Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

SISTEM PENGHANTARAN OBAT DALAM


BENTUK TABLET MUKOADHESIVE
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sistem Penghantaran Obat Baru
Dosen Pengampu: Prof. Dr. Teti Indrawati, MS. Apt

Disusun Oleh:
Kelompok 7
Fany L 22330701
Fitriyati 22330720

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS FARMASI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA
2022
Kata Pengantar

Segala puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul
“Sistem Penghantaran Obat Dalam Bentuk Tablet Mukoadhesif” ini dengan baik.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada mata
kuliah sistem penghantaran obat baru. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang sistem penghantaran obat dalam bentuk tablet mukoadhesif bagi para pembaca
dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terimakasih kepada ibu Prof. Dr. Teti Indrawati, MS.Apt, selaku
dosen mata kuliah sistem penghantaran obat baru yang telah memberikan tugas ini sehingga
dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.
Kami juga mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah memberi sumbangsi
kepada penulis dalam penyelesaian makalah ini. Kami juga berharap makalah ini dapat
menginspirasi dan bermanfaat bagi pembaca dalam kehidupan sehari-hari.
Kami menyadari bahwa masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan pada makalah
ini. Hal ini karena kemampuan dan pengetahuan kami yang sangat terbatas. Oleh karena itu,
kami senantiasa menanti kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak guna
penyempurnaan makalah ini.
Amin.

Jakarta

Penulis

2
Daftar Isi
Cover
Kata Pengantar ...................................................................................................................... 2
Daftar Isi ............................................................................................................................... 3
Bab I Pendahuluan ................................................................................................................ 4
1.1 Latar Belakang .......................................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................................... 4
1.3 Tujuan ....................................................................................................................... 5
Bab II Tinjauan Pustaka
2.1 Profil Membran Mukosa Lambung ............................................................................ 6
2.2 Sistem Penghantaran Obat Mucoadhesif .................................................................... 7
2.3 Mekanisme Adhesif ................................................................................................... 9
2.4 Obat yang Potensial Untuk GRMDDS ..................................................................... 10
2.5 Macam-macam Sistem Mukoadhesif yang Ditahan di Lambung .............................. 11
2.6 Keuntungan dan Kekurangan Tablet Mukoadhesif ................................................... 11
2.7 Komponen Pembawa Tablet Mukoadhesif ............................................................... 12
Bab III Pembahasan
3.1 Tujuan Bentuk Sediaan Tablet Mukoadhesif Dengan Sistem Penghantaran Obat Baru 13
3.2 Bentuk Sediaan, Komponen, Metode dan Evaluasi Sediaan Tablet Mukoadhesive ... 13
3.3 Cara Pelepasan Obat Tablet Mukhoadhesif .............................................................. 19
3.4 Review Jurnal .......................................................................................................... 19
Bab IV Penutup
4.1 Kesimpulan ............................................................................................................. 20
4.2 Saran ....................................................................................................................... 20
Daftar Isi ............................................................................................................................. 24

3
Bab I
Pendahuluan

1.1 Latar belakang


Selama tiga puluh tahun terakhir berbagai modifikasi bentuk sediaan obat telah
dikembangkan dari bentuk sediaan konvensional menjadi bentuk sediaan dengan sistim
penghantaran obat baru (New Drug Delivery System = NDDS) yaitu suatu sistem penghantaran
obat dengan pelepasan obat yang dimodifikasi. Sistim penghantaran obat yang ideal adalah
sistem yang jika diberikan dalam dosis tunggal dapat menghantarkan obat sedini mungkin
(memiliki waktu laten pendek), memberikan efek farmakologi selama mungkin (durasi panjang)
dan menghantarkan obat langsung pada tempat kerjanya (sasaran target) dengan aman. Oleh
karena itu, sediaan obat dirancang sedemikian rupa sehingga mempunyai karakteristik
melepaskan obat dengan waktu dan atau lokasi sesuai dari yang direncanakan, untuk mencapai
sasaran pengobatan yang diinginkan. Berdasarkan mekanisme pelepasan obat, sistem
penghantaran terkontrol yang diberikan secara oral dapat dikelompokan menjadi 5, yaitu sistem
pelepasan disolusi terkontrol, sistem dengan pelepasan difusi terkontrol, sistem pelepasan
osmosis terkontrol, sistem penghantar obat menggunakan resin penukar ion, dan sistem
gastroretentive (penahanan di lambung).
Delayed release atau lepas tunda adalah sediaan yang bertujuan untuk menunda
pelepasan obat sampai sediaan telah melewati lambung misalnya sediaan salut enterik, sedang
extended release atau sustained release atau lepas lambat adalah suatu sediaan yang dibuat
sedemikian rupa sehingga zat aktif akan tersedia selama jangka waktu tertentu setelah obat
diberikan. Extended-release dosage form adalah suatu bentuk sediaan yang dibuat dengan cara
khusus, sediaan segera mencapai level terapi obat dan mempertahankannya selama 8-12 jam
setelah pemberian satu kali dosis tunggal.
Sistem penghantaran obat lepas lambat merupakan salah satu sistem penghantaran obat
dengan pelepasan obat yang dimodifikasi untuk memperpanjang efek obat. Sistem penghantaran
obat yang ditahan di lambung atau gastroretentive drug delivery systems (GRDDS) adalah suatu
sistem penghantaran obat yang pelepasan obatnya terjadi di lambung secara terkontrol dalam
jangka waktu yang lebih lama untuk mendapatkan bioavailabilitas yang optimal. Sistem ini
dibuat untuk mengatasi permasalahan yang muncul pada pemberian obat secara oral.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa tujuan utama bentuk sediaan dengan sistem penghantaran obat baru dalam bentuk
tablet mukoadhesive?
2. Bagaimana bentuk sediaan, komponen, metode dan evaluasi sediaan dari tablet
mukoadhesive?
3. Bagaimana pelepasan di daalam tubuh untuk sediaan obat dalam bentuk tablet
mukoadhesive?

4
1.3 Tujuan
Memahami sistem penghantaran obat dalam bentuk tablet mukoadhesive dan memahami
pelepasan obat di dalam tubuh.

5
Bab II
Tinjauan Pustaka

2.1 Profil Membran Mukosa Lambung


Lambung merupakan salah satu bagian sistem pencernaan dengan fungsi utama sebagai
tempat menyimpan makanan sementara, mencerna dan mengeluarkannya secara perlahan ke
dalam usus dan juga merupakan tempat penting dalam memproduksi enzim pepsin. Lambung
dibagi menjadi 4 bagian yaitu fundus badan antrum dan pilorus. Fungsi utama bagian fundus dan
badan adalah untuk menyimpan, sedangkan antrum untuk mencampur dan menghaluskan.

Gambar 2.1 Anatomi lambung

Gambar 2.2 Penampang dalam anatomi lambung, (a)


diagram struktur lambung (b) permukaan
mukosa lambung (c) Diagram dinding
lambung
Pada bagian permukaan mukosa sebelah dalam lambung terdapat sel epitel columnar
sederhana. Badan lambung tersusun beberapa sel dengan fungsi yang berbeda yaitu sel mukosa,

6
parietal dan sel peptik. Sel parietal berfungsi mensekresi asam, sel peptik berfungsi mensekresi
perkusor untuk pepsin dan sel-sel mukosal berfungsi untuk mensekresi mukus dan bikarbonat.
Semua sel ini adalah untuk melindungi lambung dari pencernaan dan penghancuran oleh pepsin
dan efek samping asam klorida. Tebal mukus pada lambung bervariasi antara 50-450µm (rata-
rata 140µm) yang akan selalu berganti setiap 4-5 jam serta mempunyai efek lubrikasi pada
chyme untuk bisa bergerak bebas melalui sistem pencernaan.
Ada 4 fase pergerakan di lambung selama fase digestif (pencernaan), yaitu:
1. Fase 1 (fase basal) di mana pada fase ini tidak ada kontraksi/sekresi dan berlangsung
selama 40-60 menit.
2. Fase 2 (preburst phase), pada fase ini terjadi kontraksi yang irreguler dan sekresi pada
empedu. Selama fase ini tekanan akan meningkat sampai 5-40 mmHg dan akan
berlangsung selama 20-40 menit.
3. Fase 3 (burst phase), pada fase ini mukus tidak bermuatan frekuensi dan amplitudo
kontraksi maksimum dan berlangsung 4-6 menit selama fase ini juga tekanan naik
secara substansial.
4. Fase 4 adalah suatu periode transisi yang pendek antara fase 3 dan fase 1 fase ini
berlangsung selama 0-5 menit.
Asam, pepsin, gastrin, mukus dan enzim lainnya disekresi oleh lambung. Pada kondisi
lambung kosong pH lambung antara 1,5-2 dan pada kondisi lambung penuh pH antara 2-6. pH
lambung juga dapat mencapai 9, hal ini dikarenakan kondisi pH lambung dapat berubah-ubah
tergantung dari isi makanan. Derajat keasaman lambung juga bergantung pada perbandingan
relatif getah alkali yang dikeluarkan kelenjar pilorus dan getah asam yang dikeluarkan oleh
kelenjar fundus. Cairan lambung yang dikeluarkan dengan pengaruh hormon diantaranya enzim
(pepsin, katepsin, kemosin/rennin dan lipase), asam klorida (HCl), mucus, air, faktor intrinsik
dan dividogen.
Mukus adalah senyawa yang dikeluarkan oleh sel mukosa tertentu bersamaan dengan
bikarbonat. Pembentukan mukus akan meningkat dengan adanya rangsangan mekanik pada
mukosa. Mukus berfungsi sebagai pendapat yang bertugas melindungi lambung terhadap kerja
pepsin 100 ml mukus dapat dinetralkan oleh 40 ml asam klorida. Mukus mengandung asam
glukoronat dan galaktosa sehingga dapat membentuk kompleks dengan zat-zat tertentu. Mukosa
dilapisi oleh mukus yang sangat kental dan kekentalannya berkurang jika pH meningkat di atas
5.

2.2 Sistem Penghantaran Obat Mucoadhesif


Sediaan bioadhesif merupakan salah satu cara untuk mendapatkan sistem penghantaran
obat dengan pelepasan obat dimodifikasi di saluran pencernaan. Bioadhesi adalah suatu senyawa
yang mampu berinteraksi dengan bahan biologis dan saling terikat selama periode waktu yang
lama dan apabila adeshiv terikat pada mukus maka disebut mukoadhesi.

7
Kekuatan bioadhesi suatu polimer atau seri polimer dipengaruhi oleh asal polimer, media
lingkungan, dan variabel fisiologi. Faktor polimer mencakup bobot molekul, konsentrasi polimer
aktif, fleksibilitas rantai polimer dan konformasi ruang. Faktor lingkungan yang mempengaruhi
kelangsungan bio adhesi diantaranya pH, waktu kontak awal, seleksi model permukaan substrat
dan pengembangan. Sedangkan variabel fisiologis mencakup pertukaran mukus dan tingkat
penyakit.
Mukus merupakan sekresi jernih dan kental yang merekat membentuk lapisan tipis gel
kontinu menutupi dan beradesi pada epitel mukosa, membran mukus pada manusia relatif
permeabel dan dapat dilalui oleh obat. Sel goblet mensekresi mukus di sepanjang epitel atau
kelenjar eksokrin dengan acini sel mucus di mana komposisi mukus diantaranya air 95%,
glikoprotein dan lemak 0,5-5%, garam mineral 1% dan protein bebas 0,5-1%.
Pada dasarnya semua tempat mukus dapat digunakan untuk pemberian dan absorpsi obat
seperti mukus pada saluran cerna, nasal, ocular, bukal, vaginal, oral dan periodontal. Oleh sebab
itu, sediaan oral dapat dibuat dalam bentuk mukoadesif. Sistem penghantaran obat dengan
konsep bioadhesi ini dibuat dengan memasukkan bahan yang memiliki sifat adhesi ke dalam
formula sediaan, sehingga dapat tinggal di tempat yang dekat dengan jaringan tempat terjadinya
absorpsi obat dan pelepasan obat dekat dengan tempat kerjanya (action site), hal ini untuk
meningkatkan bioavailabilitasnya dan meningkatkan aksi lokal atau efek sistemik.
Potensi pada pembawa (carrier) yang digunakan untuk sediaan mukoadesif terletak pada
kemampuan berkontak secara intensif dengan barrier epitel untuk memperpanjang waktu
tinggalnya di tempat terjadinya absopsi, sehingga efektivitas obat pada penggunaan formulasi
mukoadhesif oral dapat dicapai dengan baik. Meskipun demikian terdapat beberapa masalah
yang membatasi penggunaan sistem pemberian ini yang dipengaruhi oleh faktor fisiologis
lambung dan usus, faktor sifat fisikokimia lingkungan usus kecil, serta luas permukaan lokasi
terjadinya absorpsi.
Masalah fisiologis di lambung yang dihadapi oleh sistem penghantaran mukoadhesif
diantaranya:
1. Mobilitas lambung yang kuat pada fase III, akan menjadi satu gaya yang dapat
melepaskan adhesif.
2. Kecepatan penggantian musin pada lambung baik saat keadaan kosong maupun penuh
merupakan hal yang penting. Selama terdapat mukus maka adhesif akan merekat dan
jika mukus lepas dari membran maka polimer tidak mungkin menempel jika tempat
terikatnya tertutup.
3. Bioadhesi tidak sesuai dengan pH lambung normal 1,5-3.
Meskipun terdapat beberapa permasalahan di atas namun semuanya dapat diatasi dengan
menggunakan polimer yang sesuai atau dengan menggabungkan bahan-bahan tertentu pada
bentuk sediaan.

8
Pada kondisi sakit seperti flu maka sifat fisikokimia mukus akan berubah. Jika orang
dengan kondisi sakit ini menggunakan mukoadesif maka perlu dilakukan pembuatan
mukoadhesive khusus yang dievaluasi pada kondisi seperti tersebut.

2.3 Mekanisme Adhesif


Untuk membuat suatu sistem penghantaran mukoadhesif maka perlu dipahami
mekanisme adhesi antara makromolekul dan jaringan mukus. Jika suatu polimer
terhidrasi/terbasahi maka akan bersifat adhesif, sifat inilah yang digunakan oleh sistem
penghantaran obat mukoadesif untuk menghantarkan obat ke sasaran di suatu lokasi tertentu
pada waktu tertentu. Secara umum terjadinya proses bioadhesi melalui dua tahap, yaitu tahap
pertama tahap kontak dimana terjadinya kontak antara bioadesif dengan suatu membran akibat
pembasahan permukaan atau karena pengembangan bioadhesiv, kemudian dilanjutkan dengan
tahap kedua yaitu tahap konsolidasi dimana penetrasi bioadesif ke dalam celah permukaan
jaringan atau interpenetrasi rantai bioadesif dengan mukus. Tahap konsolidasi dapat dijelaskan
dengan dua teori yaitu teori difusi dan teori hidrasi. Berdasarkan teori difusi, molekul
mukoadesif dan glikoprotein mukus saling berinteraksi (saling berpenetrasi) rantainya dan
membentuk ikatan sekunder dimana interaksi mukoadesif mencakup interaksi kimia dan
mekanik. Pada tahap ini bahan mukoadhesif diaktivasi oleh lembab air yang memecahkan
molekul mokoadhesif untuk berikatan dengan ikatan lemah Van der Waals dan ikatan hidrogen.
Berdasarkan teori dehidrasi, bahan yang siap menjadi geli dalam lingkungan air, jika
kontak dengan mukus pada tekanan osmotik yang berbeda maka akan menyebabkan terdehidrasi.
Perbedaan konsentrasi ini menggambarkan air yang masuk ke dalam sediaan sampai terjadi
keseimbangan osmotik dicapai. Proses ini bergantung pada campuran formula dan mukus serta
dapat meningkatkan waktu kontak dengan membran mukus. Oleh karena itu pergerakan air
mendorong terjadinya konsolidasi ikatan adhesi, dan bukan interpenetrasi rantai makromolekul.
Namun teori dehidrasi ini tidak dapat digunakan untuk sediaan padat atau bentuk sediaan yang
mengandung air banyak.
Ada lima macam teori klasik untuk terjadinya bioadhesi yaitu teori elektronik, adsorpsi,
pembasahan, difusi, dan teori fractur.
Teori elektronik, pada saat kontak antara polimer adhesif dan jaringan glikoprotein,
maka akan ada transfer elektron akibat adanya perbedaan struktur. Adhesi terbentuk karena gaya
tarik menarik di daerah lapisan bawah rangkap, di mana ketika bahan adhesif berkontak maka
terjadi transfer elektron membentuk suatu lapisan ganda elektrik pada permukaan. Kekuatan
mukoadhesif ini ditentukan oleh gaya interaksi dalam lapisan ganda elektrik.
Teori adsorpsi, setelah terjadi kontak awal antara dua permukaan maka material akan
berikatan dengan adanya gaya yang bekerja di antara atom-atom pada kedua permukaan. Gaya
yang terbentuk yaitu yang pertama ikatan kimia kovalen murni yang tidak diinginkan dalam
bioadhesi karena sangat kuat dan dapat mengakibatkan ikatan permanen, dan yang kedua ikatan

9
kimia yang melibatkan beberapa gaya tarik menarik yang berbeda seperti gaya elektrostatik,
gaya Van der waals, hidrofilik dan hidrofob.
Sistem bioadhesif dapat dilihat dari teori pembasahan dan dapat digunakan pada sistem
bioadhesive cair. Teori ini menganalisis sifat adhesi dan kemampuan kontak suatu cairan atau
pasta untuk menyebar di atas permukaan sistem biologis.
Teori difusi, suatu ikatan adhesi permanen terbentuk dari rantai polimer dan mukus yang
bergabung dalam suatu ukuran yang sesuai. Ukuran yang tepat di mana rantai polimer
berpenetrasi ke mukus tergantung pada koefisien difusi dan waktu kontak di mana koefisien
difusi tergantung pada nilai bobot molekul antara ikatan silang dan penurunan berarti.

2.4 Obat yang Potensial Untuk GRMDDS


Kriteria bahan aktif untuk sistem penghantaran mukoadhesiv di lambung adalah:
1. Waktu paruh relatif pendek antara 2 sampai 8 jam.
2. Kelarutan terbatas pada lambung. Obat dengan sifat basa atau obat yang kelarutannya
dibatasi oleh PH usus, penahanan dalam lingkungan asam lambung dapat
meningkatkan efisiensi absorpsi dan bioavailabilitas. Obat-obat dengan sifat asam
yang kurang larut di lambung dapat ditingkatkan adsorpsinya jika pengosongan
diperlambat terutama pada fraksi pelarutan obat yang lebih besar dan absorpsi dari
usus kecil.
3. Mempunyai jendela (window) absorpsi spesifik. Hal ini berguna untuk obat-obat yang
diabsorpsi melalui difusi pasif, tetapi tidak untuk obat yang diabsorpsi dengan difusi
aktif di mana pengosongan lambung yang ditahan dapat meningkatkan ketersediaan
hayati.
4. Konstanta kecepatan absorpsi kecil. Apapun mekanisme absorpsinya, mobilitas saluran
cerna normal mendorong obat dari usus kecil proksimal sebelum sejumlah berarti obat
diabsorpsi.
5. Obat-obat yang bekerja lokal di lambung dan terurai di usus.
Sistem penghantaran obat dengan pelepasan terkontrol yang ditahan di lambung sangat
penting untuk obat-obat yang didegradasi di usus, obat-obat antasid, enzim-enzim tertentu yang
bereaksi lokal di lambung, obat-obat yang sedikit larut dalam usus terutama pada pH alkali, dan
obat-obat yang sangat baik di absorpsi di lambung dan usus kecil bagian atas.
Sistem penghantaran obat dengan pelepasan terkontrol yang ditahan di lambung tidak
sesuai digunakan untuk obat-obat yang mengiritasi lambung dan obat-obat yang tidak stabil
dalam lingkungan lambung.

10
2.5 Macam-macam Sistem Mukoadhesif yang Ditahan di Lambung
Berbagai bentuk sediaan obat dapat dibuat dengan menggunakan sistem mukoadhesif
tergantung pada bahan yang memiliki sifat adhesi yang digunakannya. Untuk mencapai tujuan
sistem penghantaran obat mukoadhesif maka mekanisme pelepasan yang mana saja dari sediaan
dengan pelepasan diperlambat dapat digunakan, hanya diperlukan mekanisme atau sistem yang
dapat menahan obat di dalam polimer bioadhesif sampai obat dilepas semua karena jika tidak
demikian maka obat akan kosong di lambung. Oleh karena itu, untuk sistem mukoadesif di mana
mekanisme pelepasan obat perlahan maka bentuk sediaan yang sesuai tergantung pada
pemecahan ikatan kovalen antara polimer dan obat yang sesuai, seperti tablet, kapsul/tablet dari
mikrokapsul, matrik, inti obat tersalut atau granul atau pompa osmotil.

2.6 Keuntungan dan Kekurangan Tablet Mukoadhesif


Keuntungan sistem penghantaran obat mukoadhesif yang ditahan di lambung,
diantaranya:
1. Mempunyai waktu transit yang lebih lama di tempat absorpsi atau di tempat target aksi
obat.
2. Dapat digunakan untuk aksi lokal dengan diberikan tepat ke sasaran.
3. Suatu peningkatan gradien konsentrasi obat terjadi karena kontak partikel dengan
mukosa.
4. Kontak langsung dengan sel usus bagian atas tempat berlangsungnya absorpsi partikel.
Selain memiliki banyak keuntungan sistem penghantaran obat mukoadhesif yang ditahan
di lambung juga memiliki beberapa keterbatasan, diantaranya:
1. Harga yang relatif mahal
2. Dapat terjadi dosis dumping.
3. Hubungan antara in Vitro dan in Vivo yang sering tidak dapat diramalkan
4. Dengan meningkatnya eliminasi lintas pertama maka ketersediaan hayati menjadi lebih
rendah.
5. Pencapaian dan pemeliharaan kerja obat dapat dihambat karena adanya faktor variabel
fisiologis terutama pada sediaan peroral.
6. Tidak semua zat dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan mukoadhesif.
7. Waktu paruh obat yang dapat digunakan sebagai pegangan umum untuk sediaan
dengan pelepasan dimodifikasi adalah 2-6 jam.
8. Obat akan lebih aman untuk keberhasilan sediaan bila mempunyai indeks terapi lebih
besar dari 10.

11
2.7 Komponen Pembawa Tablet Mukoadhesif
Terdapat dua komponen penting dalam sediaan buku adesif yaitu zat aktif dan komponen
atau bahan yang memiliki sifat adhesif. Bahan bioadhesif dapat berupa bahan alam atau sintesis.
Polimer bioadhesif dalam bentuk sediaan sistem pelepasan yang ditahan di lambung dapat
digunakan sebagai kontrol kecepatan dan jumlah pelepasan obat. Polimer yang ideal untuk
sistem penghantaran obat mukoadhesif (SPOM) adalah polimer yang memiliki karakteristik
sebagai berikut:
1. Polimer dan hasil uraiannya tidak mengandung toksik, tidak mengiritasi membran
mukosa dan tidak diabsorpsi di saluran cerna
2. Lebih baik ikatan yang kuat non kovalen dengan permukaan epitel musin.
3. Sebaiknya menempel pada jaringan lembab dengan cepat dan mempunyai tempat yang
spesifik.
4. Harus mudah bergabung dengan obat dan memberikan halangan/rintangan pada
pelepasannya.
5. Harganya relatif murah.
Berdasarkan teknik fluoresensi, maka Robinson mengemukakan ada lima hal tentang
polimer untuk bioadhesif, yaitu:
1. Polimer kation dan anion lebih efektif dibandingkan dengan polimer netral.
2. Polimer anion lebih baik daripada polimer kation untuk masalah ikatan/potensial
toksisitas dan polimer yang tidak larut air memiliki fleksibilitas yang lebih besar dalam
bentuk sediaan dibandingkan dengan polimer larutan air dengan perlahan/cepat.
3. Polimer anion dengan gugus sulfat terikat lebih efektif daripada gugus karboksilat.
4. Derajat ikat berbanding lurus dengan densitas muatan polimer.
5. Polimer polimer yang terikat dengan kuat adalah: CMC, gelatin, asam hialuronat,
karbopol, dan polikarbokfil.

12
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Tujuan Bentuk Sediaan Tablet Mukoadhesif Dengan Sistem Penghantaran Obat Baru
Sediaan tablet mukoadhesive dibuat dengan menggabungkan polimer yang sesuai dengan
bahan-bahan tertentu pada bentuk sediaan. Polimer ini terikat pada musin lambung atau
permukaan sel epitel dengan tujuan untuk menahan bentuk sediaan di saluran cerna serta
meningkatkan intiminasi dan durasi kontak obat dengan membran lokasi absopsi sehingga
mendapatkan efektivitas obat yang optimum dan meningkatkan bioavailabilitasnya.

3.2 Bentuk Sediaan, Komponen, Metode dan Evaluasi Sediaan Tablet Mukoadhesif

3.2.1 Bentuk sediaan


Bentuk sediaan yang sesuai untuk sistem mukoadhesive dimana mekanisme
pelepasan obat perlahan tergantung pada pemecahan ikatan kovalen antara polimer dan
obat yang sesuai, seperti tablet, kapsul/tablet dari mikrokapsul, matrik, inti obat tersalut
atau granul atau pompa osmotil.
Tablet Nifedipin diabsorpsi dengan cepat dan hampir sempurna (90%) dalam
lambung (Hardjono, 2000). Absorpsi nifedipin yang besar dalam lambung
memungkinkannya dibuat bentuk sediaan pelepasan terkendali dengan sistem
gastroretentif mukoadhesif.

3.2.2 Komponen sediaan


Komponen paling penting dalam sediaan mukoadhesive yaitu zat aktif dan
komponen atau bahan yang memiliki sifat adhesive, dapat berupa bahan alam atau
sintetis. Penggunaan polimer bioadhesive berguna sebagai control kecepatan dan jumlah
pelepasan obat. Selain itu terdapat bahan tambahan sebagai berikut:

1. Bahan pengisi
Bahan pengisi ditambahkan untuk memperbesar volume dan massa tablet (Anief,
2007). Zat pengisi digunakan apabila dosis obat tidak mampu menghasilkan bobot. Selain
itu, bahan pengisi dapat memberikan sifat tablet yang lebih baik seperti meningkatkan
daya kohesi dan memperbaiki aliran (Sahoo, 2007).
Contoh : laktosa, pati, kalsium fosfat dibasa dan selulosa mikrokristal (Depkes,
1995).

2. Bahan pengikat
Bahan pengikat berperan penting dalam menentukan kualitas tablet yang
tergantung pada jenis, jumlah dan cara pengikat ditambahkan. Bahan pengikat mengubah

13
serbuk menjadi butiran yang memiliki sifat alir, kompaktibilitas, kohesivitas yang baik
(Gunatilake et al., 2016). Bahan pengikat dapat menambah kohesivitas serbuk sehingga
memberikan ikatan untuk membentuk granul yang dibawah proses pengempaan akan
membentuk suatu massa kohesif atau tablet. Bahan pengikat lebih efektif apabila
ditambahkan dalam bentuk larutan daripada bentuk kering.
Contoh : gom akasia, gelatin, sukrosa, povidon, metilselulosa,
karboksimetilselulosa dan pasta pati terhidrolisis. (Depkes RI, 1995).

3. Bahan penghancur
Bahan penghancur memudahkan suatu tablet hancur dalam medium air menjadi
fragmen berukuran kecil sehingga terjadi pelepasan obat dan absorpsi di dalam tubuh.
Bahan penghancur mendorong terjadinya penetrasi air ke dalam tablet untuk memulai
proses disintegrasi (Desai et al., 2016). Ketika terjadi penetrasi cairan kedalam struktur
pori tablet, maka tablet akan mengembang karena adanya aksi dari bahan penghancur.
Setiap bahan penghancur memiliki mekanisme aksi yang berbeda-beda (Adedokun,
2011).

4. Bahan pelicin
Bahan pelicin dapat mengurangi gesekan selama proses pengempaan tablet dan
mencegah massa tablet melekat pada cetakan (Depkes, 1995). Bahan pelicin membentuk
suatu film pada antar permukaan tablet dan dinding lubang kempa. Apabila bahan pelicin
ditambahkan pada saat granulasi, maka zat tersebut membentuk salut yang akan
mengelilingi tiap partikel sehingga tetap utuh selama pengempaan. Salut ini juga dapat
meluas pada permukaan tablet.
Contoh : amilum, talk, logam stearat, asam stearat dan polietilen glikol (Siregar, 2010).

3.2.3 Metode pembuatan


1. Metode granulasi basah
Metode granulasi basah lebih banyak digunakan dalam memproduksi tablet
kompresi. Granulasi basah dipilih apabila bahan aktif tahan terhadap air/pelarut dan
panas. Granul dibentuk dengan cara mengikat serbuk dengan suatu bahan pengikat
misalnya bahan pengikat dalam bentuk larutan atau suspensi dan bahan pengikat dalam
bentuk kering (Lachman et al., 1989).

2. Metode granulasi kering


Metode granulasi kering yaitu membentuk granul dengan cara menambahkan
bahan pengikat kering tanpa pelarut ke dalam campuran serbuk obat, kemudian
memadatkan massa yang jumlahnya besar dari campuran serbuk. Setelah itu
memecahkannya dan menjadikan pecahan-pecahan kedalam granul yang lebih kecil,

14
kemudian ditambahkan bahan penghancur dan bahan pelicin dan dicetak menjadi tablet.
Bahan aktif dan pengisi harus memiliki sifat kohesif agar terbentuk massa yang
jumlahnya besar (Ansel, 1989). Granulasi kering dilakukan apabila bahan aktif tidak
tahan terhadap panas dan kelembaban dari pelarut. Kelebihan granulasi kering yaitu
peralatan dan ruang yang dibutuhkan lebih sedikit sedangkan kekurangannya yaitu
dibutuhkan mesin tablet bertekanan tinggi (Sulaiman, 2007).

3. Metode kempa langsung


Tablet dapat dikempa langsung dari campuran serbuk zat aktif dan eksipien yang
sesuai dan akan mengalir dengan seragam kedalam lubang kempa untuk membentuk
padatan yang kokoh. Tidak diperlukan praperlakuan granulasi basah dan granulasi kering
dalam metode kempa langsung. Persyaratan untuk melakukan proses kempa langsung
yaitu pembawa tablet harus memiliki sifat mudah mengalir dan kompresibilitas yang
baik. Kelebihan metode ini yaitu tidak melibatkan tahap pengeringan, proses cepat,
efisien energi dan paling ekonomis untuk memproduksi tablet. Sedangkan kekurangan
metode ini yaitu tidak dapat memproduksi tablet dengan dosis kecil, sifat alir buruk dan
harga bahan mentah yang lebih tinggi (Siregar, 2010).

3.2.4 Evaluasi sediaan


1. Keseragaman bobot tablet
Keseragaman bobot tablet tidak bersalut harus memenuhi syarat sebagai berikut :
Timbang 20 tablet, dihitung bobot rata-rata setiap tablet. Apabila ditimbang satu persatu,
tidak boleh lebih dari 2 tablet yang masing-masing bobotnya menyimpang dari bobot
rata-rata lebih besar dari nilai yang tercantum pada kolom A dan tidak satu pun tablet
yang memiliki bobot menyimpang dari bobot rata-rata lebih dari harga yang tercantum
pada kolom B (Depkes R1, 1979).

2. Kekerasan tablet
Kekerasan tablet merupakan uji kekuatan dan ketahanan tablet dalam melawan
benturan, goncangan dan terjadi keretakan selama proses pembungkusan dan
pengangkutan. Uji kekuatan tablet diukur dengan memberikan tekanan terhadap diameter
tablet. Tekanan kompresi dan sifat bahan yang dikempa akan mempengaruhi kekerasan
tablet. Tablet yang keras akan memiliki waktu hancur lama dan disolusi rendah. Tablet
memiliki kekerasan yang baik antara 4-10 kg (Sulaiman, 2007).

3. Kerapuhan tablet
Kerapuhan tablet merupakan uji ketahanan tablet dalam melawan goresan dan
guncangan dengan alat friabilator yang berputar pada kecepatan 25 rpm. Pada uji
kerapuhan tablet, biasanya akan terjadi capping sehingga tablet akan kehilangan

15
bobotnya. Nilai kerapuhan lebih besar dari 1% dianggap kurang baik (Lachman et al.,
1989).

4. Waktu hancur
Waktu hancur merupakan waktu yang dibutuhkan tablet untuk hancur menjadi
granul atau partikel penyusunnya dalam medium yang sesuai melewati ayakan yang
terdapat dibagian bawah alat uji (Sulaiman, 2007). Faktor-faktor yang mempengaruhi
waktu hancur tablet antara lain sifat fisik dan kimia granul, kekerasan, porositas dan
bahan penghancur yang digunakan (Siregar, 2010). Waktu yang diperlukan untuk
menghancurkan tablet tidak bersalut yaitu tidak lebih dari 15 menit (Depkes RI, 1979).

5. Disolusi
Disolusi merupakan proses suatu zat solid memasuki pelarut untuk menghasilkan
suatu larutan. Bentuk sediaan farmasetik solid dan bentuk sediaan sistem terdispersi solid
dalam cairan setelah dikonsumsi kepada sesorang akan terlepas dari sediaannya dan
mengalami disolusi dalam media biologis, diikuti dengan absorpsi zat aktif ke dalam
sirkulasi sistemik dan akhirnya menunjukkan respon klinis. Laju disolusi dapat diartikan
sebagai jumlah zat aktif yang larut per satuan waktu di bawah kondisi yang dibakukan
dari antarpermukaan cairan/solid, suhu dan komposisi pelarut (Siregar, 2010). Faktor-
faktor yang mempengaruhi proses disolusi tablet antara lain sifat fisika kimia obat,
kecepatan pengadukan, temperatur pengujian, bahan tambahan yang digunakan, tekanan
kompresi dan komposisi medium disolusi (Fudholi, 2013).
Untuk membuat suatu sediaan menggunakan sistem mukoadhesif maka tahap pertama
yang dilakukan yaitu menyeleksi suatu partikel bioadhesi yang akan digunakan untuk
mengetahui ada tidaknya sifat adhesi pada partikel tersebut. Metode standar untuk evaluasi sifat
adhesif belum ada namun berbagai metode uji telah digunakan untuk mengetahui sifat adhesi
dari suatu zat. Hingga saat ini para peneliti menggunakan metode uji yang berlainan terutama
dalam desain alat untuk mengukur sifat bioadesif.
Evaluasi untuk melihat penampilan suatu bioadhesi dapat dilakukan dengan beberapa
parameter seperti kekuatan adhesi, bilangan adhesi dan durasi adhesi. Uji tensil, shear dan peel
dapat dilakukan untuk mengukur kekuatan dari ikatan adhesif. Bilangan adhesi (Na) adalah
persen perbandingan jumlah partikel yang ada setelah pemberian suatu gaya penempelan tertentu
pada permukaan dan No adalah jumlah partikel awal

Na= (N/No) . 100

Durasi adhesi merupakan suatu periode waktu yang diperlukan untuk mempertahankan
penampilan kondisi yang baik.

16
Secara umum evaluasi untuk sistem bioadhesif menggunakan dua metode yaitu uji in
vitro dan in vivo. Uji in vitro mencakup tensile testing (uji tensil), shear testing, metode bobot
adhesi (adhesion weight method), metode fluoresensi, flow channel method, falling liquid film
method, colloidal Gold-mucin conjugate method. Uji in vivo mencakup evaluasi kualitatif
(intraoral bandages, mucosaladhesive ointment) dan evaluasi kuantitatif seperti uji pensil, peel
test.

Uji in Vitro dan ex Vivo


Uji in vitro/ex vivo sangat lazim dilakukan karena sangat penting untuk mengembangkan
sistem pelepasan terkontrol bio adhesif dimana berperan pada permeasi, pelepasan, ketersatukan,
stabilitas fisik dan mekanik, interaksi superfisial antara sediaan dan membran mukus serta
kekuatan ikatan bio adesif.

Evaluasi dengan menggunakan kantung usus tikus


Transport obat di usus dengan menggunakan kantung usus tikus merupakan suatu metode
ex Vivo yang telah digunakan sejak tahun 1954. Metode ini dapat digunakan untuk penentuan
mukoadhesif di mana sebagian jaringan usus dipotong diikat dan ujung lainnya diisi dengan
larutan garam. Kemudian kantung dimasukkan ke dalam tube yang terdiri dari sistem dengan
konsentrasi yang diketahui kemudian dikocok dalam inkubator dan dikeluarkan. Persen
kecepatan adhesi dari sistem ke dalam lambung dapat diukur dengan mengurangi bobot sisa dari
bobot awal.

% Adhesi = (No-Ns)/No x 100%

Evaluasi kekuatan adhesif


Kekuatan mukoadesif merupakan gaya yang diperlukan untuk memecahkan ikatan antara
membran dan mukoadhesif, tergantung pada arah di mana Mukoadhesif dipisahkan dari substrat,
hal ini dapat berupa kekuatan melepas (detachment strength), kekuatan geser (shear strength)
dan kekuatan renggang putus (rupture tensile strengths). Pada uji ini diperlukan kekuatan yang
dapat diukur untuk melepaskan sediaan dari model membran (berupa piringan yang terbuat dari
musin), membran mukus hewan, baik mukus nasal atau mukus usus tikus. Kurva dapat diplot
antara gaya yang diperlukan untuk melepas piringan musin dari permukaan sediaan, kerja tensile,
gaya/ kekuatan puncak dan deformasi kerusakan.

17
Metode rheologi
Metode rheologi ini pertama kalinya digunakan oleh Hassan dan Gallo (1990) dengan
menggunakan viskometer untuk analisis makroskopik interaksi musin dan sediaan. Gaya
mukoadhesif dimonitor terhadap perubahan viskositas sistem dengan campuran musin dan
polimer tertentu. Energi ikatan fisik dan kimia interaksi musin-polimer dapat ditransformasikan
ke dalam energi atau kerja mekanik. Kerja ini yang menyebabkan pengaturan kembali
makromolekul yang merupakan basis perubahan viskositas.

Uji analisis interaksi molekular dalam mukoadhesive


Spektroskopi dielekrik dengan frekuensi rendah digunakan untuk studi interaksi gel
mukus mendekati tingkat molekular. Evaluasi ini dilakukan terhadap interaksi fisikokimia pada
antarmuka antara molekul dan glikoprotein mukus, dengan pembentukan ikatan selama awal
proses mukoadhesif. Teknik ini mencakup studi respon bahan terhadap penggunaan suatu medan
listrik. Suatu voltase sinusoidal diberikan pada sampel dan responya diukur dalam bentuk
frekuensi. Teknik ini dapat memberikan informasi tentang ketersatuan antara mucus dan sistem
mukoadhesive yang berarti evaluasi pergerakan partikel bermuatan. Ketersatuan dicapai
berdasarkan pada partikel yang menyeberangi barier antara gel dan membran mucus.

Metode gambar (imaging methods)


Metode ini dapat digunakan dengan mikroskop optik untuk studi efek level molekuler
(nano atau mikro) mikroskop elektron mampu memberikan gambaran lebih baik dengan kondisi
sampel pada kondisi fisiologis.
Atomik force microscopy (AFM) merupakan suatu teknik yang dapat digunakan di
bawah kondisi lingkungan mengandung udara cair atau vakum. Metode ini dapat memperbesar
lebih dari 10⁹ kali yang dapat memperlihatkan permukaan atom yang terisolasi dan dalam bentuk
tiga dimensi.

Uji In Vivo
Penelitian yang dihasilkan dari uji in vivo pada manusia untuk sistem mukoadhesive
masih sedikit. Säkkinen dkk. (2006) menggunakan gamma scintigraphy untuk menganalisis
mukoadhes chitosan secara in vivo dalam saluran cerna. Gamma scintigraphy menggunakam
radiasi rendah memvisualisasikan secara cepat semua yang ditahan, hasilnya menunjukkan
chitosan kurang lama ditahan di saluran cerna. Waktu transit di saluran cerna juga dapat
dievaluasi secara noninvasive, Sistem dilepaskan dapat dibuat menggunakan radioisotope dan
tandanya dapat diikuti dengan sinar – x tanpa dipengaruhi mobilitas saluran cerna normal.

18
3.3 Cara Pelepasan Obat Tablet Mukhoadhesif
Mekanisme pelepasan obat dari sediaan dengan pelepasan diperlambat yang mana
saja dapat digunakan untuk mencapai tujuan sistem penghantaran obat mukoadhesif,
hanya diperlukan mekanisme atau sistem yang menahan obat di dalam polimer bioadhesif
sampai obat dilepas semua, karena jika tidak obat akan kosong di lambung. Oleh karena
itu bentuk sediaan yang sesuai untuk sistem mukoadhesif dimana mekanisme pelepasan
obat perlahan tergantung pada pemecahan ikatan kovalen antara polimer dan obat yang
sesuai, seperti tablet, kapsul/tablet dari mikrokapsul, matrik, inti obat tersalut atau granul
atau pompa osmotil.
Osmotic Regulated systems suatu Sistem yang teridi atas alat yang mengontrol
pelepasan obat dengan tekanan osmotik dan suatu pendukung untuk dapat terjadinya
terapung (inflatable floating support) dalam suatu kapsul bioerodible. Kapsul dalam
lambung dengan cepat terdesintegrasi untuk melepaskan alat intragastic yang secara
osmotic mengontrol pelepasan obat. Inflatable support di dalam dari suatu kantung
polimer berongga tang dapat mengandung suatu cairan yang menguap pada suhu tubuh
untuk memompa kantong tersebut. Alat penghantaran obat dengan pengontrol osmotic
terdiri dari dua kompartemen, yaitu kompartemn reservoir dan kompartemen yang aktif
secara osmotik.

3.4 Review Jurnal


Contoh Jurnal 1
Review jurnal kedua tentang “Pengaruh Natrium CMC, HPMC K100M, dan Etil Selulosa
terhadap Karakteristik Tablet Nifedipin dengan Sistem Penghantaran Mukoadhesif”.
Menjelaskan absorpsi nifedipin yang besar dalam lambung memungkinkannya dibuat bentuk
sediaan pelepasan terkendali dengan sistem gastroretentif mukoadhesif dengan menggunakan
polimer Na CMC, HPMC K100M dan etil selulosa. Kekuatan mukoadhesif dapat di estimasi
berdasarkan pada prinsip pengukuran tensile strength atau shear stress yang di perlukan
untuk memisahkan formula dari mukosa usus sapi. Metode tensile strength digunakan untuk
mengukur gaya yang diperlukan untuk memutuskan ikatan adhesif antara membran model
dan polimer yang diuji. Peralatan yang digunakan pada metode tersebut merupakan
modifikasi timbangan atau alat uji tensile. Hasil pengujian menunjukkan kemampuan
melekat tablet pada mukosa yang terbesar pada formula ke 4 dengan jumlah kadar Na CMC
yang terbesar dibanding formula lainnya hingga menit ke 360 (selama 6 jam). Sedangkan
pelepasan pelepasan obat terbesar pada formula yang mengandung HPMC K100M dengan
kadar tinggi, Hal ini menunjukkan bahwa HPMC K100M merupakan polimer yang
mengendalikan pelepasan obat karena memiliki viskositas yang sangat tinggi.

19
BAB 1V

KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan

1. Tujuan sistem penghantaran obat sedian tablet mukoadhesif

a. Rute potensial untuk melewati first pass effect

b. Melokasi obat pada lokasi tertentu

c. Memperpanjang waktu tinggal obat pada lokasi absorpsi

2. Bentuk sediaan, komponen, metode dan evaluasi sedian tablet mukoadhesif

Tablet mukoadhesif

Komponen : bahan pengisi ( avicel), bahan lubricant ( mg. Stearat), glidan ( talk)

Metode pembuatan : granulasi kering pada tablet dengan uji evaluasi metode

mukoadhesif secara in vitro

Evaluasi sediaan : keseragaman bobot, kekerasan tablet, kerapuhan tablet, waktu

hancur, kekuatan mukoadhesif tablet, disolusi

3. Pelepasan obat dilakukan secara osmotic regulated system yaitu suatu Inflatable

support di dalam dari suatu kantung polimer berongga yang dapat mengandung

suatu cairan yang menguap pada suhu tubuh untuk memompa kantong tersebut.

Alat penghantaran obat dengan pengontrol osmotic terdiri dari dua kompartemen,

yaitu kompartemen reservoir dan kompartemen yang aktif secara osmotik.

20
Rute obat mukoadhesif

4.2 Saran

Untuk menambah pengetahuan mahasiswa tentang sistem penghantaran obat pada sedian

tablet mukoadhesif , maka dapat di lakukan secara praktek langsung di laboratorium

21
TANYA JAWAB PRESENTASI
1. Elsa Febriana Wahyuni (Nim 22330714, Kelompok 5)
Apa yang dimaksud dengan polimer kation,anion, dan netral? Apakah bisa digabung?
Jawaban: Polimer kation adalah polimer yang bermuatan ion positif, polimer anion adalah
polimer dengan muatan negative, sedangkan polimer netral ialah polimer .Tidak bisa
digabung karena beda muatan ionnya.

2. Vicky Adistia (Nim 22330712, Kelompok 4)


Contoh obat dan berapa lama waktu terlarutnya ke dalam tubuh.
Contoh obat misalnya nifedipin. Untuk waktu terlarutnya tergantung dari polimer apa yang
digunakan. Pada percobaan yang dilakukan oleh Pujiastuti (2016), yang berperan dalam
pelepasan zat aktif obat yaitu HPMC K100M dimana pada konsentrasi zat aktif 40 mg dan
polimer 20 mg pada waktu 360 menit, zat aktif obat hampir terlarut sempurna, sedangkan
pada konsentrasi polimer 50 mg pelepasan yang terjadi lebih lambat.

3. Nur Azmi Adriyati (NIM 22330718, Kelompok 5)


Bagaimana cara kerja dari uji tensil, peel dan shear?
Uji tersebut dapat di lakukan untuk mengukur kekuatan dari ikatan mukoadhesif.berdasarkan
pada prinsip pengukuran tensile strength atau shear stress yang di perlukan untuk memisahkan
formula dari mukosa usus sapi. Metode tensile strength digunakan untuk mengukur gaya
yang diperlukan untuk memutuskan ikatan adhesif antara membran model dan polimer yang
diuji. Peralatan yang digunakan pada metode tersebut merupakan modifikasi timbangan atau
alat uji tensile

22
4. Ajeng Rohaniati (NIM 20330080, Kelompok 2)
Keuntungan dan kerugian pada mukoadhesif
Keuntungan sistem penghantaran obat mukoadhesif
1. Mempunyai waktu transit yang lebih lama di tempat absorpsi atau di tempat target aksi
obat.
2. Dapat digunakan untuk aksi lokal dengan diberikan tepat ke sasaran.
3. Suatu peningkatan gradien konsentrasi obat terjadi karena kontak partikel dengan mukosa.
4. Kontak langsung dengan sel usus bagian atas tempat berlangsungnya absorpsi partikel.
Kerugian:
1. Harga yang relatif mahal
2. Dapat terjadi dosis dumping.
3. Hubungan antara in Vitro dan in Vivo yang sering tidak dapat diramalkan
4. Dengan meningkatnya eliminasi lintas pertama maka ketersediaan hayati menjadi lebih
rendah.
5. Pencapaian dan pemeliharaan kerja obat dapat dihambat karena adanya faktor variabel
fisiologis terutama pada sediaan peroral.
6. Tidak semua zat dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan mukoadhesif.

5. Galis Laela Wahidah (NIM 22330030, Kelompok 2)


Jelaskan rute potensial first pass effect
(first-pass effect) merupakan efek yang berpengaruh pada metabolisme obat, di mana
konsentrasi obat berkurang secara signifikan sebelum mencapai sirkulasi sistemik, yang
seringkali disebabkan oleh metabolisme yang terjadi di hati.

23
DAFTAR PUSTAKA

Hardjono, S., 2000, ‘Hubungan Struktur-Aktivitas Obat Kardiovaskuler’, dalam Siswandono &

Soekardjo B., (Ed.), Kimia Medisinal, Airlangga University Press, Surabaya.

Siregar, C., 2010, Teknologi Farmasi Sediaan Tablet Dasar-Dasar Praktis, Penerbit Buku

Kedokteran, Jakarta

Agoes, G., 2008, Sistem Penghantaran Obat Pelepasan Terkendali, Institut Teknologi Bandung,

Bandung.

Indrawati, Teti. 2011. Sistem Penghantaran Obat Oral Yang Ditahan Di Lambung

(Gastroretentive). Jakarta : Penerbit ISTN.

24

Anda mungkin juga menyukai