Anda di halaman 1dari 18

PERSEPSI MAHASISWA PIPS MENGENAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM

MEMBENTUK ETIKA DAN MORAL

Tamara oktaviani Chaerunisa - Universitas Islam Negeri Maulana Ibrahim Malang

Tamaraoktaviani4321@gmail.com

Abstrak

Pendidikan karakter adalah suatu sistem pendidikan yang bertujuan untuk menanamkan pada diri
siswa nilai-nilai kepribadian tertentu, yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau
kemauan serta tindakan untuk mewujudkan nilai-nilai tersebut. Tujuan dari penelitian ini yaitu
untuk mengetahui bahwa pendidikan karakter sebagai pondasi pertama dalam sebuah ilmu
pendidikan karena pendidikan karakter dapat menentukan nilai yang kita dapatkan. Pendidikan
karakter sangat erat kaitannya dengan pendidikan akhlak yang bertujuan untuk senantiasa
membentuk dan melatih kapasitas pribadi untuk berkembang menuju kehidupan yang lebih
baik. .Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami dan mengetahui persepsi mahasiswa Prodi
PIPS Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang terhadap pendidikan karakter.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dan kuantitatif.

Kata Kunci : Pendidikan Karakter, akhlak, persepsi mahasiswa

Abstract

Character education is an educational system that aims to instill in students certain personality values,
which include components of knowledge, awareness or will as well as actions to realize these values. The
purpose of character education is as the first foundation in educational science because the character of
education can determine the grades we get. Character education is closely related to moral education
which aims to always shape and train personal capacity to develop towards a better life. .The purpose of
this research is to understand and determine the perceptions of PIPS Study Program students at Maulana
Ibrahim State Islamic University Malang towards student character education. The research methods used
in this research are qualitative and quantitative.

Keywords: Character education, morals, student perceptions


A. PENDAHULUAN

Kata “character” berasal dari bahasa Yunani charassein, yang berarti to engrave (melukis,
menggambar), seperti orang yang melukis kertas, memahat batu atau metal. Berakar dari
pengertian yang seperti itu, character kemudian diartikan sebagai tanda atau ciri khusus. Dalam
kamus terbaru Bahasa Indonesia, karakter artinya sifat, akhlak, budi pekerti yang menjadi ciri
khas seseorang. I.R Pedjawawijatna mengemukakan: “Watak atau karakter ialah seluruh aku
yang ternyata dalam tindakannya (insani, jadi dengan pilihan) terlibat dalam situasi, jadi memang
di bawah pengaruh dari pihak bakat, temperamen, keadaan tubuh, dan lain sebagaiannya”
(Purwanto, 1999).

Pendidikan adalah salah satu aset dalam keberadaan sebuah bangsa yang ditentukan oleh
karakter masyarakat yang ada pada bangsa tersebut (Susanti, 2013:481). Pendidikan karakter
menjadi fokus utama pada tujuan pendidikan nasional pada saat sekarang ini. Karakter adalah
kepribadian, watak, sifat kejiwaan, akhlak atau tingkah laku apa yang membedakan seseorang
dengan orang lain lainnya. Identitas nasional sangatlah penting dipengaruhi oleh budaya dasar
bangsa. Hal ini tercermin dalam budaya komunikasi (bahasa). Bahasa dimiliki dan digunakan
oleh satu orang suatu negara atau komunitas dapat dikenali jati diri atau karakter bangsa.
Pendidikan karakter adalah sebuah tujuan pendidikan nasional. Pasal 1 Undang-undang tentang
sistem pendidikan nasional pada tahun 2003, mengumumkan bahwa antara Tujuan pendidikan
nasional adalah mengembangkan potensi siswa memiliki kecerdasan, kepribadian dan Karakter
yang mulia. Ini berarti pendidikan tidak hanya melatih masyarakat Indonesia orang yang cerdas
tetapi juga memiliki kepribadian atau karakter, semoga nanti akan lahir satu generasi manusia
tumbuh dan berkembang dengan karakter yang memancarkan nilai-nilai luhur bangsa dan agama.
Para pendidik harus sadar seberapa pentingkah pendidikan karakter sebagai cara untuk
membentuk perilaku, memperkaya nilai-nilai pribadi melalui menjadi teladan bagi siswa dan
memiliki kemampuan untuk menciptakan lingkungan menguntungkan untuk proses pertumbuhan
dalam bentuk kenyamanan dan keamanan yang mungkin mempromosikan suasana pertumbuhan
pribadi individu pada umumnya dari sudut pandang teknis, intelektual, psikologis, etika, sosial,
estetika dan agama.

Sebuah metode yang sedang digalakkan untuk meningkatkan jati diri bangsa adalah di seluruh
dunia pendidikan. Dunia pendidikan berperan penting dalam mendidik generasi penerus bangsa
sejak usia muda. Undang-undang tersebut mengharuskan pemerintah untuk memberikan
perhatian terhadap pendidikan karena pendidikan memberikan kontribusi yang sangat besar bagi
kemajuan suatu negara. Mengembangkan sektor pendidikan terus meningkatkan kualitas sumber
daya manusia negara mampu bersaing di era globalisasi. Satu dari penyebab resesi nasional
dalam dunia kerja di era yang kompetitif tren global ini tertinggal dibandingkan kualitas
pendidikan. . “...siapa pun yang tidak mematuhinya persyaratan kualitas global akan dihilangkan
secara alami” (Suyanto & Hisyam Jihad, 2000:2). Masyarakat harus terus memperbaiki sistem
pendidikannya dapat terus bersaing di era globalisasi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi mahasiswa tentang nilai pendidikan karakter.
Persepsi mahasiswa ini nantinya akan dijadikan sebagai salah satu acuan untuk mempelajari dan
mengembangkan pengetahuan sebagai calon guru untuk lebih mendalami tentang pendidikan
karakter pada siswa. Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah dengan mengetahui persepsi
mahasiswa tentang pendidikan karakter. Diharapkan sebagai mahasiswa jurusan pendidikan kita
harus memiliki pengetahuan lebih untuk memahami dalam bidang pendidikan karakter sebagai
bahan untuk bekal nanti dalam mengajar.

Pendidikan karakter tidak hanya bersifat personal tetapi juga ada dimensi sosial struktural.
Sekalipun kriterianya menentukan satu demi satu nilai-nilai kebebasan individu staf. Pendidikan
kepribadian terkait dengan aspek struktural sosial, Lihat selengkapnya cara membuat sistem
sosial yang menguntungkan pengembangan diri. Dalam konteks di sinilah pendidikan moral
dapat ditempatkan sebagai bagian dari pendidikan karakter. Pendidikan karakter adalah
fondasinya pendidikan karakter. Di dalam pendidikan Karakter oleh Muslich Masnur (2011:75)
Lickona (1992) “penekanan pentingnya ketiga komponen kepribadian baik (komponen budi
pekerti yang baik), yaitu pengetahuan moral atau pengetahuan tentang moral, sentimen moral
atau perasaan terhadap moralitas dan tindakan atau tindakan moral moralitas". Hal ini
diperlukan agar anak bisa memahami, merasakan, dan melakukan serta nilai-nilai politik.
Pendidikan karakter adalah pendidikan moral apalagi khusus yang berkaitan dengan aspek
pengetahuan (kognisi), emosi (perasaan) dan tindakan (aksi). Berdasarkan lickona Thomas, tanpa
ketiga aspek ini, maka pendidikan karakter tidak akan efektif. Pendidikan karakter adalah sebuah
sistem dijiwai dengan nilai karakter dalam komunitas sekolah terdiri dari konstituen
pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan mengambil tindakan untuk mewujudkan nilai-nilai
itu baik bagi Tuhan Yang Maha Esa Satu (YME), diri sendiri, orang lain, Oleh karena itu
lingkungan hidup dan kebangsaan menjadi manusia. Pendidikan karakter sangat diperlukan
pembangun negara.

Sumber nilai yang digunakan dalam pelaksanaan pendidikan karakter bangsa adalah : 1) Agama,
2) Pancasila, 3) Kebudayaan, 4) Tujuan pendidikan nasional, 5) Undang-Undang Negara
Republik Indonesia (UURI) No . 17 Tahun 2007. Nilai-nilai pendidikan karakter bangsa yang
diturunkan dari di atas adalah sebagai berikut:1) Agama, 2) Kejujuran, 3) Toleransi, 4) Disiplin,
5) Kerja keras, 6) Kreativitas, 7 ) Kemandirian, 8) Demokrasi, 9) Rasa ingin tahu, 10) Semangat
kebangsaan, 11) Cinta Tanah Air, 12) Apresiasi terhadap kesuksesan,13)
Keramahan/Komunikasi, 14) Cinta damai, 15) Kegemaran membaca, 16) Perlindungan
lingkungan, 17) Perlindungan sosial dan 18) Tanggung Jawab. Meski terdapat 18 nilai yang
membentuk jati diri bangsa, namun satuan pendidikan dapat mengidentifikasi prioritas
pembangunan. Diantara berbagai nilai yang dikembangkan, implementasinya dapat dimulai dari
nilai esensial yang sederhana dan mudah diterapkan tergantung kondisi bidang masing-masing.

B. KAJIAN PUSTAKA

Kajian pustaka merupakan salah satu metode yang ada penelitian. Kajian pustaka diambil dari
kajian-kajian literature yang berkaitan dengan masalah yang dikaji . Teori yang mendasari
masalah yang akan diteliti dapat ditemukan dengan melakukan studi kepustakaan. Peneliti dapat
memperoleh informasi tentang penelitian yang ada kaitannya dengan masalah yang dikaji. Studi
kepustakaan merupakan studi tentang cara pengumpulan data dengan studi penelaahan dari buku
literatur, catatan-catatan, dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang
dikaji (Nazir, 2003). Pohan dalam Prastowo (2012), kegiatan penyusunan kajian pustaka
mempunyai tujuan untuk mengumpulkan informasi tentang kajian ilmiah, berupa teori-teori,
metode, atau pendekatan yang pernah berkembang dan telah di dokumentasikan dalam bentuk
buku, jurnal, naskah, catatan, rekaman sejarah, dokumen-dokumen yang terdapat di
perpustakaan. Kajian literature pada penelitian ini menggunakan literature yang berkaitan dengan
karakter dan literature yang berkaitan dengan karakteristik siswa sekolah dasar. Tinjauan
literature ini berperan untuk meningkatkan nilai-nilai karakter dapat dijadikan untuk
mengembangkan karakter yang ada dalam diri siswa.
C. METODE PENELITIAN

Populasi dan Sampel

Populasi dalam konteks ini adalah seluruh mahasiswa yang ada di institusi atau lingkungan
tertentu, sedangkan sampel adalah sekelompok mahasiswa yang dipilih secara acak atau
representatif dari populasi tersebut untuk memahami persepsi mereka mengenai pendidikan
karakter. Penelitian tentang persepsi mahasiswa terhadap pendidikan karakter dapat melibatkan
survei, wawancara, atau studi kasus tergantung pada tujuan penelitian dan metode yang
digunakan. Populasi target pada penelitian saya yaitu mahasiswa PIPS sebanyak 116 orang dan
populasi survei yang saya yaitu sebanyak 51 orang orang.

Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode mixed methods. Penelitian ini
merupakan suatu langkah penelitian dengan menggabungkan dua bentuk penelitian yang telah
ada sebelumnya yaitu penelitian kualitatif dan penelitian kuantitatif. Menurut Creswell penelitian
campuran merupakan pendekatan penelitian yang mengkombinasikan antara penelitian bahwa
metode penelitian kombinasi (mixed methods) adalah suatu metode penelitian antara metode
kuantitatif dengan metode kualitatif untuk digunakan secara bersama-sama dalam suatu kegiatan
penelitian, sehingga diperoleh data yang lebih komprehensif, valid, reliable dan objektif. Pada
penelitian ini di metode kuantitatif peneliti akan menyebar angket ke mahasiswa untuk
mengetahui persepsi mahasiswa PIPS mengenai pendidikan karakter dalam membentuk etika dan
moral. Di metode kualitatif peneliti akan melakukan wawancara kepada salah satu dosen di UIN
mengenai pendidikan karakter dalam membentuk etika dan moral.

LAMPIRAN

Kuesioner

1. Saya selalu menjalankan yang diperintahkan oleh Tuhan Yang Maha Esa
2. Saya selalu berdoa sebelum dan sesudah melakukan aktivitas?
3. Bersyukur kepada Tuhan karena memiliki keluarga yang sayang kepadaku
4. Saya merasa bosan mendengarkan sesuatu yang berkaitan dengan agama
5. Saya menerima semua teman yang berada di lingkungan kampus tanpa membeda-bedakan
agamanya.
6. Saya tidak menerima apapun pendapat dari teman yang berbeda agama ketika berdiskusi
7. Saya mencintai budaya dan makan tradisional Indonesia.
8. Saya bangga menyuarakan lagu-lagu kebangsaan Indonesia?
9. Saya menyesuaikan jadwal bermain dan belajar demi efisiensi yang lebih baik
10. Dalam membahas dan mendiskusikan secara berkelompok mengenai suatu masalah, saya selalu
mempunyai tanggapan yang berbeda dengan apa yang diungkapkan oleh teman saya
11. Saya sering meluangkan waktu untuk bermain daripada mengerjakan tugas
12. Jika saya tidak mampu mengerjakan tugas yang sulit, maka saya akan bertanya kepada teman
13. Saya senang saat berkomunikasi baik dengan teman maupun dosen di kampus
14. Menghargai teman yang berbeda suku,ras, dan agama
15. Saya membantu teman yang sedang tertimpa masalah
16. Saya merasa bangga dapat menyelesaikan tugas yang diberikan dosen saya
17. Selalu menjaga fasilitas umum yang berada di lingkungan kampus maupun di luar kampus
18. Ketika ada teman yang membuang sampah sembarangan, saya menegurnya untuk membuang
sampah pada tempatnya.
19. Saya mengikuti pembelajaran di kelas hingga selesai waktunya
20. Saya bersedia membantu teman lain dalam satu kelompok yang mengalami kesulitan

Keterangan penilaian

SS : Sangat Sering

S : Selalu

KK : Kadang-kadang

TP : Tidak pernah

Wawancara

1. Apa yang bapak/ibu ketahui tentang pendidikan karakter?

2. Menurut bapak/ibu apakah pendidikan karakter perspektif Al-Qur’an itu?

3. Sejauh mana bapak/ibu ini menerapkan pendidikan karakter?


4. Metode/program apa saja yang digunakan dalam proses pembentukan karakter dalam lingkungan
kampus?

5. Apakah dosen-dosen sering diikutkan dalam workshop, seminar/pelatihan mengenai pendidikan


karakter?

6. Kegiatan apa saja yang mendukung keberhasilan pendidikan karakter?

7. Sarana dan prasarana apa saja yang difasilitasi untuk membentuk pendidikan karakter?

8. Bagaimana upaya pembentukan pendidikan karakter di kampus oleh dosen kepada mahasiswa?

9. Apa saja faktor pendukung dalam upaya pembentukan Pendidikan karakter?

10. Apa saja faktor penghambat dalam upaya pembentukan pendidikan karakter?

11. Apa Solusi untuk faktor penghambat tersebut?

D. HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini bersifat kuantitatif dan kualitatif agar pembaca lebih bisa memahami secara mendalam
mengenai pendidikan karakter. Pada metode kuantitatif data yang dihasilkan akan berbentuk angka.
Dari data yang didapat dilakukan analisis dengan menggunakan software SPSS.Penelitian ini memiliki
tujuan untuk menganalisis Persepsi mahasiswa mengenai pendidikan karakter untuk membentuk etika
dan moral. Dengan tujuan yang didasarkan , data dikumpulkan dengan kuesioner sebanyak 51
responden. Penyebaran kuesioner dilakukan secara tertutup dengan menggunakan skala likert 1- 4.
Penelitian ini menggunakan 3 variabel independen yaitu pendidikan karakter serta variabel dependen
yaitu etika dan moral.
1. Karakteristik Responden

- Karakteristik Jenis Kelamin

Jenis Kelamin

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Laki-Laki 9 17.6 17.6 17.6

Perempuan 42 82.4 82.4 100.0

Total 51 100.0 100.0

Tabel 4.1 Karakterisitik Jenis Kelamin


Berdasarkan Tabel 4.1 diatas penelitian ini menggunakan responden sebanyak 51 sampel
mahasiswa dimana dari sampel yang dipilih apabila dilihat dari segi jenis kelamin secara
keseluruhan sampel berjenis kelamin perempuan sebanyak 82% dan sisanya lakilaki sebanyak
18%.
- Karakteristik Kelas
Kelas

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Kelas A 6 11.8 11.8 11.8

Kelas B 8 15.7 15.7 27.5

Kelas C 9 17.6 17.6 45.1

Kelas D 15 29.4 29.4 74.5

Kelas F 13 25.5 25.5 100.0

Total 51 100.0 100.0

Tabel 4.2 Karakterisitik Kelas


Hasil analisis Tabel 4.2 memberikan gambaran bahwa dari sampel yang terambil sebanyak
51 responden pada kalangan mahasiswa terdapat 5 pengelompokan kelas dan 15 orang responden
yang paling banyak terambil pada kelas D sebanyak 29%, kemudian kelas A yaitu sebanyak 6
orang yaitu 12%, kelas B sebanyak 8 orang yaitu 16%, kelas C sebanyak 9 orang yaitu 18%, dan
kelas F sebanyak 13 orang yaitu 25%.
2. Statistik Deskriptif

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Sum Mean Std. Deviation Variance

TOTAL_REL 51 13 24 903 17.71 2.595 6.732


TOTAL_NAS 51 5 8 368 7.22 .945 .893
TOTAL_INT 51 21 32 1371 26.88 3.090 9.546
TOTAL_GR 51 9 16 658 12.90 1.993 3.970
Valid N (listwise) 51

Tabel 4.3 Statistik Deskriptif

Menurut Dr. H. Alfin Mustikawan, M.Pd “Pendidikan karakter adalah suatu desain
pendidikan yang tidak hanya mengkonstruk pemahaman konseptual, akan tetapi pemahaman
konsep karakter seseorang. Karakter seseorang itu bisa bagus karena pengetahuan,
pemahaman, dan karakter yang baik. pendidikan karakter itu tentu mengajarkan konsep-
konsep terkait bagaimana cara mengembangkan sebuah karakter dan sebuah karakter yang
itu terintegrasi dalam kurikulum terkait dengan pendidikan. Mahasiswa memahami terkait
dengan pendidikan karakter agar mereka bisa mengimplementasikan”.

Pendidikan karakter membahas suatu konsep pendidikan yang membangun pemahaman


konseptual serta konseptual terhadap karakter seseorang. Pengetahuan, pemahaman dan budi
pekerti yang baik dapat meningkatkan karakter seseorang. Pendidikan karakter tentunya
mengajarkan konsep-konsep karakter dan pengembangan karakter yang dimasukkan ke
dalam kurikulum pendidikan. Mahasiswa akan memahami apa saja yang termasuk dalam
pendidikan karakter dan mampu mempraktikkannya.1

Setiap agama mengajarkan kebenaran, terutama agama Islam mengajarkan tentang akhlak.
Agama Islam mengajarkan bagaimana kita mengembangkan sebuah karakter dengan frame-
frame nilai keagaamaan untuk melatih harmonisasi terkait dengan perilaku. Karakter identik
dengan moralitas.

Dalam perspektif Islam, akhlak dan akhlak mulia merupakan buah dari proses pengamalan
syariat (doa dan mu'amara) yang didasari oleh landasan ``Aqidah' yang kokoh. Ibarat sebuah
bangunan, akhlak dan akhlak hanya akan selesai jika pondasi dan bangunannya sudah kokoh.
Oleh karena itu, tidak mungkin akhlak mulia muncul pada diri seseorang yang tidak memiliki
Aqidah dan Syariah yang baik. Seorang muslim yang mempunyai ``Aqida'' atau keimanan
yang sejati akan selalu menunjukkannya dalam sikap dan perbuatannya sehari-hari
berdasarkan keimanan tersebut.2

Pendidikan Karakter dimulai sejak kecil yaitu jenjang Prasekolah, SD, SMP dan SMA.
Pendidikan dasar harus mengajarkan tentang pendidikan karakter mempelajari tentang
mental untuk membangun karakter seseorang.

Pembentukan karakter pribadi anak (character building) sebaiknya dimulai dalam keluarga
karena anak mulai berinteraksi dengan orang lain pertama kali terjadi dalam lingkungan
keluarga. Pendidikan karakter sebaiknya di terapkan sejak anak usia dini karena pada usia
dini terbukti sangat menentukan kemampuan anak dalam mengembangkan potensinya.
Sedangkan sekolah adalah salah satu lembaga yang bertanggung jawab terhadap
pembentukan karakter, karena kontribusi dan peran guru disini sangat dominan. Pendidikan
karakter ini merupakan langkah penting dalam tumbuh kembang anak dan menjadi landasan
keberhasilan pengembangan pendidikan karakter nantinya. Oleh karena itu, guru tidak boleh
mengabaikan keberadaan anak usia dini demi kepentingan generasi penerus di masa depan.
Guru perlu memahami ciri-ciri anak usia dini, pentingnya pembelajaran bagi anak pada anak
usia dini, tujuan belajar anak pada anak usia dini, dan aktivitas belajar anak pada anak usia
dini. Perkembangan karakter pada anak usia dini terjadi melalui kegiatan dan keteladanan
1
Sigit Dwi Laksana, “Pentingnya Pendidikan Karakter Dalam Menghadapi Education Technology The 21st Century,”
n.d.
2
Dahrun Sajadi, “PENDIDIKAN KARAKTER DALAM ISLAM,” n.d.
yang rutin, terprogram, dan spontan. Perkembangan kepribadian anak usia dini
memungkinkan adanya pola perilaku tertentu, teratur, disiplin, dan terstandar (sesuai
standar), yang mengarah pada perencanaan yang berkesinambungan hingga terbentuk
perilaku yang diharapkan artinya, berbagai jenis dan pola perilaku dapat dikembangkan.
Bersikaplah kuat terhadap anak-anak dan jadilah bagian dari perilaku positif mereka.
Penjadwalan yang terus menerus itu sering disebut sebagai kegiatan rutin.

Membentuk karakter bisa dimulai dengan cara memberi contoh. Sebagai seorang dosen
karakter sebagai seorang yang akademisi yang bagaimana memahami terkait dengan
pengetahuan itu artinya aspek aspek ilmiah itu harus di kedepankan. Memberikan contoh
terkait dengan hal itu. Sepertinya memang penguasaan konsep tidak boleh itu harus
dilakukan. Memang salah satu karakter itu yang paling kuat. Itu contoh perilaku. Kalau itu
tidak dikurangi. Contoh tindakan anda itu memiliki efek lebih dari 70 persen ucapanmu. Jadi
ketika kita berbuat baik, coba kita membuat karakter bersih: orang di tempat sampah itu.
Daripada dengan begitu kita mengambil sampah, kita ambil di tempat sampah itu. Impactnya
bagi orang itu lebih tinggi daripada kita bicara soal tempat dan wawasanmu di tempat itu.

Kegiatan ini juga sering kali disebut sebagai kegiatan pembiasaan karena memang sasaran
dari kegiatan ini adalah untuk membiasakan perilaku tertentu yang dianggap mendasar dan
penting bagi pola kehidupan anak saat ini maupun ketika anak itu dewasa. Pembentukan
karakter melalui kegiatan spontan dengan tujuan untuk lebih meningkatkan apresiasi anak
terhadap nilai-nilai yang baik yang muncul berdasarkan kejadian nyata, dan muncul saat itu.
Pembentukan karakter melalui kegiatan keteladanan atau contoh-contoh dengan maksud
untuk mengarahkan anak pada berbagai contoh pola perilaku yang dapat di terima oleh
masyarakat, yaitu dengan cara menampilkannya langsung di hadapan atau dalam kehidupan
bersama anak.3

Di Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang belum terlalu banyak dosen
yang mengikuti wprshop/seminar mengenai pendidikan karakter, tetapi dosen-dosen tersebut
sudah memiliki nilai karakter ulul albab.

3
Sudaryanti Sudaryanti, “Pentingnya Pendidikan Karakter bagi Anak Usia Dini,” Jurnal Pendidikan Anak 1, no. 1
(February 4, 2015), https://doi.org/10.21831/jpa.v1i1.2902.
Dosen yang berkarakter bertujuan untuk membuka mata hati mahasiswa untuk belajar,
agar mampu hidup dengan nilai-nilai atau karakter di tengah masyarakat. Dosen yang
berkarakter memiliki ciri-ciri sebagai berikut: memiliki komitmen, kompeten. Bekerja keras,
konsisten, sederhana, mempunyai kemampuan bercakap-cakap, melayani secara maksimal,
cerdas, jujur dalam bekerja, menjaga diri, menghargai, dan menjadi teladan bagi anak didik
Anda. Instruktur dengan kepribadian seperti ini dapat dikatakan sebagai modal dalam
melaksanakan proses pembelajaran karakter di perguruan tinggi. Dosen mempunyai peranan
penting dalam membentuk dan mengembangkan kepribadian mahasiswa. Untuk itu tulisan
ini secara khusus menekankan pentingnya peran instruktur dalam pendidikan karakter di
perguruan tinggi.4

Kegiatan yang mendukung keberhasilan pendidikan karakter yang pertama yaitu top up
management kalau di sekolah itu ada kepala sekolah kalau di kampus ada Rektor, Yang
kedua, pemimpin harus mensupport keberhasilan pendidikan karakter. Yang ketiga, Rektor,
dosen, mahasiswa harus bekerja sama dalam keberhasilan pendidikan karakter.

Menurut Zubaedi, ada beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan pendidikan


karakter, antara lain: Pertama adalah faktor insting (naluri). Insting merupakan seperangkat
tabiat yang dibawa manusia sejak lahir. Segenap naluri insting manusia itu merupakan paket
yang inheren dengan kehidupan manusia yang secara fitrah sudah ada tanpa perlu dipelajari
terlebih dahulu. Dengan potensi naluri itulah manusia dapat memproduk aneka corak
perilaku sesuai pula dengan corak instingnya. Kedua adalah adat/kebiasaan. Adat dan
kebiasaan adalah setiap tindakan dan perbuatan seseorang yang dilakukan secara berulang-
ulang dalam bentuk yang sama sehingga menjadi kebiasaan. Perbuatan yang telah menjadi
adat kebiasaan tidak cukup hanya diulang-ulang saja, tetapi harus disertai kesukaan dan
kecenderungan hati terhadapnya. Faktor ketiga adalah genetika ciri-ciri dasar anak
mencerminkan ciri-ciri dasar orang tuanya. Dalam beberapa kasus, anak-anak mungkin
mewarisi sebagian besar sifat orang tuanya sifat-sifat yang diwariskan orang tua kepada
anaknya bukanlah sifat-sifat yang matang karena pengaruh lingkungan, adat istiadat, atau
pendidikan, melainkan merupakan sifat bawaan (inventaris) yang sudah ada sejak lahir.
Faktor keempat adalah lingkungan hidup. Milieu berarti sesuatu yang mengelilingi

4
Markus Masan Bali, “PERAN DOSEN DALAM MENGEMBANGKAN KARAKTER MAHASISWA,” n.d.
organisme hidup, sedangkan lingkungan hidup manusia adalah apa yang ada disekelilingnya,
misalnya tanah, laut, udara, dan masyarakat. Manusia hidup terus-menerus berhubungan
dengan orang lain atau dengan alam di sekitarnya. Oleh karena itu, orang-orang harus terikat
dan, dalam ikatan itu, saling mempengaruhi pikiran, karakteristik, dan tindakan.5

Sarana dan prasarana di Universitas Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang sudah cukup
lengkap, tetapi belum bisa dimanfaatkan secara maksimal. Standar sarana prasarana menurut
Permen diknas Nomor 24 tahun 2007 tentang“standar sarana prasaran sekolah/madrasah
pendidikan umum mencakup perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan
sumber belajar lainnya, teknologi informasi, lahan, bangunan, ruangruang dan instalasi daya
dan jasa”. Melalui sarana dan prasarana dalam kegiatan pembentukan karakter, setiap
mahasiswa dapat berkembang secara maksimal untuk bertahan dalam persaingan di era
globalisasi dan meningkatkan keunggulan di masyarakat.6

Dosen membentuk pendidikan karakter mahasiswa dengan cara mengajar dan bimbingan.
Pendidikan Karakter bisa terbentuk jika antara dosen dan mahasiswa saling terbuka. Menurut
pak alfin “Saya ingin memberi contoh kepada kalian semua bahwa nanti di masa yang akan
datang kalian harus menjadi orang yang terbuka. Menurut saya orang yang terbuka adalah
orang yang percaya diri akan lebih bisa di survive melihat akan adanya kemungkinan
distrupsi-distrupsi kalau ada jenjang yang membatasi antara dosen dan mahasiswa akan lebih
sulit di survive”. Membangun pendidikan karakter dengan karakter ligariter yaitu dosen tidak
ingin ada jenjang yang membatasi antara dosen dan mahasiswa.

Perguruan tinggi memiliki dua unsur utama, yaitu dosen dan mahasiswa. Kedua unsur ini
perlu memiliki orientasi ke arah perkembangan budaya akademik. Keduanya pun diikat
dalam etika akademik yang tumbuh dari nilai-nilai luhur dan berujung pada terbentuknya
budaya akademik. Menurut Santoso (2011), patut dipahami bahwa latar belakang
keseluruhan unsur yang ada dan lebih dicermati lagi dinamika eksternal kampus. Dalam
pelaksanaannya inti kegiatan perguruan tinggi adalah Tridharma Perguruan Tinggi, sehingga
5
Tri Mulyanto, Nanda Dwi Rohmah, and Arum Agustriana, “Manajemen Kepala Sekolah dalam Penguatan
Pendidikan Karakter di SD Insan Mandiri Bandar Lampung,” AL-FAHIM: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam 3, no. 1
(March 30, 2021): 49–68, https://doi.org/10.54396/alfahim.v3i1.119.
6
Siti Sanisah, “Persepsi dan Social Support Wali Murid dalam Pendidikan Karakter dan Inklusi” 6, no. 5 (2022).
semua kegiatan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat dilaksanakan
dengan berkarakter. Namun, untuk melaksanakan kegiatan pendidikan berkarakter,
diperlukan pembiasaan kehidupan keseharian di kampus yang menjadi budaya kampus.
Pembiasaan itu akan tampak dalam berbagai kegiatan kemahasiswaan dalam berbagai bidang
seperti olahraga, karya tulis, kesenian, dan lain-lain. Pembiasaan seperti yang telah
disebutkan, sebenarnya merupakan pengejawantahan dari nilainilai luhur total dalam budaya
akademik. Norma kegiatan akademik yang dirujuk di Indonesia bersubjek kepada mahasiswa
yang melakukan proses pembelajaran. Wujudnya berupa kegiatan kurikuler, kokurikuler, dan
ekstrakurikuler. Beban kegiatan akademik tersebut seutuhnya harus proporsional, produktif,
dan positif. Contoh yang mudah dipahami adalah untuk tidak melakukan tindakan menyontek
atau plagiat (Wibowo, 2013). Melalui pendidikan karakter di perguruan tinggi yang efektif,
diharapkan terlahir model pendidikan yang bermakna bagi mahasiswa, tidak sekadar
memberikan pengetahuan kognitif, tetapi juga juga afektif, dan konatif pada kelompok bahan
ajar keahlian dan keterampilan. 7

Faktor yang mendukung pendidikan karakter yaitu dari sisi akademik yaitu kurikulum, dan
dari sarana prasarana yaitu alat - alat yang digunakan dalam pembentukan karakter,
sedangkan yang paling penting yaitu prinsip dari value dalam pengajaran.8

Faktor penghambat pembentukan pendidikan karakter yaitu saling ketertutupan antara siswa
sama guru oleh karena itu masing-masing individu jadi kurang saling menerima satu sama
lain.

 Peran orang tua

Faktor penghambat yang pertama adalah kurangnya peran orang tua dalam menanamkan
nilai karakter kepada siswa. Dalam hal ini pola asuh menjadi hal yang paling utama bagi
pembentukan karakter anak/ individu. Namun terkadang orang tua menerapkan pola asuh
yang keliru. Mungkin menurut perspektif orang tua tujuannya bagus, namun secara

7
Bali, “PERAN DOSEN DALAM MENGEMBANGKAN KARAKTER MAHASISWA.”
8
Aiman Faiz et al., “Tinjauan Analisis Kritis Terhadap Faktor Penghambat Pendidikan Karakter di Indonesia,” Jurnal
Basicedu 5, no. 4 (June 16, 2021): 1766–77, https://doi.org/10.31004/basicedu.v5i4.1014.
implementatif caranya keliru. Pola asuh yang keliru tentu akan membawa dampak negatif
bagi siswa/ individu.

Faktor kedua yang menjadi penghambat pendidikan karakter melalui peran orang tua adalah
faktor ekonomi. Disadari atau tidak, status ekonomi turut mempengaruhi karakter anak/
individu. Yusuf (2012: 53- 54) mengatakan bahwa, orang tua yang hidup dalam keadaan
finansial dan ekonomi rendah cenderung memiliki pola asuh yang otoriter dan mengalami
depresi.

Dengan demikian, peran orang tua memiliki andil yang sangat besar dalam pembentukan
karakter. Karakter dapat terbentuk dari adanya kebiasaan yang dipengaruhi orang tua tentang
hal yang baik dan buruk. Anak merupakan prioritas utama karena peran orang tua sebagai
pondasi pembentukan intelektual dan moral anak. Mengesampingkan pembentukan karakter
anak merupakan kesalahan terbesar orang tua.

 Peran Sekolah

Faktor penghambat pertama adalah guru yang terlalu galak, pengalaman peneliti ketika
menjadi guru, banyak guru yang salah konsep antara tegas dan galak. Hal ini, membuat siswa
menjadi tidak terbuka karena takut disalahkan. Praktek pendidikan yang seperti ini, membuat
karakter siswa cenderung penurut namun kemampuan siswa jadi terbatasi karena takut
mengungkapkan ide dan gagasannya karena guru selalu merasa benar. Dari sudut pandang
psikologis juga, guru yang terlalu galak turut menyumbangkan perilaku kekerasan kepada
anak. Mungkin saja banyaknya tawuran, perkelahian antar pelajar adalah hasil dari
kekeliruan guru dalam menanamkan pendidikan karakter kepada siswa.

Selain guru yang terlalu galak, guru yang acuh/ abai pun menjadi salah satu faktor
penghambat dalam pendidikan karakter. Tidak dibenarkan apabila seorang guru memiliki
sikap acuh terhadap siswa yang melakukan kesalahan. Bahkan hal demikian bisa
menimbulkan sikap tidak empati sehingga hal demikian dapat merusak hubungan
interpersonal yang harusnya bisa dibangun antara guru dan siswa melalui respon emosi (Faiz
et al., 2020: 52).

 Peran Masyarakat
Peran masyarakat yang di dalamnya terdapat faktor teman sebaya, budaya dan kebiasaan
masyarakat, dan kekerasan di masyarakat. Peneliti mengawali pembahasan faktor teman sebaya
yang berperan penting bagi karakter siswa. Penelitian Suparmi, S., & Isfandari, 2016) tentang
teman sebaya yang memiliki peran penting bagi keberlangsungan sosialnya. Oleh sebab itu,
apabila peran teman sebaya membawa ke hal negatif, kemungkinan individu yang termasuk
dalam kelompok tersebut kemungkinan ikut melakukan perilaku yang negatif pula.

Faktor kedua dalam peran masyarakat adalah budaya dan kebiasaan yang bisa menjadi
penghambat pembentukan karakter siswa. Kondisi sisial, budaya dan adat yang heterogen turut
mempengaruhi karakter siswa/ individu. Di satu sisi budaya dan kebiasaan tersebut menjadi nilai
keunggulan tersendiri, namun di sisi lain menjadi penghambat dalam pembentukan karakter
siswa/ individu.

Yang terakhir hal yang bisa menjadi penghambat pada bagian peran masyarakat adalah adanya
kebiasaan yang menggunakan kekerasan di masyarakat. Secara realitas, masih banyak ditemukan
dari berita yang berbentuk media elektronik maupun cetak yang memberitakan tentang
masyarakat yang melakukan tidak kekerasan seperti perkelahian, tawuran, penyerangan dan lain
sebagainya. Motifnya tentu berbeda-beda, namun yang perlu di garis bawahi, sebagaian
kekerasan terjadi adalah untuk menyelesaikan masalah atau dendam kepada kelompok lain.

Pertama, keluarga perlu memberikan perhatian dalam membentuk karakter anak dimulai dari
anak masih dalam kandungan. Para calon orang tua hendaknya sudah memberikan perhatian
dalam menyiapkan karakter anak dengan menjaga perilaku orang tua mulai dari ucapan, tingkah
laku, makanan yang dikonsumsi ibu berasal dari yang halal dan bergizi serta pengamalan agama
yang lebih baik. Demikian juga ketika anak sudah lahir para orang tua juga tetap menanamkan
nilai-nilai dengan contoh perilaku orang tua sehari-hari dengan akhlak mulia. Kedua, sekolah
sebagai tempat kedua dari lingkungan keluarga juga perlu menciptakan kondisi yang lebih baik
dalam memberikan pembentukan karakter peserta didik. Sekolah perlu menciptakan hubungan
yang dengan peserta didik dengan memperlakukan lemah lembut tetapi tetap dalam kondisi
disiplin kepada peserta didik. Sekolah memberikan dorongan anak untuk tetap berkreasi tanpa
ada tekanan dan memberikan penghargaan bagi peserta didik yang berprestasi sebaliknya bagi
peserta didik yang melanggar tata tertib sekolah perlu dikenakan sanksi yang dapat memberikan
pembelajaran supaya peserta didik mengerti bahwa apa yang dilakukan tidak benar. Keteladanan
guru perlu diciptakan karena gurulah sebagai tokoh sentral yang setiap saat di sekolah menjadi
perhatian peserta didik sehingga perilaku guru mulai dari ucapan, penampilan selalu terjaga
dalam membentuk karakter peserta didik. Ketiga, pendidikan karakter perlu juga keterlibatan
semua komponen bangsa dalam hal ini masyarakat dimana lingkungan anak tersebut berada .
Artinya perlu adanya peran dari masyarakat lingkungan, media masa, dalam membentuk karakter
anak sehingga semua komponen bangsa ikut bertanggung jawab dalam membentuk karakter
anak untuk bisa mandiri menjadi manusia yang bermanfaat bagi dirinya, keluarga dan
bangsanya.9

9
Sabar Budi Raharjo, “Pendidikan Karakter Sebagai Upaya Menciptakan Akhlak Mulia,” Jurnal Pendidikan dan
Kebudayaan 16, no. 3 (May 10, 2010): 229–38, https://doi.org/10.24832/jpnk.v16i3.456.

Anda mungkin juga menyukai