Anda di halaman 1dari 23

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa
karena atas Asung Kertha Wara Nugraha beliau paper yang berjudul Dampak
Teknologi Kloning dalam Persefektif Filsafat Ilmu dapat diselesaikan sesuai dengan
harapan.
Terima kasih Kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penulisan paper ini. Harapan kami agar paper ini dapat memberikan sedikit
manfaat bagi pembaca dalam menambah wawasan.
Penulis menyadari sepenuhnya masih banyak terdapat kekurangan dalam
penulisan paper ini, untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan
untuk dapat dijadikan pedoman dalam penulisan-penulisan paper kedepannya agar
menjadi lebih baik.

Denpasar, 30 Oktober 2014

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................I
DAFTAR ISI...............................................................................................................II
DAFTAR TABEL.......................................ERROR! BOOKMARK NOT DEFINED.
DAFTAR GAMBAR...............................................................................................IIII
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................1
1.1 LATAR BELAKANG...............................................................................................1
1.2 RUMUSAN MASALAH...........................................................................................2
1.3 TUJUAN PENULISAN.............................................................................................3
1.4 MAMFAAT PENULISAN.........................................................................................3
BAB II MATERI DAN METODE...........................................................................4
2.1 MATERI.......................................................ERROR! BOOKMARK NOT DEFINED.
2.2 METODE......................................................ERROR! BOOKMARK NOT DEFINED.
BAB III STUDI PUSTAKA......................................................................................5
3.1 DEFINISI KLONING...............................................................................................5
3.2 SEJARAH IB.........................................................................................................5
3.3 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IB.............ERROR! BOOKMARK NOT
DEFINED.

3.4 MANFAAT PENERAPAN IB..................................................................................17


3.5 PENERAPAN IB DITINJAU DARI ASPEK BIOETIKA......ERROR! BOOKMARK NOT
DEFINED.

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN.......................................................................18


4.1 SIMPULAN..........................................................................................................18
4.2 SARAN...............................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................19

ii

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Transfer Nukleus................................Error! Bookmark not defined.
Gambar 2. Tahapan dari Proses Kloning Tehnik Roslin....Error! Bookmark not
defined.
Gambar 3. Tahapan dari Proses Kloning Tehnik Honolulu..........Error: Reference
source not found

iii

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berkembangnya ilmu-ilmu modern dan kontemporer yang berbuah
teknologi mengakibatkan manusia dapat menikmati manfaatnya bagi peradaban umat
manusia (Amsal Bakhtiar, 2004). Sumbangan ilmu pengetahuan dan teknologi
terhadap peradaban dan kesejahteraan manusia tidaklah dapat dipungkiri karena benarbenar telah memberikan banyak kemudahan dan kenyamanan bagi kehidupan umat
manusia. Perkembangan sebuah ilmu merupakan hasil pemikiran secara mendasar
tentang suatu hal, khususnya dalam perkembangan ilmu hayati disebut rekayasa
genetika. Rekayasa genetika mencakup segala hal tentang manipulasi genetik yang
merupakan sebuah hasil dari pesatnya bioteknologi yang telah dikembangkan sejak
ditemukannya mikroskop oleh R. Hooke.
Kloning merupakan salah satu bioteknologi mutakhir yang sangat
bermanfaat untuk memultiplikasi genotip hewan yang memiliki keunggulan tertentu
dan preservasi hewan yang hampir punah. Walaupun keberhasilan produksi hewan
kloning lewat transfer inti sel somatik telah dicapai pada berbagai spesies, seperti
domba, sapi, mencit, kambing babi, kucing, dan kelinci, efisiensinya sampai sekarang
masih sangat rendah yakni kurang dari 1 persen, dengan sekitar 10 persen yang lahir
hidup (Han et al., 2003 dalam Hine, T. M, 2004). Transfer inti melibatkan suatu seri
prosedur yang kompleks termasuk kultur sel donor, maturasi oosit in vitro, enukleasi,
injeksi sel atau inti, fusi, aktivasi, kultur in vitro reconstructed embryo, dan transfer
embrio. Jika salah satu dari tahap-tahap ini kurang optimal, produksi embrio atau
hewan kloning dapat terpengaruh. Sejarah tentang hewan kloning telah muncul sejak
awal tahun 1900, tetapi contoh hewan kloning baru dapat dihasilkan lewat penelitian
Wilmut et al. (1997), dan untuk pertama kali membuktikan bahwa kloning dapat
dilakukan pada hewan mamalia dewasa. Hewan kloning tersebut dihasilkan dari inti
sel epitel ambing domba dewasa yang dikultur dalam suatu medium, kemudian
ditransfer ke dalam ovum domba yang kromosomnya telah dikeluarkan, yang pada
akhirnya menghasilkan anak domba kloning yang diberi nama Dolly (Hine, T. M,
2004).

Kloning domba pertama sebenarnya telah dilaporkan 26 tahun yang lalu


oleh Willadson (1986) yang menggunakan blastomer-blastomer embrio sebagai donor
inti. Dan hal inilah yang menjadi precursor bagi kegiatan-kegiatan transplantasi inti
hewan-hewan domestik termasuk domba Dolly. Produksi domba identik oleh
Willadson (1986) mencetuskan berbagai perbaikan dalam tehnik-tehnik kloning pada
berbagai spesies hewan. Hewan-hewan kloning yang dihasilkan dari transplantasi inti
sel somatik telah dilaporkan pada mencit, sapi, kambing, domba, dan babi (Hine, T. M,
2004). Penelitian-penelitian yang melibatkan spesies-spesies lain terus dilakukan, dan
dari informasi yang dihimpun menunjukkan bahwa berbagai spesies hewan dapat
dikloning lewat transplantasi inti.
Walaupun hewan kloning yang dihasilkan lewat transplantasi inti sangat
tidak efisien, akan tetapi fakta bahwa perkembangan kloning akan besar sekali
dampaknya terhadap kehidupan manusia menyebabkan percobaan-percobaan terkait
kloning masih dilakukan bahkan manusia sebagai obyek untuk dikloning. Terlepas dari
pro dan kontra terhadap proses kloning, pada dasarnya kloning tetap memiliki
beberapa manfaat yang dapat diperoleh manusia misalnya dalam melestarikan
keanekaragaman hayati yang terancam punah. Sehubungan dengan hal itu perlu
memposisikan filsafat di dalam teknologi kloning untuk kehidupan manusia yang ingin
terus maju dan membawa perkembangan teknologi koning pada rel dan posisi yang
sebenarnya. Untuk itulah dalam kesempatan ini penulis paparkan penempatan fungsi
filsafat terhadap perkembangan ilmu dan teknologi kloning agar dapat dipahami secara
benar.
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian latarbelakang diatas maka untuk menghindari timbulnya pro dan
kontra mengenai teknologi kloning, maka paper

ini akan menguraikan tentang

bagaimanakah definisi kloning, tehnik-tehnik kloning yang pernah dilakukan, dan


danpak yang diperoleh dari penerapan teknologi kloning dalam fungsi filsafat ilmu

1.3 Tujuan Penulisan


Penulisan paper ini bertujuan untuk memberikan penjelasan atau
pemahaman tentang definisi kloning, tehnik-tehnik kloning yang pernah dilakukan,
dan danpak yang diperoleh dari penerapan teknologi kloning dalam fungsi filsafat
ilmu
1.4 Mamfaat Penulisan
Manfaat yang diperoleh dari penulisan makalah ini adalah bagi penulis dan
pembaca dapat memperoleh pengetahuan tentang teknologi kloning, teknik-teknik
kloning yang pernah dilakukan, dan dampak yang diperoleh dari penerapan teknologi
kloning dalam fungsi filsafat ilmu.

BAB II
MATERI DAN METODE
2.1. Materi
Materi yang dipergunakan dalam penulisan makalah ini berupa

hasil

penelusuran dari bahan ajar, buku, textbook, jurnal atau artikel nasional yang di
downloud dari jaringan internet.
2.2. Metode
Metode yang dipergunakan dalam penulisan ini adalah metode deduktif,
deskriptif dan argumentatif (Suriasumantri, 1987). Dengan metode ini beberapa bahan
berupa pendapat, data atau informasi

tentang perkembangan ilmu dan teknologi

kloning yang didapat dari hasil downloud internet, berbagai buku di kaji dan
ditelaah.

Hasil kajian dan telaah tersebut ditarik suatu simpulan yang kemudian

dituangkan dalam bentuk narasi.

Narasi- narasi digabungkan dalam bentuk tulisan

dengan metode deskriptif yang kemudian dapat ditarik suatu simpulan.

BAB III
STUDI PUSTAKA
3.1 Definisi Kloning

Kloning berasal dari kata "Klon" dalam bahasa Yunani yang berarti ranting
yang dapat mereplikasi sendiri dan akhirnya tumbuh menjadi pohon. Kloning
terjadi secara alami dalam banyak jenis tanaman yaitu dengan cara vegetatif.
Kloning adalah cara bereproduksi secara aseksual atau untuk membuat salinan
atau satu set salinan organisme mengikuti fusi atau memasukan inti diploid
kedalam oosit (Seidel ,GE Jr., 2000 dalam Tong, W F., 2002). Americaan
Medical Association mendefinisikan kloning sebagai produksi dari organisme
identik secara genetik melalui sel somatik transfer nuklir, walaupun definisi
yang lebih luas sering digunakan untuk memasukkan produksi jaringan dan
organ dari kultur sel atau jaringan menggunakan sel (Tong, W F., 2002).
Kloning dalam biologi adalah proses menghasilkan populasi serupa genetik
individu identik yang terjadi di alam saat organisme seperti bakteri, serangga
atau tanaman bereproduksi secara aseksual . Secara definisi, klon adalah
sekelompok organisme hewan maupun tumbuhan melalui proses reproduksi
aseksual yang berasal dari satu induk yang sama. Setiap anggota klon tersebut
memiliki jumlah dan susunan gen yang sama sehingga kemungkinan besar
fenotifnya juga sama (Rusda, M, 2003).
Kloning pada tanaman dalam arti melalui kultur sel mula-mula dilakukan pada
tanaman wortel. Dalam hal ini sel akar wortel dikultur, dan tiap selnya dapat
tumbuh menjadi tanaman lengkap. Teknik ini digunakan untuk membuat klon
tanaman dalam perkebunan. Dari sebuah sel yang mempunyai sifat unggul,
kemudian dipacu untuk membelah dalam kultur, sampai ribuan atau bahkan
sampai jutaan sel. Tiap sel mempunyai susunan gen yang sama, sehingga tiap
sel merupakan klon dari tanaman tersebut. Kloning pada hewan dilakukan
mula-mula pada hewan amfibi (kodok), dengan mengadakan transplantasi
nukleus ke dalam telur kodok yang dienukleasi atau dihilangkan inti selnya.
Sebagai donor, digunakan nukleus sel somatik dari berbagai stadium
perkembangan. Ternyata donor nukleus dari sel somatik yang diambil dari sel
epitel usus kecebong pun masih dapat membentuk embrio normal.

3.2 Proses dan Teknik-Teknik Kloning


Eksperimen yang dilakukan Hans Spemann, tahun 1928, dengan embrio
salamander melalui percobaan dengan tehnik transfer inti sel embrio salamander ke
sel tanpa inti atau tanpa nukleus. Transfer nukleus pada dasarnya membutuhkan dua
sel, yaitu suatu sel donor dan sel telur yang mana telur matur sebelum dibuahi
dibuang intinya atau nukleusnya yang disebut proses enukleasi untuk menghilangkan
informasi genetisnya. Ke dalam telur yang telah dienukleasi tadi kemudian
dimasukkan nukleus (donor) dari sel somatik. Penelitian membuktikan bahwa sel
telur akan berfungsi terbaik bila berada dalam kondisi anfertilisasi, sebab hal ini akan
mempermudah penerimaan nukleus donor seperti dirinya sendiri. Di dalam telur, inti
sel donor tadi akan bertindak sebagai inti sel zigot dan membelah serta berkembang
menjadi blastosit. Blastosit selanjutnya ditransfer ke dalam uterus induk pengganti
(surrogate mother). Jika seluruh proses tadi berjalan baik, suatu replika yang
sempurna dari donor akan lahir. Jadi sebenarnya setelah terbentuk blastosit in vitro,
proses selanjutnya sama dengan proses bayi tabung yang tehnologinya telah dikuasai
oleh para ahli obstetri ginekologi.

Gambar 1. Transfer Nukleus

Penjelasan tentang teknik-tehnik kloning yang dikenal adalah sebagai berikut :


2.2.1. Tehnik Roslin
Kloning domba Dolly merupakan peristiwa penting dalam sejarah kloning.
Dengan kegiatan kloning yang dilakukan pada kambing tidak hanya membangkitkan
antusias terhadap kloning, melainkan kegiatan kloning tersebut membuktikan bahwa
kloning binatang dewasa dapat disempurnakan. Sebelumnya, tidak diketahui bahwa
suatu nukleus dewasa ternyata mampu memproduksi suatu hewan yang lengkap atau
komplit. Ian Wilmut dan Keith Cambell memperkenalkan tentang suatu metode yang
mampu melakukan singkronisasi siklus sel dari kedua sel, yakni sel donor dan sel
telur. Tanpa singkronisasi siklus sel, maka inti tidak akan berada pada suatu keadaan
yang optimum untuk dapat diterima oleh embrio. Bagaimanapun juga sel donor harus
diupayakan untuk dapat masuk ke Gap Zero, atau stadium sel G0, atau stadium sel
dorman (Rusda, M., 2003).
Tahapan yang dilakukan oleh Ian Wilmut dan Keith Cambell adalah
sebagai berikut (Rusda, M., 2003). Pertama, suatu sel (yang dijadikan sebagai sel
donor) diseleksi dari sel kelenjar mammae domba betina berbulu putih (Finn Dorset)
untuk menyediakan informasi genetis bagi pengklonan. Untuk studi ini, peneliti
membiarkan sel membelah dan membentuk jaringan in vitro atau diluar tubuh
hewan. Hal ini akan menghasilkan duplikat yang banyak dari suatu inti yang sama..
Kedua, Suatu sel donor diambil dari jaringan dan dimasukkan ke dalan campuran,
yang hanya memiliki nutrisi yang cukup untuk mempertahankan kehidupan sel. Hal
ini menyebabkan sel untuk menghentikan seluruh gen yang aktif dan memasuki
stadium G0 atau stadium dorman. Kemudian sel telur dari domba betina Blackface
dienokulasi dan diletakkan disebelah sel donor. Domba blackface adalah domba
betina yang mukanya tertutupi bulu hitam atau sering disebut juga Scottish
Blackface.
Satu sampai delapan jam setelah pengambilan sel telur, kejutan listrik
digunakan untuk menggabungkan dua sel tadi, pada saat yang sama pertumbuhan
dari suatu embrio mulai diaktifkan. Tehnik ini tidaklah sepenuhnya sama seperti
aktivasi yang dilakukan oleh sperma, karena hanya beberapa sel yang mampu
7

bertahan cukup lama untuk menghasilkan suatu embrio setelah diaktifkan oleh
kejutan listrik (Rusda, M., 2003). Jika embrio ini dapat bertahan, ia dibiarkan tumbuh
selama sekitar enam hari, diinkubasi di dalam oviduk domba. Apabila ternyata sel
yang diletakkan di dalam oviduk lebih awal, di dalam pertumbuhannya akan lebih
mampu bertahan dibandingkan dengan embrio yang diinkubasi di dalam
laboratorium. Pada tahap terakhir, embrio tersebut akan ditempatkan ke dalam uterus
betina penerima (surrogate mother). Induk betina tersebut selanjutnya akan
mengandung hasil kloning tadi hingga hewan hasil kloning siap untuk dilahirkan.
Bila tidak terjadi kekeliruan atau kesalahan selama dalam uterus domba, maka suatu
duplikat yang persis sama dari donor akan lahir.
Domba yang baru lahir tersebut memiliki semua karakteristik yang sama
dengan domba yang lahir secara alamiah. Dan telah diamati bila ada efek yang
merugikan, seperti resiko yang tinggi terhadap kanker atau penyakit genetis lainnya
yang terjadi atas kerusakan bertahap DNA. Percobaan kloning domba Dolly, yang
merupakan mamalia pertama yang dikloning dari DNA sel dewasa, telah dibunuh
dengan suntikan mematikan pada tanggal 14 Februari 2003. Sebelum kematiannya,
Dolly menderita kanker paru-paru dan arthritis melumpuhkan, padahal sebagian
besar domba Finn Dorset hidup sampai 11 sampai 12 tahun. Setelah diperiksa,
kambing Dolly tampaknya menunjukkan bahwa, selain kanker dan arthritis, ia
tampaknya cukup normal (Tong, W F., 2002).
Untuk mengetahui lebih jelas mengenai proses kloning dengan tehnik
Roslin yang dilakukan pada domba, dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 2. Tahapan dari Proses Kloning Tehnik Roslin.


9

2.2.2. Tehnik Honolulu


Tim ilmuwan dari Universitas Hawai pada tahun 1998, mengumumkan
bahwa mereka telah menghasilkan tiga generasi tikus kloning yang secara genetik
identik. Tehnik ini diakreditasi atas nama Teruhiko, Wakayama dan Ryuzo
Yanagimachi dari Universitas Hawai. Yanagimachi menciptakan tiga generasi
berturut-turut. Sebelum keberhasilan ini, diperkirakan bahwa tahap awal di mana
embrio genom hewan mengambil lebih (dua-sel pada tikus) menyulitkan nukleus
pemrograman ulang terjadi. Tikus adalah salah satu yang untuk melakukan kegiatan
mengkloning tidak seperti domba. Pada tikus, sel telur melai melakukan mitosis
segera setelah proses pembuahan terjadi, sehingga menyebabkan peneliti hanya
memiliki sedikit waktu untuk memprogram ulang inti baru.
Domba yang digunakan pada tehnik Roslin karena sel telurnya
membutuhkan beberapa jam sebelum membelah, memungkinkan adanya waktu bagi
sel telur untuk memprogram ulang nukleus barunya. Meskipun tidak mendapatkan
keuntungan tersebut ternyata Wakayama dan Yanagimachi mampu melakukan
kloning dengan angka keberhasilan yang jauh lebih tinggi yaitu menghasilkan 3
kloning dari sekitar seratus proses kloning yang yang dilakukan, sedangkan
dibandingkan percobaan yang dilakukan oleh Ian Wilmut hanya menghasilkan satu
klon dari 277 proses kloning yang di lakukan. Apabila kita persentasikan, maka
prosentase keberhasilan tehnik Honolulu lebih besar dengan angka persentase 3%,
sedangkan tingkat keberhasilan dengan tehnik Roslin yang dilakukan oleh Ian
Wilmut hanya sebesar 0,361%.
Wakayama dan Yanagimachi melakukan pendekatan terhadap masalah sinkronisasi
siklus sel yang berbeda dibandingkan Ian Wilmut. Ian Wilmut menggunakan sel dari
kelenjar mammae yang harus dipaksa untuk memasuki ke stadia G0, sedangkan
Wakayama dan Yanagimachi awalnya menggunakan beberapa tipe sel yakni, sel otak
dan sel kumulus. Sel otak berada dalam stadia G0 secara alamiah dan sel kumulus
hampir selalu hadir pada stadia G0 ataupun G1. Sel telur tikus yang tidak dibuahi
digunakan sebagai penerima atau resipien dari inti donor. Setelah dienokulasi, sel
telur memiliki inti donor yang dimasukkan ke dalamnya. Nukleus donor diambil dari
sel-sel dalam hitungan menit dari setiap ekstrak sel dari tikus tersebut. Tidak seperti
10

pada proses yang digunakan untuk mengkloning Dolly, percobaan Wakayama tanpa
melalui proses in vitro atau di luar dari tubuh hewan, kultur dilakukan justru pada
sel-sel tersebut. Setelah satu jam sel-sel telah menerima nukleus-nukleus yang baru.
Setelah penambahan waktu selama 5 jam sel telur kemudian ditempatkan pada suatu
kultur kimia untuk memberi kesempatan sel-sel tersebut tumbuh, sebagaimana
layaknya fertilisasi secara alamiah.
Pada suatu kultur dengan suatu substansi yang mampu menghentikan pembentukan
suatu polar body, sel kedua yang secara alami terbentuk sebelum fertilisasi. Polar
body akan menjadikan jumlah dari gen dalam sel menjadi setengah dari jumlah gen
sel normal. Setelah penyatuan, sel-sel berkembang menjadi embrio-embrio. Embrioembrio ini kemudian ditransplantasikan kepada induk betina donor (surrogate
mother) dan akan tetap berada di sana sampai siap untuk di lahirkan. Sel yang paling
berhasil dari proses ini adalah sel kumulus, maka penelitian dikonsentrasikan pada
sel-sel dari tipe sel kumulus.
Setelah terbukti bahwa tehniknya dapat menghasilkan kloning yang hidup,
Wakayama juga membuat kloning dari kloning, dan membiarkan mahluk klon yang
asli untuk melahirkan secara alamiah untuk membuktikan bahwa mereka memiliki
kemampuan

reproduksi

keberhasilannya,

secara

Wakayama

sempurna.

telah

Pada

saat

menciptakan

lima

dia

mengumumkan

puluh

kloning.

Tehnik baru ini memungkinkan untuk melaksanakan penelitian lebih lanjut tentang
bagaimana tepatnya sebuah telur memprogram ulang sebuah nukleus. Tikus
bereproduksi dalam kurun bulanan, jauh lebih cepat dibanding dengan domba. Hal
ini menguntungkan dalam hasil penelitian jangka panjang. Kloning juga sedang
diterapkan pada spesies lain. Sebagai contoh, pada awal tahun 2000, Akira Onishi
dan koleganya di Jepang, mencoba untuk mengkloning babi dengan menggunakan
tehnik Honolulu (Buchana, F., 2000).
Para pendukung teknologi kloning berpendapat bahwa teknologi kloning dan
penelitian akan meningkatkan kualitas ilmu pengetahuan dan kehidupan dengan
menjawab permasalahn-permasalahn biologi secara kritis, dan memajukan dunia
peternakan, genetika dan ilmu medis. Alasan utama di balik kegunaan kloning
adalah bahwa dengan menghasilkan salinan genetik yang hampir identik dari suatu
11

organisme, hasil yang diperoleh lebih cepat dan lebih dapat diprediksi dibandingkan
dengan teknik reproduksi sebelumnya seperti inseminasi buatan, yang membutuhkan
biaya yang mahal (Tong, W F., 2002).
Ada beberapa perbedaan mendasar antara tehnik kloning Roslin yang diterapkan oleh
Ian Walmut dan tehnik Honolulu yang dilakukan oleh Wakayama. Perbedaannya
dapat dilihat pada Tabel berikut:

Untuk lebih jelas melihat proses kloning Honolulu, maka dapat dilihat pada gambar
4, sebagai berikut:

Gambar 3. Tahapan dari Proses Kloning Tehnik Honolulu


12

3.3. Dampak Teknologi Kloning dalam fungsi filsafat ilmu


Filsafat ilmu dalam fungsinya mengembalikan roh dan tujuan luhur ilmu
dan mempertegas bahwa ilmu dan teknologi adalah instrumen bukan tujuan (Amsal
Bakhtiar, 2004). Lebih lanjut ilmu bertujuan untuk membatu dan memudahkan
pekerjaan manusia dan bukan mengeliminir atau memperbudak manusia. Menurut
dasar-dasar ilmu yang mempertanyakan nilai suatu obyek yang akan dikaji, maka
dalam tulisan ini diuraikan tentang dampak fositif dan negatif yang ditimbulkan oleh
penerapan teknologi kloning (Anonim, 2014).
3.3.1

Dampak fositif Teknologi Kloning

a. Untuk pengembangan ilmu pengetahuan


Manfaat kloning terutama dalam rangka pengembangan biologi, khususnya
reproduksi-embriologi dan diferensiasi. Dengan pengembangan ilmu pengetahuan
baru di bidang bioteknologi akan membuka peluang lebar bagi peneliti untuk
menemukan cara baru lagi untuk memecahkan masalah-masalah yang berujung pada
peningkatan kesejahteraan masyarakat.
b. Untuk mengembangkan dan memperbanyak bibit unggul
Seperti telah kita ketahui, pada sapi telah dilakukan embrio transfer. Hal yang
serupa tentu saja dapat juga dilakukan pada hewan ternak lain, seperti pada domba,
kambing dan lain-lain. Dalam hal ini jika nukleus sel donornya diambil dari bibit
unggul, maka anggota klonnya pun akan mempunyai sifat-sifat unggul tersebut. Sifat
unggul tersebut dapat lebih meningkat lagi, jika dikombinasikan dengan teknik
transgenik. Dalam hal ini ke dalam nukleus zigot dimasukkan gen yang dikehendaki,
sehingga anggota klonnya akan mempunyai gen tambahan yang lebih unggul.
c.

Untuk tujuan diagnostik dan terapi


Sebagai contoh jika sepasang suami isteri diduga akan menurunkan penyakit

genetika thalasemia mayor. Dahulu pasangan tersebut dianjurkan untuk tidak


mempunyai anak. Sekarang mereka dapat dianjurkan menjalani terapi gen dengan
terlebih dahulu dibuat klon pada tingkat blastomer. Jika ternyata salah satu klon
blastomer tersebut mengandung kelainan gen yang menjurus ke thalasemia mayor,
maka dianjurkan untuk melakukan terapi gen pada blastomer yang lain, sebelum
dikembangkan menjadi blastosit.

13

Contoh lain adalah mengkultur sel pokok (stem cells) in vitro, membentuk organ atau
jaringan untuk menggantikan organ atau jaringan yang rusak. Mengingat fakta bahwa
seldapat dimanipulasi untuk meniru jenis sel lain, ini dapat memberikan cara baru
untuk

mengobati penyakit

seperti

kanker dan

Alzheimer.

Kloning juga

menawarkan harapan kepada orang yang membutuhkan transplantasi organ. Orangorang yang membutuhkan transplantasi organ untuk bertahan hidup akibat suatu
penyakit sering menunggu bertahun-tahun untuk donor mendapatkan donor yang
cocok. Dengan teknologi kloning maka pasien tidak perlu menunggu lama untuk
donor transplantasi organ tersebut.
d. Menolong atau menyembuhkan pasangan infertil mempunyai turunan
Manfaat yang tidak kalah penting adalah bahwa kloning manusia dapat
membantu/menyembuhkan pasangan infertil mempunyai turunan. Secara medis
infertilitas dapat digolongkan sebagai penyakit, sedangkan secara psikologis ia
merupakan kondisis yang menghancurkan, atau membuat frustasi. Salah satu bantuan
ialah menggunakan teknik fertilisasi in vitro. (in vitro fertilization = IVF). Namun
IVF tidak dapat menolong semua pasangan infertil. Misalnya bagi seorang ibu yang
tidak dapat memproduksi sel telur atau seorang pria yang tidak dapat menghasilkan
sperma, IVF tidak akan membantu. Dalam hubungan ini, maka teknik kloning
merupakan hal yang revolusioner sebagai pengobatan infertilitas, karena penderita
tidak perlu menghasilkan sperma atau telur. Mereka hanya memerlukan sejumlah sel
somatik dari manapun diambil, sudah memungkinkan mereka punya turunan yang
mengandung gen dari suami atau istrinya.
e.

Melestarikan Spesies Langka


Meskipun upaya terbaik dari konservasionis di seluruh dunia, beberapa

spesies yang hampir punah. Kloning Dolly sukses merupakan langkah pertama dalam
melindungi satwa langka. Contoh lainnya adalah hasil cloning yang melahirkan
Noah, hewan gaur (spesies dari Asia Tenggara yang mirip bison), yang
merepresentasikan percobaan pertama yang dilakukan oleh para ilmuwan untuk
mengkloning hewan yang terancam punah. Para ilmuwan di Amerika berharap bisa
mengambil langkah besar dalam upaya melindungi spesies yang terancam punah
dengan melahirkan kloningan gaur di sebuah peternakan di Iowa.

14

f.

Meningkatkan pasokan makanan


Kloning dapat menyediakan sarana budidaya tanaman yang lebih kuat dan

lebih tahan terhadap penyakit, sambil menghasilkan produk lebih. Hal yang sama
bisa terjadi pada ternak serta di mana penyakit seperti penyakit kaki dan mulut bisa
menjadi eradicated. Kloning karena itu bisa secara efektif memecahkan masalah
pangan dunia dan meminimalkan atau mungkin kelaparan.
3.3.2
a

Dampak Negatif Teknologi Kloning

Kloning membatasi variasi genetik, keragaman populasi akan hilang,


akibatnya memiliki respon yang sama
Jika kloning pada tanaman bertujuan menghasilkan tanaman baru yang

memiliki sifat-sifat identik dengan induknya maka kloning pada tanaman akan
menghasilkan individu baru yang sama dengan sifat induknya. Hal ini hal ini akan
menurunkan keanekaragaman tanaman baru yang dihasilkan. Tentu hal ini akan
menurunkan

keanekaragaman

tanaman

baru

yang

dihasilkan.

Akibatnya,

keanekaragaman tumbuhan yang merupakan sumber daya alam hayati pun akan
semakin menurun (Kusmaryanto, 2001). Demikian juga kloning pada hewan, akan
menurunkan keanekaragaman hewan. Keanekaragaman genetik memainkan peran
yang sangat penting dalam adaptabilitas suatu spesies, karena ketika lingkungan
suatu spesies berubah, variasi gen yang kecil diperlukan agar spesies dapat bertahan
hidup dan beradaptasi. Spesies yang memiliki derajat keanekaragaman genetik yang
tinggi pada populasinya akan memiliki lebih banyak variasi alel yang dapat diseleksi.
Seleksi yang memiliki sangat sedikit variasi cenderung memiliki risiko lebih besar.
Dengan sedikitnya variasi gen dalam spesies, reproduksi yang sehat akan semakin
sulit, dan keturunannya akan menghadapi permasalahan yang ditemui.

15

b. Kloning pada hewan dan manusia masih dipertentangkan karena akibat yang
ditimbulkan seperti contohnya: resiko kesehatan terhadap individu hasil
kloning.
Beberapa

kalangan

berpendapat

bahwa

kloning

manusia

dapat

disalahgunakan untuk menciptakan spesies atau ras baru dengan tujuan yang
bertentangan dengan nilai kemanusiaan. Begitu juga halnya kloning pada mamalia
belum sepenuhnya sempurna. Hal ini dapat dilihat dari domba Dolly yang menderita
berbagai penyakit dan berumur pendek.. Setelah hidup hanya 6 tahun (umur domba
biasanya mencapai 11-12 tahun), Dolly mati muda disebabkan penyakit paru-paru
yang biasanya menyerang domba-domba yang lanjut usia. Dolly juga mengidap
penyakit arthritis, mengerasnya sendi-sendi dan engsel tulang, lagi-lagi penyakit
yang biasa ditemukan pada domba yang sudah mulai uzur. Penelitian sesudah
kematiannya, menunjukkan bahwa Dolly memiliki telomer yang lebih pendek
daripada domba normal seusianya. Telomer adalah bagian yang melindungi ujungujung kromosom (bundelan rantai DNA) yang memendek setiap kali sebuah sel
membelah, atau boleh dikatakan setiap saat individu itu bertumbuh. Individu hasil
kloning sel-selnya diperoleh dari induknya. Ini berarti umur sel-sel hasil kloning pun
sama dengan umur sel-sel induknya. Oleh karena itu, individu hasil kloning pun akan
memiliki umur sama dengan induknya. Dolly dikloning dari domba yang berusia 6
tahun dan hasil penelitian ini seolah-olah menunjukkan bahwa tubuh Dolly sudah
berumur 6 tahun pada saat dilahirkan.
c.

Terjadi kekecauan kekerabatan dan identitas diri dari klon maupun


induknya.
Klon atau individu hasil cloning akan diangggap sebagai kopian dari individu

lain yang dianggap sebagai induknya karena memiliki sifat yang sama dengan
induknya. Sehinggga terjadi kekacauan apakah status klon tersebut adalah anak atau
merupakan kembaran dari individu aslinya (Kusmaryanto, 2001).
d. Teknik yang dipakai dalam kloning manusia dianggap tidak aman dan
efektif
Hal ini justru dapat merendahkan martabat manusia karena resiko kerusakan
masih sangat tinggi. Hal ini tidak etis karena hasil yang akan dicapai dengan program
itu masih jauh lebih sedikit dibandingkan dengan resiko kerusakan yang dihasilkan
oleh teknik kloning tersebut.
16

Berdasarkan uraian dampak fositif dan negatif dari teknologi kloning diatas
di dalam penerapannya seharusnya ditinjau secara mendasar dari segala aspek.
Karena teknologi kloning sebagai sebuah ilmu, juga harus memenuhi landasanlandasan ilmu untuk dapat sejalan dengan perkembangan ilmu yang lainnya terutama
dalam fungsi filsafat. Sebuah ilmu harus mengikuti alur filsafat, sebab pendekatan
secara menyeluruh dan mendasar akan membuat ilmu atau teknologi tersebut dikaji
secara dalam dan tuntas. Kajian tersebut tidak mengandung unsur spekulasi serta
rasional apalagi menyangkut manusia sebagai obyeknya. Rusda, M., 2003,
menyatakan bahwa hingga waktu ini sikap para ilmuwan, organisasi profesi dokter
dan masyarakat umumnya adalah bahwa pengklonan individu yaitu pengklonan
untuk tujuan reproduksi (reproductive cloning) dengan menghasilkan manusia
duplikat, kembaran identik, yang berasal dari sel induk dengan cara implantasi inti
sel tidak dibenarkan, tetapi untuk tujuan terapi (therapeutic cloning) dianggap etis.
Dengan demikian biarlah teknologi kloning hanya digunakan sebagai pengembangan
ilmu pengetahuan saja dan menghilangkan unsur penciptaan didalamnya.

17

BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
4.1 Simpulan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa teknologi kloning merupakan proses
menghasilkan populasi serupa genetik individu identik yang dilakukan dengan teknik
Roslin dan teknik Honolulu. Ditinjau dari fungsi filsafat ilmu teknologi kloning
bermanfaat 1); untuk pengembangan ilmu pengetahuan, 2); untuk mengembangkan
dan memperbanyak bibit unggul, 3); untuk tujuan diagnostik dan terapi, menolong
atau menyembuhkan pasangan infertil untuk mempunyai keturunan, 4); dan
melestarikan spesies langka bila dikaji secara mendalam dan tidak bersifat spekulasi
serta rasional tanpa menimbulkan pro dan kontra di dalam perkembangan ilmu
pengetahuan.

4.2 Saran
Hendaknya teknologi kloning bisa dimanfaatkan untuk kepentingan manusia,
terlepas dari pro dan kontra terhadap teknologi kloning. Akan tetapi pengawasan
terhadap kegiatan kloning juga perlu terutama oleh pihak yang berwenang dalam hal
ini oleh pemerintah yakni dengan membuat peraturan yang jelas mengenai teknologi
kloning, sehingga tidak terjadi penyalahgunaan teknologi oleh pihak-pihak yang
kurang bertanggung jawab.

18

DAFTAR PUSTAKA
Affandi L., W. Pratiwi, D. Pamungkas, D.B. Wijono, P.W. Prihadiri dan P.
Situmorang. 2007. Peningkatan Produktivitas Sapi Potong Melalui
Efisiensi Reproduksi. Laporan Penelitian Loka Sapi Potong.
Bailey, J.L and M.M Burh. 1994. Cryopreservation alters the Ca2+ flux of bovine
spermatozoa. Can. J. Anim. Sci. 74: 45-51.
Beaden, H.J. and J.W. Fuqual. 1997. Applied Animal Reproduction. Reston
Publishing Co., Inc. Prentice Hall Co. Reston Virginia.
Christiansen, S.B. and P. Sande. 2000. Bioethics : limits to the interference with
life. Anim. Reprod. Sci, 60-61 : 15-29.
Ditjen Peternakan. 2009. Renstra Kecukupan Daging Sapi Tahun 2010-2-14. Semnas
Pengembangan Ternak Potong untuk Mewujudkan Program
Kecukupan/Swasembada Daging, Fapet UGM. Yogyakarta.
Hafez, E.S.E. 1993. Artificial insemination. In: HAFEZ, E.S.E. 1993. Reproduction
in Farm Animals. 6th Ed. Lea & Febiger, Philadelphia. pp. 424-439.
Jasmani, S.N dan R.S.G. Sianturi. 1995. Usaha Budidaya Sapi Potong dan Peluang
Pengembangannya : Kasus Kecamatan Jonggol Kabupaten Bogor. Seminar
Nasional. Sains dan Teknologi Peternakan, Bogor.
Kariyasa. 2005. Manajemen Sapi Potong. Universitas Sumatra Utara. Sumatra Utara.
Merthajiwa. 2011. Inseminasi Buatan (IB) atau Kawin Suntik Pada Sapi. Sekolah
Ilmu Dan Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung, Bandung.
Putu, I.G., K. Diwyanto., P. Sitepu., dan T.D. Soedjana. 1997. Ketersediaan dan
Kebutuhan Teknologi Produksi Sapi Potong. Makalah Prosiding Seminar
Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor 7-8 Januari 1997. Puslitbang
Peternakan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor.
Santoso., Abubakar., dan A.R. Siregar. 1982. Respon Peternak Terhadap Hasil
Silangan Sapi Lokal X Sapi Ras di Daerah Jombang. Prosiding Pertemuan
Ilmiah Ruminansia Besar. Cisarua, 6-9 Desember 1982. Puslitbang
Peternakan. Balitbang Peternakan. Departemen Pertanian.
Sarwono, B.D,. 1995. Peternakan Sapi Rakyat pada Ekosistem Sawah Beririgasi
diPulau Lombok. Seminar Nasional. Sains dan Teknologi Peternakan,
Bogor.

Senger, PL. 2003. Artificial insemination technique in the cow.Pathways to


Pregnancy and Parturition. Page 274.
19

Toelihere, M.R. 1985. Inseminasi Buatan pada Ternak. Edisi ke-2. Angkasa,
Bandung. 292 hal.
Toelihere, M.R. 1997. Peranan Bioteknologi Reproduksi Dalam Pembinaan Produksi
Peternakan di Indonesia. Disampaikan pada Pertemuan Teknis dan
Koordinasi Produksi (PERTEKSI) Peternak Nasional T.A. 1997/1998,
Ditjennak di Cisarua-Bogor 4-6 Agustus 1997.

Jujun S. Sumantri. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. (PT. Total Grafindo
Indonesia: Jakarta. 2003) Cet ke 16.

20

Anda mungkin juga menyukai