Anda di halaman 1dari 7

Ubabuddin / Ta’dib: Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 7 No.

1 (2018) 454-460

KONSEP PENDIDIKAN KARAKTER PERSPEKTIF ISLAM

Ubabuddin
Institut Agama Islam Sultan Muhammad Syafiuddin Sambas
Jl. Raya Sejangkung No. 126 Komplek Perguruan Tinggi Sebayan
Sambas Kalimantan Barat
E-mail: ubabuddin@gmail.com

DOI: 10.29313/tjpi.v7i1.3428
Accepted: January 20th, 2018. Approved: July 16th, 2018. Published: July 16th, 2018

ABSTRACT

Character education is a value that must be learned, felt, and applied in the child's daily life. The concept of character
education in Indonesia is the noble values education that is derived from Indonesian culture in the framework of guidance
of young generation personality which includes three aspects, namely moral knowledge, moral attitude, and moral acting.
The concept of Islamic education is the guidance given by someone to someone so that he develops maximally in accordance
with Islamic teachings concerning the formation of body, mind, and the heart of the students.

Keywords: Education, Character, Perspective Islam

ABSTRAK

Pendidikan karakter merupakan sebuah nilai yang harus dipelajari, dirasakan, dan diterapkan dalam keseharian
anak. Konsep pendidikan karakter di Indonesia adalah pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya
bangsa Indonesia dalam rangka pembinaan kepribadian generasi muda yang mencakup tiga aspek yaitu pengetahuan
moral (moral knowing), sikap moral (moral feeling), dan perilaku moral (moral acting). Konsep pendidikan Islam
adalah bimbingan yang diberikan oleh seseorang kepada seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan
ajaran Islam yang menyangkut pembinaan jasmani, akal, dan hati anak didik.

Kata Kunci: Pendidikan, Karakter, Perspektif Islam

454
Ubabuddin / Ta’dib: Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 7 No. 1 (2018) 000-000

PENDAHULUAN PEMBAHASAN

Dilihat dari pandangan Islam, Konsep Pendidikan Karakter dalam


karakter merupakan kesamaan yang Perspektif Islam
menyangkut akhlak atau kepribadian. Dalam
kepribadian ada tiga konsep yang tidak dapat Dalam konteks pendidikan karakter,
dipisahkan antara satu dengan yang lainnya maka dapat dipaparkan bahwa istilah
mencakup: ilmu/tahu (pengetahuan), sikap, karakter secara harfiah berasal dari bahasa
dan perilaku (Abdul Majid dan Dian Latin “charakter”, yang antara lain berarti:
Andayani, 2012: IV). Akhlak atau karakter watak, tabiat, sifat-sifat kejiwaan, budi
sering diajarkan dengan melalui metode pekerti, kepribadian atau akhlak (Oxford).
internalisasi, dengan teknik pendidikannya (Sofwan Amir, dkk, 2011: 4). Karakter adalah
ialah peneladanan, pembiasaan, penegakan, kualitas mental atau moral, kekuatan moral,
peraturan, dan pemotivasian. nama atau reputasi (Hornby & Parnwell,
Berdasarkan sejarah, Socrates 1972: 49). Hermawan Kertajaya (2010: 3)
seorang tokoh Yunani menyatakan bahwa mendefinisikan karakter adalah cirri khas
tujuan paling mendasar dari pendidikan yang dimiliki oleh suatu benda atau individu.
adalah untuk membuat seseorang menjadi Cirri khas tersebut adalah asli dan mengakar
good and smart. Muhammad sebagai nabi pada kepribadian benda atau individu
terakhir juga telah mencontohkan tersebut dan merupakan mesin pendorong
kepribadian yang baik untuk menjadikan bagaimana seorang bertindak, bersikap,
karakter lebih sempurna dan bahkan misi berujar dan merespons sesuatu. Sebagaimana
utamanya dalam mendidik manusia untuk yang dinyatakan oleh Muchlas Samani &
memyempurnakan akhlak dan Hariyanto, pendidikan karakter merupakan
mengupayakan pembentukan karakter yang upaya sadar dan sungguh-sungguh dari
baik (good charakter). seorang guru untuk mengajarkan nilai-nilai
Beberapa tokoh pendidikan Barat pendidikan kepada siswanya (Muchlas
juga tidak kalah pentingnya mengungkapkan Samani & Hariyanto, 2011: 43).
tentang karakter, diantaranya Klipatriack, Sedangkan pendapat lain yang
Lickona, Brooks, dan Goble, bahwa moral, diungkapkan Nurla Isna Aunillah (2011: 18-
akhlak atau karakter adalah tujuan yang tak 19), pendidikan karakter dapat didefinisikan
terhindarkan dari dunia pendidikan. Dah sebagai sebuah sistem yang menanamkan
bahkan Martin luther King mengatakan nilai-nilai karakter pada peserta didik, nilai
“inetellegence plus character, than is the aim of tersebut mengandung komponen
education” kecerdasan plus karakter, itulah pengetahuan, kesadaran individu, tekad,
tujuan yang benar dari pendidikan (Abdul serta adanya kemauan dan tindakan untuk
Majid dan Dian Andayani, 2012: 2). Dari melaksanakan nilai-nilai, baik terhadap
penyataan yang diungkapkan oleh pemikir- Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama
pemikir terkemuka tersebut sehingga manusia, lingkungan, maupun bangsa,
Mardiatmadja menyebut pendidikan karakter sehingga akan terwujud insan kamil. Dengan
sebagai ruh pendidikan dalam demikian, pendidikan karakter adalah usaha
memanusiakan manusia (Abdul Majid dan yang sungguh-sungguh untuk mamahami,
Dian Andayani, 2012: 4). membentuk, memupuk nilai-nilai etika, baik
untuk diri sendiri maupun untuk semua
warga masyarakat atau warga negara secara
keseluruhan (Zubaedi, 2011: 19).
Dari pengertian di atas, maka
dipahami bahwa karakter sangat
berhubungan dengan akhlak, sehingga

455
Ubabuddin / Ta’dib: Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 7 No. 1 (2018) 000-000

karakter itu sendiri merupakan konsep nilai- memerlukan suatu proses pembinaan
nilai perilaku manusia yang universal yang terpadu secara terus menerus antara ketiga
meliputi seluruh aktivitas manusia, yang komponen di atas. Ketiga komponen moral
terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, di atas meliputi dimensi-dimensi sebagai
perkataan, dan perbuatan berdasarkan berikut; Pertama, Moral Knowing meliputi
norma-norma agama, hukum, tata karma, enam dimensi: (1) Awareness (kesadaran
budaya, dan adat istiadat. Dari konsep tentang baik dan buruk), (2) Knowing Values
karakter ini muncul konsep pendidikan (pengetahuan tentang nilai), (3) Perspective
karakter (character education). taking (menggunakan pandangan moral), (4)
Karakter adalah watak, sifat, atau Reasoning (pertimbangan moral), (5) Desition
hal-hal yang memang sangat mendasar yang making (membuat keputusan berdasarkan
ada pada diri seseorang. Sering orang moral), (6) Self-knowledge (pengetahuan
menyebutnya sebagai tabiat atau perangai. tentang diri); Kedua, Moral Feeling meliputi
Sikap dan tingkah laku seorang individu enam dimensi: (1) Conscience (nurani), (2) Self-
dinilai oleh masyarakat sekitarnya sebagai Esteem (percaya diri), (3) Empaty (merasakan
sikap dan tingkah laku yang diinginkan atau penderitaan orang lain), (4) Loving the good
ditolak, dipuji, atau dicela, baik ataupun (mencintai kebenaran), (5) Self control
jahat. Dengan mengetahui adanya karakter (pengendalian diri), (6) Humality (kerendahan
seseorang dapat memperkirakan reaksi- hati); Ketiga, Moral Action meliputi tiga
reaksi dirinya terhadap berbagai fenomena dimensi: (1) Competence (kompeten dalam
yang muncul dalam diri ataupun menjalankan moral), (2) Will (kemauan
hubungannya dengan orang lain, dalam berbuat baik), (3) Habit (kebiasaan berbuat
berbagai keadaan serta bagaimana baik).
mengendalikannya. Selanjutnya, dari beberapa indikator
Karakter merupakan nilai-nilai di atas maka pembangunan karakter akan
perilaku manusia yang berhubungan dengan mampu mengantarkan pribadi-pribadi yang
Allah Swt, diri sendiri, sesama manusia, memiliki kepekaan sosial kepada sesama bila
lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud mana terjadi integrasi antara ketiga
dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, komponen moral yaitu moral action, moral
dan perbuatan berdasarkan norma-norma knowing, dan moral feeling. Ketiga komponen
agama, hukum, tata karma, budaya, dan adat tersebut dapat diilustrasikan seperti gambar
istiadat. Dilihat dari sudut pengertiannya berikut ini:
ternyata karakter dan akhlak tidak memiliki
perbedaan yang signifikan. Keduanya Gambar 1. The relationship between Moral
didefinisikan sebagai suatu tindakan yang Knowing, Moral Feeling, and Moral Action
terjadi karena sudah tertanam dalam pikiran, (Thomas Lickona, 1992: 62).
atau disebut kebiasaan. Karakter dapat juga
diartikan sebagai akhlak atau budi pekerti, MORAL ACTION
sehingga karakter bangsa identik dengan Doing what is right
and good
akhlak atau budi pekerti bangsa. Gambar 1.1
Berkaitan dengan menanamkan nilai-
nilai yang baik, Lickona menawarkan tiga
komponen karakter yang baik yaitu; pertama,
moral knowing atau pengetahuan tentang
MORAL MORAL FEELING
moral. Kedua, moral feeling perasaan tentang KNOWING Self Having a sincere belief
moral. Ketiga, moral action atau perbuatan Knowing what is in and commitment to
right and good what is right and
moral. Menurut Lickona membangun good
karakter termasuk di dalamnya nilai
kejujuran, disiplin, dan sebagainya,

456
Ubabuddin / Ta’dib: Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 7 No. 1 (2018) 000-000

Garis yang menghubungkan antara keimanan, ketakwaan, berbangsa, serta


satu dimensi dengan dimensi lainnya yang untuk dapat melanjutkan pada jenjang
tersebut di atas menunjukkan bahwa untuk pendidikan yang lebih tinggi. Pendidikan
membangun karakter termasuk membina agama Islam juga mempunyai tujuan
moral, diperlukan pengembangan ketiga- pembentukan kepribadian muslim, yaitu
tiganya secara terpadu, dengan demikian suatu kepribadian yang seluruh aspeknya
yang diperlukan tidak hanya memiliki dijiwai oleh ajaran Islam (Irpan Abd Gafar &
pengetahuan tentang yang baik, tetapi di M. Jamil, 2003: 37).
samping memahami juga bisa merasakan dan Sedangkan tujuan pendidikan
mengerjakannya. Maka pada tataran moral karakter merupakan arah dalam pelaksanaan
action (tindakan nyata) misalnya, agar peserta pendidikan di sebuah lembaga. Pada era
didik terbiasa (habit), memiliki kemauan sekarang ini, pendidikan karakter sangatlah
(will), dan kompeten (competence) dalam penting untuk membantu dalam menghadapi
mewujudkan dan mengaplikasikan nilai-nilai krisis moral yang melanda bangsa Indonesia.
karakter, diperlukan penciptaan suasana yang Adnan Mahmud (2005: 256)
baik di lingkungan setempat dan itupun Pendidikan sebagai upaya pembentukan
menuntut adanya intensitas berulang-ulang karakter adalah bagian integral dari orientasi
(Margaret Paloma, 1992: 39). Hal ini pendidikan Islam. Tujuannya adalah
disebabkan nilai-nilai yang berorientasi membentuk kepribadian seseorang agar
inklusif kadang-kadang bisa terkalahkan oleh berperilaku jujur, baik dan
nilai-nilai sebelumnya yang tertanam lebih bertanggungjawab, menghormati dan
dulu yang bernuansa eksklusif. menghargai orang lain, adil, tidak
Dengan penjelasan di atas, maka diskriminatif, egaliter, pekerja keras dan
dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian karakter-karakter unggul lainnya. (Adnan
pendidikan karakter adalah suatu sistem Mahmud, 2005: 43) Pendidikan sebagai
penanaman nilai-nilai karakter kepada warga pembentuk karakter semacam ini tidak bisa
sekolah yang meliputi komponen dilakukan dengan cara mengenali atau
pengetahuan, kesadaran atau kemauan dan menghafal jenis-jenis karakter manusia yang
tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai dianggap baik saja, melainkan harus lewat
tersebut. pembiasaan dan praktik nyata dalam
Tujuan ialah sesuatu yang kehidupan sehari-hari.
diharapkan tercapai setelah ada usaha yang
dilakukan. Maka pendidikan merupakan Pendidikan Karakter Perspektif Islam
suatu usaha dan kegiatan yang berproses
melalui tahapan-tahapan dan tingkatan- Setelah mengetahui konsep
tingkatan, sehingga tujuannya dapat tercapai. pendidikan karakter yang telah dijelaskan di
Tujuan pendidikan bukanlah suatu benda atas, selanjutnya bagaimana pandangan
yang berbentuk tetap dan statis, tetapi ia Islam terhadap pendidikan karakter itu?
merupakan suatu keseluruhan dari Apakah sama dengan akhlak? Ataukah
kepribadian seseorang, berkenaan dengan sebaliknya? Sebagaimana yang diungkap oleh
seluruh aspek kehidupannya. Ahmad Tafsir bahwa karakter adalah sama
Pendidikan agama Islam di sekolah dengan akhlak. (Ahmad Tafsir, 2008: IV)
atau madrasah bertujuan untuk Sehingga dengan demikian, bahwa
menumbuhkan dan meningkatkan keimanan pendidikan karakter adalah pendidikan
melalui pemberian dan pemupukan akhlak. Sebagaimana penulis identifikasi
pengetahuan, penghayatan, pengamalan bahwa kata akhlak dalam bahasa Indonesia,
serta pengalaman peserta didik tentang biasanya diterjemahkan dengan budi pekerti,
agama Islam sehingga menjadi manusia sopan santun atau kesusilaan. (Tamyiz
muslim yang terus berkembang dalam hal Burhanudin, 2001: 39). Dalam bahasa

457
Ubabuddin / Ta’dib: Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 7 No. 1 (2018) 000-000

Inggris, kata akhlak disamakan dengan Gambar 2. Desain Pengembangan Karakter


“moral” atau “ethic”, yang sama-sama berasal dalam Konteks Makro (Abdul Majid dan
dari bahasa Yunani, “mores” dan “ethicos” Dian Andayani, 2012: 38)
yang berarti kebiasaan. (Ismail Thalib, 1984:
4., Ahmad Warson Munawwir, 1997: 364).
Secara etimologi akhlak mempunyai
beberapa pengertian, sebagaimana yang
disebutkan oleh beberapa tokoh diantaranya
adalah: Pertama, Ibn Maskawaih bahwa
khuluq atau akhlak adalah keadaan gerak jiwa
yang mendorong untuk melakukan
perbuatan-perbuatan dengan tanpa
memerlukan pemikiran. (Ibn Maskawaih: 25)
Kedua, al-Ghazali bahwa khuluk atau akhlak
adalah keadaan jiwa yang menumbuhkan
perbuatan dengan mudah tanpa perlu
berfikir terlebih dahulu. (Al-Ghazali: 48) Dari gambar 2 di atas, secara makro
Ketiga, Ahmad Amin bahwa akhlak adalah pengembangan karakter dapat dibagi
kehendak yang dibiasakan. Maksudnya, jika menjadi tiga tahapan, yakni: pertama,
kehendak tersebut membiasakan sesuatu, perencanaan, tahapan ini karakter
maka kebiasaan itu tersebut akhlak. (Ahmad dirumuskan dengan berbagai pertimbangan
Amin, 1945:3) Keempat, Rahmad Djatnika serta memakai landasan teori yang sudah ada;
bahwa akhlak, „adat atau kebiasaaan adalah kedua, pelaksanaan, merupakan tahapan
perbuatan yang diulang-ulang. (Rahmat implementasi dikembangkannya pengalaman
Djatnika, 1992: 27) Dengan penjelasan belajar (learning experisnces) dan proses
tersebut dapat dikonklusikan bahwa pembelajaran yang bermuara pada
pengertian akhlak adalah kehendak yang pembentukan karakter dalam diri individu
dibiasakan, sehingga mampu menimbulkan peserta didik. Proses ini dilaksakan melalui
perbuatan dengan mudah, tanpa proses pembudayaan dan pemberdayaan
pertimbangan pemikiran terlebih dahulu. sebagaimana digariskan sebagai salah satu
Akhlak atau karakter sangat penting, prinsip penyelenggaraan Pendidikan
karena akhlak adalah kepribadian yang Nasional; dan, ketiga, evaluasi, merupakan
mempunyai tiga komponen, yaitu tahu asesemen program perbaikan berkelanjutan
(pengetahuan), sikap, dan perilaku. Hal yang sengaja dirancang dan dilaksanakan
tersebut menjadi penanda bahwa seseorang untuk mendeteksi aktualisasi karekter dalam
layak atau tidak layak disebut manusia. diri peserta didik sebagai indikator bahwa
Karakter adalah watak, sifat, atau hal-hal proses pembudayaan dan pemberdayaan
yang memang sangat mendasar yang ada karekater itu berhasil dengan baik.
pada diri seseorang. Hal-hal yang sangat
abstrak yang ada pada diri seseorang. Sering Gambar 3. Desain Pengembangan Karakter
orang menyebutnya dengan tabiat atau dalam Konteks Mikro (Abdul Majid dan
perangai. Dian Andayani, 2012: 41)
Pendidikan karakter dalam perspektif
Islam yang disebutkan di atas mempunyai
kesamaan dengan akhlak, sehingga karakter
atau akhlak mulia merupakan hasil dari
proses penerapan syariah (ibadah dan
muamalah) yang dilandasi oleh pondasi
aqidah yang kokoh.

458
Ubabuddin / Ta’dib: Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 7 No. 1 (2018) 000-000

manfaat, disiplin, dan terencana serta


memiliki dasar analisis yang cermat. Menurut
Mubarok (2001: 20), kualitas akhlak
seseorang dinilai dari tiga indikator. Pertama
konsistensi antara yang dilakukan dan
perbuatan. Kedua, konsistensi orientasi, yakni
adanya kesesuaian antara pandangan dalam
satu hal dengan pandangannya dalam bidang
yang lain. Ketiga, konsistensi pola hidup
sederhana. Dalam tasawuf sikap mental yang
selalu memelihara kesucian diri, beribadah,
Gambar 3 menunjukkan pendidikan hidup sederhana, rela berkorban untuk
karakter dalam konteks mikro, hal ini kebaikan, dan selalu bersikap kebajikan pada
pendidikan karakter yang dilakukan secara hakikatnya adalah cerminan dari akhlak yang
menyeluruh (whole shool reform). Untuk mulia.
pengembangan pendikan karakter dalam Dengan berbagai penjelasan di atas,
konteks mikro dapat dikolompokkan yang berkaitan dengan pendidikan karakter
menjadi empat pilar mencakup: pertama, dalam perspektif Islam, maka dapat
kegiatan belajar mengajar di kelas; kedua, dijelaskan bahwa pendidikan karakter dalam
kegiatan keseharian dalam bentuk budaya Islam sama halnya dengan “akhlak”.
satuan pendidikan; ketiga, kegiatan kurikuler Sehingga pendidikan karakter dalam
serta ekstra kurikuler; dan, keempat, kegiatan pespektif Islam lebih menitikberatkan pada
keseharian di rumah dan masyarakat. sikap peserta didik, hal tersebut pada
Implementasi akhlak dalam Islam kehendak positif yang dibiasakan, sehingga
tersimpul dalam karakter pribadi Rasulullah dia mampu menimbulkan perbuatan dengan
Saw. Dalam pribadi Rasul, bersemai nilai- mudah, tanpa pertimbangan pemikiran lebih
nilai akhlak yang mulia dan agung. QS. Al- dahulu dalam kehidupan sehari-hari.
Ahzab: 21 menyatakan “sesungguhnya telah
ada pada diri Rasulullah suri tauladan yang KESIMPULAN
baik”. Dalam suatu hadis juga dinyatakan
“sesungguhnya aku diutus di dunia itu tak Dengan beberapa paparan yang telah
lain untuk menyempurnakan akhlak budi disebutkan di atas, maka jelas bahwa
pekerti yang mulia” (HR. Ahmad). Feroze pendidikan karakter dalam perspektif Islam
Hasan (1970: 168) mengatakan dalam akhlak adalah sama halnya dengan “akhlak”.
nabawi tergambar kemampuan untuk Sehingga pendidikan karakter dalam
menjadi tuan bagi nasibnya sendiri secara perspektif Islam lebih menitikberatkan pada
bertahap menuju kesempurnaan”. sikap peserta didik, hal tersebut pada
Akhlak tidak diragukan lagi memiliki kehendak positif yang selalu dibiasakan,
peran besar dalam kehidupan manusia. sehingga mampu menimbulkan perbuatan
Pembinaan akhlak dimulai dari individu, dengan mudah, tanpa pertimbangan
yang kemudia diproyeksikan menyebar ke pemikiran terlebih dahulu dalam kehidupan
individu-individu lainnya, lalu setelah jumlah sehari-hari.
individu yang tercerahkan secara akhlak Kedudukan akhlak sangatlah urgen
menjadi banyak, dengan sendirinya akan dalam kehidupan manusia, sehingga Allah
mewarnai dalam kehidupan masyarakat atau mengutus Nabi Muhammad SAW. ke muka
kehidupan sekitarnya. bumi ini adalah untuk memperbaiki akhlak
Prinip akhlak Islami termanifestasi manusia. Akhlak adalah corak seseorang atau
dalam aspek kehidupan yang diwarnai penentu bahwa orang tersebut baik ataupun
keseimbangan, realis, efektif, efisien, azas buruk, sehingga dengan inilah akhlak selalu

459
Ubabuddin / Ta’dib: Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 7 No. 1 (2018) 000-000

dijadikan penentu paling terdepan dalam Miskawaih, Ibn. (tt). Tahdib al-Akhlaq wa
setiap persoalan, termasuk dalam Tathir al-‘Araq, Mesir: tp.
membangun bangsa Indonesia. Munawwir, Ahmad Warson. (1997). Kamus
Penerapan pendidikan karakter yang al-Munawwir Kamus Arab Indonesia,
diterapkan di lembaga pendidikan Islam Surabaya: Pustaka Progresip.
sangatlah komplit, tidak hanya pada Muslich, Mansur. (2011). Pendidikan Karakter
kejujuran saja, akan tetapi juga terkait dengan Menjawab Tantangan Krisis
bagaimana mereka manjadi anak yang selalu Multidimensional, Jakarta: Bumi
terbiasa hidup disiplin, hemat, berfikir kritis, Aksara.
berperilaku qanaah, toleran, peduli terhadap Paloma, Margaret. (1992). Sosiologi
lingkungan, tidak sombong, optimis, terbiasa Kontemporer. Jakarta: Rajawali Pres.
berperilaku ridha, produktif, dan obyektif. Samani, Muchlas & Hariyanto, (2011). Konsep
dan Model Pendidikan Karakter.
DAFTAR PUSTAKA Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Tafsir, Ahmad. (2008). Ilmu Pendidikan Dalam
Al-Ghazali. (tt). Ihya’ ‘Ulum Al-Din, III. Perspektif Islam. Bandung: Remaja
Beirut: Dar Al-Fikr. Rosda Karya.
Amin, Ahmad. (1945). Al-Akhlaq, Kairo: Al- Thalib, Ismail. (1984). Risalah Akhlak,
Amiriyah. Yogyakarta: Bina Usaha.
Amri, Sofan. dkk. (2011). Implementasi Zubaedi. (2011). Design pendidikan karakter.
Pendidikan Karakter dalam Jakarta: Prenada Media Group.
Pembelajaran: Strategi Analisis dan
Pengembangan Karater Siswa dalam
Proses Pembelajaran, Jakarta: PT.
Prestasi Pustakaraya.
Burhanudin, Tamyiz. (2001). Akhlak
Pesantren: Sulusi bagi Kesrusakan
Akhlak, Yogyakarta: Ittaqa Press.
Djatnika, Rahmad. (1992). Sistem Etika Islam
Akhlak Mulia, Jakarta: Pustaka
Panjimas.
Gafar, Abd, Irpan dan Muhammad Jamil.
(2003). Reformulasi Rancangan
Pembelajaran PAI. Jakarta: Raja
Grafindo.
Isna, Aunillah. Nurla. (2011). Panduan
Menerapkan Pendidikan Karakter di
Sekolah. Yogyakarta: Laksana.
Lickona, Thomas. (1992). Educating for
Character How Our Schools and
Responsibility. New York: Bantam
Books.
Mahmud, Adnan. (2005). Pemikiran Islam
Kontemporer di Indonesia, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Majid, Abdul dan Dian Andayani. (2012).
Pendidikan Karakter Perspektif Islam,
Bandung: PT Rosda Karya.

460

Anda mungkin juga menyukai