Anda di halaman 1dari 24

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PAK DENGAN METODE

NARATIF EKSPERENSIAL MATERI PERISTIWA-PERISTIWA YESUS


KELAS V SDN NGARUS 02 PATI

oleh
CECILIA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan Agama Katolik di sekolah merupakan salah satu bentuk komunikasi
atau interaksi iman yang mengandung unsur pengetahuan, unsur pergaulan dan unsur
pengahayatan iman dalam pelbagai bentuk. Dalam komunikasi iman itu memerlukan
sarana yaitu bahan. Bahan untuk diketahui dan diinterpretasikan serta diaplikasikan
dalam kehidupan nyata. Agar bahan menjadi partner dalam komunikasi hidup. Untuk
meningkatkan keaktifan belajar dan prestasi belajar siswa Kelas V SDN Ngarus 02 Pati
pada pembelajaran tema Peristiwa-peristiwa Yesus.
Hasil pengalaman peneliti mengajar materi Pendidikan Agama Katolik nampak
hasil pembelajarannya kurang maksimal. Hal ini terbukti dari hasil ulangan harian, siswa
masih banyak yang berada di bawah Kriteria Ketuntasan Minimalnya kurang dari 75.
Kondisi semacam ini terjadi, disebabkan siswa kurang minat membaca dalam belajar.
Metode yang digunakan dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Katolik kurang
bervariasi. Pengetahuan yang ditransformasikan oleh guru hanya untuk meningkatkan
hasil belajar dalam kemampuan mengingat atau kognitif saja. Sedangkan kemampuan
dalam ranah afektif atau pemahaman dan ranah psikomotorik atau penerapan kurang
diperhatikan oleh guru.
Salah satu metode yang kiranya cocok untuk diterapkan dalam mengajarkan tema
Peristiwa-peristiwa Yesus adalah Metode Naratif Eksperiensial, yang dapat meningkatkan
keaktifan belajar siswa melalui cerita yang bersifat pengalaman.

0
Metode Naratif Eksperiensial dapat diartikan sebagai suatu metode yang
mengutamakan cerita. Salah satu kekuatan cerita adalah komunikasi lisannya seturut
dengan awal terjadinya cerita. Kenyataan terjadi karena dahulu kebanyakan orang belum
mengenal budaya baca tulis, maka cerita sangat dominan. Cerita disampaikan secara lisan
dan mudah diingat, asalkan mengetahui tokoh-tokoh, ucapan-ucapan penting dan alur
cerita. Itulah pokok terpenting dalam proses pendidikan guna meningkatkan keaktifan
belajar dan prestasi belajar siswa. Kiranya dengan menerapkan metode ini dapat
meningkatkan hasil belajar siswa dalam Pendidikan Agama Katolik.
Fakta ini juga menyadarkan peneliti untuk membantu siswa Sekolah Dasar dalam
memperkembangkan imannya melalui pengalaman hidupnya. Melihat perkembangan
anak SD, memudahkan peneliti untuk menerapkan Metode Naratif Eksperiensial guna
meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar siswa di kelas. Pengalaman anak SD
bersama teman sekelompoknya membawa pengaruh dalam hidupnya. Mereka juga
mampu mengalami keberadaan Allah karena dalam metode pembelajaran Pendidikan
Agama Katolik, proses belajar mengajar lebih menampilkan pengalaman manusia dan
fakta yang membuka pemikiran. Pengalaman yang mengena keadaan anak, akan
diterapkan dalam hidup sehari-hari.
Penyampaian komunikasi iman dibutuhkan sarana yang dapat membantu anak
dalam memahami pengetahuan yang baru yaitu cerita. Berdasarkan pengertian cerita,
metode yang bersifat naratif eksperiensial adalah metode cerita pengalaman. Naratif
berarti bahan diceritakan (narasi) sebagai mitra dialog yang bersaksi mengenai
pengalaman serta penghayatan iman (eksperiensi). Komunikasi tersebut berawal dari dan
menuju ke pengalaman dan penghayatan sehari-hari siswa (Jacob, 1992 : 10-11). Melalui
cerita anak dapat mengkomunikasikan imannya karena mudah dipahami dan konkrit
terlebih dalam usia ini anak memiliki banyak pengalaman dalam pergaulannya bersama
teman sekelompoknya dan masyarakat.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian di Kelas
V SDN Ngarus 02 Pati :
1. Apakah penerapan metode Naratif Eksperiensial pada pembelajaran PAK materi
peristiwa-peristiwa Yesus dapat meningkatkan keaktifan siswa?

1
2. Apakah penerapan metode Naratif Eksperiensial pada pembelajaran PAK materi
peristiwa-peristiwa Yesus dapat meningkatkan jumlah siswa yang tuntas prestasi
belajarnya?

E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan masalah penelitian yang akan dipecahkan melalui Penelitian
Tindakan Kelas, yang dilakukan pada siswa Kelas V SD Negeri Ngarus 02 Pati memiliki
tujuan sebagai berikut :
1. Meningkatkan keaktifan belajar siswa Kelas V SD Ngeri Ngarus 02 Pati pada
pembelajaran tema Peristiwa-peristiwa Yesus dengan menggunakan Metode Naratif
Eksperiensial.
2. Meningkatkan jumlah siswa yang tuntas prestasi belajarnya pada pembelajaran
PAK materi peristiwa-peristiwa Yesus di Kelas V SD Negeri Ngarus 02 Pati
dengan menggunakan Metode Naratif Eksperiensial.

F. Manfaat Penelitian
a. Bagi Siswa:
dapat memberi pengalaman bagi siswa untuk berani mengungkapkan
pendapat, menggali pengalaman hidup siswa untuk memecahkan suatu masalah
kehidupan sehari-hari.
b. Bagi Guru
Guru memiliki variasi dalam memilih metode-metode pembelajaran, memiliki
cara bagaimana membuat siswa bekerja mandiri dan berani mengekspresikan
pengalamannya.
c. Bagi Sekolah
Sebagai pengembangan perbaikan kurikulum, upaya meningkatkan kualitas
pembelajaran.

2
BAB II
KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR

A. Hasil Belajar
Hasil belajar menurut Dimyati dan Mudjiono (1999:250-251) merupakan hal yang
dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil
belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada
saat sebelum belajar. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat
terselesaikannya bahan pelajaran.
Menurut Sudjana (1989:2) hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang
dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Menurut pendapat Kingsley
dalam (Hamalik, 2006:20) hasil belajar digunakan oleh guru untuk dijadikan ukuran atau
kriteria dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Hal ini dapat tercapai apabila siswa
sudah memahami belajar dengan diiringi oleh perubahan tingkah laku yang lebih baik
lagi. Hasil belajar ini akan melekat terus pada diri siswa karena sudah menjadi bagian
dalam kehidupan siswa tersebut.
Hasil belajar merupakan kegiatan yang memuat 3 aspek, yakni aspek afektif, aspek
psikomotor, aspek kognitif. Untuk penelitian ini akan difokuskan pada dua aspek yakni
aspek afektif pada keaktifan belajar siswa, dan aspek kognitif prestasi belajar siswa.
Sedangkan aspek psikomotor merupakan variabel dianggap kurang dominan dalam
pembelajaran penelitian ini, dianggap variabel intervening (diabaikan).

1. Aktivitas Belajar
a. Pengertian
Menurut Poerwadarminta (1990:23), aktivitas adalah kegiatan. Jadi
aktivitas adalah kegiatan-kegiatan siswa yang menunjang keberhasilan
belajar. Dalam hal kegiatan belajar, Rousseuau (dalam Sardiman, 2004:96)
memberikan penjelasan bahwa segala pengetahuan itu harus diperoleh dengan
pengamatan sendiri, dengan bekerja sendiri baik secara rohani maupun teknis.
Tanpa ada aktivitas proses belajar tidak mungkin terjadi.
Aktivitas belajar (Dimyati, 2002:140) adalah seluruh aktivitas siswa
dalam proses belajar, mulai dari kegiatan fisik sampai kegiatan psikis.

3
Kegiatan fisik berupa ketrampilan-ketrampilan dasar, sedangkan kegiatan
psikis berupa ketrampilan terintegrasi (integrated skill). Ketrampilan dasar
yaitu mengobservasi, mengklarifikasi, memprediksi, mengukur,
menyimpulkan dan mengkomunikasikan. Sedangkan ketrampilan terintegrasi
terdiri dari mengidentifikasi variabel, membuat tabulasi data, menyajikan data
dalam bentuk grafik, menggambarkan hubungan antar variabel,
menyimpulkan dan mengolah data, menganalisis penelitian, menyusun
hipotesis, mendefinisikan variabel secara opersional, merancang penelitian
dan melakukan eksperimen.
Prinsipnya belajar adalah berbuat, tidak ada belajar jika tidak ada
aktivitas. Itulah mengapa aktivitas merupakan prinsip yang sangat penting
dalam interaksi belajar mengajar (Sardiman, 2004:93). Dalam aktivitas
belajar ada beberapa prinsip yang berorientasi pada pandangan ilmu jiwa,
yaitu pandangan ilmu jiwa lama dan modern. Aktivitas menurut pandangan
ilmu jiwa lama didominasi oleh guru, sedangkan menurut pandangan ilmu
jiwa modern, aktivitas didominasi oleh siswa.
b. Jenis-jenis Aktivitas Belajar
Beberapa aktivitas belajar menurut Djamarah (2002:28) adalah sebagai
berikut :
1. Mendengarkan
Mendengarkan adalah salah satu aktivitas belajar. Setiap orang yang
belajar di sekolah pasti ada aktivitas mendengarkan. Ketika seorang guru
menggunakan metode ceramah, maka setiap siswa diharuskan
mendengarkan apa yang guru sampaikan. Menjadi pendengar yang baik
dituntut dari mereka.
2. Memandang
Memandang adalah mengarahkan penglihatan ke suatu objek. Aktivitas
memandang berhubungan erat dengan mata. Karena dalam memandang
itu matalah yang memegang peranan penting. Tanpa mata tidak mungkin
terjadi aktivitas memandang.
3. Meraba, Membau, dan Mencicipi/Mengecap

4
Aktivitas meraba, membau dan mengecap adalah indera manusia yang
dapat dijadikan sebagai alat untuk kepentingan belajar. Artinya aktivitas
meraba, membau dan mengecap dapat memberikan kesempatan bagi
seseorang untuk belajar. Tentu saja aktivitasnya harus didasari oleh suatu
tujuan.
4. Menulis atau Mencatat
Menulis atau mencatat merupakan kegiatan yang tidak terpisahkan dari
aktivitas belajar. Dalam pendidikan tradisional kegiatan mencatat
merupakan aktivitas yang sering dilakukan, walaupun pada waktu
tertentu seseorang harus mendengarkan isi ceramah, namun ia tidak bisa
mengabaikan masalah mencatat hal-hal yang dianggap penting.
5. Membaca
Aktivitas membaca adalah aktivitas yang paling banyak dilakukan
selama belajar di sekolah atau di perguruan tinggi. Membaca di sini
tidak mesti membaca buku berkala, tetapi juga membaca majalah, koran,
tabloid, jurnal-jurnal hasil penelitian, catatan hasil belajar atau kuliah
dan hal-hal lainnya yang berhubungan dengan kebutuhan studi.
6. Membaca Ikhtisar atau Ringkasan dan Menggarisbawahi
Ikhtisar atau ringkasan dapat membantu dalam hal mengingat atau
mencari kembali materi dalam buku untuk masa-masa yang akan datang.
Untuk keperluan belajar yang intensif, bagaimanapun juga hanya
membuat ikhtisar saja belumlah cukup. Sementara membaca, pada hal-
hal yang penting perlu diberi garis bawah (underlining). Hal ini sangat
membantu dalam usaha menemukan kembali materi itu di kemudian hari
bila diperlukan.
7. Mengamati Tabel-tabel, Diagram-diagram dan Bagan-bagan
Dalam buku atau di lingkungan lain sering dijumpai tabel-tabel, diagram
atau pun bagan-bagan. Materi non-verbal semacam ini sangat membantu
bagi seseorang dalam mempelajari materi yang relevan. Demikian pula
gambar-gambar, peta-peta dan lain-lain dapat menjadi bahan ilustratif
yang membantu pemahaman seseorang terhadap sesuatu hal.
8. Menyusun Paper atau Kertas Kerja

5
Dalam menyusun paper tidak bisa sembarangan, tetapi harus
metodologis. Metodologis artinya menggunakan metode-metode tertentu
dalam penggarapannya. Sistematis artinya menggunakan kerangka
berpikir yang logis dan kronologis.
9. Mengingat
Mengingat yang didasari atas kebutuhan serta kesadaran untuk mencapai
tujuan belajar lebih lanjut termasuk aktivitas belajar. Apalagi jika
mengingat itu berhubungan dengan aktivitas-aktivitas belajar yang
lainnya.
10. Berpikir
Berpikir termasuk aktivitas belajar. Dengan berpikir orang memperoleh
penemuan baru, setidak-tidaknya orang menjadi tahu tentang hubungan
antara sesuatu.
11. Latihan atau Praktek
Learning by doing adalah konsep belajar yang menghendaki adanya
penyatuan usaha mendapatkan kesan-kesan dengan cara yang baik untuk
memperkuat ingatan.
Paul B. Diedrich (dalam Sardiman, 2004:101) membuat suatu
daftar yang berisi 177 macam kegiatan siswa yang antara lain dapat
digolongkan sebagai berikut:
1. Visual activities, yang termasuk di dalamnya misalnya membaca,
memperhatikan gambar, demonstrasi, percobaan.
2. Oral activities, seperti menyatakan, merumuskan, bertanya,
memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara,
diskusi, interupsi.
3. Listening activities, sebagai contoh mendengarkan uraian,
mendengarkan percakapan, mendengarkan musik, mendengarkan
pidato.
4. Writing activities, seperti misalnya menulis cerita, karangan,
laporan, angket menyalin.
5. Drawing activities, misalnya menggambar, membuat grafik, peta,
diagram.

6
6. Motor activities, yang termasuk di dalamnya anatara lain
melakukan percobaan, membuat konstruksi, model mereparasi,
bermain, berkebun, beternak.
7. Mental activities, sebagai contoh misalnya menanggapi, mengingat,
memecahkan soal, menganalisa, melihat hubungan, mengambil
keputusan.
8. Emotional activities, seperti misalnya menaruh minat, merasa
bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup.

2. Prestasi Belajar
a. Pengertian Prestasi Belajar
Kata prestasi menurut Poerwadarminta (1999:768) adalah hasil yang telah
dicapai atau dilakukan, dikerjakan dan sebagainya. Menurut Winkel (1991:162)
prestasi adalah bukti keberhasilan usaha yang dicapai.
Belajar menurut Kingsley (dalam Djamarah, 2002:13) adalah proses dimana
tingkah laku (dalam arti luas) ditimbulkan atau diubah melalui praktik dan latihan.
Sedangkan menurut Slameto (2003:2), belajar adalah suatu proses usaha yang
dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru
secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi
dengan lingkungannya. Hamalik (2003:52) mengatakan belajar adalah modifikasi
untuk memperkuat tingkah laku melalui pengalaman dan latihan serta suatu proses
perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungannya.
Berdasarkan pendapat di atas disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses
yang dilakukan individu untuk memperoleh beberapa perubahan tingkah laku
melalui pengalaman dan latihan serta suatu proses perubahan tingkah laku yang
relatif tetap sebagai suatu hasil latihan atau pengalaman dengan lingkungannya.
Prestasi belajar adalah hasil yang dicapai seorang siswa setelah mengikuti
pelajaran di sekolah sehingga terjadi perubahan dalam dirinya dengan melihat hasil
penguasaan pengetahuan dan ketrampilan yang dikembangkan oleh guru setelah
mengikuti assessment atau penilaian dan evaluasi. Penilaian dan evaluasi ini
digunakan untuk mengukur prestasi belajar siswa yang merupakan tujuan dari
pembelajaran.

7
b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar.
1. Faktor Intern
a) Jasmani
Prestasi belajar ditentukan adanya struktur tubuh, panca indera (indera
penglihatan, indera penciuman, indera pendengaran, indera peraba dan
indera perasa) dan lain sebagainya.
b) Psikologis
Kecerdasan, bakat, minat, kecakapan, sikap dan motivasi juga
menentukan prestasi belajar.
c) Kematangan Fisik dan Psikis
Prestasi belajar dan kemampuan belajar seseorang juga ditentukan oleh
kematangan fisik dan psikis orang tersebut.
2. Faktor Ekstern
a) Lingkungan Keluarga
Prestasi belajar dipengaruhi oleh cara orang tua mendidik di rumah, latar
belakang pendidikan orang tua, tingkat ekonomi keluarga dan
sebagainya.
b) Lingkungan Sekolah
Di sekolah, prestasi belajar dipengaruhioleh cara belajar, metode
mengajar yang diterapkan oleh guru, kurikulum yang berlaku, sikap
guru, evaluasi dan penilaian yang diterapkan, administrasi sekolah dan
lain-lain.
c) Lingkungan Masyarakat
Prestasi belajar dipengaruhi oleh adat istiadat setempat, budaya yang
berlaku, pergaulan dalam masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi
dan sebagainya.

B. Metode Naratif Eksperiensial


1. Pengertian
Naratif adalah cerita sedangkan Eksperiensial adalah pengalaman. Jadi
Naratif Eksperiensial adalah cerita pengalaman.

8
Naratif Eksperiensial dalam penelitian ini adalah cerita pengalaman yang berupa
kehidupan pribadi seseorang, kehidupan orang lain atau kehidupan tokoh-tokoh
baik dalam Kitab Suci maupun tokoh-tokoh dalam kehidupan sehari-hari.
Pendidikan Agama Katolik di sekolah merupakan salah satu bentuk
komunikasi atau interaksi iman. Komunikasi iman itu mengandung unsur
pengetahuan, unsur pergumulan dan unsur penghayatan iman dalam pelbagai
bentuk. Dalam komunikasi iman itu memerlukan sarana. Salah satu sarana ialah
bahan. Bahan penting, tetapi bukan tujuannya sendiri. Bahan untuk diketahui dan
diinterpretasikan serta diaplikasikan dalam kehidupan nyata. Agar bahan menjadi
partner dalam komunikasi hidup, maka bahan perlu diolah dalam bentuk cerita
(narasi). Cerita ternyata merupakan wahana paling efektif untuk menyampaikan
suatu pesan. Semua lapisan umur menyukai cerita. Sifat cerita itu sendiri ialah :
tidak memaksa, menghibur, mengandung banyak pesan, mudah diingat dan
dihafalkan, tidak indoktrinatif. Cerita itu berfungsi sebagai partner yang bersaksi
mengenai pengalaman peserta didik (eksperiensi). Naratif Eksperiensial juga
mengandung segi obyektif dan subyektif yang dapat dievaluasi. (Hardjana, 2007)
Bentuk narasi seperti : Kitab suci dan Tradisi Gereja, Pengalaman hidup aktual,
cerita rakyat.

Pola Naratif Eksperiensial dapat dilihat pada Gambar 1 :

BAHAN CERITA SITUASI HIDUP


( Narasi ) (Pengalaman Hidup)

KOMUNIKASI
Naratif - Eksperiensial

Guru

Gambar 1. Pola Naratif Eksperiensial (Hardjana, 2007)


Peserta Didik Peserta Didik

9
2. Macam-macam Cerita
Yesus sebagai pencerita zaman dulu maka ciri khas dari cerita adalah
komunikasi. Cerita yang dipakai Yesus adalah cerita Kanonis (Perjanjian Lama),
cerita rakyat (Galilea) dan cerita kehidupan. Melalui sudut pandang fungsional,
banyak cerita disampaikan dalam bentuk perumpamaan. Oleh sebab itu, cerita dapat
dipakai sampai sekarang dengan menyesuaikan perkembangan hidup manusia. Di
bawah ini beberapa cerita yang diwariskan Yesus kepada kita.
a. Cerita Kanonis
Cerita Kanonis adalah cerita yang temasuk daftar cerita Kitab Suci.
Suatu peristiwa disampaikan secara lisan dahulu dan diberi penafsiran oleh
tokoh-tokoh yang ada hubungannya dengan Allah. Misalnya: Perjanjian Baru,
pendamping dapat menggunakan cerita mengenai Yesus memaklumkan
Kerajaan Allah lewat perumpamaan-perumpamaan. Kerajaan Allah adalah
misteri. Allah hadir dan bertindak menyelamatkkan kita namun kita tidak
dapat menangkap sepenuhnya dan Allah tetap merupakan rahasia bagi kita.
Kita sebagai pendamping hendaknya dapat menceritakan sesuai dengan
bahasa anak-anak dan usia perkembangannya. Dengan demikian cerita
kanonis adalah cerita yang paling berharga bagi Gereja yaitu semua cerita
yang terdapat dalam Kitab Suci (Hofmann, 1994:37). Zaman sekarang kita
dapat menggunakan cerita kanonis yang ada dalam Perjanjian Lama dan
Perjanjian Baru yang memiliki makna untuk mengembangkan iman.
b. Cerita Rakyat
Cerita rakyat adalah cerita yang merupakan warisan dari kebudayaan
yang diturunkan dari nenek moyang. Biasanya yang masih memiliki cerita
adalah orang tua yang buta huruf di daerah terpencil. Pada zaman Yesus,
cerita rakyat dari Galilea dan cara Yesus berkomunikasi adalah melalui cerita
yang mudah dimengerti oleh rakyat dan seirama dengan agama dan filasafat
yang diperoleh dari nenek moyang (Komkat KWI, 1994:17). Namun saat ini
cerita rakyat dapat berasala dari asal-usul atau tempat kejadian di suatu
daerah. Dalam menyampaikan cerita rakyat kepada anak-anak hendaknya
mencerminkan kebijaksanaan hidup bersama, yang paling penting adalah
pendamping memanfaatkan cerita rakyat sebagai cerita yang dapat

10
memperkembangkan hidup beriman anak. Selain itu menyiapkan pendamping
untuk menjadi pencerita yang baik dan mampu menyampaikan pesan lewat
cerita. Dalam buku pelajaran Agama Katolik kurikulum KTSP, cerita rakyat
dapat bersifat dongeng, mite dan legenda.
c. Cerita Pengalaman
Cerita pengalaman adalah cerita nyata mengenai kehidupan seseorang
atau pengalaman hidup sendiri atau pengalaman orang lain, sesuatu yang
sungguh-sungguh dialami kemudian di dalamnya para pendengar dapat
menemukan maknanya. Tujuan cerita kehidupan adalah supaya anak dalam
mengikuti pelajaran agama semakin mampu menceritakan cerita mareka
sendiri, cerita individual mereka, cerita keluarga mereka, dengan
membandingkan cerita rakyat dan cerita kanonis (Hofmann, 1994:39-40).
Cerita hendaknya disampaikan dengan penuh penghayatan sehingga tidak
membosankan anak-anak. Ide cerita harus disesuaikan dengan materi dan
bahasa yang sesuai dengan tingkatan umur anak.

C. Proses Metode Naratif Eksperiensial


Secara garis besar proses dapat dimulai dengan menampilkan sebuah cerita dari
siswa (cerita sudah dibuat siswa sebelumnya sebagai tugas terstruktur). Kemudian cerita
tersebut dihayati oleh peserta didik.
Peneliti memberi pertanyaan sekitar cerita tersebut, misalnya: bagaimana perasaan
saat mendengar cerita?, mengapa berperasaan seperti itu?, siapa tokoh-tokoh dalam cerita
tersebut?, bagaimana tingkah laku tokoh-tokoh tersebut?, pesan atau nasihat apa yang
diperoleh dari cerita tersebut?. (Hardjana, 2007:3)
Peneliti memberikan lembar kerja siswa berupa teks cerita kanonis. Untuk
mendalami cerita tersebut siswa dibantu dengan pertanyaan, contohnya: bagaimana
perasaan setelah mendengarkan cerita tersebut?, mengapa berperasaan seperti itu?, siapa
tokoh-tokoh yang terlibat dalam cerita?, pesan atau ajaran apa yang dapat diperoleh dari
cerita tersebut, dan sebagainya.
Peserta didik diberi kesempatan untuk bisa menanggapi dalam pelbagai bentuk
seperti: membandingkan dengan pengalaman sendiri atau kelompok, menjelaskan sikap

11
apa yang perlu dilakukan, menunjukkan penguasaannya menceritakan kembali cerita
yang baru didengarkan dengan kegiatan fisik maupun non fisik.
Peneliti memberi kesempatan untuk berpendapat dan menemukan contoh
pengalaman hidup yang sesuai dengan materi pembelajaran. Peneliti bersama siswa
membuat rangkuman pembelajaran. Peneliti melakukan penilaian, memberi evaluasi
terhadap proses dan hasil belajar, memberi tugas terstruktur sebagai PR (pekerjaan
rumah), menyampaikan rencana pembelajaran untuk pertemuan berikutnya.

D. Tinjauan Materi
Yesus menderita dan wafat justru dalam rangka menjalankan kehendak Bapa untuk
membangun Kerajaan Allah, sekaligus puncak pernyataan cinta-Nya kepada Allah dan
manusia. Di puncak Kalvari, Yesus menyatakan kesetiaan pengabdian dan cinta-Nya
sampai sehabis-habisnya. Yesus sendiri pernah berkata, Tak ada cinta yang lebih besar
daripada cinta seorang yang menyerahkan nyawanya bagi sahabat-sahabatnya (Yoh
15:13)
Kisah sengsara Yesus, yang dimulai dari Taman Getsemani sampai di puncak Kalvari,
merupakan kisah seorang Pecinta Agung yang ditulis dengan darah-Nya sendiri. Cinta
yang penuh pengorbanan seperti ini pasti tidaklah sia-sia dan akan menghasilkan banyak
buah. Yesus sendiri pernah berkata menjelang wafat-Nya, Biji gandum harus jatuh dan
mati untuk menghasilkan banyak buah (lih. Yoh 12:24). Yesus telah menjadi biji gandum
itu. Ketika lambung-Nya ditusuk dengan tombak oleh serdadu, biji gandum itu telah
mulai merekah, supaya dapat menumbuhkan kehidupan yang baru. Wafat-Nya demi cinta
telah membawa kehidupan baru bagi kita. Namun perlu disadari bahwa kita tidak hanya
diselamatkan oleh kematian Yesus, tetapi kita juga diselamatkan oleh kebangkitan-Nya.
Sering dikatakan bahwa wafat Yesus itu menyelamatkan, seolah-olah kita dipanggil untuk
menderita bersama Yesus, terlebih yang tidak berdaya. Wafat Yesus bukan tujuan. Tujuan
kita bukanlah penderitaan, melainkan melenyapkan segala penderitaan untuk
menciptakan dunia yang lebih baik dan adil. Yesus telah wafat untuk menegakkan
keadilan. Sejak Yesus menyerahkan nyawa-Nya, kita dijiwai oleh Roh-Nya untuk
membangun sebuah dunia baru yang lebih sesuai dengan kehendak Tuhan. Wafat Yesus
telah mempersiapkan kita untuk karya pembebasan dan kebangkitan yang berlangsung
terus. Wafat Yesus sebagai pernyataan cinta dan ketaatan-Nya kepada Bapa, juga

12
pernyataan cinta-Nya kepada kita. Wafat Yesus karena cinta-Nya kepada kita harus dapat
menyadarkan kita akan arti kematian kita sendiri sebagai suatu prasyarat untuk
kebangkitan kita.
Allah membangkitkan Yesus dari alam maut. Yesus bangkit pada hari pertama
Minggu itu. Dalam Kitab Kejadian diceritakan bahwa pada hari pertama Allah
menjadikan terang. Terang segala terang itu sekarang telah bangkit dari kubur, yakni
Yesus Kristus.
Sebenarnya, tidak seorang pun yang menyaksikan Yesus bangkit. Para wanita yang ke
kubur Yesus itu hanya menyaksikan kubur yang kosong. Mereka ditegur oleh malaikat
karena mencari Yesus yang telah bangkit di tempat yang salah, yaitu kubur yang kosong.
Yesus telah bangkit, telah hidup. Orang hidup jangan dicari di antara orang mati,
melainkan di antara orang hidup.
Yesus memang telah hidup dan menampakkan diri-Nya kepada orang-orang yang percaya
dan mencintai-Nya. Yesus yang telah bangkit tidak menampakkan diri-Nya kepada segala
orang, tetapi hanya kepada mereka yang percaya.
Penampakkan Yesus kepada murid-murid-Nya pada awalnya bukannya membawa
kegembiraan, tetapi kebingungan. Namun, pelan-pelan tetapi pasti mereka semakin
menyadari dan percaya kepada ucapan-ucapan Yesus tentang kebangkitan-Nya selama ia
masih hidup secara jasmani di tengah-tengah mereka.
Warta Paskah sungguh menjadi dasar dan kunci seluruh pewartaan dan penghayatan iman
Kristiani. Seandainya Yesus yang telah mati disalib itu tidak bangkit, ajaran-Nya pasti
tidak diikuti dan tidak punya kekuatan. Seandainya Dia tidak bangkit, sia-sialah iman
kita (1Kor 15:1-4). Dengan membangkitkan Yesus dari alam maut, Allah merestui
pribadi Yesus dan mensahkan warta-Nya. Dengan demikian, jelaslah bahwa Paskah
menjadi pedoman, kunci, serta inti pewartaan dan kepercayaan kita. Untuk itu para rasul
dan juga kita, semakin didorong untuk mewartakan Yesus dan ajaran-Nya dengan
gembira dan berani.
Sebelum Yesus naik ke surga, Ia menjanjikan seorang penolong yang lain, yaitu
Roh-Nya: Roh Kebenaran, Roh Kudus. Roh Kudusyang dijanjikan itu turun pada hari
raya Pentakosta Yahudi, pada saat mereka merayakan peristiwa di gunung Sinai, di mana
Allah memberikan kesepuluh perintah-Nya. Pentakosta berarti hari kelima puluh, sebab
pesta ini dirayakan lima puluh hari sesudah Hari Raya Paskah.

13
Roh Kudus yang turun dalam rupa lidah-lidah api telah mengobarkan semangat para
murid Yesus. Hari itu telah menjadi hari tercapainya suatu titik balik, hari terjadinya
perubahan secara radikal. Petrus dan murid-murid Yesus lainnya yang sebelumnya sangat
kecut dan takut, sesudah hari itu tampil dengan semangat dan keberanian yang luar biasa.
Mereka tampil untuk mewartakan Kristus tanpa takut.
Mukjizat terbesar yang terjadi pada hari Pentakosta bukanlah bunyi seperti tiupan angin
keras yang memenuhi seluruh rumah atau lidah-lidah seperti nyala api, melainkan
perubahan-perubahan yang terjadi pada diri murid-murid Yesus. Perubahan itu tidak
hanya nyata pada keberanian para Rasul murid Yesus. Perubahan itu tidak hanya nyata
pada keberanian para Rasul dalam mewartakan tentang Kristus, tetapi juga dalam
kesaksian para murid Yesus. Misalnya, mereka menjual harta miliknya, kemudian
membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing (lih.
Kis 2:45). Ini sungguh suatu mukjizat! Kekacauan dan perpecahan yang meluas sesudah
runtuhnya Babel berubah menjadi kedamaian dan persatuan karena adanya saling
pengertian dan persaudaraan yang ditiup oleh Roh Kudus pada hari Pentakosta.
Siswa diajak untuk menyadari bahwa turunnya Roh Kudus membawa perubahan dalam
diri rasul-rasul dan pengikut-pengikut Yesus lainnya.
E. Kerangka Berpikir
Penelitian ini terdiri dari tiga siklus. Dalam tiap siklus siswa diberi kesempatan
untuk bercerita dan sharing. Maka siswa akan semakin diperkaya dengan mendengarkan
cerita pengalaman hidup orang lain dan cerita Kanonis.
Langkah awal, peneliti memberi tugas terstruktur sebagai PR kepada siswa untuk
menuliskan sebuah cerita pengalaman hidup. Keaktifan siswa dapat ditumbuhkan dengan
menerapkan metode Naratif Eksperiensial. Maka siswa diberi kesempatan untuk
mengungkapkan cerita pengalaman hidup. Siswa diajak berperan aktif untuk
mengerjakan LKS yang menampilkan cerita kanonis. Peneliti memberi kesempatan
kepada siswa untuk menanggapi dalam bentuk menjawab pertanyaan dalam LKS,
meringkas cerita, menceritakan kembali, mengemukakan pendapat dan menemukan
contoh-contoh pengalaman hidup sesuai dengan materi pembelajaran. Siswa bersama
guru membuat rangkuman dari materi pembelajaran.
Keaktifan belajar siswa dapat ditumbuhkan secara mandiri melalui tugas
terstruktur, menangkap konsep, selanjutnya dengan Metode Naratif Eksperiensial

14
keaktifan semakin meningkat karena siswa dapat mengungkapkan cerita pengalaman
pribadi, mendengarkan cerita pengalaman orang lain dan cerita kanonis. Siswa dapat
meringkas dan menceritakan kembali mengemukakan pendapat serta menemukan contoh-
contoh pengalaman hidup sesuai dengan materi cerita kanonis. Keaktifan belajar siswa
dapat ditingkatkan melalui Siklus I, II dan III serta refleksi. Dengan demikian keaktifan
belajar dan prestasi belajar siswa dapat ditingkatkan.

F. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir seperti tersebut di atas maka dapat
dirumuskan hipotesis penelitian adalah :
1. Dengan Metode Naratif Eksperiensial dapat meningkatkan keaktifan belajar siswa
dalam proses pembelajaran Pendidikan Agama Katolik siswa Kelas V di SDN
Ngarus 02 Pati tema Peristiwa-peristiwa Yesus.
2. Melalui Metode Naratif Eksperiensial dapat meningkatkan jumlah siswa yang
prestasi belajar dalam pembelajaran Pendidikan Agama Katolik siswa Kelas V di
SDN Ngarus 02 Pati tema Peristiwa-peristiwa Yesus.

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Subjek Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri Ngarus 02 Jalan Kolonel Sugiyono No. 11
Pati, pada siswa kelas V dengan jumlah siswa 3 anak, terdiri dari siswa putra 3 anak.
Penelitian dilaksanakan pada saat mata pelajaran Pendidikan Agama Katolik dengan tema
Peristiwa-peristiwa Yesus.

B. Variabel Penelitian
Menurut Arikunto (2002:96) variabel adalah objek penelitian atau apa yang menjadi
titik perhatian suatu penelitian. Variabel utama yang diamati dalam penelitian ini adalah
variabel hasil belajar siswa berupa :
1. Keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar.

15
2. Prestasi belajar siswa yaitu hasil pelaksanaan tugas mengerjakan soal yang diukur
dari jawaban soal tes.
C. Desain Penelitian
Jenis penelitian adalah Penelitian Tindakan Kelas. Penelitian ini akan dilaksanakan
dalam tiga siklus, masing-masing siklus satu kali pertemuan.
Siklus I
1. Perencanaan
1. Identifikasi masalah dan penetapan alternatif pemecahan masalah.
2. Merencanakan pembelajaran Kompetensi Dasar Mengenal dan Memahami
Karya Keselamatan Allah melalui Peristiwa-peristiwa Yesus yang
Menyelamatkan.
3. Memilih materi pembelajaran dari kutipan Kitab Suci Yesus Wafat.
4. Membuat pertanyaan-pertanyaan untuk pendalaman materi di atas.
5. Membuat lembar observasi untuk melihat keaktifan siswa dalam penerapan
Metode Naratif Eksperiensial.
6. Menyususn butir soal untuk siklus I.
2. Tindakan
1. Guru membahas tugas terstruktur (PR) sebagai apersepsi.
2. Guru membagi teks Kitab Suci yang mengisahkan Yesus Wafat.
3. Guru membagi lembar kerja siswa.
4. Guru mengajak siswa untuk berperan aktif mengerjakan lembar kerja.
5. Guru bersama siswa membahas lembar kerja.
6. Guru memberi saran atau peneguhan kepada siswa, mengambil pesan-pesan
dari materi Yesus Wafat.
7. Guru bersama siswa membuat rangkuman
8. Guru mengadakan evaluasi pada akhir siklus I.
9. Guru memberi tugas terstruktur (PR).
10. Guru menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya.
3. Pengamatan / Observasi
Pengamat (dalam hal ini adalah guru mata pelajaran Pendidikan Agama
Katolik) mengamati kegiatan siswa selama mengikuti pelajaran Pendidikan Agama

16
Katolik dalam materi Yesus Wafat, serta menuliskan hasil pengamatannya dalam
lembar observasi untuk siswa.
4. Refleksi
1. Melakukan evaluasi tindakan yang telah dilakukan meliputi evaluasi mutu,
jumlah dan waktu dari setiap macam tindakan.
2. Melakukan pertemuan dengan observer untuk membahas hasil evaluasi tentang
materi pembelajaran dan lembar kerja siswa.
3. Memperbaiki pelaksanaan tindakan sesuai hasil evaluasi untuk digunakan pada
siklus II.
Siklus II
1. Perencanaan
1. Identifikasi masalah dan penetapan alternatif pemecahan masalah yang terjadi
dalam siklus I.
2. Merencanakan pembelajaran Kompetensi Dasar Mengenal dan Memahami
Karya Keselamatan Allah melalui Peristiwa-peristiwa Yesus yang
Menyelamatkan.
3. Memilih materi pembelajaran dari kutipan Kitab Suci Yesus Bangkit dan
Mulia.
4. Membuat pertanyaan-pertanyaan untuk pendalaman materi di atas.
5. Membuat lembar observasi untuk melihat keaktifan siswa dalam penerapan
Metode Naratif Eksperiensial.
6. Menyususn butir soal untuk siklus II.
2. Tindakan
1. Guru membahas tugas terstruktur (PR) sebagai apersepsi.
2. Guru membagi teks Kitab Suci yang mengisahkan Yesus Bangkit dan Mulia.
3. Guru membagi lembar kerja siswa.
4. Mengajak siswa untuk berperan aktif mengerjakan lembar kerja.
5. Guru bersama siswa membahas lembar kerja.
6. Guru memberi saran atau peneguhan kepada siswa, mengambil pesan-pesan
dari materi Yesus Bangkit dan Mulia.
7. Guru memberi pujian yang dapat menjawab benar.
8. Guru bersama siswa membuat rangkuman

17
9. Guru mengadakan evaluasi pada akhir siklus III.
10. Guru memberi tugas terstruktur (PR).
11. Guru menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya.
3. Pengamatan / Observasi
Pengamat (dalam hal ini adalah guru mata pelajaran Pendidikan Agama
Katolik) mengamati kegiatan siswa selama mengikuti pelajaran Pendidikan Agama
Katolik dalam materi Yesus Bangkit dan Mulia, serta menuliskan hasil
pengamatannya dalam lembar observasi untuk siswa.
4. Refleksi
1. Melakukan evaluasi tindakan yang telah dilakukan meliputi evaluasi mutu,
jumlah dan waktu dari setiap macam tindakan.
2. Melakukan pertemuan dengan observer untuk membahas hasil evaluasi tentang
materi pembelajaran dan lembar kerja siswa.
3. Memperbaiki pelaksanaan tindakan sesuai hasil evaluasi untuk digunakan pada
siklus III.

Siklus III
1. Perencanaan
1. Identifikasi masalah dan penetapan alternatif pemecahan masalah yang terjadi
dalam siklus II.
2. Menentukan indikator pencapaian masalah.
3. Merencanakan tindakan III.
2. Tindakan
Pelaksanaan program tindakan III yang mengacu pada identifikasi masalah yang
muncul pada siklus II, sehingga peneliti melakukan langkah selanjutnya sesuai
dengan alternatif pemecahan masalah yang sudah ditentukan.
3. Pengamatan / Observasi
1. Melakukan observasi selama proses dan mencatat semua hal-hal yang terjadi
selama pelaksanaan tindakan berlangsung.

18
2. Menuliskan hasil pengamatan dalam lembar observasi untuk siswa.
4. Refleksi
1. Melakukan evaluasi terhadap tindakan pada siklus III berdasarkan data yang
terkumpul.
2. Membahas hasil evaluasi tentang materi pembelajaran pada siklus III.
Peneliti mengadakan refleksi apakah melalui metode Naratif Eksperiensial
hasil belajar siswa dapat ditingkatkan.
D. Teknik Pengambilan Data
Teknik pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi dan
tes.
1. Observasi
Metode observasi yaitu mengamati dan mencatat secara sistematik terhadap
gejala yang tampak pada objek penelitian. Observasi ini dilakukan langsung di
kelas pada saat proses belajar mengajar berlangsung. Observasi dilakukan oleh guru
mitra.
2. Tes
Tes merupakan metode pengumpulan data yang sifatnya mengevaluasi hasil
belajar siswa setelah proses pembelajaran. Instrumennya dapat berupa soal-soal
ujian atau soal-soal tes (Pratiwi, 2009:63). Pada penelitian ini sebelum tes diberikan
kepada siswa kelas uji coba, untuk mengetahui validitasnya dan realibilitas tiap-tiap
butir tes. Jika terdapat butir-butir tes yang tidak valid maka dilakukan perbaikan-
perbaikan pada soal tersebut. Tes yang sudah melewati tahap perbaikan dan valid,
akan diberikan pada kelas uji coba untuk evaluasi.

E. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Lembar observasi berupa lembar pengamatan siswa.
Proses belajar merupakan peran aktif seseorang untuk menemukan suatu
informasi. Untuk mengetahui seorang siswa aktif dalam pembelajaran atau tidak,
maka peneliti menggunakan indikator keaktifan yang diamati.
Lembar Pengamatan Keaktifan Siswa
NO INDIKATOR PEDOMAN PENSKORAN

19
1 Keaktifan membuat tugas 4. Siswa membuat tugas terstruktur
terstruktur / PR menuliskan lengkap
cerita tentang pengalaman 3. Siswa membuat tugas terstruktur
hidup pribadi kurang lengkap
2. Siswa membuat tugas terstruktur tidak
lengkap
1. Siswa tidak membuat tugas terstruktur
2 Keaktifan mengungkapkan 4. Berani mengungkapkan cerita dengan
cerita pengalaman hidup runtut dan lancar
3. Berani mengungkapkan cerita dengan
runtut dan kurang lancar
2. Berani mengungkapkan cerita dengan
kurang runtut dan kurang lancar
1. Tidak berani mengungkapkan cerita
3 Keaktifan mendengarkan cerita 4. Mendengarkan cerita dengan penuh
pengalaman hidup teman perhatian
3. Mendengarkan cerita sambil berbicara
dengan teman
2. Mendengarkan cerita sambil
mengganggu teman
1. Tidak mendengarkan cerita dengan
bermain sendiri

NO INDIKATOR PEDOMAN PENSKORAN


4 Keaktifan menyimak 4. Menyimak penjelasan guru dengan
penjelasan guru tentang cerita penuh perhatian
pengalaman, cerita kanonis 3. Menyimak penjelasan guru sambil
berbicara dengan teman
2. Menyimak penjelasan guru sambil
mengganggu teman
1. Tidak menyimak penjelasan guru
dengan bermain sendiri
5 Keaktifan bertanya tentang 4. Siswa bertanya > 2 pertanyaan

20
cerita kanonis 3. Siswa bertanya 2 pertanyaan
2. Siswa bertanya 1 pertanyaan
1. Siswa tidak bertanya
6 Keaktifan menjawab 4. Menjawab pertanyaan dengan tepat
pertanyaan tentang cerita dan sempurna
kanonis 3. Menjawab pertanyaan dengan tepat
2. Menjawab pertanyaan kurang tepat
1. Menjawab pertanyaan tidak tepat
7 Keaktifan membuat ringkasan 4. Terbaca, runtut dan lengkap
cerita kanonis 3. Terbaca, runtut dan tidak lengkap
2. Terbaca, kurang runtut dan tidak
lengkap
1. Terbaca, tidak runtut dan tidak lengkap
8 Keaktifan menceritakan 4. Lancar, runtut dan lengkap
kembali cerita kanonis 3. Lancar, runtut dan tidak lengkap
2. Lancar, tidak runtut dan tidak lengkap
1. Tidak lancar, tidak runtut dan tidak
Lengkap

NO INDIKATOR PEDOMAN PENSKORAN


9 Keaktifan berpendapat 4. Menyampaikan pendapat dengan baik,
tentang cerita kanonis lengkap sesuai cerita
3. Menyampaikan pendapat sesuai cerita
2. Menyampaikan pendapat kurang sesuai
cerita
1. Tidak menyampaikan pendapat tentang
Cerita
10 Keaktifan menemukan 4. Dalam sharing, siswa dapat
contoh-contoh pengalaman memberikan contoh pengalaman > 2
hidup yang sesuai dengan 3. Dalam sharing, siswa dapat
cerita kanonis memberikan 2 contoh pengalaman
2. Dalam sharing, siswa dapat
memberikan 1 contoh pengalaman

21
1. Dalam sharing, siswa tidak dapat
memberitakan contoh pengalaman
11 Keaktifan menyelesaikan 4. Siswa menjawab 5 pertanyaan
soal-soal 3. Siswa menjawab 4 pertanyaan
2. Siswa menjawab 3 pertanyaan
1. Siswa menjawab 2 pertanyaan
12 Keaktifan membuat 4. Siswa membuat rangkuman runtut dan
rangkuman benar
3. Siswa membuat rangkuman kurang
runtut dan benar
2. Siswa membuat rangkuman kurang
runtut dan kurang benar
1. Siswa membuat rangkuman tidak
runtut dan kurang benar

2. Soal Tes Siklus I, II dan III


Tes yang peneliti gunakan adalah berupa tes pilihan ganda, yaitu sejenis tes
untuk mengukur kemampuan dan hasil belajar siswa dengan jawaban yang pasti.
Sebelum tes diberikan pada saat evaluasi terlebih dahulu diujicobakan untuk
mengetahui validitas dan realibilitas dari tiap-tiap butir tes.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, A. dan Supriyono, W. 2004. Psikologi Belajar ( Edisi Revisi ). Jakarta: Rieneke Cipta.

Dalyono, M. , 1997. Psikologi Pendidikan Cetakan I. Jakarta:Rieneke Cipta

Dimyati dan Mudjiono. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Depdikbud dan PT Rieneke
Cipta

Djamarah, S.B. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta:Rieneke Cipta

Hamalik, O. 2006. Proses Belajar Mengajar. Bandung:Bumi Aksara.

Hardjana, A. G, 2007. Model-model Pembelajaran Dalam Pendidikan Agama Katolik Di


Sekolah Dasar. Semarang:LPMP

22
Hofmann, Ruedi. (1988. Sebuah Gagasan:Kitab Suci dan Sekolah Minggu. Rohani, Januari
halaman 10 13

Jacobs, Tom,1992. Silabus Pendidikan Iman Katolik. Yogyakarta : Kanisius.

Komkat, 2004.Menjadi Murid Yesus 5. Yogyakarta:Kanisius

Poerwadarminta, W.J.S. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:Balai Pustaka.

Purwanto, N. 1990. Psikologi Pendidikan. Bandung:Remaja Rosdakarya.

Sardiman, A.M. 2004. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta:PT. Raja Grapindo
Persada.

Slameto, 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rieneke Cipta.

Sudjana, N. 1989. Penelitian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung:Remaja Rosda Karya.

Winkel, W.S. 1983. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. Jakarta: Gramedia.

23

Anda mungkin juga menyukai