a. Pengertian Qawaid Fiqhiyyah adalah kaidah atau dasar fiqh yang bersifat
umum yang mencakup hukum-hukum syara’ secara menyeluruh dari
berbagai bab dalam masalah-masalah yang masuk di bawah cakupannya.
b. Terdapat dua kaidah dalam fikih yang dijadikan dasar dalam ekonomi
syariah yaitu “pada dasarnya semua bentuk mu’amulah boleh dilakukan
kecuali ada dalil yang mengharamkannya” dan dalil harus dihindarkan
sedapat mungkin dalam penerapannya. “Hukum dasar dari segala sesuatu
adalah boleh sehingga terdapat dalil yang mengharamkannya.” Apa saja
yang mendatangkan masalahat dan tidak merugikan salah satu pihak
boleh sejauh tidak ada dalil yang mengharamkannya.
o. Kaidah “yang pokok (kuat) adalah tetap berlakunya hukum yang ada
menurut keadaannya semula “penerapannya bahwa apabila ada keraguan
mengenai hukum suatu perkara maka diberlakukan hukum yang ada telah
ada sebelumnya sampai ada yang merubahnya.
q. Kaidah “hukum yang lebih kuat dari sesuatu itu asalnya tidak ada”,
penerapannya bahwa kaidah ini lazim berlaku pada yang sedang
berperkara misalnya, jika mudharib meloporkan hasilnya baik untuk
maupun rugi, yang dibenarkan adalah perkataan mudharib sebab asalanya
keuntungan itu awalnya belum ada.
r. Kaidah ‘asal (hukum yang lebih kuat) dari tiap-tiap kejadian perkiraan
waktunya adalah waktu yang terdekat “ penerapannya adanya gugat
pembeli yang tidak dapat diterima karena di luar kemampuan penjual
yang beritikad baik.
bb. Kaidah: 1) rela terhadap sesuatu adalah juga rela terhadap apa yang
timbul dari sesuatu itu; 2) yang timbul dari sesuatu yang telah diizinkan
tidak ada pengaruh baginya. Penerapannya: - apabila seseorang beli
barang yang sudah cacat, dia harus rela terhadap semua keadaan akibat
cacat itu, seorang yang menjaminkan mobilnya sebagai barang utang
piutang dan memberi kesempatan untuk menggunakannya kepada yang
memberi utang tetapi kemudian rusak maka yang menghutangi tidak
menanggung kerugian, karena kerusakan itu berasal dari perbuatan yang
telah diizinkan.
gg. Kaidah: tidak dipegangi sesuatu (hukum) yang berdasarkan pada dhzan
(dugaan kuat) yang jelas salahnya. Penerapannya: memberikan zakat yang
kepda yang bukan mustahiknya, maka tidak sah.
jj. Kaidah, “sesuatu yang tidak dicapai seluruhnya tidak boleh ditinggalkan
sebagiannya”. Penerapannya, jika harta yang dimiliki sudah mencapai
nishab untuk dikeluarkan zakatnya, hanya saja sebagian ada padanya
sedangkan sebagain lagi ada pada orang lain, wajib dikeluarkan zakatnya
apa yang ada padanya itu saat itu.