Dosen :
Susi, STP, MSi
Oleh
Kelompok 2
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
Rahmat Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana.
Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk
maupun pedoman bagi pembaca.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk mau
pun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman
yang kami miliki sangat kurang. Oleh Karena itu kami harapkan kepada para
pembaca untuk memberikan masukan - masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.
Banjarbaru,Oktober 2018
Penyusun,
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Di dalam alam DNA tersusun sangat panjang dimana satu molekul tunggal
menyandang banyak gen. Untuk organisme multisel gen menempati hanya
sebagian kecil dari DNA kromosom; sisanya merupakan sekuensnukleotid yang
berulang dan noncoding. Sebagai contoh, gen manusia menyusun 1/100.000
molekul DNA dimana ia terdapat. Kloning DNA bertujuan menghasilkan
sejumlah besar DNA yang identik, termasuk gen, promotor, sekuensnoncoding,
dan fragmen DNA, untuk penelitian lanjut atau menggunakan DNA pada
organisme yang intak untuk menghasilkan protein yang bermanfaat baik bagi
penelitian maupun aplikasi bagi kesehatan manusia. Kloning dilakukan dengan
menggunakan bakteri dan plasmid. Plasmid merupakan molekul DNA sirkular
berukuran kecil, tetapi mempunyai ukuran sama atau bahkan lebih besar dari
ukuran bahan genetik utamanya (kromosom bakteri), dan bereplikasi di dalam sel
bakteri.
Kloning merupakan salah satu bioteknologi mutakhir yang sangat
bermanfaat untuk memultiplikasi genotip hewan yang memiliki keunggulan
tertentu dan preservasi hewan yang hampir punah. Walaupun keberhasilan
produksi hewan kloning lewat transfer inti sel somatik telah dicapai pada berbagai
spesies, seperti domba, sapi, mencit, kambing babi, kucing, dan kelinci,
efisiensinya sampai sekarang masih sangat rendah yakni kurang dari 1 persen,
dengan sekitar 10% yang lahir hidup (Han et al., 2003 dalam Hine, T. M, 2004).
Dalam hal melakukan kloning gen atau potongan DNA, plasmid asal
(cloningvector) diisolasi dari sel bakteri. Gen sel tertentu disisipkan ke dalam
plasmid, sehingga terbentuk plasmid dengan DNA rekombinan. Plasmid yang
baru dimasukkan ke dalam sel bakteri, dan terbentuk bakteri rekombinan yang
akan membentuk sel klon. Gen yang disisipkan akan terikut pada bakteri yang
bermitosis. Klon bakteri ini akan menghasilkan protein yang sesuai dengan gen
yang disisipkan. Produk protein yang dihasilkan dapat digunakan untuk penelitian
lanjut atau diaplikasikan bagi kesehatan manusia ataupun bidang lainnya. Sebagai
contoh perusahaan farmasi menghasilkan berbagai jenis hormon dengan
2
menggunakan bakteri yang menyandang gen manusia. Gen yang resisten terhadap
hama dari satu spesies dapat diklon dan disisipkan ke spesies yang lain.
Transfer inti melibatkan suatu seri prosedur yang kompleks termasuk
kultur sel donor, maturasi oosit in vitro, enukleasi, injeksi sel atau inti, fusi,
aktivasi, kultur in vitro reconstructed embryo, dan transfer embrio. Jika salah satu
dari tahap-tahap ini kurang optimal, produksi embrio atau hewan kloning dapat
terpengaruh. Sejarah tentang hewan kloning telah muncul sejak awal tahun 1900,
tetapi contoh hewan kloning baru dapat dihasilkan lewat penelitian Wilmut et al.
(1997), dan untuk pertama kali membuktikan bahwa kloning dapat dilakukan pada
hewan mamalia dewasa. Hewan kloning itu dihasilkan dari inti sel epitel ambing
domba dewasa yang dikultur dalam suatu medium, lalu ditransfer ke dalam ovum
domba yang kromosomnya telah dikeluarkan, yang pada akhirnya menghasilkan
anak domba kloning yang diberi nama Dolly (Hine, T. M, 2004).
Kloning sel bertujuan menghasilkan suatu populasi sel dari satu sel
tunggal. Pada organisme unisel seperti bakteri dan jamur, proses ini relatif mudah
dan hanya memerlukan inokulasi pada media yang sesuai. Pada kultur sel dari
organisme multisel, baik sel dewasa maupun sel punca, kloning sel merupakan hal
yang cukup rumit karena sel-sel ini tidak dapat tumbuh pada media standar.
Tehnik yang diperkenalkan adalah dengan menggunakan cincin kloning. Suspensi
sel tunggal yang telah dipapar dengan agen mutagenik atau obat tertentu
ditempatkan pada pengenceran tinggi untuk menghasilkan koloni-koloni yang
terisolasi. Setiap koloni tumbuh dari satu sel tunggal. Sel-sel klon dikumpulkan
dari dalam cincin dan dipindahkan untuk pertumbuhan lanjut.
Ada beberapa faktor yang turut menentukan perkembangan teknologi
DNA rekombinan adalah teknik memotong dan menyambung DNA secara invitro,
sehingga memungkinkan untuk memasukkan DNA asing yang berasal dari
organisme lain pada host. DNA asing ini dapat diwariskan sehingga didapatkan
klon E. coli rekombinan. Teknologi ini menjadi dasar pembuatan jutaan klon E.
coli yang berisi pecahan fragmen DNA untuk proyek genom manusia dan ribuan
klon untuk proyek genom mikroba (Heliyanti, 2005).
Penelitian-penelitian yang melibatkan spesies-spesies lain terus dilakukan,
dan dari informasi yang dihimpun menunjukkan bahwa berbagai spesies hewan
dapat dikloning lewat transplantasi inti. Walaupun hewan kloning yang dihasilkan
3
lewat transplantasi inti sangat tidak efisien, akan tetapi fakta bahwa
perkembangan kloning akan besar sekali dampaknya terhadap kehidupan manusia
menyebabkan percobaan-percobaan terkait kloning masih dilakukan. Terlepas dari
pro dan kontra terhadap proses kloning, pada dasarnya kloning tetap memiliki
beberapa manfaat yang dapat diperoleh manusia misalnya dalam melestarikan
keanekaragaman hayati yang terancam punah. Untuk itu, perkembangan
pengetahuan tentang kloning seperti proses kloning, teknik kloning, serta manfaat
kloning harus dipahami secara benar.
1.3 Tujuan
bakteri (hos), bakteri akan memperoleh keresistenan khusus yang kedua karena
gen tersebut utuh.
Plasmid yang membawa gen resisten antibiotik itu tersebar luas di alam
dan plasmid tersebut dimutasikan agar tidak dapat bergerak secara spontan dari
satu sel ke sel yang lain. Dengan menggunakan strain bakteri tertentu, percobaan
dengan menggunakan plasmid yang resisten obat sangat berguna tanpa
menimbulkan resiko yang berarti. Plasmid yang pertama kali dipakai sebagai
vektor untuk rekombinan DNA adalah plasmid dari sel bakteriEscherichia coli.
Plasmid ragi Saccharomyces cerevisiae, dan plasmid bakteri Bacillus subtilis dan
virus saat ini juga digunakan sebagai vektor untuk rekombinan DNA.
Dalam melakukan pengklonan suatu DNA asing atau DNA yang
diinginkan atau DNA sasaran harus memenuhi hal-hal sebagai berikut.
1. DNA plasmid vektor harus dimurnikan dan dipotong dengan enzim yang sesuai
sehingga terbuka.
2. DNA yang akan disisipkan ke molekul vektor untuk membentuk rekombinan
buatan harus dipotong dengan enzim yang sama.
3. Reaksi pemotongan dan penggabungan harus dipantau dengan menggunakan
elektroforesis gel.
4. Rekombinan buatan harus ditransformasikan ke E. coli atau ke vektor lainnya.
Tiap-tiap sel dalam klon mengandung satu atau lebih kopian molekul DNA
rekombinasi. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa, gen yang dibawa oleh
molekul rekombinasi telah diklon.
3.1 Kesimpulan
Kloning DNA adalah memasukkan DNA asing ke dalam plasmid suatu sel
bakteri. DNA yang dimasukkan ini akan bereplikasi (memperbanyak diri) dan
diturunkan pada sel anak pada waktu sel tersebut membelah. Gen asing ini tetap
melakukan fungsi seperti sel asalnya, walaupun berada dalam sel bakteri.
Pembentukan DNA rekombinan ini disebut juga rekayasa genetika.
Dalam melakukan pengklonan suatu DNA asing atau DNA yang
diinginkan atau DNA sasaran harus memenuhi hal-hal sebagai berikut.
1. DNA plasmid vektor harus dimurnikan dan dipotong dengan enzim yang sesuai
sehingga terbuka.
2. DNA yang akan disisipkan ke molekul vektor untuk membentuk rekombinan
buatan harus dipotong dengan enzim yang sama.
3. Reaksi pemotongan dan penggabungan harus dipantau dengan menggunakan
elektroforesis gel.
4. Rekombinan buatan harus ditransformasikan ke E. coli atau ke vektor lainnya.
3.2 Saran
Campbell NA, Reece JB, Mitchell LG. DNA technology. In: Biology 5th ed.
California: AddisonWesleyLongmanInc, 1999; p. 364-70.