Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Teknologi kedokteran masa sekarang berkembang dengan pesat seiring


dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sehingga harapan pun muncul
kepada para pasien yang semula tak punya harapan akan kesembuhan. Tidak
tertinggal di bidang penyakit jantung , ginjal dan yang lainnya. telah ditemukan
metode transplantasi yang dapat memecahkan masalah penyakit tersebut. Namun
muncul masalah baru yaitu ketersedianya pasokan transplantasi yang kurang
memadai dan peminatnya yang jarang tersedia. Maka dari itu kloning dirasa dapat
menjadi solusi dalam masalah tersebut.

Namun muncul masalah yang mempertanyakan kloning secara etika dan


moral agama. Masalah baru yang juga muncul adalah ketika orang tidak
berpegang pada asas yang sama untuk menilai kejadian yang sama. Orang dapat
menjadi bingung karena tidak tahu persis mana yang boleh dan mana yang tidak
boleh. Perlu dipikirkan bersama kriteria mana yang akan dipergunakan untuk
mengatur kehidupan bersama umat manusia. Yang jelas, yang mungkin secara
teknologis tidak selalu boleh dibuat dan benar secara etis. Pertanyaan-pertanyaan
etis yang mendasar sekitar kloning manusia tentu saja taka dapat dibiarkan berlalu
begitu saja, misalnya mengenai martabat manusia, mengenai kebebasannya,
mengenai status hukumnya, mengenai hubungan kekeluargaan, dan tentu saja
mengenai nasib masa depan umat manusia seluruhnya. Dengan demikian kita
dapat memahami permasalahan kloning manusia dan menempatkan diri kita pada
posisi yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan etis sehingga kita
dapat mengambil sikap yang sepantasnya sebagai manusia yang bermartabat dan
berbudaya.

1
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan kloning ?


2. Bagaimana Proses Kloning pada Manusia?
3. Bagaimana kloning menurut pandangan dari berbagai agama ?
4. Apa manfaat kloning ?
5. Apa dampak dari kloning ?

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah berdasarkan rumusan masalah diatas adalah


sebagai berikut :

1. Menjelaskan definisi kloning.


2. Menjelaskan bagaimana proses kloning pada Manusia.
3. Menjelaskan bagaimana kloning menurut pandangan berbagai agama.
4. Menjelaskan manfaat dari penerapan kloning.
5. Menjelaskan dampak dari kloning.

BAB II

PEMBAHASAN

2
2.1 DEFINISI KLONING

Kloning adalah teknik memproduksi duplikat yang identik secara genetis


dari suatu organisme. Jadi klon adalah keturunan aseksual dari individu tunggal.
Setelah keberhasilan kloning domba bernama dolly pada tahun 1997, para ilmuan
berpeendapat bahwa tidak lama lagi, kloning manusia akan menjadi kenyataan.
Kloning manusia hanya membutuhkan pengambilan sel somatis (sel tubuh)–
bukan sel reproduktif (seperti sel telur atau sperma) dari seseorang, kemudian
DNA dari sel itu diambil dan ditransfer ke dalam sel telur seorang wanita yang
belum dibuahi, yang sudah dihapus semua karakteristik genetisnya dengan cara
membuang inti sel (yakni DNA) yang ada dalam sel telur itu. Kemudian, arus
listrik dialirkan pada sel telur itu untuk mengelabuinya agar merasa telah dibuahi
sehingga ia mulai membelah. Sel yang sudah dibuahi ini kemudian ditanam ke
dalam rahim seorang wanita yang ditugaskan sebagai ibu pengandung.

2.2 PROSES KLONING PADA MANUSIA

3
Sebuah sel telur yang belum dibuahi, diambil dari isteri yang mengalami
gangguan infertilisasi kemudian inti sel beserta DNA-nya disedot keluar sehingga
yang tersisa hanyalah sebuah sel telur kosong tanpa nekleus (enucleated oocyte)
namun tanpa memiliki segala perlengkapan sel telur yang di perlukan untuk
menghasilkan sebuah janin. Setelah mendapatkan enucleated oocyte, diambillah
sebuah sel somatik dari suami. Metodenya, dapat dilakukan melalui aseksual
fertilisasi tidak dilakukan menggunakan sperma, melainkan hanya sebuah sel
telur. Karenanya, bila pada kloning seksual genetik anak berasal dari kedua orang
tuanya, maka pada kloning aseksual genetik anak sama dengan genetik
penyumbang sel somatik. Dengan menggunakan teknik SCNT (Somatik Cell
Nuclear Transfer) . Sel somatik tersebut ditransfer ke dalam sel telur yang diambil
dari isterinya. Untuk mendapatkan embrio konstruksi yang diploid ,sel telur harus
direkonstruksi dengan cara mentransfer sel somatik (2n) ke dalam enucleated
oocyte . Proses enukleasi sel telur dapat dilakukan secara mekanik menggunakan
teknik mikromanipulasi . Sedangkan, proses introduksi sel donor dapat dilakukan
dengan teknik mikroinjeksi . Keberhasilan proses aktivasi embrio konstruksi
secara kimiawi atau mekanik mengakibatkan terjadinya proses pembelahan
sampai ke tahap blastosit. Keberadaan cytochalasin pada medium kultur bertujuan
untuk menghambat sitokinesis atau pembelahan sel sehingga dapat dihasilkan
klon embrio diploid. Kemudian embrio yang berbentuk blastosit berumur sekitar 6
hari diimplankan ke rahim istri sampai pada proses melahirkan.

2.3 KLONING BERDASARKAN PANDANGAN BERBAGAI AGAMA

4
1) KLONING BERDASARKAN PANDANGAN AGAMA ISLAM
Hukum kloning dalam pandangan Islam sangat jelas, yang diambil dari
dalil-dalil qiyas dan itjihat. Belakangan ini telah berkembang satu teknologi baru
yang mampu memduplikasi makhluk hidup dengan sama persis, teknologi ini
dikenal dengan nama teknologi kloning. Kloning adalah teknik membuat
keturunan dengan kode genetik yang sama dengan induknya pada makhluk hidup
tertentu baik berupa tumbuhan, hewan, maupun manusia. Kloning telah berhasil
dilakukan pada tanaman sebagaimana pada hewan belakangan ini, kendatipun
belum berhasil dilakukan pada manusia. Tujuan kloning pada tanaman dan hewan
pada dasarnya adalah untuk memperbaiki kualitas tanaman dan hewan,
meningkatkan produktivitasnya, dan mencari obat alami bagi banyak penyakit
manusia terutama penyakit-penyakit kronis guna menggantikan obat-obatan
kimiawi yang dapat menimbulkan efek samping terhadap kesehatan manusia.
Upaya memperbaiki kualitas tanaman dan hewan dan meningkatkan
produktivitasnya tersebut menurut syara’ tidak apa-apa untuk dilakukan dan
termasuk aktivitas yang mubah hukumnya. Demikian pula memanfaatkan
tanaman dan hewan dalam proses kloning guna mencari obat yang dapat
menyembuhkan berbagai penyakit manusia terutama yang kronis adalah kegiatan
yang dibolehkan Islam, bahkan hukumnya sunnah (mandub), sebab berobat
hukumnya sunnah. Begitu pula memproduksi berbagai obat-obatan untuk
kepentingan pengobatan hukumnya juga sunnah. Oleh karena itu, dibolehkan
memanfaatkan proses kloning untuk memperbaiki kualitas tanaman dan
mempertinggi produktivitasnya atau untuk memperbaiki kualitas hewan seperti
sapi, domba, onta, kuda, dan sebagainya. Juga dibolehkan memanfaatkan proses
kloning untuk mempertinggi produktivitas hewan-hewan tersebut dan
mengembangbiakkannya, ataupun untuk mencari obat bagi berbagai penyakit
manusia, terutama penyakit-penyakit yang kronis.

5
Oleh karena itu tidak salah jika Majma' al-Buhûts al-Islâmiyyah yang
berpusat di Kairo Mesir mengeluarkan fatwa akan bolehnya memanfaatkan
teknologi kloning terhadap tumbuh-tumbuhan atau hewan asalkan memiliki daya
guna (bermanfaat) bagi kehidupan manusia. Hal ini didasarkan pada prinsip
bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini diciptakan untuk kesejahteraan
manusia. Apalagi jika kita memanfaatkan proses kloning ini untuk jelas-jelas
untuk memperbaiki kualitas tanaman dan mempertinggi produktivitasnya atau
untuk memperbaiki kualitas hewan. Selain itu juga dibolehkan memanfaatkan
proses kloning untuk mempertinggi produktivitas hewan-hewan tersebut dan
mengembangbiakannya, ataupun untuk mencari obat bagi berbagai penyakit
manusia, terutama penyakit-penyakit yang kronis.
Adapun kloning manusia adalah teknik membuat keturunan dengan kode
genetik yang sama dengan induknya yang berupa manusia. Hal ini dapat
dilakukan dengan cara mengambil sel tubuh (sel somatik) dari tubuh manusia,
kemudian diambil inti selnya (nukleusnya), dan selanjutnya ditanamkan pada sel
telur (ovum) wanita yang telah dihilangkan inti selnya dengan suatu metode yang
mirip dengan proses pembuahan atau inseminasi buatan. Dengan metode
semacam itu, kloning manusia dilaksanakan dengan cara mengambil inti sel dari
tubuh seseorang, lalu dimasukkan ke dalam sel telur yang diambil dari seorang
perempuan. Lalu dengan bantuan cairan kimiawi khusus dan kejutan arus listrik,
inti sel digabungkan dengan sel telur. Setelah proses penggabungan ini terjadi, sel
telur yang telah bercampur dengan inti sel tersebut ditransfer ke dalam rahim
seorang perempuan, agar dapat memperbanyak diri, berkembang, berdiferensiasi,
dan berubah menjadi janin sempurna. Setelah itu keturunan yang dihasilkan dapat
dilahirkan secara alami. Keturunan ini akan berkode genetik sama dengan
induknya, yakni orang yang menjadi sumber inti sel tubuh yang telah ditanamkan
pada sel telur perempuan.

6
Ardi (2013) menjelaskan bahwa melihat fakta kloning manusia secara
menyeluruh, syari’at Islam mengharamkan kloning terhadap manusia, dengan
argumentasi sebagai berikut.
Pertama, anak-anak produk proses kloning dihasilkan melalui cara yang
tidak alami (percampuran antara sel sperma dan sel telur). Padahal, cara alami
inilah yang telah ditetapkan oleh syariat sebagai sunatullah menghasilkan anak-
anak dan keturunannya. Allah SWT berfirman:
‫ثوأثنذهه ثخلث ث‬
َ‫ق اَلذزنوثجنينن اَلذذثكثر ثواَلننثثى‬
‫نمنن نه ن‬
َ‫طفثةة إنثذاَ تهنمثنى‬
“Dan bahwasannya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan laki-laki dan
perempuan dari air mani apabila dipancarkan”(AQS. An-Najm: 45-46).
Dalam ayat lain dinyatakan pula,
‫ك نه ن‬
َ‫طفثةة نمنن ثمننيي يهنمثنى‬ ‫أثلثنم يث ه‬
‫ثهذم ثكاَثن ثعلثقثةة فثثخلث ث‬
َّ‫ق فثثسذوى‬
“Bukankah dia dahulu setetes mani yag ditumpahkan (ke dalam rahim),
kemudian mani itu menjadi segumpal darah, lalu Allah menciptakannya dan
menyempurnakannya. Lalu Allah menjadikan daripadanya sepasang laki-laki dan
perempuan.” (AQS. Al-Qiyâmah: 37-38).
Kedua, anak-anak produk kloning dari perempuan-tanpa adanya laki-laki
tidak akan memunyai ayah. Anak produk kloning tersebut jika dihasilkan dari
proses pemindahan sel telur-yang telah digabungkan dengan inti sel tubuh ke
dalam rahim perempuan yang bukan pemilik sel telur, tidak pula akan memunyai
ibu sebab rahim perempuan yang menjadi tempat pemindahan sel telur tersebut
hanya menjadi penampung (mediator).

7
Oleh karena itu, kondisi ini sesungguhnya telah bertentangan dengan
firman Allah SWT:
‫س إنذناَ ثخلثنقناَهكنم نمنن ثذثكةر ثو أهننااثىَ ثو ثجثعَنلناااَهكنم هشااهعَوباَ ة ثو ثقبَاَئنااثل لنتثعَاااَثرهفواَ إنذن أثنكثرثمهكاانم نعننااثد ذ‬
‫اناا‬ ‫ياَ أثيَيثهاَ اَلذناَ ه‬
‫اث ثعنليرم ثخنبَيرر‬ ‫أثنتقاَهكنم إنذن ذ‬
“Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-
laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa–bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang
paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara
kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (AQS. Al-
Hujurât: 13)

Juga bertentangan dengan firman-Nya yang lain,


‫اَندهعوههنم نلثباَئننهنم ههثو أثنقثسطه نعننثد ذ‬
‫ان ْ فثإ ننن لثنم تثنعَلثهمواَ آثباَثءههنم فثإ ننخثواَنههكنم نفي اَلددينن ثوثمثواَنليهكنم ْ ثولثني ث‬
َ‫س ثعلثنيهكنم هجنثاااَرح نفيثمااا‬
َ‫اه ثغهفوةراَ ثرنحيةما‬ ‫ت قههلوبههكنم ْ ثوثكاَثن ذ‬ ‫طأنتهنم بننه ثو للثنكنن ثماَ تثثعَذمثد ن‬
‫أثنخ ث‬
“Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama
bapak-bapak mereka; Itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak
mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggilah mereka sebagai) saudara-
saudaramu seagama dan maula-maulamu [Maula-maula ialah: seorang hamba
sahaya yang sudah dimerdekakan atau seorang yang telah dijadikan anak angkat,
seperti Salim anak angkat Huzaifah, dipanggil maula Huzaifah] dan tidak ada
dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya)
apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang (AQS. Al-Ahzâb : 5).

8
Ketiga, kloning manusia akan menghilangkan nasab (garis keturunan).
Padahal Islam telah mewajibkan pemeliharaan nasab. Ini berdasarkan hadis yang
diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah saw. telah
bersabda, “Siapa saja yang menghubungkan nasab kepada orang yang bukan
ayahnya, atau (seorang budak) bertuan (loyal/taat) kepada selain tuannya, maka
dia akan mendapat laknat dari Allah, para malaikat dan seluruh manusia.” (H.R.
Ibnu Majah).
Diriwayatkan pula dari Abu ‘Utsman An Nahri r.a. yang berkata, “Aku
mendengar Sa’ad dan Abu Bakrah masing-masing berkata, ‘Kedua telingaku
telah mendengar dan hatiku telah menghayati sabda Muhammad s.a.w., “siapa
saja yang mengaku-ngaku (sebagai anak) kepada orang yang bukan bapaknya,
padahal dia tahu bahwa orang itu bukan bapaknya, maka surga baginya haram.”
(H.R. Ibnu Majah).
Diriwayatkan pula dari Abu Hurairah r.a. bahwasannya tatkala turun ayat
li’an dia mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Siapa saja perempuan yang
memasukkan kepada suatu kaum nasab (seseorang) yang bukan dari kalangan
kaum itu, maka dia tidak akan mendapat apapun dari Allah dan Allah tidak akan
pernah memasukkannya ke dalam surga. Dan siapa saja laki-laki yang
mengingkari anaknya sendiri padahal dia melihat (kemiripan)nya, maka Allah
akan akan tertutup darinya dan Allah akan membeberkan perbuatannya itu
dihadapan orang-orang yang terdahulu dan kemudian (pada Hari Kiamat)” (H.R.
Ad-Darimi).
Kloning manusia yang bermotif memproduksi manusia-manusia unggul
dalam hal kecerdasan, kekuatan fisik, kesehatan, kerupawanan jelas
mengharuskan seleksi terhadap orang-orang yang akan dikloning, tanpa
memperhatikan apakah mereka suami-isteri atau bukan, sudah menikah atau
belum. Sel-sel tubuh itu akan diambil dari perempuan atau laki-laki yang terpilih.
Semua ini akan mengacaukan, menghilangkan dan membuat bercampur aduk
nasab.

9
Keempat, memproduksi anak melalui proses kloning akan mencegah
(baca: mengacaukan) pelaksanaan banyak hukum-hukum syara’ seperti hukum
tentang perkawinan, nasab, nafkah, hak dan kewajiban antara bapak dan anak,
waris, perawatan anak, hubungan kemahraman, hubungan ‘ashabah, dan banyak
lagi. Di samping itu, kloning akan mencampur-adukkan dan menghilangkan nasab
serta menyalahi fitrah yang telah diciptakan Allah untuk manusia dalam masalah
kelahiran anak. Konsekuensi kloning ini akan menjungkirbalikkan struktur
kehidupan masyarakat.
Professor Abdulaziz Sachedina of the University of Virginia, merujuk pada
ayat Al-Quran surat Al-Mukminun 12-14, bahwa ilmuwan yang mengadakan
kloning tidak mempercayai Allah adalah pencipta yang paling sempurna terhadap
makhluknya. Usaha mengkloning adalah usaha mengingkari kesempurnaan Allah.
.‫ثولثقثند ثخلثنقثناَ اَلننثساَثن نمنن هسلُلثةة نمنن نطيةن‬
‫ثهذم ثجثعَنلثناَهه نه ن‬
.‫طفثةة نفي قثثراَةر ثمنكيةن‬
‫ظاااَثم لثنحةماااَ ثهااذم أثننثشااأنثناَهه ثخنلقةاااَ آثخااثر‬
‫ظاَةماااَ فثثكثساانوثناَ اَنلنعَ ث‬ ‫ضثغةة فثثخلثنقثناَ اَنلهم ن‬
‫ضثغةث نع ث‬ ‫ثهذم ثخلثنقثناَ اَليَن ن‬
‫طفثةث ثعلثقثةة فثثخلثنقثناَ اَنلثعَلثقثةث هم ن‬
.‫اه أثنحثسهن اَنلثخاَلننقيثن‬ ‫ك ذ‬ ‫فثتثثبَاَثر ث‬

“Dan Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dari suatu saripati


(berasal) dari tanah. Kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang
disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu kami jadikan
segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dan
segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami
bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk)
lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik (AQS. Al-Mukminun:
12-14).

10
Hasil konferensi tahun 1997 oleh Islamic Fiqh mengemukakan pandangan
bahwa Allah adalah pencipta alam semesta, seminar ini menyimpulkan bahwa
Kloning manusia itu haram dan Kloning terhadap hewan itu halal, Kloning
terhadap manusia itu akan menimbulkan masalah komplek sosial dan moral.
M.Quraish Shihab dalam Zamroni (2007) menyatakan bahwa seperti yang
dikutip dalam Al-Islam dan iptek, bahwa Islam tidak pernah memisahkan
ketetapan ketetapan hukumnya dari moral. Sehingga dalam kasus kloning,
walaupun dalam segi akidah tidak melanggar ‘wilayah kodrat Ilahi’, namun
karena dari moral teknologi kloning dapat mengantar kepada pelecehan manusia,
maka dilarang lahir dari aspek ini. Dengan demikian, perlu disadari bahwa hal
ihwal tentang penciptaan (setiap yang hidup/bernyawa) adalah wilayah kekuasan
Tuhan yang sangat mustahil untuk dapat ditiru oleh ilmuan sejenius apapun,
kesadaran ini perlu ada dalam jiwa manusia untuk lebih bijaksana dalam
menjelajahi ilmu pengetahuan, atau paling tidak meminimalisir sikap coba-coba
yang akan menyebabkan organism dan gen atau bahan-bahan dasar lainnya
terbuang sia-sia atau dimatika begitu saja dengan unsur kesengajaan yang lebih
besar hanya demi tekologi.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam Musyawarah Nasional VI MUI di
Jakarta pada tahun 2000 telah menetapkan fatwa tentang kloning. Dalam fatwa
bernomor: 3/Munas VI/MUI/2000 itu para ulama menetapkan kloning terhadap
manusia dengan cara bagaimanapun yang dapat berakibat pada pelipatgandaan
manusia hukumnya adalah haram. Namun, para ulama membolehkan kloning
terhadap tumbuh-tumbuhan dan hewan. “Kloning terhadap tumbuh-tumbuhan
dan hewan hukumnya boleh (mubah) sepanjang dilakukan demi kemaslahatan
dan atau untuk menghindarkan hal-hal negatif,” demikian fatwa yang
ditandatangani Ketua MUI Prof. Umar Shihab itu. Dalam fatwanya, MUI
mewajibkan kepada semua pihak terkait untuk tidak melakukan atau mengizinkan
eksperimen atau praktik kloning terhadap manusia. MUI juga mewajibkan kepada
para ulama untuk senantiasa mengikuti perkembangan kloning serta
menyelenggarkan kajian-kajian ilmiah untuk menjelaskan hukumnya.

11
2) KLONING BERDASARKAN PANDANGAN AGAMA KRISTEN-
KATOLIK
Pandangan Kristen mengenai proses kloning manusia dapat ditelaah dalam
terang beberapa prinsip Alkitabiah. Pertama, umat manusia diciptakan dalam rupa
Allah, dan karena itu, bersifat unik. Kejadian 1:26-27 menegaskan bahwa manusia
diciptakan dalam rupa dan gambar Allah, dan bersifat unik dibandingan dengan
ciptaan-ciptaan lainnya.
Jelaslah bahwa itu adalah sesuatu yang perlu dihargai dan tidak
diperlakukan seperti komoditas yang dijual atau diperdagangkan. Sebagian orang
mempromosikan kloning manusia dengan tujuan untuk menciptakan organ
pengganti untuk orang-orang yang membutuhkan pengcangkokan namun tidak
dapat menemukan donor yang cocok.
Pemikirannya adalah mengambil DNA sendiri dan menciptakan organ
duplikat yang terdiri dari DNA itu sendiri akan sangat mengurangi kemungkinan
penolakan terhadap organ itu. Walaupun ini mungkin benar, masalahnya
melakukan hal yang demikian amat merendahkan kehidupan manusia. Proses
kloning menuntut penggunaan embrio manusia; dan walaupun sel dapat
dihasilkan untuk membuat organ yang baru, untuk mendapatkan DNA yang
diperlukan beberapa embrio harus dimatikan. Pada hakikatnya kloning akan
“membuang” banyak embrio manusia sebagai “barang sampah,” meniadakan
kesempatan untuk embrio-embrio itu bertumbuh dewasa.
Mengenai apakah klon memiliki jiwa, kita lihat kembali pada penciptaan
hidup. Kejadian 2:7 mengatakan, “Ketika itulah Tuhan Allah membentuk manusia
itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya;
demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup.” Inilah gambaran Allah
menciptakan jiwa manusia. Jiwa adalah siapa kita, bukan apa yang kita miliki (1
Korintus 15:45).

12
Banyak orang percaya bahwa hidup tidak dimulai pada saat pembuahan
dengan terbentuknya embrio, dan karena itu embrio bukan betul-betul manusia.
Alkitab mengajarkan hal yang berbeda. Mazmur 139:13-16 mengatakan, “Sebab
Engkaulah yang membentuk buah pinggangku, menenun aku dalam kandungan
ibuku. Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib; ajaib
apa yang Kaubuat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya. Tulang-tulangku tidak
terlindung bagi-Mu, ketika aku dijadikan di tempat yang tersembunyi, dan aku
direkam di bagian-bagian bumi yang paling bawah; mata-Mu melihat selagi aku
bakal anak, dan dalam kitab-Mu semuanya tertulis hari-hari yang akan dibentuk,
sebelum ada satupun dari padanya”.
Selanjutnya, Yesaya 49:1-5 berbicara mengenai Allah memanggil Yesaya
untuk melayani sebagai nabi ketika dia masih berada dalam kandungan ibu.
Yohanes Pembaptis juga dipenuhi dengan Roh Kudus ketika dia masih berada
dalam kandungan (Lukas 1:15). Semua ini menunjuk pada pendirian Alkitab
bahwa hidup dimulai pada saat pembuahan. Dalam terang ini, kloning manusia,
bersama dengan dirusaknya embrio manusia, tidaklah sejalan dengan pandangan
Alkitab mengenai hidup manusia.
Lebih dari itu, apabila manusia diciptakan, tentulah ada Sang Pencipta,
dan karena itu manusia tunduk dan bertanggung jawab kepada Sang Pencipta itu.
Sekalipun pandangan umum – pandangan psikologi sekuler dan humanistik – mau
orang percaya bahwa manusia tidak bertanggung jawab kepada siapapun kecuali
dirinya sendiri, dan bahwa manusia adalah otoritas tertinggi, Alkitab mengajarkan
hal yang berbeda. Alkitab mengajarkan bahwa Allah menciptakan manusia, dan
memberi manusia tanggung jawab atas bumi ini (Kejadian 1:28-29 dan Kejadian
9:1-2). Tanggung jawab ini adalah akuntabilitas kepada Allah. Manusia bukan
penguasa tertinggi atas dirinya dan karena itu dia tidak dalam posisi untuk
membuat keputusan sendiri mengenai nilai hidup manusia. Ilmu pengetahuan juga
bukan otoritas yang menentukan etis tidaknya kloning manusia, aborsi, atau
eutanasia.

13
Menurut Alkitab, Allah adalah satu-satuNya yang memiliki hak kedaulatan
mutlak atas hidup manusia. Berusaha mengontrol hal-hal sedemikian adalah
menempatkan diri pada posisi Allah.Jelaslah bahwa manusia tidak boleh
melakukan hal demikian. Kalau kita melihat manusia semata-mata sebagai salah
satu ciptaan dan bukan sebagai ciptaan yang unik, dan manusia adalah ciptaan
yang unik, maka tidak sulit untuk melihat manusia tidak lebih dari peralatan yang
perlu dirawat dan diperbaiki. Namun kita bukanlah sekedar kumpulan molekul
dan unsur-unsur kimia. Alkitab dengan jelas mengajarkan bahwa Allah
menciptakan setiap kita dan memiliki rencana khusus untuk setiap kita. Lebih lagi,
Dia menginginkan hubungan pribadi dengan setiap kita, melalui Anak-Nya, Yesus
Kristus. Sekalipun ada aspek-aspek kloning manusia yang mungkin bermanfaat,
umat manusia tidak punya kontrol terhadap arah perkembangan teknologi kloning.
Adalah bodoh kalau beranggapan bahwa niat baik akan mengarahkan penggunaan
kloning. Manusia tidak dalam posisi untuk menjalankan tanggung jawab atau
memberi penilaian yang harus dilakukan untuk mengatur kloning manusia.

3) KLONING BERDASARKAN PANDANGAN AGAMA HINDU


Ajaran agama Hindu memandang bahwa setiap orang hendaknya dapat
meningkatkan dirinya dengan memperdalam ilmu pengetahuan. Seseorang yang
memiliki ilmu pengetahuan dapat menganalisa dengan tajam segala sesuatu yang
dihadapi melalui kekuatan intelektual yang dimilikinya. Mengembangkan ilmu
pengetahuan dan meningkatkan ketajaman intelektual dan kecerdasan
diamanatkan dalam Kitab Suci Weda. Demikian pula mengasah ketajaman
intelektual bagaikan memiliki mata yang ketiga. Atas dasar sabda Tuhan Yang
Maha Esa inilah merupakan kewajiban bagi umat manusia untuk mengembangkan
ilmu pengetahuan dan kecerdasan untuk kesejahteraan dan kebahagaiaan umat
manusia.

Pada ajaran Hindu dikenal adanya Dewi Saraswati, sebagai perwujudan


Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa), yang melambangkan ilmu pengetahuan

14
dan kebijaksanaan, yang memberikan kebahagiaan dan kesejahteraan material dan
spiritual. Oleh karena itu pengembangan ilmu pengetahuan hendaknya tidak
mengorbankan nilai-nilai kemanusiaan, moral, etika dan spiritual. Ini berarti
bahwa menurut ajaran Agama Hindu, ilmu pengetahuan tidak bebas nilai, harus
memperhatikan nilai-nilai moralitas dan etika. Ilmu pengetahuan akan mempunyai
makna bila senantiasa berlandaskan nilai moral, etika serta spiritual. Ilmu
pengetahuan dan teknologi tidak boleh dilepaskan dari frame ajaran moral, etika,
dan spiritual (Badan Pembinaan Hukum Nasional, 2012).
Munculnya teknologi kloning hendaknya juga diarahkan untuk tujuan
mensucikan dan meningkatkan moral, etika dan spiritual umat manusia. Cerita-
cerita mitos keagamaan pada masa lalu meenggambarkan proses kloning dan
rekayasa genetika. Di dalam cerita Mahabarata digambarkan kelahiran Kurawa
yang dapat diinterpretasikan sebagai kloning. Kurawa yang berjumlah seratus
orang berasal dari gumpalan darah yang dieram kemudian berubah menjadi
manusia dengan sifat-sifat raksasa yang buas.
Dalam Kitab Puruna ditemukan cerita-cerita keagamaan kuno yang
menggambarkan lahirnya monster-monster hasil rekayasa genetika. Dalam
kekawain Bhomantaka diceriterakan tentang raksasa (monster) bernama Bhoma
yang dilahrkan karena perkawinan Visnu dengan Pertiwi. Akibat perkawinan ini
lahirlah monster raksasa yang sangat menakutkan yang kemudian menghancurkan
bumi dan surga. Monster ini kemudian berhasil dimisnahkan oleh Kresna. Secara
normal pengembangan jenis atau keturunan, masingmasing organisme oleh Tuhan
telah ditetapkan suatu rancangan pembiakan melalui rahim (jiwaja) melalui
bertelur (andaja) melalui biji (udbija) dan dengan panas (swedaja).

Selengkapnya diuraikan sebagai berikut: (Pudja & Sudharta, Tanpa


tahun).
Pacawacca mrgacaiwa

15
Wyataccobbayatodatah
Raksamsi ca picacacca
Manusyacca jarayujah
(Manu Smerti: I, 43)
“Binatang ternak, kijang, binatang pemakan daging yang bergigi dua baris,
raksasa dan manusia lahir dari kandungan”.
Armajah pakasinah sarpa
Nakramatsyacca kaccapah
Yani caiwam prakarani
Sthalajonyadakani ca
(Manu Smerti: I.44)
“Dari telur lahirlah burung-burung, ular, buaya, ikan, kura-kura, dan binatang lain
yang hidup di darat dan yang hidup di air”.
Swedajam damcamacakam
Yukamaksikamatkunam
Usmanaccopajayante
Yaccanyatkimciditrcam
(Manu Smerti: I.45)
“Demikian pula insek berlendir panas, insek penyengat dan penggigit, kutu-kutu
busuk dan semua jenis insek lahir karena panas”.
Udbhijjah sthawarah sarwe
Bijakandaprarohinah
Osadhyah phalapkanta
Bahu puspa phalopagah
(Manu Smerti: I. 46)
“Semua jenis tanaman, baik yang tumbuh dari biji atau dari tepung sari, yang
tumbuh dari putik, demikian pula tumbuh tumbuhan musiman yang berbunga dan
berbuah banyak mati setelah lewat musim berbuah”.

Tuhan menciptakan manusia berpasang-pasangan sebagai lelaki dan


perempuan untuk dapat mengembangakan keturunan. Untuk menjadi ibu, wanita

16
itulah yang diciptakan dan untuk menjadi ayah laki-laki itulah yang diciptakan,
karena itu upacara agama ditetapkan dalam Wedda untuk dilaksanakan oleh suami
bersama istri (manu Smerti: IX.96)
Dari kutipan sloka-sloka itu terkandung isyarat dan prasyarat yang harus
diperhatikan dalam usaha mengembangkan keturunan, yaitu: Pertama, kelahiran
manusia sebagai lelaki atau perempuan adalah kodrat. Hidup yang baik adalah
hidup yang sesuai dengan kodrat itu sendiri yang sifatnya niscaya. Hidup yang
sesuai dengan kodrat adalah hidup yang baik karena dapat ikut ambil bagian
dalam rencana Tuhan. Kedua, untuk membentuk keluarga dengan maksud supaya
ada keturunan, wajib menempuh samsara wiwaha yang telah ditetapkan dalam
Weda. Diluar itu dianggap tidak sah. Ketiga, kodrat manusia untuk
mengembangbiakkan keturunan melalui proses kehamilan (rahim).
Kloning tidak lepas dari proses seleksi, hal ini berarti akan mengorbankan
fetus hasil kloning yang tidak mempunyai kualitas yang baik. Seperti yang telah
dikemukakan sebelumnya bahwa sejak terjadi pertemuan antara sonita dan sukra
maka sejak itulah telah ada kehidupan. Kegiatan seleksi dengan meniadakan fetus-
fetus tersebut berarti melakukan pembunuhan. Hal ini sangat bertentangan dengan
ajaran agama Hindu. Salah satu alasan yang dikemukakan oleh para ilmuwan
yang bermaksud melakukan kloning manusia adalah untuk menolong pasangan
suami istri yang mengalami kesulitan mendapatkan keturunan secara alami
maupun secara in vitro. Tidak dapat disangkal keberadaan anak di dalam suatu
keluarga merupakan suatu hal yang penting. Kitab Weda pun juga menjelaskan
betapa pentingnya keberadaan anak di dalam suatu keluarga.

Beberapa sloka menunjukkan hal tersebut, yaitu antara lain:


Yad apipesa mataram
Putrah pramudito dhayan

17
Etat tad agne amrno bhawami
(Yayurweda XIX.11)
“Sang Hyang Agni, Kami bebas dari hutang setelah seorang putra lahir pada kami
yang menghisap payudara ibunya dengan riang gembira dan menginjak-injak
tubuh ibunya itu”.

Acchmam tantum anu sam tarema


(Atharweda VI.122.1)
“Kita dapat menyeberangi lautan kehidupan dengan memelihara garis
keturunan/melahirkan putra saputra”.

Namun demikian hal tersebut tidak dapat dijadikan alasan pembenar bagi
kegiatan kloning manusia. Karena pada hakekatnya mempunyai keturunan bukan
satu-satunya tujuan perkawinan. Menurut ajaran agama Hindu tujuan perkawinan
adalah meliputi dahrmasampatti (bersama suami istri mewujudkan pelaksanaan
dharma), praja (melahirkan keturunan) dan rati (menikmati kehidupan seksual dan
kepuasan indria lainnya). Jadi tujuan utama dalam perkawinan adalah
melaksanakan dharma.
(Badan Pembinaan Hukum Nasional, 2012).

4) KLONING BERDASARKAN PANDANGAN AGAMA BUDDHA

18
Buddhisme menyatakan bahwa sel-sel tubuh tak dianggap sebagai
makhluk hidup. Yakni, tidak dikenal bahwa masing-masing sel, jaringan, maupun
organ di tubuh kita itu memiliki unsur batiniah (Pali: nama). Jadi sel ovum dan
sperma bukanlah termasuk makhluk hidup yang memiliki kesadaran. Tetapi
setelah terjadinya pembuahan (bersatunya ovum dan sperma), maka terbentuklah
secara perlahan-lahan sel-sel yang akan tumbuh menjadi fetus melalui proses yang
dikenal sebagai embryogenesis. Bayi yang lahir tersebut memiliki unsur batiniah
(nama) dan fisik (rupa).
Badan Pembinaan Hukum Nasional (2012) menjelaskan pada therapeutic
cloning (kloning jaringan dan organ), stem cell terbentuk sekitar 4-5 hari setelah
pembuahan (fertilization). Dalam tahap ini, tidak ditemukan bukti-bukti adanya
kesadaran. Karena kesadaran sangat erat hubungannya dengan sistem syaraf,
yakni tanpa sistem syaraf kesadaran kita tak akan berfungsi, maka patut kita teliti
kapan mulai terbentuknya sistem syaraf dalam proses embryogenesis ini. Proses
terbentuknya sistem syaraf dalam embryogenesis dikenal sebagai neurulation, dan
prosesnya dimulai sekitar minggu ketiga setelah pembuahan (Ref: Am J Med
Genet C Semin Med Genet, 135C(1): 2-8). Ini adalah saat yang paling awal
embryo tersebut dapat dikatakan memiliki sistem syaraf. Saat ini sistem syarafnya
masih baru saja mulai terbentuk, dan tentunya masih jauh dari selesai. Oleh
karena alasan inilah, maka tahap embryogenesis di hari 4-5 post-fertilization itu
masih belum dapat tergolong sebagai makhluk hidup. Dan pengambilan stem cell
dari tahap embryogenesis ini seharusnya tak dianggap sebagai pembunuhan
karena belum dapat tergolong sebagai makhluk hidup, yakni belum terdapat bukti
telah terbentuknya kesadaran. Dari argumen ini, maka therapeutic cloning,
andaikata saja dilakukan di minggu pertama pembuahan, tak dapat disebut sebagai
pembunuhan. Dengan sendirinya, praktek therapeutic cloning seharusnya tidak
dianggap bertentangan dengan etika Buddhis
(Badan Pembinaan Hukum Nasional, 2012).

Menanggapi reproductive cloning, buddhisme berpendapat bahwa


munculnya/terbentuk nya makhluk hidup bukanlah berasal dari hasil ciptaan, akan

19
tetapi berasal dari kegelapan batin (Ref: Samyutta Nikaya 12.2). Karena
kegelapan batin inilah, makhluk bertumimba lahir. Dengan lenyapnya kegelapan
batin ini, maka lenyap juga tumimba lahir ini. Di sini tidak dikenal adanya ‘ego’
(roh, inti, keabadian mutlak), dan makhluk hidup terus bertumimba lahir
dikarenakan kegelapan batin ini. Ajaran ini dikenal juga sebagai hukum sebab
akibat (Pali: paticcasamupada) , yakni terbentuknya segala sesuatu adalah karena
adanya penyebab. Dengan berakhirnya penyebab tersebut, maka berakhir pula
akibatnya. Oleh karena itu, konsep reproductive cloning tidak dapat dikatakan
bertentangan dengan ajaran Buddha.
Kloning sebenarnya bukanlah proses ilmiah yang aneh dalam pandangan
Buddisme karena Buddhisme selalu memandang segala sesuatu sebagai rantaian
sebab akibat. Proses cloning hanya dapat berhasil setelah ilmuwan mengerti sebab
akibatnya, yakni embryo dapat terbentuk dari hasil pembelahan sel ovum yang
bernucleus diploid (2 set kromosom). Dengan menyediakan kondisi yang cocok
untuk perkembangan embryo, maka tak heran bayi akan terbentuk. Jadi bila
kondisi yang tepat ada, maka akan bersatulah unsur batiniah (nama) dan fisik
(rupa) yang kemudian akan lahir menjadi seorang bayi. Walau dalam aspek
filsafat, reproductive cloning tak bertentangan dengan ajaran Buddha, akan tetapi
dalam aspek pragmatic, reproductive cloning masih mengalami banyak
permasalahan teknis.

Banyak bukti-bukti yang menunjukan bahwa clone memiliki abnormalitas


yang belum jelas penyebabnya. Ilmuwan berpendapat bahwa inti sel yang diambil
dari induk tersebut mungkin tak optimal untuk dipakai dalam kloning karena

20
semakin pendeknya telomer (ujung DNA akan menjadi semakin pendek setiap
kali sel membelah diri). Banyak clone yang tak dapat hidup sepanjang usia induk
mereka. Maka ilmuwan seharusnya memikul tanggung jawab yang berat ini, dan
seharusnya reproductive cloning tidak dipraktekkan, apalagi dalam skala besar,
sampai setelah permasalahan teknis ini telah dapat ditanggani. Tetapi tentunya
untuk menanggani permasalahan teknis ini diperlukan percobaan, eksperimen
(Badan Pembinaan Hukum Nasional, 2012).

2.4 MANFAAT KLONING

1. Mengobati penyakit
Teknologi kloning dapat membantu manusia dalam menemukan obat
kanker, menghentikan serangan jantung, membentuk tulang, lemak,
jaringan penyambung atau tulang rawan yang cocok untuk pasien dan
penyembuhan bedah.
2. Infertilitas
Kloning pada manusia dapat memecahkan masalah ketidaksuburan pada
organ reproduksi manusia, tetapi akan dibutuhkan banyak embrio yang
digunakan sebagai percobaan untuk menghasilkan satu embrio yang
berkualitas yang akan ditanam di rahim calon pengandung. Penghancuran
embrio-embrio tersebut dapat dikatakan sebagai tindak kejahatan.
3. Ada sebuah optimisme bahwa kloning dapat menghambat proses penuaan.
4. Sel-sel dapat dikloning dan diregenerasi untuk menggantikan jaringann-
jaringan tubuh yang rusak, misalnya urat syaraf dan jaringan otot.
5. Teknologi kloning dapat mengatasi penyakit keturunan, Akan tetapi
apabila dilakukan pengujian tentang ada tidaknya penyakit keturunan pada
janin hasil kloning guna menghancurkan janin yang terdeteksi
mengandung penyakit tersebut, dapat melanggar hak hidup manusia.
6. Organ – organ untuk transplantasi
Ada kemungkinan bahwa kelak manusia dapat mengganti jaringan
tubuhnya yang terkena penyakit dengan jaringan tubuh embrio hasil
kloning, atau menggani organ tibuhnya yang rusak dengan organ tubuh
manusia hasil kloning.

21
2.5 DAMPAK KLONING

1. Merusak peradaban manusia.

2. Memperlakukan manusia sebagai objek.

3. Jika kloning dilakukan manusia seolah seperti barang mekanis yang bisa
dicetak semaunya oleh pemilik modal, hal ini akan mereduksi nilai-nilai
kemanusiaan yang dimiliki oleh manusia hasil kloning.

4. Kloning akan menimbulkan perasaan dominasi dari suatu kelompok tertentu


terhadap kelompok lain. Kloning biasanya dilakukan pada manusia unggulan yang
memiliki keistimewaan dibidang tertentu. Tidak mungkin kloning dilakukan pada
manusia awam yang tidak memiliki keistimewaan. Misalnya kloning Einstein,
kloning Beethoven maupun tokoh-tokoh yang lain. Hal ini akan menimbulkan
perasaan dominasi oleh manusia hasil kloning tersebut sehingga bukan suatu
kemustahilan ketika manusia hasil kloning malah menguasai manusia sebenarnya
karena keunggulan mereka dalam berbagai bidang.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari hasil pembahasan makalah di atas dapat diambil beberapa kesimpulan
antara lain:

22
 Menurut pandangan agama islam teknologi kloning boleh diterapkan
pada hewan dan tumbuhan apabila tujuannya untuk kebermanfaatan.
Akan tetapi pada manusia, teknologi kloning haram untuk diterapkan
karena dapat melanggar hakikat penciptaan manusia.

 Dalam pandangan agama kristen-katolik dan hindu penerapan


teknologi kloning pada manusia juga tidak sejalan dengan ajaran
agama tersebut hal itu karena teknologi kloning pada manusia tidak
sesuai dengan moral dan etika kemanusiaan.

 Dalam pandangan Agama Buddha, penerapan teknologi kloning ada


manusia tidak bertentangan dengan ajaran agama tersebut karena pada
jaran Buddha Kloning sebenarnya bukanlah proses ilmiah yang aneh,
Buddhisme selalu memandang segala sesuatu sebagai rantaian sebab
akibat. Proses cloning hanya dapat berhasil setelah ilmuwan mengerti
sebab akibatnya, yakni embryo dapat terbentuk dari hasil pembelahan
sel ovum yang bernucleus diploid (2 set kromosom). Dengan
menyediakan kondisi yang cocok untuk perkembangan embryo, maka
tak heran bayi akan terbentuk. Jadi bila kondisi yang tepat ada, maka
akan bersatulah unsur batiniah (nama) dan fisik (rupa) yang kemudian
akan lahir menjadi seorang bayi.

3.2 Saran

Menurut pendapat penulis, sebaiknya kita sebagai umat beragama


mengikuti perintah agama kita masing-masing, meskipun mengikuti
perkembangan teknologi itu penting, kita juga harus dapat memilah-milah mana
teknologi yang bermanfaat dan sesuai dengan aturan agama maupun negara dan
mana teknologi yang melanggar hakikat kehidupan manusia.

23
DAFTAR PUSTAKA

Haffandi,Linda. Dalam jurnal kesehatan “Kloning Berdasarkan Sudut Pandang


Lima Agama “ url : http://linda-haffandi.blogspot.co.id/2013/11/kloning-
berdasarkan-sudut-pandang-lima.html diakses 13 September 2016 pukul 18.45
WIB.

digilib.uinsby.ac.id/8542/6/bab3.pdf. diakses pada 16 September 2016 pukul


10.57

24
Ebrahim, Abul F.M., 2007. Kloning, Eutanasia, Transfusi Darah, Transplantasi
Organ, dan Eksperimen pada Hewan. Serambi

25

Anda mungkin juga menyukai