SUPPOSITORIA
Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah subhana hu wata’ala,
karena atas rahmat dan karunianya kami sebagai penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “SUPPOSITORIA” ini dengan baik. Makalah ini dibuat
untuk memenuhi salah satu tugas Tutorial Komunikasi, Edukasi dan Informasi.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Dr. apt. Saeful Amin, M.Si selaku
dosen pengampuh dan yang memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan juga wawasan bagi penulis.
Penulis
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar..................................................................................................i
Daftar Isi...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
2.1 Definisi......................................................................................................3
2.2 Basis Suppositoria.....................................................................................3
2.3 Macam-Macam Bentuk Sediaan Suppositoria...........................................6
2.4 Keuntungan dan Kerugian.........................................................................6
2.5 Absorpsi Obat Lewat Rektal......................................................................7
2.6 Cara Penggunaan Suppositoria Rektal.......................................................8
3.1 Kesimpulan................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................11
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Prinsip pemberian obat kepada pasien salah satunya adalah pemilihan rute
yang benar. Obat dapat diberikan melalui sejumlah rute yang berbeda. Faktor
yang menentukan pemberian rute terbaik ditentukan oleh keadaan umum pasien,
kecepatan respon yang diinginkan, sifat kimiawi dan fisik obat, serta tempat
kerja yang diinginkan. Obat dapat diberikan melalui oral, sublingual, parenteral,
topikal, rektal, inhalasi (Lestari, 2016).
Rute pemberian obat terutama ditentukan oleh sifat dan tujuan dari
penggunaan obat sehingga dapat memberikan efek terapi yang tepat. Terdapat
dua rute pemberian obat yang utama, enteral dan parenteral. Enteral adalah rute
pemberian obat yang nantinya akan melalui saluran cerna sedangkan
penggunaan parenteral digunakan untuk obat yang absorbsinya buruk melalui
saluran cerna (Noviani dan Nurilawati, 2017).
Pemberian obat melalui rektal memiliki efek yang lebih cepat dibandingkan
pemberian obat dalam bentuk oral. Bentuk sediaan obat untuk pemberian rektal
umumnya adalah suppositoria yang akan mencair pada suhu badan. Banyak obat
1
tersedia dalam bentuk suppositoria dan dapat menimbulkan efek lokal dan
sistemik. Salah satu efek lokal yang diberikan oleh suppositoria yaitu untuk
memudahkan defekasi serta mengobati gatal, iritasi, dan inflamasi karena
hemoroid. (Lestari, 2016; Noviani dan Nurilawati, 2017).
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu Suppositoria.
2. Untuk mengetahui basis Suppositoria.
3. Untuk mengetahui macam dari Suppositoria.
4. Untuk mengetahui keuntungan dan kerugian dari Suppositoria.
5. Untuk mengetahui proses absorpsi obat lewat rektal.
6. Untuk mengetahui cara penggunaan Suppositoria yang benar.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dalam bentuk, yang
diberikan melalui rektal, vaginal atau uretra, bentuk dan ukurannya harus
sedemikian rupa sehingga dengan mudah dapat dimasukkan ke dalam lubang atau
celah yang diingankan tanpa menimbulkan kejanggalan dalam penggelembungan
begitu masuk dan harus bertahan untuk suatu waktu dan suhu tertentu (Dirjen
POM, 1995). Suppositoria umumnya dimasukan melalui rektum, vagina, kadang-
kadang melalui saluran urin dan jarang melalui telinga dan hidung, suppositoria
untuk rektum umumnya dimasukkan dengan jari tangan, tetapi untuk vagina
khususnya tablet vagina yang dibuat dengan cara kompresi dapat dimasukkan
lebih jauh ke dalam saluran vagina dengan bantuan alat khusus (Ansel, 1989).
penggunaan suppositoria biasanya ditunjukan untuk pemakaian lokal seperti wasir
atau hemoroid lainnya dan penyakit infeksi atau secara sistemik yang bertujuan
bila pasien tidak memungkinakan penggunaan oral selain itu suppositoria ini
bertujuan untuk memperoleh kerja awal yang cepat karena kerja obat langsung
diserap oleh mukosa dan juga untuk mennghindari perusakan obat oleh enzim
didalam salurab gastrointestinal dan perubahan obat secara biokimia didalam hati
(Syamsuni, 2005).
3
1. Secara fisiologis netral (tidak menimbulkan rangsangan pada usus : hal ini
dapat disebabkan oleh masa yang tidak fisiologis atau tengik, terlalu keras,
juga oleh kasarnya bahan obat yang diracik)
2. Secara kimia netral (tidak tak tersatukan dengan bahan obat),
3. Interval yang sangat rendah antara titik lebur dan titik beku (dengan demikian
pembekuan masa berlangsung dengan cepat dalam cetakan,
kontraksibilitasnya baik, mencegah pendinginan mendadak dalam cetakan)
4. Interval yang rendah antara titik lebur mengalir dengan titik lebur jernih
(sangat penting artinya bagi kemantapan bentuk dan juga daya penyimpanan,
khususnya pada suhu tinggi)
5. Viskositas yang memadai (mampu mengurangi sedimentasi bahan
tersuspensi, tingginya ketepatan takaran)
6. Suppositoria sebaiknya melebur dalam beberapa menit pada suhu tubuh atau
melarut (persyaratan untuk kerja obat)
7. Pembebasan dan resorpsi obat baik
8. Daya tahan dan daya penyimpanan yang baik (tanpa ketengikan, perwarnaan,
pengerasan, kemantapan bentuk, daya patah yang baik dan stabilitas yang
memadai dari bahan obat)
9. Daya serap terhadap cairan lipofil dan hidrofil (Voight, 1971)
Menurut sifat fisiknya basis suppositoria dibagi menjadi:
1. Basis berminyak atau berlemak
a. Lemak coklat
Coklat merupakan basis suppositoria yang paling banyak
digunakan karena basis ini mempunyai sifat-sifat fisik yang memenuhi
persyaratan ideal, namun lemak coklat memiliki beberapa kelemahan
yaitu dapat menjadi tengik, meleleh pada udara panas, menjadi cair bila
bercampur dengan obat-obatan tertentu dan pemanasan yang terlalu lama,
terisomerisasi dengan titik leleh yang terlalu rendah dan tidak dikehendaki
(Coben dan Lieberman, 1994). Dengan kondisi penyimpanan yang tepat
(kering, terlindung dari cahaya, bebas udara dan simpan dalam bentuk
yang terpotong-potong, tidak sebagai bahan serutan) stabilitasnya dapat
diperpanjang (Voight, 1971).
4
b. Lemak keras (adeps solidus, adeps neutralis)
Lemak keras terdiri dari campuran mono-, di-, dan trigliserida
asam-asam jenuh C10H21COOH sampai C10H10COOH, produk semi
sintetis ini didominasi oleh asam laurat berwarna putih, mudah patah,
tidak berbau, tidak berasa dan memiliki kecenderungan yang amat rendah
untuk menjadi tengik, pelepasan bahan dan resorpsinya minimal sama
baiknya seperti lemak coklat (Voight, 1971).
2. Basis yang larut dalam air dan basis yang bercampur dengan air
a. Basis gelatin gliserin
Basis ini paling sering digunakan pada suppositoria vagina dengan
efek setempat yang cukup lama dari unsur obatnya, lebih lambat melunak
dan bercampur dengan cairan tubuh dari pada lemak coklat, cenderung
menyerap uap air akibat sifat gliserin yang higroskopis sehingga harus
dilindungi dari lembab agar terjaga bentuk dan konsistensinya, dimana
keuntungan dari basis ini adalah melarut dengan cepat dalam rektum.
Kerugiannya adalah dalam konsentrasi yang rendah merupakan media
makanan yang baik untuk bakteria. Sediaan ini harus dibuat segar,
disimpan dalam wadah tertutup rapat (Voight, 1971).
b. Polietilenglikol
Polietilenglikol merupakan polimer dari etilen oksida dan air, basis
ini tidak hanya memungkinkan perlambatan pelepasan obat dari basisnya
begitu suppositoria dimasukkan, tetapi juga memberi kemungkinan yang
tepat bagi penyimpanannya diluar lemari es dan tidak akan melunak bila
terkena udara panas, apabila suppositoria dengan basis PEG tidak
mengandung sedikitnya 20% air untuk mencegah rangsangan membran
mukosa setelah dipakai, maka suppositoria harus dicelupkan kedalam air
sebelum dipakai, cara ini mencegah ditariknya cairan dari jaringan tubuh
setelah dimasukan (Ansel, 1989). Suppositoria dengan menggunakan
basis polietilenglikol memiliki beberapa keuntungan karena sifatnya yang
inert, tidak mudah terhidrolisis, tidak membantu pertumbuhan jamur dan
dapat dikombinasikan berdasarkan bobot molekulnya sehingga
didapatkan suatu basis suppositoria yang dikehendaki (Raymond, 2006).
5
3. Basis-basis lainnya
Basis yang termasuk kelompok ini adalah campuran bahan bersifat seperti
lemak dan yang larut dalam air berbentuk emulsi, umumnya bertipe air dalam
minyak atau mungkin dapat menyebar dalam cairan berair, salah satu
contohnya adalah polioksi 40 stearat. Bahan ini adalah campuran aster
monostearat dan distearat dan polioksietilendiol dan glikol bebas. Bahan ini
menyerupai lilin, putih kecoklatan, padat, dan larut dalam air, titik leleh
antara 39-45 ℃ basis ini mempunyai kemampuan menahan air atau larutan
berair dan kadang-kadang digabungkan sebagai basis suppositoria yang
hidrofilik (Ansel, 1989).
6
3. Dapat menghindari kerusakan obat oleh enzim pencernaan dan asam lambung
4. Obat dapat masuk langsung dalam saluran daerah darah sehingga obat dapat
berefek lebih cepat dari pada penggunaan obat parenteral
5. Baik bagi pasien yang mudah muntah atau tidak sadar (Hartati dan sulanani,
2016).
Adapun kerugian dari sediaan suppositoria ini antara lain:
1. Jika pemasangan obat tidak benar, obat akan keluar kembali
2. Tidak boleh diberikan pada pasien yang mengalami pembedahan rektal
(Hartati dan sulanani, 2016).
7
permukaan rektum dan kolon yang mengabsorpsi saat tidak ada feses.
Keadaan lain seperti gangguan kolon akibat pertumbuhan tumor dan
dehidrasi jaringan dapat mempengaruhi kadar dan tingkat absopsi dari
rektum
b. Jalur sirkulasi obat diabsorpsi melalui rektum tidak melalui sirkulasi
portal, dengan demikian obat dimungkinkan untuk tidak dimetabolisme
dalam hati, untuk memperoleh efek sistemik
c. pH dan adanya kemampuan mendapar yang rendah cairan rektum Cairan
rektum memiliki pH 7,2-7,4 dan kemampuan memadat rendah, maka pH
rektum mudah diubah dengan penambahan dapar yang sesuai dengan pH
pembawa yang digunakan pada pembuatan suppositoria, 11 sehingga
dapat meningkatkan penyerapan sejumlah zat aktif (Florence dan
Attwood, 1981).
2. Faktor-faktor fisika kimia dari obat dan basis, terdiri dari:
a. Kelarutan lemak-air koefisien partisi lemak-air suatu obat merupakan
pertimbangan yang penting pada pemilihan basis suppositoria dan dalam
antisipasi pelepasan obat dari basis tersebut
b. Ukuran partikel Obat yang tidak larut dalam suppositoria maka ukuran
partikelnya akan mempengaruhi jumlah obat yang dilepas dan melarut.
Semakin kecil ukuran partikel, semakin mudah melarut dan lebih besar
kemungkinannya untuk diabsorpsi
c. Sifat basis Basis harus dapat mencair, melunak atau melarut supaya
melepaskan kandungan obatnya untuk diabsorpsi (Florence dan Attwood,
1981).
8
aktivitas enzim dari lambung atau usus (Swarbrick dan Boylan, 2002). Terapi
rektal lebih dipilih dibandingkan bentuk pemakaian lainnya dengan alasan, dalam
hal ini dapat disebutkan antara lain cocok untuk pasien yang tidak memungkinkan
penggunaaan obat secara oral yang dikarenakan pasien memiliki masalah pada
sistem gastrointestinal, pasien yang muntah, mual, pasien yang tidak
memungkinkan menelan obat secara oral serta dapat digunakan pada lansia
maupun anak-anak dikarenakan pemakaiannya yang lebih mudah bila
dibandingkan penggunaan secara oral (Tukker, 2002).
Berikut adalah cara penggunaan suppositoria rektal dengan baik dan benar
(Hartati dan sulanani, 2016):
1. Cuci tangan terlebih dahulu
2. Buka pembungkus obat (jangan dibuka jika suppositoria terlalu lunak).
3. Jika suppositoria terlalu lunak sebaiknya didinginkan dulu dalam kondisi
masih dalam kemasan (masukkan dalam termos pendingin atau dipegang di
bawah aliran air dingin), kemudian setelah agak keras keluarkan dari
kemasannya.
4. Lembutkan bagian tepi yang mungkin tajam dengan dihangatkan dalam
tangan.
5. Lembabkan suppositoria dengan air dingin.
6. Berbaring miring pada salah satu sisi dan tekuk satu lutut ke arah badan dan
angkat lutut
7. Masukkan obat kedalam anus secara perlahan dengan bagian yang bulat
terlebih dahulu, dilanjutkan dengan bagian belakangnya.
8. Tetap berbaring selama beberapa menit.
9. Cuci tangan.
10. Usahakan untuk tidak melakukan buang air besar selama 1 jam.
9
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Jadi, dari hasil pemaparan pada bagian sebelumnya dapat disuimpulkan
bahwa:
1. Suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dalam bentuk,
yang diberikan melalui rektal, vaginal atau uretra, bentuk dan ukurannya
harus sedemikian rupa sehingga dengan mudah dapat dimasukkan ke
dalam lubang atau celah yang diingankan tanpa menimbulkan kejanggalan
dalam penggelembungan begitu masuk dan harus bertahan untuk suatu
waktu dan suhu tertentu.
2. Menurut sifat fisiknya basis suppositoria dibagi menjadi: basis berminyak/
berlemak, basis yang larut dalam air serta basis yang bercampur dengan
air, dan basis-basis lainnya.
3. Macam-macam bentuk sediaan suppositoria: rektal, vaginal (ovula), uretra
(bacilli, bougies), dan suppositoria untuk hidung dan telinga.
4. Keuntungan dari sediaan suppositoria: memberikan efek yang cepat,
menghindari iritasi pada lambung, menghindari kerusakan obat, bias bagi
pasien yang mudah muntah atau tidak sadar. Adapun kerugian dari sediaan
suppositoria: pemasangan obat tidak benar maka obat akan keluar kembali,
tidak boleh diberikan pada pasien yang mengalami pembedahan rektal.
5. Absorpsi adalah proses yang lebih cepat dari pada proses difusi obat dari
basis ke cairan rektum, difusi obat ke permukaan absorpsi mempunyai
kecepatan terbatas pada absorpsi rektal.
10
6. Cara penggunaan suppositoria rektal dengan baik dan benar menurut
Hartati dan sulanani (2016) ada 10 tahapan.
DAFTAR PUSTAKA
11