Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan karakter merupakan salah satu peran lembaga pendidikan

untuk membina generasi muda bangsa agar berperilaku baik dan benar sesuai

dengan norma yang berlaku dalam masyarakat. Untuk menghasilkan generasi

muda berkarakter sebagaimana dicita-citakan bersama maka peran

pendidikan bagi anak usia dini sangat penting sebagai peletak dasar

pembentukan diri. Sebagian besar pendidik baik guru maupun orang tua

kurang menyadari alasan mendasar dari pendidikan karakter usia dini yang

juga disebut sebagai usia emas (the golden age).

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran agar peserta didiksecara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Melihat dari definisi ini maka jelas tercantum mengenai hakikat pendidikan

yang juga menekankan pencapaian pada pembentukan karakter peserta didik.

Hal ini hendaknya menjadi acuan pendidikan baik yang berlangsung di

sekolah, keluarga, maupun masyarakat.

Pemerintah mengeluarkan kebijakan pendidikan berbasis karakter sejak

dini untuk mewujudkan masyarakat yang cerdas dalam berpikir dan

berperilaku. Hal itu tercantum dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional

1
No. 58 tahun 2009 tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini dan sudah

memasukkan nilai-nilai pembentuk karakter yang menjadi prioritas.

Pemberlakuan kebijakan pendidikan dalam kurikulum berbasis karakter

didasari oleh penghayatan bahwa pendidikan karakter perlu diberikan di

semua jenjang pendidikan. Situasi lain yang juga turut mendorong

pemberlakuan kurikulum berbasis karakter ialah adanya degradasi moral

bangsa dimulai dariperilakupara pemimpin bangsa, para wakil rakyat sampai

ke lapisan masyarakat.

Proses pembelajaran yang ada harus semakin banyak melibatkan anak

melalui aktivitas bermain dan interaksi lain yang memiliki nilai

pengembangan karakteristik. Selain metode bermain juga ada metode

pembiasaan dan keteladann.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang permasalahan di atas maka

rumusan masalah adalah :

1. Apa itu pendidikan karakter ?

2. Apa saja nilai-nilai yang dapat kita ambil dari pendidikan

karakter anak usia dini tersebut ?

3. Apa saja manfaat dari pendidikan karakter pada anak usia dini

tersebut ?

4. Apa saja metode untuk penerapkan pendidikan karakter pada

anak usia dini ?

2
1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pengertian pendidikan karakter anak usia dini

2. Untuk mengetahui nilai-nilai yang didapat dalam penerapan

pendidikan karakter pada anak usia dini

3. Untuk mengetahui manfaat pendidikan karakter pada anak usia

dini

4. Untuk mengetahui metode penerapan pendidikan karakter pada

anak usia dini

1.4 Hipotesis

Berdasarkan latang belakang yang telah diuraikan, diajukan hipotesis

sebagai berikut melalui Pendidikan Karakter pada Anak Usia Dini dapat

meningkatkan kakter pada diri anak dan dapat dilaksanakan sampai ia dewasa

kelak.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Dapat mengetahui pengertian karakter anak usia dini,

2. Dapat mengetahui nilai-nilai yang ada pada penerapan

pendidikan karakteranak usia dini

3. Dapat mengetahui manfaat pendidikan karakter anak usia dini

4. Dapat mengetahui cara penerapan pendidikan karakter pada

anak usia dini

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI

2.1.1 Pengertian Pendidikan Karakter

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2013: 29), karakter adalah

sifat-sifat kejiwaan, akhlak, budi pekerti yang membedakan seseorang dari

yang lain. Karakter adalh nilai-nilai unik yang terpateri dalam diri dan

terejawantahkan dalam perilaku. Karakter secara koherenmemancar dari hasil

pola pikir, olah hati, olah rasa dan karsa serta olahraga seseorang atau

sekelompok orang.1

Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang

melibatkan aspek pengetahuan (kognitif), sikap dan perasaan (afektif), dan

tindakan (aksi). Tanpa ketiga aspek ini maka pendidikan karakter tidak akan

efektif. Menurut  kamus psikologi, karakter adalah kepribadian ditinjau dari

titik tolak etis atau moral, misalnya kejujuran seseorang, dan biasanya

berkaitan dengan sifat-sifat yang relatif tetap (Dali Gulo, 1982: p.29). Dengan

pendidikan karakter yang diterapkan secara sistematis dan berkelanjutan

maka seorang anak akan menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan emosi ini

adalah bekal dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan karena

seseorang akan lebih mudah dan berhasil menghadapi segala macam

tantangan hidup termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis.


1
Syamsul Kurniawan, Pendidikan Karakter Konsepsi & Implementasi Secara Terpadudi
Lingkungan Keluarga, Sekolah, Perguruan Tinggi, dan Masyarakat,(Yogyakarta: AR-RuzzMedia,
2013),hal. 29

4
Istilah karakter berasal dari bahasa Yunani, charassein yang berarti

mengukir. Membentuk karakter diibaratkan seperti mengukir di atas batu

permata atau permukaan besi yang keras. Dari sini kemudian berkembang

pengertian karakter yang diartikan sebagai tanda khusus atau pola perilaku.

Memahami bahwa karakter adalah sama dengan kepribadian. Kepribadian

dianggap sebagai ciri atau karakteristik yang bersifat khas dari seseorang

yang bersumber dari hasil bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan.

Menurut Pusat Bahasa Depdiknas, pengertian karakter adalah bawaan,

hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat,

temperamen, dan watak.2

Jadi bisa disimpulkan bahwa karakter itu erat kaitannya dengan

personality. Seseorang bisa dikatakan berkarakter apabila tingkah lakunya

sesuai dengan kaidah moral. Individu yang berkarakter baik atau unggul

adalah seseorang yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap

Tuhan Yang Maha Esa, dirinya, lingkungan, bangsa dan negara, serta dunia

internasional pada umunya dengan mengoptimalkan potensi (pengetahuan)

dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi dan motivasinya (perasaanya).

Karakter itu lebih bersifat spontanitas maksudnya dalam bersikap atau

melakukan perbuatan telah menyatu dalam diri manusia sehingga ketika

muncul tidak perlu difikirkan lagi. 

Pendidikan adalah proses internalisasi nilai budaya ke dalam diri

seseorang dan masyarakat sehingga orang dan masyarakat menjadi beradap.


2
Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Persepektif Islam, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2011), hal. 42

5
Pendidikan bukan hanya merupakan sarana menstransfer ilmu pengetahuan

saja, tetapi lebih luas lagi yakni sebagai sarana pembudayaan dan penyaluran

nilai (enkulturasi dan sosialisasi). Pendidikan karakter adalah suatu sistem

penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi

komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk

melaksanakan nilai-nilai tersebut. Pendidikan karakter ini berkutat pada

empat hal yaitu olah hati, olah pikir, olah rasa dan olah raga. Olah hati yang

dimaksud adalah berkata, bersikap, dan berperilaku jujur. Olah pikir artinya

cerdas yang selalu merasa membutuhkan pengetahuan. Olah rasa artinya

memilki cita-cita. Sedang olah raga artinya enjaga kesehatan di tengah-tengah

menggapai cita-cita tersebut.3

Pendidikan karakter dimaknai sebagai pendidikan yang mengembangkan

nilai-nilai budaya dan karakter bangsa pada diri anak usia dini sehingga

mereka memiliki nilai dan karakter sebagai karakter dirinya, menerapkan

nilai-nilai tersebut dalam kehidupan dirinya, sebagai anggota masyarakat, dan

warga negara yang religius, nasionalis, produktif dan kreatif (Puskur, 2010).

Menurut T. Ramli (2003), pendidikan karakter memiliki esensi dan

makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak.

Tujuannya adalah membentuk pribadi anak supaya menjadi manusia, warga

masyarakat dan warga negara yang baik.

2.1.2 Pengertian Anak Usia Dini

3
Muchlas Samani dan Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, (Bandung:PT. Remaja
Rosdakarya Offset, 2013), hal. 237

6
Anak usia diniialah anak yang berada pada rentang usia 0 sampai 6

tahun. Namun adapula yang menyebutkan sampai 8 tahun. Menurut Undang-

Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 Pasal 28 ayat 1,

disebutkan bahwa yang termasuk anak usia dini adalah anak yang masuk

dalam rentang usia 0-6 tahun. Berdasarkan keunikan dan perkembangannya,

anak usia dini terbagi menjadi tiga tahapan, yaitu masa bayi lahir sampai 12

bulan, masa batita (toddler) usia 1-3 tahun, masa prasekolah usia 3-6 tahun,

dan masa kelas awal 6-8 tahun (Mansur, 2009:88).

Selain rentang usianya yang terbatas, anak usia dini juga memiliki

karakteristik yang berbeda bila dibandingkan dengan orang dewasa. Anak

usia dini memiliki rasa ingin tahu cukup tinggi, suka bermain, meniru, dan

berimajinasi. Tentu karakteristik ini dapat dijadikan sebagai pijakan dalam

menanamkan nilai-nilai karakter pada anak usia dini tersebut. 

2.2 NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER

2.2.1 Religius

Religiusitas menurut Suhardiyanto adalah hubungan pribadi dengan

pribadi ilahi yang Maha Kuasa, Maha Pengasih dan Maha Penyayang

(Tuhan) yang berkonsekuensi hasrat untuk berkenan kepada pribadi yang

ilahi itu dengan melaksanakan kehendak-Nya dan menjauhi yang tidak

dikehendakinya (larangannya).4

4
Wahyu dkk, Dimensi Religiusitas dan pengaruhnya terhadap Organiztional Citizenship
Behaviour, 27 septermber 2017 pkl 08.00

7
Religiusitas menurut Glock dan Strak adalah tingkat konsepsi seseorang

terhadap agama dan tingkat komitmen seseorang terhadap agamanya. Tingkat

konseptualisasi adalah tingkat pengetahuan seseorang terhadap agamnya,

sedangkan yang dimaksud dengan tingkat komitmen adalah suatu hal yang

perlu dipahami secara menyeluruh, sehingga terdapat berbagai cara bagi

individu untuk menjadi religius.Kata dasar dari religius adalah religi yang

berasal dari bahasa asing religion sebagai bentuk kata benda yang berarti

agamaatau kepercayaan akan adanya sesuatu kekuatan kodrati di atas

manusia.

Sedangkan religius berasal dari kata religious yang berarti sifat religi

yang melekat pada diri seseorang. Religi sebagai salah satu nilai karakter

dideskripsikan oleh suparlan sebagaisikap dan perilaku yang patuh dalam

melaksanakan ajaran agama yang dianut, toleransi terhadap pelaksanaan

ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain. Karakter

religius ini sangat dibutuhkan oleh siswa dalam menghadapi perubahan

zaman danpenurunan moral, dalam hal ini siswa diharapkan mampu memiliki

dan berperilaku dengan baik.5

Religius adalah sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan

ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama

lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.

2.2.2 Jujur

5
Elearning Pendidikan, 2011, MembangunKarakter Religius Pada Siswa Sekolag Dasar,dalam
(http://www.elearningpendidikan.com). Diakses 22 Oktober 2017

8
Jujur adalah perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya

sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan

pekerjaan.

2.2.3 Toleransi

Toleran adalah sikap menerima perbedaan orang lain, tidak memaksa

keyakinan kepada orang lain, tidak menyukai orang karena tidak

sekeyakinan, sealiran, atau sepaham dengannya, dan tidak menghakimi orang

lain berdasarkan latar belakangnya, penampilanya, atau kebiasaan yang

dilakukannya, karena setiap orang tidak pernah meminta agar dilahirkan

dalam suatu suku bangsa tertentu, kecantikan dan kegagahan dengan

maksimal, atau dengan status sosial yang tinggi.6

2.2.4 Disiplin

Disiplin adalah tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh

pada berbagai ketentuan dan peraturan.

Beberapa ciri-ciri yang melambangkan karakter disiplin adalah :7

1) Menentukan tujuan dan melakukan apa yang diperlukan untuk

memperolehnya.

2) Mengontrol diri sehingga dorongan tidak mempengaruhi keseruhan

tujuan.

3) Menggambarkan apa yang akan terjadi jika telah mencapai tujuan.

6
Muhammad Yaumi, Pendidikan Karakter: Landasan, Pilar, dan Implementasi...,hal.91
7
Ibid., hal. 93

9
4) Menghindari orang-orang yang mungkin mengalihkan perhatian dari

apa yang ingin dicapai.

5) Menetapkan rutinitas yang dapat membantu mengontrol perilaku.

2.3 MANFAAT PENDIDIKAN KARAKTER ANAK USIA DINI

2.3.1 Menciptakan Generasi Penerus Bangsa yang Berkarakter

Ada dua hal yang bisa menentukan maju tidaknya sebuah bangsa, yang

pertama adalah sejarah dan yang kedua adalah generasi mudanya. Jika

generasi muda suatu bangsa tidak memiliki karakter, di masa yang akan

datang negara mereka akan mudah dihancurkan dan terpecah belah.

Agar anak-anak muda Indonesia tidak menjadi penyebab kehancuran

bangsa tercinta, tanamkan pendidikan karakter sejak mereka berusia dini.

Karena karakter yang kokoh akan bermanfaat bagi kehidupan berbangsa dan

bernegara.

2.3.2 Melatih Mental dan Moral Anak Usia Dini

Selain dapat membentuk karakter, pendidikan ini juga bermanfaat untuk

melatih mental dan moral. Anak yang sudah dibekali pendidikan karakter

sejak usia dini secara otomatis akan memiliki landasan mental dan moral

yang cukup kuat.

Mereka tidak akan mudah menyerah atau bertindak di luar batas moral.

Karena sudah dididik sejak dini, mereka juga akan terbiasa melakukan

10
sesuatu sesuai dengan batasan atau berpedoman pada peraturan negara,

masyarakat dan agama.

2.3.3 Menjadi Pribadi yang Bijaksana

Anak yang sudah diajarkan pendidikan karakter sejak dini akan tumbuh

menjadi orang dewasa yang mampu mengambil segala keputusan secara

bijaksana. Hal ini karena mereka memiliki pedoman bagaimana harus

bersikap dan bertindak sesuai dengan ketentuan masyarakat dan agama.

Ini tentu saja berbeda dengan mereka yang tidak pernah menerima

pendidikan karakter. Anak yang tidak pernah dibentuk karakternya akan

cenderung emosional ketika menghadapi sesuatu. Mereka menganggap satu-

satunya solusi untuk mengatasi sebuah masalah adalah dengan meluapkan

semua emosi, entah itu kemarahan atau kesedihan.

2.3.4 Mampu Bekerjasama dengan Orang Lain

Manfaat pendidikan karakter lainnya adalah untuk  melatih anak agar

mudah bekerja sama dengan orang lain. Landasan karakter yang kuat juga

dapat meningkatkan kemampuan sosialisasi mereka sehingga mudah

berinteraksi dengan berbagai jenis orang yang memiliki berbagai macam

sifat.

2.3.5 Meningkatkan Kemampuan Anak untuk Mengatasi Masalah

Anak –anak cenderung masih bergantung pada orang di sekitarnya ketika

mereka menghadapi suatu masalah. Jika sejak dini mereka sudah dibekali

11
dengan pendidikan karakter yang matang, secara otomatis anak akan mampu

mengatasi masalah yang dihadapi tanpa meminta bantuan.

Landasan karakter yang kuat akan membuat mereka percaya diri,

bijaksana, dan memiliki kestabilan mental ketika menemui masalah.

2.4 METODE PENDIDIKAN KARAKTER

2.4.1 Metode Pembelajaran Field Trip

2.4.1.1 Pengertian Field Trip

Metode field tripmerupakan metode pembelajaran yang memanfaatkan

lingkungan sebagai tempat sekaligus sumber belajar bagi siswa. Penerapan

metode field trip dalam pembelajaran bukan semata mengajak siswaberwisata

kesuatu tempat. Akan tetapi, mengajak siswa belajar di luar kelas untuk

mengetahui atau menyelidiki kebenaran pengetahuan yang didapat siswa di

dalam kelas. Lokasi yang menjadi tujuan field trip tidak harus pada tempat

yang jauh, akan tetapi tempat-tempat yang berada di lingkungan sekolah pun

dapatmenjadi lokasi tujuan field trip.

Pengertian metode field trip menurut Roestiyah (2001:85) ialah cara

mengajar yang dilaksanakan dengan mengajak siswa ke suatu tempat atau

obyek tertentu di luar sekolah untuk mempelajari atau menyelidiki sesuatu

seperti meninjau pabrik sepatu, suatu bengkel mobil, toko serba ada,

peternakan, perkebunan, lapangan bermain dan sebagainya. Dengan kegiatan

field trip yang dilakukan oleh siswa-siswisalah satunya bertujuan untuk

12
melengkapi pengalaman belajar tertentu dan merupakan bagian integral dari

kurikulum sekolah.

Model field trip merupakan kegiatan belajar yang bermakna, sangat

menarik dan disukai oleh anak-anak.Winarno (1980: 115-116) mengatakan

bahwa metode karyawisata atau field trip adalah metode belajar dan mengajar

di mana siswa dengan bimbingan guru diajak untuk mengunjungi tempat

tertentu dengan maksud untuk belajar. Berbeda halnya dengan tamasya di

mana seseorang pergi untuk mencari hiburan semata, field trip sebagai

metode belajar mengajar lebih terikat oleh tujuan dan tugas belajar.

Sedangkan menurut Syaiful Sagala (2006: 214) metode field trip ialah

pesiar (ekskursi) yang dilakukan oleh para peserta didikuntuk melengkapi

pengalaman belajar tertentu dan merupakan bagianintegral dari kurikulum

sekolah.Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa metodefield

trip merupakan metode penyampaian materi pelajaran dengan caramembawa

langsung siswa ke obyek di luar kelas atau di lingkungan yangberdekatan

dengan sekolah agar siswa dapat mengamati secara langsung.

2.4.1.2 Tujuan Pembelajaran Flied Trip

Pembelajaran dengan metode field trip ini bertujuan:

1. Dengan melaksanakan field trip diharapkan anak dapat memperoleh

pengalaman langsung dari obyek yang dilihatnya.

13
2. Dapat memuaskan rasa ingin tahu anak dengan memberikan

kesempatan pada anak untuk bertanya langsung pada seseorang

yang ditemuinya saat field trip.

3. .Juga mereka bisa melihat, mendengar, meneliti dan mencoba apa

yang dihadapinya, agar nantinya dapat mengambil kesimpulan, dan

sekaligus dalam waktu yang sama ia bisa mempelajari banyak hal

4. Mengasah kepekaan rasa dan jiwa sosial pada diri anak atas berbagai

hal yang ditemui saat field trip.

2.4.1.3 Kelebihan Flied Trip

1. Anak dapat mengamati kanyataan-kenyataan yang beraneka

ragamdari dekat.

2. Anak dapat menghayati pengalaman-pengalaman baru dengan

mencoba turut serta di dalam suatu kegiatan.

3. Anak didik dapat menjawab masalah-masalah atau pernyataan-

pernyataan dengan melihat, mendengar, mencoba, dan

membuktikan secara langsung.

4. Anak dapat memperoleh informasi dengan jalan mengadakan

wawancara atau mendengar ceramah yang diberikan selama

kegiatanpembelajaran berlangsung.

5. Anak dapat mempelajari sesuatu secara intensif dan komprehensif.

14
2.4.2 Metode Pembiasaan dan Keteladanan

Beberapa teori tentang metode pembiasaan dalam membentuk karakter

anak sebagai berikut :

Pengertian pembiasaan dapat diartikan sebagai sebuah cara yang dapat

dilakukan untuk membiasakan anak didik berfikir, bersikap dan bertindak

sesuai dengan tuntutan ajaran islam. Pembiasaan dinilai efektif jika

penerapannya dilakukan terhadap peserta didik yang berusia kecil. Karean

memiliki “rekaman” ingatanyang kuat dan kondisi kepribadian yang belum

matang, sehingga mereka mudah terlarut dengan kebiasaan-kebiasaan yang

mereka lakukan sehari-hari.8 “Pengertian pembiasaan dapat diartikan sebagai

sebuah metode dalam pendidikan berupa proses penanaman kebiasaan”.9

Menurut Thomas Lickona karakter yang baik terdiri dari mengetahui hal

yang baik, menginginkan hal yang baik, dan melakukan hal yang baik artinya

kebiasaan dalam cara berfikir, kebiasaan dalam hati, dan kebiasaan dalam

tindakan. Menurut Zianal Aqib dan Ali Murtadlo metode pembiasaan adalah

metode yang paling efektif dalam pembentukan kepribadian (karakter) bagi

peserta didik.

Menurut Muhamad Fadilah Dan Lilif Mualifatu Qorida metode

pembiasaan merupakan metode yang praktis dalam pembentukan karakter

anak usia dini dalam meningkatkan pembiasaan pembiasaan dalam

8
Armai Arief, Pengantar Ilmudan Metodologi Pendidikan Islam,(Jakarta:Ciputat Press, 2002), hal.
110
9
Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2003), hal.184

15
melaksanakan suatu kegiatan disekolah. Menurut Suparta metode pembiasaan

adalah metode yang penting dalam pembinaan perilaku atau kepribadian

(karakter) siswa.

Menurut J.J. Rouseau seorang pakar psikologi menganggap bahwa anak

sesungguhnya mempunyai fitrah yang baik, untuk membentuk karakter yang

baik dapat dilakukan melalui pembiasaan dan pelatihan terus menerus yang

dimulai dari keluarga dan lingkungan.

Pembiasaan yang dilakukan sejak dini akan membawa kegemaran dan

kebiasaan tersebut menjadi semacam kebiasaan sehingga menjadi bagian

tidak terpisahkan dari kepribadiannya.

Al-Ghazali mengatakan : Anak adalah amanah orang tuanya, hatinya

yang bersih adalah permata berharga nan murni, yang kosong dari setiap

tulisan dan gambar. Hati itu siap menerima setiap tulisan dan cenderung

pada setiap yang ia inginkan. Oleh karena itu, jika dibiasakan mengerjakan

yang baik, lalu tumbuh di atas kebaikan itu maka bahagialah ia didunia dan

akhirat, orang tuanya pun mendapat pahala bersama.10

Dari penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kebiasaan

diberikan kepada anak, sedikit demi sedikit dengan tidak melupakan

perkembangan jiwanya, dengan melihat faktor-faktor yang berpengaruh

terhadap pembentukan karakter dengan melihat nilai-nilai apa yang diajarkan

serta bersikap tegas dengan memberikan kejelasan sikap, mana yang harus
10
Muhammad Rabbi dan Muhammad Jauhari, Akhlaquna, terjemahan. Dadang Sobar Ali,
(Bandung : Pustaka Setia, 2006), hal. 109.

16
dikerjakan dan mana yang tidak. Memperkuat memberikan sangsi dengan

kesalahnnya dan juga tidak kalah pentingnya dengan adanya teladan atau

contoh yang diberikan. Kebiasaan terbentuk karena sesuatu yang dibiasakan,

sehingga kebiasaan dapat diartikan sebagai perbuatan atau keterampilan

secara terus menerus, secara konsisten untuk waktu yang lama, sehingga

perbuatan dan keterampilan itu benar benar bisa diketahui dan akhirnya

menjadi suatu kebiasaan yang ditinggalkan, atau bisa juga kebiasaan juga

dapat diartikan sebagai gerak perbuatan yang berjalan dengan lancar dan

seolah olah berjalan dengan sendirinya. Perbuatan ini terjadi awalnya

dikarenakan pikiran yang melakukan pertimbangan dan perencanaan,

sehingga nantinya menimbulkan perbuatan yang apabilaperbuatan diulang

ulang maka akan menjadi kebiasaan.

Keteladanan adalah proses mendidik anak yang sangat sederhana, namun

efektif karena mudah dimengerti. Guru yang baik mengajar dan mendidik

dengan ilmu dan teladan hidup baik yang diyakininya. Seorang pendidik akan

memiliki pengaruh kuat apabila nilai dan keyakinan yang dianutnya dapat

digunakan sebagai kekuatan moral dalam menjalankan tugasnya sebagai

pendidik (Furqon, 2009).

Zaman sekarang orang tua semakin sibuk bekerja sehingga pendidikan

karakter dan teladan dari orangtua semakin sulit didapatkan anak, maka peran

guru sebagai model pendidikkarakter bagi anak semakin vital.

17
Wijanarko (2005) menyatakanbahwa “kebutuhan akan guru teladan itu

semakin kuat, jikalau anak-anak tidak menemukan keteladanan dari

orangtuanya.

Seorang anak nantinya akan lebih banyak belajar dari apa yang dilihat

dan keteladanan ada pada posisi penting dimana seorang guru harus lebih

dulu memiliki karakter yang akan diajarkan. Seorang anak atau peserta didik

akan melihat dan meniru yang dilakukan oleh guru dibandingkan dengan apa

yang dilaksanakan oleh guru. Keteladanan ini tidak hanya bersumber dari

guru namun juga dari semua manusia yang ada dalam lembaga pendidikan

tersebut, orang tua, kerabat dan semua orang yang berhubungan dengan

peserta didik tersebut. Dalam kondisi ini, seorang anak akan membutuhkan

lingkungan pendidikan yang utuh agar bisa saling mengajarkan karakter.

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan cara dan prosedur yang sistematis dan

terorganisasi untuk menyelidiki suatu masalah tertentu dengan maksud

mendapatkan informasi untuk digunakan sebagai solusi atau jawaban atas

masalah yang sedang diteliti. Metode penelitian pada dasarnya merupakan

cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.11

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

11
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2011), hlm.2

18
Waktu : tanggal, 16 November 2019

Tempat Penelitian : Jl. Rambutan Raya No.130, Perumnas Belimbing,

Kelurahan Kuranji, Kecamatan Kuanji,

Padang.

3.2 Metode dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini akan mengkaji dan mendiskripsikan tentang pendidikan

karakter yang telah didapatkan pada anak-anak usia dini di Perumnas

Belimbing. Sesuai dengan fokus penelitian maka penelitian ini menggunakan

pendekatan deskriptif kualitatif.

Bodgan dan Taylor mendefinisikan metode kualitatif sebagai prosedur

penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau

lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat di amati. Pendekatan ini di

arahkan pada latar belakang dan individu tersebut secara holistik (utuh). Jadi,

dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi ke dalam

variabel atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu

keutuhan.12

Penelitian deskriptif merupakan penelitian terhadap fenomena atau

populasi tertentu yang diperoleh peneliti dari subyek berupa individu,

organisasi, industri atau prespektif yang lain.

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah anak usia dini yang ada di Perumnas

12
Lexy J. Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002),
hlm. 4

19
Belimbing.

Sampel yang diambil adalah hanya 3 orang anak usia dini yang diiringi

dengan orang tuanya yang ada di Perumnas Belimbing.

3.4 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat bantu yang digunakan oleh peneliti

untuk mengumpulkan data penelitian. Pada penelitian ini alat bantu hyang

digunakan adalah panduan wawancara dan buku catatan atau buku harian.

3.5 Metode Pengumpulan Data

Metode penelitian yang digunakan adalah wawancara dan observasi.

3.6 Analisis Data

Dalam tahapan ini penulis menyusun hasil pengamatan, wawancara serta

data tertulis untuk selanjutnya penulis segera melakukan analisa data dengan

menggunakan langkah-langkah reduksi data, display data, verifikasi dan

simpulan.

20
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Dari penelitian yang telah dilakukan penulis maka diperoleh hasil sebagi

berikut :

Sampel 1 : Nana (5 th ).

Belum mendapatkan pendidikan karakter sejak dini.

Sampel 2 : Faika (6.5 th).

Telah ada pendidikan karakter yang ia dapatkan.

Sampel 3 : Irviza (5.5 th).

21
Telah ada pendidikan karakter yang ia dapatkan.

4.2 Pembahasan

Dasi hasil penelitian diatas dapat penulis simpulkan bahwa sampel

pertama (Nana) belum mendapatkan pendidikan karakter dari orang tuanya

maupun lingkungannya, karena orang tuanya menganggap ia masih kecil dan

terlalu dini untuk diberikan pendidikandan. Sampel kedua (Faika) adanya

pendidikan karakter yang ia dapatkan seperti mebersihkan tempat tidur,

disiplin bangun, disiplin tidur, beribadah ke mesjid/ musholla, dll. Karena

orang tuanya tahu akan pentingnya pendidikan karakter sejak usia dini, agar

menjadi kebiaasan kelak ia dewasa. Orang tuanya telah menerapkan metode

pembiasaan dan keteladanan.. Sampel ketiga (Irviza) adanya pendidikan

karakter yang telah ia dapatkan seperti menutup auratnya jika keluar rumah,

membiasakan berdoa sebelum melakukan suatu hal, beribadah ke mesjid,

disipin bangun dan tidur, mengucapkan salam jika masuk rumah, dll. Orang

tuanya beranggapan bahwa usia dini adalah golden age (usia emas) karna

pemikiran yang masih bersih dan apabila telah diajarkan pendidikan karakter

sejak dini maka ia akan terus mengingatnya dan terus membiasakannya dan

enggan meninggalkannya. Orang tuanya juga telah menerapakan metode

pembiasaan dan keteladanan.

22
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang

melibatkan aspek pengetahuan (kognitif), sikap dan perasaan (afektif), dan

tindakan (aksi). Tanpa ketiga aspek ini maka pendidikan karakter tidak akan

efektif. Menurut  kamus psikologi, karakter adalah kepribadian ditinjau dari

titik tolak etis atau moral, misalnya kejujuran seseorang, dan biasanya

berkaitan dengan sifat-sifat yang relatif tetap (Dali Gulo, 1982: p.29).

Pendidikan karakter memiliki nilai-nilai yang dapat membangun karakter

anak, diantaranya : nilai religius yang mengajarkan anak lebih dekat dengan

tuhannya,nilai kedisiplinan, nilai kedisiplinan, dan nilai kejujuran.

23
Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu

penyelenggaraan dan hasil pendidikan yang mengarah pada pencapaian

pembentukan karakter dan akhlak mulia pada anak usia dini secara utuh,

terpadu, dan seimbang.

5.2 Saran

Penulis dapat memberikan beberapa saran berdasarkan uraian diatas,

Mengingat pentingnya pendidikan karakter sebagai penunjang harmonisan

manyarakat, maka sejak dini hendaknya ditanamkan pendidikan karakter,

bukan hanya disekolah, namun juga di lingkungan keluarga dan sekolah. Jadi

penting sekali kerjasama antara pihak-pihak tersbut demi suksesnya

kepribadian anak-anak bangsa yang baik.

24
DAFTAR PUSTAKA

Fadillah, M. (2016) . “PENANAMAN NILAI-NIALI KARAKTER PADA

ANAK USIA DINI MELALUI PERMAINAN EDUKATIF.

http://eprints.umpo.ac.id/2019/2/Prosiding%20Semnas%20PPKN.pdf

(diakses pada Februari 2019).

Hadisi, La. (2015). “PENDIDIKAN KARAKTER PADA ANAK USIA DINI”.

Jurnal Al-Ta’dib, 8, 56-57.

Hero, H. (2013). “PENDIDIKAN KARAKTER DISEBUT JUGA SEBAGAI USIA EMAS”

http://eprints.umm.ac.id/28727/1/jiptummpp-gdl-hermushero-33903-2-bab

i.pd f. (diakses pada Maret 2013).

Rihan, Rini. (2012). “KEPENDIDIKAN SEKOLAH DASAR DAN

PRASEKOLAH”.

25
https://riniraihan.wordpress.com/2012/09/30/pendidikan-karakter-anak-usia-d

ini/. (diakses pada 30 September 2012).

Septiani, Lusi Vifi. (2017). "IMPLEMENTASI PEMBIASAAN KARAKTER

PADA ANAK-ANAK".

http://repository.radenintan.ac.id/789/1/SKRIPSI_VIVI.pdf (diakses pada

September 2017).

Sitompul, H. (2015). “METODE KETELADANAN DAN PEMBIASAAN”.

Jurnal. Iain-padangsidimpuan.ac.id. (diakses pada 01 Januari 2916).

Subianto, Jito. (2013). “PERAN KELUARGA, SEKOLAH DAN

MASYARAKAT DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER

BERKUALITAS”. Jurnal pendidikan islam, 8, 337-342.

Suryana, D. (2014). “HAKIKAT ANAK USIA DINI”

http://repository.ut.ac.id/4697/1/PAUD4107-M1.pdf. (diakses pada 2017).

https://www.academia.edu/7697550/PENDIDIKAN_KARAKTER_PADA_PEN

DIDIKAN_ANAK_USIA_DINI

https://www.appletreebsd.com/pendidikan-karakter/

https://thabaart.blogspot.com/2017/11/metode-pembelajaran-field-trip.html.

(diakses pada Minggu, 12 November 2017)

26

Anda mungkin juga menyukai