Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH FISIOLOGI DAN BIOKIMIA NUTRISI

“Penyakit Ketosis dan Asidisiosis pada ternak ruminansia”

Oleh:

Ganesha Ade Riemas 200120170501

Antonius Pegi Roman 200120177004

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Ternak membutuhkan makanan agar menghasilkan produksi yang baik

berupa susu atau daging. Karena daging atau susu merupakan manifestasi dari

makanan yang dikonsumsi oleh ternak. Maka salah satu faktor di dalam usaha

peternakan ialah pakannya, karena dapat mempengaruhi hasil produksi. Hal

ini terbukti jika ternakdiberikan makanan dengan nutrisi yang baik maka akan

menghasilkan produksi yang baik. Kekurangan dan kesalahan dalam

pemberian pakan dapat mengkibatkan produksi ternak tersebut akan menurun.

Produktivitas ternak sebagian besar ditentukan oleh kualitas dan

kuantitas pakan yang dikonsumsi. Kualitas pakan mencakup pengertian

kandungan berbagai zat gizi, seperti energi, protein, mineral, vitamin serta

kandungan zat-zat anti nutrisi seperti tannin, lignin dan senyawa-senyawa

sekunder lain. Interaksi antar komponen zat gizi maupun zat anti nutrisi perlu

mendapatkan perhatian dalam upaya menyusun formula pakan yang efisien

dan memenuhi kebutuhan ternak untuk berproduksi tinggi. Apabila keadaan

atau susunan ransum yang diterima oleh ternak tidak seimbang, hal ini akan

mengakibatkan terjadinya kekacauan metabolisme dalam proses pencernaan

ternak. Terjadinya kelainan metabolisme dapat menimbulkan penyakit seperti

ketosis dan asidiosis.

Ketosis merupakan peningkatan badan – badan keton dalam darah dan

meningkatnya badan – badan keton dalam urin. Sedangkan asidiosis

merupakan peningkatan kandungan hidrogen dalam darah serta terjadinya

penurunan cadangan basa dalam darah dan jaringan tubuh.


1.2 Identifikasi masalah

1. Apa yang dimaksud ketosis dan asidiosis.

2. Bagaimana proses terjadinya ketosis dan asidiosis pada ternak.

3. Bagaimana cara mencegah dan mengobati ketosis dan asidiosis.

1.3 Maksud dan tujuan

1. Mengetahui apa itu ketosis dan asidiosis

2. Mengetahui proses terjdinya ketosis dan asidiosis pada ternak.

3. Mengetahui cara mencegah dan mengobati ketosis dan asidiosis.


BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Ketosis dan Asidiosis

Terjadinya peningkatan konsentrasi badan – badan keton dalam darah

disebut ketonemia (hiperketonemia) dan meningkatnya konsentrasi badan-

badan keton dalam urin disebut ketonuria. Keadaan ini disebut juga ketosis

(Harper, 1979). Badan-badan keton (keton Bodies) adalah acetoasetat (CH3-

COCH2-COOH), betahidroksibutirat (CH3-CHOH-CH2-CDOH), aceton

(CH3-CQ-CH3) dan suatu komponen ke empat ditemukan dalam usus yaitu

isopropanol, tapi zatini tidak timbul setiap saat (Bergman, I970). Badan –

badan keton terbentuk di dalam hati, tapi dalam keadaan ketosis, hati menjadi

tidak bisa megubah badan - badan keton menjadi acetoacetyl-CoA. Hal ini

dikarenakan hati menjadi defisien dalam sistem enzim yang dapat

mengaktifkannya (Bergman, 1970). Ketosis merupakan gangguan pada

metabolisme yang dapat ditimbulkan oleh tingginya lemak dan rendahnya

karbohidrat dalam ransum. Ketosis dapat diklasifikasikan menjadi 2 jenis

yaitu primary ketosis dan secondary ketosis. Ketosis primer adalah kelainan

metabolik yang terjadi bila tidak terdapat kondisi patologis pada sapi tersebut.

Ketosis sekunder biasanya diikuti kelainan seperti demam, mastitis atau

placenta yang diretensi.

Asidosis merupakan suatu kondisi yang berhubungan dengan akumulasi


asam atau menipisnya cadangan basa dalam darah, yang ditandai dengan
meningkatnya konsentrasi hidrogen dalam darah. Asidiosis pada ternak
ruminansia disebabkan oleh pemberian pakan yang mengandung karbohidrat
yang mudah difermentasi secara berlebihan (Greenwood dan McBride, 2010).
Terjadinya pemberian pakan akibat terlalu tingginya karbohidrat yang mudah
terfermentasi seperti biji – bijian dapat menyebabkan asidiosis, dimana hal
tersebut dapat mengubah kondisi pH dalam rumen yang biasanya berkisar 5,8
– 6,8 dalam kondisi asidiosis pH rumen bisa menjadi dibawah 5,5 (Nagaraja
dan Titgemeyer, 2006). Sedangkan terjadinya ketosis diakibatkan oleh
tingginya lemak dan rendahnya karbohidrat dalam ransum (Bergman, 1970).

Ciri – ciri terjadinya ketosis ialah nafasnya berbau aseton, produksi

menurun, berat badan menurun dan bila dilakukan tes rothera menunjukan

hasil yang positif. Jika tanda – tanda ketosis sudah terlihat maka dapat

dikatakan ada ketidak seimbangan didalam pakan yang diberikan dan

kemungkinan sudah terjagkit ketosis selama 2 sampai 4 minggu (Bergman

1970; Hibbert, 1980). Sedangkan ciri – ciri terjadinya asidiosis ialah

peningkatan pernafasan, penurunan nafsu makan, pelemahan kondisi tubuh,

dan kelesuan. Kotoran awalnya pekat kemudian menjadi berair dan sering

berbusa, dengan bau pengap. Dehidrasi akan berkembang dalam waktu 24

hingga 48 jam. Dilanjutkan adanya dehidrasi yang sangat dengan ditandai

keringnya cermin hidung, bulu, dan bola mata. Akibat dehidrasi ini, urine

yang dikeluarkan juga sangat minim dan berwarna lebih kuning dan keruh.

Ternak yang sudah mengalami asidiosis subacute jarang menunjukan tanda –

tanda klinis (Owens et al, 1998).

2.2 Proses terjadinya Ketosis dan Asidiosis pada ternak

Ketosis terjadi pada saat tubuh kekurangan glukosa, maka asam lemak
bebas dalam jumlah besar akan dilepas oleh jaringan lemak, sehingga hati

akan memecahkan asam lemak bebas dalam jumlah yang lebih besar. Asam

lemak bebas yangdimobi1isasi dari jaringan lemak merupakan sumber energi

yang diperlukan oleh jaringan, yang bisanya didapat dari glukosa, Dalam

keadaan normal asam lemak dioksidasi dalam hati menjadi acetyl-CoA.


Acetyl-CoA kemudian dimetabolisir menjadi air dan CO2 dengan

menghasi1kan ATP.Bila kekurangan glukosa maka maka asam lemak yang

dipecah oleh hatiakan lebih besar. Hal ini akan menyebabkan terlampauinya

kemampuan hati untuk mengoksidasi semua acetyl-CoA, Salah satu jalan

bagi acetyl-CoA yangtertimbun dengan cepat ini adalah pembentukan

(membentuk) badan-badan keton yang khususnya terjadi di hati.

Sebagian acetyl-CoA ini diubah menjadi acetoacetyl-CoA dan

selanjutnyamenjadi asam acetoacetat, Asam acetoacetat ini menga1ami

reduksi menjadi asam betahydroksibutirat atau mengalami dekarboksilasi

menjadi aceton.Karena tidak seimbang antara pembentukan dan

penggunaannya makaterjadi ketosis (Harper, 1979). Ketosis terjadi karena

pembentukan badan-badan keton yang berlebihan dalam hati dan

berkurangnya penggunaan badan-badanketon oleh jaringan ektrahepatik

merupakan faktor yang menentukan (Bradley, 1979).

Gambar 1. Proses Ketosis


Ketosis dapat juga terjadi karena pada suatu saat hijauan yang diberikan

berupa silase yang mempunyai kadar asam butirat tinggi, seperti pendapat

Brouwer dan Dijkstra (1938) pemberian silase dengan kadar butirat tinggi

akan menyebabkan terjadinya ketonuria dan acetonemia.

Gambar 2. Proses Asidiosis

Kejadian asidosis pada ruminansia terjadi karena adanya konsumsi

karbohidrat yang mudah difermentasi secara berlebihan. Hal ini biasanya

terjadi pada saat pemberian pakan dari biji-bijian. Biji-bijian seperti gandum

dan jagung merupakan jenis pakan yang mangandung karbohidrat yang

mudah difermentasi sehingga dapat menyebabkan kejadian asidosis. Pakan

yang dikonsumsi oleh hewan ruminansia akan masuk kedalam rumen dan

melewati tahap fermentasi oleh bakteri. Bakteri rumen akan merespon


adanya peningkatan kandungan karbohidrat yang mudah dicerna dengan

peningkatan akvitas. Adanya peningkatan aktivitas bakteri rumen

menyebabkan senyawa kimia yang dihasilkan juga meningkat seperti VFA

dan laktat sehingga memungkinkan tejadinya asidosis rumen. Beberapa

bakteri yang berperan adalah Bifidobacterium, Butyrivibrio, Eubacterium,

Lactobacillus, Mitsuokella, Prevotella, Ruminobacter, Selenomonas,

Streptococcus, Succinimonas, dan Succinivibrio (Nagaraja dan Titgemeyer,

2006).

Hasil fermentasi rumen berupa VFA dan laktat yang berlebihan akan

diserap dan masuk kedalam darah. Masuknya VFA dan laktat secara

berlebihan dalam darah yang menyebabkan terjadinya kondisi asidosis

metabolik. Dalam darah terdapat mekanisme buffer yang dapat menetralkan

asam yang masuk dalam darah. Kondisi asidosis terjadi saat jumlah asam

yang masuk berlebihan dan jumlah buffer yang ada sedikit. Umumnya

senyawa kimia yang bersifat buffer dalam darah ialah ion bikarbonat (HCO3-

) (Owens et al. 1998).

Penurunan pH dalam rumen juga dapat menyebabkan

asidiosiskarenaterjadinya kerusakan lapisan epitel pada rumen. Jika terjadi

kerusakan pada mukosa rumen maka kondisi penyerapan akan terganggu

sehingga memungkinkan terjadinya kondisi asidosis rumen. Penyerapan yang

lambat memungkinkan adanya peningkatan aktivitas mikroba rumen sehingga

akan menyebabkan produksi asam VFA dan laktat juga meningkat.

Peningkatan dua senyawa kimia ini dalam rumen menyebabkan terjadinya

penurunan pH rumen dan menyebabkan kejadian asidosis (Nagaraja dan

Titgemeyer 2006).
2.3 Pencegahan dan Pengobatan Ketosis dan Asidiosis

Fox (1970) menganjurkan pengobatan ketosis dengan menggunakan

propylene glicol. Untuk mencegah terjadinya ketosis pada ternak yaitu

dengan cara mengontrol makanan dan management yang baik. Caranya yaitu:

1. Tidak memberikan bahan yang mengandung lemak yang berlebihan pada

saat setelah melahirkan.

2. Meningkatkan pemberian konsentrat setelah melahirkan

3. Memberikan hijauan yang berkualitas baik minimal 1/3 dari total bahan

kering ransum.

4. Jangan mengubah secara tiba-tiba susunan ransum.

5. Menghindari pemberian hay dan silase yang tinggi asam butiratnya.

6. Memonitor kondisi keotik setiap minggu dengan mengetes susu, memberi

makan propylene glikol untuk sapi-sapi yang mudah kena ketosis.

7. Menyeleksi sapi-sapi ysng sehat dan mempunyai nafsu makan yang baik.

8. Menyediakan batas maksimum konsumsi energi dan menghindari ternak

dari stress (Schultz, 1970).

Pengendalian asidosis dipengaruhi oleh manajemen nutrisi. Evaluasi tentang

manajemen nutrisi adalah langkah pertama dalam mengendalikan asidosis.

Salah satu strategi untuk meminimalkan risiko yang berkaitan dengan pakan

yang tinggi tingkat fermentasinya (gandum, barley, jagung, dan sebagainya)

adalah mencampur pakan dengan fermentasi tinggi dengan bahan-bahan yang

lebih rendah tingkat fermentasi patinya. Efisiensi pada kombinasi pakan,

lebih baik dibandingkan dengan menggunakan satu pakan (Owens et al.

1998). Umumnya, hijauan ditambahkan ke pakan finishing untuk

mengendalikan asidosis. Dengan adanya pemberian hijauan dengan bahan


kasar yang tinggi dapat menjaga integritas dari papila rumen. Papila rumen

yang normal memiliki ukuran permukaan mukosa yang lebih luas sehingga

proses absorbsi dan pencernaan makanan akan menjadi lebih baik. Selain

dengan manajemen nutrisi, kasus asidosis juga dapat diatasi dengan

pemberian pakan aditif yang dapat menghambat pembentukan mikroba yang

menghasilkan laktat. Pemberian beberapa jenis bakteri tertentu, mencegah

adanya pembentukan glukosa dan asam laktat yang berlebihan sehingga

kejadian asidosis dapat di hindari (Owens et al.1998).


BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa :

1. Ketosis merupakan penyakit yang terjadi akibat meningkatknya badan –

badan keton dalam darah, sedangkan asidosis merupakan penyakit yang

terjadi akibat akumulasi asam atau menipisnya cadangan basa dalam

darah, yang ditandai dengan meningkatnya konsentrasi hidrogen dalam

darah.

2. Ketosis terjadi pada saat tubuh kekurangan glukosa, sedangkan asidosis

terjadi karena adanya konsumsi karbohidrat yang mudah difermentasi

secara berlebihan.

3. Ketosis dan asidiosis merupakan penyakit yang dapat dicegah dengan cara

mengatur kebutuhan pakan ternak, dengan mengetahui kandungan dari

bahan pakan tersebut.


DAFAR PUSTAKA

Bergman E.N. 1970. Disorder of Carbohydrate and Fat Metabolism. Duke


Physiology of Domestic Animal .8th Ed. M.J. Swenson .Ed.
CornellUniversity Press.
____________ 1970. Hyperketonemia – Ketogenesis and Ketone Body
Metabo1ism.J .Dairy Sci. 54 no 6.
Bradley R.F, 1971. DiabeticKetoacidosis and Coma, Joslins Diabetis
Melitus.11thEd. Lea and Febringer. Philadelphia.
Brouwer E. and N.D. Dijktra. 1938. On Alimentary Acetonuria and Ketonuria
in Dairy Cattle Induced by Feeding Grass Silage of The Butyric Acid
Type. J Agr .Sci. 28:695.
Fox F.H. 1970. Clinical Diagnosis and Treatment of Ketosis.J.Dairy Sci. 54
no 6: 974-979.
Greenwood SL, McBride BW. 2010. Development and characterization of
the ruminant model of metabolic acidosis and its effects on protein
turnover and amino acid status. Dalam Australasian Dairy Science
Symposium.Proceedings of the 4th Australasian Dairy Science
Symposium, Melbourne. Augustus 2010. Hal 400-404.
Harper H.A., V.W. Roowell and P. A. Mayer. 1979. TerjemahanMuliawan,
Biokimia Ed ke 17. Lange Medical Publ. Los Altos. California. USA.
PenerbitBukuKedokteran E.G.C. Jakarta.
Hibbett. K. G. 1980. The Genesis of Ketosis. Scientific Found. Of Veterynary
Medicine, Ed A.T. Phyllipson. L .W.Hall .W.R. Pritchard. William
Heineman Medical Book Limited London.
Nagaraja TG, Titgemeyer EC. 2006. Ruminal Asidosis in Beef Cattle: The
Current Microbiological and Nutritional Outlook.Journal of Dairy
Science 90: E17-E38.
Owens FN, Secrist DS, Hill WJ, Gill DR. 1998. Asidosis in Cattle: A
Review. J AnimSci 76:275-286.
Schultz L.H. 1970. Management and Nutritional Aspects of Ketosis .J. Dairy
Sci. 54 no 6 ;962.971.

Anda mungkin juga menyukai