“Gereja” berasal dari kata bahasa Portugis, igreja dibawa oleh misionaris Portugis
ratusan tahun silam ke Indonesia. Kata tersebut merupakan ejaan Portugis untuk kata
latin ecclesia yang berakar dari bahasa Yunani, ‘ekklesia’. Kata Yunani tersebut berarti
‘kumpulan’ atau ‘pertemuan’ ‘rapat’. Meski demikian, Gereja atau ekklesia bukan
sembarang kumpulan, melainkan kelompok orang yang sangat khusus. Untuk
menonjolkan kekhususan itu dipakailah kata asing tersebut, dan kadang-kadang dipakai
juga kata ‘jemaat’ atau ‘Umat’. Namun perlu diingat bahwa jemaat ini sangat istimewa.
Maka, lebih baik menggunakan kata ‘Gereja’ saja yaitu ekklesia yang dalam kata bahasa
Yunani yang berarti ‘memanggil’. Gereja adalah Umat yang dipanggil Tuhan.
Ada banyak gagasan baru berkaitan dengan pemahaman tentang Gereja sebagai Umat
Allah, sebagai berikut:
1. Memperlihatkan sifat historis Gereja yang hidup “inter tempora”, yakni Gereja dilihat
menurut perkembangannya dalam sejarah keselamatan; hal ini berarti menurut
perkembangan di bawah dorongan Roh Kudus. Segi organisatoris Gereja tidak terlalu
ditekankan lagi, tetapi sebagai gantinya ditekankan segi kharismatisnya. Gereja
berkembang “dari bawah”, dari kalangan Umat sendiri.
2. Menempatkan hierarki dalam keseluruhan Gereja sebagai suatu fungsi, sehingga sifat
pengabdian hierarki menjadi lebih kentara. Hierarki jelas mempunyai fungsi pelayanan.
Hierarki tidak lagi ditempatkan di atas Umat, tetapi di dalam Umat.
3. Memungkinkan pluriformitas dalam hidup Gereja, termasuk pluriformitas dalam
corak hidup, ciri-ciri, dan sifat serta pelayanan dalam Gereja.
Kata “Gereja” dalam bahasa Indonesia berasal dari kata Portugis igreja yang berasal
dari kata Yunani ekklesia dan dalam kata Latin disebut ecclesia. Kata Yunani ekklesia
(= mereka yang dipanggil, kaum, golongan). Ekklesia juga berarti kumpulan atau
pertemuan, rapat. Namun, Gereja atau ekklesia bukan sembarang kumpulan, melainkan
kelompok orang yang sangat khusus. Untuk menonjolkan kekhususan dipakailah kata
asing. Kadang-kadang dipakai kata jemaat atau Umat.
Kata ‘Gereja’ digunakan baik untuk gedung-gedung ibadat maupun untuk Umat Kristen
setempat (jemaat, Umat) dan Umat seluruhnya. Konsili Vatikan II memilih istilah biblis
Umat Allah untuk menyebut para pengikut Yesus Kristus, yaitu mereka semua para
anggota Gereja yang telah dibaptis. Umat Katolik bersekutu sepenuhnya dengan Gereja
1
Kristus melalui rahmat, sakramen-sakramen, pengakuan iman, serta persekutuan
dengan para uskup gereja yang bersatu dengan Paus. Namun demikian, Umat Katolik
yang hidup dalam keadaan dosa berat hanya memiliki persekutuan yang tak sempurna
dengan Gereja. Orang-orang Kristen lainnya yang telah dibaptis meskipun tidak
sepenuhnya berada dalam persekutuan dengan Gereja Katolik, memiliki semacam
persekutuan dengan Gereja melalui rahmat Pembaptisan. Kamulah bangsa yang
terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, Umat kepunyaan Allah sendiri,
supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia. (1Pet 2:9).
Istilah Umat Allah sebenarnya merupakan istilah yang sudah sangat tua. Istilah itu
sudah terdapat dalam Kitab Suci Perjanjian Lama (KSPL), misalnya dalam Kel. 6: 6; 33:
13; Yeh. 36: 28; Ul. 7: 6, 26: 15. Istilah Umat Allah itu kemudian diperkenalkan sebagai
paham yang baru dalam Gereja, menggantikan paham yang sudah lebih dulu dianut
Gereja. Paham baru Gereja sebagai Umat Allah itu mulai diperkenalkan sejak Konsili
Vatikan II (1962-1965). Maka, paham itu sebenarnya merupakan paham yang masih
baru. Paham Gereja sebagai Umat Allah dianggap sebagai paham yang cocok atau
relevan dengan tuntutan dan perkembangan zaman. Paham ini dinilai memiliki nilai
historis dengan Umat Allah Perjanjian Lama karena Gereja menganggap diri sebagai
Israel Baru, kelanjutan dari Israel yang lama.
2
- Kata “Gereja”, berasal dari bahasa Portugis, igreja yang diambil dari kata
bahasaYunani ekklesia , berarti ‘kumpulan’, ‘pertemuan’, ‘rapat’. Paus Fransiskus
menjelaskan ekklesia sebagai “pertemuan akbar orang-orang yang dipanggil”: Allah
memanggil kita semua untuk menjadi keluarga-Nya.
- Gereja, adalah kasih Allah yang diaktualisasikan dalam mencintai diri-Nya dan orang
lain, semua orang, tanpa membeda-bedakan.
- Gereja adalah keluarga yang kita cintai dan mencintai kita.
- Gereja menjadi nyata ketika karunia Roh Kudus memenuhi hati para Rasul dan
membakar semangat mereka untuk pergi ke luar dan memulai perjalanan mereka untuk
mewartakan Injil, menyebarkan kasih Allah.
- Ciri-ciri Gereja sebagai Umat Allah yang tampak dalam cerita tersebut adalah kesatuan
dalam persaudaraan sejati.
2. Makna Gereja sebagai Umat Allah Menurut Ajaran Kitab Suci dan Ajaran
Gereja
- Hidup meng-Umat pada dasarnya merupakan hakikat Gereja itu sendiri, sebab hakikat
Gereja adalah persaudaraan cinta kasih seperti yang dicerminkan oleh hidup Umat
Perdana (lih. Kis 2: 41-47).
- Dalam hidup meng-Umat banyak karisma dan rupa-rupa karunia dapat dilihat,
diterima, dan digunakan untuk kekayaan seluruh Gereja. Hidup Gereja yang terlalu
menampilkan segi organisatoris dan struktural dapat mematikan banyak karisma dan
karunia yang muncul dari bawah (1Kor 12: 7-10).
- Dalam hidup meng-Umat, semua orang yang merasa menghayati martabat yang sama
akan bertanggung jawab secara aktif dalam fungsinya masing-masing untuk
membangun Gereja dan memberi kesaksian kepada dunia (Ef 4: 11-13; 1Kor 12: 12-18;
26-27).
3
“…. Kristus mencintai Gereja sebagai Mempelai-Nya. Ia menjadi teladan bagi suami
yang mengasihi isterinya sebagai Tubuh-Nya sendiri (lih Ef 5:25-28). Sebaliknya Gereja
patuh kepada Kepalanya (Ay.23-24). “Sebab dalam Dia tinggallah seluruh kepenuhan
Allah secara badaniah” (Kol 2: 9). Ia memenuhi Gereja, yang merupakan Tubuh dan
kepenuhan-Nya, dengan karunia-karunia ilahi-Nya (lih, Ef, 1:22-23), supaya Gereja
menuju dan mencapai segenap kepenuhan Allah (lih, Ef. 3:19)” (Lumen Gentium,
artikel 7).
4
dan seterusnya.
- Kita semua adalah anggota Gereja Katolik atau anggota Umat Allah.
- Gereja Katolik terdiri atas: guru, dokter, pengusaha, jaksa, pengacara, petani,
pedagang, suster, pastor, pramugari, pilot, uskup dan sebagainya, sesuai dengan cita-
cita yang ditulis oleh siswa dalam permainan tadi. Tidak mungkin gereja terdiri atas
guru semua atau pedagang semua, atau dokter semua, atau pastor semua, uskup semua.
- Kebersamaan, kekeluargaan, persatuan, persekutuan dari keanekaragaman dalam
iman akan Kristus itulah ciri dari Gereja.
Paus Fransiskus dalam audensinya dengan para peziarah di Vatikan (lihat pelajaran
sebelumnya) menegaskan bahwa Gereja ini lahir dari keinginan Allah untuk memanggil
semua orang dalam persekutuan dengan dia, persahabatan dengan dia; untuk berbagi
dalam kehidupan ilahi-Nya sendiri sebagai putra-putra dan putri-putri-Nya. Seperti
yang sudah dijelaskan bahwa kata “Gereja”, berasal dari bahasa Yunani “ekklesia”,
berarti “orang–orang yang dipanggil. Demikian Paus Fransiskus menegaskan, “Allah
memanggil kita, Ia mendorong kita untuk keluar dari individualisme kita, dari
kecenderungan kita untuk menutup diri kita sendiri, dan Dia memanggil kita untuk
menjadi keluarga-Nya.
Gereja hadir di dunia dengan persekutuan yang terbuka artinya, Gereja hadir di dunia
bukan untuk dirinya sendiri, Gereja hadir untuk dunia, kegembiraan dan harapan serta
kabar suka-cita sehingga menjadi tanda keselamatan bagi dunia. Gereja sebagai
persekutuan terbuka, memperlihatkan kesiapan Gereja untuk berdialog dengan agama
dan budaya mana pun, dan memiliki partisipasi aktif untuk membangun masyarakat
yang adil, damai, dan makmur.
5
- Para hierarki (Paus, Uskup, dan para tahbisan) menguasai Umat.
- Organisasi (lahiriah) yang berstruktur piramidal, tertata rapi.
- Mereka memiliki kuasa untuk menentukan segala sesuatu bagi seluruh Gereja.
Sebaliknya Umat hanya mengikuti saja hasil keputusan hierarki.
- Model ini cenderung “imamsentris” atau “hierarki sentris” artinya hierarki pusat gerak
Gereja.
- Gereja model piramidal cenderung mementingkan aturan, lebih statis ,dan sarat
dengan aturan.
- Gereja sering merasa sebagai satu-satunya penjamin kebenaran dan keselamatan
bahkan bersikap triumfalistik (memegahkan diri).
• Gerakan pembaruan yang terjadi dalam Gereja nampak dalam ketentuan berikut:
- Umat punya hak dan wewenang yang sama (tetapi tetap ada batasnya), khususnya ikut
menentukan gerak kegiatan liturgi di Paroki melalui wadah Dewan Paroki.
- Gerakan pembaruan ini tidak hanya menyangkut kepemimpinan Gereja, melainkan
lebih dari itu menjangkau masalah-masalah dunia.
- Susunan Kepengurusan Dewan Paroki bukan lagi Piramdal, melainkan lebih
merupakan kaitan yang saling bekerja sama dan saling melengkapi. Intinya Gereja
mengundang orang beriman untuk berkomunikasi terlibat dan diubah.
6
yang tetap, berdasarkan tradisi-tradisi keagamaan yang kuno, berdasarkan pelbagai
ikatan kepentingan-kepentingan sosial yang kuat, terhimpun menjadi golongan-
golongan tertentu yang besar, yang belum atau hampir tidak mendengar Warta Injil. Di
kalangan mereka ada yang tetap asing terhadap pengertian akan Allah sendiri, ada pula
yang jelas-jelas mengingkari adanya Allah, bahkan ada kalanya menentangnya. Untuk
dapat menyajikan kepada semua orang misteri keselamatan serta kehidupan yang
disediakan oleh Allah, Gereja harus memasuki golongan-golongan itu dengan gerak
yang sama seperti Kristus sendiri, ketika Ia dalam penjelmaan-Nya mengikatkan diri
pada keadaan-keadaan sosial dan budaya tertentu, pada situasi orang-orang yang
sehari-hari dijumpai-Nya” (Ad Gentes/AG art 10).
- Gereja diutus oleh Kristus untuk memperlihatkan dan menyalurkan cinta kasih Allah
kepada semua orang dan segala bangsa.
- Sama seperti Yesus, Gereja harus memasuki golongan-golongan manusia apa saja,
termasuk keadaan sosial, budaya untuk mewartakan dan melaksanakan karya
keselamatan Allah bagi semua orang.
- Yesus adalah pusat Gereja, tanpa Yesus, kita (Gereja) tidak bisa berjalan
sebagaimana mestinya.
- Gereja harus keluar dari diri sendiri menuju keberadaannya”. Memang jika keluar,
ada berbagai masalah, tetapi lebih baik daripada Gereja yang menutup diri, seperti
Gereja yang sakit.