TINJAUAN PUSTAKA
institusi pendidikan saat ini memiliki kualitas dan fasilitas, namun institusi-
Sebabnya, visi dan misi pendidikan yang mengarah kepada terbentuknya manusia
pentingnya anak didik supaya hidup dengan nilai-nilai kebaikan, spiritual dan
Saat ini, banyak institusi pendidikan telah berubah menjadi industri bisnis,
yang memiliki visi dan misi yang pragmatis. Pendidikan diarahkan untuk
materi dan profesi sosial yang akan memakmurkan diri, perusahaan dan Negara.
Gelar dianggap sebagai tujuan utama, ingin segera dan secepatnya diraih supaya
modal yang selama ini dikeluarkan akan menuai keuntungan. Sistem pendidikan
seperti ini sekalipun akan memproduksi anak didik yang memiliki status
pendidikan yang tinggi, namun status tersebut tidak akan menjadikan mereka
sebagai individuindividu yang beradab. Pendidikan yang bertujuan pragmatis dan
perilaku tak terdidik, jauh dari sopan santun, tidak mencerminkan siswa yang
berpendidikan.
kriminal di mediamedia massa adalah bukan berita baru lagi. Lalu akan dibawa
kemana dan dibentuk seperti apa wajah pendidikan ini jika siswa-siswanya kerap
menjadi sasaran berita hangat di masyarakat dan media karena ulah dan perilaku
yang tak beradab dan jauh dari cerminan akhlakulkarimah. Namun yang patut kita
lagi di masa yang akan datang. Madrasah yang terbentuk dari pendidikan
lebih santun dan sopan serta tidak termotivasi dan terprovokasi terhadap aksi-aksi
yang tak beradab seperti tawuran pelajar, aksi anarkis, tindakan terorisme yang
sangat meresahkan bangsa ini. Lalu sejauh mana pendidikan di madrasah yang
Pembentukan Karakter.
yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan
atau jalan hidup seorang akan lebih bermakna dibandingkan yang lain.
bahwa setiap kejadian yang ada adalah bentuk beribadah keada Allah
SWT. Sholat dzikir bahkan bekerja bergaul merupkan ibadah kepada Allah
SWT.
Orang dengan spiritual quotien baik seharusnya memiliki visi yang baik
konsep iman keyainan yang tinggi akan Allah dan takdir bahwa baik buruk itu
tuntunan dari Allah SWT. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT :
kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika
sebutan “al mu’alim” atau “al ustadz” yang bertugas memberikan ilmu
pada majelis ta’lim (tempat memperoleh ilmu). Dalam hal ini al mu’alim
atau al ustadz juga mempunyai pengertian orang yang mempunyai tugas
Diantara peran guru seperti yang dikutip dari E. Mulyasa ialah sebagai
berikut :
Oleh karena itu guru harus memiliki standar kualitas yang mencakup
2) Guru sebagai pengajar: Sejak adanya kehidupan, sejak itu pula guru
Dalam hal ini, istilah perjalanan tidak hanya menyangkut fisik, tetapi
5) Guru sebagai penasehat bagi peserta didik, bahkan bagi orang tua
menjadi figur dan dijadikan dalil bagi para siswanya untuk meniru
perilaku tersebut. Hal ini wajar karena peserta didik dalam proses
dengan semua aspek yaitu: tuhan yang maha esa, diri sendiri,
didik supaya bisa menjadi individu yang positif dan berakhlak yang
2) Membangkitkan kreatifitas
informasi tentang keadaan karakter peserta didik saat ini, sehingga dapat
yang baik, tumbuh dalam karakter yang baik, tumbuh dengan kapasitas dan
mencapai tujuan yang sangat penting (Kemendiknas, 2010; Sani et al., 2020).
Realitas di lapangan menunjukkan bahwa banyak sekolah yang
adalah segalanya, (2) cara pandang ilmu dan teknologi yang keliru, (3)
pendidikan karakter tidak menjadi kebutuhan yang penting, (4) sikap atau
sesuatunya dengan cepat dan mudah, (6) nilai akademik menjadi ukuran
keberhasilan, (8) masuknya nilai dan cara pandang asing yang tidak dapat
diantisipasi.
karakter di sekolah, meliputi (1) moralitas adalah masalah pribadi dan harus
diajarkan oleh keluarga dan tempat ibadah, bukan sekolah, (2) masalah moral
sangat individual, sehingga sekolah tidak mungkin mengajarkan hal
tersebut pada anak didik di sekolah, (3) banyak guru tidak memiliki
kompetensi untuk mengajarkan moral pada anak didik, (4) moralitas datang
dari sumber Illahi yang tidak dapat diajarkan dalam konteks sekuler, (5)
bagian dari sekolah, (6) waktu yang diperlukan untuk mengajar karakter
didik yang berperilaku tidak terkendali, pasti yang menjadi “kambing hitam”
adalah guru, padahal 70% hidup anak tersebut ada di luar kendali guru,
dalam budaya sekolah belum berjalan dengan baik, dan (5) belum adanya
model evaluasi. Oleh karena itu, Pemerintah (dalam hal ini Kementerian
ditanamkan pada peserta didik. Mungkin dalam setiap semester tidak perlu
terlalu banyak, dua atau tiga karakter, tetapi guru dapat fokus
tersebut dalam diri peserta didik, atau bahkan sudah terbentuk habits
sampai pada moral action lebih baik dari pada banyak tetapi hanya sampai