IMAMAT GEREJA:
IMAMAT UMUM
PENDAHULUAN
Dewasa ini, pemahaman tentang imamat Gereja masih menjadi sebuah pengetahuan yang secara
utuh belum dipahami secara menyeluruh oleh setiap anggota Gereja karena pada pemikirannya, masih
begitu banyak orang memahami bahwa imamat Gereja berkaitan dengan kaum klerus baik itu fungsi
dan perannya, sehingga kesadaran untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan menggereja menjadi
sebuah polemik yang harus dialami Gereja hingga saat ini. Dampak terbesar yang kini dirasakan
adalah kekurangan tenaga pastoral dalam mengupayakan pelayanan Gereja. Atas dasar inilah, maka
bahasan tentang imamat Gereja ini adalah sebuah ulasan penting dan mendasar yang dapat digunakan
sebagai pengungkapkan kesadaran akan panggilan dan perutusan Gereja di tengah dunia, agar setiap
anggota Gereja semakin memaknai panggilan akan tugas dan peran mereka sebagai anggota Gereja.
Pada hakikatnya, Imamat Gereja berasal dari berlandas pada kesatuan dengan Imamat Kristus
karena sejak semula Gereja kehadiran Gereja adalah Tubuh Mistik Kristus (LG no.7) yang dibentuk
oleh Kristus menjadi Tubuh-Nya dan dalam Tubuh Gereja, Kristus dicurahkan ke dalam umat
beriman. Hal ini mengandung sebuah unsur kesatuan erat antara Gereja dan Kristus sehingga secara
eksistensial Gereja menjadi cerminan dari wajah dan tindakan Kristus.
Adapun dalam kesatuan dengan Kristus sebagai Kepala Tubuh, Gereja menjadi sakramen yang
melanjutkan arah yang sama dari karya Kristus. Itulah mengapa, Paus Yohanes Paulus II mengundang
Gereja untuk merenungkan wajah Kristus karena wajah Gereja menjadi pantulan dari wajah Kristus.
Dalam terang iman inilah, maka Imamat Gereja merupakan unsur esensial dari pantulan karya dan
tindakan Kristus. Memang ditemukan dalam keanggotaan Tubuh, ada beragam anggota tetapi
merupakan satu tubuh dengan Kristus sebagai Kepalanya. Akan tetapi, hal ini kemudian menjadi
sebuah landasan panggilan bagi seluruh anggota Gereja untuk membangun Tubuh Kristus dan Gereja
dengan menjadi saksi-saksi Kristus di tengah dunia.
Panggilan dan tugas menjadi saksi-saksi Kristus adalah unsur esensial dari Imamat Gereja yang
diperuntukkan bagi seluruh anggota Gereja oleh Kristus, agar iman dan harapan umat Allah semakin
berlangsung terus menerus dan begitu banyak orang bersatu dengan Kristus dan mengalami karya
penyelamatan di dalam Dia. Hal ini secara tegas menjadi sebuah titik acuan bahwa Gereja dibangun
dan dihidupi oleh persekutuan dalam Kristus dan Roh Kudus, yang dalam persekutuan tersebut semua
orang dipanggil dan dapat mengalami keselamatan yang dianugerahkan oleh Bapa.
Pentinglah, kita memahami bahwa hakikat Imamat Gereja adalah panggilan dan perutusan yang
sama yang dikehendaki oleh Kristus, sehingga dalam kesatuan dengan Kristus, seluruh karya dan
1
tindakan adalah bentuk dari perutusan yang sama, walaupun berbeda tugas dan fungsi. Hal ini bahkan
ditegaskan dalam dokumen Konsili Vatikan II tentang Gereja bahwa dalam kesatuan Tubuh, ada
beragam anggota tetapi satu Tubuh-begitupun dalam upaya membangun tubuh ada banyak bentuk
pelayanan tetapi satu perutusan yang sama. Dari sebab itu, corak Imamat Gereja yang berbeda bentuk
pelayanannya antara Imamat Jabatan dan Imamat Umum, pada hakikatnya adalah dua bentuk
pelayanan Gereja dengan tujuan perutusan yang sama demi mewujudkan karya penyelamatan Allah
yang diwujudkan oleh Kristus dengan tuntunan Roh Kudus menjadikan karya pelayanan Gereja
menjadi sakramen yang hidup dan berlangsung terus menerus.
Berdasarkan titik tolak tersebut, maka memahami hakikat imamat Gereja dan pelayanannya yang
terungkap melalui adanya imamat jabatan dan imamat umum menjadi sebuah urgensi untuk dipahami
sebagai dasar panggilan perutusan Kristus bagi seluruh anggota Gereja agar umat Allah semakin
menyadari realitas corak pelayanan yang berbeda itu dalam kesatuan dengan harapan dan maksud dari
perutusan Gereja di tengah dunia agar terwujud pembangunan Tubuh Mistik Kristus dan terpelihara
seluruh karunia-karunia yang diberikan oleh Bapa melalui Yesus Kristus dengan tuntunan Roh Kudus,
sehingga begitu banyak orang sampai pada kesatuan dengan-Nya.
I. Imamat Umat Allah: Sebuah Pendasaran Teologis
Dalam Dokumen Gereja tentang Kerja Sama Awam dan Imam dalam Pastoral termuat sebuah
prinsip teologis imamat Gereja yang menjadi titik acuan tentang arti dan makna dan tujuan dari
imamat Gereja yakni:
Yesus Kristus, Imam Agung Abadi, mengharapkan agar imamat-Nya yang satu dan tak terbagi
diteruskan kepada Gereja-Nya. Gereja ini adalah umat Perjanjian Baru yang, “melalui baptis dan
pengurapan Roh Kudus dilahirkan kembali dan dikuduskan sebagai kenisah rohani dan imamat
kudus. Dengan menghayati hidup Kristiani mereka mempersembahkan pengurbanan rohani dan
mewartakan tindakan Dia yang memanggil mereka dari kegelapan kepada cahaya-Nya yang
mengagumkan (bdk. 1Ptr 2:4-10)”. “Hanya ada satu Umat Allah yang terpilih: ‘satu Tuhan, satu
iman, satu baptisan’ (Ef 4:5): ada martabat sama pada semua anggota yang berasal dari kelahiran
kembali dalam Kristus, rahmat bersama pengangkatan sebagai putra, panggilan bersama kepada
kesempurnaan”. Ada “kesetaraan sejati antara semua sehubungan dengan martabat dan kegiatan
yang sama bagi semua kaum beriman dalam membangun Tubuh Kristus”. Oleh kehendak
Kristus beberapa diangkat menjadi “guru, pembagi misteri dan gembala”. Imamat umum kaum
beriman dan imamat ministerial atau hierarkis “meskipun secara hakiki berbeda dan tak hanya
menurut tingkatnya... namun saling mengarahkan; (karena) menurut cara masing-masing mereka
mengambil bagian dalam satu imamat yang sama dalam Kristus (LG no. 10).1
Berdasarkan prinsip teologis di atas, maka dapat disebutkan bahwa imamat Gereja merupakan
karunia yang diberikan oleh Kristus kepada Gereja-Nya sehingga semua orang beriman yang telah
dibaptis dan diurapi dengan Roh Kudus menjadi “ciptaan baru” dalam kesatuan dengan Kristus dan
memiliki martabat dalam perutusan yang sama membangun Tubuh Kristus. Dalam Katekismus Gereja
1
Seri Dokumen Gerejawi, Kerja Sama Awam dan Imam dalam Pastoral, terj. R.P. Piet. Go
(Jakarta: Dokpen KWI 2018), hlm. 9.
2
Katolik No. 871-873 terungkap bahwa: "Orang-orang beriman kristiani ialah mereka yang dengan
Pembaptisan menjadi anggota-anggota Tubuh Kristus, dijadikan Umat Allah dan dengan caranya
sendiri mengambil bagian dalam tugas Kristus sebagai imam, nabi, dan raja, dan oleh karena itu sesuai
dengan kedudukan mereka masing-masing dipanggil untuk melaksanakan perutusan yang
dipercayakan Allah kepada Gereja untuk dilaksanakan di dunia". "Di antara semua orang beriman
kristiani, berkat kelahiran kembali mereka dalam Kristus, ada kesamaan sejati dalam martabat dan
kegiatan; dengan itu mereka semua sesuai dengan kondisi khas dan tugas masing-masing, bekerja
sama membangun Tubuh Kristus". Malahan perbedaan-perbedaan yang menurut kehendak Tuhan
terdapat di antara anggota-anggota Tubuh-Nya, melayani kesatuan dan perutusannya. Karena "dalam
Gereja terdapat kenanekaan pelayanan, tetapi kesatuan perutusan.2
Dalam kesatuan dengan Kristus, semua orang beriman menjadi Imamat Kudus dan rajawi,
mempersembahkan korban-korban rohani kepada Allah melalui Yesus Kristus dan mewartakan
kekuatan Dia, yang memanggil mereka dari kegelapan ke dalam cahaya-Nya yang mengagumkan.
Maka, tidak ada anggota yang tidak berperan serta dalam perutusan seluruh Tubuh. Akan tetapi, setiap
anggota wajib menguduskan Yesus dalam hatinya dan dengan semangat kenabian memberi kesaksian
tentang Yesus.3 Tetapi, supaya umat beriman makin berpadu menjadi satu Tubuh, di dalamnya tidak
semua anggota mempunyai tugas yang sama (Rm 12:4).
Dari pendasaran teologis di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa imamat umat Allah
berlandaskan pada Kristus yang memanggil dan membentuk sebuah komunitas yang hidup yang
diteguhkan melalui baptis dan memberikan karunia menjadi imam, nabi dan rajawi, sehingga bertindak
seperti Kristus dan menjadi saksi-saksi seperti Para Rasul mewujudkan kasih Bapa yang telah
diwujudkan oleh Kristus bagi keselamatan dan persatuan semua manusia dengan-Nya-melalui Roh
Kudus semua anggota Gereja dikuduskan dalam pelaksanaan tugas agar karya keselamatan dapat
terwujud bagi seluruh umat manusia.
I.1 Imamat Umat Allah: Seruan Kitab Suci
Dalam PL diceritakan bagaimana dan Allah memilih Abraham keturunannya yakni bangsa Israel
(bdk. Kej 12:1-9). Hubungan tersebut diikatkan dengan perjanjian bahwa Ia menjadi Allah mereka,
dan mereka menjadi umat-Nya. Kepada mereka dijanjikan seorang Juru Selamat (bdk. 2Sam 7:12-14;
Yes 9:1-7; Zak 9:9-10). Ia akan menjadi penebus dosa seluruh umat manusia (Yoh 1:29). Kedatangan
Yesus adalah kepenuhan janji tersebut. Kedatangannya menjadi saat di mana “Israel lama” digantikan
dengan “Israel Baru” yang hidup menurut Roh dan dalam kuasa kebangkitan. Mereka adalah umat
Biarawati, terj. Konfrensi Waligereja Indonesia (Flores: Ende 1995), hlm. 101
3
Bdk. Seri Dokumen Gerejawi, Presbyterorum Ordinis, Dekrit tentang Pelayanan dan
Kehidupan Para Imam no. 2, terj. Hardawiryana (Jakarta: Dokpen KWI, 2009).
3
Allah sudah menerima penyelamatan dari sang Mesias. Mereka adalah umat Allah yang menjadi
demikian karena persatuan dengan sang penyelamat.4
Dalam pandangan Kitab Suci, khususnya Perjanjian Baru, secara jelas menunjukkan bahwa
anggota Gereja adalah “imamat yang kudus”, “imamat yang rajani”, bangsa yang kudus, umat milik
Allah sendiri, dan Yesus Kristus telah menjadikan kita suatu kerajaan, imam-imam bagi Allah dan
Bapa-Nya (Bdk. 1Ptr 2:5.9; Why 1:6; 5:10).5 Bahkan efek langsung dari Kristus, Imam Agung
memungkinkan setiap orang percaya untuk memiliki kesempatan langsung pada takhta kasih karunia
(Ibr. 10:19-22) dan secara menyeluruh orang-orang percaya, ketika dipenuhi Roh Kudus, menjadi bait
suci Allah, melalui Kristus, kita memiliki akses dalam satu Roh kepada Bapa sehingga tidak lagi
disebut orang asing, tetapi sewarga dengan orang-orang kudus di dalam Tuhan, bait suci yang kudus di
dalam Tuhan, yang telah dibangun atas dasar Para Rasul dan para nabi dengan Kristus sebagai batu
penjuru (Bdk. Ef. 2:18-22).
Orang Kristen sebagai “imam” membawa seluruh hidupnya sebagai korban kepada Tuhan. Rasul
Paulus menulis jati diri umat Allah:
“Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu
mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan
kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati. Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini,
tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah
kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna (Rm. 12:1-2).
Setelah pernyataan ini, Rasul Paulus menyebutkan karunia-karunia rohani yang diberikan kepada
anggota Gereja sebagai Tubuh Kristus (1Kor 12).
Apakah hubungan bait Allah dengan berhala? Karena kita adalah bait dari Allah yang hidup
menurut firman Allah ini: "Aku akan diam bersama-sama dengan mereka dan hidup di tengah-
tengah mereka, dan Aku akan menjadi Allah mereka, dan mereka akan menjadi umat-Ku. Sebab
itu: Keluarlah kamu dari antara mereka, dan pisahkanlah dirimu dari mereka, firman Tuhan, dan
janganlah menjamah apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu. Dan Aku akan menjadi
Bapamu, dan kamu akan menjadi anak-anak-Ku laki-laki dan anak-anak-Ku perempuan
demikianlah firman Tuhan, Yang Mahakuasa." (2Kor 6:16-18).
Dari tulisan Rasul Paulus, kita kemudian memahami bahwa imam, pengorbanan, dan bait suci
adalah keseluruhan entitas dalam pengalaman spiritual imamat orang percaya seperti yang dikatakan
Rasul Petrus kepada kita: “Dan datanglah kepada-Nya, batu yang hidup itu, yang memang dibuang
oleh manusia, tetapi yang dipilih dan dihormat di hadirat Allah. Dan biarlah kamu juga dipergunakan
sebagai batu hidup untuk pembangunan suatu rumah rohani, bagi suatu imamat kudus, untuk
mempersembahkan persembahan rohani yang karena Yesus Kristus berkenan kepada Allah. Tetapi
kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri,
4
Bdk. George H. Tavard, The Church, Community of Salvation (Manila: St. Pauls, 1997), hal.
86.
Bdk. V. Norskov Olsen, Myth and Truth Church, Priesthood and Ordination (California: Loma
5
V. Norskov Olsen, Myth and Truth Church, Priesthood and Ordination, hlm. 44.
8
Ibid,.
9
10
Ibid,.
6
tersebut adalah Yesus. Gereja melanjutkan sejarah tersebut di mana Roh membangkitkan impuls
karismatis di luar batas kontrol Gereja sebagai institusi. Gereja terlebih adalah sakramen yang
memiliki daya keselamatan, baik bagi anggota tapi juga bagi yang lain yang terarah padanya. Bagi
Rahner, inkarnasi Logos membuat semua manusia secara ontologis dikuduskan bagi Allah. Gereja
memang tanda rahmat, namun bukan sebab rahmat, apalagi alat rahmat. Gereja adalah hasil dari
rahmat Allah. Untuk itu Gereja harus terbuka, demokratis dan bebas dari klerikalisme. Sebagai tanda
rahmat, Gereja perlu mengambil peran dalam persoalan sosial-politik masyarakat secara konkrit. Bagi
dia, kekayaan material Gereja sangat bertentangan dengan Kerajaan Allah yang diwartakan Yesus.
Peran Gereja adalah sebagai komunitas yang terpanggil untuk menaati dan mewartakan Injil. Ia sangat
menentang dominasi Gereja dan menggambarkan tugas paus yang tidak sesuai dengan ajaran
mengenai keprimatan dan infalibilitas.
Louis Bouyer bicara mengenai aktualisasi Gereja paling intens dalam Gereja Lokal, dan secara
khusus dalam perayaan Ekaristi. Uskup memiliki peran sebagai imam. Ia terpilih untuk memimpin
dewan imam, sehingga sudah seharusnya ia menjalankan lagi pelayanan sabda, sakramen dan karya
pastoral, bukan menjadi teknokrat eklesial. Umat awam berpartisipasi dalam mengkonsekrasi realitas
sehari-hari melalui perannya juga dalam Ekaristi.
Para teolog kemudian seperti Jean Danielou, Henri de Lubac, Hans Urs von Balthasar dan
Joseph Ratzinger kembali menekankan kenyataan ilahi dari Gereja sebagai sebuah organisme. Dalam
konteks ini, Gereja lokal dimengerti sebagai organ-organ yang di satu sisi otonom, tetapi di sisi lain
ada dalam kesatuan utuh yang memungkinkan dia hidup. Sebagai organisme, Gereja dijiwai secara
ilahi untuk menjadi pengantin Kristus, sehingga tidak dapat direduksi hanya sebagai alat membangun
masyarakat sekuler. Ungkapan yang populer adalah societas perfecta. Terkandung dalam ungkapan
tersebut pemahaman mengenai pentingnya otoritas yang menyatukan umat dan rahmat sakramen yang
membuatnya sempurna.11 Mereka mengkritik pandangan teologi sekuler dan teologi pembebasan.
Mereka menegaskan bahwa karisma berkaitan dengan tugas dalam Gereja, dan secara khusus dalam
jabatan Paus. Sehingga, pembaharuan struktur Gereja menurut teori manajemen kepemimpinan
kontemporer ditolak. Pembaharuan yang benar lebih bersifat batiniah dan spiritual, sehingga yang
dibutuhkan adalah kerendahan hati dan ketaatan, serta penghargaan terhadap otoritas dan tradisi.
I.3 Imamat Umat Allah: Seruan Konsili Trente Sampai Konsili Vatikan II
I.3.1 Pandangan Sebelum Konsili Vatikan II (Konsili Trente)
Sejak abad ke-12 mulai terjadi sekularisasi. Ilmu pengetahuan yang dulu hanya milik Gereja dan
demi kepentingan teologi kini mulai menjadi profan. Puncak dari perkembangan itu adalah
Renaissance dengan pandangan antroposentrisme. Seiring dengan kemerosotan moral para rohaniwan,
Bdk. Paul D.L. Avis, “Ecclesiology”, dalam The Blackwell Encyclopedia of Modern Christian
11
Thought, ed. Alister E. McGrath (Oxford & Cambridge: Blackwell Publishers, 1993), hal. 130- 131.
7
Gereja perlahan-lahan mulai kehilangan pengaruh dalam masyarakat. Reaksi bermunculan di mana-
mana seperti gerakan Protestantisme dan juga Revolusi Prancis (pengakuan kedaulatan negara
sekuler). Reaksi itu positif sebagai usaha untuk melihat peran manusia dalam mengembangkan dunia.
Tetapi faktor pendorongnya adalah reaksi melawan kuasa tak terbatas pimpinan Gereja. Tanggapan
dari Gereja dalam Konsili Trente membentuk gambaran Gereja yang sentralistis di Roma. Peran dan
kekuasaan paus atas Gereja sangat ditonjolkan. Roma (atau Paus) mengatur segala yang berhubungan
dengan liturgi, pedoman-pedoman sakramen, tentang orang kudus, kegiatan kerasulan dan penerbitan.
Taat pada Allah sama dengan taat pada Paus.12 Paham eklesiologis tersebut memunculkan perdebatan
sehubungan dengan pembaptisan yang sah yang mempersatukan penerima dalam Tubuh Kristus.
Persoalan terlebih dialami para teolog ekumenis. Mereka menyatakan bahwa ajaran Paus dalam
ensiklik tersebut tidak sejalan dengan teologi Paulus mengenai pembaptisan. Persoalan tersebut
membuat Paus Pius XII mengeluarkan ensiklik baru yang mengajarkan bahwa oleh pembaptisan orang
Kristen menjadi anggota Tubuh Mistik dan ikut berpartisipasi dalam tugas imamat Kristus.13
Yves Congar dalam tulisan-tulisannya memberi pandangan bahwa Gereja didirikan oleh Kristus.
Gereja dijiwai oleh Roh Kristus, dan sekaligus dari bawah oleh manusia yang dapat bersalah dan
berdosa. Dengan meneliti pengalaman Gereja primitif, Congar menemukan bahwa sebelum didominasi
oleh kekuasaan, Gereja memiliki spiritualitas yang intens, sikap doa yang mendengarkan Kristus,
keterbukaan atas pertobatan dan pembaharuan. Pada tahun-tahun berikut, Gereja didominasi kekuasaan
dan serentak Gereja mendominasi dunia. Meski hal itu dapat dimengerti, namun jelas bahwa Gereja
mula-mula memberikan model yang lebih baik. Gereja tidak perlu mendominasi masyarakat, tetapi
perlu menarik hati dan pikiran banyak orang. Ia juga mulai berpikir tentang pandangan Gereja umat
Allah. Baginya, pandangan Tubuh Mistik adalah satu hal saja. Ada juga ungkapan Gereja sebagai
“kenisah Roh Kudus” yang mengangkat dimensi interior dan spiritualitas. Struktur institusional adalah
sarana semata karena Gereja adalah suatu masyarakat dalam Roh (congretatio fidelium).14
Sudut pandang Congar di atas memiliki konsekuensi bagi konsep-konsep eklesiologis dan
teologis pada umumnya. Antara lain, awam tidak dilihat lagi sebagai objek pelayanan hierarkis,
melainkan subjek aktif pelayanan. Awam juga memiliki peran dan tanggung jawab dalam Gereja.
Peran khusus mereka adalah mengubah dunia dengan terang Injil. Tugas mereka bukan mandat dari
hierarkis tetapi karena iman dan pembaptisan. Dalam kaitan dengan eskatologi, Gereja dipandang
12
Bdk. Yves Congar, Gereja Hamba Kaum Miskin, terj. R. Hardjono (Yogyakarta: Kanisius,
1973), hlm. 44-45.
13
Bdk. Avery Dulles, “Setengah Abad Eklesiologi”, dalam Gereja Dalam Perubahan, ed. G.
Kirchberger (Ende: Nusa Indah, 1992), hal. 13-16.
14
Bdk. Ibid., hal. 16-18.
8
sebagai umat Allah yang berziarah dalam perjalanan menuju ke surga. Dalam kaitan dengan sakramen,
Gereja memang tanda efektif sakramen, tapi rahmat tidak harus bergantung pada keanggotaan aktual
dalam Gereja.
I.3.2 Pandangan Konsili Vatikan II tentang Imamat Umat Allah
Dalam LG 8. Sebagai Tubuh Kristus, Gereja menjadi baik komunitas iman, harap dan kasih,
maupun sebuah organisasi yang dipimpin oleh hierarki dan tampak secara konkret. Gereja sekaligus
komunitas spiritual dengan segala kebaikan yang berasal dari surga, sekaligus komunitas umat
beriman yang ada di tengah dunia. Sebagai komunitas spiritual, Gereja memiliki aspek misteri,
menjadi sakramen (sebagai mana lebih lengkap diuraikan dalam Konstitusi Pastoral Gaudium et Spes),
keselamatan dan persekutuan rahmat. Sebagai realitas duniawi, dalam Gereja ada struktur institusional
dan pimpinan. Dua hal itu tidak dapat dilihat sebagai hal terpisah sama sekali dan tetap menunjukkan
Gereja yang satu dan sama. Refleksi atas peran hierarki searah dengan pandangan Congar. Hierarki
harus dilihat dalam konteks pelayanan bukan penguasaan atau pemerintahan. Hierarki adalah pelayan
bagi umat Allah. Awam terlibat dalam tugas pelayanan tersebut berkat pembaptisan yang mereka
terima. Di sini dibedakan antara imamat Yesus, imamat khusus (karena tahbisan) dan imamat umum.15
LG menjelaskan bahwa umat Allah yang dimaksud adalah sebuah partisipasi dalam tritugas
Yesus, yakni memimpin, menguduskan dan mewartakan. Dalam tugas memimpin, Gereja mengambil
bagian dalam kepemimpinan Yesus dengan hidup dalam kemuliaan dan kebenaran, serta senantiasa
mengarahkan diri kepada kerajaan Allah. Kemuliaan Kerajaan Allah dicapai secara sempurna di surga
(LG 48), namun antisipasinya saat ini dalam Gereja. Hal itu mungkin karena rahmat ilahi dan
pelaksanaannya dalam komunitas.16
Dalam tugas menguduskan, Gereja menjadi sakramen yakni tanda kesatuan antara umat manusia
dengan Allah dan kesatuan seluruh umat manusia (LG 1). Allah sendiri memanggil mereka yang
mengarahkan diri pada Yesus dan membentuk mereka menjadi Gereja. Kesatuan itu adalah sakramen
kelihatan sehingga melaluinya keselamatan terlaksana (LG 9). Dasar dari daya menguduskan Gereja
adalah Roh Kristus yang diutus dalam hati para murid yang kemudian membentuk Gereja (LG 48).17
Dalam tugas mewartakan, Gereja adalah umat profetis dengan iman akan Allah yang tidak dapat
runtuh. Umat memiliki rasa iman menyangkut keyakinan dan moral. Hal itu dilindungi oleh Roh
Kudus agar tidak keliru. Dengan ini, seluruh umat manusia dirangkul untuk menjadi satu dengan
Gereja yang adalah umat Allah.
15
Bdk. George H. Tavard, The Church, Community of Salvation (Manila: St. Pauls, 1997), hal.
86.
16
Bdk. Tavard, The Church, hal. 87.
Bdk. Tom Jacobs, “Gereja dan Dunia”, dalam Gereja dan Masyarakat, ed. JB. Banawiratma
17
18
Bdk. Konstitusi Dogmatis tentang Gereja, Lumen Gentium, terj. R. Hardawiryana (Jakarta: Obor,
2013), hlm. 83-84.
19
Bdk. Seri Dokumen Gerejawi tentang Karya Kegiatan Merasul Kaum Awam, Apostolicam
Actuositatem, terj. Hardawiryana (Jakarta: Dokpen KWI, 2006), hlm. 5.
10
urusan-urusan duniawi, maka mereka dipanggil oleh Allah, untuk dijiwai semangat kristiani, ibarat
ragi, menunaikan kerasulan mereka di dunia.20
Perutusan Gereja menyangkut keselamatan umat manusia, yang harus diperoleh berkat iman
akan Kristus dan rahmat-Nya. Maka kerasulan Gereja serta semua anggotanya pertama-tama ditujukan
untuk memaparkan warta tentang Kristus kepada dunia dengan kata-kata maupun perbuatan, dan untuk
menyalurkan rahmat-Nya. Itu terutama terjadi melalui pelayanan sabda dan sakramen- sakramen, yang
secara khas diserahkan kepada para imam. Dalam pelayanan itu kaum awam pun harus memainkan
perannya yang sangat penting, yakni sebagai "rekan pekerja demi kebenaran" (3Yoh:8). Terutama di
bidang itu kerasulan awam dan pelayanan pastoral saling melengkapi.21
Bagi kaum awam terbukalah amat banyak kesempatan untuk melaksanakan kerasulan
pewartaan Injil dan pengudusan. Kesaksian hidup kristiani sendiri beserta amal baik yang dijalankan
dengan semangat adikodrati, mempunyai daya-kekuatan untuk menarik orang-orang kepada iman dan
kepada Allah. Sebab Tuhan bersabda: "Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang,
supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di surga" (Mat 5:16).
Akan tetapi kerasulan semacam itu tidak hanya terdiri dari kesaksian hidup saja. Rasul yang sejati
mencari kesempatan-kesempatan untuk mewartakan Kristus dengan kata-kata, baik kepada mereka
yang tidak beriman untuk menghantar mereka kepada iman, baik kepada kaum beriman untuk
mengajar serta meneguhkan mereka, dan mengajak mereka hidup dengan semangat lebih besar. "Sebab
cintakasih Kristus mendesak kita" (2Kor 5:14). Dan di hati semua orang harus menggema kata-kata
Rasul: "Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil" (1Kor 9:16).
Tetapi pada zaman kita sekarang muncullah masalah-masalah baru, dan beredarlah kesesatan-
kesesatan amat gawat, yang berusaha menghancurkan sama sekali agama, tata kesusilaan dan
masyarakat manusia sendiri. Maka Konsili suci ini dengan tulus hati mengajak kaum awam, masing-
masing menurut bakat pembawaan dan pendidikan pengetahuannya, supaya mereka-menurut maksud
Gereja lebih bersungguh-sungguh lagi menjalankan peran mereka dalam menggali dan membela azas-
azas kristiani, serta dalam menerapkannya dengan cermat pada soal-soal zaman sekarang.
II.2 Imamat Umum dan Kehidupan Apostolik
Salah satu penegasan dalam kaitan dengan kehidupan apostolik adalah seluruh umat beriman
dalam karya pelayanan Gereja mewujudkan tradisi rasuli dari Kristus hingga kepada kita, dan
membuat kita dapat berpartisipasi dalam sejarah Allah dengan umat manusia. Konsili Vatikan II
bahkan menggambarkan sifat rasuli dari seluruh karya pelayanan Gereja:
20
Konsili Vatikan II memberi komentar bahwa, adapun apa yang telah diteruskan oleh Para Rasul
mencakup segala sesuatu yang membantu umat Allah untuk menjalani hidup yang suci dan untuk
berkembang dalam imannya. Demikianlah Gereja dalam ajaran, hidup serta ibadatnya melestarikan
serta meneruskan kepada semua keturunan dirinya seluruhnya, imannya seutuhnya (DV 8). Gereja
melestarikan apa dirinya dan apa yang diimaninya. Gereja perlu meneruskan hal itu melalui ibadat,
hidup dan ajaran.
22
Bdk. Paus Benediktus XVI, The Apostles: Asal Usul Gereja dan Para Teman Sekerja Mereka,
terj. Emanuel Martasudjita (Yoyakarta: Kanisius, 2015), hlm. 35.
23
Bdk. Paus Benediktus XVI, The Apostles: Asal Usul Gereja dan Para Teman Sekerja Mereka,
hlm. 36.
24
Bdk. Paus Yohanes Paulus II, Direktorium Tentang Pelayanan dan Hidup Para Imam, terj.
Hardawirjana (Jakarta: DOKPEN KWI 1996), hlm. 39.
13
sekalilah katekese yang matang dan komprehensif agar umatnya sungguh mengerti makna panggilan
Kristiani dan iman Katolik mereka. Umat beriman secara khas perlu dibina untuk memahami dengan
baik hubungan antara panggilan istimewa mereka dalam Kristus dan keanggotaan mereka dalam
Gereja. Semuanya itu akan terlaksana bila imam dalam hidup maupun pelayanannya menghindari
segala sesuatu yang menimbulkan sikap lesu atau dingin terhadap Gereja, atau menurunkan
identifikasi anggota dengan Gereja.
III. Hubungan Imamat Jabatan dan Imamat Umum dalam Perutusan Gereja
Gereja sebagai Umat Allah mengandung sebuah keyakinan bahwa semua anggota warga Gereja
memiliki martabat yang sama, hanya berbeda fungsi dapat menjamin hubungan yang wajar antara
semua komponen Gereja. Tidak boleh ada klaim bahwa komponen-komponen tertentu lebih
bermartabat dalam Gereja Kristus dan menyepelekan komponen yang lainnya. Keyakinan ini harus
diimplementasikan secara konsekuensi dalam hidup dan karya semua anggota Gereja. Setiap
Komponen Gereja memiliki Fungsi yang khas: Setiap komponen Gereja memiliki fungsi yang khas.
Hierarki yang bertugas memimpin (melayani) dan mempersatukan Umat Allah. Biarawan/biarawati
dengan kaul-kaulnya mengarahkan Umat Allah pada dunia yang akan datang (eskatologis).
14
IV. PENUTUP
Konsili Vatikan II telah memberikan sebuah pendasaran bahwa Gereja adalah Tubuh Mistik
Kristus. Hal ini secara nyata mengungkapkan bahwa imamat Gereja memiliki korelasi erat dengan
imamat Kristus. Melalui baptisan, seluruh umat Allah menyadari bahwa panggilan sebagai rasul dan
saksi Kristus merupakan unsur esensial yang menjadikan seluruh umat Allah atau Gereja terlibat
dalam imamat Yesus Kristus. Dalam Kitab Suci, gambaran tentang hakikat teologis dan maksud dan
tujuan perutusan telah diungkapkan bahwa sejak penggenapan Mesias, seluruh umat Allah yang
dihimpun melalui baptisan, terlibat dalam imamat Yesus Kristus sehingga berperan dan bertindak
sebagai imam, nabi dan rajawi. Tugas perutusan ini berlaku bagi seluruh anggota Gereja baik kaum
klerus maupun kaum awam.
Dalam sejarah, tak dapat dipungkiri bahwa pelayanan Gereja dihadapkan pada beragam
perbedaan, tetapi hal yang ditegaskan dari imamat Gereja bahwa sebagai satu Tubuh kendati berbeda
pelayanan, setiap anggota memberikan kesaksian iman yang sama. Inilah yang menjadi gagasan
penting imamat dalam Gereja berkaitan dengan peran dalam karya perutusan yang perlu dilaksanakan
oleh semua umat Allah demi pembangunan Tubuh Kristus yakni Gereja. Dari sebab itu, karunia yang
telah diterima melalui Baptisan adalah imamat umat Allah yang perlu dan urgensi untuk diwartakan
bagi seluruh dunia demi pembangunan Tubuh dan keselamatan semua orang. Hal ini juga telah
disebutkan dalam PL dan PB sebagai pendasaran dan hakikat dari teologis imamat Gereja, maka perlu
diwujudkan sebagai karya pemeliharaan karunia-karunia dan martabat imamat Gereja yang diberikan
oleh Bapa melalui Putra dan dalam Roh Kudus diwujudkan oleh Para Rasul hingga saat ini melalui
pengganti-penggantinya.
Dalam keputusan Konsili Vatikan II, perutusan adalah usaha bersama kaum awam dan kaum
klerus sehingga menuntut mereka terlibat dalam pelaksanaan tugas dan peran masing-masing sebagai
satu kesatu Tubuh. Hal ini penting agar setiap anggota menyadari martabat dan perannya menjadi saksi
Kristus dan esensi dari imamat masing-masing anggota. Adapun segala karya yang diharapkan bagi
semua untuk berperan dalam pembangunan Tubuh didasarkan pada cahaya Gereja sebagai sakramen,
tanda dan sarana yang menyelamatkan dalam seluruh kehidupan dan karya pelayanan umat beriman;
cahaya Gereja sebagai apostolik yang didasarkan pada semangat para rasul dalam mewartakan iman
akan Kristus; dan menjadi cahaya Gereja yang menyinari semua orang dalam berbagai macam
perbedaan keyakinan dan corak penghayatan yang berbeda-beda agar menjadi satu kesatuan dalam
iman akan Kristus, Sang Penyelamat dan Kepala Tubuh yakni Gereja.
15