Anda di halaman 1dari 42

Mikrobiologi Pengolahan dan

Keamanan Makanan
Berita Keracunan Makanan
Dalam Negeri dan Luar Negeri

Oleh:

Atika Azmi Purnama ( 5515141229 )


Dosen:
Dr. Ridawati, S. TP, M.Si

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TATA BOGA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2016

BERITA KERACUNAN MAKAN DALAM NEGERI


1.
Makan Nasi di Syukuran Bupati, Puluhan Warga Keracunan
Tampak korban keracunan saat dirawat di rumah sakit.(Wahyu Sikumbang/iNews TV)
BUKITTINGGI - Diduga keracunan, puluhan warga di Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat dilarikan
ke rumah sakit umum setempat.
Para korban menderita mual-mual dan sakit perut tak lama setelah menyantap nasi bungkus yang
dibagikan saat acara syukuran pesta rakyat bupati terpilih Kabupaten Pasaman.
Hasnah, warga Lubuk Sikaping, Kabupaten Pasaman yang merupakan salah satu korban keracunan
saat berada di ruang IGD RSUD Lubuk Sikaping mengaku menderita pusing dan terus mual.
Menurut Efendi yang juga suami korban sebelumnya ia bersama korban mendapatkan nasi bungkus
gratis yang dibagikan panitia saat menghadiri pesta rakyat di halaman Kantor Bupati Lubuk Sikaping,
Sabtu 26 Maret 2016 siang.
Sesampai di rumah malam harinya korban mengeluh sakit perut dan pusing tak lama kemudian
korban mual-mual hingga belasan kali karena sakitnya tak kunjung sembuh korban langsung dibawa
ke rumah sakit.
"Saya sendiri juga ikut makan, tapi yang saya makan lauknya goreng ikan, kalau yang banyak sakit
itu makan telur. Istri saya juga makan yang lauknya telur itu, sampai di rumah dia kan sedang
menyusui jadi belum dia makan, sorenya baru dia makan nasi itu, siap magrib baru terasa mual,"
katanya.
Kasus dugaan keracunan ini kini dalam penyelidikan kepolisian setempat. Kasat Reskrim Polres
Pasaman AKP Syaiful Zubier menyebutkan dari hasil penyelidikan sementara rata-rata korban yang
keracunan adalah warga yang memakan nasi bungkus dengan sambal telur ayam.
syaiful memperkirakan korban keracunan akan terus bertambah, pasalnya pesta rakyat syukuran
bupati terpilih di halaman bupati sabtu lalu dihadiri puluhan ribu warga.
Jumlah makanan nasi bungkus dan makanan ringan yang dibagikan oleh panitia mencapai 17 ribu
bungkus.
"Diduga banyaknya makanan dan penyajian seadanya yang dibagikan kepada warga tanpa dilakukan
pemeriksaan terlebih dahulu menjadi penyebab keracunan," pungkasnya.

2.
Puluhan Bocah di OKU Keracunan Bakso Bakar
KOTA BATURAJA - Sebanyak 36 anak berusia 3 hingga 12 tahun keracunan setelah mengonsumsi
bakso yang diedarkan keliling di Dusun I-IV Desa Kepayang, Kecamatan Peninjauan, Ogan Komering
Ulu (OKU), Sumatera Selatan, Sabtu (26/3/2016).
Informasi yang dihimpun KORAN SINDO PALEMBANG, para balita dan anak-anak warga yang
gemar mengonsumsi bakso bakar menyerbu Nur (38), pedagang bakso bakar. Namun, bukan
kenikmatan dan rasa kenyang yang dirasakan.
Seusai mengonsumsi bakso bakar, para balita dan anak-anak usia sekolah dasar (SD) mengalami
muntah-muntah serta sering buang air besar. Atas kondisi tersebut, para orangtua didampingi
pemerintah desa membawa anak mereka ke rumah sakit. Ada juga yang hanya dirawat di puskesmas
setempat.
"Kejadian sekitar pukul 15.00 WIB, tukang bakso keliling tersebut mangkal di Desa Kepayang.
Berdasarkan laporan awal ada 34 anak-anak dan balita yang keracunan. Tetapi, hingga tengah
malam saya dapat informasi ada penambahan menjadi 41 keracunan makanan dan menjalani
perawatan," kata Kepala Desa Kepayang Sobari saat dikonfirmasi.
Dia menjelaskan, sebagian besar pengobatan dilakukan di puskesmas dan bidan desa. Sedangkan
yang dilarikan ke RS di Baturaja ada 18 orang.
Setelah mendapat sentuhan medis, pagi hari tadi kondisi anak-anak itu sudah mulai membaik.
"Adapun yang dirawat di RSUD ada lima orang, lima orang di RS DKT Dr Noesmir, dan delapan
dirawat di RS Antonio," jelasnya.
Lajut Sobari, informasi dari warga, tukang bakso bakar keliling itu berjualan di desanya sejak dua
minggu. Pembelinya kebanyakan anak-anak.
"Memang makanan ringan jenis ini lagi banyak digemari, khususnya anak-anak. Kita tidak tahu ada
kandungan apa di bakso. Sekarang masalah ini ditangani pihak kepolisian," ucapnya.
Menanggapi peristiwa tersebut, Camat Peninjauan Feri Iswan mengatakan, ini kejadian luar karena
puluhan warganya keracunan jajanan bakso bakar keliling. Karena itu, ia mengimbau kepada
masyarakat untuk lebih selektif dalam memilih dan membeli jajanan, agar hal serupa tidak terulang
lagi.

3.
Puluhan Warga Karawang Keracunan Siomay
KARAWANG - Puluhan warga Desa Jatisari, Kecamatan Jatisari, Kabupaten Karawang, Jawa Barat,
keracunan setelah memakan siomay keliling, Sabtu (19/3/2016). Rata-rata para warga mengalami
kondisi tubuh langsung lemas dan muntah muntah.
Berdasarkan data yang dikumpulkan, sebanyak 59 warga mengalami keracunan. Kondisi korban
hingga kini dalam perawatan medis puskesmas setempat.
Menurut Eti, korban, dirinya dan warga lainnya yang keracunanan masih mengalami pusing dan
belum diizinkan pulang.
Een, kepala puskesmas setempat mengatakan, petugas puskesmas mengambil sampel makanan
untuk dilakukan uji laboratoriaum di Bandung. Hal ini untuk memastikan penyebab keracunan
tersebut.
4.
Keracunan di Kantin Kantor, 65 Karyawan Dibawa ke RS
REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Sebanyak 65 karyawan PT Aqua Farm Nusantara di Serdang
Bedagai, Sumatera Utara dilarikan ke rumah sakit terdekat untuk mendapatkan perawatan. Mereka
diduga keracunan usai makan di kantin perusahaan yang bergerak di bidang budidaya ikan tersebut.
Kabid Humas Polda Sumut Kombes Helfi Assegaf mengatakan, kejadian itu terjadi pada Selasa
(15/3) malam. "Saat itu para karyawan sedang beristirahat dan makan malam yang disediakan oleh
pihak kantin perusahaan," kata Helfi, Rabu (16/3).
Berselang 45 menit kemudian, lanjut Helfi, beberapa karyawan yang telah makan merasakan mual
dan muntah. Pihak perusahaan pun langsung membawa karyawan yang diduga keracunan tersebut
ke Rumah Sakit Melati Perbaungan.
"Beberapa karyawan juga ada yang dirawat di Rumah Sakit Grand Medistra dan Rumah Sakit Sari
Mutiara Lubuk Pakam, Deliserdang," ujarnya.
Helfi menyebutkan, hingga sekitar pukul 04.00 WIB tadi, jumlah karyawan yang mengalami
keracunan dan telah dibawa ke rumah sakit berjumlah 65 orang. Mereka masih menjalani perawatan
intensif di rumah sakit hingga saat ini.
Pihak kepolisian pun, kata Helfi, sudah turun ke lokasi kejadian. Petugas telah berkoordinasi dengan

PT Aqua Farm Nusantara untuk menyelidiki kasus dugaan keracunan tersebut.


"Kami telah memeriksa sejumlah saksi dan melakukan penyitaan sample jenis makanan yang
dikonsumsi para karyawan," ujar Helfi
5.
Usai Makan Nasi Kotak, 92 Warga Keracunan
REPUBLIKA.CO.ID, SUKABUMI -- Sebanyak 92 warga Desa Girijaya, Kecamatan Nagrak,
Kabupaten Sukabumi mengalami keracunan makanan. Mereka terpaksa dibawa ke puskesmas dan
sebagian lagi ke rumah sakit karena mengalami gejala seperti pusing, mual-mual, muntah, dan sakit
perut.
Data Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Sukabumi menyebutkan, dari 92 warga korban keracunan
sebanyak 31 orang dirawat di Puskesmas Girijaya, Nagrak. Sementara sebanyak 49 korban
keracunan lainnya menjalani rawat jalan dan sebanyak 12 orang dirujuk ke RSUD Sekarwangi
Kecamatan Cibadak karena memerlukan penanganan serius.
Warga mengalami keracunan setelah mengkonsumi makanan syukuran atau haul, ujar Kepala
Dinkes Kabupaten Sukabumi Didi Supardi seusai meninjau korban keracunan di Puskesmas Girijaya
Senin (18/1).
Informasi yang diperoleh, acara syukuran tersebut berlangsung pada Sabtu (16/1) malam dan
langsung dibagikan makanan. Selepas mengkonsumi makanan itu kata Didi, sebagian warga
mengalami gejala keracunan seperti pusing, mual-mual, muntah, dan sakit perut.
Mereka akhirnya dibawa ke Puskesmas Girijaya untuk mendapatkan penanganan medis.Didi
menerangkan, semua petugas puskesmas yang ada di sekitar Puskesmas Girijaya dikerahkan untuk
menangani korban keracunan.
Sebagian dari mereka dirawat di tenda pleton yang ada di halaman puskesmas karena bisa
tertampung di dalam ruangan perawatan.Salah seorang warga Juariah (40 tahun) mengatakan,
anaknya Heri Herdiawan (13) mengalami gejala keracunan setelah makan nasi kotak yang dibagikan
dalam acara sukuran. Dalam nasi kotak itu terdapat daging ayam, bihun, kentang, buncis, nasi, dan
sayuran lainnya.

6.
87 Siswa SD Keracunan Cokelat Kedaluwarsa
TEMPO.CO, Pontianak Sebanyak 87 siswa SD Negeri 10 Desa Sungai Nipah, Kecamatan Jungkat,
Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat, keracunan pada Selasa, 1 Maret 2016. Polisi menduga
cokelat kedaluwarsa menyebabkan puluhan siswa pagi itu mendadak sakit dan muntah.
"Kejadian sekitar pukul 09.00 WIB. Korban keracunan mengalami sakit perut, mual, pusing, dan
muntah-muntah. Korban selanjutnya dibawa ke Puskesmas Siantan untuk diberi pertolongan dan
pengobatan, kata Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Barat Brigadir Jenderal Arief Sulistyanto.
Hingga pukul 13.00, masih terdapat delapan korban yang berada di puskesmas, sedangkan yang lain
sudah diperbolehkan pulang. Dari hasil penyelidikan sementara, anak-anak tersebut mengalami
keracunan karena mengkonsumsi makanan yang sudah kedaluwarsa.
Makanan itu didapat dari tempat pembakaran makanan-makanan kedaluwarsa. Anak-anak
mengambil beberapa jenis makanan, seperti cokelat merek Diary Milk dan Silver Queen serta Oreo,
tanpa sepengetahuan penjaga gudang.
Selanjutnya makanan kedaluwarsa tersebut sebagian dikonsumsi dan selebihnya dibagi-bagikan
kepada sesama murid lain. Sekitar 30 menit setelah mengkonsumsi makanan tersebut, reaksi
keracunan mulai terjadi, kata Arief.
Polisi telah melakukan olah tempat kejadian perkara di lokasi pembakaran makanan kedaluwarsa.
Sampel makanan kedaluwarsa yang tidak habis dimakan pun telah diambil, termasuk sampel dari
anak-anak korban keracunan tersebut. Sampel itu akan diuji di Badan Pengawas Obat dan Makanan
Pontianak. Seorang pemilik gudang juga dimintai keterangan secara intensif.
Kepala SDN 10 Siantan, Ridwan, mengaku kaget saat mengetahui 87 siswanya keracunan. "Saat itu
pukul 08.35 WIB, saya sedang rapat di UPT Disdik Siantan dan dapat kabar bahwa delapan murid
saya pingsan dan dibawa ke Puskesmas Siantan," ujarnya. Dia menyayangkan, ternyata bukan
hanya delapan siswa yang mual, sakit perut, dan lemas. Sedikitnya 79 siswa lain menanggung derita
serupa.
7.
Studi Tur Bawa Petaka, 26 Siswa SMP Keracunan Nasi Kotak
TEMPO.CO, Makassar - Sekitar 26 siswa dan seorang tenaga honorer Sekolah Menengah Pertama
Negeri 2 Baring, Kecamatan Segeri, Kabupaten Pangkajene Kepulauan, Sulawesi Selatan,
mengalami keracunan makanan, Selasa, 10 November 2015, sekitar pukul 20.00 Wita. Mereka

mengalami keracunan makanan saat pulang dari studi tur di sejumlah kawasan wisata di sekitar
Sumpang Bita, Pangkep; Leang-leang; dan Bantimurung, Maros, Sulawesi Sleatam.
Hingga Selasa, pukul 23.45 Wita, puluhan siswa dan tenaga honorer itu masih menjalani perawatan
di sejumlah tempat, yakni di Puskesmas Baring, Puskesmas Taraweang, dan Rumah Sakit Umum
Daerah Pangkep. Kepala Kepolisian Resor Pangkep Ajun Komisaris Besar M. Hidayat mengatakan
pihaknya masih menyelidiki kasus keracunan makanan tersebut. Namun, kata Hidayat, kedua
pembuat makanan yang dikonsumsi siswa sudah diamankan.
8.
Satu Sekolah Keracunan Permen, Dua Pedagang Jadi Tersangka
TEMPO.CO, Bekasi - Kepolisian Resor Kota Bekasi menetapkan dua tersangka dalam kasus
keracunan permen kedaluwarsa. Korbannya ialah 80 murid Sekolah Dasar Negeri 1 dan 2 Desa
Sukarahayu, Kecamatan Tambelang, Kabupaten Bekasi.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Bekasi Komisaris Raden Muhammad Jauhari mengatakan
dua tersangka itu adalah penjual permen di sekolah, T, 30 tahun, dan pedagang berinisial A yang
menjual permen kepada T. "T mendapatkan permen dari A di Pebayuran," ucap Jauhari, Kamis, 29
Oktober 2015.
Ia mengatakan T ditetapkan sebagai tersangka setelah penyidik Unit Kriminal Khusus memeriksanya
selama lebih dari lima jam. Setelah memeriksa T, polisi menangkap pemasoknya di Pebayuran.
Keduanya terbukti melanggar Undang-Undang Perlindungan Konsumen karena makanan yang
dijualnya tak layak konsumsi. "Karena kedaluwarsa sejak Maret 2015," ujarnya.
Kepala Kepolisian Sektor Tambelang Ajun Komisaris Sujono menuturkan kondisi 80 korban
keracunan permen kedaluwarsa telah pulih. Ia memastikan tak ada yang dirawat di Pusat Kesehatan
Masyarakat Tambelang seusai insiden pada Selasa lalu. "Terakhir yang dirawat tiga orang, tapi
mereka sudah diperbolehkan pulang," tuturnya.
Ia mengatakan permen yang dibeli T berasal dari A. Jumlah yang dibeli sebanyak lima bungkus
besar. Adapun sebungkusnya berisi sepuluh pak. Pedagang itu menjual satu paknya senilai Rp 2.000.
Sedangkan yang sudah terjual sebanyak tiga bungkus besar atau 30 pak. "Mereka yang
mengkonsumsi mual, muntah, dan pusing," ucapnya.
Ia mengimbau kepada warga agar berhati-hati dalam membeli jajanan. Petugas meminta masyarakat
mengecek kedaluwarsa setiap makanan yang dibeli. Selain itu, polisi meminta pedagang tak curang
untuk mendapat keuntungan besar. "Pedagang curang ada ancaman hukumannya. Kami imbau agar
selalu jujur," ujarnya.

9.
100 Santri Keracunan Nasi Tongkol Balado
TEMPO.CO, Tasikmalaya - Seratus santri Pondok Pesantren As-Sunah di Jalan Paseh, Kecamatan
Cihideung, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, keracunan seusai menyantap hidangan nasi dan lauk
tongkol balado, Selasa sore, 27 Oktober 2015. Hidangan tersebut disediakan pondok pesantren.
"Jadi makan siang setelah salat zuhur, pukul 12.30-13.30 WIB. Anak-anak mulai mengalami gejala
yang tidak biasa setelah makan siang, pukul 13.15-14.00 WIB," kata Pimpinan Pondok Pesantren AsSunah Ustad Maman saat ditemui di Rumah Sakit Tasikmalaya Medical Center (TMC), Selasa
petang.
Keracunan tersebut, kata Maman, diawali gejala gatal-gatal, pusing, mual, dan jantung terpacu
kencang. "Gejala awal seperti itu, baik santri putra maupun putri," ucapnya.
Korban keracunan yang dirujuk ke Rumah Sakit TMC, ujar Maman, hanya santri putri. Santri putri
sempat panik saat kejadian sehingga dirujuk ke rumah sakit. "Mereka nangis-nangis. Lebih aman
dibawa ke rumah sakit," ujarnya.
10.
Keracunan Mendoan Satu Keluarga Dilarikan ke Rumah Sakit
TRIBUNNEWS.COM, KULONPROGO -Nasib kurang baik dialami satu keluarga di Kulonprogo ini.
Rubini (36), dan tiga anaknya, yaitu Novi Astuti (6), Septini (12), dan Vita Sari (8), Selasa (4/11/2014),
bahkan harus dirawat intensif karena diduga keracunan tempe mendoan yang mereka santap.
Warga Tirto 41/17 Hargotirto Kecamatan Kokap Kulonprogo, itu harus mendapat penanganan cepat
di IGD RSUD Wates karena kondisinya kritis.
Sebelumnya, keempat pasien itu dibawa ke IGD dalam kondisi kejang, sakit kepala dan sempat
muntah-muntah.
Informasi dihimpun dari rumah sakit menyebutkan, empat pasien tersebut tiba di RSUD Wates pada
Senin (3/11/2014) malam, sekitar pukul 23.00.
Mereka diantar oleh keluarga dan para tetangga dalam kondisi tidak berdaya.
Hasil pemeriksaan sementara menunjukkan, diduga keempat pasien itu mengalami keracunan
setelah mengonsumsi tempe mendoan buatan sendiri.
Setelah diusut berdasar keterangan keluarga korban, ternyata proses masak mendoan diduga
menggunakan tepung yang sudah kadaluarsa.

"Kondisinya sudah tidak bisa berjalan sehingga harus dibantu para tetangganya semalam saat
diantar ke sini," ujar petugas pendaftaran IGD RSUD Wates, Hermawan, Selasa pagi.
Rubini merupakan ibu lima anak. Tiga anaknya ikut menjadi korban bersamanya, sedangkan dua
anak lainnya tinggal terpisah karena sudah berkeluarga.
Suaminya diketahui bekerja di luar pulau jawa.
Senin (3/11/2014) sore, keluarga itu hendak membuat tempe mendoan. Rubini pun membeli sejumlah
tempe kedelai, sementara tepungnya merupakan pemberian dari seorang tetangganya bernama
Mbah Ngaisul.
Berdasarkan catatan data IGD, kemungkinan tepung pemberian itu sudah kedaluwarsa.
Disebutkan bahwa sang pemberi juga telah mewanti-wanti jika tepung tersebut sudah tidak baru lagi.
Namun Rubini tetap menggunakannya untuk memasak tempe mendoan.
11.
Dari Keracunan Roti Sampai Saus Mi Ayam
JAKARTA, KOMPAS.com Kasus keracunan makanan cukup banyak terjadi di Indonesia. Dalam
beberapa minggu di tahun 2015 saja sudah terjadi kejadian luar biasa (KLB) keracunan pangan di
sejumlah daerah.
Tempatnya berbeda-beda dari waktu ke waktu dan bisa terjadi di daerah mana saja di Indonesia,
ujar Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan
Tjandra Yoga Aditama di Jakarta, Selasa (7/4/2015).
Tjandra mengungkapkan, dalam minggu ke-11 dan 12 di tahun ini telah terjadi lebih dari 150 kasus
keracunan pangan, baik makanan maupun minuman. Di antaranya, KLB keracunan pangan di
Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Terdapat 3 kasus keracunan yang diduga karena konsumsi roti
yang sudah kadaluarsa.
Kemudian, KLB keracunan pangan di Kabupaten Tabanan, Bali dengan 89 kasus tanpa kematian.
Keracunan diduga karena makan nasi bungkus setelah upacara adat.
Di Kabupaten Batang Provinsi Jawa Tengah juga terdapat 51 kasus keracunan setelah megosumsi
nasi bungkus. Sedangkan di Kabupaten Kolako, Sulawesi Tenggara sebanyak 38 kasus keracunan
terjadi setelah konsumsi makanan katering.
Selain itu, di Kabupaten Batang, Jawa Tengah terdapat 7 kasus keracunan yang diduga karena
konsumsi saus dari mi ayam pangsit. Ada pula KLB diare di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara
sebanyak 18 kasus yang diduga karena konsumsi air minum keliling.

Itu bentuk laporan awal yang akan diteliti lebih mendalam dari sudut epidemiologi dan
laboratoriumnya. Makanya ada team Dinas Kesehatan turun ke lapangan, dan juga ada sample sisa
makanan dan atau sample dari pasien yang dikumpulkan untuk dikirim ke laboratorium, terang
Tjandra.
Masalah kemanan pangan nampaknya masih menjadi ancaman serius bagi kesehatan manusia di
dunia. Tak salah, jika pada Hari Kesehatan Sedunia tahun ini, World Health Organization (WHO)
mengusung tema Keamanan Pangan.
12.
Antisipasi Keracunan, IPB Perketat Pengawasan Konsumsi
BOGOR, KOMPAS.com - Institut Pertanian Bogor (IPB) menyusun prosedur operasional baku (POB)
pemesanan, penyimpanan, dan pembagian konsumsi untuk kegiatan mahasiswa. Dengan demikian,
peristiwa 121 mahasiswa mual, muntah, dan diare saat seminar nasional Pekan Nutrisi di Kampus
Dramaga, Kabupaten Bogor, Minggu (22/9/2013), diduga akibat mengonsumsi getuk lindri dan talam
jagung diharapkan tidak berulang.
Demikian diutarakan oleh Dekan Fakultas Ekologi Manusia Arif Satria, Kamis (17/10/2013). Peristiwa
lebih dari tiga minggu lalu itu menjadi perhatian publik. Apalagi, peristiwa terjadi saat Pekan Nutrisi
dengan kepanitiaan dari Himpunan Mahasiswa Imu Gizi, Fakultas Ekologi Manusia, IPB.
Menurut Arif, kejadian itu di luar dugaan panitia dan menjadi pelajaran berharga. Kampus harus kian
waspada terhadap penyelenggaraan konsumsi skala besar dari industri rumah tangga.
Untuk itu, prosedur operasional baku akan memuat semacam panduan untuk mahasiswa yang
menjadi panitia kegiatan dalam hal penyelenggaraan konsumsi skala besar. Misalnya, mengecek ke
pembuat penganan tentang bahan-bahan yang dipakai. Demikian pula waktu dan cara pembuatan
penganan. Jangan sampai penganan tersimpan terlalu lama sebelum disajikan sebab berpotensi
terkontaminasi oleh bakteri. "Penganan tidak asal murah atau lokal tetapi berkualitas dan aman," kata
Arif.
Menurut Arif, POB juga dapat dimanfaatkan untuk pembinaan industri pembuatan makanan-minuman
skala rumah tangga dan kantin sekolah, kampus, dan kantor. IPB berencana mendorong Pemerintah
Kota Bogor dan Pemerintah Kabupaten Bogor menerbitkan sertifikasi laik higienis dan standardisasi
keamanan pangan untuk industri makanan-minuman dan kantin.
13.
Puluhan warga diduga keracunan makanan setelah pesta rakyat

Lubuk Sikaping, Sumbar, (ANTARA News) - Puluhan warga di Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat,
dilarikan ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Lubuk Sikaping, diduga mengalami keracunan usai
memakan nasi bungkus pada acara syukuran pesta rakyat oleh bupati terpilih Yusuf Lubis dan Wakil
Bupati Atos Pratama, Sabtu.
Salah seorang orang tua korban keracunan, Rusdi (45), di Lubuk Sikaping, Sabtu, mengatakan,
kejadian yang menimpa putranya, Dani (11) berawal saat korban pergi menghadiri pesta rakyat yang
digelar di sekitar halaman Kantor Bupati Pasaman.
Berdasarkan informasi, ketika di lokasi acara, Dani menukarkan kupon yang didapatnya dari panitia
penyelenggara dengan nasi bungkus yang disediakan.
"Dalam acara itu, panitia membagikan kupon makan gratis untuk ribuan masyarakat. Anak saya dapat
satu dan menukarkannya dengan nasi yang disediakan oleh panitia," kata Rusdi.
Ia menambahkan, tanpa pikir panjang, korban memakan nasi tersebut.
"Setelah makan, anak saya pulang. Sesampai di rumah sekitar pukul 14.00 WIB, anak saya muntahmuntah. Awalnya saya tanggulangi sendiri, namun makin lama semakin parah makanya dilarikan ke
rumah sakit," kata Rusdi.
Rusdi, warga Nagari Durian Tinggi ini, ketika membawa anaknya ke rumah sakit, ternyata sudah
terdapat puluhan korban dengan keluhan keracunan yang sama.
Diakui Rusdi, ia menduga anaknya keracunan sehabis memakan nasi pembagian dengan menu telur
dibumbui sambala.
"Diakui anak saya, ia muntah-muntah sehabis makan nasi," kata Rusdi.
Tidak saja Dani, korban lainnya M. Agil dan Apin, juga mengakui hal yang sama.
Menurut orang tua dari kakak beradik ini, Ramadhan, anak-anaknya muntah sehabis makan nasi.
Ironisnya, Ramadhan sempat geram di ruang IGD kemarin karena ketika anaknya berobat, pihak
rumah sakit meminta biaya obat.
"Saya tidak mau bayar. Panitia harus tanggung jawab," tegas Ramadhan kepada petugas yang
meminta biaya untuk mengambil obat-obatan.
Usai cek-cok, pihak rumah sakit akhirnya mengalah. Mereka mengratiskan obat kepada para korban.

Di sisi lain, atas pesta rakyat yang menjelma jadi malapetaka ini, Sekda Pasaman, A. Syafei
menegaskan, panitia harus bertanggung jawab penuh atas kejadian naas ini.
Dari pantauan, panitia acara yang menggunakan baju berwarna oranye tampak kasak-kusuk di
sekitar ruang IGD. Ada yang berbincang dengan para korban. Ada juga yang sibuk memfoto korban.
Pada kemarin sudah 30 orang warga yang dirawat di RSUD tersebut.
Editor: Unggul Tri Ratomo
14.
Puluhan Orang Keracunan Usai Santap Gulai Kambing
PEKALONGAN - Puluhan warga Desa Menjangan, Kecamatan Bojong, Kabupaten Pekalongan, Jawa
Tengah, keracunan setelah makan gulai kambing di acara tasyakuran kelahiran atau akikah.
Sebanyak 15 orang warga hingga kini masih dirawat intensif di RSUD Kajen.

Warga menerima pemberian makanan dari keluarga Muniah, warga RT 11 RW 4 Desa Menjangan,
karena kelahiran putranya pada Jumat siang. Daging dan gulai akikah ini dibagi untuk sekitar 400
orang tetangganya.

Saat gulai dimakan, tidak terasa janggal dan tidak terjadi apa-apa, namun setelah beberapa jam ada
reaksi, korban pusing, muntah, dan diare. Korban kemudian dilarikan ke RSUD Kajen, sebagian
diperpolehkan rawat jalan, namun 15 orang rawat inap karena kondisinya lemah.

Sejumlah warga mengaku tidak menyangka keracunan daging kambing dari tasyakuran tetangganya
tersebut. Awalnya kami menerima makanan daging kambing dan juga sayur gulai kemudian kami
makan. Rasa masakan juga biasa seperti masakan tak ada yang aneh namun beberapa jam
kemudian ternyata baru terasa pusing , mual dan diare , sehingga baru tersadar kalau keracunan
makanan, jelas Rondiyah, korban keracunan.

Kepala Desa Menjangan, Kaprawi menyebutkan warganya memang biasa mengadakan tasyakuran
setiap ada kelahiran. Tradisi didesa kami memang sudah biasa, sebagai umat muslim ada
tasyakuran atau akikah ketika ada anak lahir. Akikah dari keluarga Muniah ini dibagikan untuk 400
bungkus dan tidak semua orang keracunan, hanya puluhan orang, ujarnya.

Sementara itu Humas Polres Kabupaten Pekalongan AKP Margono, ketika dihubungi menyebutkan
pihaknya masih menyelidiki kasus keracunan hidangan akikah ini . Kita masih menyelidiki kasus
keracunan massa ini. Sejumlah saksi telah dimintai keterangan dan sisa makan sedang diteliti,
catering yang membuat gulai dan daging akikah , masih dimintai keterangan, jelasnya.

15.
Diduga Keracunan Tempe, 1 Orang Tewas & 3 Dirawat
BANJARNEGARA - Seorang warga tewas diduga kuat mengalami keracunan tempe di Kabupaten
Banjarnegara, Jawa Tengah. Sementara tiga lainnya, yang masih satu keluarga dengan korban
tewas, kini dirawat di RSUD Banjarnegara.
Para korban merupakan warga Desa Sidarata, Kecamatan Punggelan, Kabupaten Banjarnegara. Tiga
korban yang kini dirawat adalah Rojikin (65), Supinah (44), dan Tuyinah (55). Seorang korban tewas
diketahui bernama Muntarjo (90).
Rojikin, salah seorang korban, Jumat (15/2/2013), menerangkan, kejadian berawal saat dia dan tiga
anggota keluarga lainnya, menikmati tempe goreng pada Kamis, 14 Februari 2013. Beberapa jam
kemudian, empat orang tersebut mengeluh pusing dan mengalami muntah-muntah. Namun, kondisi
Muntarjo paling parah sehingga nyawanya tidak bisa diselamatkan.
Sementara itu, untuk mengetahui penyebab pasti dugaan keracunan, petugas Polres Banjarnegara
membawa beberapa sampel, seperti tempe goreng, minyak goreng, dan tepung untuk diperiksa di
Laboratorium Forensik Polda Jateng.
16.
Puluhan Warga Keracunan Makanan Gulai & Sosis
GUNUNGKIDUL- Korban keracunan makanan yang diduga berasal dari gulai kambing dan sosis ke
ruang UGD RSUD Wonosari, Gunungkidul, Yogyakarta hingga pagi ini masih terus bertambah.
Tercatat sudah 28 orang warga Dusun Jeruk, Desa Kepek, Kecamatan Wonosari, Gunungkidul,
Yogyakarta ini terpaksa mendapatkan penanganan intensif setelah diketahui mengalami keracunan
makanan pada Jumat (2/3/2012) pagi.
Keseluruhan korban merasakan perut mual-mual dan kepala pusing setelah mengonsumsi nasi gulai
dan sosis yang ada dalam dus yang dibagikan oleh Keluarga Sukarti, Warga Dusun Jeruk, Desa
Kepek, Kecamatan Wonosari, Gunungkidul, Yogyakarta. Kebetulan Keluarga Sukarti sedang
menggelar hajatan aqiqah anaknya.
Tak berapa lama setelah itu, korban mengalami muntah-muntah dan diare hingga akhirnya dilarikan
ke RSUD Wonosari. Bahkan, sebagian dari korban yang masih lemas terpaksa menjalani rawat inap.

Tempat tidur tambahan juga disiapkan petugas medis RSUD Wonosari guna mengantisipasi
bertambahnya korban yang masuk.
Untuk mengetashui secara pasti penyebab keracunan, sisa makanan gulai kambing dan sosis
diamankan dan akan dilakukan pemeriksaan di laboratorium di Dinas Kesehatan.
17.
Ibu, Tiga Anak dan Keponakan Keracunan Ikan Kaleng
BOGOR (Pos Kota) Satu keluarga terdiri ibu dan tiga anak serta seorang keponakannya di Desa
Cipambuan Kecamatan Babakan Madang keracunan usai menyantap makanan ikan dalam kemasan
kaleng, Kamis (23/8). Ibu dan anak ini lalu dilarikan ke RS PMI Bogor.
Mereka itu: Maryam, 40, bersama tiga anaknya, Cinta,10, Ratna,8, Saniya, dan Rifal,2, sedangkan
keponakannya Ratna,8. Kini kondisi kelimanya berangsur-angsur membaik. Mereka menyantap
makanan ikan kaleng yang sudah kadaluarsa, ujar seorang staf medis RS PMI Bogor.
Sekitar pk.06:00, Maryam memasak sarden buat sarapan anak dan keponakanya. Sebelumn ikan
dalam kemasana itu dia beli di warung sekitar rumahnya. Tanpa membaca batas waktu yang boleh
dimakan, ibu tiga anak ini tetap memasaknya.
Setelah menyantap makanan itu mendadak putri bungsunya Rafil merasa kepalanya pusing lalu
disusul dengan muntah-muntah, ujar Maman, kerabatnya di RS PMI Bogor.
Kejadian serupa dialami ketiga kakaknya dan sepupunya kemudian Ny. Maryam, ibunya. Beruntung
saat itu sang suami Suwardi yang sebelumnya dinas malam sudah pulang. Melihat kondisi istri, anak
dan keponakannya mual-mual dan muntah, membuat Suwardi bergegas melarikannya ke klinik
terdekat.
Lantaran minimanya peralatan dan persediaan obatnya, kelima korban keracunan ini lalu dirujuk ke
RS PMI Bogor. Alhamdulillah besok mereka sudah diperbolehkan pulang karena kondisinya sudah
berangsur membaik, ujar Maman. (iwan)
18.
Usai Santap Makanan, 115 Mahasiwa IPB Keracunan
BOGOR (Pos Kota) Ratusan mahasiswa IPB Fakultas Ekologi Masyarakat jurusan Gizi
bergelimpangan keracunan, Sebelumnya mereka menyantap makanan saat menghadiri seminar
Nutriution Fair di Gedung Graha Widya IPB Dramaga, Minggu. Senin pagi, sekitar 115 mahasiswa
merasa mual dan muntah-muntah saat mau berangkat kuliah ke kampusnya.

Sejumlah mahasiswa mengaku mereka merasa, pusing, mual lalu muntah-muntah setelah delapan
jam menyantap berbagai macam panganan kue tradisional saat menghadiri seminar. Minggu
malam dan Senin pagi banyak teman-teman mual lalu muntah-muntah. Sebagian dari mereka pulang
dari asrama dan sebagian lagi dibawa ke rumah sakit, kata Widya, mahasisiwi Fakultas Ekologi
Jurusan Gizi usai menjalani perawaran di RS Medika Drmaga.
Dari 115 mahaiswa yang diketahui keracuanan, hingga Senin masih terdapat tujuh mahasiswa yang
dirawat di RS Medika. Sebelumnya ratusan mahasiswa ini dilarikan ke beberapa rumah sakit di
antaranya Klinik Boulkin, RS Karya Bakti selain Medika Dramaga. Menurut Widya, sebelumnya
mereka menghadiri seminar tentang nutrisi bagi pertumbuhan anak dan makanan sehat bagi orang
dewasa.
Saat istirahat kami memakan makanan beberapa panganan kue tradisional, seperti getuk, ketam
hitam, tiwul dan lain sejenisnya, katanya. Seketika panganan kue itu mereka santap sampai seminar
bubar, tidak ada gejala bajal keracunan.. Namun menjelang malam dan esok paginya mereka
merasakan kepala pusing, muula- dan sebagan lagi muntah-muntah.
Ketua Departemen Gizi Masyarakat Fakulutas Ekologi, Dr Budi Setiawan kepada wartawan
menyesalkan kejadian ini. Namun dia tak bisa menyalahkan panita seminar nasional yang diikuti
sekitar 1.800 peserta. Dari 1800 peserta seminar, sekitar 100 mahasiswa Jurusan Gizi angkatan 50
yang menghadiri seminar itu mengalami kercaunan dan sudah kami tangani dengan membawan ke
sejumlah klinik dan rumah sakit . Sampai kini tidak ada yang dirawat, ujarnya.
Sementara, makanan snack itu dibuat 11 industri rumahan yang berada di sekitar Kampus IPB
Dramaga. Panganan kue sebagai dalam kue kering lainya basah. Kebanyakan yang keracunan
menyantap pannganan kue getuk yang ditaburi ampas kelapa muda, terangnya.
Pihaknya menduga ampas kelapa muda ini sudah terkontamisnasi karena berlendir. Namun untuk
memastikannya pihaknya bersama petugas Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor telah mengambil
sampel dari beberapa panganan tersebut untuk diperiksa di laboratorium.
Kita tunggu hasilnya, sedangkan kejadian ini akan menjadi pelajaran berharga buat kami untuk
menggelar event-event serupa ke depannya dengan melibatkan katering yang mengantongi
sertifikat, katanya.
19.
Usai Santap Nasi Kuning, 30 Bocah Keracunan Makanan

TEBET (Pos Kota) Usai mengkonsumsi nasi kuning yang didapat dari ulang tahun anak tetangga di
Jl. Ismail RT 016/06 Kel. Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan, 30 bocah yang sebagian besar berusia
dibawah lima tahun mengalami keracunan. Merekapun langsung dilarikan ke RS Budi Asih, Jakarta
Timur.
Semuanya habis menghadiri ulang tahun di rumah pak Rico, setelah itu mereka makan nasi kuning,
kata Eni, 29, ibu satu korban saat ditemui di RS Budi Asih, Senin (28/5/2012).
Diceritakan Eni, 30 anak-anak tetangga yang diundang di HUT Gadis yang kedua itu awalnya biasabisa, namun usai mengkonsumsi nasi kuning, ayam goreng, perkedel dan telur dadar, selang dua jam
semua anak langsung mengalami muntah-muntah dan mengalami pusing. Semuanya langsung
muntah-muntah, habis itu mereka pusing dan lemas. Makanya langsung kami bawa ke rumah sakit,
ungkap Eni.
Sementara itu, ketua RW 06, Pung SP Ngusadani, menuturkan berdasarkan cerita yang didapat dari
si pemilik rumah, nasi kuning tersebut dimasak di rumah mertua Rico di kawasan Otista. Nasi kuning
tersebut menurutnya sudah mulai berlendir, namun karena para warga tidak memahaminya, makanan
tersebut tetap disantap. Para warga menduga makanan itu masih baik, makanya tetap mereka
makan, tutur Pung.

Dikatakan Pung, selain ke 30 anak yang mengalami keracunan, empat orang pemilik rumah termasuk
yang merayakan ulang tahun juga ikut menjadi korban. Ke empatnya pun ikut dirawat setelah
mengalami sakit yang sama. Si pemilik rumah juga ikut makan nasi kuning, makanya mereka juga
dirawat, tambah Pung.
Diungkapkan Pung, atas kejadian keracunan tersebut, si pemilik hajat mengaku bertanggungjawab
penuh atas perawatan semua para korban. Para keluarga korban juga tidak menyalahkan peristiwa
tersebut kepada keluarga Rico. Tidak ada yang disalahkan, semua keluarga korban mengaku kalau
semua itu adalah musibah, imbuhnya.
20.
Keracunan Massal akibat Makanan Mengandung Bakteri Tinja
Metrotvnews.com, Tasikmalaya: Penyebab keracunan massal yang dialami 117 siswa SDN Cigantang
1 dan 2, Kecamatan Mangkubumi, Tasikmalaya, Jawa Barat, beberapa waktu lalu disebabkan
kandungan bakteri tinja. Hal tersebut berdasarkan hasil laboratorium mikrobiologi Dinas Kesehatan
Kota Tasikmalaya terhadap 30 sampel makanan.

Dari hasil laboratorium diketahui, bahan makanan yang dijual oleh pedagang mengandung bakteri
ecoli, bakteri bacillus coagulans, bakteri staphylococcus, jamur candida albicans dan jamur candida
sp.

Seperti pada baso terdapat kandungan jamur candida albicans, jamur candida sp pada saus, pada
kecap terdapat bakteri bacillus coagulans dan ecoli pathogen pada baso mentah terkandung bakteri
staphylococcus.
"Bakteri dan jamur itu terdapat kotoran-kotaran, misalkan staphylococcus itu adanya di keringat dan
jerawat, ecoli adanya di tinja," ujarnya.
Menurut Didin, secara kimiawi, bahan makanan yang dikomsumsi siswa SD tersebut itu terdapat nitrit
yang biasanya ada dalam urin.
"Jadi jelas penyebab keracunan itu, pedagang ini tidak menjaga kebersihan dalam pembuatan bahan
makanan alias personal hygieneus pedagang sangat buruk," katanya.
Kapolres Tasikmalaya Kota AKBP Noffan Widyayoko mengatakan hasil laboratorium dari Dinas
Kesehatan telah disimpulkan keracunan massal tersebut diakibatkan bahan makanan yang tercampur
kuman atau bibit penyakit diare.
"Keracunan itu terjadi karena adanya kelalaian dari penjual makanan yang membuat bahan adonan.
Namun, tidak ada unsur kesengajaan dalam kejadian tersebut." ungkapnya.
21.
Konsumsi Jajanan Es Melon, Puluhan Siswa SD di Sleman Keracunan
By Fathi Mahmud on 30 Okt 2015 at 16:38 WIB
Liputan6.com, Sleman - Puluhan siswa Sekolah Dasar (SD) Negeri 5 Sleman, Daerah Istimewa
Yogyakarta, mengalami keracunan. Mereka keracunan setelah mengonsumsi jajanan es buah melon
di depan sekolah.
Kapolsek Sleman Komisaris Teguh Sumaryoto membeberkan, ada 27 siswa yang menjadi korban
jajanan di sekolah itu. 27 Siswa itu mengalami keracunan saat jam istirahat siang sekolah dengan
jajan es buah. Tak lama berselang minum es buah tersebut, beberapa siswa langsung mengeluhkan
pusing dan mual-mual.
"Itu seperti es buah, melon dikasih sirop ditambah es. 20 Menitan langsung merasa pusing, ada yang
muntah-muntah," ucap Teguh saat dihubungi Liputan6.com, Jumat (30/10/2015).

Dari keterangan saksi, imbuh Teguh, penjual es buah merupakan pasangan suami istri. Setelah
mengetahui ada siswa SD mengeluhkan pusing dan mual-mual, pasangan suami istri langsung pergi.
Namun penjual es buah itu sudah dibawa dari rumahnya di kawasan Gamping, Sleman.
"Penjualnya suami istri, mengendarai sepeda motor. Setelah tahu ada yang mual dan pusing mereka
pergi. Kita lacak penjual inisial ES (40) dan M (40). Kita amankan di rumahnya di daerah Gamping.
Mereka kita bawa ke Polsek Sleman untuk dimintai keterangan," ujar Teguh.
Teguh menambahkan, polisi mengetahui kedua penjual ini juga berjualan di SMP Tambak Rejo 3.
Saat ditelusuri petugas, ternyata pasangan suami istri tersebut tinggal di daerah Gamping. Selain
membawa keduanya, polisi menyita sisa es buah melon sebagai barang bukti. Sisa es buah lalu
dikirim ke Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Yogyakarta untuk diteliti.
"Jadi sisa es buah kita kirim ke BPOM untuk diteliti," lanjut Kapolsek Sleman.
Sementara dari 27 siswa yang keracunan itu saat ini masih ada 5 siswa yang masih dirawat di
Puskesmas Sleman. "Sebagian besar kondisinya sudah membaik. Tapi masih ada 5 siswa yang
masih dirawat Puskesmas Sleman," pungkas Teguh. (Ans/Mut)

22.
1 Tewas, 3 Kritis Akibat Keracunan Ikan Asin Tercampur Pestisida
PURWOREJO - Tasmidun (58) seorang petani asal Desa Krandegan RT 002 RW 003 Kecamatan
Bayan harus merenggang nyawa karena mengkomsumsi ikan goreng buatan sang isteri, Rapiah (50)
yang menggunakan bumbu masak serbuk pestisida pada Jumat 29 Januari kemarin.
Tak hanya Tasmidun, dan Rapiah, sang anak; Yati (37) dan suaminya Santoso (40) juga mengalami
keracunan. Ketiganya kritis dan mendapatkan perawatan medis secara intensif di RSU Palang Biru
Kutoarjo.
Dituturkan Ketua RT 002 RW 003 Dusun Bojong Wetan Desa Krandegan Kecamatan Bayan
Kabupaten Purworejo, Anwar, sekitar pada Jumat malam sekitar pukul 20.00 WIB, di rumahnya
kedatangan Santoso yang berlari tergopoh-gopoh.

"Sekitar pukul 20.00 Santoso menantu Pak Tasmudin datang dengan kondisi lemas dan wajah pucat.
Santoso mengatakan bahwa seisi rumahnya mengalami keracunan akibat mengkomsumsi ikan asin
goreng," terang Anwar, kepada Koran SINDO, Sabtu (30/1/2016).
Sejurus kemudian Anwar dibantu beberapa warga lain langsung menuju ke rumah korban dan
memberikan pertolongan secara tradisional dengan meminumkan air kelapa muda. "Lalu kami angkut
dengan mobil, seluruh korban dilarikan ke RSU Palang Biru Kutoarjo," tukas Anwar.
Disana seluruh korban langsung mendapatkan perawatan medis di Bangsal ST Yosep. Namun
sayang, Tasmudin jiwanya tidak tertolong.
Menurut keterangan dr Dina, dokter RS Palang Biru, bahwa para korban mengalami keracunan obat
serangga yang sangat berbahaya.
"Seluruh korban sudah kami berikan pertolongan pertama. Kami sudah maksimal memberikan upaya
pertolongan, namun sayangnya pasien atas nama Bapak Tasmudin tidak bisa tertolong," ungkap Dina
kepada wartawan.
23
Zidan dkk Keracunan Setelah Santap Es Krim Kedaluwarsa
PURWOREJO - Diduga mengonsumsi es krim dalam kemasan yang telah kedaluwarsa, 12 pelajar
SD Jetis, Loano, Purworejo, Jawa Tengah, mengalami keracunan massal, Kamis (28/1/2016). Mereka
langsung dilarikan ke Puskesmas Maron Loano untuk menjalani perawatan.
Korban keracunan terdiri atas Zidan (12), Rino (12), Bayu (12), Kevin Prasetyawan (12), Miftahudin
(11), Rizki (12), Deva (12), Dimas (12), Iful (11), Wisnu (12), Deni (12), serta Aditya (12). Para korban
rata-rata siswa kelas V di sekolah tersebut.
Kejadian keracunan itu bermula ketika puluhan siswa kelas V SD Jetis mengonsumsi es dalam
kemasan yang dijual pedagang keliling, seusai pelajaran olahraga pukul 09.00.
"Kami istirahat setelah olahraga, lalu beli es kemasan harganya Rp500 sebungkus," ujar Wisnu
Pamuji, korban keracunan yang juga warga Dusun Suko Jetis, Kamis (28/1/2016).
Setengah jam kemudian, sembilan siswa mengeluh sakit perut, pusing, dan ada yang muntah.
Kemudian menyusul tiga siswa lagi yang mengalami muntah-muntah dan perut merasakan mual.
Pihak sekolah pun panik lalu menghubungi bidan desa setempat. Sambil menunggu bantuan bidan,
para korban diistirahatkan di ruang Unit Kesehatan Sekolah (UKS).

Bidan Desa Jetis Ari Wardani mengatakan, pertolongan darurat dilakukan dengan memberikan air
kelapa dan susu panas. Namun, karena kondisinya belum membaik, pihak desa menghubungi
Puskesmas Maron untuk menjemput korban dan membawanya ke dokter.
"Kami hanya memberikan pertolongan pertama. Karena pihak sekolah memanggil saya ke sini," ujar
Ari kepada sejumlah wartawan.
Kemudian pihak sekolah dan bidan mengamankan sampel muntahan serta puluhan bungkus es yang
diminum siswa.
"Sekarang kondisi anak-anak membaik, namun ada kemungkinan bertambah, karena diduga yang
minum tidak hanya 12 anak itu. Namun kita tunggu dulu perkembangan para korban," tuturnya.
Petugas surveilance Puskesmas Maron Agus Tri Wibowo menerangkan, para siswa yang mengalami
keracunan mengaku menyantap es dengan merek yang sama.
Ketika dicek, ternyata tanggal kedaluwarsa minuman tersebut jatuh pada Juni 2015, bahkan ada yang
Juni 2014. "Ternyata tanggal kedaluwarsa dicoret spidol, lalu kemasan distempel dengan tanggal
baru tahun 2017," ucapnya.
Polisi pun turun tangan dan mengamankan seluruh sampel dan menanyai beberapa saksi termasuk
korban untuk dilakukan pendalaman lebih jauh.
Kapolsek Loano AKP Markotip mengungkapkan, polisi masih menyelidiki dugaan pelanggaran hukum
dalam kasus keracunan itu. Pengembangan dilakukan dengan mencari keberadaan pedagang keliling
yang menjajakan minuman kedaluwarsa itu.
Pihak polisi menengarai adanya tindakan sengaja untuk menutupi tanggal kedaluwarsa di kemasan
minuman tersebut.
"Masih akan kami selidiki apakah ada unsur kesengajaan menutupi tanggal kedaluwarsa. Kami belum
bisa menerangkan apakah penjual keliling atau pihak-pihak lain," kata AKP Markotip.
24.
Makan Kerang Hijau, Puluhan Warga Kuningan Keracunan
KUNINGAN - Puluhan warga Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, termasuk anak-anak, keracunan
setelah mengonsumsi kerang hijau di hajatan pernikahan. Mereka dilarikan ke rumah sakit guna
mendapatkan pertolongan medis.

Puluhan warga asal Desa Luragung, Kecamatan Luragung, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat ini
terpaksa harus menjalani perawatan medis di RS KMC Kuningan karena mengalami keracunan
setelah mengonsumsi makanan berupa kerang hijau.

Bahkan, belasan pasien terpaksa harus diinfus lantaran telah mengeluarkan banyak cairan beracun
akibat kerang hijau tersebut.
Menurut Ninih, salah satu korban keracunan, kejadian keracunan massal ini berawal setelah warga
Luragung secara rombongan datang ke sebuah acara pernikahan di wilayah Kandanghaur,
Kabupaten Indramayu, Minggu (24/1/2016).

Mereka membawa oleh-oleh makanan berupa kerang hijau dari tuan rumah. Setelah sampai di
rumah, mereka memakan kerang tersebut. Namun, tiba-tiba mereka kemudian merasakan gejala
pusing, mual, dan muntah-muntah. Bahkan, kondisi badan melemah. Mereka pun langsung dibawa
ke rumah sakit terdekat.
Hingga Senin (25/1/2016) ini, sebagian besar pasien korban keracunan dirawat di sejumlah ruangan
RS KMC. Selain itu, ada juga beberapa korban keracunan lainya yang juga dirawat di rumah sakit
yang berbeda.
25.
BPOM: Masakan Rumah Tangga Penyebab Tertinggi Keracunan
REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Padang, Sumatra
Barat, menyatakan keracunan akibat mengkonsumsi masakan rumah tangga yang tertinggi dalam
kasus keracunan pangan di daerah itu.
"Data keracunan pangan yang dihimpun BPOM sejak 2014, dari 47 kasus kejadian luar biasa (KLB)
keracunan pangan, 17 kasus atau 36 persen akibat mengkonsumsi masakan rumah tangga," kata
Kepala BPOM Padang, Zulkifli di Padang, Kamis (17/12).
Selanjutnya 13 kasus keracunan diduga dari pangan jasa boga atau sebanyak 28 persen, 12 kasus
keracunan diduga dari pangan jajanan atau sebanyak 26 persen, dan 5 kasus diduga oleh pangan
olahan atau sebanyak 11 persen. Ia menyebutkan ancaman keracunan ini terjadi karena adanya
perubahan dalam proses produksi, distribusi, konsumsi pangan dan perubahan lingkungan.
"Dari itu masyarakat perlu meningkatkan kesadaran dalam memperhatikan keamanan pangan secara
intensif," jelasnya.

Keamanan pangan selama ini cenderung terabaikan karena masyarakat hanya menyadari keamanan
pangan sebatas tidak menimbulkan keracunan. Padahal lebih dari itu keamanan pangan harus dilihat
dari proses produksi, wadah penyajian, waktu penyajian pangan dan lain sebagainya.
Ia mengajak masyarakat untuk lebih meningkatkan keamanan pangan, mengingat pangan
merupakan kebutuhan terpenting dalam kehidupan manusia. "Saat ini masalah keamanan pangan
sudah menjadi isu dunia, karena ini menyangkut keselamatan semua," ujarnya.
BERITA KECUNAN MAKANAN di LUAR NEGERI
26.
300 orang keracunan makanan di Jepang
Ilustrasi. Deretan makanan beku di sebuah supermarket. (commons.wikimedia.org)
Tokyo (ANTARA News) - Lebih dari 300 orang di seluruh Jepang jatuh sakit setelah mengonsumsi
produk makanan beku yang tercemar pestisida, demikian dilaporkan, Selasa.
Para konsumen dilaporkan muntah-muntah, diare dan gejala lain yang menunjukkan seseorang
mengalami keracunan makanan setelah mereka mengonsumsi makanan olahan produksi dari pabrik
di Gunma, wilayah di sebelah utara Tokyo, menurut survei yang dilakukan oleh harian Asahi Shimbun
dan media lokal lain, seperti dilaporkan AFP.
Pabrik yang merupakan bagian dari perusahaan nasional besar penghasil makanan laut Maruha
Nichiro Holdings itu, berada di tengah skandal keracunan makanan yang terjadi di Jepang,
Kepolisian Jepang melakukan penyelidikan ke perusahaan itu setelah bulan lalu mengungkapan
bahwa sebagian produk makanan beku mereka tercemar olehmalathion yaitu bahan kimia pertanian
yang biasa digunakan untuk membunuh sejenis kumbang di ladang jagung dan padi.
Menurut media setempat, polisi mencurigai pestisida itu tercampur pada produksi makanan beku
termasuk produk pizza dan lasagna.
Asahi Shimbun melaporkan menemukan jumlah orang yang jatuh sakit lebih dari 300, sementara
lembaga penyiaran NHK pada Senin menyebutkan 359 korban.
Maruha Nichiro mengatakan menerima telepon dari 460 ribu pelanggan terkait masalah ini, mereka
mengeluh menjadi sakit setelah mengonsumsi produk makanan olahan tersebut.
Telepon itu juga menyebut keluhan ada bau tak sedap yang tidak biasa pada produk makanan dan
kini sedang mengembalikannya, kata juru bicara perusahaan.

Produsen juga menemukan sekitar 1,2 juta kemasan yang berpotensi tercemar dan akan menarik 6,4
juta kemasan produk mereka, tambahnya.
Produk Maruha Nichiro yang diragukan itu tidak ada yang dikirim ke luar negeri.
Juru bicara perusahaan menolak mengomentari kemungkinan dampak dari kejadian ini terhadap
pendapatan perusahaan.
"Kami perlu mencari penyebabnya dulu."
Kejadian keracunan makanan pernah terjadi di Jepang, termasuk peristiwa Agustus 2012 saat produk
kubis tercemar bakteri e.coli yang menyebabkan tujuh korban meninggal, sementara standar
keamanan makanan relatif tinggi.
Namun, reputasi keamanan dan kualitas tinggi di Jepang terguncang oleh pengaruh bencana atom
Fukushima, saat berhektare-hektare lahan pertanian setempat tercemar oleh kebocoran nuklir.

27.
Lebih 500 Mahasiswa Mesir Keracunan Makanan
REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO-- Sebanyak 561 mahasiswa di Universitas Al-Azhar, Mesir, mengalami
keracunan makanan. Sejauh ini tak ada laporan mengenai mahasiswa yang meninggal, kata Juru
Bicara Kementerian Kesehatan Mesir Yahia Moussa kepada Xinhua, Selasa (2/4).
"Sejauh ini, jumlah kasus keracunan makanan di kalangan mahasiswa Universitas Al-Azhar mencapai
561 sejak Senin malam (1/4)," kata Moussa.
Kasus tersebut terjadi di asrama Universitas Al-Azhar di Kota Nasr, sebelah timur Ibu Kota Mesir,
Kairo. Keluhan muncul setelah mereka menyantap makan siang dari restoran kota mahasiswa.
Mahasiswa yang keracunan dibawa ke rumah sakit yang berdekatan untuk diberi pengobatan medis.
Sementara itu, ratusan mahasiswa yang marah menggelar demonstrasi pada Selasa di luar kota
mahasiswa tersebut.
Mereka berencana berpawai ke Markas Universitas Al-Azhar, untuk menyerukan pemecatan Rektor
Universitas Al-Azhar Osama el-A'bd, demikian laporan kantor berita resmi Mesir, MENA.

Sang rektor, el-A'bd memerintahkan penskoran para direktur di Kota Universitas dan derpartemen gizi
universitas itu. Ia menyerahkan mereka kepada Jaksa Agung untuk diperiksa.
Satu delegasi dari Kementerian Kesehatan berencana mendatangi universitas tersebut untuk
memeriksa prosedur kesehatan restoran-restoran di kota universitas itu.
28.
Cumin and coriander powders recalled in Britain due to presence of harmful salmonella
12:56, 29 MAR 2016 UPDATED 20:14, 30 MAR 2016
TRSCumin and Coriander powders recalled due to presence of salmonellaThe Cumin and Coriander
powders recalled due to presence of salmonella
Batches of cumin and coriander powders have been recalled from customers - because salmonella
has been detected in the products.
The recall concerns TRS Jeera Powder and TRS Dhania Powder manufactured by the TRS
Wholesale Company Ltd.
The company will be displaying point-of-sale notices in all stores, which will tell consumers why the
products are being recalled and will tell them what to do if they have bought the products.
No other TRS Wholesale Company Ltd products are known to be affected, according to the Food
Standards Agency.
Read more: Salmonella outbreak fear as chicken tikka removed from shelves
If there is a problem with a food product, that means it should not be sold, then it might be 'withdrawn'
- taken off the shelves - or 'recalled' - when customers are asked to return the product.
GettySalmonellaSalmonella can cause diarrhoea, fever and abdominal cramps usually lasting four to
seven days
Salmonella is a bacterium that can cause food poisoning.
It causes diarrhoea, fever and abdominal cramps usually lasting four to seven days.
Symptoms develop between 12 to 72 hours after eating contaminated foods and in extreme cases
diarrhoea and dehydration may be so severe that hospital treatment is required.
The products details are: TRS Jeera Powder, batch number P353340, 100g pack labelled best before
December 31, 2017.

Also TRS Dhania Powder, batch number A481514, 100g pack labelled best before end of December,
2017.
If you have bought any of the above products, do not consume it. Instead, return it to the store where
it was bought from for a full refund.
It's not the first time the company has had a salmonella issue. In December 2007 they recalled
sesame seeds thanks to the presence of the bacterium.
TRS businesses were founded in 1959 by Taherally Rehmanji Suterwalla fand are still managed today
by his five sons.
The TRS brand is market leading in the UK independent sector and has a growing presence in
several major UK multiples.
The brand is also available throughout the European Union, Russia, Canada and the USA.
29.
Foodborne Illness Sickens More Than 80 Ontario Child Protection Employees
BY NEWS DESK | SEPTEMBER 18, 2015
More than 80 child protection employees in Brantford, Ontario, were reportedly sickened by a
foodborne illness after a recent day-long stress management conference.
Andy Koster, executive director of Brant Family and Childrens Services, said Thursday, Sept. 17, that
between 80-100 workers had called in sick starting last Friday, Sept. 11.
WrapsSome people have symptoms that are going on well beyond the regular time associated with
food poisoning, Koster said. But people are working really hard to deliver our services and those
who arent ill are doing double duty.
The annual event was held at the St. George Arena just north of Brantford and featured a catered
lunch. The conference, which about 200 people attended, included a professional speaker discussing
stress management and how to deal with the tough situations faced by many child protection workers.
Koster said the catered lunch offered egg salad wraps, chicken wraps, and potato salad.
On Friday morning, we had people calling saying were down four people on our unit and people
were reporting stomach pains and diarrhea, he said.

The illnesses are under investigation by the Brant County Health Unit, which conducted interviews
with questionnaires of those who were sickened and those who werent, and stool samples had been
sent off for lab testing in Hamilton and Toronto.
30.
Sayuran Hijau Sebab Utama Keracunan Makanan di AS
NEW YORK Studi yang dilakukan oleh pemerintah Amerika menunjukkan bahwa sayuran berdaun
hijau seperti selada dan bayam merupakan penyebab utama keracunan makanan di negara tersebut.
Sebagian besar makanan aman, ujar Dr. Patricia Griffin, peneliti pemerintah dan salah satu dari
penulis penelitian tersebut. Ia mengatakan penemuan tersebut tidak seharusnya membuat orang
tidak ingin makan sayur, namun harus dipastikan bahwa makanan tersebut dicuci atau dimasak
secara seksama.
Meski banyak orang sakit karena makan sayuran, lebih banyak lagi yang meninggal karena unggas
yang terkontaminasi, menurut studi tersebut, yang hasilnya dirilis Selasa (29/1) oleh Pusat
Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC).
Setiap tahun, sekitar satu di antara enam orang Amerika, atau 48 juta orang, sakit karena keracunan
makanan. Jumlah itu termasuk 128.000 yang diopname dan 3.000 yang meninggal karenanya,
menurut perkiraan CDC sebelumnya.
Penelitian yang mencakup periode 1998 sampai 2008 tersebut menunjukkan bahwa satu dari lima
penyakit terkait dengan sayuran berdaun hijau dibandingkan dengan makanan jenis lain. Dan
setengah dari semua kasus keracunan makanan berhubungan dengan sayuran dan buah.
Laporan CDC secara implisit mendorong badan pengawasan obat dan makanan FDA memberikan
lebih banyak waktu dan sumber daya lain untuk mengawasi buah dan sayuran, ujar Michael Doyle,
direktur Pusat Keselamatan Pangan di University of Georgia.
Banyak dari penyakit yang terkait sayuran datang dari norovirus, yang seringkali disebarkan oleh
tukang masak dan pengelola makanan. Jadi kontaminasi terkadang lebih terkait dengan dapur atau
restoran dibandingkan dengan makanan itu sendiri, ujar Griffin.
Sementara itu, kematian yang diakibatkan penyakit yang dibawa makanan, satu dari lima disebabkan
karena unggas. Sebagian karena tiga wabah besar lebih dari 10 tahun yang lalu yang terkait dengan
daging kalkun.
Namun jumlahnya tidak berbeda jauh. CDC memperkirakan ada 277 kematian terkait unggas pada
1998-2008, dibandingkan dengan 236 kematian terkait konsumsi sayuran.

Buah dan kacang-kacangan merupakan sumber 96 kematian, membuat jumlah total kematian akibat
produk pertanian mencapai 334. CDC memperkirakan ada 417 kematian dari semua jenis daging dan
unggas, 140 dari produk susu dan 71 dari telur.
Daging merah pernah menjadi sebab utama keracunan makanan, sebagian karena wabah
mematikan dari bakteri E. coli yang berhubungan dengan hamburger. Namun Griffin dan Doyle
mengatakan ada perbaikan keselamatan yang signifikan dalam mengelola daging. Dalam studi yang
baru ini, daging sapi menjadi penyebab kurang dari 4 persen kematian terkait makanan dan kurang
dari 7 persen kesakitan. (AP/Mike Stobbe)
31.
Kepala Sekolah India Ditangkap dalam Kasus Keracunan
Pihak berwenang di India telah menangkap kepala sekolah dasar di mana 23 siswa tewas setelah
menyantap makan siang yang terkontaminasi pestisida beracun.
Kepala sebuah sekolah dasar di India, bernama Meena Devi hari Rabu (22/7) ditangkap polisi di
negara bagian Bihar timur setelah tampaknya hendak melarikan diri bersama suami dan anakanaknya, pasca insiden keracunan pekan lalu.
Pihak berwenang mengatakan Meena Devi adalah tokoh utama untuk mengetahui bagaimana
pestisida dalam jumlah besar bisa ditemukan dalam makanan yang menewaskan 23 siswa dan
melukai lebih dari 20 siswa lainnya.
Uji forensik menunjukkan minyak goreng dan peralatan memasak terkontaminasi pestisida jenis
monocrotophos dengan kadar racun sangat tinggi.
Juru masak yang menyiapkan hidangan tersebut mengatakan ia telah mengingatkan Meena Devi
tentang adanya sesuatu yang aneh dalam minyak goreng tersebut, tetapi diminta untuk terus
menggunakannya.
Program makan siang di India memberi makanan gratis setiap hari kepada 120 juta anak di seluruh
negara itu, sebagai bagian dari upaya untuk meningkatkan tingkat kehadiran di sekolah dan
memberantas kekurangan gizi.
32.
Makanan Impor Akibatkan Warga Amerika Lebih Sering Sakit
Kenaikan ini muncul sehubungan dengan suplai makanan Amerika yang semakin bergantung dengan
sumber-sumber makanan luar negeri.

Jumlah wabah keracunan makanan karena makanan impor naik lebih dari dua kali lipat, menjadi 6,5
pertahun antara tahun 2005-2010, atau naik dari 2,7 pertahun antara tahun 1998 -2004, menurut data
CDC yang dikeluarkan dalam Konferensi Internasional Penyakit Menular di Atlanta, Georgia.
Dari 39 wabah yang dilaporkan dalam enam tahun terakhir, makanan laut tercatat hampir
setengahnya. Bumbu-bumbu merupakan penyebab besar lainnya. Asia merupakan sumber utama
wabah-wabah tersebut diikuti oleh Amerika Latin.
Dengan pasokan makanan yang semakin global, orang makan makanan dari seluruh dunia, yang
juga bisa memapar mereka pada kuman-kuman dari seluruh pelosok dunia, kata pakar epidemiologi
Hannah Gould, Ph.D., yang memimpin penelitian tersebut.
Penelitian itu mencatat 16 persen makanan yang dikonsumsi di Amerika adalah makanan impor,
termasuk lebih dari 80 persen makanan laut. Impor makanan Amerika naik 10 persen per tahun,
menurut lembaga Administrasi Obat-obatan dan Makanan Amerika (FDA)
Angka tersebut bukanlah kejutan besar bagi Erik Olson, Direktur Program Makanan pada lembaga
nirlaba Pew Health Group.
FDA hanya memeriksa sekitar dua persen dari makanan yang diimpor ke Amerika,ungkap Olson,
sehingga banyak makanan yang masuk tanpa diperiksa.
Bagaimanapun, impor hanya menyebabkan sebagian kecil wabah penyakit yang disebabkan oleh
makanan di Amerika setiap tahunnya.
33.
Warga Desa di Jepang Keracunan Merkuri karena Makan Ikan Lumba-Lumba
Sekitar 1000 warga atau sepertiga penduduk Desa Taiji memiliki kadar merkuri jauh lebih tinggi dari
tingkat rata-rata.
Kira-kira sepertiga penduduk sebuah desa di bagian tengah Jepang dilaporkan tercemar merkuri atau
air raksa karena makan daging ikan lumba-lumba.
Kata Lembaga Penyakit Minamata Jepang, kira-kira 1000 orang penduduk desa yang diperiksa,
kadar air raksa yang terdapat dalam tubuh mereka jauh lebih tinggi dari tingkat rata-rata.
Desa Taiji yang berpenduduk 3000, pernah menjadi subyek film dokumenter tahun 2009 dan
mendapat penghargaan Academy Awards atau Oscar untuk kategori film dokumenter. Film tersebut
menunjukkan dengan jelas perburuan ikan lumba-lumba dan warga desa yang suka makan daging
ikan itu.

Keracunan merkuri atau air raksa adalah hal yang sangat peka di Jepang sejak puluhan tahun karena
adanya bencana di Minamata, yang disebabkan polusi industri dalam tahun 1950-an. Keracunan
dapat mengakibatkan cacat lahir, gangguan syaraf dan seringkali mengakibatkan kematian.
Empat tahun yang lalu, pejabat desa Taiji secara terbuka menentang usaha pembangunan sebuah
pabrik pemrosesan daging lumba-lumba untuk makanan anak-anak sekolah.
34.
Racun Tikus Penyebab Keracunan Masal di Nanjing
Media resmi Cina melaporkan, racun tikus mungkin menjadi penyebab keracunan masal di dekat kota
Nanjing Sabtu lalu.
Insiden itu membuat 200 orang harus dirawat di rumah sakit, dan sejumlah lainnya meninggal dunia.
Laporan awal mengatakan, 41 orang meninggal dunia. Media Cina mengutip para pejabat setempat
mengatakan, penyidikan awal menunjukkan bahwa racun tikus ditemukan dalam makanan yang
disajikan kepada para korban.
Keracunan itu terjadi di kota industri Tanshan. Orang orang yang terdiri dari murid sekolah dan
pekerja berjatuhan setelah sarapan di sebuah warung setempat.
35.
Wabah di Eropa disebabkan oleh E.Coli 'baru'
Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan wabah keracunan makanan yang mematikan di Jerman
disebabkan oleh jenis bakteri E.coli yang tidak pernah diketahui sebelumnya.
WHO mengatakan bakteri baru ini tampaknya merupakan keturunan dua bakteria yang berbeda.
Berdasarkan analisis genetika awal diketahui bahwa bakteri ini unik.
Dr Paul Wigley, ahli penyakit terkait makanan di Universitas Liverpool, Inggris juga berpendapat E.coli
kali ini baru.
"Satu bakteri buruk tampaknya mendapat toksin dari bakteri buruk lainnya yang menghasilkan bakteri
lebih buruk lagi," jelas Dr Wigley.
Tuntut ganti rugi
"Tampaknya bakteri ini memproduksi dua toksin yang menyebabkan kerusakan dan menyebabkan
diare berdarah serta merusak tisu tubuh termasuk ginjal," tambahnya.
Para ilmuwan Jerman masih meneliti sumber wabah yang telah menelan hampir 20 orang sejauh ini.
Selain itu 16 orang jatuh sakit.
Wabah E.coli utamanya terjadi di Jerman meski telah menjangkiti warga di 10 negara Eropa.
Di Jerman tercatat 1.064 kasus diarea berdarah dan 470 kasus yang berpotensi menimbulkan
komplikasi di darah dan ginjal.
Sumber infeksi belum jelas walau sebelumnya diduga berasal dari mentimun produksi Spanyol.

Rusia telah melarang impor sayur-mayur dari negara-negara Uni Eropa sebagai upaya mencegah
penyebaran penyakit di negara itu meski Uni Eropa menyebut langkah Rusia berlebihan.
Sementara itu Spanyol mengancam akan menuntut ganti rugi kepada Uni Eropa atas kerugian yang
dialaminya karena produk sayur-mayur negara itu tidak laku.
36.
Keracunan makanan akibat ketimun di Jerman
Pemerintah Jerman mendesak warga masyarakat mencuci semua sayuran segar sebelum
dikonsumsi.
E.coli menyebabkan diare dan pada kasus ekstrem dapat menyebabkan anemia, kerusakan ginjal,
stroke, dan koma.
Dalam dua minggu terakhir, ada sekitar 350 kasus orang yang terkena bakteri ini.
Wabah ini pada khususnya menyerang pada wanita dan salah satu teori menyebutkan tersebar
melalui salad yang terkontaminasi.
Pemeriksaan medis belum menyebutkan penyebab kematian namun tiga korban meninggal adalah
wanita, dua di antaranya berusia 80-an, dan yang ketiga berusia 24 tahun.
Di bawah usia 18 tahun
"Kami harus katakan bahwa kami perkirakan jumlah korban akan tinggi"
Reinhard Burger
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bakteri E.coli biasanya menyerang usus dan sebagian
besar tidak berbahaya.
Mereka yang terkena bakteri biasanya karena konsumsi makanan, seperti daging mentah atau
kurang matang, produk susu dan juga kotoran binatang di makanan dan air serta kontaminasi dalam
persiapan penyajian makanan.
Reinhard Burger, kepala Institut Robert Koch yang mengawasi epidemi ini, mengatakan setiap tahun
bakteri ini menyerang antara 50-60 orang.
"Kami harus katakan bahwa kami perkirakan jumlah korban akan tinggi," kata Burger.
Sejauh ini, sebagian besar kasus tejadi di kawasan utara. Sekitar 200 di Schleswig-Holstein, 100 di
Saxony, dan hampir 50 di Hamburg.
Di Bremen, tempat korban termuda, pejabat kesehatan setempat mengatakan usia korban 24 tahun
adalah sesuatu yang tidak biasa.
"Biasanya bakteri ini ditemukan di anak-anak dan kaum muda. Setiap tahun ada kasus seperti ini di
Bremen dan lebih dari 80% di bawah usia 18 tahun," kata Werner Wunderle.
37.
Keracunan Makanan di Amerika Lebih Sering Terjadi Saat Makan di Restoran
Proses pengolahan makanan dapat memicu keracunan. Laporan terbaru dari Center for Science in
the Public Interest (CSPI) Amerika, menyebutkan keracunan makanan sering terjadi pada konsumsi
makanan di restoran dibanding makanan di rumah.

Meski laporan tersebut tidak begitu mengagetkan namun bisa dilihat berapa besar risiko menyantap
makanan di luar rumah.
Hasil riset CSPI menunjukkan bahwa orang Amerika cenderung dua kali lipat terjangkit keracunan
makanan saat makan di restoran. Keracunan terjadi antara lain akibat bakteri Salmonella,
Campylobacter, dan Listeria yang terdapat dalam makanan. Untuk susu, 70 persen wabah terjadi
pada susu mentah.
Ada lebih dari 28.000 kasus keracunan makanan di 1.610 restoran Amerika selama tahun 2002-2011.
Sedangkan 12.980 kasus keracunan masakan terjadi di 893 rumah selama periode 10 tahun tersebut.
Terdapat juga 313 kasus keracunan makanan di tempat kerja, 224 kasus karena catering pesta, 144
kasus di klub sosial, 138 kasus di sekolah, 126 kasus di tempat kemah, 66 kasus di penjara dan 57
kasus di tempat lansia selama jangka waktu 10 tahun.
Laporan CSPI memperlihatkan wabah keracunan makanan telah menurun antara tahun 2002 dan
2011 sebanyak 42 persen. Namun peneliti menyebutkan bahwa hal ini bukan berarti wabahnya
menjadi lebih sedikit.
38.
Tarheel Q Salmonella Outbreak Declared Over With 1 Death, 280 Illnesses
BY NEWS DESK | JULY 29, 2015
As of July 8, 2015, the Salmonella outbreak connected with the Tarheel Q restaurant in Lexington,
NC, has been designated as over with at least 280 people sickened, according to a July 28 case
count. One person died.
The designation was announced after two incubation periods (six days for most Salmonella cases)
had passed without new illnesses since the restaurant reopened. Local health departments will no
longer accept additional reports of illness.
The 280 cases were distributed across 21 North Carolina counties and 6 states. Of the North
Carolina cases, 77 percent were residents of Davidson County and Davie County.
Laboratory testing indicated that the BBQ sample and a sample from a patient who became ill during
the beginning of the outbreak were both positive for Salmonella species. The serogroup was
Typhimurium, and both samples had the same PFGE pattern (DNA fingerprint). Three additional
patients had a different PFGE pattern.
Fifty-eight percent of those sickened were male, 42 percent were between the ages of 20 and 49, and
9 percent had been hospitalized. Most cases had illness onset dates between June 16 and June 21.
Most people infected with Salmonella develop diarrhea, fever, and abdominal cramps 12 to 72 hours
after infection. The illness usually lasts four to seven days, and most people recover without
treatment. However, in some people, the diarrhea may be so severe that the patient needs to be

hospitalized to prevent severe and sometimes fatal complications. The elderly, infants, and those with
impaired immune systems are more likely to have a severe illness.
Prevention steps include thorough handwashing, especially before and after handling food, after
handling animals, and after using the bathroom. Safe food preparation practices are also essential,
such as keeping hot foods hot and cold foods cold, washing all produce, keeping raw and cooked
foods separate, and making sure all meats and eggs are thoroughly cooked.
39
Salmonella outbreak investigated
Public Health England is investigating an outbreak of Salmonella which has affected 156 people in
England over the past few months.
Tests suggest that the cause of the illness, which is often linked to poultry or eggs, is from a single
source.
Cases have been seen in Hampshire, London, Cheshire and the West Midlands.
Salmonella can cause diarrhoea, stomach cramps, vomiting and fever. Most people recover without
treatment.
We are working with our colleagues at the Food Standards Agency, in local authorities and with other
public health organisations in Europe to investigate the cause of this outbreak.Dr Paul Cleary, Public
Health England
The strain of bacteria causing this outbreak of food poisoning, Salmonella Enteritidis, may also have
affected people in France and Austria, the PHE said.
Experts are examining 55 cases in Hampshire, 25 in London and 33 in Cheshire.
They are also looking at 43 cases in the West Midlands, 34 of which were connected to an outbreak
at Birmingham Heartlands Hospital.
The hospital confirmed three of the people affected have died, but in two cases it was not related to
Salmonella. The third has been referred to the coroner's court, but it is not clear on what grounds.
Finding the link
Dr Paul Cleary, a consultant epidemiologist leading the PHE investigation, said: "We are working with
our colleagues across Public Health England, at the Food Standards Agency, in local authorities and
with other public health organisations in Europe to investigate the cause of this outbreak.
"We are making good progress and hope to have more conclusive evidence shortly.
"We will continue to monitor the situation and if there is any further public health action necessary
then we will ensure that this takes place."
Jump media player
Media player help
Out of media player. Press enter to return or tab to continue.
Media captionDr Brian Hope describes Salmonella symptoms - and how to avoid infection

Professor Anthony Hilton, head of biological and biomedical science at Aston University, said if the
cases across the country were related, the next step would be to identify common risk factors which
link the infected individuals.
"This might be consumption of a contaminated food or ingredient or even a common exposure at an
event or activity.
"Compiling food and exposure histories of cases occurring over several months can be complex and
time consuming, depending on the quality of the information available, and it may be some time
before we know the true extent of the outbreak and the causative link, if any."
Public Health England's advice is to wash hands thoroughly before handling, preparing and eating
food, and make sure all food is cooked properly before eating.
40.
Noroviruses spread several meters by air: Viruses responsible for 50 percent of gastroenteritis
Noroviruses, a group of viruses responsible for over 50% of global gastroenteritis cases, can spread
by air up to several meters from an infected person according to a new study by Universit Laval
researchers. The discovery, details of which are presented in the latest issue of Clinical Infectious
Diseases, suggests that measures applied in hospitals during gastroenteritis outbreaks may be
insufficient to effectively contain this kind of infection.
The team led by Caroline Duchaine, professor at Universit Laval's Faculty of Science and
Engineering and researcher at the Qubec Heart and Lung Institute (IUCPQ) Research Centre,
conducted the study at 8 hospitals and long-term care facilities affected by gastroenteritis outbreaks.
Researchers gathered air samples at a distance of 1 meter from patients, at the doors to their rooms,
and at nursing stations.
Noroviruses were found in the air at six of the eight facilities studied. The viruses were detected in
54% of the rooms housing patients with gastroenteritis, 38% of the hallways leading to their rooms,
and 50% of nursing stations. Virus concentrations ranged from 13 to 2350 particles per cubic meter of
air. A dose of 20 norovirus particles is usually enough to cause gastroenteritis.
According to Professor Duchaine, this previously unknown mode of norovirus propagation could
explain why gastroenteritis outbreaks are so hard to contain: "The measures applied in hospital
settings are only designed to limit direct contact with infected patients. In light of our results, these
rules need to be reviewed to take into account the possibility of airborne transmission of noroviruses.
Use of mobile air filtration units or the wearing of respiratory protection around patients with
gastroenteritis are measures worth testing."
41
Could bug-busting viruses control food poisoning?
Viruses that can seek and destroy food poisoning bugs in the gut are being investigated by
researchers at The University of Nottingham, thanks to a new grant.

The work, which has been funded with a $100,000 USD grant by the Bill & Melinda Gates Foundation,
could offer the potential for treating and preventing intestinal illnesses in children in developing
countries including those caused by Salmonella, Campylobacter and E. coli.
They hope the viruses, known as bacteriophages -- the word meaning "bacteria-eaters" -- and which
only affect their target bacteria, could offer a viable alternative to antibiotics and a potential new
approach for the developing world where the illnesses can often be fatal.
Professor Paul Barrow in the University's School of Veterinary Medicine and Science, who is leading
the research, said: "In developing countries there is a huge amount of enteric disease.
"There is some evidence to suggest that gut flora -- the bacteria that live in the gut -- in childhood can
offer protection against pathogens in later life and that it is tied up with the immunity of the host, their
diet and other environmental factors."
The research is being supported by the Grand Challenges Explorations (GCE) initiative, which funds
individuals worldwide to explore ideas that can break the mould in how we solve persistent global
health and development challenges.
The Nottingham project is one of more than 50 Grand Challenges Explorations Round 15 grants
announced recently by the Bill & Melinda Gates Foundation. The University's Sutton Bonington
campus has the greatest concentration of specialists in bacteriophages worldwide.
The research will study the effect of these bacteriophages in pigs which are an excellent and relevant
model for intestinal infections in man because of the similarity in their gut bacteria and the way in
which their immune system functions.
They will use the bacteriophages to target the Salmonella and other disease-causing bacteria in the
pig intestine because they know that this can have an indirect beneficial effect on the normal gut
bacteria which can improve immunity and their general health.
If they can prove that these phages are effective in killing and preventing the growth of nasty bugs in
the pig gut, this could be translated into a new method for improving intestinal health in children and
newborn infants in the developing world.
Given the potential protective effects of good gut bacteria and immunity, this could also help to keep
them healthier in adult life.
42.
WHOs first ever global estimates of foodborne diseases find children under 5 account for
almost one third of deaths
3 DECEMBER 2015 | GENEVA - Almost one third (30%) of all deaths from foodborne diseases are in
children under the age of 5 years, despite the fact that they make up only 9% of the global population.
This is among the findings of WHO's "Estimates of the global burden of foodborne diseases" the
most comprehensive report to date on the impact of contaminated food on health and well-being.
The report, which estimates the burden of foodborne diseases caused by 31 agents bacteria,
viruses, parasites, toxins and chemicals states that each year as many as 600 million, or almost 1 in

10 people in the world, fall ill after consuming contaminated food. Of these, 420 000 people die,
including 125 000 children under the age of 5 years.
Until now, estimates of foodborne diseases were vague and imprecise. This concealed the true
human costs of contaminated food. This report sets the record straight, says Dr Margaret Chan,
Director-General of WHO. Knowing which foodborne pathogens are causing the biggest problems in
which parts of the world can generate targeted action by the public, governments, and the food
industry.
While the burden of foodborne diseases is a public health concern globally, the WHO African and
South-East Asia Regions have the highest incidence and highest death rates, including among
children under the age of 5 years.
These estimates are the result of a decade of work, including input from more than 100 experts from
around the world. They are conservative, and more needs to be done to improve the availability of
data on the burden of foodborne diseases. But based on what we know now, it is apparent that the
global burden of foodborne diseases is considerable, affecting people all over the world particularly
children under 5 years of age and people in low-income areas, says Dr Kazuaki Miyagishima,
Director of WHOs Department of Food Safety and Zoonoses.
Diarrhoeal diseases are responsible for more than half of the global burden of foodborne diseases,
causing 550 million people to fall ill and 230 000 deaths every year. Children are at particular risk of
foodborne diarrhoeal diseases, with 220 million falling ill and 96 000 dying every year. Diarrhoea is
often caused by eating raw or undercooked meat, eggs, fresh produce and dairy products
contaminated by norovirus, Campylobacter, non-typhoidal Salmonella and pathogenic E. coli.
Other major contributors to the global burden of foodborne diseases are typhoid fever, hepatitis A,
Taenia solium (a tapeworm), and aflatoxin (produced by mould on grain that is stored inappropriately).
Certain diseases, such as those caused by non-typhoidal Salmonella, are a public health concern
across all regions of the world, in high- and low-income countries alike. Other diseases, such as
typhoid fever, foodborne cholera, and those caused by pathogenic E. coli, are much more common to
low-income countries, whileCampylobacter is an important pathogen in high-income countries.
The risk of foodborne diseases is most severe in low- and middle-income countries, linked to
preparing food with unsafe water; poor hygiene and inadequate conditions in food production and
storage; lower levels of literacy and education; and insufficient food safety legislation or
implementation of such legislation.
Foodborne diseases can cause short-term symptoms, such as nausea, vomiting and diarrhoea
(commonly referred to as food poisoning), but can also cause longer-term illnesses, such as cancer,
kidney or liver failure, brain and neural disorders. These diseases may be more serious in children,
pregnant women, and those who are older or have a weakened immune system. Children who survive
some of the more serious foodborne diseases may suffer from delayed physical and mental
development, impacting their quality of life permanently.
Food safety is a shared responsibility, says WHO. The reports findings underscore the global threat
posed by foodborne diseases and reinforce the need for governments, the food industry and
individuals to do more to make food safe and prevent foodborne diseases. There remains a significant

need for education and training on the prevention of foodborne diseases among food producers,
suppliers, handlers and the general public. WHO is working closely with national governments to help
set and implement food safety strategies and policies that will in turn have a positive impact on the
safety of food in the global marketplace.
43.
Maine health official: Toddlers infected by identical strains of E. coli
AUGUSTA, Maine The strains of E. coli that killed one Maine toddler and hospitalized another are
identical, a top health official said Friday.
Maine State Epidemiologist Siiri Bennett said that in each case, the bacteria produced the same type
of dangerous toxins that can cause a fatal condition, making it highly likely that the cases acquired
the illness from the same source.
But Bennett stopped short of linking the cases to a petting zoo at the Oxford County Fair, which ran
through Sept. 19 in the town of Oxford, saying the state has taken samples from the fair including
from a barn, pens and in a livestock area and tests will continue through next week.
That petting zoo has been the only reported link between the cases. Parents of both children have
said that after separately visiting the fair, the children developed hemolytic uremic syndrome, a
condition that can cause kidney failure and is usually linked to E. coli infection, according to the Mayo
Clinic.
The strain identified in the two boys cases, known as O111, is one of several that can cause illness.
On Monday, 20-month-old Colton Guay of Poland died of the condition, his father said in a Facebook
post. Myles Herschaft, a 17-month-old boy from Auburn, has been recovering at Maine Medical
Center in Portland. He remained in fair condition Friday, but faces a long hospitalization, according
to a fundraising page.
E. coli is most commonly transmitted by consumption of contaminated food or water, but it can also be
contracted through contact with farm animals. The bacteria commonly live in the digestive systems of
humans and other mammals. People typically contract the bacteria by coming in contact with animal
feces and then eating or touching their mouths with contaminated hands.
While many strains are harmless, some produce dangerous shiga toxins, which the Maine CDC said
were present in these cases.
In Maine, 26 cases of shiga toxin-producing E. coli have been confirmed in 2015, causing six cases of
hemolytic uremic syndrome, compared with 33 cases last year that resulted in one diagnosis of
hemolytic uremic syndrome.
While E. coli sickens approximately 265,000 people per year in the U.S., only about 100 die,
according to North Carolinas health department. Maine has recorded one E. coli-related death since
2001, when the state began tracking serious forms of the illness, said John Martins, a spokesman for
the Maine Center for Disease Control and Prevention.
Hemolytic uremic syndrome affects 5 to 10 percent of those diagnosed with E. coli-produced shiga
toxin, according to the U.S. CDC. Early symptoms of the syndrome include diarrhea, vomiting,

abdominal pain, fatigue, pale skin and unexplained bruises or bleeding from the nose and mouth.
Neurological problems also may develop, including seizures.
Doctors recommend cooking meat and washing produce thoroughly to fend off foodborne E. coli, as
well as washing hands after touching food or live animals.
The bacteria can spread to fruit and vegetables through fertilizer or contaminated water.
We live in an agricultural state and I think its going to be a little bit inevitable, but no matter what,
wash your hands and maintain good hygiene, Bennett said. It helps protect you against influenza,
the cold, as well as diseases such as this.
People with compromised immune systems, such as young children and the elderly, are more likely
than others to develop severe illness from E. coli and hemolytic uremic syndrome. While most people
recover from that complication within a few weeks, some develop kidney failure that leads to
permanent damage or death.

44.
E. Coli Down, but Salmonella Remains Stagnant
A new Centers for Disease Control and Prevention report shows little progress in reducing the
incidence of foodborne bacteria that can cause diarrhea and vomiting and lead to hospitalizations and
death
CDC, through its data surveillance system, FoodNet, found that food poisoning in 2014 from nine
common bugs caused 19,542 infections, 4,445 hospitalizations and 71 deaths in the 10 states it
monitors. Though it tracks illness in 15 percent of the population, the figures are considered
representative of the country and show little movement from past years. In 2011, the agency recorded
19,964 infections and in 2006 it showed 17,432.
Listeria, the bacteria associated with an outbreak tied to ice cream from Texas-based Blue Bell
Creameries, was found to be the most deadly strain in 2014, killing 18 of the 118 people who got the
infection. This year, 10 people have been hospitalized and three have died specifically from the Blue
Bell outbreak.
45.
Drug-Resistant Stomach Bug Spreading Across the U.S.
Nationally, food poisoning sickens 1 in 6 people a year, resulting in nearly 50 million infections and
3,000 deaths, health officials say. But even those figures could be incomplete. The majority of people
are not tested, tending instead to ride out the illness at home rather than seek medical attention,
according to Patricia Buck, director of outreach and education for the Center for Foodborne Illness
Research and Prevention. In a majority of cases the situation is resolved by doing nothing, she says.
Various types of bacteria, parasites and viruses can lead to food poisoning, though they tend to lead
to problems of the digestive tract including diarrhea, vomiting and stomach cramps.

In a call detailing the new report with journalists Thursday, health and agriculture officials conceded
more needed to be done to protect public health.
"The news is mixed, said Dr. Patricia Griffin, chief of the enteric diseases epidemiology branch at the
CDC Division of Foodborne, Waterborne and Environmental Diseases. Some infections declined but
others increased and most did not change. Clearly, more work is needed."
E. coli, often linked to undercooked ground beef, was shown to be on the decline. The bacteria was
responsible for a spinach outbreak in 2006 that sickened 200 people and killed five.
But little to no progress has been made in curbing the bacteria that infect the highest number of
people, Campylobacter and salmonella.
Salmonella has deadlined for the last 10 to 15 years, Buck says. This report is another red flag that
we need to start examining why we havent been able to bring down these numbers.
46.
Most States Not Prepared for Infectious Diseases
Salmonella, the most common form of foodborne illness, infected 7,452 people in 2014.
Rates of salmonella from less common strains javiana and infantis found in undercooked meat,
eggs and milk more than doubled for reasons that the agency says are unclear, but another strain,
typhimurium, decreased by 27 percent. Campylobacter, which often comes from eating undercooked
poultry, rose 13 percent.
The report compared outbreaks with data collected from 2006 to 2008 and 2011 to 2013. It concluded
that more understanding was needed to determine what the best prevention efforts are. Food can
become infected when it isntstored or prepared properly, but other times it can already contain
bacteria when it is purchased at the store or even when animals are slaughtered or produce is
collected or processed.
There are processes throughout the whole food chain that we can all improve on, Buck says.
This week the U.S. Department of Agriculture released a final rule on labelling mechanically
tenderized beef products and on including cooking instructions. In the call with reporters, Dr. David
Goldman, assistant administrator in the office of Office of Public Health Science for the USDA Food
Safety and Inspection Service, says it is hoped that the rule will prevent hundreds of E. coli illnesses
every year.
The report also comes amid plans for a major shift in food oversight through the Food Safety
Modernization Act, which will detail regulations for safer produce, processed foods and imported
foods. It also comes amid a greater effort by the U.S. to control the spread of drug-resistant bacteria,
which are affecting agriculture and pose a growing threat.
Some of the ways we grow and process foods are going to cause us problems until we get tighter
standards, says Jaydee Hanson, senior policy analyst at the Center for Food Safety, a nonprofit
public interest and environmental advocacy group.
In extreme cases government agencies can shut down a plant, but the majority of times they are
unable to take action. Industries typically shut down their operations voluntarily.

To expose some of these gaps in food safety, a PBS Frontline on Tuesday aired a documentary, The
Trouble with Chicken. exposing gaps in food safety. As a result, two bills were introduced in Congress
to give the USDA more authority over recalls.
The Centers for Disease Control and Prevention (CDC) estimates that each year roughly 1 in 6
Americans (or 48 million people) get sick, 128,000 are hospitalized, and 3,000 die of foodborne
diseases.
One way to classify bacteria is whether or not they form spores, a structure that enables a cell to
survive environmental pressures in food preparation to include cooking, freezing, high salt or acidic
conditions and drying.
For the most part with one notable exception, ingesting spores are not typically harmful. However,if
conditions are right, the spore can turn into a vegetative cell that can proliferate in food and cause
illness.
47.
food borne botulism is a severe intoxication caused by eating the preformed toxin present in
contaminated food.

Food borne botulism occurs when the bacterium Clostridium botulinum is allowed to grow and
produce toxin in food that is later eaten without sufficient heating or cooking to inactivate the toxin.
Botulinum toxin is one of the most potent neurotoxins known.
Growth of this anaerobic bacteria and the formation of the toxin tend to happen in products with low
acidity and oxygen content and low salt and sugar content. Inadequately processed, home-canned
foods like asparagus, green beans, beets, and corn have commonly been implicated.
However, there have been outbreaks of botulism from more unusual sources such as chopped garlic
in oil,chili peppers, improperly handled baked potatoes wrapped in aluminum foil and home-canned or
fermented fish. Garden foods like tomatoes, which used to be considered too acidic for the growth of
Clostridiumbotulinum, is now considered a potentially hazardous food in home canning.
Though more common in home-canned foods, it does happen occasionally in commercially prepared
foods.
Typically in a few hours to several days after you eat the contaminated food you will start to show the
classic symptoms; blurred vision, dry mouth, and difficulty in swallowing. Gastrointestinal symptoms
may or may not occur. If untreated, the paralysis always descends through the body starting at the
shoulders and working its way down.
The most serious complication of botulism is respiratory failure where it is fatal in up to 10% of people.
It may take months before recovery is complete.
If the disease is caught early enough it can be treated with antitoxin. If paralysis and respiratory failure
happen, the person may be on a ventilator for several weeks.
Prevention of botulism is by properly heat processing anaerobically packed foods.
48.
Two more states see listeria cases

(CNN)Connecticut and Missouri have joined the list of states affected by a listeria outbreak that has
killed one person and hospitalized 15 others, the Centers for Disease Control and Prevention said
Thursday.
The CDC said last week that salads sold under a variety of names that were packaged in a Dole
facility in Springfield, Ohio, were linked to the listeria outbreak.
Three new cases have been reported since Friday, the CDC said. In addition to people sickened in
Connecticut and Missouri, one new case was discovered in New York.
Five other states -- Indiana, Massachusetts, Michigan, New Jersey and Pennsylvania -- have seen
people ill with listeria. New York has the most cases with five and Michigan, where one person died,
has had four people sickened.
49.
FOODBORNE ILLNESS
Microbiologist Mi Kang works to identify a strain of E. coli from a specimen in a lab at the Washington
State Dept. of Health Tuesday, Nov. 3, 2015, in Shoreline, Wash. (AP Photo/Elaine Thompson)
As Chipotle prepares to reopen its restaurants in the Pacific Northwest this week after an E. coli
outbreak that sickened about 45 people, health experts say foodborne illnesses are more common
than the public realizes. Forty three Chipotle restaurants in Washington state and the Portland,
Oregon, area have been closed since the end of October. Eleven of those stores were directly
connected to the outbreak which sent more than a dozen people to the hospital.
About 48 million cases of foodborne disease occur in the U.S. annually, sending about 105,000
people to the hospital and resulting in 2,000 deaths, according to data from the Centers for Disease
Control and Prevention. That's about 1 in 7 people in the country getting sick from food every year.
Many of these illnesses involve people eating at home, but even restaurant-related outbreaks are
fairly common, said Dr. Paul Cieslak, medical director for communicable diseases at Oregon's state
health agency.
"Screw-ups can occur in any kitchen, but obviously it's more dramatic when it occurs in a kitchen that
serves 5,000 people," said Cieslak, who has helped investigate the E. coli outbreak that sickened
about 40 people in Washington state and Oregon.
There are things people can do to ward off foodborne illnesses: Wash your hands before making or
eating food, avoid undercooked hamburger or raw shellfish, be careful about cross-contamination of
raw meat, wash produce thoroughly, and steer clear of unpasteurized milk or juice.
But it's impossible to avoid all bacteria on food, Cieslak says. For example, if lettuce or berries are
contaminated with E. coli, it's very difficult to wash them well enough to get to every nook and cranny
where the bacteria are hiding.
"When you go to a restaurant, let's face it - you're kind of at the mercy of what's going on in the
kitchen," he said.

Most reports of potential food-related illnesses pose no ongoing threat, so local health departments do
not report them to the public, according to Dr. Jeff Duchin, health officer for Seattle and King County
Public Health.
Of the more than 1,000 potential cases each year in the county that includes Seattle, only a handful
are confirmed as food-related outbreaks. When those confirmed cases pose an ongoing risk to the
public, an announcement is made.
Duchin said that's why the most recent Chipotle-related outbreak attracted widespread media
attention, while a smaller case - five people sick from eating at one Seattle Chipotle restaurant in July
- was not reported.
The July outbreak had ended by the time the health department investigated, and officials found no
evidence of an ongoing problem that people needed to know about, said Duchin, who noted the two
cases involved different E. coli strains.
A Seattle attorney who specializes in food-safety cases and whose daughter was a frequent customer
of the Chipotle in the earlier case was upset when he heard about that outbreak.
"It just drives me nuts," said Bill Marler, who built his national reputation with the 1993 E. coli outbreak
at Seattle Jack in the Box restaurants. "This is the kind of thing that tears apart people's belief that
government can actually do stuff correctly and good."
Government regulations and restaurant and farm inspections prevent some people from getting sick,
but critics say more must be done to prevent foodborne illness.
Better testing on farms and in warehouses is one hope of Jaydee Hanson, a senior policy analyst at
the Center for Food Safety. The Washington, D.C.-based nonprofit promotes food safety and
sustainable agriculture.
Hanson says good government regulations and inspections help prevent some illnesses, as do
responsible farmers, restaurants and grocery stores. Public pressure will help improve the nation's
food system and so will lawyers, he added.
"I have no doubt in mind that the civil justice system does change behavior," said Ryan Osterholm, a
lawyer for Pirtzer Olsen in Minneapolis, which has filed lawsuits against Chipotle in the current case
and a previous case in Minnesota.
Osterholm said such lawsuits will force the company to answer questions like whether it visited the
farms where its produce was grown and if it gets outside help with food quality and safety.
In response to the latest outbreak, Chipotle announced several new efforts to improve food safety,
including testing of fresh produce, raw meat and dairy items before they arrive in its restaurants.
"We have also retained two of the nation's best food-safety scientists to work with us to assess
practices and find additional areas for improvement," Chipotle spokesman Chris Arnold said. "We are
leaving no stone unturned in terms of finding ways to improve upon our practices."

50.
Studi di AS, 50% Kasus Keracunan Makanan Berawal dari Restoran Makanan siap saji.
Menurut Jurnal Counsel & Heal di Amerika Serikat (AS), keracunan akibat makanan dua kali lebih
mungkin terjadi di restoran daripada di rumah.
Dalam sebuah studi baru dari Pusat Ilmu Pengetahuan untuk Kepentingan Umum (CSPI) 2002-2011,
peneliti menganalisis 10.408 wabah keracunan makanan berdasarkan data dari Pusat Pengendalian
dan Pencegahan Penyakit (CDC).
Selama periode tersebut, peneliti menemukan lebih dari 1.610 kasus keracunan terjadi pada lebih
dari 28.000 orang di restoran. Dalam rentang waktu yang sama, 893 kasus keracunan terjadi pada
sekitar 13.000 yang makan di rumah.
Peneliti yakin bahwa angka keracunan makanan sebenarnya bisa lebih tinggi daripada yang
disampaikan dalam penelitian, karena banyak kasus tidak dilaporkan.
"Namun rincian yang diperoleh dari investigasi memberikan informasi penting, sehingga para pejabat
kesehatan masyarakat dapat membentuk kebijakan keamanan pangan dan membuat rekomendasi
berbasis ilmu pengetahuan kepada konsumen," saran Caroline Smith DeWaal, direktur keamanan
pangan.
Dari kasus-kasus tersebut di atas, hanya 3.933 yang bisa dipecahkan. Peneliti menyatakan, sebagian
besar kasus terjadi akibat patogen yang ada dalam makanan, terutama pada makanan-makanan
tertentu.
Nessy Febrinastri/FAB

Anda mungkin juga menyukai