Anda di halaman 1dari 7

Tugas Makalah: Teologi Jabatan

Nama: Oksianus Bukega & Fridoardus Sariman

Pandangan KHK Tentang Kaum Awam Dalam Kepemimpinan Gereja

Pengantar

Dalam perkembangan Gereja Katolik mengalami berbagai perubahan


termasuk di dalamnya perubahan cara pandang Gereja terhadap awam. Maka
pandangan tentang kaum awam dalam kepemimpinan Gereja dapat dipahami
dalam kanon 517.2. Untuk memahami maksud dari kanon ini, pertama-tama
kanon ini harus dipahami dan ditafsirkan dalam cahaya dokumen-dokumen
Konsili Vatikan II. Paus Yohanes Paulus II, dalam Konstitusi Apostolik
“Undang-undang tata tertib Suci” dalam surat pengantar KHK turut
membicarakanya. Di dalamnya menyebutkan bahwa Hukum Kanonik dan
ilmu Teologi/Pastoral tidak boleh berjalan sendiri tetapi bersamaan supaya
misteri Gereja semakin terang. Dengan demikian teologi dalam Konsili Vatikan
II menjadi prinsip penafsiran Kitab Hukum Kanonik ini.

a. Pengertian Kaum Awam

Setelah menguraikan tugas Hirarki (LG 25-27), Konsili suci dengan rela
mengarahkan perhatiannya kepada status kaum beriman kristiani yang di
sebut kaum awam. Kitab Hukum Kanonik menempatkan tentang gambaran
Gereja sebagai umat Allah, kanon 517.2. Pemahaman tentang umat Allah di
dasarkan pada kedudukan dan perutusan kaum awam. Gembala Gereja di
dalamnya betul-betul memahami betapa besar sumbangan kaum awam dalam
kesejahteraan seluruh Gereja. Para Gembala mereka diangkat oleh Kristus
bukan untuk mengembankan sendiri misi penyelamatan Gereja tetapi sehati
sejiwa bekerja sama dengan kaum awam untuk mendukung karya bersama.

1
Yang di maksudkan dengan istilah “awam” ialah semua orang beriman
kristiani kecuali mereka yang termasuk golongan imam atau status religius
yang diakui dalam Gereja. Jadi kaum beriman kristiani dengan baptisan telah
menjadi anggota Tubuh Kristus, terhimpun menjadi umat Allah dengan cara
mereka sendiri ikut mengemban tugas imamat, kenabian dan rajawi Kristus
dengan kemampuan mereka melaksanakan perutusan segenap umat kristiani
dalam Gereja dan dunia (LG 37). Ciri khas kaum awam yakni sifat
keduniaanya. Mereka mengamalkan profesi keduniaan berdasarkan panggilan
khusus dan diperuntukkan bagi pelayanan suci.

b. Susunan Hirarki Gereja

Dalam Kanon 517.2, menjadi bagian dari pembahasan mengenai


susunan hirarkis Gereja. Di sini mengarah kepada pengertian teologis dari
hirarki sesuai dengan teologi Vatikan II. Hirarki jangan dipandang sebagai
suatu “kuasa di atas, tetapi sebagai suatu institusi yang secara konkrit
menjaga kesatuan dalam Gereja. Roh Kudus sebagai prinsip kesatuan Gerja
begitu pula hirarki sebagai organ kesatuan yang dapat menjaga dan menjamin
kesatuan dalam Gereja. Dengan demikian hirarki tidak bisa terpisah dari
umat, dan tempat mereka adalah di tengah umat dengan menjaga dan
menjamin kesatuanya.

Orang beriman kristiani atau kaum awam berhak menerima tugas


kekayaan rohani Gereja melalui pelayanan para Gembala hirarkis. Kaum
awam melalui tugas dan kewajbanya demi kesejahteraan Gereja melalui tugas
sucinya dan bertindak atas nama Kristus. Para awam seperti semua orang
beriman kristiani mengikuti teladan Kristus dan dalam ketaatanya bersedia
menerima tugas yang ditetapkan oleh para Gembala hirarkis sejauh
menghadirkan Kristus sebagai guru dan pemimpin dalam Gereja. Para
Gembala hirarki mengakui serta memajukan martabat serta tanggung jawab
kaum awam dalam Gereja.

2
Kaum awam diberi kebebasan dan kekuasan melalui tugas mereka yang
bermanfaat bagi Gereja dan mengarah kepada Kristus. Melalui lembaga-
lembaga yang didirikan Gereja, kaum awam menerima tugas suci dan
bertindak pula atas nama Kristus. Bersama hirarki kaum awam diteguhkan
kesadaran bertanggung jawab dalam karya para gembalanya. Sebaliknya,
dibantu oleh para awam, para Gembala hirarki dapat menunaikan tugas
perutusannya secara lebih tepat dalam dunia. Suatu tugas yang diembankan
melibatkan seluruh pribadi yang perluh secara eksistensial disesuaikan
dengan tugas itu. Peranan dan hakikat hirarki dengan caranya, ia berakar di
dalam diri kaum awam yang mengembanya (LG 37). Wewenang dan kerja
sama hirarki dijalankan lewat tugas pewartaan, pengudusan dan
penggembalaan.

c. Tentang Gereja Partikular

Gereja partikular dalam teologi dan hukum kanonik adalah sebuah


komunitas gerejawi yang beranggotakan orang-orang dalam persekutuan
penuh dengan Roma dan merupakan bagian dari Gereja Katolik secara
keseluruhan. Gereja partikular dapat berupa Gereja-Gereja lokal yang
tercantum dalam kanon 368 dari Kitab Hukum Kanonik. Di dalam kanon itu
menyebutkan bahwa “Gereja-Gereja partikular, yang di dalamnya dan darinya
hadir Gereja Katolik yang esa, terutama melalui keuskupan-keuskupan.
Gereja pastikular dapat pula berupa himpunan Gereja-Gereja lokal yang
memiliki suatu tradisi liturgis, teologis dan kanonik tertentu.

Pemahaman tentang Gereja partikular selain dijelaskan dalam (kanon


368), tetapi juga dalam kanon 369. Secara umum dikatakan bahwa Gereja-
gereja partikular terutama ialah, keuskupan-keuskupan atau entitas-entitas
yang disamakan dengan keuskupan. Dalam uraian kanon ini menjelaskan
bahwa keuskupan merupakan bagian dari umat Allah yang dipercayakan
kepada Uskup untuk digembalakan dalam kerja samanya dengan para imam.
Oleh gembalanya umat dihimpun dengan Injil, Ekaristi dalam Roh Kudus.

3
Gereja partikular terwujud dalam karya Gereja yang satu, kudus, katolik
dan apostolik. Meskipun Gereja menyatakan bahwa dialah Gereja yang satu,
kudus, katolik dan apostolik, tetapi didirikan oleh Yesus Kristus tempat setiap
orang menemukan keselamatan. Roh Kudus menggunakan komunitas-
kumunitas atau umat kristiani menuju keselamatan. Dalam (Roma 12:4-5),
memperlihatkan tugas ini “Sebab seperti kita dalam satu tubuh mempunyai
banyak anggota, tetapi tidak semua anggota mempunyai tugas yang sama:
begitu pula kita yang banyak ini merupakan satu tubuh dalam Kristus,
sedangkan kita masing-masing merupakan anggota terhadap yang lain (LG
32). Maka dalam Gereja Katolik tidak semua menempuh jalan yang sama
tetapi dipanggil kepada kesucian dan iman yang sama. Kaum awam terhimpun
sebagai umat Allah diikutsertakan dalam perutusan keselamatan Gereja
sendiri.

d. Tentang Paroki, Pastor Paroki dan Wakil-wakilnya

Dalam Kanon 517.2, ditempatkan dalam bab yang di dalamnya


membicakan tentang paroki, pastor paroki dan wakil-wakilnya. Tertera dalam
kanon 515 paroki di defenisikan sebagai jemaat tertentu kaum
beriman…...yang reksa pastoralnya dipercayakan kepada pastor-pastor paroki.
Paroki dapat dikatakan sebagai komunitas kaum beriman yang dibentuk
secara tetap dalam keuskupan (Gereja partikular). Sebagaimana Gereja
terutama adalah himpunan umat beriman, maka pengertian paroki pun
pertama adalah himpunan orang, bukan hanya sekedar wilayah, walaupun
sifat kewilayahan sebagai aspek yang tetap padanya, kanon 515.1.

Pada tempat lain yaitu kanon 150, dalam jabatan di paroki dibutuhkan
tahbisan untuk membawa serta reksa rohani penuh. Karena paroki di
dalamnya merupakan himpunan umat Allah, maka pertama-tama dalam
hukum kanonik reksa pastoral umatlah yang diperhatikan. Dan reksa pastoral
itu dipercayakan kepada pastor paroki sebagai gembalanya sendiri di bawah
otoritas Uskup.

4
Yang dimaksudkan dengan reksa pastoral adalah terutama tritugas
sebagai nabi, imam dan raja yang diperuntukkan untuk kaum beriman. Bila
dituntut oleh keadaan reksa pastoral paroki, dapat dipercayakan kepada
beberapa imam atau semua orang beriman, kanon 129.2, dapat diikut
sertakan dalam kuasa kepemimpinan itu. Dalam (kanon 204) menegaskan
bahwa seluruh umat Allah tidak terluput dalam tugasnya untuk mengambil
bagian dalam tri tugas itu. Kaum beriman kristiani mempunyai hak dan
kewajiban yang sama pula “berdasarkan baptis dan penguatan ditugaskan
Allah untuk kerasulan terikat pada kewajiban umum dan mempunyai hak
secara perorangan maupun tergabung dalam perserikatan agar warta Ilahi
keselamatan diterima oleh semua orang di seluruh dunia…...demi
keselamatan jiwa-jiwa (kanon 224-231).

e. Peran Kaum Awam

Sebelum Konsili Vatikan II, Gereja pada masa itu cenderung diidentikan
dengan hirarki dan kaum religius sebagai para pelayan yang dipilih Tuhan
sedangkan awam dipandang sebagai non klerus. Dengan demikian tanggung
jawab Gereja hanya dianggap sebagai tanggung jawab kaum hirarki dan
religius belaka. Keterlibatan awam cenderung hanya diharapkan sebatas
kesetiaan sebagai pengikut. Maka, Konsili Vatikan II merupakan peristiwa
penting yang menyempurnakan cara pandang Gereja tentang awam. Melalui
Konsili Vatikan II, Gereja dimengerti sebagai suatu “totalitas atau suatu
keseluruhan kesatuan umat beriman”. Paus, Uskup, pastor, para religius dan
orang beriman menjadi satu dalam kategori anak-anak Allah. Konsekuensi
perubahan cara pandang ini maka panggilan itu berlaku untuk semua orang
beriman, termasuk awam untuk ambil bagian dalam pewartaan dan penyucian
Gereja.

Karena situasi dan perubahan maka munculah kanon 517.2 yang di


dalamnya juga membicarakan tentang praktek hidup menggereja. Banyak
Uskup menghadapi masalah kekurangan pastor-imam. Akan tetapi Uskup

5
tetap berkewajiban untuk menggembalakan umatnya, kanon 383-392.
Mengingat kewajiban ini, maka banyak Uskup yang mengangkat pastor bukan
imam untuk melayani paroki-paroki. Dengan demikian pengangkatan pastor
awam juga mendapat tempat termasuk juga diakon di dalamnya. Dalam tugas
pastoral pun kaum awam berperan di dalam hidup menggereja.

Penyempunaan cara pandang di atas menuntut perubahan sikap awam


beriman untuk secara aktif ambil bagian dalam karya Gereja. Awam tidak lagi
bersifat pasif, tetapi secara aktif harus mengambil inisiatif untuk
menghadirkan Kristus di tengah dunia. Rahmat baptis menuntut kematangan
dan kedewasan kaum awam memikul tanggung jawab di dunia dan selalu
menempatkan diri dalam persatuan dengan Gereja. Dengan cara pandang
baru ini dalam Konsili Vatikan II, bahwa panggilan kesucian berlaku bagi
semua orang yang menerima rahmat baptis termasuk kaum awam.
Karateristik religiositas menjadi terbuka bagi kaum klerus dan awam dalam
rangka “memenuhi panggilan hidupnya secara bebas”.

Penutup

Setiap kaum awam wajib menjadi saksi kebangkitan dan kehidupan


Tuhan di dunia. Maka cara pandang kaum awam dalam Gereja yang tertuang
dalam dokumen-dokumen Konsili Vatikan II, telah mempertegas panggilan
kaum awam dalam Gereja. Martabat, makna dan jati diri kaum awam
ditentukan oleh cara mereka menerima tugasnya sebagai anggota mayoritas
Gereja. Kaum awam dikuatkan dengan tanggung jawab pribadinya pada
Gereja bersama para klerus. Maka dengan sengaja, kanon 517.2, supaya dapat
disesuaikan dengan situasi dan kondisi setempat dan bersama semua Uskup
dalam membentuk suatu “korps pelayanan” dalam keuskupan sesuai dengan
kebutuhan umat.

6
Kepustakaan

Kirchberger G, Gereja Dalam Perubahan, Nusa Indah-Ende, 1992.

Hardawirayana R. SJ. Dokumen Konsili Vatikan II, Lumen Gentium: Konstitusi


Tentang Gereja, Dokumen & Penerangan KWI, Obor-Jakarta, 1993.

Setiawan Hendro, Awam Mau Ke Mana, Kanisius-Yogyakarta, 2016.

Seri Dokumen Gerejawi no.7, Lumen Gentium, Konstitusi Dogmatis Tentang


Gereja, Depertemen Dokumentasi dan Penerangan KWI-Jakarta, 1990.

Anda mungkin juga menyukai