KOMPETENSI DASAR
3.1 Memahami Gereja sebagai Umat Allah
Kata “Gereja”, berasal dari bahasa Portugis, igreja yang diambil dari
kata bahasaYunani ekklesia , berarti ‘kumpulan’, ‘pertemuan’, ‘rapat’. Paus
Fransiskus menjelaskan ekklesia sebagai “pertemuan akbar orang-orang yang
dipanggil”: Allah memanggil kita semua untuk menjadi keluarga-Nya.
- Gereja, adalah kasih Allah yang diaktualisasikan dalam mencintai diri-Nya dan
orang lain, semua orang, tanpa membeda-bedakan.
- Gereja adalah keluarga yang kita cintai dan mencintai kita.
- Gereja menjadi nyata ketika karunia Roh Kudus memenuhi hati para Rasul
dan membakar semangat mereka untuk pergi ke luar dan memulai perjalanan
mereka untuk mewartakan Injil, menyebarkan kasih Allah.
- Ciri-ciri Gereja sebagai Umat Allah adalah kesatuan dalam persaudaraan sejati.
3.2 Memahami sifat-sifat Gereja sebagai dasar panggilan untuk merasul dan
memperjuangkan nilai-nilai Kerajaan Allah.
Umat Katolik merupakan satu persekutuan dalam Roh Kudus. Umat terjalin satu sama
lain dengan ikatan iman dan sarana-sarana rahmat yang sama. Persatuan umat turut
mengusahakan persaudaraan, perdamaian dan cinta kasih serta pengembangan kehidupan
manusia yang lebih layak. Dengan demikian umat turut menyumbangkan terwujudnya
Kerajaan Allah.
Semangat dari Roh Kristus adalah semangat dan Roh cinta kasih harus menjadi
pendorong seluruh jajaran umat untuk mengabdi kepada persatuan, kesatuan dan
solidaritas bangsa, untuk membina toleransi dan kerukunan, untuk mengikhtiarkan
kepentingan umum dan turut membangun di segala sektor.Semuanya dilakukan sambil
menghormati otonomi dunia dalam terang cahaya Injil.
MENGHAYATI KESATUAN GEREJA
1. Gereja itu satu, namun merupakan kenyataan pula bahwa dalam gereja masih terdapat
perpecahan-perpecahan. bagaimana kita dapat memperjuangkan kesatuanitu?
2. bagaimana kita secara pribadi mewujudkan kesatuan dalam gereja?
Gereja itu Ilahi sekaligus insani, berasal dari Yesus dan berkembang dalam sejarah.
Gereja itu bersifat dinamis, tidak sekali jadi dan statis. oleh karena itu, kesatuan
Gereja harus selalu diperjuangkan.
kita menyadari bahwa kenyataannya dalam Gereja sering terjadi perpecahan dan
keretakan-keretakan. perpecahan dan keretakan yang terjadi dalam Gereja itu tentu
saja disebabkan oleh perbuatan manusia.
Katekismus Gereja Katolik (KGK) menjelaskan bahwa Gereja itu satu, karena tiga
alasan. pertama, Gereja itu satu menurut asalnya, yang adalah Tritunggal
Mahakudus, kesatuan Allah tunggal dalam tiga pribadi - Bapa, Putra dan Roh Kudus.
kedua, Gereja itu satu menurut pendiri-Nya, Yesus Kristus, yang telah mendamaikan
semua orang dengan Allah melalui darah-Nya di salib. ketiga, Gereja itu satu menurut
jiwanya, yakni Roh Kudus, yang tinggal di hati umat beriman, yang menciptakan
persekutuan umat beriman, dan yang memenuhi serta membimbing seluruh Gereja
(KGK art.813).
“Kesatuan” Gereja juga kelihatan nyata. sebagai orang-orang Katolik, kita
dipersatukan dalam pengakuan iman yang satu dan sama, dalam perayaan ibadat
bersama terutama sakramen-sakramen, dan struktur hierarkis berdasarkan
suksesi apostolik yang dilestarikan dan diwariskan melalui sakramen tahbisan
suci. sebagai contoh, kita ikut ambil bagian dalam misa di surabaya, larantuka,
alexandria, san francisco, moscow, mexico city, etiopia atau di manapun, misanya
sama; bacaan-bacaan, tata perayaan, doa-doa, dan lain sebagainya terkecuali bahasa
yang dipergunakan dapat berbeda - dirayakan oleh orang-orang percaya yang sama-
sama beriman Katolik, dan dipersembahkan oleh imam yang dipersatukan dengan
uskupnya, yang dipersatukan dengan bapa suci, Paus, penerus tahta St. Petrus.
Gereja yang satu memiliki kemajemukan yang luar biasa. umat beriman menjadi saksi
iman dalam panggilan hidup yang berbeda-beda dan beraneka bakat serta talenta,
tetapi saling bekerjasama untuk meneruskan misi Tuhan kita. keanekaragaman budaya
dan tradisi memperkaya Gereja kita dalam ungkapan Iman yang satu. pada intinya,
cinta kasih haruslah merasuki Gereja, sebab melalui cinta kasihlah para anggotanya
saling dipersatukan dalam kebersamaan dan saling bekerjasama dalam persatuan yang
harmonis.
1. Usaha-usaha apa yang dapat kita galakkan untuk menguatkan persatuan kita ke
dalam Gereja?
2. Usaha-usaha apa yang dapat kita galakkan untuk menguatkan persatuan “antar-
Gereja?”
Usaha-usaha yang dapat digalakkan untuk menguatkan persatuan kita ke dalam
Gereja adalah antara lain; Aktif berpartisipasi dalam kehidupan bergereja. Berusaha
setia dan taat kepada persekutuan umat, termasuk hierarki, dsb.
Usaha-usaha yang dapat digalakkan untuk menguatkan persatuan antar-Gereja adalah
antara lain; Lebih bersifat jujur dan terbuka kepada satu sama lain, lebih melihat
kesamaan daripada perbedaan, mengadakan berbagai kegiatan sosial dan peribadatan
bersama, dsb.
3.2 Memahami sifat-sifat Gereja sebagai dasar panggilan untuk merasul dan
memperjuangkan nilai-nilai Kerajaan Allah.
(Baca kutipan Kitab Suci Matius 5:48, 1 Yoh 2:20, Kisah Para Rasul 10:38, Roma 1: 7,
Yohanes 17: 11)
Perjanjian Baru melihat proses pengudusan manusia sebagai pengudusan oleh Roh
Kudus (lih. 1Ptr 1: 2). Dikuduskan karena terpanggil (lih. Rm 1:7). Dari pihak
manusia, kekudusan (kesucian) hanya berarti tanggapan atas karya Allah, terutama
dengan sikap iman dan pengharapan. Sikap iman dinyatakan dalam segala perbuatan
dan kegiatan kehidupan yang serba biasa. Kesucian bukan soal bentuk kehidupan
(seperti menjadi biarawan), melainkan sikap yang dinyatakan dalam hidup sehari-hari.
Kekudusan itu terungkap dengan aneka cara pada setiap orang. Kehidupan Gereja
bukanlah suatu sifat yang seragam, yang sama bentuknya untuk semua, melainkan
semua mengambil bagian dalam satu kekudusan Gereja, yang berasal dari Kristus.
Kesucian ini adalah kekudusan yang harus diperjuangkan terus-menerus.
Sumber dari mana Gereja berasal adalah kudus. Gereja didirikan oleh Kristus. Gereja
menerima kekudusannya dari Kristus dan doa-Nya. “Ya Bapa yang kudus, …
kuduskanlah mereka dalam kebenaran … (lih. Yoh 17: 11).
Tujuan dan arah Gereja adalah kudus. Gereja bertujuan untuk kemuliaan Allah dan
penyelamatan umat manusia.
AJARAN GEREJA MENGENAI KEKUDUSAN GEREJA
kita Sendiri adalah sumber dari segala kekudusan: “Sebab hanya satulah Pengantara dan
jalan keselamatan, yakni Kristus. Ia hadir bagi kita dalam tubuh-Nya, yakni Gereja”
(Konstitusi Dogmatis tentang Gereja, #14). Kristus menguduskan Gereja, dan pada
gilirannya, melalui Dia dan bersama Dia, Gereja adalah agen pengudusan-Nya. Melalui
pelayanan Gereja dan kuasa Roh Kudus, Tuhan kita mencurahkan berlimpah rahmat,
teristimewa melalui sakramensakramen. Oleh karena itu, melalui ajarannya, doa dan
sembah sujud, serta perbuatan-perbuatan baik, Gereja adalah tanda kekudusan yang
kelihatan.
Masing-masing kita sebagai anggota Gereja, telah dipanggil kepada kekudusan. Melalui
Sakramen Baptis, kita telah dibebaskan dari dosa asal, dipenuhi dengan rahmat
pengudusan, dibenamkan ke dalam misteri sengsara, wafat dan kebangkitan Tuhan, dan
dipersatukan ke dalam Gereja, “umat kudus Allah”. Dengan rahmat Tuhan, kita berjuang
mencapai kekudusan.
Konsili Vatican II mendesak, “Segenap umat Katolik wajib menuju kesempurnaan
Kristen, dan menurut situasi masing-masing mengusahakan, supaya Gereja, seraya
membawa kerendahan hati dan kematian Yesus dalam tubuhnya, dari hari ke hari makin
dibersihkan dan diperbaharui, sampai Kristus menempatkannya di hadapan Dirinya
penuh kemuliaan, tanpa cacat atau kerut” (Dekrit tentang Ekumenisme, #4).
Gereja kita telah ditandai dengan teladan-teladan kekudusan yang luar biasa dalam
hidup para kudus sepanjang masa. Tak peduli betapa gelapnya masa bagi Gereja kita,
selalu ada para kudus besar melalui siapa terang Kristus dipancarkan. Kita manusia yang
rapuh, dan terkadang kita jatuh dalam dosa; tetapi, kita bertobat dari dosa kita dan sekali
lagi kita melanjutkan perjalanan di jalan kekudusan.
MENGHAYATI KEKUDUSAN GEREJA
3.2 Memahami sifat-sifat Gereja sebagai dasar panggilan untuk merasul dan
memperjuangkan nilai-nilai Kerajaan Allah.
3.2 Memahami sifat-sifat Gereja sebagai dasar panggilan untuk merasul dan
memperjuangkan nilai-nilai Kerajaan Allah.
Sejarah hierarki
Struktur hierarki bukanlah suatu yang ditambahkan atau dikembangkan dalam
sejarah Gereja. Menurut ajaran Konsili Vatikan II, struktur itu dikehendaki Tuhan
dan akhirnya berasal dari Kristus sendiri.
Hal ini dapat dilihat dalam sejarah hierarki di bawah ini:
Zaman Para Rasul
Awal perkembangan hierarki adalah kelompok kedua belas Rasul. Kelompok inilah
yang pertama-tama disebut Rasul. Rasul atau “Apostolos” adalah utusan. Akan tetapi
setelah kebangkitan Kristus, sebutan Rasul tidak hanya untuk kelompok kedua belas,
melainkan juga utusan-utusan selain kelompok kedua belas itu. Bahkan akhirnya,
semua “utusan jemaat” (2Kor8:22) dan semua “utusan Kristus” (2Kor 5:20) disebut
Rasul. Lama kelamaan, kelompok Rasul lebih luas dari pada kelompok kedua belas
Rasul. Sesuai dengan namanya, Rasul diutus untuk mewartakan iman dan memberi
kesaksian tentang kebangkitan Kristus.
Zaman sesudah Para Rasul
Setelah kedua belas Rasul tidak ada, muncul aneka sebutan, seperti “penatua-penatua”
(Kis 15:2), dan “Rasul-Rasul”, “Nabi-Nabi”, Pemberita-Pemberita Injil”, Gembala-
Gembala”, “Pengajar” (Ef 4:11), “Episkopos” (Kis 20:28), dan “Diakonos” (1Tim
4:14). Dari sebutan itu ada banyak hal yang tidak jelas arti dan maksudnya. Namun
pada akhir perkembangannya, ada struktur dari Gereja St. Ignatius dari Antiokhia
yang mengenal sebutan “Penilik” (Episkopos), “Penatua” (Prebyteros), dan “Pelayan”
(Diakonos). Struktur inilah yang selanjutnya menjadi struktur hierarki Gereja yang
menjadi Uskup, Imam, dan Diakon. Di sini yang penting, bukanlah kepemimpinan
Gereja yang terbagi atas aneka fungsi dan peran, melainkan bahwa tugas pewartaan
para Rasul lama-kelamaan menjadi tugas kepemimpinan jemaat.
Dasar kepemimpinan (hierarki) dalam Gereja
Berdasarkan sejarah di atas, maka kepemimpinan dalam Gereja diserahkan kepada
hierarki. Konsili mengajarkan bahwa “atas penetapan Ilahi, para Uskup menggantikan
para Rasul sebagai penggembala Gereja” (lih LG 20). “ Konsili suci ini mengajarkan
dan mengatakan bahwa Yesus Kristus, Gembala kekal mendirikan Gereja kudus
dengan mengutus para Rasul seperti Dia diutus oleh Bapa (lih Yoh 20:21). Para
pengganti mereka, yakni para Uskup, dikehendaki-Nya menjadi gembala dalam
gereja-Nya sampai akhir zaman (lih. LG 18).
3.3 Memahami fungsi dan peranan kaum awam didalam Gereja Katolik
Pengertian Awam
Yang dimaksud dengan kaum Awam adalah semua orang beriman Kristiani yang
tidak termasuk golongan yang menerima tahbisan suci dan status kebiarawanan yang
diakui dalam Gereja (lih. LG 31). Definisi Awam dalam praktek dan dalam dokumen
dokumen Gereja ternyata mempunyai dua macam:
Definisi teologis: Awam adalah warga Gereja yang tidak ditahbiskan. Jadi, Awam
meliputi Biarawan/Biarawati seperti Suster dan Bruder yang tidak menerima tahbisan
suci.
Definisi tipologis: Awam adalah warga Gereja yang tidak ditahbiskan dan juga
bukan Biarawan/Biarawati. Maka dari itu Awam tidak mencakup para Suster dan
Bruder Definisi ini dikutip dari Lumen Gentium yang rupanya menggunakan definisi
tipologis. Dan untuk selanjutnya istilah “Awam” yang digunakan adalah sesuai
dengan pengertian tipologis di atas.
Hubungan Awam dan Hierarki sebagai Partner Kerja
Sesuai dengan ajaran Konsili Vatikan II, rohaniwan (hierarki) dan Awam memiliki
martabat yang sama, hanya berbeda fungsi. Semua fungsi sama luhurnya, asal
dilaksanakan dengan motivasi yang baik, demi Kerajaan Allah.
Peranan Awam
Peranan Awam sering diistilahkan sebagai KeRasulan Awam yang tugasnya dibedakan
sebagai KeRasulan internal dan eksternal. KeRasulan internal atau kerasulan “di dalam
Gereja. KeRasulan eksternal atau keRasulan “dalam tata dunia”.
Kerasulan dalam tata Dunia (eksternal)
Mereka hidup dalam dunia, yakni dalam semua dan tiap jabatan serta kegiatan dunia.
Mereka dipanggil Allah menjalankan tugas khasnya dan dibimbing oleh semangat
Injil. Mereka dapat menguduskan dunia dari dalam laksana ragi (lih. LG 31). Kaum
Awam dapat menjalankan keRasulannya dengan kegiatan penginjilan dan pengudusan
manusia serta meresapkan dan memantapkan semangat Injil ke dalam “tata dunia”
sedemikian rupa sehingga kegiatan mereka sungguh-sungguh memberikan kesaksian
tentang karya Kristus dan melayani keselamatan manusia. Dengan kata lain “tata
dunia” adalah medan bakti khas kaum Awam. Hidup keluarga dan masyarakat yang
bergumul dalam bidang Ekonomi, Sosial, Politik, Budaya, Keamanan dan sebagainya
hendaknya menjadi medan bakti mereka. Sampai sekarang ini, masih banyak di antara
kita yang melihat keRasulan dalam tata dunia bukan sebagai kegiatan keRasulan.
Mereka menyangka bahwa keRasulan hanya berurusan dengan hal-hal rohani yang
sakral, kudus, serba keagamaan, dan yang menyangkut kegiatan-kegiatan dalam
lingkup Gereja.
Kerasulan dalam Gereja (internal)
Karena Gereja itu Umat Allah, maka Gereja harus sungguh-sungguh menjadi Umat
Allah. Kaum Awam dituntut pula untuk ambil bagian di dalam Gereja . Keterlibatan
Awam dalam tugas membangun gereja ini bukanlah karena menjadi perpanjangan
tangan dari hierarki atau ditugaskan hierarki, tetapi karena pembabtisan ia mendapat
tugas itu dari Kristus. Awam hendaknya berpartisipasi dalam Tri Tugas Gereja
yaitu:
TUGAS-TUGAS GEREJA
(GEREJA YANG MENGUDUSKAN/LITURGYA)
KOMPETENSI DASAR
3.4 Memahami tugas pokok Gereja sesuai kedudukan dan peranannya sebagai murid Kristus
Arti doa
Doa berarti berbicara dengan Tuhan secara pribadi; doa juga merupakan ungkapan iman
secara pribadi dan bersama-sama. Oleh sebab itu, doa-doa Kristiani biasanya berakar dari
kehidupan nyata. Doa selalu merupakan dialog yang bersifat pribadi antara manusia dan
Tuhan dalam hidup yang nyata ini.
Fungsi doa
Peranan dan fungsi doa bagi orang Kristiani, antara lain:
Mengkomunikasikan diri kita kepada Allah
Mempersatukan diri kita dengan Tuhan
Mengungkapkan cinta, kepercayaan, dan harapan kita kepada Tuhan
Membuat diri kita melihat dimensi baru dari hidup dan karya kita, sehingga
menyebabkan kita melihat hidup, perjuangan dan karya kita dengan mata iman
Mengangkat setiap karya kita menjadi karya yang bersifat apostolis atau merasul.
Syarat dan cara doa yang baik
Didoakan dengan hati
Berakar dan bertolak daripengalaman hidup
Diucapkan dengan rendah hati.
Cara-cara berdoa yang baik
Berdoa secara batiniah.“Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamar …” (lih. Mat
6: 5-6). Berdoa dengan cara sederhana dan jujur, “Lagi pula dalam doamu janganlah kamu
bertele-tele … “ (lih. Mat 6: 7).
Doa Resmi Gereja
Doa, di mana suatu kelompok berdoa atas nama dan mewakili Gereja secara resmi, doa
kelompok yang resmi itu disebut ibadat atau liturgi. Hal yang pokok bukan sifat “resmi”
atau “ kebersamaan”, melainkan kesatuan Gereja dengan Kristus dalam doa. Dengan
demikian, liturgi adalah “karya Kristus, Imam Agung, serta Tubuh-Nya, yaitu Gereja”. Oleh
karena itu, liturgi tidak hanya merupakan “kegiatan suci yang sangat istimewa”, tetapi juga
wahana utama untuk mengantar umat Kristiani ke dalam persatuan pribadi dengan
Kristus (SC 7).
TUGAS-TUGAS GEREJA
(GEREJA YANG MEWARTAKAN KABAR GEMBIRA/ KERYGMA)
KOMPETENSI DASAR
3.4 Memahami tugas pokok Gereja sesuai kedudukan dan peranannya sebagai murid Kristus
Tugas Mewartakan
Ada tiga bentuk sabda Allah dalam Gereja, yaitu:
1. Sabda/pewartaan para rasul sebagai daya yang membangun Gereja.
2. Sabda Allah dalam Kitab Suci sebagai kesaksian normatif.
3. Sabda Allah dalam pewartaan aktual Gereja sepanjang zaman.
Dalam mewartakan sabda Allah, kita dapat mewartakannya secara verbal melalui kata-
kata (kerygma), tetapi juga dengan tindakan (martyria). Pola pewartaan itu adalah
Pewartaan verbal (kerygma)
Pewartaan verbal pada dasarnya merupakan tugas hierarki, tetapi para awam
diharapkan untuk berpartisipasi dalam tugas ini, misalnya sebagai katekis, guru
agama, fasilitator pendalaman Kitab Suci, dsb. Bentuk-bentuk pewartaan masa
kini, antar lain:
- Kotbah atau Homili: Kotbah adalah pewartaan tematis. Homili adalah pewartaan
yang berdasarkan suatu perikope Kitab Suci. Kedua-duanya merupakan pewartaan
dari mimbar. Kotbah dan homili yang baik harus menyapa manusia. Walaupun
secara lahiriah terjadi komunikasi satu arah, tetapi kotbah yang baik harus dapat
menciptakan komunikasi dua arah secara batiniah.
- Pelajaran agama: Dalam pelajaran agama diharapkan para guru agama
mendampingi para siswa untuk menemukan makna hidupnya dalam terang Kitab
Suci dan ajaran Gereja. Pelajaran agama adalah proses pergumulan hidup nyata
dalam terang iman.
- Katekese Umat: Katekese umat adalah kegiatan suatu kelompok umat, dimana
mereka aktif berkomunikasi untuk menafsirkan hidup nyata dalam terang Injil,
yang diharapkan berkelanjutan dengan aksi nyata, sehingga dapat membawa
perubahan dalam masyarakat ke arah yang lebih baik
- Pendalaman Kitab Suci, dsb. Pendalaman Kitab Suci dapat dilakukan dalam
keluarga, kelompok, atau pada kesempatan-kesempatam khusus seperti pada
masa Prapaskah (APP), masa Adven, dan pada bulan Kitab Suci (September).
Tugas pewartaan mengaktualisasi sabda Tuhan yang disampaikan dalam Kristus
sebagaimana diwartakan oleh para rasul. Usaha mengaktualisasi sabda Tuhan itu
mengandaikan berbagai tuntutan yang harus dipenuhi. Ada dua tuntutan pewartaan
, yaitu:
a. Mendalami dan menghayati sabda Tuhan
Pengenalan dan penghayatan yang diwartakan adalah sabda Allah. Orang tidak
dapat mewartakan sabda Allah dengan baik, jika ia sendiri tidak mengenal dan
menghayatinya. Oleh sebab itu, kita hendaknya cukup mengenal, mengetahui,
dan menghayati isi Kitab Suci, ajaran-ajaran resmi Gereja, dan keseluruhan tradisi
Gereja, baik Gereja universal maupun Gereja lokal. Kita hendaknya senantiasa
membekali diri dengan berbagai bacaan, penataran, dan macam-macam
pembekalan lainnya.
Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti 135
b. Mengenal umat/masyarakat konteksnya
Pengenalan latar belakang dari orang-orang yang kepadanya sabda Allah akan
disampaikan tentu sangat penting. Kita harus mengenal jiwa dan budaya mereka.
Dengan kata lain, pewartaan kita harus sungguh menyapa para pendengarnya,
harus inkulturatif. Karena itu, pengenalan dan kepekaan terhadap lingkup budaya
seseorang atau masyarakat sangat dibutuhkan. Pengenalan akan lingkup budaya
dapat kita timba dari berbagai bacaan dan keterlibatan kita yang utuh kepada
manusia dan budayanya. Kita hendaknya “menyatu dengan mereka yang kepadanya
kita akan mewartakan kabar gembira itu”.
TUGAS-TUGAS GEREJA
(GEREJA YANG MENJADI SAKSI KRISTUS/MARTYRIA)
KOMPETENSI DASAR
3.4 Memahami tugas pokok Gereja sesuai kedudukan dan peranannya sebagai murid Kristus
Mendalami Ajaran Kitab Suci tentang Kesaksian sebagai Murid Yesus
Membaca dan menyimak, kisah Kitab Suci berikut ini. (Kis 7:51-8:1a).
Menjadi saksi Kristus berarti menyampaikan atau menunjukkan apa yang dialami dan
diketahuinya tentang Yesus Kristus kepada orang lain. Penyampaian penghayatan dan
pengalaman akan Yesus itu dapat dilaksanakan melalui kata-kata, sikap, dan
perbuatan nyata.
Menjadi saksi Kristus akan menuai banyak risiko seperti yang dialami St. Stefanus,
martir pertama, dan para martir atau saksi Kristus lainnya disepanjang segala abad.
Yesus telah berkata: “Kamu akan dikucilkan, bahkan akan datang saatnya bahwa
setiap orang yang membunuh kamu akan menyangka bahwa ia berbuat bakti bagi
Allah (Yoh 16: 2). Yesus sendiri telah menjadi martir. Ia menderita dan wafat disalib
demi Kerajaan Allah.
Dalam sejarah, kita juga tahu bahwa banyak orang telah bersedia menumpahkan
darahnya demi imannya akan Kristus dan ajaran-Nya. Mereka itulah para martir.
Mereka mati demi imannya kepada Kristus. Ada yang bersedia mati daripada harus
mengkhianati imannya akan Kristus. Ada pula martir yang mati karena
memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan bagi orang-orang yang tertindas.