Anda di halaman 1dari 14

Makalah

SUPPOSITORIA

Disusun oleh : Kelompok 2


Hasnaa Fadhiilah Gumilar (52120036)
Rivan Angga Utama (52120037)
Yusuf Azis Fauzan (52120038)
Descrya Dwi Anggita (52120039)
Sifa Ulfasari (52120040)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER


STIKes BAKTI TUNAS HUSADA
TASIKMALAYA
2021
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah subhana hu wata’ala,
karena atas rahmat dan karunianya kami sebagai penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “SUPPOSITORIA” ini dengan baik. Makalah ini dibuat
untuk memenuhi salah satu tugas Tutorial Komunikasi, Edukasi dan Informasi.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Dr. apt. Saeful Amin, M.Si selaku
dosen pengampuh dan yang memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan juga wawasan bagi penulis.

Dengan segala keterbatasan yang dimiliki, penulis menyadari penulisan


makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis sangat
mengharapkan kritik serta saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak
terutama ilmu kefarmasian pada umumnya dan bagi pembaca pada khusunya.

Tasikmalaya, Maret 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar..................................................................................................i

Daftar Isi...........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang...........................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah......................................................................................2
1.3 Tujuan........................................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi......................................................................................................3
2.2 Basis Suppositoria.....................................................................................3
2.3 Macam-Macam Bentuk Sediaan Suppositoria...........................................6
2.4 Keuntungan dan Kerugian.........................................................................6
2.5 Absorpsi Obat Lewat Rektal......................................................................7
2.6 Cara Penggunaan Suppositoria Rektal.......................................................8

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................11

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Prinsip pemberian obat kepada pasien salah satunya adalah pemilihan rute
yang benar. Obat dapat diberikan melalui sejumlah rute yang berbeda. Faktor
yang menentukan pemberian rute terbaik ditentukan oleh keadaan umum pasien,
kecepatan respon yang diinginkan, sifat kimiawi dan fisik obat, serta tempat
kerja yang diinginkan. Obat dapat diberikan melalui oral, sublingual, parenteral,
topikal, rektal, inhalasi (Lestari, 2016).

Rute pemberian obat terutama ditentukan oleh sifat dan tujuan dari
penggunaan obat sehingga dapat memberikan efek terapi yang tepat. Terdapat
dua rute pemberian obat yang utama, enteral dan parenteral. Enteral adalah rute
pemberian obat yang nantinya akan melalui saluran cerna sedangkan
penggunaan parenteral digunakan untuk obat yang absorbsinya buruk melalui
saluran cerna (Noviani dan Nurilawati, 2017).

Saat akan memberikan obat kepada pasien dengan pertimbangan bahwa


pasien yang tidak bisa menelan, pingsan, atau menghendaki efek cepat dan
terhindar dari pengaruh pH lambung, First Past Effect (FPE) di hati, maupun
enzim-enzim di dalam tubuh maka salah satu rute yang dapat digunakan adalah
secara enteral melalui rektal. Saat obat diberikan melalui rektal maka 50% aliran
darah dari bagian rektum memintas sirkulasi portal jadi, biotransformasi obat
oleh hati dikurangi. Selain itu pemberian secara rektal mempunyai keuntungan
tambahan, yaitu mencegah penghancuran obat oleh enzim usus atau pH rendah
di dalam lambung. Rute rektal tersebut juga berguna jika obat menginduksi
muntah ketika diberikan secara oral atau jika penderita sering muntah-muntah
(Noviani dan Nurilawati, 2017).

Pemberian obat melalui rektal memiliki efek yang lebih cepat dibandingkan
pemberian obat dalam bentuk oral. Bentuk sediaan obat untuk pemberian rektal
umumnya adalah suppositoria yang akan mencair pada suhu badan. Banyak obat

1
tersedia dalam bentuk suppositoria dan dapat menimbulkan efek lokal dan
sistemik. Salah satu efek lokal yang diberikan oleh suppositoria yaitu untuk
memudahkan defekasi serta mengobati gatal, iritasi, dan inflamasi karena
hemoroid. (Lestari, 2016; Noviani dan Nurilawati, 2017).

Namun dalam penggunaan suppositoria ada beberapa hal yang harus


diperhatikan. Maka untuk itu, perlu dilakukan pemberian konseling kepada
pasien agar pasien dapat mengetahui hal-hal yang harus diperhatikan terhadap
sediaan suppositoria dan mengetahui cara penggunaan suppositoria yang benar.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan Suppositoria?
2. Apa saja basis Suppositoria?
3. Apa saja macam-macam bentuk dari Suppositoria?
4. Apa keuntungan dan kerugian dari Suppositoria?
5. Bagaimana proses absorpsi obat melalui rektal?
6. Bagaimana cara penggunaan Suppositoria yang benar?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu Suppositoria.
2. Untuk mengetahui basis Suppositoria.
3. Untuk mengetahui macam dari Suppositoria.
4. Untuk mengetahui keuntungan dan kerugian dari Suppositoria.
5. Untuk mengetahui proses absorpsi obat lewat rektal.
6. Untuk mengetahui cara penggunaan Suppositoria yang benar.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dalam bentuk, yang
diberikan melalui rektal, vaginal atau uretra, bentuk dan ukurannya harus
sedemikian rupa sehingga dengan mudah dapat dimasukkan ke dalam lubang atau
celah yang diingankan tanpa menimbulkan kejanggalan dalam penggelembungan
begitu masuk dan harus bertahan untuk suatu waktu dan suhu tertentu (Dirjen
POM, 1995). Suppositoria umumnya dimasukan melalui rektum, vagina, kadang-
kadang melalui saluran urin dan jarang melalui telinga dan hidung, suppositoria
untuk rektum umumnya dimasukkan dengan jari tangan, tetapi untuk vagina
khususnya tablet vagina yang dibuat dengan cara kompresi dapat dimasukkan
lebih jauh ke dalam saluran vagina dengan bantuan alat khusus (Ansel, 1989).
penggunaan suppositoria biasanya ditunjukan untuk pemakaian lokal seperti wasir
atau hemoroid lainnya dan penyakit infeksi atau secara sistemik yang bertujuan
bila pasien tidak memungkinakan penggunaan oral selain itu suppositoria ini
bertujuan untuk memperoleh kerja awal yang cepat karena kerja obat langsung
diserap oleh mukosa dan juga untuk mennghindari perusakan obat oleh enzim
didalam salurab gastrointestinal dan perubahan obat secara biokimia didalam hati
(Syamsuni, 2005).

2.2 Basis Suppositoria


Dalam pembuatan sediaan suppositoria, basis suppositoria memiliki peran
penting yang dimana diharapkan memiliki sifat-sifat sebagai berikut meleleh pada
suhu tubuh, melarut atau terdispersi dalam cairan rektum, tidak bersifat toksik,
terutama tidak mengiritasi mukosa rektal (Murrukmihadi, 1986). Dalam keadaan
ini basis suppositoria agar sediaan dapat digunakan secara efektif, aman dan
nyaman, basisnya harus memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut:

3
1. Secara fisiologis netral (tidak menimbulkan rangsangan pada usus : hal ini
dapat disebabkan oleh masa yang tidak fisiologis atau tengik, terlalu keras,
juga oleh kasarnya bahan obat yang diracik)
2. Secara kimia netral (tidak tak tersatukan dengan bahan obat),
3. Interval yang sangat rendah antara titik lebur dan titik beku (dengan demikian
pembekuan masa berlangsung dengan cepat dalam cetakan,
kontraksibilitasnya baik, mencegah pendinginan mendadak dalam cetakan)
4. Interval yang rendah antara titik lebur mengalir dengan titik lebur jernih
(sangat penting artinya bagi kemantapan bentuk dan juga daya penyimpanan,
khususnya pada suhu tinggi)
5. Viskositas yang memadai (mampu mengurangi sedimentasi bahan
tersuspensi, tingginya ketepatan takaran)
6. Suppositoria sebaiknya melebur dalam beberapa menit pada suhu tubuh atau
melarut (persyaratan untuk kerja obat)
7. Pembebasan dan resorpsi obat baik
8. Daya tahan dan daya penyimpanan yang baik (tanpa ketengikan, perwarnaan,
pengerasan, kemantapan bentuk, daya patah yang baik dan stabilitas yang
memadai dari bahan obat)
9. Daya serap terhadap cairan lipofil dan hidrofil (Voight, 1971)
Menurut sifat fisiknya basis suppositoria dibagi menjadi:
1. Basis berminyak atau berlemak
a. Lemak coklat
Coklat merupakan basis suppositoria yang paling banyak
digunakan karena basis ini mempunyai sifat-sifat fisik yang memenuhi
persyaratan ideal, namun lemak coklat memiliki beberapa kelemahan
yaitu dapat menjadi tengik, meleleh pada udara panas, menjadi cair bila
bercampur dengan obat-obatan tertentu dan pemanasan yang terlalu lama,
terisomerisasi dengan titik leleh yang terlalu rendah dan tidak dikehendaki
(Coben dan Lieberman, 1994). Dengan kondisi penyimpanan yang tepat
(kering, terlindung dari cahaya, bebas udara dan simpan dalam bentuk
yang terpotong-potong, tidak sebagai bahan serutan) stabilitasnya dapat
diperpanjang (Voight, 1971).

4
b. Lemak keras (adeps solidus, adeps neutralis)
Lemak keras terdiri dari campuran mono-, di-, dan trigliserida
asam-asam jenuh C10H21COOH sampai C10H10COOH, produk semi
sintetis ini didominasi oleh asam laurat berwarna putih, mudah patah,
tidak berbau, tidak berasa dan memiliki kecenderungan yang amat rendah
untuk menjadi tengik, pelepasan bahan dan resorpsinya minimal sama
baiknya seperti lemak coklat (Voight, 1971).
2. Basis yang larut dalam air dan basis yang bercampur dengan air
a. Basis gelatin gliserin
Basis ini paling sering digunakan pada suppositoria vagina dengan
efek setempat yang cukup lama dari unsur obatnya, lebih lambat melunak
dan bercampur dengan cairan tubuh dari pada lemak coklat, cenderung
menyerap uap air akibat sifat gliserin yang higroskopis sehingga harus
dilindungi dari lembab agar terjaga bentuk dan konsistensinya, dimana
keuntungan dari basis ini adalah melarut dengan cepat dalam rektum.
Kerugiannya adalah dalam konsentrasi yang rendah merupakan media
makanan yang baik untuk bakteria. Sediaan ini harus dibuat segar,
disimpan dalam wadah tertutup rapat (Voight, 1971).
b. Polietilenglikol
Polietilenglikol merupakan polimer dari etilen oksida dan air, basis
ini tidak hanya memungkinkan perlambatan pelepasan obat dari basisnya
begitu suppositoria dimasukkan, tetapi juga memberi kemungkinan yang
tepat bagi penyimpanannya diluar lemari es dan tidak akan melunak bila
terkena udara panas, apabila suppositoria dengan basis PEG tidak
mengandung sedikitnya 20% air untuk mencegah rangsangan membran
mukosa setelah dipakai, maka suppositoria harus dicelupkan kedalam air
sebelum dipakai, cara ini mencegah ditariknya cairan dari jaringan tubuh
setelah dimasukan (Ansel, 1989). Suppositoria dengan menggunakan
basis polietilenglikol memiliki beberapa keuntungan karena sifatnya yang
inert, tidak mudah terhidrolisis, tidak membantu pertumbuhan jamur dan
dapat dikombinasikan berdasarkan bobot molekulnya sehingga
didapatkan suatu basis suppositoria yang dikehendaki (Raymond, 2006).

5
3. Basis-basis lainnya
Basis yang termasuk kelompok ini adalah campuran bahan bersifat seperti
lemak dan yang larut dalam air berbentuk emulsi, umumnya bertipe air dalam
minyak atau mungkin dapat menyebar dalam cairan berair, salah satu
contohnya adalah polioksi 40 stearat. Bahan ini adalah campuran aster
monostearat dan distearat dan polioksietilendiol dan glikol bebas. Bahan ini
menyerupai lilin, putih kecoklatan, padat, dan larut dalam air, titik leleh
antara 39-45 ℃ basis ini mempunyai kemampuan menahan air atau larutan
berair dan kadang-kadang digabungkan sebagai basis suppositoria yang
hidrofilik (Ansel, 1989).

2.3 Macam-Macam Bentuk Sediaan Suppositoria


Penyimpanan suppositoria dalam wadah tertutup baik dan di tempat yang
sejuk pada suhu 5-15 °C agar suppositoria tidak menjadi lembek dan tidak bisa
digunakan. Adapun macam-macam bentuk sediaan suppositoria adalah sebagai
berikut:
1. Suppositoria rektal sering disebut sebagai suppositoria saja, berbentuk peluru
digunakan lewat rektum atau anus, suppositoria rektal berbentuk torpedo
mempunyai keunggulan yaitu jika bagian yang besar masuk melalui jaringan
otot penutup dubur, suppositoria akan tertarik masuk dengan sendirinya.
2. Suppositoria vaginal (ovula) berbentuk bola lonjong seperti kerucut, digunakan
lewat vagina
3. Suppositoria uretra (bacilli, bougies) digunakan lewat uretra, berbentuk batang
dengan panjang antara 7-14 cm
4. Suppositoria untuk hidung dan telinga yang disebut juga kerucut telinga,
keduanya berbentuk sama dengan suppositoria saluran urin hanya saja ukuran
panjangnya lebih kecil, biasanya 32 mm (Ansel 2005).

2.4 Keuntungan dan Kerugian


Keuntungan dari sediaan suppositoria ini antara lain:
1. Suppostoria dapat memberikan efek yang cepat untuk local dan sistemik.
2. Dapat menghindari terjadinya iritasi pada lambung

6
3. Dapat menghindari kerusakan obat oleh enzim pencernaan dan asam lambung
4. Obat dapat masuk langsung dalam saluran daerah darah sehingga obat dapat
berefek lebih cepat dari pada penggunaan obat parenteral
5. Baik bagi pasien yang mudah muntah atau tidak sadar (Hartati dan sulanani,
2016).
Adapun kerugian dari sediaan suppositoria ini antara lain:
1. Jika pemasangan obat tidak benar, obat akan keluar kembali
2. Tidak boleh diberikan pada pasien yang mengalami pembedahan rektal
(Hartati dan sulanani, 2016).

2.5 Absorpsi Obat Lewat Rektal


Absorpsi adalah proses yang lebih cepat dari pada proses difusi obat dari
basis ke cairan rektum, difusi obat ke permukaan absorpsi mempunyai kecepatan
terbatas pada absorpsi rektal. Rektum merupakan bagian akhir dari saluran cerna
yang terdiri atas dua bagian yaitu bagian superior yang cembung dan bagian
inferior yang cekung, panjang total rektum pada manusia dewasa rata-rata adalah
15-19 cm, 12-14 cm bagian pelvinal dan 5-6 cm bagian perineal, rektum
memiliki dua peran mekanik yaitu sebagai tempat penampungan feses dan
mendorongnya saat pengeluaran. Adanya mukosa memungkinkan terjadinya
penyerapan yang tidak dapat diabaikan, hal ini menguntungkan pada pengobatan
dengan suppositoria (Aiache dan Devissaguet, 1993).
Langkah-langkah absorpsi rektal melalui tiga tahap:
1. Pelelehan bentuk sediaan karena temperatur tubuh
2. Difusi zat aktif dari basis yang meleleh dalam hal ini viskositas dan koefisien
partisi sangat berpengaruh
3. Penetrasi zat aktif yang larut lewat sel epitel mukosa membran. Hal ini sangat
tergantung dari sifat fisika-kimia zat aktif.
Absorpsi obat melalui rektal dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
1. Faktor-faktor fisiologis, terdiri dari:
a. Kandungan kolon Absorpsi obat yang berefek sistemik lebih besar dan
lebih banyak terjadi pada rektum yang kosong dari pada rektum yang
digelembungkan oleh feses. Obat lebih mungkin berhubungan dengan

7
permukaan rektum dan kolon yang mengabsorpsi saat tidak ada feses.
Keadaan lain seperti gangguan kolon akibat pertumbuhan tumor dan
dehidrasi jaringan dapat mempengaruhi kadar dan tingkat absopsi dari
rektum
b. Jalur sirkulasi obat diabsorpsi melalui rektum tidak melalui sirkulasi
portal, dengan demikian obat dimungkinkan untuk tidak dimetabolisme
dalam hati, untuk memperoleh efek sistemik
c. pH dan adanya kemampuan mendapar yang rendah cairan rektum Cairan
rektum memiliki pH 7,2-7,4 dan kemampuan memadat rendah, maka pH
rektum mudah diubah dengan penambahan dapar yang sesuai dengan pH
pembawa yang digunakan pada pembuatan suppositoria, 11 sehingga
dapat meningkatkan penyerapan sejumlah zat aktif (Florence dan
Attwood, 1981).
2. Faktor-faktor fisika kimia dari obat dan basis, terdiri dari:
a. Kelarutan lemak-air koefisien partisi lemak-air suatu obat merupakan
pertimbangan yang penting pada pemilihan basis suppositoria dan dalam
antisipasi pelepasan obat dari basis tersebut
b. Ukuran partikel Obat yang tidak larut dalam suppositoria maka ukuran
partikelnya akan mempengaruhi jumlah obat yang dilepas dan melarut.
Semakin kecil ukuran partikel, semakin mudah melarut dan lebih besar
kemungkinannya untuk diabsorpsi
c. Sifat basis Basis harus dapat mencair, melunak atau melarut supaya
melepaskan kandungan obatnya untuk diabsorpsi (Florence dan Attwood,
1981).

2.6 Cara Penggunaan Suppositoria Rektal


Pemberian suppositoria rektal memiliki tujuan untuk pengobatan konstipasi
dan wasir, selain itu suppositoria rektal juga diberikan untuk efek sistemik
misalnya analgesik, antispasmodinamik, sedatif, obat penenang dan zat antibakteri
(Coben dan Lieberman, 1994). Pemberian suppositoria rektal juga dapat
dimaksudkan untuk senyawa obat yang diabsorpsi sangat kecil di sistem
gastrointestinal (GI), senyawa yang tidak stabil dan tidak aktif oleh pH atau

8
aktivitas enzim dari lambung atau usus (Swarbrick dan Boylan, 2002). Terapi
rektal lebih dipilih dibandingkan bentuk pemakaian lainnya dengan alasan, dalam
hal ini dapat disebutkan antara lain cocok untuk pasien yang tidak memungkinkan
penggunaaan obat secara oral yang dikarenakan pasien memiliki masalah pada
sistem gastrointestinal, pasien yang muntah, mual, pasien yang tidak
memungkinkan menelan obat secara oral serta dapat digunakan pada lansia
maupun anak-anak dikarenakan pemakaiannya yang lebih mudah bila
dibandingkan penggunaan secara oral (Tukker, 2002).
Berikut adalah cara penggunaan suppositoria rektal dengan baik dan benar
(Hartati dan sulanani, 2016):
1. Cuci tangan terlebih dahulu
2. Buka pembungkus obat (jangan dibuka jika suppositoria terlalu lunak).
3. Jika suppositoria terlalu lunak sebaiknya didinginkan dulu dalam kondisi
masih dalam kemasan (masukkan dalam termos pendingin atau dipegang di
bawah aliran air dingin), kemudian setelah agak keras keluarkan dari
kemasannya.
4. Lembutkan bagian tepi yang mungkin tajam dengan dihangatkan dalam
tangan.
5. Lembabkan suppositoria dengan air dingin.
6. Berbaring miring pada salah satu sisi dan tekuk satu lutut ke arah badan dan
angkat lutut
7. Masukkan obat kedalam anus secara perlahan dengan bagian yang bulat
terlebih dahulu, dilanjutkan dengan bagian belakangnya.
8. Tetap berbaring selama beberapa menit.
9. Cuci tangan.
10. Usahakan untuk tidak melakukan buang air besar selama 1 jam.

9
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Jadi, dari hasil pemaparan pada bagian sebelumnya dapat disuimpulkan
bahwa:
1. Suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dalam bentuk,
yang diberikan melalui rektal, vaginal atau uretra, bentuk dan ukurannya
harus sedemikian rupa sehingga dengan mudah dapat dimasukkan ke
dalam lubang atau celah yang diingankan tanpa menimbulkan kejanggalan
dalam penggelembungan begitu masuk dan harus bertahan untuk suatu
waktu dan suhu tertentu.
2. Menurut sifat fisiknya basis suppositoria dibagi menjadi: basis berminyak/
berlemak, basis yang larut dalam air serta basis yang bercampur dengan
air, dan basis-basis lainnya.
3. Macam-macam bentuk sediaan suppositoria: rektal, vaginal (ovula), uretra
(bacilli, bougies), dan suppositoria untuk hidung dan telinga.
4. Keuntungan dari sediaan suppositoria: memberikan efek yang cepat,
menghindari iritasi pada lambung, menghindari kerusakan obat, bias bagi
pasien yang mudah muntah atau tidak sadar. Adapun kerugian dari sediaan
suppositoria: pemasangan obat tidak benar maka obat akan keluar kembali,
tidak boleh diberikan pada pasien yang mengalami pembedahan rektal.
5. Absorpsi adalah proses yang lebih cepat dari pada proses difusi obat dari
basis ke cairan rektum, difusi obat ke permukaan absorpsi mempunyai
kecepatan terbatas pada absorpsi rektal.

10
6. Cara penggunaan suppositoria rektal dengan baik dan benar menurut
Hartati dan sulanani (2016) ada 10 tahapan.

DAFTAR PUSTAKA

Aiache, J. M dan Devissaguet, J. Ph. 1993. Farmasetika 2 Biofarmasi


diterjemahkan oleh Dr. Widji Soeratri. Edisi kedua. Surabaya : Airlangga
University Press.
Ansel, H.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. diterjemahkan oleh
Farida. Ibrahim, Asmanizar, Iis Aisyah. Edisi keempat. Jakarta : UI Press.
Ansel, H. C. 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. diterjemahkan oleh
Ibrahim, F. Edisi IV. Jakarta: UI Press.
Coben, L. J., dan Lieberman, H. A. 1994. Suppositoria, Teori dan Praktek
Farmasi Industri II diterjemahkan oleh Siti Suyatmi. Jakarta: Universitas
Indonesia Press.
Ditjen POM. 1995. Farmakope indonesia Edisi ke IV. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Florence, A. T dan Attwood, D.1981. Physicochemical Principle of Pharmacy.
First Edition. Hampshir & London : Mac Milan Publ.
Hartati dan Sulanjani, ian. 2016. Modul Paket Keahlian Farmasi Sekolah
Menengah Kejuruan(SMK) Teknik Pembuatan Sediaan Suppositoria
Farmakolgi. Jakarta : KEMENKES.
Lestrari, S. 2016. Farmakologi dalam Keperawatan. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
Noviani, N. Nurilawati, V. 2017. Farmakologi. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.
Raymond, Chang. 2006. Kimia Dasar Edisi ketiga Jilid 1. Jakarta : Penerbit
Erlangga.
Swarbrick, J dan Boylan, J. C. 2002. Encyclopedia of Pharmaceutical
Technology. Second Edition Vol. 1. New York : Marcel Deker Inc.
Syamsuni. 2005.Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Tukker, J. 2002. Rectal and Vaginal Drug Delivery.The Science of Dosage Form
Design, Second Edition. Churchill: Livingstone.
Voight, R. 1971. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Edisi V. Yogyakarta :
Gadjah Mada University Press.

11

Anda mungkin juga menyukai