Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Bioteknologi Farmasi

Oleh :
Kelompok 1

Disusun oleh:
Gina Karunia (31116068)
Hera Megautami (31116070)
Laila Suntari (31116074)
Syafiatin Miska Mukaromah (31116094)

Kelas : Farmasi 3B

Program Studi S1 Farmasi


Sekolah Tinggi Kesehatan Bakti Tunas Husada (STIKes BTH) Tasikmalaya

Jalan Cilolohan No. 36 Tasikmalaya (46115), Tlp. (0265)334740, Fax (0265)


327224

2019
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan nikmat dan karunianya, sehingga penyusun dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Kloning Gen”.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini tidak mungkin terselesaikan tanpa
bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini penyusun
mengucapkan terima kasih kepada Ibu Rosmaya Dewi, M.Si yang telah
memberikan pengarahan dalam membuat makalah ini.
Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat
penyusun harapkan demi perbaikan dalam pembuatan makalah selanjutnya.

Tasikmalaya, Februari 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..........................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................2
C. Tujuan........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian DNA Rekombinan...................................................................3
B. Macam-Macam Bahan untuk kloning........................................................5
C. Proses Kloning Gen...................................................................................9
D. Produk-Produk Hasil Kloning dalam Bidang Farmasi............................16
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................................................28
B. Saran.........................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Kloning (Klonasi) adalah teknik membuat keturunan dengan kode genetik
yang sama dengan induknya pada makhluk hidup tertentu baik berupa tumbuhan,
hewan, maupun manusia. Kloning merupakan salah satu bioteknologi mutakhir
yang sangat bermanfaat untuk memultiplikasi genotip hewan yang memiliki
keunggulan tertentu dan preservasi hewan yang hampir punah. Walaupun
keberhasilan produksi hewan kloning lewat transfer inti sel somatik telah dicapai
pada berbagai spesies, seperti domba, sapi, mencit, kambing, babi, kucing dan
kelinci, efisiensinya sampai sekarang masih sangat rendah yakni kurang dari 1
persen dengan sekitar 10 persen yang lahir dan hidup (Han et al., 2003 dalam
Hine, T. M, 2004).
Transfer inti melibatkan suatu seri prosedur yang kompleks termasuk
kultur sel donor, maturasi oosit in vitro, enukleasi, injeksi sel atau inti, fusi,
aktivasi, kultur in vitro reconstructed embryo, dan transfer embrio. Jika salah satu
dari tahap-tahap ini kurang optimal, produksi embrio atau hewan kloning dapat
terpengaruh.
Sejarah tentang hewan kloning telah muncul sejak awal tahun 1900, tetapi
contoh hewan kloning baru dapat dihasilkan lewat penelitian Wilmut et al. (1997),
dan untuk pertama kali membuktikan bahwa kloning dapat dilakukan pada hewan
mamalia dewasa. Hewan kloning tersebut dihasilkan dari inti sel epitel ambing
domba dewasa yang dikultur dalam suatu medium, kemudian ditransfer ke dalam
ovum domba yang kromosomnya telah dikeluarkan, yang pada akhirnya
menghasilkan anak domba kloning yang diberi nama Dolly (Hine, T. M, 2004).
Kloning domba pertama sebenarnya telah dilaporkan 26 tahun yang lalu
oleh Willadson (1986) yang menggunakan blastomer-blastomer embrio sebagai
donor inti. Hal inilah yang menjadi precursor bagi kegiatan-kegiatan transplantasi
inti hewan-hewan domestik termasuk domba Dolly. Produksi domba identik oleh
Willadson (1986) mencetuskan berbagai perbaikan dalam teknik-teknik kloning

1
pada berbagai spesies hewan. Hewan-hewan kloning yang dihasilkan dari
transplantasi inti sel somatik telah dilaporkan pada mencit, sapi, kambing, domba,
dan babi (Hine, T. M, 2004). Penelitian-penelitian yang melibatkan spesies-
spesies lain terus dilakukan, dan dari informasi yang dihimpun menunjukkan
bahwa berbagai spesies hewan dapat di kloning lewat transplantasi inti. Walaupun
hewan kloning yang dihasilkan lewat transplantasi inti sangat tidak efisien, akan
tetapi fakta bahwa perkembangan kloning akan besar sekali dampaknya terhadap
kehidupan manusia menyebabkan percobaan-percobaan terkait kloning masih
dilakukan. Terlepas dari pro dan kontra terhadap proses kloning, pada dasarnya
kloning tetap memiliki beberapa manfaat yang dapat diperoleh manusia misalnya
dalam melestarikan keanekaragaman hayati yang terancam punah. Untuk itu,
perkembangan pengetahuan tentang kloning seperti proses kloning, teknik
kloning, serta manfaat kloning harus dipahami secara benar.

2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang sebelumnya, maka dapat dirumuskan beberapa
rumusan masalah sebagai berikut.
1. Bagaimana pengertian dari kloning gen?
2. Bagaimanakah proses kloning gen ?
3. Bagaimana macam-macam bahan untuk kloning ?
4. Bagaimana produk-produk hasil kloning dalam bidang farmasi ?

3. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana pengertian dari kloning gen
2. Untuk mengetahui bagaimanakah proses kloning gen
3. Untuk mengetahui bagaimana macam-macam bahan untuk cloning
4. Untuk mengetahui bagaimana produk-produk hasil kloning dalam bidang
farmasi

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian DNA Rekombinan

Sebelum masuk pengertian DNA rekombinan harus mengetahui apa itu


kloning gen dan mengapa DNA rekombinan dapat masuk ke dalam kloning gen.
Secara etimologi, kloning berasal dari kata “clone” yang diturunkan dari yunani
“klon”, artinya potongan yang digunakan untuk memperbanyak tanaman. Kata ini
dipergunakan dalam dua pengertian, yaitu sebagai berikut.
1. Klon sel yang artinya menduplikasi sejumlah sel dari sebuah sel yang
memiliki sifat-sifat genetiknya identik.
2. Klon gen atau molekuler artinya sekelompok salinan gen yang bersifat
identik yang direplikasi dari satu gen dimasukkan dalam sel inang.
Sedangkan secara terminologis, kloning adalah proses pembuatan sejumlah
besar molekul yang seluruhnya identik dengan sel atau molekul asalnya. Kloning
dalam bidang genetika merupakan replikasi segmen DNA tanpa melalui proses
seksual. Itulah sebabnya, kloning juga dikenal dengan istilah rekombinan DNA.
Rekombinan DNA membuka peluang baru dalam terobosan teknologi untuk
mengubah fungsi dan perilaku makhluk hidup sesuai dengan keinginan dan
kebutuhan manusia (Daulay dan Siregar, 2005)
DNA rekombinan adalah DNA yang urutannya telah direkombinasikan agar
memiliki sifat-sifat atau fungsi yang kita inginkan sehingga organisme
penerimanya mengekspresikan sifat atau melakukan fungsi yang kita inginkan.
Obyek rekayasa genetika mencakup hampir semua golongan organisme, mulai
dari bakteri, fungi, hewan tingkat rendah, hewan tingkat tinggi, hingga tumbuh-
tumbuhan.
Bahan genetik DNA mengandung informasi keturunan yang dimiliki oleh
makhluk hidup. Bahan genetik DNA berupa pita ganda yang berbentuk spiral
(double helix). Jika diumpamakan, salah satu pita ini menyerupai sebuah pita
kaset rekaman. Pita dapat dihapus untuk kemudian di ganti dengan rekaman yang
lain. (Karmana, Oman. 2005).

3
Istilah teknologi DNA rekombinan atau rekayasa genetika secara ringkas
dapat diartikan sebagai teknik molekuler yang dengan tepat mampu mengubah
suatu molekul DNA atau menggabungkan molekul DNA tertentu dari sumber-
sumber yang berbeda. Rekombinasi DNA dilakukan dengan enzim (enzim
restriksi dan ligase) yang dapat melakukan pemotongan dan penyambungan
molekul DNA dengan tepat dan dapat diprediksi. DNA rekombinan selanjutnya
dimasukkan ke dalam organisme sasaran melalui introduksi langsung
(transformasi), melalui virus, atau bakteri. (Glick, dkk.1994).
Teknologi DNA rekombinan merupakan kumpulan teknik atau metoda yang
digunakan untuk mengkombinasikan gen-gen di dalam tabung reaksi. Teknik-
teknik tersebut meliputi:
 Teknik untuk mengisolasi DNA.
 Teknik untuk memotong DNA.
 Teknik untuk menggabung atau menyambung DNA.
 Teknik untuk memasukkan DNA ke dalam sel hidup.

Kumpulan teknik-teknik atau metoda-metoda yang telah dikembangkan oleh


para ilmuwan telah mungkinkan bagi kita untuk: mengisolasi DNA dari berbagai
organisme, menggabungkan DNA yang berasal dari organisme yang berbeda
sehingga terbentuk kombinasi DNA (DNA rekombinan), memasukkan DNA
rekombinan ke dalam sel organisme prokariot maupun eukariot hingga DNA
rekombinan tersebut dapat bereplikasi dan bahkan dapat diekspresikan.
Teknologi DNA Rekombinan telah memberikan banyak manfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan maupun bagi kehidupam manusia sehari-hari.
Beberapa jenis obat-obatan, vaksin, bahan pangan, bahan pakaian dan lainnya
telah diproduksi dengan memanfaatkan teknologi DNA rekombinan.
Teknologi DNA rekombinan berdasarkan pada mekanisme yang terdapat
pada bakteri. Hasil Percobaan Lederberg dan Tatum (1946) menunjukkan bahwa
bakteri mempunyai mekanisme seksual. Mekanisme seksual pada bakteri ini
menyebabkan terbentuknya kombinasi gen - gen yang berasal dari dua sel yang
berbeda. Mekanisme seksual pada bakteri ini merupakan pertukaran DNA atau

4
gen dari satu sel ke sel lainnya. Jadi mekanisme seksual pada bakteri ini tidak
bersifat reproduktif ( tidak menghasilkan anak atau zuriat).

B. Macam - Macam Bahan untuk Kloning


Menurut Daulay dan Siregar, (2005) kloning dapat dibedakan menjadi 3
macam, berdasarkan cara kerja dan tujuan pembuahannya yaitu sebagai berikut
ini.
a. Kloning Embrional (Embryonal Cloning)
Kloning embrional adalah teknik yang dilakukan untuk memperoleh
kembar identik, meniru apa yang terjadi secara alamiah. Setelah pembuahan
terjadi, beberapa buah sel dipisahkan dari embrio hasil pembuahan. Setiap sel
tersebut kemudian dirangsang dalam kondisi tertentu untuk tumbuh dan
berkembang menjadi embrio duplikat yang selanjutnya diimplementasikan dalam
uterus agar berkembang menjadi individu baru yang memiliki komposisi materi
genetik yang sama dengan klonnya.
b. Kloning DNA Dewasa (Adult DNA Cloning) atau disebut juga kloning
reproduktif  (Reproductive Cloning)
Kloning DNA dewasa atau kloning reproduktif adalah rekayasa genetik
untuk memperoleh duplikat dari seorang individu yang sudah dewasa. Dalam
teknologi ini, intisel berisi materi genetik difusikan ke dalam sel telur. Hasil difusi
dirangsang dengan kejutan listrik agar membelah membentuk embrio yang
kemudian diimplementasikan kedalam uterus agar berkembang menjadi janin.
c. Kloning Terapeutik
Kloning terapeutik adalah rekayasa genetik untuk memperoleh sel, jaringan
atau organ dari satu individu tertentu untuk tujuan pengobatan atau perbaikan
kesehatan. Dari embrio hasil rekonstruksi DNA sel telur, diambil sel-sel bakalnya
yang disebut dengan istilah stem cell. Stem cell adalah sel bakal yang dapat
berkembang menjadi berbagai macam jaringan atau organ sesuai dengan induktor
(rangsangan). Melalui kloning terapeutik ini dapat dikatakan suplai jaringan dan
organ menjadi tidak terbatas, sehingga seseorang yang memerlukan
cangkokan jaringan atau organ tidak perlu menunggu lama tanpa kepastian.

5
Adapun macam-macam bahan untuk kloning yang lainnya yaitu:
a. Enzim Endonuklease Restriksi

Pada tahun 1960, Werner Arber & Hamilton Smith menemukan enzim dari
mikroba yang dapat memotong DNA utas ganda. Enzim tersebut sekarang dikenal
dengan enzim restriksi endonuklease atau sering disebut endonuklease. Enzim
tersebut mengenal dan memotong DNA pada sekuen spesifik yang panjang 4
sampai dengan 6 pasang basa nitrogen.
Secara alami, bakteri menghasilkan enzim restriksi untuk memotong dan
menghancurkan DNA virus yang menginfeksinya. Sampai saat ini sudah banyak
jenis enzim restriksi yang telah ditemukan dan diisolasi dari berbagai spesies
bakteri. Nama setiap enzim restriksi diawali dengan tiga huruf yang menyatakan
nama bakteri yang menghasilkan enzim tersebut.
Setiap enzim restriksi mengenal sekuens tertentu dan mampu memotong
bagian yang khas pada DNA. Bagian pada DNA yang dikenai aksi pemotongan
oleh enzim restriksi ini dinamakan sekuens pengenal. Suatu sekuens pengenal
sebenarnya adalah sejumlah urutan basa nitrogen tertentu yang oleh enzim
restriksi dikenali sebagai tempat atau bagian yang akan dipotongnya. Lihat
gambar berikut.

6
Salah satu contoh enzim retriksi adalah enzim EcoRI yang telah diisolasi
pertama kali oleh Herbert Boyer pada tahun 1969 dari bakteri Escherichia coli.
Enzim EcoRI memotong DNA pada bagian yang urutan basanya GAATTC
karena bagian inilah sekuens pengenal bagi EcoRI. Pada sekuens pengenal
tersebut, enzim EcoRI memotongnya bagian atau situs antara G (guanin) dan A
(adenin).

b. Enzim Ligase

Merupakan enzim yang mengkatalisis pembentukan ikatan fosfodiester antara


ujung 5’-fosfat dan 3’-hidroksil pada DNA yang mengalami nick. Nick pada DNA
dapat terjadi pada saat replikasi DNA, rekombinasi dan kerusakan. Secara
biologis, DNA ligase diperlukan untuk menggabungkan fragmen Okazaki saat
proses replikasi, menyambung potongan-potongan DNA yang baru disintesis,
serta berperan dalam proses reparasi DNA. Oleh karena pentingnya peranan DNA
ligase, sekarang ini telah dikembangkan obat antibakterial yang menginhibisi
DNA ligase.
Dengan diinhibisinya DNA ligase, diharapkan kromosom menjadi
terdegradasi dan sel akan mati. DNA ligase merupakan enzim yang sangat
berguna baik di dalam sel, maupun di luar sel. Untuk penggunaan di luar sel,
penggabungan dengan enzim restriksi telah membuat terobosan baru di bidang
teknologi DNA rekombinan. Enzim restriksi diibaratkan seperti gunting yang
memungkinkan kita untuk memotong DNA di tempat yang spesifik. Kemudian
DNA ligase berperan sebagai lem yang menyambung DNA yang telah terpotong
sehingga menjadi DNA yang fungsional. Enzim Ligase adalah menyambung dua
molekul atau fragmen DNA.

c. Vektor

Vektor adalah molekul DNA yang berfungsi sebagai wahana atau kendaraan
yang akan membawa suatu fragmen DNA masuk ke dalam sel inang dan
memungkinkan terjadinya replikasi dan ekspresi fragmen DNA asing tersebut.

7
d. Inang ( Host )

Tempat DNA dibiakan biasanya berupa organisme uniseluler contohnya


bakteri.

e. Metoda untuk memasukkan DNA ke dalam sel inang

Memasukkan plasmid (yang merupakan vektor yang telah disisipi gen) ke


dalam sel inang melalui beberapa cara yaitu sebagai berikut :
a) Pra-Inkubasi Sel E. coli calon penerima plasmid dipaparkan kepada
ion positif kalsium klorida (CaCl2). Perlakuan ini memberikan
cekaman kepada bakteri yang mengakibatkan membran sel dan
dinding sel bakteri tersebut menjadi permeabel terhadap plasmid
donor. Proses ini mengakibatkan E. coli menjadi “kompeten" untuk
menerima plasmid.
b) Inkubasi Plasmid ditambahkan ke dalam suspensi sel E. coli kompeten.
Suspensi sel E. coli kompeten lainnya yang tidak ditambah plasmid
digunakan sebagai kontrol.
c) Kejutan Panas (Heat Shock ).
Sel kompeten (baik yang diberi plasmid maupun kontrol) dipaparkan
sejenak (90 detik) kepada suhu 42oC. Langkah ini memaksimumkan
masuknya plasmid menembus membran dan dinding sel.
d) Penyembuhan ( Recovery). Sel kompeten (baik yang diberi plasmid
maupun kontrol) ditumbuhkan dalam medium kaya nutrisi untuk
memberi kesempatan penyembuhan setelah mengalami cekaman dan
kejutan. Masa penyembuhan biasanya berlangsung satu waktu
generasi (untuk E. coli berkisar antara 30 hingga 45 menit).
e) Penapisan (Screening ). Sel kompeten yang telah mengalami
penyembuhan ditapis pada medium padat yang mengandung senyawa
penapis berdasarkan penanda yang dibawa oleh plasmid.

8
C. Proses Kloning Gen
a. Transfer Nukleus

Transfer nukleus membutuhkan dua sel yaitu suatu sel donor dan suatu oosit
atau sel telur. Telur matur sebelum dibuahi dibuang intinya atau nukleusnya.
Proses pembuangan nukleus tadi dinamakan enukleasi. Hal ini dilakukan untuk
menghilangkan informasi genetisnya. Ke dalam telur yang telah dienukleasi tadi
kemudian dimasukkan nukleus (donor) dari sel somatik. Penelitian membuktikan
bahwa sel telur akan berfungsi terbaik apabila dalam anfertilisasi, sebab hal ini
akan mempermudah penerimaan nukleus donor seperti dirinya sendiri. Di dalam
telur, inti sel donor tadi akan bertindak sebagai inti sel zigot dan membelah serta
berkembang menjadi blastosit. Blastosit selanjutnya di transfer ke dalam uterus
induk pengganti (surrogate mother). Jika seluruh proses tadi berjalan baik, suatu
replika yang sempurna dari donor akan lahir. Jadi sebenarnya setelah terbentuk
blastosit in vitro, proses selanjutnya sama dengan proses bayi tabung yang
teknologinya telah di kuasai oleh para ahli Obstetri Ginekologi. (Rusda, 2004)

9
b. Teknik Roslin

Kloning Domba Dolly merupakan peristiwa penting dalam sejarah kloning.


Tidak saja hal tersebut membangkitkan antusias terhadap kloning, melainkan juga
hal tersebut membuktikan bahwa kloning binatang dewasa dapat disempurnakan.
Sebelumnya, tidak diketahui bahwa suatu nukleus dewasa ternyata mampu
memproduksi suatu hewan yang komplit. Bila terjadi kerusakan genetis dan
deaktivasi gen yang sederhana maka kedua keadaan tersebut kemungkinan
bersifat menetap.
Hal tersebut di atas bukanlah suatu kasus yang menyusul setelah penemuan
oleh Ian Wilmut dan Keith Cambell tentang suatu metode yang mana mampu
melakukan singkronisasi siklus sel dari kedua sel donor dan sel telur. Tanpa
singkronosasi siklus sel, maka inti tidak akan berada pada suatu keadaan yang
optimum untuk dapat diterima oleh embrio. Bagaimanapun juga sel donor harus
berjuang untuk dapat masuk ke Gap Zero atau stadium sel GO atau stadium sel
dorman.
Pertama, suatu sel (sel donor) diseleksi dari sel kelenjar mammae domba
betina berbulu putih (Finn Dorset) untuk menyediakan informasi genetis bagi
pengklonan. Untuk studi ini, peneliti membiarkan sel membelah dan membentuk
jaringan in vitro atau diluar tubuh hewan. Hal ini akan menghasilkan duplikat
yang banyak dari suatu inti yang sama. Tahap ini hanya akan bermanfaat bila
DNA nya diubah, seperti pada kasus Dolly, karena perubahan tersebut dapat
diteliti untuk memastikan bahwa mereka telah dipengaruhi. (Rusda, 2004)
Suatu sel donor diambil dari jaringan dan dimasukkan ke dalan campuran,
yang hanya memiliki nutrisi yang cukup untuk mempertahankan kehidupan sel.
Hal ini menyebabkan sel untuk menghentikan seluruh gen yang aktif dan
memasuki stadium GO. Kemudian sel telur dari domba betina Blackface (domba
betina yang mukanya berbulu hitam = Scottish Blackface) diinokulasi dan
diletakkan disebelah sel donor. Satu sampai delapan jam setelah pengambilan sel
telur, kejutan listrik digunakan untuk menggabungkan dua sel tadi, pada saat yang
sama pertumbuhan dari suatu embrio mulai diaktifkan. Teknik ini tidaklah

10
sepenuhnya sama seperti aktivasi yang dilakukan oleh sperma, karena hanya
beberapa sel yang diaktifkan oleh kejutan listrik yang mampu bertahan cukup
lama untuk menghasilkan suatu embrio.

Jika embrio ini dapat bertahan, ia dibiarkan tumbuh selama sekitar enam hari,
diinkubasi di dalam oviduk domba. Ternyata sel yang diletakkan di dalam oviduk
lebih awal, di dalam pertumbuhannya lebih mampu bertahan dibandingkan
dengan yang diinkubasi di dalam laboratorium. Akhirnya embrio tadi ditempatkan
ke dalam uterus betina penerima (surrogate mother). Induk betina tersebut
selanjutnya akan mengandung hasil cloning tadi hingga siap untuk dilahirkan.
Bila tidak terjadi kekeliruan, suatu duplikat yang persis sama dari donor akan
lahir. Domba yang baru lahir tersebut memiliki semua karakteristik yang sama
dengan domba yang lahir secara alamiah. Telah diamati bila ada efek yang
merugikan, seperti resiko yang tinggi terhadap kanker atau penyakit genetis
lainnya yang terjadi atas kerusakan bertahap kepada DNA, dikemudian hari juga
terjadi pada Dolly atau hewan lainnya yang dikloning dengan metode ini.
(Rusda,2004)

11
12
c. Teknik Honolulu

Pada Juli 1998, suatu tim ilmuwan dari Universitas Hawai mengumumkan
bahwa mereka telah menghasilkan tiga generasi tikus kloning yang secara genetik
identik.
Teknik ini diakreditasi atas nama Teruhiko Wakayama dan Ryuzo
Yanagimachi dari Universitas Hawai. Tikus telah sejak lama diketahui merupakan
mamalia yang tersulit untuk dikloning, ini merujuk bahwa segera setelah suatu sel
telur tikus mengalami fertilisasi ia akan segera membelah. Domba digunakan pada
Teknik Roslin karena sel telurnya membutuhkan beberapa jam sebelum
membelah, memungkinkan adanya waktu bagi sel telur untuk memprogram ulang
nukleus barunya. Meskipun tidak mendapatkan keuntungan tersebut ternyata
Wakayama dan Yanagimachi mampu melakukan kloning dengan angka
keberhasilan yang jauh lebih tinggi (3 kloning dari sekitar seratus yang dilakukan)
dibandingkan Ian Wilmut (satu dari 277). (Rusda, 2004)
Wakayama melakukan pendekatan terhadap masalah sinkronisasi siklus sel
yang berbeda dibandingkan Wilmut. Wilmut menggunakan sel dari kelenjar
mammae yang harus dipaksa untuk memasuki ke stadia GO. Wakayama awalnya
menggunakan tiga tipe sel yakni, sel sertoli, sel otak dan sel kumulus. Sel sertoli
dan sel otak keduanya tinggal dalam stadia GO secara alamiah dan sel kumulus
hampir selalu hadir pada stadia G0 ataupun G1. Sel telur tikus yang tidak dibuahi
digunakan sebagai resipien dari inti donor. Setelah diinokulasi, sel telur memiliki
inti donor yang dimasukkan ke dalamnya. Nukleus donor diambil dari sel-sel

13
dalam hitungan menit dari setiap ekstrak sel dari tikus tersebut. Tidak seperti pada
proses yang digunakan untuk melahirkan Dolly, tanpa in vitro atau di luar dari
tubuh hewan, kultur dilakukan justru pada sel-sel tersebut. Setelah satu jam sel-sel
telah menerima nukleus-nukleus yang baru. Setelah penambahan waktu selama 5
jam sel telur kemudian ditempatkan pada suatu kultur kimia untuk memberi
kesempatan sel-sel tersebut tumbuh, sebagaimana layaknya fertilisasi secara
alamiah. (Rusda, 2004)
Pada suatu kultur dengan suatu substansi (cytochalasin B) yang menghentikan
pembentukan suatu polar body, sel kedua yang secara alami terbentuk sebelum
fertilisasi. Polar body akan menjadi setengah dari sel gen, mempersiapkan sel
lainnya untuk menerima gen-gen dari sperma. (Rusda, 2004)
Setelah penyatuan, sel-sel berkembang menjadi embrio-embrio. Embrio-
embrio ini kemudian ditransplantasikan kepada induk betina donor (surrogate
mother) dan akan tetap berada di sana sampai siap untuk di lahirkan. Sel yang
paling berhasil dari proses ini adalah sel kumulus, maka penelitian
dikonsentrasikan pada sel-sel dari tipe tersebut (sel kumulus). Setelah terbukti
bahwa tekniknya dapat menghasilkan kloning yang hidup, Wakayama juga
membuat kloning dari kloning dan membiarkan makhluk klon yang asli untuk
melahirkan secara alamiah untuk membuktikan bahwa mereka memiliki
kemampuan reproduksi secara sempurna. Pada saat dia mengumumkan
keberhasilannya, Wakayama telah menciptakan lima puluh kloning. (Rusda, 2004)
Teknik baru ini memungkinkan untuk melaksanakan penelitian lebih lanjut
tentang bagaimana tepatnya sebuah telur memprogram ulang sebuah nukleus.
Tikus bereproduksi dalam kurun bulanan, jauh lebih cepat dibanding dengan
domba. Hal ini menguntungkan dalam hasil penelitian jangka panjang. (Rusda,
2004)

14
15
D. Produk – Produk Hasil Kloning dalam Bidang Farmasi

Terdapat dalam suatu jurnal yang berjudul Kloning Gen pcbC dari Penicillium
chrysogenum ke dalam Plasmid pPICZA untuk Pengembangan Produksi Penisilin
G.
Ketersediaan obat di Indonesia masih sangat terkendala dengan mahalnya
harga obat akibat ketergantungan impor bahan baku obat yang mencapai 95%.
Upaya mencapai kemandirian bahan baku antibiotik dapat dilakukan dengan
pengembangan produksi penisilin G. Antibiotik tersebut merupakan bahan baku
bagi pembentukan turunan penisilin semisintetik melalui produksi asam 6-
aminopenisilanat (6-APA). Salah satu enzim penentu dalam biosintesis penisilin
G adalah Isopenisilin N Sintase (IPNS) yang dikode oleh gen pcbC pada
Penicillium chrysogenum. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh rekombinan
berupa fragmen gen pcbC yang disisipkan ke dalam plasmid pPICZA.
Amplifikasi gen pcbC dilakukan dengan metode Polymerase Chain Reaction
(PCR) menggunakan primer pcbC-F dan pcbC-R yang selanjutnya disisipkan ke
dalam vektor ekspresi pPICZA dan ditransformasikan ke dalam bakteri kompeten
E. coli TOP 10 F’. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rekombinan berupa

16
fragmen gen pcbC dari Penicillium chrysogenum yang disisipkan ke dalam
plasmid pPICZA telah diperoleh.

a. Bahan dan Metode

Sumber gen menggunakan Penicillium chrysogenum koleksi Balai Pengkajian


Bioteknologi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Sel inang
(host) dan vektor dalam kloning menggunakan Escherichia coli galur TOP 10 F'
dan plasmid pPICZA. Enzim restriksi menggunakan pml I.

b. Pembahasan

Sampel DNA dikatakan spesifik dan berhasil diamplifikasi apabila hasil


analisis elektroforesis menunjukkan terdapatnya pita tunggal DNA dengan ukuran
sesuai berdasarkan penanda yang telah diketahui sebelumnya (Settanni et al.,
2006).
Keberhasilan transformasi ditandai dengan adanya ekspresi gen resistensi
antibiotik yang dibawa plasmid pPICZA sehingga transforman dapat hidup pada
medium yang mengandung antibiotik (medium seleksi) berupa zeocin.

c. Verifikasi Hasil Kloning

Hasil digesti plasmid rekombinan oleh enzim Kpn I menunjukkan posisi pita
yang lebih atas dibanding kontrol berupa digesti plasmid tanpa sisipan, dengan
ukuran ±4325 pb. Perbedaan pola migrasi DNA antara hasil digesti plasmid
rekombinan dan plasmid kontrol yang cukup signifikan mengindikasikan gen
pcbC berhasil tersisip pada plasmid pPICZA. Topcu (2000) menyatakan bahwa
hasil visualisasi positif terhadap plasmid rekombinan adalah terdapatnya pita-pita
DNA yang berada lebih tinggi dari plasmid tanpa DNA sisipan, hal tersebut
disebabkan oleh panjang basa plasmid rekombinan yang lebih besar daripada
plasmid tanpa DNA sisipan, sehingga pergerakannya di dalam gel agarosa
menjadi lebih lambat.

17
d. Analisis Hasil Sekuensing

Konfirmasi identitas sekuen DNA dilakukan melalui sekuensing fragmen gen


pcbC dan penjajarannya dengan sekuen gen yang terdapat pada GenBank. Hal
tersebut bertujuan untuk memastikan bahwa gen yang teramplifikasi merupakan
fragmen gen target sesuai yang diharapkan. Sekuensing yang dilakukan dua arah
menghasilkan sekuen DNA yang berukuran 917 pb. Analisis melalui BLASTn
menunjukkan bahwa gen yang tersisip dalam plasmid pPICZA merupakan
fragmen gen pcbC yang merupakan pengkode IPNS. Persentase tingkat homologi
sekuen nukleotida ditunjukkaan dengan keserupaan hasil penjajaran sekuen yang
terlihat dari nilai identitas.

Produk dalam Bidang Farmasi lainnya yaitu pada jurnal Kloning gen virulen
Streptococcus agalactiae sebagai bahan dasar vaksin rekombinan.
Streptococcus agalactiae merupakan patogen penting yang mempengaruhi
budidaya ikan nila di Indonesia. Vaksinasi merupakan salah satu metode yang
paling efektif untuk meningkatkan pertahanan dan melindungi ikan dari patogen.
Vaksin DNA adalah vaksin generasi ketiga yang mengandung gen penyandi
antigen vaksin. Mga adalah protein DNA-binding yang mengaktifkan ekspresi
beberapa gen virulensi, termasuk M protein (emm), C5a peptidase (SCPA) dan
mga.
Vaksin DNA memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan vaksin
konvensional. Pada umumnya vaksin konvensional tergantung pada terbentuknya
antibodi dalam mencegah penyakit infeksi, namun tidak mampu merangsang
respons imun seluler. Vaksin DNA selain dapat merangsang respons imun
humoral melalui pembentukan antibodi, juga dapat merangsang imun seluler
melalui aktivasi sel T (cell-mediated response immune) sehingga dapat
memberikan kekebalan terhadap mikroba patogen intraseluler. (Pokorna et al.,
2008; Wang et al., 2008; Patel et al., 2010).
Vaksin DNA dikonstruksi melalui kloning gen, yang mengkode bagian protein
atau sub bagian dari organel organisme Potongan molekul DNA plasmid
rekombinan sebagai vaksin DNA, terdiri atas basa-basa nitrogen. Basa-basa

18
nitrogen tersebut membentuk kodon yang menyandi informasi, yang selanjutnya
disebut gen. Keamanan dan fungsi mendasar dari pembuatan vaksin DNA adalah
gen penyandi antigen harus terekspresi, mampu menimbulkan respons antibodi
dan mampu melawan patogen (Nuswantoro et al., 2012).

A. Bahan Dan Metode

Isolasi bakteri dan genom DNA Streptococcus agalactiae. Isolat bakteri yang
digunakan merupakan isolat lokal yang diisolasi dari ikan nila sakit di lingkungan
budidaya ikan di Jawa Barat. Kultur bakteri yang diduga Streptococcus
agalactiae dilakukan pada media rain heart infusion agar (BHIA, Merck),
inkubasi pada suhu 30 °C selama 48 jam. Ekstraksi DNA bakteri dilakukan
menggunakan metode lysis by alkali sesuai metode Sambrook et al. (1999).
Deteksi bakteri dan identifikasi bakteri Streptococcus agalactiae dilakukan
menggunakan polymerase chain reaction (PCR) dengan primer 16S rRNA. Hasil
PCR kemudian dikloning ke vektor pGEM-T easy dan plasmid positif
disekuensing. Selanjutnya hasil sekuensing dianalisis menggunakan nukleotida
BLAST dengan data di GenBank.
a. Desain primer gen mga

Desain primer untuk mengamplifikasi gen mga dilakukan dengan


memperhatikan data sekuen gen mga protein dari bakteri Streptococcus
agalactiae. Proses desain primer juga memperhatikan pola pemotongan enzim
dari vektor yang akan digunakan. Primer yang telah didesain kemudian digunakan
untuk mengamplifikasi gen mga S. agalactiae. Siklus PCR disesuaikan dengan
hasil suhu annealing dari primer dengan metode gradient PCR Hasil amplifikasi
kemudian diseparasi menggunakan elektroforesis dengan 0,8% gel agarosa dan
divisualisasi dengan gel dokumentasi.
b. Isolasi dan kloning gen mga

Isolasi gen mga dilakukan dengan metode PCR menggunakan satu pasang
primer spesifik yang didesain pada penelitian ini, yaitu SAF
(5’GTCGACTTGCTATTTGATTTTCTCG 3’) dan SAR (5’

19
GCGGCCGGCATTTTTTGAAA TATATTCA 3’). Komposisi reaksi PCR
adalah 1 µL DNA genom bakteri, 1x bufer Taq, 2 mM dNTP mix, 20 pmol primer
forward, 20 pmol primer reverse, 2 U enzim dream Taq polimerase (Fermentas),
dan ddH2O dengan volume reaksi 10 µL. PCR dilakukan pada kondisi pra-
denaturasi 95 °C 5 menit, denaturasi 95 °C 30 detik, penempelan primer pada 42,5
°C 30 detik dan pemanjangan 72 °C satu menit, dengan 30 siklus, dan
pemanjangan akhir pada 72 °C lima menit, diikuti dengan 15 °C selama sepuluh
menit. Hasil PCR kemudian divisualisasi pada gel agarosa 1% dan dilakukan
purifikasi menggunakan kit DNA gel extraction (GenAid). Fragmen DNA hasil
purifikasi selanjutnya dikloning menggunakan vektor pGEM-T easy (Ampr;
Promega). Tahapan kloning meliputi ligasi dan transformasi. Komposisi reaksi
ligasi meliputi 5 µL larutan DNA, 0,5 µL pGEM-T easy, 6,5 µL 5x bufer ligasi,
dan 1 µL enzim T4 DNA ligase (Fermentas). Plasmid yang dihasilkan dinamai
pT-gma. Inkubasi dilakukan selama satu jam pada suhu ruang. Prosedur
transformasi dilakukan mengikuti metode Sambrook et al. (1999) yang telah
dimodifikasi dan menggunakan kompeten sel Eschericia coli DH5α. Seleksi
transforman dilakukan dengan seleksi koloni biru putih pada media LA yang
mengandung 20 mM MgSO4, X-gal, IPTG dan antibiotik ampisilin 100 µg/mL.
Seleksi koloni bakteri yang membawa plasmid hasil ligasi dilakukan dengan PCR
koloni. Koloni bakteri yang positif membawa fragmen gen mga selanjutnya
dikultur, dan kemudian dilakukan isolasi plasmid.
c. Isolasi Plasmid

Isolasi plasmid dilakukan menggunakan kit plasmid mini extraction (GenAid)


dengan prosedur sesuai manual. Kultur bakteri sebanyak 1,5 mL disentrifugasi
pada 12.000 rpm, suhu 4 °C selama dua menit. Sebanyak 250 µL bufer RP
ditambahkan pada pelet bakteri kemudian dihomogenkan. Bufer LN sebanyak 250
µL diitambahkan dan tabung mikro dibolak-balik 3–4 kali. Bufer NP sebanyak
350 µL ditambahkan dan tabung mikro dibolak-balik 3–4 kali kembali, kemudian
dilakukan sentrifugasi 13.000 rpm suhu 4 °C selama sepuluh menit. Supernatan
difiltrasi menggunakan binding column, dilakukan pencucian menggunakan 500
µL bufer DP dan sentrifugasi 13.000 rpm suhu 4 °C selama 1 menit. Penambahan

20
bufer 700 µL WP ke dalam kolom, disentrifugasi, dan supernatan dibuang.
Sentrifugasi diulang untuk menghilangkan sisa bufer WP dan kolom dipindahkan
ke tabung mikro yang baru. Sebanyak 50 µL bufer EP ditambahkan untuk
mengelusi plasmid DNA. Plasmid DNA divisualisasi menggunakan gel agarosa
0,8%. Hasil isolasi plasmid kemudian diverifikasi dengan metode PCR dan
restriksi dengan enzim.
d. Analisis sekuen gen mga

Proses analisis sekuensing plasmid pT-mga dilakukan menggunakan primer


M13 forward (5’CGCCAGGGTTTTCCCAGTCACGAC 3’) dan M13 reverse (5’
TCACACAGGAAACAGC TATGAC 3’). Volume reaksi amplifikasi untuk
sekuensing sebanyak 20 µL dengan komposisi 2 µL Ready Reaction mix; 3 µL
bufer Bigdye; 6,4 µL primer M13 forward atau reverse dengan konsentrasi 10
pmol; 300 ng plasmid DNA dan sisanya ddH2O. Program PCR yang digunakan
adalah pra-denaturasi suhu 96 °C selama dua menit, dan 30 siklus dengan suhu 96
°C sepuluh detik, 50 °C selama lima detik dan 60 °C selama tiga menit.
Sekuensing DNA dilakukan menggunakan mesin ABI PRISM 3100- Avant
genetic analyzer. Analisis sekuen dilakukan menggunakan program GENETYX
versi 7 dan sequence scanner versi 1.0. Analisis kesejajaran gen mga dilakukan
menggunakan program BLAST.
e. Pembuatan vektor pMBA

Vektor pMBA merupakan vektor yang dilengkapi dengan promoter β-aktin


ikan medaka Jepang (MBA) untuk proses ekspresi pada ikan nila. Vektor pMBA
dan pT mga dilakukan double digestion menggunakan enzim Sal I dan Not I.
Hasil restriksi gen mga dari vektor pT-mga yang telah dipurifikasi kemudian
diligasikan pada vektor pMBA. Komposisi reaksi ligasi meliputi 5 µL larutan
DNA, 0,5 µL pMBA, 6,5 µL 5x bufer ligasi, dan 1 µL enzim T4 DNA ligase
(Fermentas). Inkubasi dilakukan selama satu jam pada suhu ruang. Sebanyak 5 µL
hasil reaksi ligasi dicampurkan ke dalam tabung mikro yang berisi sel kompeten
E. coli DH5α. Transformasi dilakukan menggunakan kejutan panas pada suhu 42
°C selama 50 detik. Sekitar 2–3 menit setelah diinkubasi dalam es, ke dalam

21
tabung mikro ditambahkan 900 µL larutan SOC (1,2 g polypeptone; 0,3 g yeast
extract; 0,035 g NaCl; 0,011 g KCl; 600 µL MgSO4 1 M dan 60 µL glucose 2 M
dalam 60 mL ddH2O). Selanjutnya inkubasi dilakukan menggunakan shaker pada
suhu 37 °C selama satu jam. Bakteri disebar pada media LA yang mengandung 20
mg/mL antibiotik kanamisin sebagai media seleksi. Koloni yang mampu tumbuh
di media tersebut kemudian digunakan untuk proses PCR koloni. Koloni yang
mengandung plasmid pMBA-mga kemudian dilakukan isolasi plasmid dengan
metode plasmid miniprep isolation (GenAid), restriksi enzim, PCR DNA plasmid,
dan pengukuran konsentrasi plasmid menggunakan nannodrop.

B. Pembahasan
a. Isolasi bakteri dan genom DNA S. agalactiae

Bakteri yang diduga S. agalactiae berhasil diisolasi dari ikan nila sakit dengan
gejala klinis adalah ikan lemah, warna gelap, nafsu makan menurun, exopthalmia
(mata menonjol), whirling atau hilang keseimbangan. Gejala internal yang muncul
adalah adanya pembengkakan limpa, hati, dan organ saluran pencernaan. DNA
genom bakteri berhasil diisolasi menggunakan metode lysis by alkali. Amplifikasi
menggunakan primer 16S rRNA menghasilkan fragmen DNA dengan ukuran
1.500 bp (Gambar 1). Hasil amplifikasi sebesar 1.500 bp pada masing-masing
sampel dilakukan proses purifikasi untuk mendapatkan gen 16S rRNA yang lebih
murni. Gen 16S rRNA berhasil diligasikan ke vektor kloning pGEM-T easy dan
transformasi menggunakan sel kompeten E. coli DH5α dengan metode heat shock.
Plasmid yang positif mengandung gen 16S rRNA berhasil disekuensing dengan
ukuran sekuen 961 bp. Berdasarkan hasil homologi metode BLAST N diketahui
bahwa sampel sekuen gen 16S rRNA sampel 16sa1 memiliki kesamaan dengan
query cover 97% sebagai S. agalactiae strain 19–42 MP new (no. aksesi GenBank:
EU075070.1). Hal ini berarti bakteri yang diisolasi merupakan bakteri patogen S.
agalactiae.

22
b. Desain primer gen virulen

Primer untuk mengisolasi gen mga telah berhasil didesain dengan


penambahan situs restriksi dua jenis enzim (SalI dan NotI). Susunan primer
adalah sebagai berikut: SAF (5’GTCGACTTGCTATTTGATTTTCTCG3’) dan
SAR CGGCCGGCATTTTTTGAAATATA TTCA 3’). Susunan basa yang
dicetak tebal yaitu GTCGAC merupakan situs pemotongan enzim SalI, sedangkan
GCGGCCGGCA merupakan situs pemotongan enzim NotI. Kedua enzim tersebut
akan digunakan untuk proses deteksi dan restriksi insersi dari vektornya.
c. Isolasi dan kloning gen mga pada pGEM-T easy

Gen mga berhasil diisolasi menggunakan metode PCR gradien dengan suhu
penempelan optimal 43,5 °C dan berukuran 1.494 bp. Fragmen DNA hasil
amplifikasi PCR (Gambar 2) tersebut diligasi dengan vektor pGEM-T easy,
ditransformasi ke sel kompeten E. coli DH5α, dan kemudian bakteri dikultur.
Berdasarkan hasil transformasi vektor pGEM-T easy-gen mga, diperoleh koloni
sebanyak 12 koloni, yaitu delapan koloni berwarna putih dan empat koloni
berwarna biru. Koloni yang berwarna putih merupakan kandidat positif bakteri
yang membawa plasmid pT-mga. Masing-masing koloni putih berhasil dikultur
pada media 2xYT yang mengandung antibiotik ampisilin 100 mg/mL dan
dilakukan isolasi plasmid menggunakan metode kit plasmid mini preparation
(GenAid). Verifikasi transforman dilakukan dengan melakukan PCR koloni pada
koloni bakteri berwarna putih. PCR koloni merupakan metode amplifikasi yang

23
hampir sama dengan metode PCR secara umum, yang membedakan adalah
template yang digunakan, pada PCR koloni menggunakan template koloni bakteri
yang telah dilarutkan pada akuades steril dan dipanaskan pada suhu 99 °C selama
lima menit. PCR koloni menggunakan primer gen mga yaitu primer yang sama
untuk mengisolasi gen mga. Berdasarkan hasil PCR koloni diketahui bahwa
terdapat empat koloni positif yang mengandung insersi gen mga, yaitu koloni 1, 2,
6, dan 8 dengan ukuran 1.494 bp, PCR menggunakan template DNA plasmid juga
positif mengandung gen mga. Verifikasi selanjutnya dilakukan menggunakan
metode restriksi enzim. Plasmid pT-mga dipotong menggunakan dua jenis enzim
(SalI dan NotI), dan hasil restriksi enzim dapat diamati pada Gambar 3. Double
digestion SalI dan NotI plasmid pTmga menghasilkan dua potongan yaitu 3.015
bp yang merupakan ukuran plasmid pGEM-T easy dan 1.494 bp yang merupakan
ukuran gen mga.

d. Analisis sekuen gen mga

Plasmid pGEM-T easy–gen mga yang positif kemudian dilakukan sekuensing


menggunakan primer M13. Gen mga berhasil disekuen dengan ukuran 1.494 bp.
Sekuen kemudian dilakukan homologi di BLASTN website www.nlm.nih. gov
dan memiliki kesamaan 98% dengan gen penyandi protein M (mga) (no. aksesi
GenBank: CP_003919.1), sedangkan untuk hasil BLASTX memiliki kesamaan
92% protein M (mga) (no. aksesi Bank Gen: YP_006951495.1). Hasil analisis

24
terhadap protein ini memberikan skor 423 bits dengan nilai E sama dengan 2e-
123. Secara teoritis, kisaran skor ≥150 bits dengan E-value≥ e-04 pada analisis
BLASTX menunjukkan tingkat kemiripan yang tinggi (Claveri et al., 2003).
Analisis sekuen menggunakan software GENETYX menunjukkan bahwa
alignment sekuens partial gen mga S. agalactiae (dari arah forward) dengan gen
mga S. agalactiae (no. aksesi Bank Gen NC_019048.1) (Gambar 4), sedangkan
untuk hasil alignment dari arah reverse ditunjukkan pada Gambar 5. Berdasarkan
hasil alignment diketahui bahwa sampel pada kajian ini memiliki kemiripan yang
tinggi dengan sekuen gen mga.
e. Kloning gen mga ke vektor pMBA

Gen mga dan plasmid pMBA dipotong menggunakan enzim enzim SalI dan
NotI. Vektor pMBA dan gen mga yeng telah dipotong dengan dua enzim,
kemudian diligasikan. Berdasarkan hasil transformasi menunjukkan bahwa
terdapat 59 koloni yang resisten terhadap kanamisin. Verifikasi transforman
dilakukan menggunakan PCR koloni. Koloni-koloni yang positif mengandung
plasmid pMBA-mga ada 24 sampel, yaitu koloni 2, 3, 5, 12, 13, 17, 23, 25, 28, 36,
37, 38, 41, 42, 43, 46, 47, 49, 50, 52, 56, 57, 58, dan 59. Pemetaan konstruksi
plasmid berhasil dilakukan menggunakan program Snapgene (Gambar 6).
Prinsip dasar proses isolasi plasmid adalah kultur koloni plasmid pada fase log
(ketika pembelahan maksimal), kemudian pelet bakteri diberikan perlakuan lisis,
neutralisasi, binding, dan elusi. Verifikasi kembali dilakukan menggunakan PCR
dengan template DNA plasmid dan primer gen mga. Verifikasi berikutnya adalah
melakukan restriksi plasmid pMBA-gen mga menggunakan enzim SalI dan NotI.
Berdasarkan hasil restriksi diperoleh dua potongan berupa 7.000 bp plasmid
pMBA dan 1.494 bp gen mga. Kandidat vaksin DNA S. agalactiae yang berupa
koloni yang mengandung plasmid ada 24 koloni. Masingmasing plasmid dari 24
koloni tersebut telah berhasil dilakukan pengukuran konsentrasi plasmid dengan
besar 21,45–252,09 ng/µL dan memiliki kemurnian yang bagus dengan kisaran
perbandingan A260/280 adalah 1,91–2,00. Kemurnian DNA yang baik berkisar
antara 1,82,00 (Sambrook et al., 1999).

25
Vektor yang digunakan sebagai pembawa gen mga telah berhasil digunakan
sebagai vektor pembawa gen glikoprotein 25 pada vaksin DNA untuk penyakit
koi herpes virus (KHV) (Nuryati et al., 2010). Oleh sebab itu, vektor tersebut
digunakan dalam proses konstruksi vaksin DNA untuk mengendalikan infeksi S.
agalactiae pada ikan nila. Gen mga yang menyandikan M protein merupakan
faktor virulensi pada S. agalactiae. M protein bersifat immunogenik dan memiliki
kemampuan untuk menghindari sel fagositosis pada sistem imun ikan.

26
27
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Dari makalah yang membahas tentang kloning gen dapat disimpulkan yaitu:
a. Kloning gen adalah suatu teknik membuat keturunan dengan kode genetik
yang sama dengan induknya pada makhluk hidup tertentu baik berupa
tumbuhan, hewan, maupun manusia.
b. Pada kloning gen terdapat DNA rekombinan yang memang masuk dalam
kloning gen ini.
c. Macam-macam kloning gen ini yaitu terdapat kloning embrional, kloning
DNA dewasa (Adult DNA Cloning) atau disebut juga kloning reproduktif 
(Reproductive Cloning), kloning terapeutik, enzim endonuklease restriksi, enzim
ligase, vektor, inang (host) dan metoda untuk memasukkan DNA ke dalam
sel inang. Dimana macam-macam kloning ini memiliki kegunaanya
masing-masing.
d. Pada proses kloning gen ini, terdapat beberapa proses yang dapat
dilakukan yaitu transfer nukleus, teknik roslin, teknik honolulu yang
dimana proses kloning gen ini dapat menentukan hasilnya masing-masing
sesuai dengan transfer ataupun teknik yang digunakan.
e. Rekombinan fragmen gen pcbC yang disisipkan ke dalam plasmid
pPICZA telah diperoleh dan ditransformasikan dalam sel E.coli TOP 10 F'.
Hasil sekuen dan analisis BLASTn menunjukkan bahwa fragmen gen
pcbC tersebut memiliki tingkat homologi yang tinggi (99%) dengan gen
pcbC Penicillium chrysogenum Wisconsin 54-1255 dan sPenicillium
chrysogenum AS-P-78 yang merupakan pengkode Isopenisilin N Sintase
(IPNS).
f. Kloning gen mga Streptococcus agalactiae isolat lokal telah berhasil
dilakukan sebagai bahan dasar vaksin DNA. Konstruksi gen mga yang
dikendalikan oleh promoter MBA telah berhasil dibuat dan ini merupakan
kandidat vaksin DNA untuk mengendalikan infeksi S. agalactiae pada ikan
nila.

28
B. Saran
Saran yang dapat diberikan dari penyusun kepada pembaca yaitu:
a. Sebaiknya dalam proses kloning gen harus dilakukan dengan benar dan
baik sesuai tekniknya
b. Dalam pemilihan gen harus baik supaya dapat menghasilkan sifat-sifat
yang diinginkan

29
DAFTAR PUSTAKA

Elrod, Susan. 2007. Genetika. Jakarta. Erlangga


Glick, B.R. & J.J. Pasternak. 1994. Molecular Biotechnology. PrinCiples and
Applications of Recombinant DNA. Washington, D.C.: ASM Press.
Karmana , Oman. 2005. Cerdas Belajar Biologi. Jakarta: Grafindo
Muhammad, Rusda. 2004. Kloning. Sumatera Utara: Fakultas Kedokteran
Nuswantoro S, Yuhana M, Santika A, Nuryati S, Zainun Z, Mawardi M. 2012.
Efficacy of DNA vaccine encoding koi herpesvirus glycoprotein GP-25 in
common carp juvenile by immersion. Jurnal Akuakultur Indonesia 11: 76–85
Pai Anna. 1992. Dasar-Dasar Genetika: Untuk Masyarakat. Jakarta. Erlangga
Sambrook J, Fritsch EF, Maniatis T. 1999. Molecular Cloning. 2nd ed. New
York: Cold Springs Harbor Laboratory.
Sardjoko.1991. Bioteknologi: Latar Belakang dan Beberapa Penerapannya.
Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama
Suryo. 1998. Genetika. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press.
Wang S, Kennedy JS, West K, Montefiori DC, Coley S, Lawrence J, Shen S,
Green S, Rothman AL, Ennis FA, Arthos J, Pal R, Markham P, Lu S. 2008.
Cross-subtype antibody and cellular immune responses induced by a
polyvalent DNA prime–protein boost HIV-1 vaccine in healthy human
volunteers. Vaccine 26: 3.947– 3.957.

30

Anda mungkin juga menyukai