Anda di halaman 1dari 5

TUGAS 1

MATA KULIAH AGAMA KATOLIK

Dosen : Albertus Triyatmojo

Dikerjakan Oleh :

NAMA : VICENSIA CHICIK PREDIAS TANTARI

NIM : 048450617

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS TERBUKA SURABAYA

2023
SOAL NOMOR 2.

1. Menjelaskan ciri gereja yang satu dalam konteks iman dan sekaligus dapat menyebutkan
teks pendukung dan ajaran/magisterium gereja katolik serta menguraikan penghayatan
iman pribadi dalam ciri gereja yang satu.
2. Menjelaskan ciri gereja yang kudus dalam konteksnya dan sekaligus dapat menyebutkan
teks pendukung dalam kitab suci dan ajaran/magisterium gereja katolik serta
menguraikan penghayatan iman pribadi dalam ciri gereja yang kudus.
3. Menjelaskan ciri Gereja yang Katolik dalam konteksnya dan sekaligus dapat
menyebutkan teks pendukung dalam kitab suci dan ajaran/magisterium Gereja Katolik
serta menguraikan penghayatan iman pribadi dalam ciri Gereja yang katolik.
4. Menjelaskan ciri Gereja yang apostolik dalam konteksnya dan sekaligus dapat
menyebutkan teks pendukung dalam kitab suci dan ajaran/magisterium Gereja Katolik
serta menguraikan penghayatan iman pribadi dalam ciri Gereja yang apostolik.

JAWABAN.
1. Gereja yang Satu:

Kesatuan di dalam Gereja mendapatkan dasarnya dari kesatuan Tritunggal, yaitu Bapa,
Putera dan Roh Kudus. Allah Tritunggal kendati memiliki tiga pribadi, namun
hakikatnya adalah Satu. Sama halnya dengan Gereja, kendati beraneka ragam, namun
tetap Satu yaitu Gereja yang berkumpul dalam Tuhan Yesus Kristus. Roh Kudulah
yang menyatukan Gereja.

Dalam konteks kehidupan kristiani, kita menyadari bahwa dosa menyebabkan


terjadinya perpecahan dan pertengkaran, sebaliknya di mana ada kebajikan di sana ada
perdamaian. Roh Kudus membimbing gerejaNya untuk senantiasa masuk lebih dalam
menuju kebersatuan antara umat dan terlebih dengan Yesus Kristus.

Gereja yang Satu ini terdiri dari :


Pengakuan iman yang sama.
Perayaan ibadat bersama dan sakramen-sakramen.
Suksesi apostolik yang oleh tahbisan menegakkan kesepakatan sebagai saudara dan
saudari dalam Kerajaan Allah.
Di dalam rumusan syahadat panjang itu pada bagian akhir dinyatakan ke empat sifat
atau ciri Gereja Katolik: satu, kudus, Katolik dan apostolik. Gereja percaya akan
kehendak Allah, sebagaimana tertulis dalam kitab suci, bahwa orang-orang beriman
kepada Kristus hendaknya berhimpun menjadi Umat Allah (1Ptr 2:5-10) dan menjadi
satu Tubuh (1Kor 12:12). Gereja Katolik percaya bahwa kesatuan itu menjadi begitu
kokoh dan kuat karena secara historis bertolak dari penetapan Petrus sebagai penerima
kunci Kerajaan Surga. Setelah Petrus menyatakan pengakuannya bahwa Yesus adalah
Mesias, Anak Allah yang hidup, maka Yesuspun menyatakan akan mendirikan jemaat-
Nya di atas batu karang yang alam maut tidak akan menguasainya (Mt 16:16-19).

Demikianlah Petrus ditugaskan untuk menggembalakan domba-domba dengan cinta


sehingga St. Ignatius dari Antiokia menyebut Gereja Roma sebagai “pemimpin cinta
kasih”. Memang secara historis juga menjadi bagian dari kepercayaan bahwa para Paus
merupakan pengganti Petrus (Paus yang pertama), yang memimpin Gereja bersama
semua Uskup seluruh dunia secara kolegial disebut sebagai successio apostolica.
Konsili Vatikan II menegaskan corak kolegial tugas penggembalaan ini yang
bertanggungjawab bagi pelakasanaan tugas-tugas Gereja: memimpin/melayani,
mengajar, dan menguduskan. Akhir-akhir ini dialog ekumenis dengan Gereja-Gereja
Angklikan, Ortodoks, dan Protestan menunjukkan semakin dirasakannya kebutuhan
membangun kesatuan dalam penghayatan iman dan kerjasama sebagai murid-murid
Kristus.

2. Gereja yang Kudus:

Gereja menjadi Kudus karena Yesus Kristus adalah Kudus. Yesus telah mengasihi
GerejaNya dan menyerahkan diri bagi Gereja untuk menguduskannya sehingga umat
dipersatukan dengan Yesus menjadi Kudus. Pengudusan manusia di dalam Kristus
merupakan tujuan semua karya di dalam Gereja.
Gereja itu kudus. Gereja Katolik meyakini diri kudus bukan karena tiap anggotanya
sudah kudus tetapi lebih-lebih karena dipanggil kepada kekudusan oleh Tuhan,
“Hendaklah kamu sempurna sebagaimana Bapamu di surga sempurna adanya.” (Mat
5:48) Perlu diperhatikan juga bahwa kategori kudus yang dimaksud terutama bukan
dalam arti moral tetapi teologi, bukan soal baik atau buruknya tingkah laku melainkan
hubungannya dengan Allah. Ini tidak berarti hidup yang sesuai dengan kaidah moral
tidak penting. Namun kedekatan dengan yang Ilahi itu lebih penting, sebagaimana
dinyatakan, “kamu telah memperoleh urapan dari Yang Kudus, (1Yoh 2:20) yakni dari
Roh Allah sendiri. (bdk. Kis 10:38) Diharapkan dari diri seorang yang telah terpanggil
kepada kekudusan seperti itu juga menanggapinya dalam kehidupan sehari-hari yang
sesuai dengan kaidah-kaidah moral.

3. Gereja Katolik:

Kata katolik berarti mau merangkul semuanya. Gereja diutus oleh Kristus ke seluruh
dunia. Setiap Gereja lokal bersama dengan uskup berusaha menterjemahkan
keberadaan Tuhan Yesus Kristus sesuai dengan situasi dan kehidupan konkret
masyarakat. Wajah Gereja bukanlah semua harus sama dengan Gereja yang ada di
Vatikan, melainkan beraneka ragam dan berbeda-beda. Adapun yang sama adalah
isinya atau esensinya.
Gereja adalah Katolik (dari kata Latin: catholicus yang berarti universal atau umum).
Nama yang sudah dipakai sejak awal abad ke II M. pada masa St. Ignatius dari Antiokia
menjadi Uskup. Ciri ini juga sering berlaku untuk Gereja Angklikan dan Ortodoks. Ciri
Katolik ini mengandung arti Gereja yang utuh, lengkap, tidak hanya setengah atau
sebagian dalam mengetrapkan sistem yang berlaku dalam Gereja. Bersifat universal
artinya Gereja Katolik itu mencakup semua orang yang telah dibaptis secara Katolik di
seluruh dunia di mana setiap orang menerima pengajaran iman dan moral serta berbagai
tata liturgi yang sama di manpun berada. Kata universal juga sering dipakai untuk
menegaskan tidak adanya sekte-sekte dalam Gereja Katolik. Konstitusi Lumen
Gentium Konsili Vatikan ke II menegaskan arti keKatolikan itu: “Satu umat Allah itu
hidup di tengah segala bangsa di dunia, karena memperoleh warganya dari segala
bangsa. Gereja nemajukan dan menampung segala kemampuan, kekayaan dan adat
istiadat bangsa-bangsa sejauh itu baik. Gereja yang Katolik secara tepat guna dan tiada
hentinya berusaha merangkum seganap umat manusia beserta segala harta kekayaannya
di bawah Kristus Kepala, dalam kesatuan Roh-Nya” (LG. 13).

4. Gereja yang Apostolik

Gereja Katolik didirikan atas dasar para rasul memiliki tiga (3) macam arti:
1. Ia tetap dibangun atas dasar para rasul dan para nabi.
2. Dengan bantuan Roh Kudus yang tinggal di dalamnya ia menjaga ajaran, warisan
iman, serta pedoman-pedoman sehat para rasul dan meneruskannya.
3. Ia tetap diajarkan, dikuduskan, dan dibimbing oleh para rasul sampai pada saat
kedatangannya kembali Kristus. Mereka yang menggantikan para rasul adalah dewan
uskup yang dibantu oleh para imam.
Dengan ciri ini mau ditegaskan adanya kesadaran bahwa Gereja “dibangun atas dasar
para rasul dan para nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru” (Ef. 2:20). Gereja
Katolik mementingkan hubungan historis, turun temurun, antara para rasul dan
pengganti mereka, yaitu para uskup. Dengan demikian juga menjadi jelas mengapa
Gereja Katolik tidak hanya mendasarkan diri dalam hal ajaran-ajaran dan eksistensinya
pada Kitabsuci melainkan juga kepada Tradisi Suci dan Magisterium Gereja sepanjang
masa.
Yang disebut Tradisi Suci adalah pengajaran yang bersumber pada ajaran lisan sejak
zaman Yesus dan para Rasul. Antara keduanya, Tradisi Suci dan Kitabsuci, tidak ada
perbedaannya bahkan saling melengkapi karena berasal dari sumber yang sama. Ini
juga sesuai dengan yang tertulis pada Injil Yohanes, “Masih banyak hal-hal lain lagi
yang diperbuat oleh Yesus, tetapi jikalau semuanya itu harus dituliskan satu per satu,
maka agaknya dunia ini tidak dapat memuat semua kitab yang harus ditulis itu” (Yoh
21:25). Sedangkan Magisterium Gereja artinya adalah wewenang yang dimiliki sebagai
warisan oleh Gereja untuk mengajar dan menafsirkan Kitab suci.

Sebagaimana diketahui bahwa tak semua ayat pada Kitabsuci mudah untuk dimengerti
maka Gereja adalah pihak yang berwewenang untuk menafsirkannya agar umatnya
tidak tersesat (bdk. Kis 8:30-31). Wewenang Gereja mengajar juga adalah warisan
sebagaimana Kristus telah menyerahkan-Nya kepada Petrus dan para Rasul untuk
mengajar atas nama-Nya (bdk. Mt. 16:13-20; Luk 10:16). Dalam praktiknya Gereja
selalu dengan saksama menyelenggarakan pengajaran iman atau penafsiran Kitabsuci
itu dengan tenaga pengajar yang qualified dan menggunakan buku-buku resmi yang
dicetak seizin Uskup (imprimatur) dan sudah dinyatakan isinya tanpa sesat (nihil
obstat).

REFERENSI : pendapat pribadi ,


https://id.m.wikipedia.org/wiki/Empat_Ciri_Gereja
https://katekeseremaja.wordpress.com/2014/08/13/gereja-katolik-yang-satu/ dan
BMP MODUL MKUW4102

Anda mungkin juga menyukai