an dan Sunnah serta Aqwal
Ulama. Lebih lengkapnya dapat melihat bukum himpunan fatwa MUI.

d. Dalam penerapan kaidah tersebut untuk masalah giro dibolehkan


berdasarkan qaidah berdasarkan prinsip mudharabah dan wadi’ah karena
tidak ada dalil yang mengharamkannya.

e. Kaidah tentang “bahaya harus dihilangkan” bahwa untuk menghilangkan


bahaya/beban hutangnya ia boleh memindahkan penagihannya kepada
pihak lain dikenal Hawalah. Untuk ini lembaga keuangan syari’ah (LKS)
dapat meminta uang muka transaksi agar tidak terjadi madharat di
kemudian hari.

f. Kaidah “Dimana terdapat kemaslahatan di sana terdapat hukum Allah”


dalam penerapannya lembaga keuangan syari’ah (LKS) dapat
menggunakan sistem pencatatan dan pelaporan akuntansi baik dengan
cara cash basis maupun accrual untuk keperluan distribusi hasil usaha
karena dapat mendatangkan maslahat,

g. Kaidah tentang “Setiap utang piutang yang mendapatkan manfaat (bagi


yang berpiutang/muqridh) adalah riba” dalam penerannya LKS harus
dapat berperan sebagai lembaga sosial yang dapat meningkatkan
perekonomian secara maksimal dengan akad qard, pinjaman dengan
pengembalian pokok saja dan boleh diambil biaya administrasi pada
nasabah.

h. Kaidah tentang “mudharat harus dihindarkan sedapat mungkin” dalam


penerapannya perlu disiapkan dana tertentu sejak dini missal melalui
asuransi berdasarkan prinsip syariah.

i. Kaidah “ Kesulitan itu dapat menarik kemudahan” dalam penerapannya


akad jual beli hanya dianggap sah apabila syarat dan rukunnya telah
terpenuhi.Misalanya jualbeli salam boleh barangnya belum ada tetapi
melalui pesanan dengan penyebutan spesifikasi yang jelas.

j. Kaidah “Adat kebiasan dapat ditetapkan sebagai hukum”, kebiasaan-


kebiasan yang tidak bertentangan dengan syariat boleh mislanya dalam
jual beli diserahkan pada adat, urf yang berlaku. Tetapi kebiasaan suap
menyuap, pesta minuman dalam acara walimah, urf batil, tidak
mendatangkan masalhat dan bertentangan dengan syrariat maka tidak
dibenarkan.

k. Kaidah “Sesuatu yang berlaku berdasarkan adapt kebiasaan sama dengan


sesuatu yang berlaku berdasarkan syara” (selama tidak bertentangan
dengan syari’at). Dalam penerapannya bahwa kebiasaan yang bermanfaat
dan tidak bertentangan dengan syara’ dalam mualat merupakan dasar
hukum.

l. Kaidah “tindakan Imam (pemegang otoritas) terhadap rakyat harus


mengikuti maslahat “ penerapannya perlu adanya instrumen dari bank
sentral yang sesuai syariah, BI boleh menetapkan SWBI untuk menjaga
likuiditas bank-bank syariah.
m. Kaidah “mencegah mafsadah (kerusakan) harus didahulukan daripada
mengambil kemaslahatan”, penerapannya bahwa dalam meningkatkan
efisiensi pengelolaan dana, bank memerlukan adanya pasar uang antar
bank yang berdasarkan prinsip-prinsip syariah.

n. Kaidah “yang dipandang dalam akad adalah maksud-maksud dan makna


bukan lafadz-lafadz dan bentuk-bentuk perhatian”. Penerapannya bahwa
apabila terjadi perbedaan dalam suatu akad mengenai lafadznya maka
yang harus dipegang sebagai suatu akad adalah maksudnya.

o. Kaidah “yang pokok (kuat) adalah tetap berlakunya hukum yang ada
menurut keadaannya semula “penerapannya bahwa apabila ada keraguan
mengenai hukum suatu perkara maka diberlakukan hukum yang ada telah
ada sebelumnya sampai ada yang merubahnya.

p. Kaidah “pada dasarnya manusia adalah bekas dari tanggungan”,


penerapannya bahwa adanya beban tanggung jawab adalah karena adanya
hak-hak yang telah dimiliki atau perbuatan-perbuatan yang telah
dilakukan.

q. Kaidah “hukum yang lebih kuat dari sesuatu itu asalnya tidak ada”,
penerapannya bahwa kaidah ini lazim berlaku pada yang sedang
berperkara misalnya, jika mudharib meloporkan hasilnya baik untuk
maupun rugi, yang dibenarkan adalah perkataan mudharib sebab asalanya
keuntungan itu awalnya belum ada.

r. Kaidah ‘asal (hukum yang lebih kuat) dari tiap-tiap kejadian perkiraan
waktunya adalah waktu yang terdekat “ penerapannya adanya gugat
pembeli yang tidak dapat diterima karena di luar kemampuan penjual
yang beritikad baik.

s. Kaidah’” pada dasarnya arti sesuatu kalimat adalah arti hakikatnya


“penerapannya ucapan yang dapat diartikan secara hakiki dan majazi,
maka arti hakiki yang harus dipegang.
t. Kaidah, tidak berbuat kemadharatan pada diri sendiri dan orang lain.
Penerapannya : mengembalikan barang yang telah dibeli lantaran adanya
cacat dibolehkan juga macam-macam khiyar dalam transaksi jual beli
karena terdapat beberapa sifat yang tidak sesuai dengan yang disepakati.
Larangan terhadap orang yang dilarang membelanjakan harta
kekayaannya, orang pailit, orang dungu untuk bertransaksi dan syuf’ah.
Dasar pertimbangannya “menghindarkan sejauh mungkin kemudharatan
yang merugikan pihak yang terlibat di dalamnya.

u. Kaidah’ “kemudharatan-kemudharatan itu membolehkan hal-hal yang


dilarang. Tidak ada hukum haram beserta darurat dan hukum makruh
beserta kebutuhan. Pnerapannya: dalam keadaan sangat terpaksa, maka
orang diizinkan melakukan perbuatan yang dilarang. Orang yang
kelaparan halal baginya makan bangkai apabila yang ada hanya itu saja.
juga minum-minuman keras, apabila tidak ada minuman lainnya, dalam
keadaan perang boleh mengeluarkan harta untuk membantu perjuangan
demi kemaslahatan.

v. Kaidah, apa yang dibolehkan karena adanya kemadharatan diukur


menurut kadar kemadharatnnya. Penerapannya: jalan haram boleh
dilakukaun apabila kondisi memaksa, tetapi apabila sudah normal
kembali ke hukum semula.

w. Kaidah: mengutamakan orang lain dalam urusan ibadah adalah makruh


dan dalam urusan selain ibadah adalah disenangi. Penerapannya:
mendahulukan orang terima zakat dan mengutamakan orang lain dalam
kesempatan kerja adalah hal terpuji. Tetapi mengurus jamaah, mengisi
shaf yang kosong sedangkan orang itu tau adalah makruh hukumnya.

x. Kaidah, “pengikut hukumnya tidak tersendiri”, penerapannya: jual beli


binatang yang sedang hamil, anak yang ada di dalam kandungannya
termasuk ke dalam akad itu-jual beli tanah, tanaman yang ada di
dalamnya termasuk di dalam jual beli itu; kecuali bila diadakan transaksi
tersendiri.
y. Kaidah “dapat dimanfaatkan bagi yang meniru tidak demikian bagi yang
memulai”

z. Penerapannya : jual beli tanaman muda tidak boleh, melainkan harus


ditebas seketika.

aa. Kaidah; mengamalkan maksud suatu kalimat, lebih utama daripada


menyia-nyiakannya. Penerapannya, orang berwasiat memebrikan harta
kepada anaknya tapi kalau anaknya sudah meninggal maka akan jatuh ke
cucu2nya.

bb. Kaidah: 1) rela terhadap sesuatu adalah juga rela terhadap apa yang
timbul dari sesuatu itu; 2) yang timbul dari sesuatu yang telah diizinkan
tidak ada pengaruh baginya. Penerapannya: - apabila seseorang beli
barang yang sudah cacat, dia harus rela terhadap semua keadaan akibat
cacat itu, seorang yang menjaminkan mobilnya sebagai barang utang
piutang dan memberi kesempatan untuk menggunakannya kepada yang
memberi utang tetapi kemudian rusak maka yang menghutangi tidak
menanggung kerugian, karena kerusakan itu berasal dari perbuatan yang
telah diizinkan.

cc. Kaidah: fardhu itu lebih utama daripada sunnat. Penerapannya :


“membebaskan hutng orang yang kesulitan lebih utama daripada
menunda bayar hutang”, sebab pembebasan hutang hukumnya sunat dan
penundaan hukumnya wajib dibayar oleh yang berhutang.

dd.Kaidah: sesuatu yang sedang dijadikan objek perbuatan tertentu tidak


boleh dijadikan objek perbuatan tertentu yang lain, penerpannya: barang
yang sudah dijaminkan untuk hutang tidak boleh dijaminkan hutang lain
lagi.

ee. Kaidah’ “barangsiapa berusaha menyegarakan sesuatu sebelum waktunya


menanggung akibat tidak mendapatkan sesuatu itu penerapannya;
khamar kalau berubah jadi cuka dengan sendirinya menjadi halal tetapi
kalau karena rekayasa misalnya diberi sesutu hukumnya jadi haram.
ff. Kaidah “kekuasaan yang khusus lebih kuat daripada kekuasaan yang
umum”. Penerpannya: hakim tidak dapat membelanjakan harta anak
yatim yang berada di bawah kekuasan wali.

gg. Kaidah: tidak dipegangi sesuatu (hukum) yang berdasarkan pada dhzan
(dugaan kuat) yang jelas salahnya. Penerapannya: memberikan zakat yang
kepda yang bukan mustahiknya, maka tidak sah.

hh.Kaidah, berbuat yang bukan dimaksud berarti berpaling dari yang


dimaksud. Penerapannya: orang berusaha mengambil syuf’ah pada waktu
berjumpa dengan orang yang telah membelinya dia berkata: beli dengan
harga berapa? Hak syuf’ah jadi gugur sebab syuf’ah harus segera.

ii. Kaidah : “sesuatu yang tidak dapat dicapai keseluruhannya seharusnya


tidak boleh ditinggalkan seluruhnya”

jj. Kaidah, “sesuatu yang tidak dicapai seluruhnya tidak boleh ditinggalkan
sebagiannya”. Penerapannya, jika harta yang dimiliki sudah mencapai
nishab untuk dikeluarkan zakatnya, hanya saja sebagian ada padanya
sedangkan sebagain lagi ada pada orang lain, wajib dikeluarkan zakatnya
apa yang ada padanya itu saat itu.

kk. Kaidah: “apabila berkumpul antara sebab, tipuan dan pelaksanaan


langsung, maka didahulukan pelaksaanan langsung”, penerapannya.

Anda mungkin juga menyukai