Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDULUHAN

2.1 Latar Belakang


Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah “bawaan,
hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat,
temperamen, watak”. Adapun berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku,
bersifat, bertabiat, dan berwatak”. Menurut Tadkiroatun Musfiroh (UNY,
2008), karakter mengacu kepada serangkaian sikap (attitudes), perilaku
(behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills). Karakter
berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” atau menandai dan
memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk
tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan
perilaku jelek lainnya dikatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya, orang
yang perilakunya sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter
mulia.
Karakter mulia berarti individu memiliki pengetahuan tentang potensi
dirinya, yang ditandai dengan nilai-nilai seperti reflektif, percaya diri,
rasional, logis, kritis, analitis, kreatif dan inovatif, mandiri, hidup sehat,
bertanggung jawab, cinta ilmu, sabar, berhati-hati, rela berkorban, pemberani,
dapat dipercaya, jujur, menepati janji, adil, rendah hati, malu berbuat salah,
pemaaf, berhati lembut, setia, bekerja keras, tekun, ulet/gigih, teliti,
berinisiatif, berpikir positif, disiplin, antisipatif, inisiatif, visioner, bersahaja,
bersemangat, dinamis, hemat/efisien, menghargai waktu,
pengabdian/dedikatif, pengendalian diri, produktif, ramah, cinta keindahan
(estetis), sportif, tabah, terbuka, tertib. Individu juga memiliki kesadaran
untuk berbuat yang terbaik atau unggul, dan individu juga mampu bertindak
sesuai potensi dan kesadarannya tersebut. Karakteristik adalah realisasi
perkembangan positif sebagai individu (intelektual, emosional, sosial, etika,
dan perilaku).
Individu yang berkarakter baik atau unggul adalah seseorang yang
berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan YME, dirinya,
sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta dunia internasional pada
umumnya dengan mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya dan disertai
dengan kesadaran, emosi dan motivasinya (perasaannya).
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter
kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau
kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Pendidikan
karakter dapat dimaknai sebagai “the deliberate use of all dimensions of
school life to foster optimal character development”. Dalam pendidikan
karakter di sekolah, semua komponen (pemangku pendidikan) harus
dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi
kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan
mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-
kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja
seluruh warga sekolah/lingkungan. Di samping itu, pendidikan karakter
dimaknai sebagai suatu perilaku warga sekolah yang dalam menyelenggarakan
pendidikan harus berkarakter. Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendidikan
karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu
mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu membentuk watak
peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara
guru berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan
berbagai hal terkait lainnya. Untuk mengetahui mengenai Pendidikan Karakter
maka akan dibahas lebih lanjut pada makalah ini.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun Rumusan Masalah dari Makalah ini yaitu:
1. Apakah definisi dari pendidikan karakter?
2. Apakah dasar filosis pendidikan karakter?
3. Bagaimana posisi pendidikan karakter dalam pendidikan nasional?
4. Apa sajakah strategi dan model pendidikan karakter?

1
1.3 Tujuan dari Makalah ini yaitu:
Adapun Tujuan dari Penulisan Makalah ini yaitu:
1. Mengetahui definisi dari pendidikan karakter.
2. Mengetahui dasar filosofis pendidikan karakter.
3. Mengetahui Posisi Pendidikan Karakter dalam Pendidikan Nasional
4. Mengetahui Strategi dan model pendidikan karakter

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Deinisi Pendidikan Karakter


Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” atau
menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam
bentuk tindakan atau tingkah laku (Musfiroh, dalam Purwanto 2014:179).
Sedangkan menurut Pusat Bahasa Depdiknas (dalam Purwanto 2014:179) karakter
berrti bawaan, hati, tabiat, tempramen, watak. Oleh karena itu, istilah karakter
seringkali dihubungkan dengan etika, akhlak atau nilai dan berkaitan dengan
kekuatan moral, yang berkonotasi positif. Dengan demikian karakter dapat
diartikan sebagai sikap dan kepribadian seseorang yang baik yang diwujudkan
dalam tingkah laku seseorang yang menjadikan orang tersebut dikenal sebagai
orang baik.
Hasil penelitian di Hardvard University Amerika Serikat (Kemendiknas,
dalam Purwanto 2014:179) menunjukkan bahwa kesuksesan seseorang tidak
ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja,
tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian
ini mengungkapkan, kesuksesan ditentukan hanya sekitar 20 persen oleh hard
skill dan sisanya 80 persen oleh soft skill. Bahkan orang-orang tersukses di dunia
bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung kemampuan soft skill daripada
hard skill.
Douglas (dalam Samani dan Hariyanto 2013:41) mengemukakan bahwa
karakter tidak diwariskan, tetapi sesuatu yang dibangun secara berkesinambungan
hari demi hari melalui pikiran dan perbuatan, pemikiran-demi pemikiran dan
tindakan dan tindakan. Karakter dibentuk melalui kebiasaan-kebiasan serta
lingkungan. Pembangunan karakter yang paling efektif dan berkesinambungan
yakni melalui pendidikan.
Menyadari pentingnya pembangunan karakter dalam pendidikan,
sekarang ini banyak pihak yang menuntut peningkatan intensitas dan kualitas
pelaksanaan pendidikan karakter pada lembaga pendidikan formal. Tuntutan
tersebut didasarkan pada fenomena sosial yang berkembang, yakni meningkatnya

3
kenakalan remaja seperti perkelahian masal dan menurunnya tingkat moral bangsa
seperti banyaknya kasus korupsi dan kekerasn pada anak sekarang ini. Untuk itu,
lembaga pendidikan formal sebagai wadah resmi pembinaan generasi muda
diharapkan dapat meningkatkan peranannya dalam pembentukan kepribadian
peserta didik melalui peningkatan intensitas dan kualias pendidikan karakter
(KEMENDIKNAS 2010 dalam Purwanto 2014:184)
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter
kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau
kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Sedangkan
menurut Winton (dalam Samani dan Hariyanto 2013:43) pendidikan karakter
merupakan upaya sadar dan sungguh-sungguh dari seorang guru untuk
mengajarkan nilai-nilai kepada siswannya.
Sementara itu menurut Scerenko (dalam Samani dan Hariyanto 2013:45)
pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai upaya sunggguh-sungguh dengan
cara mana ciri kepribadian positi dikembangkan, didorong, dan diberdayakan
mellui keteladanan, kajian (sejarah dan biografi para bijak dan pemikir besar),
serta praktik emulasi (usaha yang maksimaluntuk mewujudkan hikmah dari apa-
apa yang dipelajari). Jadi pendidikan karakter merupakan proses mendidik peserta
didik untuk membentuk kepribadian peserta didik agar menjadi manusia yang
memiliki budi pekerti, moral, dan watak yang baik yang dapat digunakannya
untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara hal baik dan mewujudkan
kebaikan dalam kehidupan sehari-harinya.

2.2 Dasar Filosofi Pendidikan Karakter


Dasar filosofi pendidikan karakter di Indonesia tentu saja Pancasila.
Pendidikan karakter di Indonesia harus bertujuan untuk membentuk manusia yang
seutuhnya ber-Pancasila. Dalam kaitan ini Sudarsono (dalam Samani dan
Hariyanto 2013) mengidentifikasi bahwa Panasila harus disepakati menjadi 1)
dasar negara; 2) pandangan hidup bangsa; 3) kepribadian bangsa; 4) jiwa bangsa;
5) tujuan yang akan dicapai; 6) perjanjian luhur bangsa; 7) asas kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; 8) pengamalan pembangunan bangsa;
8) jati diri bangsa.

4
Karakter merupakan hal yang sangat penting bagi tercapainya suatu
tujuan hidup. Karakter merupakan dorongan atau pilihan untuk menentukan yang
terbaik dalam hidup. Sebagai bangsa Indonesia setiap dorongan atau pilihan harus
dilandasi oleh Pancasila. Kerakter yang berlandaskan pancasila maknanya adalah
setiap karakter harus dijiwai oleh kelima sila Pancasila secara komperhensif
seperti berikut.
1. Bangsa yang Berketuhanan yang Maha Esa
Bangsa yang berketuhanan yang maha esa yang dimaksud disini yakni
bentuk kesadaran dan perilaku iman dan takwa serta akhlak mulia sebagai
karakteristik kepribadian bangsa. Dalam kaitan hubungan dengan Tuhan
yang maha esa, manusia Indonesia adalah manusia yang taat menjalankan
kewajiban agamanya masing-masing, berlaku sabar dengan ketentuan-
Nya, ikhlas dalam beramal, tawakkal, dan senantiasa bersyukur atas apa
apa pun yang dikaruniakan Tuhan kepadanya.
2. Bangsa yang Menjunjung Kemanusiaan yang Adil dan Beradap
Diwujudkan dalam perilaku hormat menghormati antar warga dalam
masyarakat sehingga muncul suasana kekeluargaan yang saling
bertnggung jawab, juga adanya saling hormat menghormatiantar warga
bangsa sehingga timbul keyakinan dan prilaku sebagai warga Negara yang
baik, adil dan beradab dan pada gilirannya karakter setiap warga Negara
yang baik akan memunculkan perasan hormat dari bangsa lain.
3. Bangsa yang Mengedepankan Persatuan dan Kesatuan Bangsa
Karakter kebangsaan seseorang tercemin dalam sikap menempatkan
persatuan, kesatuan, kepentingan, dan keselamatan bangsa diatas
kepentingan pribadi atau golongan suka bergotong royong, rela berkorban
untuk kepentingan bangsa, menjunjung tinggi bahasa Indonesia,
memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa, cinta tanah air
dan Negara Indonesia yang ber-Bhineka tunggal ika
4. Bangsa yang Demokratis dan Menjunjung Tinggi Hukum dan Hak Asasi
Manusia.
Bangsa ini merupakan bangsa yang demokratis yang tercermin dari sikap
dan prilakunya yang senantiasa dilandasi nilai dan semangat kerakyatan

5
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan atau
perwakilan, menghargai pendapat orang lain. Tidak ada yang memaksakan
kehendak atas nama mayoritas, atau selalu berharap adanya toleransi.
5. Bangsa yang Mengedepankan Keadilan dan Kesejahteraan
Karakter keadilan social tercermin dalam perbuatan yang menjaga adanya
kebersamaan, kekeluargaan dan kegotongroyongan, menjaga harmonisasi
antara hak dan kewajiban, hormat terhadap hak-hak orang lain,suka
menolong orang lain, dan menghargai karya oranglain.
Dalam mencapai karakter yang ber-Pancasila, diperlukan individu yang
berkarakter khusus. Secara psikologis, karakter individu dimaknai sebagai hasil
keterpaduan empat bagian, yaitu :
1. Olah Hati
Berkenaan dengan perasaan, sikap, dan keyakinan atau keimanan.
2. Olah Pikir
Berkenaan dengan proses nalar guna mencari dan menggunakan
pengetahuan secara kritis, kreatif, dan inovatif.
3. Olah Raga
Berkenaan denga proses persepsi, kesiapan, peniruan, manipulasi, dan
penciptaan aktifitas baru disertai sportivitas.
4. Olah Rasa dan karsa.
Berkenaan dengan kemauan, motivasi, dan kreativitas yang tercermin
dalam kepedulian, citra, dan penciptaan kebaruan.
Karakter individu yang dijiwai oleh sila pancasila, yang dikembangkan
dari buku Desain Induk Pembangunan Karakter Bangsa (Pemerintah Republik
Indonesia, 2010) dikemukakan sebagai berikut:
a. Karakter yang bersumber dari olah hati, antara lain beriman dan bertakwa,
bersyukur, jujur, amanah, adil, tertib, sabar, disiplin, taat aturan,
bertanggung jawab, berempati, punya rasa iba, berani mengambil resiko,
pentang menyerah, menghargai lingkungan, rela berkorban dan berjiwa
patriotik.
b. Karakter yang bersumber dari olah pikir antara lain cerdas, kritis, kreatif,
inovatif, analitis, ingin tahu, produktif, berorientasi iptek, dan reflektif.

6
c. Karakter yang bersumber dari olah raga atau kinestetika antara lain bersih
dan sehat, sportif, tangguh, handal, berdaya tahan, bersahabat, kooperatif,
determinative, kompetitif, ceria, ulet, dan gigih.
d. Karakter yang bersumber dari Olah rasa dan karsa antar lain kemanusiaan,
saling menghargai, saling mengasihi, gotong royong, kebersamaan, ramah,
peduli, hormat, toleran, nasionalis, kosmopolit, mengutamakan
kepentingan umum, cinta tanah air, bangga menggunakan bahasa dan
produk Indonesia, dinamis, kerja keras, dan beretos kerja.

Gambar 2.1. Ruang lingkup pendidikan karakter

2.3 Posisi Pendidikan Karakter dalam Pendidikan Nasional


Pendidikan Karakter Untuk Membangun Keberadaban Bangsa adalah
kearifan dari keaneragaman nilai dan budaya kehidupan bermasyarakat. Kearifan
itu segera muncul, jika seseorang membuka diri untuk menjalani kehidupan
bersama dengan melihat realitas plural yang terjadi. Oleh karena itu pendidikan
harus diletakan pada posisi yang tepat, apalagi ketika menghadapi konflik yang
berbasis pada ras, suku dan keagamaan. Pendidikan karakter bukanlah sekedar
wacana tetapi realitas implementasinya, bukan hanya sekedar kata-kata tetapi
tindakan dan bukan simbol atau slogan, tetapi keberpihak yang cerdas untuk
membangun keberadaban bangsa Indonesia. Pembiasaan berperilaku santun dan
damai adalah refreksi dari tekad kita sekali merdeka, tetap merdeka. (Djumali,
dkk 2013). Oleh karena itu kebijakan dan implementasi pendidikan yang berbasis

7
karakter menjadi sangat penting dan strategis dalam rangka membangun bangsa
ini. Hal ini tentunya juga menuntut adanya dukungan yang kondusif dari pranata
politik, sosial, dan,budayabangsa
Dunia pendidikan diharapkan sebagai motor penggerak untuk
memfasilitasi perkembangan karakter, sehingga anggota masyarakat mempunyai
kesadaran kehidupan berbangsa dan bernegara yang harmonis dan demokratis
dengan tetap memperhatikan sendi-sendi Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) dan norma-norma sosial di masyarakat yang telah menjadi kesepakatan
bersama. "Dari mana asalmu tidak penting, ukuran tubuhmu juga tidak penting,
ukuran Otakmu cukup penting, ukuran hatimu itulah yang sangat penting” karena
otak (pikiran) dan kalbu hati yang paling kuat menggerak seseorang itu ”bertutur
kata dan bertindak”. Simak, telaah, dan renungkan dalam hati apakah telah
memadai ”wahana” pembelajaran memberikan peluang bagi peserta didik untuk
multi kecerdasan yang mampu mengembangkan sikap-sikap: kejujuran, integritas,
komitmen, kedisipilinan, visioner, dan kemandirian.
Sejarah memberikan pelajaran yang amat berharga, betapa perbedaan,
pertentangan, dan pertukaran pikiran itulah sesungguhnya yang mengantarkan kita
ke gerbang kemerdekaan. Melalui perdebatan tersebut kita banyak belajar,
bagaimana toleransi dan keterbukaan para Pendiri Republik ini dalam menerima
pendapat, dan berbagai kritik saat itu. Melalui pertukaran pikiran itu kita juga bisa
mencermati, betapa kuat keinginan para Pemimpin Bangsa itu untuk bersatu di
dalam satu identitas kebangsaan, sehingga perbedaan-perbedaan tidak menjadi
persoalan bagi mereka. (Djumali, dkk 2013)
Salah satu bapak pendiri bangsa, Presiden pertama republik Indonesia,
Bung Karno (dalam Samani dan Hariyanto 2013), menegaskan “bangsa ini harus
dibangun dengan mendahulukan karakter (character building) karena character
building inilah yang akan membuat Indonesia menjadi bangsa yang besar, maju,
jaya, dan bermartabat. Kalau character building tidak dilakukan maka bangsa
Indonesia hanya akan menjadi bangsa kuli.
Di Indonesia pelaksanaan pendidikan karakter saat ini memang dirasakan
mendesak. Gambaran situasai pendidikan dan situasi masyarakakat di Indonesia
menjadi motivasi pokok implementasi pendidikan karakter di Indonesia. Sebagai

8
bangsa agaknya kita masih saja mengidap infiriority complex nasional, terbukti
masih suka dan melahap segala produk dan budaya asing. Selain itu permasalahan
disiplin dan tertib berlalu lintas, budaya antre, budaya baca, budaya menghargai
lingkungan masih jauh di bawah standar.
Kondisi bangsa seperti itu, yang mengabaikan pendidikan karakter
sehingga berdampak multi dimensi (Sudarsono dalam Samani dan Hariyanto
2013). Sementara itu, dalam dunia pendidikan kasus bertindak curang (cheating)
baik berupa mencontek, mencontoh pekerjaan teman dan plagiarisme hampir
menjadi hal-hal yang ditemui sehari-hari. Mengenai hal ini plagiat dan mencontek
bisa digolongkan dalam tindakan korupsi. Meskipun plagiat dan mencontek
bukanlah tindakan mencuri uang negara, tapi plagiat dan menontek merupakan
hal-hal yang identik dengan mencuri. Melihat hal ini nilai kejujuran dalam dunia
pendidikan dilhat seakan-akan menjadi sesuatu yang langka. Berkaitan dengan
hal-hal yang telah disebutkan. Dirasakan semakin mendesakanya implementasi
pendidikan karakter di Indonesia tersebut. Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan
Pengembangan Kementrian Pendidikan Karakter (dalam Samani dan Hariyanto
2013), menyatakan pendidikan karakter pada intinya bertujuan mebentuk bangsa
yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulua, dinamis, berorientasi pada
pengetahuan dan teknologi.
Demikian tidak dapat dipungkiri bahwa pendidikan karakter dewasa ini
semakin penting dan mendesak karena berbagai situasi yang dihadapi bangsa dan
negara. Pengaruh globaslisasi yang menawarkan sesuatu yang baik, seperti
keunggulan dan kemandirian, juga menberikan banyak dampak negatif. Makin
berkembang marak nilai-nilai sepeti konsimerisme, dan hedonisme, seks bebas,
penyalagunaan narkoba, kekerasan, pelampiasan nasu manusiawi dan tidak lagi
mengindahkan perlunya keimanan dan ketakqwaan, sementara itu terjadi
kemerosotan karakter kolektif sehingga banyak timbul perkelahian antar suku,
tawuran antar desa, antar pemeluk agama, antar ras, menonjolkan kepentingan
kelompok, golongan dan partai.

9
Gambar 2.2 Jalur Pendidikan
Menurut kementrian pendidikan nasional, pendidikan karakter harus
meliputi dan berlangsung pada :
2.3.1 Pendidikan formal
Pendidikan formal adalah kegiatan yang sistematis,
bertingkat/berjenjag, dimulai dari sekolah dasar sampai dengan perguruan
tinggi dan yang setaraf dengannya; termasuk kedalamnya ialah kegiatan
studi yang berorientasi akademis dan umum, program spesialisasi, dan
latihan professional, yang dilaksanakan dalam waktu yang terus menerus
(Coombs 1973).
Apabila kegiatan yang termasuk pendidikan yang program-
programnya bersifat informal ini diarahkan untuk mencapai tujuan belajar
tertentu maka kegiatan tersebut dikategorikan baik ke dalam pendidikan yang
program-programnya bersifat nonformal maupun pendidikan yang program-
programnya bersifat formal. Pendidikan karakter pada pendidikan formal
berlangsung pada lembaga pendidikan TK atau RA, SD atau MI, SMP atau
MTs, SMA atau MAK dan perguruan tinggi melalui pembayaran. Kegiatan
kurikuler dan atau ekstra kurikuler, penciptaan bahwa satuan pendidikan dan
pembiasaan. Sasaran pada pendidikan formal adalah peserta didik, pendidik,
dan tenaga kependidikan.
Kelebihan pendidikan formal:
a. Melatih kemampuan akademis, dengan melatih serta mengasah
kemampuan menghafal, menganalisa, memecahkan masalah, logika dan
lainnya maka diharapkan seseorang akan memiliki kemampuan akademis
yang baik.

10
b. Sarana pengembangan diri dan berkarakter, semakin banyak memiliki
keahlian dan daya kreativitas maka akan semakin baik pula kualitas
seseorang. Dalam pendidikan formal merupakan mediator untuk
pengembangan daya kreativitas karena saat menempuh pendidikan
disediakan beragam program pengembangan siswa.
Beberapa kekurangannya yaitu:
a. Bersifat kaku dan tidak fleksibel, terhadap karakter pembelajar, peran guru
yang terkadang sulit membaur dengan sikap murid yang terkadang
dibutuhkan pendekatan persuasif dan komunikasi.
b. Formalitas, anggapan umum ini untuk menggambarkan pandangan
masyarakat umum bahwa pendidikan formal masih sekedar formalitas dan
tidak berfokus kepada sisi kualitas pembelajar.
2.3.2 Penelitian nonformal
Pendidikan nonformal ialah setiap kegiatan teroganisasi dan sistematis,
di luar sistem persekolahan yang dilakukan secara mandiri atau merupakan
bagian penting dari kegiatan yang lebih luas yang sengaja dilakukan untuk
melayani peserta didik tertentu di dalam mancapai tujuan belajarnya (Coombs
1973). Pendidikan yang program-programnya bersifat nonformal memiliki
tujuan dan kegiatan yang terorganisasi, diselenggarakan di lingkungan
masyarakat dan lembaga-lembaga untuk melayani kebutuhan belajar
khusus para peserta didik.
Dalam pendikan nonformal pendidikan karakter berlangsung pada
lembaga khusun pendidikan kesetaraan, pendidikan keaksaraan, dan lembaga
pendidikan nonformal lain melalui pembelajaran, kegiatan kurikuler dan atau
ekstrakurikuler, penciptaan budaya lembaga dan kebiasaan.
Sasaran Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat
yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti,
penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung
pendidikan sepanjang hayat. Fungsi Pendidikan nonformal berfungsi
mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan
pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan
kepribadian profesional.

11
Jenis Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup,
pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan
perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan
kerja. Pendidikan kesetaraan meliputi Paket A, Paket B dan Paket C, serta
pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta
didik seperti: Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), lembaga kursus,
lembaga pelatihan, kelompok belajar, majelis taklim, sanggar, dan lain
sebagainya, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan
kemampuan peserta didik.
2.3.3 Pendidikan informal.
Pendidikan informal adalah proses yang berlangsung sepanjang usia
sehingga sehingga setiap orang memperoleh nilai, sikap, keterampilan, dan
pengetahuan yang bersumber dari pengalaman hidup sehari-hari, pengaruh
lingkungan termasuk di dalamnya adalah pengaruh kehidupan keluarga,
hubungan dengan tetangga, lingkungan pekerjaan dan permainan, pasar,
perpustakaan, dan media massa (Coombs 1973).
Kegiatan pendidikan ini lebih umum, berjalan dengan sendirinya,
berlangsung terutama dalam lingkungan keluarga, serta melalui media massa,
tempat bermain, dan lain sebagainya. Dalam pendidikan inormal pendidikan
karakter berlangsung dalam keluarga yang dilakukan oleh orang tua dan orang
dewasa di dalam keluarga terhadap anak-anak yang menjadi tanggung
jawabnya. Pendidikan yang program- programnya bersifat informal tidak
diarahkan untuk melayani kebutuhan belajar yang terorganisasi.
Alasan pemerintah mengagas pendidikan informal adalah:
a. Pendidikan dimulai dari keluarga
b. Informal diundangkan juga karena untuk mencapai tujuan pendidikan
nasonal dimulai dari keluarga
c. Homeschooling: pendidikan formal tapi dilaksanakan secara informal.
d. Anak harus dididik dari lahir

12
2.4. Strategi dan Model Pendidikan Karakter.
Strategi dalam hal ini berkaitan dengan kurikulum, model dan
metodologinya. Dalam kurikulum strategi yang umum digunakan yaitu
mengintegrasikan pendidikan karakter dalam bahan ajar, atau membuat kurikulum
sendiri. Sesuai dengan desain induk pendidikan karakter yang dirancang
kementrian pendidikan nasional (2010) strategi pendidikan karakter yang akan
diterapkan di Indonesia antara lain melalui transformasi budaya sekolah dan
habituasi melalui kegiatan ekstrakulikular. Menurut para ahli implementasi
pendidikan karakter melalui transformasi budaya dan kehidupan sekolah lebih
efektif dari pada mengubah kurikulum dengan menambahkan materi pendidikan
karakter ke dalam muatan kurikulum.(Samani dan Harianto, 2013)
Pusat Kurikulum Kementrian Pendidikan Nasional (2011) dalam
kaitannya pengembangan sekolah yang dilaksanakan untuk pengembangan diri.
Terdapat empat hal yang harus diperhatikan:
1. Kegiatan Rutin.
Kegiatan yang dilaksanakan peserta didik secara terus menerus dan konsisten
setiap saat. Misalnya upacara pada hari senin, piket kelas, berdoa sebelum
dan sesudah pelajaran, dan lain sebagainya.
2. Kegiatan Spontan.
Bersifat spontan, saat itu juga, pada waktu terjadi keadaan tertentu. Misalnya
sumbangan bagi korban bencana alam,mengunjungi teman yang sakit dan lain
sebagainya.
3. Keteladanan
Timbulnya prilaku peserta didik karena meniru prilaku dan sikap dari guru
atau tenaga pendidik di sekolah.
4. Pengondisian
Penciptaan kondisi yang mendukung keterlaksanaan pendidikan karakter.
Sementara itu, dalam kegiatan ekstrakulikuler nilai karakter yang
dikembangkan bergantung pada kekhasan jenis dan tujuan kegiatan ekstrakuliluler
tersebut. Misalnya dalam kegiatan kulikuler pramuka nilai karakter yang dapat
dikembangkan antara lain :

13
a. Melalui kegiatan luar ruangan akan terbentuk karakter keberanian, kerja
sama, patriotism, memahami dan menghargai alam, saling ,menolong,
memupuk sikap peduli dan empati, sikap berjuang untuk bertahan hidup, dan
kebersamaan.
b. Kegiatan dalam ruang difokuskan pada pembentukan jiwa kepemimpinan,
manajemen dan memupuk jiwa kewirausahaan.
2.4.1 Metode Dan Model Pembelajaran Dalam Pendidikan Karakter
Berdasarkan pendapat sejumlah ahli terdapat beberapa metode atau model
pembelajaran yang efektif dan umum digunakan bagi implementasi pendidkan
karakter. Model tersebut antara lain :
1. Model Pembelajaran Kooperatif.
Menurut Ormrod (2009) pembelajarn kooperatif adalah sebuah pendekatan
terhadap pengajaran dimana para mahasiswa bekerja dalam kelompok-kelompok
kecil untuk mencapai tujuan bersama dan membantu satu sama lain. Berbagai
hasil study yang dirangkum dalam Ormrod (2009) menyatakan bahwa
pembelajaran kooperatif memiliki banyak keuntungan, antara lain:
a. Ketika mahasiswa terlibat dalam pembelajaran kooperatif, mereka memperoleh
banyak manfaat dari dialog diantara mereka, diantaranya pemahaman dan
integrasi yang lebih besar terhadap pokok bahasan dn kemampuan
perspective thingking yang meningkat.
b. Ketika mahasiswa membantu satu sama lain dalam belajar, mereka
menyediakan penopang bagi usaha satu sama lain dan dengan demikian
cenderung memiliki keyakinan diri yang lebih tinggi untuk menyelesaikan
tugas.
c. Aktifitas pembelajaran kooperatif akan efektif ketika dirancang dan
terstruktur dengan baik.
d. Aktifitas pembelajaran kooperatif bisa meningkatkan proses kognitif tingkat
tinggi.
e. Para mahasiswa percaya bahwa mereka disukai dan diterima oleh teman
sekelasnya.

14
2. Problem Based Teaching and Learning.
Pembelajaran berbasis masalah menurut Jacobsen (2009) adalah suatu
kelompok strtegi-strtegi yang dirancang untuk mebelajarkan ketrampilan-
ketrampilan pemecahan masalah dan penelitian atau penemuan. Pembelajaran
berbasis masalah memiliki 3 tujuan yang saling berhubungan satu dengan yang
lain:
1. Mengembangkan kemampuan mahasiswa untuk dapat menyelidiki secara
sitematis suatu pertanyan atau masalah.
2. Mengembangkan pembelajaran yang self-directed dengan bertanggung jawab
atas investigasi mereka sendiri.
3. Peguasaan materi.
Dalam pembelajaran berbasis masalah terdapat 3 jenis pembelajran yaitu
pembeljaran penyelidikan, pembelajaran pemecahan masalah, dan pembalajaran
berbasis proyek. Pembelajaran penyelidikan dimulai dengan pemberian masalah
yang berhubungan dengan materi. Melalui pembelajaran penyelidikan mahasiswa
mempelajari meteri yang berhubungan dengan masalah sekaligus strategi
pemecahanya di waktu yang akan datang. Langkah – langkah dalam pembelajaran
penyelidikan terdiri dari 4 langkah, yaitu :
a. Mengidentifikasi Masalah
Pada langkah ini dosen menyajikan suatu masalah kepada mahasiswa.
b. Membentuk hipotesis
Pada langkah ini mahasiswa mencoba membentuk hipotesis, hipotesis disini dapat
diartikan sebagai dugaan tentatif. Hipotesis menjadi jawban sementara atas
pertanyaan yang diajukan.
c. Mengumpulkan data.
Pada langkah ini mahasiswa mengumpulkan data-data untuk menilai validitas
hipotesis.
d. Menganalisis data dan membuat kesimpulan.
Pada bagian akhir ini hipotesis dianalisis menggunakan data yang sudah diperoleh
pada langakah ketiga. Tujuan dari tahap ini menguji hipotesis sembari
menganalisis informasi yang telah dikumpulkan untuk menentukan apakah
hipotesis itu diterima atau tidak.

15
Pemecahan masalah merupakan salah satu strategi pembelajaran berbasis
masalah kontekstual, dimana dosen membantu mahasiswa untuk belajar
memecahkan masalah melalui pengalaman-pengalaman pembelajaran hands-on.
Seperti halnya semua strategi berbasis masalah, pemecahan masalah juga diawali
dengan suatu masalah dimana mahasiswa bertanggung jawab untuk
memecahkannya dengan bantuan dosen.
Sebagaimana halnya strategi-strategi pemecahan masalah lainnya, langkah
perencanaan pertama adalah mengidentifikasi masalah yang nantinya bisa menjadi
focal point dalam pembelajaran. Adapun langkah perencanaan kedua adalah
memastikan bahwa prosedur-prosedur pengumpulan data sudah dilaksanakan
secara menyeluruh. Pembelajaran pemecahan masalah menurut Jacobsen, et al.
(2009), memiliki 5 langkah yaitu:
a. Mengidentifikasi masalah
Permasalahan pada model pembelajaran problem base learning ini diambil
dari permasalahn nyata yang terjadi di masyarakat.
b. Menegaskan masalah
Langkah penerapan ini melibatkan usaha dosen dalam mengajari mahasiswa
tentang bagaimana menegaskan masalah-masalah, yang nantinya memberi
mereka strategiyang dapat menjembatani celah konseptual antara menentukan
atau mendefinisikan masalah dan memilih atau menyeleksi strategi.
c. Memilih sebuah strategi
Pada tahap tiga ini, mahasiswa dibantu dalam memilih strategi yang sesuai
untuk diterapkan pada masalah yang tela diidentifikasi. Masalah utama yang
sering dihadapi dosen pada tahap ini adalah kecenderungan mahasiswa untuk
menangkap solusi pertama yang muncul terlebih dahulu tanpa perpikir
tentang solusi-solusi alternatifnya.
d. Melaksanakan strategi
Tahap ini merupakan perluasan alamiah dari tiga tahap sebelumnya dan
menyediakan kesempatan-kesempatan bagi mahasiswa untuk menerapkan
dan menguji coba gagasan-gagasan mereka.Tahap ini semestinya berlangsung
dengan lancar daripada tahap–tahap sebelumnya, tetapi jika tidak, dosen

16
dapat menyediakan perancah (scaffolding) melalui strategi questioning yang
mendukung.
e. Mengevaluasi hasil-hasil
Dosen mendorong mahasiswa untuk menilai validasi solusi yang mereka
buat.
Strategi pembelajaran yang terakhir adalah pembelajaran berbasis proyek.
Pembelajaran berbasis proyek ini adalah strategi pembelajaran inovatif yang
menekankan belajar kontekstual melalui kegiatan-kegiatan yang kompleks.
Pembelajaran berbasis proyek biasanya memerlukan beberapaa tahapan dan
durasi. Secara umum pembelajar melakukan kegiatan antara lain:
1. Mengorganisasi kegiatan belajar kelompok
2. Melakukan pengkajian dan penelitian
3. Memecahkan masalah
4. Mensintesis informasi
3. Pembelajaran Orang Dewasa (Andragogy/ Adult Learning)
Pembelajaran orang dewasa (androgyny/adult learning) merupakan salah
satu model pembelajaran yang berbasis pada teori humanistic. Pebelajar dewasa
memiliki definisi yang menyatu dengan kebutuhan belajar yang tidak sekedar
dipandang sebagai kebutuhan intelektual serta keinginan meraih sesuatu saja
dalam kehidupan, akan tetapi belajar dipandang sebagai:
a. Self acceptance, pebelajar dewasa berarti individu yang memiliki pandangan
positif tentang dirinya sebagai sasaran belajar.
b. Planfull intens, pebelajar dewasa berarti memiliki kemampuan mendiagnosis
kebutuhan belajar, menetapkan tujuan pribadi secara wajar sesuai kebutuhan
tersebut dan merancang strategi yang efektif untuk merealisasikan tujuan
belajar.
c. Intrinsic motivation, pebelajar dewasa berarti orang yang memiliki motivasi
dari dalam, yaitu motivasi untuk dapat bertahan dalam menyelesaikan tugas-
tugas bealajar tanpa adanya tekanan eksternal dalam bentuk hadiah, sanksi,
atau hukuman.

17
d. Internalized evaluation, pebelajar dewasa berarti mampu bertindak sebagai
agen evaluator, terutama dalam menilai kualitas kinerja yang akurat sesuai
dengan informasi yang dikumpulkan sendiri.
e. Openness to experience, pebelajar dewasa berarti terbuka kepada pengalaman
baru, serta mampu melibatkan diri dalam berbagai kegiatan belajar dan
menetapkan tujuan , memiliki curiosity, tolerance of ambuiguty, preference of
complexity and even playfulness, juga mempunyai motif untuk memasuki
kegiatan baru.
f. Learning flexibility, fleksibilitas dalam belajar menyiratkan kedewasaa dalam
mengubah tujuan atau cara belajar dan menggunakan explorasi dan
pendekatan trial and error untuk memecahkan masalah.
g. Autonomy, pebelajar dewasa berarti memiliki kemampuan memilih kegiatan
belajar yang dipandang penting meski bagi orang lain dipandang sebagai
suatu resiko atau bahayadalam konteks budaya.
Implikasi andragogy dalam proses pembelajaran antara lain:
a. Pebelajar atau instruktur perlu mendorong dan membantu orang dewasa
untuk belajar sesuai kebutuhan belajarnya.
b. Proses pembelajaran orang dewasa perlu menekankan pada peningkatan
kemampuan untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupannya.
c. Urtan program pembelajaran perlu disusun berdasarkan urutan tugas
perkembangan untuk melaksanakan peranannya, bukan berdasarkan urutan
logis mata pelajaran.
d. Pebelajar dewasa perlu dilibatkan untuk berperan sebagai sumber
pembelajaran atau narasumber. Pengenalan konsep-konsep baru dan
penerapannya dalam kehidupan sehari-hari akan lebih cepat apabila berangkat
dari pengalaman mereka sendiri.
e. Pebelajar dewasa perlu juga dilibatkan secara penuh dalam mendiagnosis
kebutuhan belajar dan dalam merancang program pembelajaran.
4. Student Centered Learning
Menurut Dikti (2011) dalam Wibowo (2013) model pembelajaran berpusat
pada siswa (SCL). Model SCL ini merupakan orientasi baru pendidikan yang

18
dianggap lebih tepat dalam membentuk kompetensi utuh mahasiswa. Konsep SCL
adalah sebagai berikut :
a. Pembelajaran merupakan proses aktif mahasiswa yang mengembangkan
potensi dirinya.
b. Pengalaman aktif mahasiswa harus bersumber atau relevan pada realitas
social, masalah yang berkaitan profesi, dan sebagainya.
c. Didalam proses pengalaman ini mahasiswa memperoleh inspirasi dan
termotifasi untuk bebas berkarsa, kreatif dan mandiri.
d. Pengalaman proses pembeljaran merupakan aktifitas mengingat, menyimpan
dan memproduksi informasi, gagasan yang memperkaya kemampuan dan
karakter mahasiswa.
Sebagaimana telah diuraikan, dapat diketahui bahwa pendidikan karakter
dilkukan oleh mahasiswa bukan oleh dosen. Untuk melaksanakan strategi tersebut
dosen merencanakan kegiatan belajar yang menyebabkan mahasiswa aktif
merumuskan pertanyaan, mencari sumber informasi, mengolah informasi yang
sudah dimiliki, merekonstruksi data, fakta atau nilai, dan menumbuhkan nilai-nilai
karakter pada diri mereka melalui kegiatan pembelajaran ini.
2.4.2 Statergi Penerapan Pendidikan Karakter pada Mahasiswa
Flexner dalam Syukri (2009) berpendapat bahwa perguruan tinggi
merupakan tempat pencarian ilmu pengetahuan, pemecahan berbagai masalah,
tempat mengkritisi karya-karya yang dihasilkan, dan sebagai pusat pelatihan
manusia. Sehingga, mahasiswa dididik dan dilatih di perguruan tinggi agar
menjadi manusia intelektual yang mempunyai daya nalar tinggi, analisa yang luas
dan tajam, berilmu tinggi dan berprilaku terpuji. Pendidikan karakter di perguruan
tinggi dapat melengkapi karakter yang sudah terbentuk pada diri mahasiswa yang
didapat pada tingkat pendidikan sebelumnya. Walaupun demikian, perguruan
tinggi di Indonesia harus mengambil tempat dalam menerapkan pendidikan
karakter pada diri mahasiswa. Soetanto (2012) menjabarkan bahwa penerapan
pendidikan karakter di perguruan tinggi didasarkan pada lima pilar utama:
1. Tri Darma Perguruan Tinggi
Pendidikan karakter bisa diintegrasikan ke dalam kegiatan pendidikan, penelitian
dan pengabdian kepada masyarakat yang berkarakter.

19
2. Budaya Perguruan Tinggi (kampus)/ Budaya
Organisasi Mahasiswa dituntut untuk dapat membiasakan diri dalam kehidupan
keseharian di lingkungan perguruan tinggi.
3. Kegiatan Kemahasiswaan
Pendidikan karakter dapat diciptakan melalui integrasi ke dalam kegiatan
kemahasiswaan, antara lain pramuka, olahraga, karya tulis, seni, workshop, dan
acara yang melibatkan mahasiswa dalam system kepanitiaannya.
4. Kegiatan Keseharian
Pendidikan karakter dapat dimunculkan dengan penerapan pembiasaan kehidupan
keseharian di lingkungan keluarga, asrama, dan masyarakat.
5. Budaya Akademik
Nilai pendidikan karakter secara persfektif terbentuk dengan adanya totalitas
budaya akademik.
Uraian di atas memberikan gambaran, bahwa pendidikan karakter
sebenarnya bisa dengan mudah diterapkan pada mahasiswa, karena setiap unit
yang ada diperguruan tinggi mampu menampung pemberdayaan pendidikan
karakter. Oleh karena itu semua pihak yang terlibat, tidak hanya dosen sebagai
pengampu mata kuliah, namun juga semua civitas akademika, orang tua,
masyarakat, dan mahasiswa yang bersangkutan harus bisa bekerja sama dalam
rangka penerapan pendidikan karakter. Adapun penerapannya harus mempunyai
strategi guna mencapai hasil yang diinginkan, Soetanto (2012) mengungkapkan
bahwa ada beberapa strategi yang bisa digunakan dalam penerapan pendidikan
karakter:
1. Melalui Pembelajaran
Strategi penerapan pendidikan karakter melalui pembelajaran bisa dilakukan
melalui 2 cara, yaitu (a) dengan penguatan matakuliah Pendidikan Agama,
Pendidikan Pancasila, Pendidikan Kewarganegaraan, Ilmu Alamiah Dasar, dan
Ilmu Sosial Budaya Dasar, (b) dengan pengintegrasian pendidikan karakter
kesetiap mata kuliah bidang keilmuan, teknologi, dan seni.
2. Melalui Ekstrakulikuler
Strategi ini dengan cara menerapkan proses pendidikan karakter melalui kegiatan
yang melibatkan mahasiswa di dalamnya, yaitu (a) lembaga kemahasiswaan,

20
seperti Badan Eksekutif Mahasiswa, Keluarga Mahasiswa, Himpunan Mahasiswa,
dan Kelompok Belajar, (b) melalui unit kegiatan mahasiswa, seperti pramuka,
Menwa, olahraga, pecinta alam, dll.
3. Melalui Pengembangan Budaya Perguruan Tinggi
Budaya perguruan tinggi dibagi menjadi tiga unit, (a) budaya akademik,
penerapan pendidikan karakter bisa melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, (b) budaya humanis, disini hubungan harmonis sesama warga
perguruan tinggi serta warga perguruan tinggi dengan masyarakat berdasarkan
cinta kasih, kepedulian, dan gotong royong diharap mampu mengembangkan
pendidikan karakter, (c) budaya religious, pendidikan karakter dapat diterapkan
melalui iman dan taqwa kepada Tuhan YME, menjalankan syariat agama, saling
menghormati antar sesame pemeluk agama dan antara pemeluk agama lainnya.
Karakter terbentuk dari internalisasi nilai yang bersifat konsisten, artinya
terdapat keselarasan antar elemen nilai (Wibowo, 2013). Sebagai contoh karakter
jujur terbentuk dalam satu kesatuan utuh antara tahu makna jujur, mau bersikap
jujur, dan berprilaku jujur. Menurut Zamroni (2011) dalam Wibowo (2013)
terdapat 7 strategi pendidikan karakter yang relevan untuk dilaksanakan di
perguruan tinggi negeri :
1. Tujuan, sasaran dan target yang dicapai harus jelas dan konkret.
2. Pendidikan karakter akan lebih efektif dan efisien kalau dikerjakan tidak
hanya oleh perguruan tinggi, melainkan bekerja sama antara perguruan tinggi
dengan wali mahasiswa.
3. Menyadarkan pada semua dosen akan peran yang penting dan tanggung
jawab dalam keberhasilan melaksanakan dan mencapai tujuan pendidikan
karakter.
4. Kesadaran dosen akan perlunya “hidden curriculum” dan merupakan
instrument yang amat penting dalam pengembangan karakter mahasiswa.
Maksud dari kurikulum tersembunyi ini adalah interaksi antara dosen dengan
mahasiswa, yang disadari atau tidak akan berpenngaruh besar pada
mahasiswa.

21
5. Dalam melaksanakan pembelajaran dosen hendaknya menekankan pada daya
kritis dan kreatif mahasiswa, kemampuan bekerja sama, dan ketrampilan
mengambil keputusan.
6. Kultur perguruan tinggi harus dimanfaatkan dalam pengembangan karakter
mahasiswa. Nilai, keyakinan,norma, semboyan, sampai kondisi fisik kampus
perlu di disain sedemikian rupa sehingga fungsional untuk mengembangakan
karakter mahasiswa.
Uraian strategi di atas diharapkan mampu melahirkan insan akademis
Indonesia yang berkarakter, jujur, cerdas, peduli, dan tangguh. Selain itu
perguruan tinggi juga memiliki pilihan dalam mengajarkan pembentukan karakter
karena dapat mengintegrasikan dan mengajarkan secara alami dengan mata kuliah
pada semua kelas oleh semua pendidik. Walaupun begitu, hal ini tentu saja
menimbulkan konsekuensi cara pengajaran.

22
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Pendidikan karakter merupakan proses mendidik peserta didik untuk
membentuk kepribadian peserta didik agar menjadi manusia yang
memiliki budi pekerti, moral, dan watak yang baik yang dapat
digunakannya untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara hal
baik dan mewujudkan kebaikan dalam kehidupan sehari-harinya.
2. Sebagai bangsa Indonesia setiap dorongan atau pilihan harus dilandasi oleh
Pancasila. Kerakter yang berlandaskan pancasila maknanya adalah setiap
karakter harus dijiwai oleh kelima sila Pancasila secara komperhensif
yaitu Bangsa yang Berketuhanan yang Maha Esa, Bangsa yang
Menjunjung Kemanusiaan yang Adil dan Beradap, Bangsa yang
Mengedepankan Persatuan dan Kesatuan Bangsa, Bangsa yang
Demokratis dan Menjunjung Tinggi Hukum dan Hak Asasi Manusia dan
Bangsa yang Mengedepankan Keadilan dan Kesejahteraan.
3. Dunia pendidikan diharapkan sebagai motor penggerak untuk
memfasilitasi perkembangan karakter, sehingga anggota masyarakat
mempunyai kesadaran kehidupan berbangsa dan bernegara yang harmonis
dan demokratis dengan tetap memperhatikan sendi-sendi Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) dan norma-norma sosial di masyarakat yang
telah menjadi kesepakatan bersama.
4. Demikian tidak dapat dipungkiri bahwa pendidikan karakter dewasa ini
semakin penting dan mendesak karena berbagai situasi yang dihadapi
bangsa dan negara. Pengaruh globaslisasi yang menawarkan sesuatu yang
baik, seperti keunggulan dan kemandirian, juga menberikan banyak
dampak negatif. Pendidikan karakter pada intinya bertujuan mebentuk
bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulua, dinamis, berorientasi
pada pengetahuan dan teknologi.
5. Strategi dan model pendidikan karakter di sekolah dapat dilakukan
melalui ekstrakulikuler sekolah, penerapan strategi atau model

23
pembelajaran yang mampu mengajarkan siswa karakter yang baik seperti
model pembelajaran kooperatif, model problem base learning,
pembelajaran orang dewasa (androgogy), student center learning

3.2 Saran
Pemerintah harus selalu memantau atau mengawasi dunia pendidikan,
karena dari dari dunia pendidikan Negara bisa maju dan karena dunia pendidikan
juga Negara bisa hancur, bila pendidikan sudah disalah gunakan.Selain mengajar,
seorang guru atau orang tua juga harus mendo’akan anak atau muridnya supaya
menjadi lebih baik, bukan mendo’akan keburukan bagi anak didiknya.Guru harus
memberikan rasa aman dan keselamatan kepada setiap peserta didik di dalam
menjalani masa-masa belajarnya, karena jika tidak semua pembelajaran yang di
jalani anak didik akan sia-sia. Semoga karya tulis dapat bermanfaat bagi kita
semua, khususnya bagi pembaca. Amiiin..

24
DAFTAR RUJUKAN

Purwanto, Nanang. 2014. Pengantar Pendidikan. Yogyakarta: Graha Ilmu


Samani, Muchlas dan hariyanto. 2013. Konsep dan Model Pendidikan Karakter.
Bandung: PT Remaja Rosda Karya
Pemerintah Republik Indonesia.2010. Pembangunan Karakter Bangsa Tahun
2010-2025
Pusat Kurikulum dan Perbukuan. 2011. Pedoman Pelaksanaan Pendidikan
Karakter, Jakarta : Pusat Kurikulum dan Perbukuan.
Lickona, Thomas.1991. Educating for Character. New york: Batam Book
Wibowo, Agus.2013. Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi. Yogyakarta :
Pustaka Belajar
Ormrod, Jeane, E.(2009). Educational Psycologi Developing Learners. Terj.
Amyta Kumara. Jakarta : Erlangga.

25

Anda mungkin juga menyukai