Anda di halaman 1dari 11

Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam Perspektif Islam

(Berbasis Sirah Nabawiyah)

Abstrak:

Pendidikan karakter merupakan salah satu hal utama yang dibutuhkan oleh pelajar. Dengan
pendidikan karakter para pelajar dibentuk menjadi pribadi yang mempunyai karakter dan
nilai-nilai yang luhur dan santun, menjadikan mereka manusia yang tangguh menghadapi
keadaan dunia saat ini. Pendidikan karakter sendiri merupakan ruh dalam Pendidikan Islam
dan ilmunya bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Rasulullah SAW. telah diutus oleh
Allah SWT. untuk mengemban tugas mulia yakni memperbaiki akhlaq manusia di muka
bumi. Maka pendidikan karakter ialah salah satunya. Langkah untuk memperbaiki akhlaq
manusia adalah dengan mengedukasi, memberikan pendidikan dan pengertian, serta
memberikan mereka teladan yang baik. Rasulullah SAW. telah menjadi teladan yang baik
bagi umat manusia. Setiap sabda beliau, perbuatan, dan tindakan beliau Rasulullah SAW.
adalah teladan berakhlaq bagi kita. Keberhasilan pendidikan karakter ini tidak tergantung
pada baik atau tidaknya salah satu komponen pendidikan melainkan keterkaitan antara satu
sama lain dan tidak dapat dipisahkan.

Kata Kunci: pendidikan karakter, sirah nabawiyah, nilai keislaman

Pendahuluan
Dewasa ini, paradigma tentang aspek karakter menjadi hangat dibicarakan, khususnya
dalam dunia pendidikan. Banyak yang mengatakan bahwa masalah terbesar yang
dihadapi bangsa Indonesia terletak pada aspek moral. Terbukti dengan banyaknya
berita tentang tawuran pelajar, kasus-kasus narkoba, pembunuhan, hingga kasus
korupsi yang merajalela, dari tingkat elite hingga ke level yang paling bawah
sekalipun.

Prinsip mendasar tentang pengembangan karakter di Indonesia sejatinya telah


dirumuskan pada fungsi dan tujuan pendidikan nasional. Pasal 3 Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, menyatakan bahwa
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab”. Ketentuan undang-undang tersebut dapat dimaknai bahwa
pendidikan nasional mendorong terwujudnya generasi penerus bangsa yang memiliki
karakter religius, berakhlak mulia, cendekia, mandiri, dan demokratis. Seiring dengan
tujuan pendidikan ini pula, pemerintah telah mencanangkan pembangunan karakter
bangsa dengan empat nilai inti, yaitu jujur, cerdas, tangguh, dan peduli.

Dunia pendidikan Islam sekarang mengalami krisis di setiap tingkatnya. Kemunduran


ini disepakati oleh para ahli pendidikan Islam, meskipun mereka berbeda pendapat
tentang bentuk dan sebab krisis tersebut terjadi. Ada yang mengganggap krisis ini
terjadi karena ketidak lengkapan aspek materinya, ada yang menganggap karena
terjadinya krisis sosial masyarakat akibat masyarakat meninggalkan budayanya, ada
pula yang menganggap karena hilangnya qudwah hasanah, akidah yang shahih, dan
nilai-nilai Islami; dan ada juga yang menganggap bahwa krisis ini terjadi karena para
konseptor pendidikan salah membaca eksistensi manusia yang mengakibatkan salah
pula melihat eksisitensi anak didik. Terkait pendidikan karakter dapat ditilik dari
fungsi pendidikan Islam, yakni menjadikan manusia mampu mengembangkan seluruh
potensi yang dimilikinya sehingga berfungsi maksimal sesuai dengan aturan-aturan
yang digariskan oleh Allah Swt. Dan Rasulullah Saw. yang pada akhirnya akan
terwujud manusia yang utuh (insan kamil). Disini, fungsi pendidikan Islam
merupakan salah satu bentuk manifestasi cita-cita hidup untuk melestarikan,
menanamkan, dan mentransformasikan nilai-nilai Islam tersebut kepada generasi
penerusnya sehingga nilai-nilai kultural religius yang dicita-citakan dapat tetap
berfungsi dan berkembang sesuai dengan kemajuan zaman dan teknologi.

Pembahasan

Pengertian Pendidikan Karakter Dalam Perspektif Islam


Dari segi etimologi, karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark”
atau menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam
bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan
perilaku jelek lainnya dikatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang
berprilaku sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia. Secara
umum, istilah karakter sering diasosiasikan dengan apa yang disebut dengan
temperamen yang memberinya, seolah definisi yang menekankan unsur psikososial
yang dikaitkan dengan pendidikan dan konteks lingkungan.
Dalam bahasa Arab karakter disebut dengan istilah akhlak, yang oleh Ibnu
Maskawaih diartikan sebagai: hal linnafs da’iyah laha ila af’aliha min ghair fikrin wa
laa ruwiyatin. Artinya sifat atau keadaan yang tertanam dalam jiwa yang paling dalam
yang selanjutnya lahir dengan muda tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan
lagi.
Menurut Abd. Hamid sebagaimana dikutip Zubaedi (2012:66) menyatakan bahwa”.

‫االء خلق هى صفات االنسان االءدابية‬


Artinya:“Akhlak ialah segala sifat manusia yang terdidik”.
Memahami pernyataan tersebut dapat dimengerti bahwa sifat atau potensi yang
dibawa manusia sejak lahir, maksudnya potensi ini sangat tergantung bagaimana cara
pembinaan dan pembentukannya. Apabila pengaruhnya positif, maka sama seperti
pendidikan karakter, pendidikan akhlak juga outputnya adalah akhlak mulia dan
sebaliknya apabila pembinaannya negatif, yang terbentuk adalah akhlak mazmumah.
Maka dari itu al-Ghazali mendefinisikan akhlak sebagai berikut:

‫الخلق عبارة عن هيئة فى النفس راسخة عنها تصدر االء فعال يسهولة ويسر من غير حجة الى‬
‫فكروروية‬

Artinya:“Akhlaq adalah suatu perangai (watak/tabiat) yang menetap dalam jiwa


seseorang dan merupakan sumber timbulnya perbuatan-perbuatan tertentu dari dirinya
secara mudah dan ringan tanpa dipikirkan atau direncanakan sebelumnya”.
(Zubaedi.2012: 67)
Dari beberapa pengertian di atas maka, karakter tersebut sangat identik dengan
akhlak, sehingga karakter dapat diartikan sebagai perwujudan dari nilai-nilai perilaku
manusia yang universal serta meliputi seluruh aktivitas manusia, baik hubungan antar
manusia dengan tuhan (hablumminallah), hubungan manusia dengan manusia
(hablumminannas) serta hubungan manusia dengan lingkungannya. Oleh karena itu,
dalam perspektif islam, karakter atau akhlak mulia merupakan suatu hasil yang
dihasilkan dari proses penerapan syariat (ibadan dan muamalah) yang dilandasi oleh
fondasi aqidah yang kokoh dan bersandar pada al-Quran dan as-Sunah (hadis).
Jadi, pendidikan karakter menurut pandangan Islam adalah usaha sadar yang
dilakukan pendidik kepada peserta didik untuk membentuk kepribadian peserta didik
yang mengajarkan dan membentuk moral, etika, dan rasa berbudaya yang baik serta
berakhlak mulia yang menumbuhkan kemampuan peserta didik untuk memberikan
keputusan baik dan buruk serta mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-
hari dengan cara melakukan pendidikan, pengajaran, bimbingan dan pelatihan yang
berpedoman pada al-Quran dan as-Sunah.
Tidak mungkin karakter atau akhlak mulia akan terwujud pada diri seseorang apabila
ia tidak memiliki aqidah dan syariah yang benar. Seorang Muslim yang memiliki
aqidah atau iman yang benar pasti akan terwujud pada sikap dan perilaku dalam
kehidupan sehari-hari yang didasari oleh imannya. Sebagai contoh, orang yang
memiliki iman yang baik dan benar kepada Allah SWT ia akan selalu mentaati dan
melaksanakan seluruh perintah Allah SWT dan menjauhi seluruh larangan-larangan
Nya. Maka dari itu, ia akan selalu berbuat yang baik dan menjauhi hal-hal yang
dilarang (buruk).
Tujuan Pendidikan Karakter Dalam Perspektif Islam

Secara umum diketahui bahwa bila setiap orang sudah menjadi orang baik maka
masyarakat akan menjadi masyarakat yang baik. Adapun tujuan pendidikan islam
menurut muhaimin ada tiga fokus,
 pertama, terbentuknya insan kamil mempunyai wajah persaudaraan yang
menumbuhkan sikap egalitarianisme;
 Kedua, terciptanya insan kaffah yang memiliki dimensi-dimensi religius, budaya dan
ilmiah;
 Ketiga, penyadaran manusia sebagai hamba dan kholifah Allah.

Pendidikan Islam seharusnya merupakan pendidikan yang bergerak “dari dalam


ke luar” yakni pendidikan yang bertumpu pada pembentukan karakter (character
building) pada setiap individu yang akan secara dinamis bergerak membentuk
karakter kelompok, jama’ah, dan umat. Pendidikan ini dalam Islam disebut sebagai
pendidikan akhlak. Allah selalu menargetkan kondisi makarim al-akhlaq (akhlak
terpuji) dalam pencapian target pendidikan. Ada banyak ayat al-Qur’an yang
membahas konsep pencapaian akhlak terpuji ini, diantaranya; Q.S. al-Baqarah: 282,
Q.S. an-Nisa: 19, Q.S. al-A’raf: 31, Q.S. Yunus: 101, Q.S. al-Ahqaf: 15, Q.S. an-
Nahl: 90, Q.S. al-Isra: 26, Q.S. an-Nur: 27, Q.S. al-Muthaffifin: 1-3 dan
seterusnya.Konsep al-Qur’an tentang pendidikan lebih mengedepankan pendidikan
akhlak (karakter). Sebagiamana menurut Yusuf Qaradhawi menjelaskan bahwa:
“pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya baik akal maupun hati;
rohani dan jasmani; akhlak dan keterampilan. Sebab pendidikan Islam menyiapkan
manusia untuk hidup, baik dalam perang dan menyiapkan untuk menghadapi
masyarakat dengan segala kebaikan dsn kesejahteraannya, manis dan pahitnya.
Pendidikan yang intellectual minded sudah sangat pasti melahirkan generasi
yang berorientasi pada duniawi. Maka tidak heran jika masih banyak koruptor yang
berkeliaran di negeri yang mayoritas penduduknya beragama Islam ini. Bangsa kita
ini sudah mengalami sindrom kegamangan karakter. Ketiga hal ini tentu saja
berangkat dari konsep yang sudah diajarkan oleh al-Qur’an 14 abad silam. Spiritual
Internalization atau tauhid (Q.S. al-Ikhlash: 1-4), emotional values empowering atau
tadzhibu al-akhlaqi (seperti dalam Q.S. al-Hujurat: 2), penalaran intelektual atau
intellectual empowering (Q.S. al-‘Alaq: 1-5), dan penjabaran sosial atau socialization
(Q.S. Fushilat: 33). Ini semua berangkat dari al-Qur’an. Dengan kenyataan seperti ini,
sudah barang tentu kita harus kembali merujuk kepada al-Qur’an untuk membentuk
pendidikan karakter yang memang sudah sangat kering terasa di negeri ini. Al-Qur’an
dengan sangat tegas memberikan solusi yang nyata kepada kita untuk
mengembangkan kesadaran spiritual, emosional, dan intelektual yang tidak hanya
sekedar bergerak pada tataran teori namun “menguap” pada kenyataan sosial dalam
lingkungan masyarakat bahkan juga dapat dirasakan oleh makhluk Allah yang lain.
Inilah yang sering disebut sebagai Islam. Karakter yang baik adalah hasil internalisasi
nilai-nilai agama dan moral pada diri seseorang yang ditandai oleh sikap dan perilaku
yang positif. Seorang mukmin yang memiliki ilmu (kognitif/knowledge), dan mampu
memanfaatkan ilmunya dalam kehidupan, sebagai amalnya (motorik/skill) dengan
akhlak mulia (nilai dan sikap/attitude), sehingga berdampak rahmatan lil alamin.
Individu yang berkarakter sesuai dengan ajaran Islam adalah pribadi yang integral,
yaitu integrasi antara iman, ilmu dan amal.
Tujuan dari pendidikan karakter menurut Islam adalah menjadikan manusia
yang berakhlak mulia. Dalam hal ini yang menjadi tolak ukur adalah akhlak Nabi
Muhammad SAW dan yang menjadi dasar pembentukan karakter adalah al-Quran.
Tetapi kita kita harus menyadari tidak ada manusia yang menyamai akhlaknya dengan
Nabi Muhammad SAW. Seperti dalam hadits berikut ini:
"Rasulullah SAW Manusia Paling Baik Akhlaknya"

‫ َك اَن َر ُسوُل ِهَّللا َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم ِم ْن َأْح َس ِن الَّناِس ُخُلًقا‬:‫ َرِض َي ُهَّللا َع ْنُه‬،‫ َع ْن َأَنٍس‬:‫َقاَل َأُبو اْلِّتَّياِح‬
Artinya: "Abut Tayyah telah meriwayatkan dari Anas r.a. hadis berikut: Rasulullah
Saw. adalah orang yang paling baik akhlaknya".
Tujuan pendidikan karakter menurut Islam adalah membentuk pribadi yang berakhlak
mulia, karena Akhlak mulia adalah pangkal kebaikan. Orang yang berakhlak mulia
akan segera melakukankebaikan dan meninggalkan keburukan. Islam sebagai agama
tentu dasarnya adalah al-Qur’an dan Hadis. Oleh karena itu, dasar pendidikan Islam
sama dengan dasar agama Islam. Dasar tersebut dikembangkan dalam pemahaman
ulama dalam bentuk ijtihad meliputi qiyas, ijma’ yang diakui. Pendidikan Islam
berhubungan erat dengan agama Islam itu sendiri, lengkap dengan akidah, syariah,
dan sistem kehidupannya. Hubungan antara pendidikan Islam dengan agama Islam
dapat digambarkan dalam pokok-pokok sebagai berikut:
1. Agama Islam menyeru agar beriman dan bertakwa.
Pendidikan Islam berupaya menanamkan ketakwaan itu dan mengembangkannya agar
bertambah terus sejalan dengan pertambahan ilmu.
2. Agama Islam menekankan pentingnya akhlak.
Tujuan umum pendidikan Islam sebenanrnya sinkron dengan tujuan agama Islam,
yaitu berusaha mendidik individu mukmin agar tunduk, bertakwa, dan beribadah
kepada Allah, sehingga memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. Olehnya itu
Allah mengutus para Rasul untuk menjadi guru dan pendidik serta menurunkan kitab
samawi. Jejak para Rasul selanjutnya diikuti oleh para ulama yang dinyatakan sebagai
pewaris para Nabi. Dengan demikian, pendidikan Islam sesungguhnya merupakan
kumpulan metode dan alat tradisional (turun-temurun) tetapi sekaligus rasional-sosial
dan ilmiah-empiris dalam mendidik, melatih, serta mengembangkan individu agar
bertakwa dan tunduk kepada Allah. Uraian tersebut menunjukkan hubungan yang erat
antara ilmu dan iman. Setelah memaparkan tujuan umum yang berpusat pada
ketakwaan dan kebahagiaan, dapat digali tujuan-tujuan khusus sebagai berikut :
a) Mendidik individu yang saleh dengan memperhatikan segenap dimensi
perkembangannya; rohaniah, emosional, sosial, intelektual, dan fisik. Pendidikan
aspek rohani misalnya, merupakan kebutuhan primer setiap individu. Tetapi
kebutuhan ini telah tertutup oleh materialisme, sehingga menyebabkan kegelisahan,
depresi, dan persaingan yang diakibatkan karena kebencian. Dalam pendidikan aspek
emosional, Islam berupaya mengantar individu untuk mencapai kematangan
emosional. Islam mengakui bahwa manusia memiliki emosi seperti kasih sayang,
sedih, gembira, dan marah. Namun, Islam memperlakukan emosi tersebut secara
seimbang dengan memenuhi tuntutannya dengan tidak berlebihan maupun
kekurangan. Ibadah-ibadah dalam Islam umpamanya, jika dilaksanakan secara benar,
akan mengantar seseorang kepada kematangan emosional. Zakat akan menumbuhkan
rasa cinta berbuat baik dan membatasi rasa cinta memiliki. Ibadah haji akan
menambah kepekaan untuk rendah hati dan menguatkan makna-makna kasih sayang.
Sedangkan pendidikan dari aspek intelektual, Islam berupaya agar individu memiliki
intelektualitas yang sehat.
Olehnya itu, Islam membebaskan akal dari berbagai belenggu dan memberi
kebebasan berpikir tentang segala sesuatu kecuali hal-hal yang gaib yang bukan
lapangan akal. Manusia hendaknya cukup berpikir tentang tanda-tanda kekuasaan
Allah, baik kealaman, sosial ataupun kejiwaan, kemudian mengambil hikmah dari
semua itu.
b) Mendidik anggota kelompok sosial yang saleh, baik dalam keluarga maupun
masyarakat muslim, yaitu dengan menanamkan kepedulian sosial serta membekali
keterampilan mental atau kerja atau keduanya, sehingga menjadi anggota yang
berguna bukan menjadi beban bagi masyarakat. Mendidik manusia yang saleh bagi
masyarakat insani yang besar yaitu dengan mencintai umat manusia dan ikut andil
dalam mengembangkannya. Dengan demikian, pada dasarnya tujuan pendidikan
Islam sejalan dengan pendidikan karakter. Hanya saja terkadang keseluruhan tersebut
tidak tercapai dalam proses belajar mengajar sehingga peserta didik hanya
berorientasi pada nilai kredit dan kelulusan.

A. Konsep Dasar pendidikan Karakter

Dalam konsep pendidikan Islam hal yang paling utama dilakukan adalah
menggunakan metodologi pendidikan Islam yang bersumber dari wahyu Allah, yang
secara tidak langsung berhubungan dengan iman manusia. Seseorang akan dikatakan
memiliki iman yang benar dan sesuai syari’at Islam jika ia memiliki akhlak yang baik.
Jadi, akhlak yang baik merupakan tanda kesempurnaan iman Seseorang kepada Allah
SWT.
Dalam proses pendidikan manusia, kedudukan akhlak dipandang sangat penting
karena menjadi pondasi dasar sebuah bangunan diri yang nantinya akan jadi bagian
dari masyarakat. Akhlak dalam Islam memiliki nilai yang mutlak karena persepsi
antara akhlak baik dan buruk memiliki nilai yang dapat diterapkan pada kondisi
apapun. Hal ini sesuai dengan fitrah manusia yang menempatkan akhlak sebagai
pemelihara eksis-tensi manusia sebagai makhluk Allah yang paling mulia. Akhlaklah
yang mem-bedakan manusia dengan makhluk yang lainnya, sebab tanpa akhlak,
manusia akan ke-hilangan derajat sebagai hamba Allah paling terhormat.
Hal ini disebutkan Allah dalam QS. At-Tin: 4-6

‫َلَقْد َخ َلْقَنا اِإْل ْنَس اَن ِفي َأْح َس ِن َتْقِو يٍم‬


‫ُثَّم َر َد ْد ٰن ُه َاْس َفَل ٰس ِفِلْيَن‬
‫ِااَّل اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْو ا َو َع ِم ُلوا الّٰص ِلٰح ِت َفَلُهْم َاْج ٌر َغْيُر َم ْم ُنْو ٍۗن‬

Artinya: "Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-
baiknya. Kemudian Kami kembalikan Dia ke tempat yang serendah-rendahnya
(neraka), Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka bagi
mereka pahala yang tiada putus-putusnya.
Istilah karakter, dalam kajian Pusat Bahasa Depdiknas diartikan sebagai “bawaan,
hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen,
watak”. Sedangkan berkarakter dimaknai “berkepribadian, berperilaku, bersifat,
bertabiat, dan berwatak”. Menurut Tadkiroatun Musfiroh, seperti yang dikutip
Mujtahid, bahwa karakter mengacu kepada serangkaian sikap (attitudes), perilaku
(behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills). Dalam bahasa Yunani,
karakter berarti “to mark” atau menandai dan memfokuskan bagaimana
mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku. Karakter
merupakan kaidah-kaidah yang menjadi ukuran baik dan buruk terhadap suatu sikap.
Karakter adalah nilai-nilai yang semuanya mengarah ke arah kebaikan (mengerti
dengan semua nilai kebaikan, mau berbuat baik kepada siapa saja tanpa membeda-
bedakan, nyata berkehidupan baik, dan berdampak baik terhadap lingkungan) yang
tertanam dalam diri dan terlaksana ke-dalam semua perilaku di kesehariannya.
Karakter berkaitan dengan Aqidah , akhlak , sikap, pola perilaku dan atau kebiasaan
yang mempengaruhi interaksi seseorang terhadap Tuhan dan lingkungannya. Karakter
menentukan sikap, perkataan dan tindakan.
Setiap masalah, Ujian yang dihadapi dalam kehidupan dan kesuksesan yang
dicapai seseorang pasti sangat dipengaruhi oleh karakter yang dimiliki. Karakter/
watak yang baik secara nyata akan memancar dari hasil yang dipikirkan, hati yang
selalu merasakan , dan semua aspek yang dilakukan oleh seseorang maupun
berbentuk organisasi. Karakter merupakan ciri khas seseorang atau sekelompok orang
yang mengandung nilai, kompetensi diri, kapasitas moral, dan ketegaran dalam
menghadapi semua masalah dan ujian yang ada di hadapan.
Tujuan pendidikan karakter itu sendiri berbeda-beda antara negara satu dengan
yang lainnya, yang dipengaruhi oleh kultur dan pandangan hidup masing-masing
negara. Pendidikan karakter dalam perspektif Islam memiliki tujuan yang sangat jelas
yaitu membentuk anak didik yang berakhlaq mulia.
Implementasi pendidikan karakter dalam Islam tersimpul dalam karakter pribadi
Rasulullah SAW. Dalam pribadi Rasul, bersemai nilai-nilai akhlak yang agung dan
mulia. Al Qur’an surat Al-Ahzab ayat 21 menyatakan:

َ ‫َلَقْد َك اَن َلُك ْم ِفْي َر ُسْو ِل ِهّٰللا ُاْس َو ٌة َح َس َنٌة ِّلَم ْن َك اَن َيْر ُجوا َهّٰللا َو اْلَيْو َم اٰاْل ِخَر َو َذ َك َر َهّٰللا َك ِثْيًر ۗا‬

Artinya : “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari
kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (Q.S Al-Ahzab:21)”.
Pada ayat tersebut dijelaskan bahwa pendidikan karakter dalam perspektif Al-
Qur’an dan hadits, telah ada sejak zaman Rasul, di mana Rasul sendiri merupakan
role model dalam pembelajaran. Sebab, tidak diragukan lagi bahwa semua yang ada
dalam diri Rasulullah SAW merupakan pencapaian karakter yang agung, tidak hanya
bagi umat Islam tetapi juga bagi umat di seluruh dunia. Dengan demikian, semakin
jelas bahwa pendidikan gaya Rasulullah SAW merupakan penanaman pendidikan
karakter yang paling tepat bagi anak didik. Pendidikan karakter yang berbasis Al
Qur’an dan Assunnah, gabungan antara keduanya yaitu menanamkan karakter tertentu
sekaligus memberi benih agar peserta didik mampu menumbuhkan karakter khasnya
pada saat menjalani kehidupannya. Hanya menjalani sejumlah gagasan atau model
karakter saja tidak akan membuat peserta didik menjadi manusia kreatif yang tahu
bagaimana menghadapi perubahan zaman, sebaliknya membiarkan sedari awal agar
peserta didik mengembangkan nilai pada dirinya tidak akan berhasil mengingat
peserta didik tidak sedari awal menyadari kebaikan dirinya.

Sirah Nabawiyah Tentang Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter pada kisah nabi ibrahim AS


Pada bulan Zulhijah kita akan teringat sosok yang mulia yaitu nabi Ibrahim As. Sosok
profetik dari seorang manusia pilihan yang patut diteladani dalam kehidupan.
Julukannya sebagai kesayangan Allah (khalilullah) dan bapaknya para nabi,
menjadikan Nabi Ibrahim As dicintai Allah dan keturunannya yang menjadi nabi dan
rasul. Dari kisahnya, begitu banyak pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti,
pendidikan moral, dan pendidikan akhlak yang kesemuanya itu kita sebut sebagai
pendidikan karakter. Karakter seseorang tidak serta merta muncul dengan sendirinya,
tetapi butuh proses dari sebuah studi, pengalaman-pengalaman yang dialaminya
sampai proses pembersihan jiwa (tazkiyatun nafs). Proses pembersihan jiwa akan
mengantarkan seseorang memiliki keimanan yang tertancap kuat di hati dan
menjadikan hati lebih terang, bersih dan sehat. Maka, hati yang terang, bersih dan
sehat akan berpengaruh kepada cara pandang, kebiasaan, perkataan, sikap, budaya,
hingga menjadi sebuah karakter. Dalam pendidikan karakter, akan melekat pada diri
seseorang baik etika, moral, norma dan akhlak yang mendasari perkataan dan
perbuatan seseorang dalam setiap langkah hidupnya. Perangainya menjadi acuan dan
teladan bagi orang-orang disekitarnya. Keimanannya kepada Allah SWT
membuahkan kebersihan hati yang jernih bagi nabi Ibrahim Alaihissalam. Walaupun
setan terus menggodanya untuk menggagalkan misinya dalam setiap titah tuhan-Nya.
Ketaatan, kepatuhan, kesabaran, pengorbanan, dan nilai-nilai keilahian selalu melekat
dalam dirinya. Pendidikan karakter dalam kisah nabi Ibrahim merupakan hasil dari
sebuah keimanannya kepada Allah Swt. Dalam kisah nabi Ibrahim Alaihissalam, ada
pendidikan karakter yang bisa kita contoh. sedari kecil nabi Ibrahim Alaihissalam
mempunyai seorang ayah yang bernama Azar. Walaupun berbeda prinsip dan
keyakinan, Ibrahim kecil tetap menunjukkan ketinggian budipekerti dan akhlak yang
ditunjukkan dengan perkataan dan sikap yang baik, kata yang lembut bahkan
mendoakan agar ayahnya itu mendapat hidayah dan ampunan Allah Swt.
Nabi Ibrahim Alaihissalam tetap mempertahankan tauhidnya di tengah para
penyembah berhala. Sikap dan perkataannya serta prinsip yang teguh memurnikan
tauhid menjadikan karakter kecil nabi Ibrahim Alaihissalam berpegang teguh dan
bersandar hanya kepada Allah Swt. Ketika dewasa, nabi Ibrahim Alaihissalam harus
berhadapan dengan seorang raja yang bengis yang juga mengaku tuhan yaitu Namrud.
Dialog yang cerdas pun dibangun dengan sebuah narasi argumentatif rasional yang
menggugah kesadaran para pengikut Namrud agar tidak menyembah berhala. hal ini
digambarkan dalam surat al-anbiya ayat 52-67.
Sikap dan tutur katanya dalam menyampaikan kebenaran menjadi keteguhan dan
keyakinan bahwa untuk mengungkap kebenaran dibutuhkan keberanian. Untuk
mengubah keadaan, situasi agar kaumnya beriman kepada Allah Swt tidak mudah
seperti membalikkan kedua belah tangan. Risiko yang besar bahkan nyawa
dipertaruhkan. Hingga nabi Ibrahim Alaihissalam akan dibakar hidup-hidup oleh
Namrud. Ketawakalan dan kepasrahannya kepada Allah Swt menjadikan api menjadi
dingin dan penyelamat baginya. Hal ini terungkap dalam surat al-anbiya ayat 28 dan
69.
Seyogya pendidikan karakter dari kisah nabi Ibrahim Alaihissalam adalah sebuah
contoh dan keteladanan untuk manusia sebagai manifestasi dalam kehidupan sehari-
hari. Pendidikan karakter yang berketuhanan yang Maha Esa (karakter spiritual-
tauhid), kemanusiaan (karakter humanisme-religius), persatuan (karakter integritas-
nasionalis), musyawarah (karakter kolaborasi-dialogis) dan keadilan sosial (karakter
keshalihan sosial) yang semuanya itu juga terangkum pada karakter pancasila.

PENUTUP

Pendidikan karakter merupakan upaya-upaya yang dirancang dan


dilaksanakan secara sistematis untuk membantu peserta didik memahami nilai-nilai
perilaku manusia yang berhubungan dengan Allah, diri sendiri, sesama manusia,
lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan,
dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat
istiadat. Pendidikan karakter melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan
(feeling), dan tindakan (action). Ketika hal tersebut dapat berjalan beriringan, maka
akan terbentuk karakter seseorang yang bisa baik atau buruk. Pendidikan Islam pada
dasarnya sesuai dengan tujuan pendidikan karakter yang menekankan pentingnya
kesatuan antara pengetahuan, sikap, dan perilaku. Hanya saja pendidikan Islam dalam
implementasinya belum mampu mewujudkannya. Hal ini disebabkan masih lemahnya
kesadaran dari orang tua, guru, dan masyarakat dalam membentuk pendidikan
karakter anak sejak dini. Pergantian kurikulum yang terjadi belum mampu
menemukan formulasi yang tepat sehingga kesannya hanya ganti sampul dan
menggugurkan kewajiban. Belum lagi perhatian pemerintah terhadap dunia
pendidikan masih setengah hati, terbukti masih banyaknya sekolah yang tidak
memenuhi standar, alokasi dana pendidikan yang tidak memadai dan salah sasaran.
Ke depan, pendidikan Islam harus menjadi solusi dengan menekankan pada
pentingnya mengimplementasikan nilai-nilai luhur, baik yang diadoposi dari ajaran
agama maupun budaya lokal dalam bentuk pembiasaan sejak dini ketimbang hanya
menanamkan ideologi pada tataran wacana. Mengembalikan citra positif dunia
pendidikan khususnya pendidikan Islam merupakan tanggung jawab bersama tanpa
harus melempar kesalahan kepada pihak tertentu saja.
Daftar Pustaka

Cahyono, G. (2017). Pendidikan Karakter Perspektif Al-Quran dan Hadits. Jurnal Dosen
IAIN Salatiga.

Mujtahid. (2016). Model Implementasi Pendidikan Karakter Melalui Pendekatan


Terintegrasi dalam Perkuliahan. Jawa Timur: UIN Maulana Malik Ibrahim.

Mukromin. (2016). Implementasi Pendidikan Karakter di Pesantren. Yogyakarta: UNSIQ


UIN Yogyakarta.
Syafri, U. A. (2014). Metodologi Pendidikan akhlak dalam Perspektif Al-Quran (Analisis
Terhadap Ayat Al-Quran berlafadz ya ayyuhalladzina amanuu). Jakarta: UIN
Syarief Hidayatullah.

Koesoemo A, Doni. (2010). Pendidikan Karakter. Jakarta: Grasindo.

Maskawih, Ibnu. (1934). Tahdzib Al-Akhlak wa Tathir al- A’roq. Mesir: Al Mathba’ah al
Misriyah.

Tafsir, Ahmad. (2006). Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.

Yasin, A. Fatah. (2008). Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam. Malang: UIN Malang Press.

Gunawan, Heri. (2013). Kurikulum dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Bandung:
Alfabeta.

Tobroni. (2010). Pendidikan Karakter dalam Perspektif Islam. Malang:


tobroni.staff,umm.,ac,id.

Poerwadarminto. (2007). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Syafi’i, Ulil Amri. (2012). Pendidikan Karakter Berbasis Al-Quran. Jakarta: Rajawali Pers.

Departemen Agama Islam Republik Indonesia Al-Quran Surah Al-Ahzab ayat 2.

Darmawan, Deni.(9 Agustus 2020).Pendidikan Karakter Pada Kisah Nabi Ibrahim AS.
https://kumparan.com/deni-darmawan-official/pendidikan-karakter-pada-kisah-nabi-ibrahim-
as-1ty7r6w56Ln (diakses pada 28 Mei 2022 pukul 12:30 WIB).

Anda mungkin juga menyukai