Anda di halaman 1dari 8

PENDIDIKAN KARAKTER DALAM KONSEP ISLAM

Essay ini disusun guna memenuhi tugas Agama islam

Ditulis oleh:
PUTRI WULAN NINGSIH

Asal Institusi:
Bisnis Digital
Universitas Pelita Bangsa
PENDAHULUAN
Saat ini kita berada pada era global. Arus globalisasi membawa dampak terhadap
karakter masyarakatnya. Globalisasi memunculkan pergeseran nilai, nilai lama semakin
meredup, yang digeser dengan nilai-nilai baru yang belum tentu pas dengan nilai-nilai
kehidupan di masyarakat. Globalisasi, selain berdampak pada pergeseran nilai, juga
berdampak pada pendidikan sebuah bangsa.
Kita semua menyadari bahwa pendidikan sesungguhnya bukan sekedar transfer ilmu
pengetahuan melainkan sekaligus juga transfer nilai. Untuk itu, penanaman nilai-nilai budaya
dan karakter bangsa dalam pendidikan merupakan pilar penyangga demi tegaknya pendidikan
di Indonesia.
Pendidikan karakter dimaknai sebagai pendidikan nilai, budi pekerti, pendidikan
moral, pendidikan watak yang tujuannya untuk mengembangkan kemampuan untuk
memberikan keputusan baik buruk,mewujudkan kebaikan dalam kehidupan sehari-hari
dengan sepenuh hati sebagai cita-cita luhur dalam dunia pendidikan. Oleh karena itu,
membangun karakter adalah keabutuhan yang sangat penting di Indonesia, secara khusus
dalam meningkatkan karakter anak muda sebagai penerus bangsa. Untuk membentuk akhlak
mulia diperlukan pendidikan karakter. Pendidikan sangat menentukan terhadap pembentukan
watak, kepribadian, karakter dan budi pekerti manusia. Pendidikanlah yang paling
bertanggung jawab atas fenomena kejahatan, tindak kriminal, perbuatan asusila, korupsi,
penggunaan narkoba dan keburukan lainnya. Menyadari hal itu, perlulah ditekankan program
pendidikan karakter untuk meningkatkan kualitas individu dan masyarakat. Berkaitan dengan
hal tersebut, dalam essay ini saya akan membahas mengenai pendidikan karakter dalam
konsep Islam. Pendidikan karakter dalam perspektif islam memiliki kesamaan dengan
pendidikan moral. Sebagai kitab suci qur 'an menjadi dasar islam di semua bidang kehidupan
termasuk pada masalah moral; Allah berfirman, yang berarti “dan sesungguhnya engkau
(muhammad ) memiliki karakter yang mulia“. Karena hal itu, dapat disimpulkan bahwa nabi
muhammad, dikirim ke bumi tidak lain untuk memperbaiki karakter semua manusia.
PENGERTIAN DAN TUJUAN KARAKTER
Dari segi etimologi, karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” atau
menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk
tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek
lainnya dikatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang berprilaku sesuai dengan
kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia. Secara umum, istilah karakter sering
diasosiasikan dengan apa yang disebut dengan temperamen yang memberinya, seolah definisi
yang menekankan unsur psikososial yang dikaitkan dengan pendidikan dan konteks
lingkungan. (koesoema, 2010)
Orang berkarakter berarti orang yang berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, atau
berwatak. Dengan makna tersebut berarti karakter identik dengan kepribadian atau akhlaq.
Seiring dengan pengertian ini, ada yang berpendapat bahwa baik buruknya karakter manusia
sudah menjadi bawaan dari lahir. Jiwa bawaannya baik, maka manusia itu akan berkarakter
baik, dan sebaliknya jika bawaannya jelek, maka manusia itu akan berkarakter jelek. Jika
pendapat ini benar, maka pendidikan karakter tidak ada gunanya, karena tidak akan mungkin
merubah karakter orang yang sudah taken for granted. Sementara itu sekelompok orang yang
lain berpendapat berbeda, yakni bahwa karakter bisa dibentuk dan diupayakan, sehingga
pendidikan karakter menjadi sangat bermakna untuk membawa manusia dapat berkarakter
yang baik. Dari penjelasan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian pendidikan
karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai moral kepada warga sekolah yang
meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan dan tindakan untuk melaksanakan
nilai-nilai tersebut.
Dalam bahasa Arab karakter disbut dengan istilah akhla, yang oleh Ibnu Maskawaih diartikan
sebagai: hal linnafs da’iyah laha ila af’aliha min ghair fikrin wa laa ruwiyatin. Artinya sifat
atau keadaan yang tertanam dalam jiwa yang paling dalam yang selanjutnya lahir dengan
muda tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan lagi. (Tahdzib al-Akhlak wa Tathir al-
A’raq, 1934)
Secara akademik Pendidikan karakter dimaknai sebagai pendidikan nilai, budi pekerti,
pendidikan moral, pendidikan watak yang tujuannya adalah bagaimana mampu
mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik buru,
memelihara apa baik akan mewujudkan kebaikan dalam kehidupan sehari-hari dengan
sepenuh hati, untuk membentuk penyempurnaan diri individu secara terus-menerus dan
melatih kemampuan diri demi menuju kearah hidup yang lebih baik. Sesuai dengan tujuan
pendidikan, adalah manusia yang baik. (Ahmad Tafsir, 1942)
Dapatlah dipahami bahwa karakter identik dengan akhlaq, sehingga karakter merupakan
nilai-nilai perilaku manusia yang universal yang meliputi seluruh aktivitas manusia, baik
dalam rangka berhubungan dengan Tuhannya, dengan dirinya, dengan sesama manusia,
maupun dengan lingkungannya, yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan
perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata karma, budaya, dan adat istiadat.
Dengan ungkapan lain, karakter cenderung diidentikkan dengan personalitas atau
kepribadian. Orang yang memiliki karakter berarti memiliki kepribadian. Keduanya diartikan
sebagai totalitas nilai yang dimiliki seseorang yang mengarahkan manusia dalam menjalani
kehidupan. Totalitas nilai meliputi tabiat, akhlaq, budi pekerti dan sifat-sifat kejiawaan
lainya. Karakter juga diartikan sebagai kumpulan tata nilai yang menuju pada suatu sistem
yang melandasi pemikiran, sikap, dan prilaku yang ditampilkan. Perilaku tertentu seseorang,
sikap atau pikirannya yang dilandasi oleh nilai tertentu akan menunjukkan karakter yang
dimilikinya. Pengertian karakter di atas menunjukkan dua pengertian.
a. Karakter menunjukkan bagaimana seseorang bertingkah laku. Dimana prilaku tersebut
merupakan manifestasi dari karakter. Orang yang berprilaku tidak jujur, rakus dan kejam,
tentulah ia memanifestasikan perilaku/karakter buruk. Sebaliknya, apabila orang berperilaku
jujur, suka menolong tentu orang tersebut memanifestasikan karakter mulia.
b. Istilah karakter berkaitan dengan dengan personality. Seseorang baru bisa disebut orang
yang berkarakter (a person of character) apabila tingkah lakunya sesuai dengan kaidah moral.

PENDIDIKAN KARAKTER
Pengertian
Terminologi pendidikan karakter mulai dikenalkan sejak tahun 1900-an. Thomas Lickona
dianggap sebagai pengusungnya, terutama ketika ia menulis buku yang berjudul The Return
of Character Education dan kemudian disusul bukunya, Educating for Character: How Our
School Can Teach Respect and Responsibility. Melalui buku-buku itu, ia menyadarkan dunia
Barat akan pentingnya pendidikan karakter. Pendidikan karakter menurut Lickona
mengandung tiga unsur pokok, yaitu mengetahui kebaikan (knowing the good), mencintai
kebaikan (desiring the good), dan melakukan kebaikan (doing the good) (Lickona, 1991: 51).
Frye mendefinisikan pendidikan karakter sebagai, “A national movement creating schools
that foster ethical, responsible, and caring young people by modeling and teaching good
character through an emphasis on universal values that we all share”. Pendidikan karakter
kemudian dijadikan gerakan nasional yang menjadikan sekolah sebagai agen untuk
membangun karakter siswa melalui pembelajaran dan pemodelan. Melalui pendidikan
karakter, sekolah harus berpretensi untuk membawa peserta didik memiliki nilai-nilai
karakter mulia seperti hormat dan peduli pada orang lain, tanggung jawab, memiliki
integritas, dan disiplin. Di sisi lain pendidikan karakter juga harus mampu menjauhkan
peserta didik dari sikap dan perilaku yang tercela dan dilarang.
Kini pendidikan karakter menjadi suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga
terdidik yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk
nilai-nilai tersebut. Pendidikan karakter dimaksudkan untuk membentuk individu menjadi
seorang pribadi bermoral yang dapat menghayati kebebasan dan tanggung jawabnya, dalam
relasinya dengan orang lain dan dunianya dalam komunitas pendidikan. Dengan demikian
pendidikan karakter senantiasa mengarahkan diri pada pembentukan individu bermoral,
cakap mengambil keputusan yang tampil dalam perilaku, sekaligus mampu berperan aktif
dalam membangun kehidupan bersama. (Fihris, 2010)
Tujuan pendidikan karakter
Manusia secara natural memiliki potensi di dalam dirinya untuk bertumbuh dan berkembang
mengatasi keterbatasan manusia dan keterbatasan budayanya. Manusia juga tidak dapat abai
terhadap lingkungan sekitarnya. Karena itu, tujuan pendidikan karakter hendaklah diletakkan
dalam kerangka gerak dinamis diakletis, berupa tanggapan individu atau impuls natural (fisik
dan psikis), sosial, kultural yang melingkupinya, untuk dapat menempa diri menjadi
sempurna sehingga potensi-potensi yang ada dalam dirinya berkembang secara penuh dan
membuatnya semakin menjadi manusiawi, yang berarti semakin menjadi makhluq yang
mampu membuat relasi secara sehat dengan lingkungan di luar dirinya tanpa kehilangan
otonomi dan kebebasannya, sehingga ia menjadi manusia yang memiliki sifat tanggungjawab.
Pendidikan karakter mengutamakan pertumbuhan moral individu-individu yang ada di dalam
lembaga pendidikan. (koesoema, Pendidikan karakter, 2010)
PENDIDIKAN KARAKTER DALAM KONSEP ISLAM
setelah mengetahui tentang konsep pendidikan karakter yang telah dijelaskan di atas, maka
dalam pandangan Islam terhadap pendidikan karakter seperti apa, Apakah sama dengan
akhlak? Ataukah sebaliknya?. Sebagaimana yang diungkap oleh Ahmad Tafsir bahwa
karakter adalah sama dengan akhlak. Sehingga dengan demikian, bahwa pendidikan karakter
adalah pendidikan akhlak. Sebagaimana penulis identifikasi bahwa kata akhlak. dalam bahasa
Indonesia, biasanya diterjemahkan dengan budipekerti atau sopan santun atau kesusilaan.
Dalam bahasa Inggris, kata akhlak disamakan dengan “moral” atau ethic, yang samasama
berasal dari bahasa Yunani, mores dan ethicos yang berarti kebiasaan. Secara etimologi
akhlak mempunyai beberapa pengertian, sebagaimana yang disebutkan oleh beberapa tokoh
diantaranya adalah: Pertama, Ibn Maskawaih bahwa khuluq atau akhlak adalah keadaan gerak
jiwa yang mendorong untuk melakukan perbuatan-perbuatan dengan tanpa memerlukan
pemikiran. Kedua, al-Ghazali mengatakan bahwa khuluk atau akhlak adalah keadaan jiwa
yang menumbuhkan perbuatan dengan mudah tanpa perlu berfikir terlebih dahulu. Ketiga,
Ahmad Amin bahwa akhlak adalah kehendak yang dibiasakan. Maksudnya, jika kehendak
tersebut membiasakan sesuatu, maka kebiasaan tersebu takhlak. Keempat, Rahmad Djatnika
bahwa akhlak, adat atau kebiasaan adalah perbuatan yang diulangulang. Dengan penjelasan
tersebut dapat disimpulkan bahwa pengertian akhlak adalah kehendak yang dibiasakan,
sehingga mampu menimbulkan perbuatan. dengan mudah, tanpa pertimbangan pemikiran
terlebih dahulu. Akhlak atau karakter sangat penting, karena akhlak adalah kepribadian yang
mempunyai tiga komponen, yaitu tahu (pengetahuan), sikap, dan perilaku. Hal tersebut
menjadi penanda bahwa seseorang layak atau tidak layak disebut manusia. Karakter adalah
watak, sifat, atau hal-hal yang memang sangat mendasar yang ada pada diri seseorang. Hal-
hal yang sangat abstrak yang ada pada diri seseorang. Sering orang menyebutnya dengan
tabiat atau perangai. Dalam pandangan Islam bahwa pendidikan karakter dalam Islam yang
memiliki keunikan dan perbedaan dengan pendidikan karakter di dunia Barat. Perbedaan-
perbedaan tersebut mencakup penekanan terhadap prinsip-prinsip agama yang abadi, aturan
dan hukum dalam memperkuat moralitas, perbedaan pemahaman tentang kebenaran,
penolakan terhadap otonomi moral sebagai tujuan pendidikan moral, dan penekanan pahala
diakhirat sebagai motivasi perilaku bermoral, yang sebagaimana diungkapkan oleh Allah
dalam firman-Nya surat alBaqarah. Yang artinya: “Jika kamu melahirkan sesuatu kebaikan
atau menyembunyikan atau memaafkan sesuatu kesalahan (orang lain), maka sesungguhnya
Allah Maha pema'af lagi Maha Kuasa”. Dengan ayat tersebut, maka akhlak dalam Islam
sangat mulya dan agung bagi orang yang mampu melakukannya.
Dalam hadits Nabi Muhammad SAW yang artinya bahwa: Dari Nawwas bin Sam‟anal-
Anshori ra. Ia berkata: Aku bertanya kepada Rasulullah mengenai arti kebajikan dan dosa.
Beliaupun bersabda,“Kebaikan itu ialah budi pekerti yang indah. Dan dosa ialah perbuatan
atau tindakan yang menyesakkan dada. Padahal engkau sendiri malu perbuatan itu nanti
diketahui orang”. Dari hadits tersebut jelas bahwa Nabi Muhammad SAW sangatlah
memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan akhlak, bahkan Nabi Muhammad dalam hadits
di atas menyebutkan orang yang berakhlak adalah orang mampu melakukan kepada sebuah
kebaikan. Dalam sabdabnya yang lain bahwa:“Sesungguhnya Aku diutus untuk
menyempurnakan akhlak manusia.”
Pendidikan Islam seharusnya merupakan pendidikan yang bergerak “dari dalam ke luar”
yakni pendidikan yang bertumpu pada pembentukan karakter (character building) pada setiap
individu yang akan secara dinamis bergerak membentuk karakter kelompok, jama’ah, dan
umat. Pendidikan ini dalam Islam disebut sebagai pendidikan akhlak. Allah selalu
menargetkan kondisi makarim al-akhlaq (akhlak terpuji) dalam pencapian target pendidikan.
Ada banyak ayat alQur’an yang membahas konsep pencapaian akhlak terpuji ini, diantaranya;
Q.S. al-Baqarah: 282, Q.S. an-Nisa: 19, Q.S. al-A’raf: 31, Q.S. Yunus: 101, Q.S. al-Ahqaf:
15, Q.S. an-Nahl: 90, Q.S. al-Isra: 26, Q.S. an-Nur: 27, Q.S. al-Muthaffifin: 1-3 dan
seterusnya. Konsep al-Qur’an tentang pendidikan lebih mengedepankan pendidikan akhlak
(karakter). Sebagiamana menurut Yusuf Qaradhawi menjelaskan bahwa: “pendidikan Islam
adalah pendidikan manusia seutuhnya baik akal maupun hati; rohani dan jasmani; akhlak dan
keterampilan. Sebab pendidikan Islam menyiapkan manusia untuk hidup, baik dalam perang
dan menyiapkan untuk menghadapi masyarakat dengan segala kebaikan dsn
kesejahteraannya, manis dan pahitnya. (Qaradhawi, 1980)
Seorang mukmin yang memiliki ilmu (kognitif/knowledge), dan mampu memanfaatkan
ilmunya dalam kehidupan, sebagai amalnya (motorik/skill) dengan akhlak mulia (nilai dan
sikap/attitude), sehingga berdampak rahmatan lil alamin. Individu yang berkarakter sesuai
dengan ajaran Islam adalah pribadi yang integral, yaitu integrasi antara iman, ilmu dan amal.
(Gunawan, 2013)
Pengembanngan kepribadian islam
Dalam pengembangan kepribadian Islam, hal yang paling utama adalah pengembangan hati
(qalb). Hati yaitu tempat bermuara segala hal kebaikan ilahiyah karena ruh ada didalamnya.
Secara psikologis, hati adalah cerminan baik buruk seseorang. Rasululullah SAW bersabda:
‫ أال و ي أال وإن ف القلب‬,‫ وإذا فسدت فسد الجسد كله‬,‫ إذا صلحت صلح الجسد كله‬,‫يه الجسد مضغة‬.
{ketahuilah bahwa dalam jasad terdapat mudghah yang apabila ia baik maka baik pula sluruh
tubuh dan apabila ia rusak maka rusaklah seluruh tubuh; ketahuilah, mudghah itu adalah qalb.
(HR. Al-Bukhari dari Nu’man bin basyir). Qalb jika dirawat dan dikembangkan potensinya,
cahayanya akan melebihi sinar matahari. Ia akan menjadi obor sepanjang zaman. Pada
pembahasan inilah hakikat pengembangan islam dan mengingat kedudukan hati yng begitu
penting, maka unsur pembuka (ladang subur) pembahasannya adalah pendekatan agama.
Pada tahap selanjutnya adalah pengembangan fisik (Jism, jasmani). Fisik yaitu badan dan
seluruh anggotanya dapat dilihat dan diraba serta memiliki panca indera sebagai alat
pelengkap. Rasul Allah saw bersabda:
ّ‫ )رواه مسلم‬... ‫ب المؤمن القوي خريوأح إىل هلال من المؤمن الضعيف‬
Seorang mu’min yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah dibandingkan mu’min yang
lemah...” (HR. Muslim).
Ayat tersebut menginformasikan asal-usul manusia lengkap dengan batasanbatasan, yaitu
dibatasi oleh tanah dari segi fisik dan dibatasi oleh kekuasaan Tuhan dari segi qalb. Manusia
yang unggul adalah manusia yang mampu mengembangkan potensi fisik dan psikis.
Mencegahnya dari hal-hal yang merusak dan mampu menyembuhkannya jika sudah terlanjur
sakit. Dampak dari rusak (sakit)-nya qalb dan jism berdampak pada nafs (psikis). Psikis
adalah jiwa, yaitu tempat yang memunculkan gejala yang teraktualisasi dalam bentuk
perilaku (amaliah). Jiwa bisa sehat, sakit, atau hanya sekedar terganggu, tergantung dari
aspek mana yang paling dominan pengaruhnya. Pepatah arab mengatakan : “tingkah laku
lahir itu menunjukkan tungkah laku batin”, artinya kondisi nafs dapat dilihat dari bagaimana
seseorang berperilaku. Orang yang sedang cemas dan gelisah dapat dilihat dari raut wajahnya
yang kusut. Orang yang sedang marah atau malu dapat dilihat dari matanya yang memerah
dan sebagainya. Dengan demikian, pengembangan kepribadian merupakan suatu proses yang
dinamis. Dalam proses tersebut sifat individu dan sifat lingkungan menentukan tingkah laku
apa yang akan menjadi aktual dan terwujud. (Sapury, 2019)
Referensi
(1934). Dalam I. Maskawih, Tahdzib al-Akhlak wa Tathir al-A’raq (hal. 40). Mesir.
Ahmad Tafsir, F. P. (1942). Dalam A. tafsir, Filsafat pendidikan islam (hal. 9). Bandung: PT
Remaja Rosda Karya.
Fihris. (2010). Dalam Fihris, Pendidikan Karakter di Madrasah Salafiyah (hal. 24-28).
Semarang: PUSLIT IAIN Walisongo.
Gunawan, H. (2013). Kurikulum Dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Dalam H.
gunawan, Kurikulum Dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (hal. 209).
Bandung: Alfabeta.
koesoema, D. (2010). Dalam D. k. A, Pendidikan karakter (hal. 134). Jakarta: Grasindo.
koesoema, D. (2010). Pendidikan karakter. Dalam D. koesoema, Pendidikan karakter (hal.
79). Jakarta: Grasindo.
Qaradhawi, Y. (1980). Dalam Y. Qaradhawi, Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan al-
Banna, terj. (hal. 39). Jakarta: bulan bintang.
Sapury, R. (2019). Psikologi islam. Dalam R. Sapury, Psikologi islam (hal. 114). Jakarta:
PT.Raja grafindo.

Anda mungkin juga menyukai