I Pendahuluan
1.1 Kondisi dan Letak Geografis
Sepanjang kabupaten Paniai, Deiyai, Dogiyai, dan sebagian besar Nabire, tersebarlah suku bangsa
Ekagi (Mee). Secara geografis, letak kediaman suku bangsa Mee membentang antara 1350-1370 BT dan 30-40
LS. Daerah yang didiami oleh suku bangsa Mee merupakan daerah pegunungan atau daerah pedalaman,
dengan diselingi oleh lembah yang dalam, antara lain lembah Kamuu, Debei, Agadibe, Obano, Weadide,
lembah Tage, Tigi, dan Okomodide, daerah Mapia yang meliputi daerah dengan lereng-lereng gunung,
perbukitan, sampai daerah berhawa panas, di Topo, distrik Uwapa, kabupaten Nabire. 1
II Unsur-Unsur Kebudayaan
Suku bangsa Mee memiliki budaya yang sudah dikenal sejak dahulu kala. Kebudayaan Mee
dilandaskan pada pedoman hidup Touye Mana, yang menuntun mereka untuk membedakan antara yang baik
(ena) dan yang buruk (peu).
Kebudayaan yang ada merupakan warisan nenek moyang leluhur, sehingga kelestariannya perlu
dijaga untuk dijadikan dasar dan rambu hidup orang Mee. Kebudayaan yang ada disesuaikan dengan
dimensi waktu, dahulu (miyo umitato), kini (ito umete), dan masa depan (wadoka umitage).
Sebagai suatu cara hidup, kebudayaan dalam bahasa Mee disebut umi tou doba, yang meliputi cara
berpikir (dimi gai doba), cara berencana (wado gai doba), dan cara bertindak (ekowai doba). Di bawah ini
akan diuraikan unsur-unsur kebudayaan dalam suku bangsa Mee.
1
Koentjaraningrat & Selo Soemardjan. Penduduk Irian Barat. 1963, hal 300.
2
Agustinus Johanes Tatago. Hukum Adat Perkawinan Suku bangsa Ekagi dan Perubahan-Perubahannya Akibat Kontak
dengan Dunia Luar. Sekolah Tingg Teologi Katolik, Jayapura, Irian Jaya. 1979
Bahasa suku bangsa Mee disebut Mee Mana, yang berperan sebagai sarana komunikasi dalam
kehidupan sehari-hari dalam komunitas, sarana pemersatu, serta kekayaan budaya yang sudah diwariskan
dari nenek moyang hingga generasi sekarang.
Kedatangan para misionaris membuka kesempatan bagi orang Mee untuk mengenyam pendidikan
formal. Akan tetapi, hendaknya Mee Mana tetap terus dilestarikan karena merupakan media pengembangan
kebudayaan daerah. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan bercerita tentang nasehat-nasehat
bijak leluhur, kisah-kisah, dan peristiwa-peristiwa (umitou mana).
Secara umum, sistem yang digunakan dalam bahasa Mee dianggap sederhana, yaitu:
a. hanya terdiri dari lima fonem vokal (a,i,u,e,o)
b. hanya terdiri dari sepuluh fonem konsonan (b,d,g,k,m,n,p,t,w,dan y)
c. setiap kata tidak diakhiri dengan fonem konsonan, baik tunggal maupun rangkap
d. tidak mengenal fonem kluster (fonem konsonan rangkap), baik di awal, pertengahan, maupun di
akhir kata, termasuk di dalamnya bunyi sengau ny dan ng
e. fonem vokal tunggal mengandung makna apabila pengucapannya ditekan dan fonem vokal
rangkap tetap mengandung makna tertentu.
Selain sistem di atas, bahasa Mee sebagai media komunikasi, terdiri dari tiga dialek, yaitu:
dialek Paniai, di sekitar danau Paniai dan danau Tage
dialek Tigi, di sekitar danau Tigi
dialek Mapia, di sekitar pegunungan Mapia dn lembah Uwapa.
Menjadi sebuah kebiasaan seorang Mee,dalam mengungkapkan perasaannya kepada orang lain
dengan beberapa cara, antara lain menggunakan bahasa lisan, bahasa isyarat, pantun adat (gowai), dan
simbol.
Melalui Mee Mana, seorang Mee menyatakan dengan jelas ekspresinya, jati dirinya, serta membuat
orang lain dari suku bangsa lain memahami apa yang menjadi ciri khas dari orang-orang Mee. Dengan
melestarikan Mee Mana, misalnya selalu menggunakannya di berbagai kesempatan, dengan sendirinya
seorang Mee akan lebih mengenal dirinya sebagai Mee, dan cinta akan bahasa asli semakin berkembang
dalam dirinya.3
2.4.2 Perkawinan
Perkawinan tidak hanya sekedar menyatukan visi dan cinta antara laki-laki dan perempuan dalam
sebuah rumah tangga, tetapi juga menyatukan keluarga-keluarga yang ada di dalamnya. Dalam suku bangsa
Mee, ada tiga unsur yang menjadi syarat dari suatu perkawinan:
a. Adanya keturunan : setiap keluarga akan sangat berbahagia jjika mendapatkan anak laki-laki karena
dianggap sebagai pengganti ayah, ahli waris, dan penerus keturunan. Anak perempuan juga tidak
kalah pentingnya. Dengan adanya mas kawin dari anak perempuan, saudaranya yang lain dapat
menikah. Selain itu, anak perempuan juga merupakan penjamin keturunan.
b. Mas kawin : besar-kecilnya nilai mas kawin ditentukan oleh keluarga pihak perempuan. Penyerahan
mas kawin tidak diartikan sebagai pembelian perempuan, melainkan sebagai balas jasa, ucapan
terima kasih, pengakuan kepada ibu dari calon istri yang telah melahirkan serta membesarkan anak
perempuannya, serta menjadi penentu sah tidaknya suatu perkawinan yang berujung pada
pengakuan publik. Mas kawin biasanya berupa mege, manik-manik, kapak batu, kerang kecil
(dawa/kane), dan babi.
Orang Mee mengenal dua sistem perkawinan, monogami dan poligami. Sistem perkawinan
monogami (waka ena) secara adat dibenarkan karena perkawinan ini membantu sebuah keluarga untuk
4
Pudai : salah satu gunung yang terletak antara kecamatan Uwapa dan Obano, Gaa: melalui/melewati, dan Dago :
sejenis pohon yang biasanya tumbuh di tempat berair, daunnya dipakai untuk membungkus luka.
hidup lebih harmonis, mempunyai kesempatan untuk melahirkan, mendidik, dan membesarkan anak-anak.
Sistem poligami diperbolehkan dengan alasan untuk menjaga harta dan status sosial.
Orang Mee menganut dan mengikuti garis keturunan bapak (naitai gadi wopei). Orang-orang yang
merasa se-asal dari leluhur yang sama dikenal dengan istilah klen (tuma). Masing-masing tuma memiliki
lambang keramat (totem). Dengan adanya totem, setiap klen memiliki pantangan tertentu. Selain itu, setiap
pria dari setiap klen harus mencari pasangan atau calon istri dari klen lain (eksogami).
Klen-klen biasanya akan membentuk pasangan klen masing-masing yang dikenal dengan istilah fatri
(epa). Klen yang termasuk dalam satu fatri, memiliki pantangan yang sama, misalnya untuk menikahi
seseorang dari anggota fatri atau mengkonsumsi makanan tertentu.
2.4.4 Kepemimpinan
Suku bangsa Mee tidak mengenal istilah ondoafi. Namun, dalam hubungan dagang atau kesempatan
mencari harta, harus ada pihak yang dipertuankan. Yang dipertuan adalah orang yang mempunyai banyak
mege dan babi. Yang dipertuan ada hampir di setiap kampung.
Yang dipertuan akrab dengan sebutan istilah tonowi. Tonowi menjadi orang kepercayaan oleh
masyarakat sekitarnya, sepanjang ia tidak menyalahi norma-norma yang berlaku. Bila ia melakukan
pelanggaran, apa yang dikatakannya kurang dipatuhi.
a. Sponsor
Terdiri dari orang-orang kaya, entah satu orang atau lebih. Jika mereka hendak mengadakan pesta babi, akan
dikirim utusan untuk mencari dukungan dari orang-orang kaya lain, sekaligus menentukan tempat dan waktu
untuk pertemuan pertama antara sponsor dan para pendukung. Sponsor memegang peranan penting, sebagai
inspirator dan penanggung jawab terselenggaranya pesta babi.
b. Pesta Pembukaan
Diadakan setelah pendirian Emaida (rumah dansa). Sponsor dan pendukung akan menyerahkan beberapa
ekor babi untuk dibunuh. Setelah dibunuh, akan dipotong dan dibagikan secara cuma-cuma kepada semua
orang yang hadir pada pesta itu.
Acara penutupan/puncak dari Yuwo juga akan ditentukan saat itu dengan meminta pendapat masyarakat
yang hadir. Setelah memperoleh kesepakatan bersama, mereka kembali menyantap daging, berdansa, dan
setelah itu kembali ke rumah masing-masing.
e. Pesta Puncak
Beberapa minggu sebelum pesta puncak dilaksanakan, sponsor beserta pendukung berkumpul kembali untuk
merencanakan pendirian pondok-pondok di sekitar emaida yang akan ditempati oleh para pengunjung atau
konsumen. Bila semua undangan hadir, sponsor akan membuka acara puncak dengan upacara khusus.
Acara disusul dengan pembunuhan babi secara besar-besaran, khususnya milik sponsor dan para pendukung.
Setelah itu dilakukan jual-beli massal. Para tamu, sponsor, dan para pendukung akan makan bersama.
Malam ha rinya akan diadakan dansa terakhir. Pesta puncak merupakan inti dari yuwo.
f. Penutupan yuwo
Pagi harinya akan diadakan upacara penutupan oleh sponsor dan disusul dengan pembongkaran pondok-
pondok dan rumah dansa.
2.6.2 Rumah
Bangunan tradisional suku bangsa Mee terbuat dari bahan kayu, yang diruncingkan dan ditancapkan
di tanah. Kayu-kayu tersebut digunakan sebagai pemikul atap dan sekaligus sebagai dinding. Sebagai
pengikat, digunakan tali rotan, dan untuk atap dugunakan alang-alang. Untuk penghangat di malam hari,
mereka membutuhkan tungku api di dalam bangunan. Hembusan angin yang masuk melalui celah-celah
tiang kayu, dapat masuk dan mempengaruhi temperatur udara di dalam ruangan. Adapula pemisahan antara
ruang laki-laki (emaa) dan perempuan (yagamoma).
Bagian-bagian yang pada umumnya terdapat dalam rumah tradisional suku bangsa Mee, antara lain:
jagamoowa unoumida : ruang tidur perempuan
yamawa unoumida : ruang tidur pria
meetouda : ruang tamu
notanai dagu : ruang makan
uwo onida dagu : kamar mandi
notayou owage : dapur
bugida : kebun
ekinaka owa : kandang babi
uwo onida : sumur
2.6.4 Perkakas
Peralatan yang dikenal oleh masyarakat Mee, antara lain kapak batu (maumi), pisau batu (dipaa), dan
bambu (ukaa). Selain itu, dikenal pula sejenis batu yang disebut ekegei mogo. Ekegei mogo, bila dipukul
keras pada tepinya, akan pecah berkeping-keping, dan tajam seperti pisau. Kepingan ini dipakai sebagai
pemotong rambut, pencukur kumis, dan untuk mengoperasi orang yang kena panah.
2.8.3 Magi
Orang Mee mengenal ada tiga macam magi, yaitu magi hitam, magi putih, dan magi netral. Magi
hitam (kamutai) dikategorikan sebagai magi yang menentang kelangsungan hidup manusia yang beradab,
aman, damai, dan tentram. Dalam magi hitam, terdapat unsur yang mampu mencelakakan orang lain,
memacetkan usaha orang lain, menghancurkan keharmonisan rumah tangga. Secara adat, magi hitam tidak
dibenarkan tetapi masih saja dipraktekkan.
Magi jenis kedua adalah magi putih (kegotai). Magi ini berkekuatan positif dan digunakan untuk
maksud baik, seperti menyelamatkan dan menolong orang lain. Magi putih juga dipakai untuk melawan
kekuatan magi hitam, demi terwujunya keharmonisan dalam masyarakat.
Yang ketiga, adalah magi netral. Magi ini semacam sumpah, pemutus, dan penentu. Bertindak
sebagai pihak ketiga, ditujukan untuk membuktikan kecurigaan dan menyatakan kebenaran.
Pribadi Koyeidabaa
Koyei dilahirkan dengan cara yang unik. Ia dilahirkan melalui air kencing darah mamanya, Kibiwoo.
Koyei dirawat dan dibesarkan dalam keluarga yang miskin. Kehadirannya memberikan pengaruh yang
sangat besar terhadap keluarganya, maupun masyarakat kebanyakan. Pribadi Koyeidabaa ditampilkan
sebagai pembuat mukjizat, berupa pengadaan bahan makanan. Koyei memiliki harapan bahwa masyarakat
akan hidup teratur, aman, damai, rukun, tenteram, bersatu padu, serta hidup sejahtera. Dia
mengaktualisasikan harapannya dengan memperbanyak makanan, memikirkan hal-hal yang baik, dan
mengajarkan norma-norma yang menjadi ajarannya kepada masyarakat Mee, saat itu. Tiga hal pokok dari
pribadi Koyeidabaa selama masa hidup, yakni: produksi makanan, tokoh pemikir ulung, dan perubahan
norma-norma adat serta nilai-nilai sosial sebagai ajarannya.
Penguburan
Sebelum dibawa ke tempat penguburan, mayat ditelanjangi dan dibungkus dengan noken dan daun-
daun tertentu sebaik mungkin, lalu mayat diarak ke pemakaman, biasanya pada cabang-cabang pohon,
lubang kayu, gua, atau pada lubang batu.
Dalam penguburan mayat, tersirat beberapa hal, yang paling dominan adalah perasaan kasih sayang
keluarga. Faktor lainnya, alasan kesehatan, agar mayat tidak dimakan hewan, dan mencegah penyakit
menular.
Kini, bila ada yang meninggal, mayat akan disemayamkan, namun sebelumnya dibungkus dengan
kain. Setelah itu, mayat dimasukkan dalam peti kayu, baru dikubur, di dalam tanah. Sebelum mayat ditutupi
dengan tanah, keluarga dan pelayat akan berdoa.
Peringatan Arwah
Dilaksanakan pada hari ke-7, untuk pria, dan hari ke-6, untuk wanita. Pada peringatan arwah, akan
disediakan lauk dari babi dan kus-kus, sayur-mayur, petatas, dan lain-lain. pada hari itu, semua orang dalam
kampung yang bersangkutan tidak boleh bekerja di kebun.
Tujuan dari peringatan arwah adalah perpisahan dengan “yang meninggal”, sebagai penangkis setan,
dan pernyataan terima kasih kepada orang-orang yang telah turut mengantar jenazah ke pemakaman.