Pengantar
Setelah menguraikan tugas Hirarki (LG 25-27), Konsili suci dengan rela
mengarahkan perhatiannya kepada status kaum beriman kristiani yang di
sebut kaum awam. Kitab Hukum Kanonik menempatkan tentang gambaran
Gereja sebagai umat Allah, kanon 517.2. Pemahaman tentang umat Allah di
dasarkan pada kedudukan dan perutusan kaum awam. Gembala Gereja di
dalamnya betul-betul memahami betapa besar sumbangan kaum awam dalam
kesejahteraan seluruh Gereja. Para Gembala mereka diangkat oleh Kristus
bukan untuk mengembankan sendiri misi penyelamatan Gereja tetapi sehati
sejiwa bekerja sama dengan kaum awam untuk mendukung karya bersama.
1
Yang di maksudkan dengan istilah “awam” ialah semua orang beriman
kristiani kecuali mereka yang termasuk golongan imam atau status religius
yang diakui dalam Gereja. Jadi kaum beriman kristiani dengan baptisan telah
menjadi anggota Tubuh Kristus, terhimpun menjadi umat Allah dengan cara
mereka sendiri ikut mengemban tugas imamat, kenabian dan rajawi Kristus
dengan kemampuan mereka melaksanakan perutusan segenap umat kristiani
dalam Gereja dan dunia (LG 37). Ciri khas kaum awam yakni sifat
keduniaanya. Mereka mengamalkan profesi keduniaan berdasarkan panggilan
khusus dan diperuntukkan bagi pelayanan suci.
2
Kaum awam diberi kebebasan dan kekuasan melalui tugas mereka yang
bermanfaat bagi Gereja dan mengarah kepada Kristus. Melalui lembaga-
lembaga yang didirikan Gereja, kaum awam menerima tugas suci dan
bertindak pula atas nama Kristus. Bersama hirarki kaum awam diteguhkan
kesadaran bertanggung jawab dalam karya para gembalanya. Sebaliknya,
dibantu oleh para awam, para Gembala hirarki dapat menunaikan tugas
perutusannya secara lebih tepat dalam dunia. Suatu tugas yang diembankan
melibatkan seluruh pribadi yang perluh secara eksistensial disesuaikan
dengan tugas itu. Peranan dan hakikat hirarki dengan caranya, ia berakar di
dalam diri kaum awam yang mengembanya (LG 37). Wewenang dan kerja
sama hirarki dijalankan lewat tugas pewartaan, pengudusan dan
penggembalaan.
3
Gereja partikular terwujud dalam karya Gereja yang satu, kudus, katolik
dan apostolik. Meskipun Gereja menyatakan bahwa dialah Gereja yang satu,
kudus, katolik dan apostolik, tetapi didirikan oleh Yesus Kristus tempat setiap
orang menemukan keselamatan. Roh Kudus menggunakan komunitas-
kumunitas atau umat kristiani menuju keselamatan. Dalam (Roma 12:4-5),
memperlihatkan tugas ini “Sebab seperti kita dalam satu tubuh mempunyai
banyak anggota, tetapi tidak semua anggota mempunyai tugas yang sama:
begitu pula kita yang banyak ini merupakan satu tubuh dalam Kristus,
sedangkan kita masing-masing merupakan anggota terhadap yang lain (LG
32). Maka dalam Gereja Katolik tidak semua menempuh jalan yang sama
tetapi dipanggil kepada kesucian dan iman yang sama. Kaum awam terhimpun
sebagai umat Allah diikutsertakan dalam perutusan keselamatan Gereja
sendiri.
Pada tempat lain yaitu kanon 150, dalam jabatan di paroki dibutuhkan
tahbisan untuk membawa serta reksa rohani penuh. Karena paroki di
dalamnya merupakan himpunan umat Allah, maka pertama-tama dalam
hukum kanonik reksa pastoral umatlah yang diperhatikan. Dan reksa pastoral
itu dipercayakan kepada pastor paroki sebagai gembalanya sendiri di bawah
otoritas Uskup.
4
Yang dimaksudkan dengan reksa pastoral adalah terutama tritugas
sebagai nabi, imam dan raja yang diperuntukkan untuk kaum beriman. Bila
dituntut oleh keadaan reksa pastoral paroki, dapat dipercayakan kepada
beberapa imam atau semua orang beriman, kanon 129.2, dapat diikut
sertakan dalam kuasa kepemimpinan itu. Dalam (kanon 204) menegaskan
bahwa seluruh umat Allah tidak terluput dalam tugasnya untuk mengambil
bagian dalam tri tugas itu. Kaum beriman kristiani mempunyai hak dan
kewajiban yang sama pula “berdasarkan baptis dan penguatan ditugaskan
Allah untuk kerasulan terikat pada kewajiban umum dan mempunyai hak
secara perorangan maupun tergabung dalam perserikatan agar warta Ilahi
keselamatan diterima oleh semua orang di seluruh dunia…...demi
keselamatan jiwa-jiwa (kanon 224-231).
Sebelum Konsili Vatikan II, Gereja pada masa itu cenderung diidentikan
dengan hirarki dan kaum religius sebagai para pelayan yang dipilih Tuhan
sedangkan awam dipandang sebagai non klerus. Dengan demikian tanggung
jawab Gereja hanya dianggap sebagai tanggung jawab kaum hirarki dan
religius belaka. Keterlibatan awam cenderung hanya diharapkan sebatas
kesetiaan sebagai pengikut. Maka, Konsili Vatikan II merupakan peristiwa
penting yang menyempurnakan cara pandang Gereja tentang awam. Melalui
Konsili Vatikan II, Gereja dimengerti sebagai suatu “totalitas atau suatu
keseluruhan kesatuan umat beriman”. Paus, Uskup, pastor, para religius dan
orang beriman menjadi satu dalam kategori anak-anak Allah. Konsekuensi
perubahan cara pandang ini maka panggilan itu berlaku untuk semua orang
beriman, termasuk awam untuk ambil bagian dalam pewartaan dan penyucian
Gereja.
5
tetap berkewajiban untuk menggembalakan umatnya, kanon 383-392.
Mengingat kewajiban ini, maka banyak Uskup yang mengangkat pastor bukan
imam untuk melayani paroki-paroki. Dengan demikian pengangkatan pastor
awam juga mendapat tempat termasuk juga diakon di dalamnya. Dalam tugas
pastoral pun kaum awam berperan di dalam hidup menggereja.
Penutup
6
Kepustakaan