1. Defenisi Pertama
Pekerjaan Pastoral adalah usaha mengembangkan persekutuan hidup menurut Injil.
Artinya: suatu pekerjaan membimbing perkembangan hidup manusia untuk
mewujudkan nilai-nilai Injili dalam persekutuan hidup (=hidup sesuai dengan nilai-nilai
Injili). Atau dengan perkataan lain Pekerjaan Pastoral adalah usaha untuk pengembangan
masyarakat agar hidup selaras dengan nilai-nilai Injili.
Bimbingan pada masyarakat ini dimaksud agar umat berkembang selaras dengan
kemajuan masyarakat = “memanusiakan manusia”.
Perkembangan yang diharapkan di sini bukan kemajuan yang diukur dengan materiil,
pembangunan besar-besaran, kenaikan pendapatan perkapita, dsb, melainkan
keselarasan, kerjasama yang saling menguntungkan antar manusia, serta kesejahteraan
bersama.
2. Defenisi Kedua
Pekerjaan pastoral adalah usaha menerjemahkan dan mewujudkan Injil dalam susunan
sosial yang sesuai dengan jaman dan tempat tertentu.
Dalam hal ini, pekerjaan pastoral berhubungan dengan perubahan-perubahan sosial
sesuai dengan perkembang-an jaman. Lalu, apa hubungan/peranan pekerjaan pastoral
dengan perubahan sosial ?
Perubahan sosial = proses yang bersifat sosiologis yang berlangsung menurut kaidah
sosiologis, terdorong oleh kekuatan-kekuatan intern masyarakat. Modernisasi merupakan
salah satu bentuk perubahan sosial. Sejalan dengan perkembangan jaman yang disertai
dengan perubahan sosial itu, kelompok dituntut untuk terlibat dalam perubahan itu. Kalau
tidak, maka kelompok akan kehilangan fungsinya.
Demikian halnya dengan Gereja. Ia harus berperan secara aktif dengan proses
perubahan sosial, dengan tidak lupa menerjemahkan Injil di dalamnya. Inilah yang disebut
dengan pastoral.
Beberapa jenis perubahan yang membutuhkan penyesuaian dan sekaligus
merupakan tantangan masyarakat pada umumnya :
a. Perubahan teknis: industrialisasi, keterbelakangan industri.
b. Perubahan ekonomi: kapitalis, investasi, pengkreditan.
c. Perubahan di bidang kesehatan dan perkembangan pendudukan: kurangnya tenaga
medis, perkembangan penduduk yang sangat cepat.
d. Perubahan di bidang pendidikan: Sistem pengajaran dan kurikulum yang lepas
sehingga kurang menjawabi tuntutan kemungkinan lapangan pekerjaan.
e. Perubahan di bidang HAM dan keadilan: pembunuhan, pemerasan, penindasan/
penganiayaan.
f. Perubahan di bidang komunikasi: radio, persaingan pers dan TV.
g. Perubahan di bidang tingkahlaku seksual: homoseks, lesbian, dll, yang dapat
mengganggu hubungan keluarga.
h. Perubahan ilmiah: Penerepan ilmu yang kurang dapat diterima masyarakat pada
umumnya/ajaran agama.
i. Perubahan di bidang pekerjaan dan produktivitas: Pengangguran, tenaga manusia
diganti dengan tenaga mesin, tenaga kerja yang kurang produktif.
j. Perubahan budaya/kebudayaan dan cara berpikir: gap antar agama, surutnya
keterikatan kaum muda terhadap kebudayaan daerah.
Post modern adalah pandangan atau penilaian orang terhadap perubahan-perubahan
(multi perubahan) karena dampak dari perkembangan jaman (jaman modern) lalu
orang mengambil sikap tertentu terhadap perubahan itu.
3. Defenisi ketiga
Pekerjaan pastoral adalah proses mempersatukan usaha hirarki dan pemimpin Gereja
dengan inisiatif dan kegiatan dari umat.
Dalam hal ini, usaha pastoral yaitu sebagai ‘mediator’ yang bisa menjembatani
antara program hirarki atau pemimpin Gereja dengan umat sehingga umat semakin aktif
untuk mengambil bagian dalam berbagai kegiatan yang sesuai dengan keadaan umat.
Bidang-bidang itu, misalnya; bidang sosial, budaya, dll yang menyangkut kehidupan umat
manusia pada umumnya.
Sikap dasar dari pekerjaan pastoral adalah kesanggupan untuk ikut membimbing
sesama manusia ke jalan kebahagiaan menurut ajaran-ajaran Injil.
Beberapa sikap dasar yang perlu diperhatikan untuk perencanaan dan pelaksanaan
pastoral modern, antara lain sebagai berikut :
1. Pengakuan dan penghormatan martabat manusia.
Ini merupakan sikap dasar dan sentral dari segenap kebijaksanaan pastoral modern yang
didasarkan pada suatu nilai kemanusiaan yang universal yaitu “martabat manusia”.
Sikap ini mengandung penolakkan tegas dari segala cara-cara dan kebijakan
pemerintah/swasta yang bertentangan dengan martabat manusia.
2. Kesadaran mengenai realita dalam arti seluas-luasnya, yang harus menjadi pangkalan
dan tujuan segenap usaha.
Sikap ini mengandung penolakkan segala bentuk romantisme murah dan palsu untuk
mengaburkan dan menutup segala kekurangan, kegagalan dan penyelewengan dalam
usaha membantu sesama manusia.
Kesadaran mengenai realita berarti juga membuka mata untuk realita sosial dan
kebudayaan yang berlainan dalam masyarakat/kelompok dalam masyarakat.
Kebijakan pastoral yang realistis bertolak dari kebutuhan yang dirasakan, akan tetapi
kebutuhan yang dirasakan belum tentu tergolong dalam kebutuhan yang riil (nyata).
Unsur yang penting dari kesadaran tentang realitas adalah pengetahuan tentang ‘obyek’
(orang yang dibimbing) dari segala aspek kehidupan mereka.
Tujuan umum perencanaan dan pelaksanaan kebijakan modern adalah: untuk menjaga dan
memperbaiki kesejahteraan umat manusia dengan bimbingan auto aktivita manusia baik
secara individu maupun secara kolektif dalam usaha menyelaraskan proses perubahan
sosial yang multi-dimensional.
BAB II
PENDEKATAN-PENDEKATAN
DAN DIMENSI-DIMENSI DALAM PASTORAL
A. PENDEKATAN-PENDEKATAN
DALAM PEKERJAAN PASTORAL
1. Pendekatan Sektoral
Pendekatan sektoral ini dimaksudkan pengembangan pastoral yang ditujukan kepada satu
sektor yang dipandang terpenting. Misalnya: pada sektor katekese.
3. Pendekatan Komprehensif
Pendekatan yang ditujukan kepada perkembangan dalam keseluruhannya, dimana sedapat
mungkin semua faktor yang berperan dalam pekerjaan pastoral dipelajari, diberi
perhatian, khususnya dalam hubungan satu sama lain dan dalam dimensi yang tepat.
Pendekatan ini menunjukan minat pada keseluruhan, antar hubungan dengan mencari dan
mempelajari semua dimensi yang berperan dalam sistem antar hubungan. Bila salah satu
dimensi diabaikan, maka keseluruhan perkembangan pastoral akan terabaikan.
Usaha pastoral adalah merubah susunan kehidupan dunia sedemikian rupa sehingga
memungkinkan masyarakat atau umat untuk menjalankan tugas dan kewajiban demi
perkembangan kemanusiaanya sesuai dengan kehendak Allah.
1. Dimensi Sosio-religius
Dimensi ini merupakan dimensi yang pertama. Dimensi ini dinyatakan dalam ibadat dan
dalam hidup religius. Pencerminan hidup religius terwujud dalam katekese. Sedangkan
hidup beribadat diperkembangkan dalam ekumene. Hal ini terwujud dalam kehidupan dan
kerjasama antar umat beragama.
2. Dimensi Sosio-edukatif
Kedewasaan hidup religius tercapai dengan baik dibutuhkan perpaduan antara kehidupan
sosio-religius dan sosio-edukatif, yang meliputi pendidikan formal dan informal.
3. Dimensi Sosio-psikologis
Pendidikan sangat tergantung dari faktor sosio - psikologis, lingkungan keluarga,
masyarakat, dsb. Pekerjaan pastoral akan terlaksana dengan baik dan tepat kalau
memperhatikan juga mentalitas dan dan sikap umat setempat.
Kurang adanya disiplin kerja, tidak adanya perhatian, kekuranglincahan dalam
penyesuaian cita-cita dan apatis terhadap perubahan-perubahan sosial dan lain-lain harus
diatasi dengan mengadakan perubahan-perubahan pastoral.
4. Dimensi Sosio-ekonomis
Perkembangan sosio-religius erat hubungannya dengan perkembangan wilayah dalam
bidang sosio-ekonomis.
5. Dimensi Sosio-politis
Dimensi sosio-politis seperti terbukti dalam sejarah erat hubungannya dengan
kemungkinan memperkem-bangkan kemanusiaan menuju Tuhan. Tanpa terjaminnya hak-
hak asasi manusia dan tertib hukum, tidak ada kemungkinan untuk perkembangan sosio-
religius yang wajar.
7. Dimensi Sosio-konjungtural
Yang dimaksudkan dengan dimensi ini adalah segala pengaruh yang timbul dari situasi
spesifik di sepanjang waktu berlangsung proses perkembangan pastoral. Faktor ini
seringkali kurang diperhitungkan dalam perencanaan pekerjaan pastoral. Berhasil atau
gagalnya program-program pastoral sangat dipengaruhi oleh dimensi ini.
Keadaan Gereja dan Umat Allah pada masa tertentu tergantung dari situasi setempat yang
terjadi disebabkan oleh sejumlah kejadian, faktor dalam hubungan yang tertentu yang
harus diperhitungkan dalam bimbingan perkembangan umat.
BAB III
TENAGA-TENAGA PASTORAL
A. UMAT DASAR
1. Tugas Sekulir
2. Tugas Subsidier
B. UMAT INTI
1. Komunitas Dasar
2. Karya Pelayanan
C. UMAT BERJABATAN
1. Pemimpin Formal
2. Melayani Penerimaan Sakramen-Sakramen
3. Sebagai Penjiwa
4. Penggali Potensi/Katalisator
5. Pembentuk Dan Pelatih
6. Koordinator
BAB III
TENAGA-TENAGA PASTORAL
Berdasarkan sakramen Babtis dan dikuatkan oleh pengurapan Roh Kudus, maka tugas pastoral
merupakan tugas semua umat. Berdasarkan kedudukan di dalam Gereja, umat Allah dapat
dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu: Umat Dasar, Umat Inti dan Umat Berjabatan.
A. UMAT DASAR
Orang Katolik yang tidak termasuk status tahbisan dan juga bukan biarawan/biarawati.
Kelompok ini sering disebut juga dengan kaum awam. Dalam Pastoral Umat, tugas umat dasar ialah:
1. Tugas Sekulir
Tugas pokok Umat Dasar terletak pada kedudukannya di dalam masyarakat. Ciri khas dan
keistimewaan dari kaum awam adalah sikap sekulirnya (bdk Lumen Gentium). Maka berdasarkan
kedudukan dan panggilannya tugas mereka adalah mencari kerajaan Allah dengan mengurus
barang-barang yang fana dan mengaturnya menurut kehendak Allah. Hidup mereka di dunia
artinya, di tengah-tengah keanekaragaman tugas dan pekerjaan serta dalam keadaan biasa, hidup
dalam keluarga dan masyarakat. Mereka dipanggil untuk memberikan sumbangan berdasarkan
kedudukannya demi pengudusan dunia.
Tugas-tugas itu dapat dirinci sebagai berikut:
- Menghidupkan dan melangsungkan komunitas kristiani dalam bentuk yang sesuai dengan
kebutuhan tempat dan jaman. Hal ini bisa dibuat dengan membentuk kelompok-kelompok doa,
misalnya, Legio Maria, Kharismatik, dsb. Juga membentuk keluarga sebagai komunias kristiani.
- Mengembangkan kharisma yang dimiliki. Semua umat diberikan anugerah-anugerah dari
Tuhan, maka sudah seharusnya potensi-potensi itu dikembangkan untuk membangunan
masyarakat dan dunia seutuhnya.
- Melaksanakan dan mewujudkan pelayanan kristiani.
- Membawa kehidupan kristiani dalam profesinya sendiri dan melalui profesinya ke dalam
perjalanan dunia. Kekhususan umat dasar adalah mereka hidup dalam profesi tertentu dan bahwa
mereka membawa ke-Katolikan ke dalam profesi itu.
2. Tugas Subsidier
Secara sekunder dan subsidier, umat dasar dapat menjalankan sesuatu yang diperlukan karena
kekurangan tenaga dalam jabatan Gereja. Umat dasar dapat diikutsertakan dalam tugas-tugas umat
berjabatan sejauh keadaan memungkinkan. Dalam hal ini perlu ada pembagian tugas dan
pelimpahan wewenang sehingga dalam pelaksanaan tidak terjadi pertentangan.
B. UMAT INTI
Mereka adalah umat Allah yang termasuk dalam status biarawan/wati. Dalam KHK mereka
disebut dengan golongan Hidup Bakti (suster, bruder, frater dan anggota institut sekulir, dsb). Dari
mereka ini mungkin ada yang berjabatan, tetapi kebanyakan mereka adalah inti dari umat Allah.
Dalam pastoral tidak terlalu dipersoalkan istilah yuridis (hukum) apakah mereka awam ataukah
bukan awam. Kendatipun dalam perspektif yuridis teologis mereka tergolong umat dasar.
Umat inti adalah umat yang menjadi tanda dari dalam, yang dapat mewujudkan pengaruhnya
yang bukan untuk memimpin tetapi lebih kepada tenaga penggerak dari dalam. Ada dua cara yang
hidup mereka yang dapat mempengaruhi atau menggerakkan umat dan masyarakat pada
umumnya yaitu melalui hidup berkomunitas dan melalui karya pelayanan mereka.
1. Komunitas Dasar
Hidup berkomunitas merupakan ciri khas umat inti. Bentuk dan cara hidup berdasarkan nasehat-
nasehat Injil yang dihayati dan dihidupi baik secara pribadi maupun dalam kebersamaan sebagai
komunitas menjadi suri teladan umat dan masyarakat sekitarnya. Biasanya mereka melaksanakan
karya pelayanan dalam suatu wilayah atau daerah tertentu sesuai dengan keadaan dan kebutuhan
masyarakat sekitarnya.
2. Karya Pelayanan
Pelayanan yang dilaksanakan umat inti pada umumnya bersifat ‘tanpa bayar’ atau kerja dengan
tidak menuntut gaji. Motivasi mereka adalah semata-mata untuk memenuhi kebutuhan umat Allah
dan demi Kerejaan Allah. Bidang pelayanan mereka itu seperti; bidang kesehatan, pendidikan, panti
asuhan dll. Prioritas pelayanan mereka adalah kaum miskin. Maka dalam pelayanan selain dengan
terbuka melayani orang-orang miskin yang datang kepada mereka, juga hendaknya mereka
“mencari” orang miskin, orang marginal yang berada di sekitarnya dan menolong mereka.
Sehubungan dengan bidang pelayanan ini, umat inti bertugas sebagai:
- Acceptor
Berdasarkan terang Injil dan relasi yang mendalam dengan Kristus, mereka diharapkan mampu
menangkap dan menghayati permasalahan yang ada di dunia dan masyarakat dalam terang iman
kristiani. Dengan perkataan lain, mereka tidak ‘ikut arus’ dalam perkembangan jaman.
- Transmissor
Cara mereka yang khas ini memungkinkan mereka untuk dengan mudah menemukan kekayaan-
kekayaan rohani atau warisan Gereja melalui: doa, meditasi, renungan Injil, dll. Mereka
diharapkan membawa kekayaan atau warisan Gereja ini kepada umat sesuai dengan situasi dan
daya tangkap umat.
- Stabilisator
Dengan kaul-kaul yang mereka ikrarkan membuat mereka cukup dipercaya di mata masyarakat.
Karena itu, mereka seringkali dipercayakan karya pastoral yang lebih bersifat tetap. Mereka
dianggap bisa menjamin kestabilan usaha-usaha Gereja terhadap masyarakat.
- Katalisator
Mereka menjadi pendorong yang dapat memotivasi sehingga umat dasar semakin bersemangat,
digairahkan kembali untuk melaksanakan pekerjaan atau dalam melaksanakan karya pastoral atau
bentuk-bentuk karya lainnya.
C. UMAT BERJABATAN
Mereka adalah bagian dari umat Allah yang mendapat kedudukan sebagai pemimpin umat
karena tahbisan. Misalnya, imam-imam. Mereka termasuk dalam hirarki gereja: Paus – uskup -
imam - diakon. Tugas-tugas mereka sebagai berikut:
1. Pemimpin Formal
Kalau Gereja dipahami sebagai suatu lembaga; institusi; organisasi yang memiliki pemimpin dan
umat/rakyat, maka mereka adalah penanggungjawab institusional Gereja. Misalnya menjadi
kepala/pemimpin umat di tingkat paroki.
2. Melayani Penerimaan Sakramen-Sakramen
Berdasarkan tahbisan yang diterimanya, maka mereka disebut imam, dan dengan sendirinya
karena fungsinya sebagai gembala atau pemimpin (pastor) mereka mempunyai tugas sakramental.
Inilah dua fungsi formal umat berjabatan. Prinsip penyertaan, maksudnya bahwa setiap anggota
terlibat dalam kegiatan Gereja karena terdorong oleh imannya, bukan karena paksaan atau aturan
dan bukan pula karana ada perintah dari atas. Gereja bersifat otonom dari dalam, artinya otonom
dari pribadi masing-masing anggota. Umat berjabatan berfungsi sebagai penggali dan pewarta
sabda dan sanggup membawanya kepada umat dasar.
3. Sebagai Penjiwa
Umat berjabatan hendaknya menjadi penjiwa bagi umat yang dipimpinya sehingga mereka dapat
menjalankan tugas-tugasnya secara ikhlas hati dan bersemangat. Untuk ia hendaknya ia menjadi
animator, yang dapat memberi kepercayaan kepada umat untuk menjalankan tugasnya demi
pengembangan Gereja.
4. Penggali Potensi/Katalisator
Umat berjabatan perlu mencari jalan untuk menggali potensi di dalam umat supaya mereka dapat
menjalankan tugasnya. Mereka adalah motivator dan katalisator yang dapat membantu komunitas
kristiani untuk semakin berkembang.
5. Pembentuk Dan Pelatih
Ia mampu memberdayakan umat untuk berkembang sedemikian rupa, dan mampu juga bersama
umat untuk terus memperkembangkan dan mempertahankan kemajuan-kemajuan yang sudah
diperoleh dalam suatu komunias kristiani.
6. Koordinator
Tim pastoral bisa mendelegasikan dan mengkoordoinir tugas-tugas yang dipercayakan kepada para
fungsionari (katekis, pengurus lingkungan, dll) baik yang ada di tingkat paroki maupun di tingkat
lingkungan/wilayah. Ia menjadi penjiwa dari satu tim kerja. ***)
BAB III
KEBUTUHAN AKAN LATIHAN PASTORAL
Latihan-latihan pastoral yang telah diuraikan di atas, dalam pelaksanaan bukanlah dikemas
dalam bentuk kuliah, melainkan berupa latihan-latihan praktis, dan tahap demi
tahap. Secara umum fase-fase/langkah pastoral dijalankan dalam 10 langkah. Masing-
masing langkah latihan memiliki tujuan/ciri tertentu, kendatipun seringkali beberapa
langkah harus dihubungkan bahkan disatukan sesuai dengan situasi. Kesepuluh langkah
dalam latihan pastoral dimaksud adalah sebagai berikut :
1. Motivasi
2. Penggambaran Situasi
3. Feasibility Study
4. Penyusunan Program
5. Acara Latihan
6. Proyek Teladan
7. Community Organization
8. Pelaksanaan dan Pemeliharaan
9. Evaluasi
Menjadi seorang pekerja pastoral harus memenuhi sejumlah syarat yang dipandang layak.
Syarat-syarat itu seperti :
1. Memiliki semangat
Pekerja pastoral hendaknya memegang prinsip bahwa segala sesuatu bersifat dinamis,
artinya terus ‘berubah’ seiring dengan berkembang jaman, tidak terpaku di tempat saja.
Untuk itu hendaknya pula, ia beradaptasi dengan perubahan-perubahan tersebut dan juga
dengan situasi daerah pastoralnya dengan tidak melupakan nilai-nilai Injili.
Konsekuensi dalam karya pastoralnya adalah terdapat adanya kemungkinan untuk
merancang cara/pendekatan pastoral yang baru bahkan bisa saja jenis karya yang baru
pula sehingga sungguh sesuai dengan keadaan umat setempat. Ia juga dituntut untuk
memiliki sikap empaty dengan keadaan umat yang dilayaninya.
2. Maksud baik dan penghormatan terhadap umat
Pekerja pastoral, bukanlah hidup seorang diri tetapi ia hidup di tengah-tengah umat
beriman/masyarakat pada umumnya. Untuk itu hendaknya ia memiliki maksud-maksud
baik untuk bersama-sama dengan umat mengembangkan hidup mereka sesuai dengan
situasi mereka menuju kegembiraan dan kesejahteraan bersama. Ia juga hendaknya
memiliki sikap hormat terhadap mereka, artinya menghargai dan menerima apa adanya
serta bersama mereka menggalakkan karya-karya pastoral.
Sebenarnya ada banyak bentuk latihan yang dapat dipakai. Di bawah ini hanya
disampaikan dua bentuk latihan sebagai contoh, yaitu :
2. Role playing
Role playing adalah suatu cara untuk memecahkan suatu masalah dengan sarana
mengajukan suatu ceritera kehidupan sehari-hari. Ceritera itu diperagakan oleh
kelompok/tim. Setelah peragaan atau pementasan dibutuhkan tanggapan dari
anggota/pemain, termasuk penonton. Metode ini pertama-tama dikembangkan di Amerika
Serikat.
1. Persiapan
Tahap persiapan ini meliputi :
Pembagian bahan
Analisa bahan
Membandingkan bahan yang dianalisa dengan pengalaman. Hal ini bisa dilakukan
dengan cara: memberikan kertas kerja (working papers) untuk dipelajari dan dianalisa
peserta. Waktu untuk menganalisa tergantung dari tingkat pendidikan peserta. Makin
tinggi tingkat pendidikan peserta, makin singkat waktu yang digunakan dan sebaliknya
makin rendah tingkat pendidikan maka waktu yang digunakan makin banyak/lama.
3. Penyusunan masalah
a. Menentukan masalah
Peserta diminta melihat masalah yang berhubungan dengan pokok yang dibicarakan, yang
menurut pengalaman mereka paling penting, paling mendesak pemecahannya dan
membutuhkan perhatian khusus.
b. Uraian masalah
Masalah diuraikan ke dalam bentuk kejadian konkret, kalau dapat dari pengalaman sendiri
c. Perumusan masalah dalam bentuk pertanyaan
Jika peserta sendiri sudah mempunyai gagasan mengenai pemecahannya supaya hal itu
dikemukakan dalam bentuk masalah secara singkat.
4. Diskusi kelompok
Diskusi kelompok meliputi :
a. Penyusunan skema diskusi berdasarkan masalah yang diajukan
Peserta mengajukan masalah dan pendamping mengumpulkannya.
Cara mengumpulkannya yaitu dengan menulis di papan tulis atau kerta flap.
Masalah ditulis secara sistimatis.
Setelah masalah terkumpul, peserta dibagi dalam kelompok untuk mendiskusikannya.
Pembagian kelompok bisa memakai cara dengan mengikuti permasalah yang diajukan
oleh masing-masing peserta.
b. Pembicaraan dan musyawarah dalam kelompok diskusi
Yang harus diperhatikan dalam diskusi adalah :
Formasi duduk dan suasana. Aspek ini diciptakan sedemikian rupa sehingga peserta
merasa leluasa
Seorang sebagai ketua kelompok/pimpinan diskusi
Seorang menjadi penulis
Pada akhir diskusi; hasilnya dirumuskan sebaik mungkin. Permusan ini hendaknya
melibatkan semua anggota kelompok, tidak hanya beberapa orang saja.
c. Pengumpulan draf rumusan
Draf rumusan dari tiap kelompok diplenokan.
Pendamping dan peserta lain boleh menanggapi. Kalau perumusan sudah diterima oleh
pleno, maka tidak usah diberi banyak komentar lagi.
Bila rumusan belum jelas maka dapat diberi komentar tambahan yang sesuai dengan
masalahnya dan tujuan yang mau dicapai.
d. Penyusunan rumusan tetap
Berdasarkan masukan berupa komentar dan usul-saran dalam pleno.
Kelompok memperbaiki yaitu merumuskan kembali rumusan-rumusan yang belum
lengkap.
Hasil rumusan tetap ini hendaknya dsatukan/ dikumpulkan dan dibagikan kepada
setiap peserta.
8. Tutorial
Bimbingan ini diberikan kepada peserta:
a. Usaha perbaikan kalau ada kekurangan dalam latihan, baik segi teknis maupun dalam
teoritis.
b. Diberikan latihan ekstra, jika ada kekurangan
c. Diberikan secara formil sesudah mereka kembali dari latihan lapangan
A. STRUKTUR PAROKI
C. PERSONALIA
1. Full time :
Siapa saja (misl. Pastor, frater TOP, sekretaris, koster, pegawai, dll), jumlah, usia,
pendidikan terakhir.
2. Part time :
Siapa saja (misl. Anggota DPP, ketua-ketua wilayah/stasi, lingkungan/basis, dsb), jumlah,
usia, pendidikan terakhir.
2. Dewan Paroki, wilayah/stasi, lingkungan/basis berfungsi baik ?
Faktor mana saja yang menunjang dan faktor mana saja yang menghambat ?
3. Guru-guru, peranannya ……… menunjang ?
Bagaimana usaha peningkatannya ?
4. Bagaimana perbandingan tenaga Pastoral dengan jumlah umat ?
a. Apakah umat dapat dijangkau seluruhnya dari segi luasnya paroki dan pola huni?
b. Dari segi alat transportasi
c. Dari segi susunan penduduk
d. Dari segi struktur sosial
1. Religiositas
a. Luasnya kepercayaan tradisional dan bagaimana penjelasan historisnya ?
b. Bagaimana usaha untuk mengatasi pola hidup ganda ?
c. Apakah pengaruhnya atas orientasi umat terhadap sakramen-sakramen ?
d. Nilai-nilai kepercayaan tradisional umat mana yang harus dimurnikan, diluhurkan
dan disempurnakan ?
E. KEUANGAN PAROKI/PASTORAN
1. Kekayaan uang Paroki/Pastoran
Pos untuk Mudika: ( apakah ada, dari mana, cukup/kurang, dll)
Untuk Gereja/pastoran: ( cukup … ?)
Untuk pastoran : (dari mana …., cukup, dll ? )
Pos Sosial: (dari mana , untuk apa saja ? … dll)
Pos misdinar: (dari mana, cukup … ?), dsb
2. Pendapatan Gereja/Pastoran
* Kolekte Mingu : (berapa kali misa, rata -rata per minggu? dll)
* Persembahan sukarela : (dari siapa saja, .. ?
* Lain-lain : (dalam bentuk apa saja ?
F. PELAYANAN SAKRAMEN/TALI
1. Sakramen Ekaristi
a. Mingguan : berapa kali , rata-rata umat yang hadir
b. Harian: bagaimana itu dijalankan per minggu, rata-rata umat yang hadir, dsb)
c. Basis/gabungan: bagaiaman itu dijalankan?
2. Sakramen Tobat
Bagaimana dijalankan, berapa kali, umat yang hadir, anak-anak….
Bagaimana dengan kehadiran umat, … dll
3. Sakramen babtis
Bagaimana hal itu dijalankan, berapa kali dalam setahun, jumlah per tahun dll.
4. Komuni Pertama
Bagaimana hal itu dijalankan, berapa kali dalam setahun, jumlah per tahun dll.
5. Sakramen Krisma
Bagaimana hal itu dijalankan, berapa kali dalam setahun, jumlah per tahun dll.
6. KPP/perkawian
Bagaimana hal itu dijalankan, berapa kali dalam setahun, jumlah per tahun dll.
H. PEMBINAAN UMAT (Misl. Kunjungan umat, konsultasi pribadi, pendalaman iman baik
kelompok kategorial maupun komunitas basis, dsb)
- Jenis pelayanan Pembinaan
- Siapa yang memberikan
- Peserta, berapa kali
- Tanggapan umat, bagaimana… ?, dll.