Anda di halaman 1dari 37

1

1.
PASTORAL UMAT - BAHAN AJAR.

(disesuaikan dengan GBPP yg ada).

1.PENDAHULUAN.
Pengantar :
Dalam perkembangan Gereja dewasa ini, pekerjaan pastoral oleh umat makin digalakkan
dan disebar luaskan ke segala pelosok dan lapisan umat. Dasarnya jelas, yaitu bahwa
seluruh umat Allah adalah penanggungjawab atas kehidupan dan perkembangan Gereja.
Melalui pastoral umat, seluruh umat dilibatkan dalam memikirkan, memutuskan dan
melaksanakan tugas Gereja di tengah-tengah masyarakat. Kiranya keterlibatan umat di
dalam karya pastoral akan lebih meningkat, jika mereka sendiri mengetahui persoalannya.

1.1. PENGERTIAN PASTORAL UMAT.


Pastoral umat ialah usaha yang teratur dan sistematis untuk menyadarkan umat
Katolik di wilayah-wilayah
dan lingkungan-lingkungan baik individu maupun kelompok mengenai kebutuhan-kebutuhan
Gereja dan masyarakat, agarumat dapat berpartisipasi dalam karya dan menyum- bang pada
pembangunan masyarakat sesuai dengan bakat-bakatnya, kecakapan-kecakapannya, fungsi-
fungsi-nya, prestasi-prestasinya, dan minat-minatnya sehingga wilayah dan lingkungan
tersebut menjadi swadaya, swakarya, swasembada dalam tugas-tugasnya terhadap
masyarakat.

Pastoral umat menghendaki supaya potensi yang ada dalam lingkungan digali dan
dimanfaatkan dalam pengembangan lingkungan tersebut.

Contoh-contoh potensi yang ada dan perlu digali dalam lingkungan tersebut antara lain :
1.Potensi sebagai pemimpin umat.
2.Potensi sebagai pembimbing umat.
3.Potensi sebagai penggerak umat.
4.Potensi untuk memberi renungan.
5.Potensi untuk memimpin doa.
6.dll.

Oleh sebab itu seorang pekerja pastoral umat harus benar-benar berpotensi dan mamou
mewujudkan Kerajaan AllahDalam potensi untuk pastoral umat dibutuhkan dua unsur penting
, yaitu :

1.Kemampuan.
2.Kesanggupan.

Kedua unsur inti tersebut diperlukan oleh umat untuk mewujudkan Kerajaan Allah. Di
samping itu pastoral umat juga harus dilaksanakan di dalam wilayah-wilayah tertentu, itulah
yang disebut pastoral perwilayahan. Pastoral perwilayahan yaitu pekerjaan pastoral dalam
wilayah dan dalam lingkungan-lingkungan.

Tentang wilayah dan lingkungan, akan dibicarakan tersendiri. Tetapi apakah pengertian
pastoral di sini ? Pastoral yaitu sumbangan umat terhadap pengembangan masyarakat atau
bimbingan perkembangan dunia dan masyarakat oleh umat berdasarkan iman. Sesudah
Konsili Vatikan II, bimbingan masyarakat sekitar ataupun bimbingan lingkungan menjadi
tugas seluruh umat beriman.
Pengembangan masyarakat tidak hanya dijalankan oleh pastor saja, melainkan umat harus
diikutsertakan dalam pekerjaan tersebut. Oleh karena itu yang diharapkan di sini
2

adalah bahwa umat semakin tahun tidak semakin apatis melainkan agar semakin lama makin
menjadi lebih aktif. Jika dahulu umat sudah dilatih untuk menjadi domba-domba yang taat
yang ikut saja dalam pekerjaan pimpinan, sekarang diharapkan menjadi domba-domba yang
sungguh-sungguh mau bekerja dengan kreativitas. Umat harus aktif sedangkan pimpinan
Gereja ada di tengah-tengah untuk memimpin mereka. Suatu pekerjaan yang merupakan
aksi bersama agar berhasil memerlukan pimpinan. Tugas pastor antara lain membimbing dan
memimpin umatnya, supaya warga paroki menjadi lebih aktif bekerja dalam mengembangkan
masyarakat dunia dan kebudyaan sekitarnya.

Prinsip ini melengkapi pandangan lama, yang melihat arus perkembangan sebagai sesuatu
yang berasal dari pimpinan saja, dari keahlian pimpinan, untuk membuat rencana dan
meperkenalkan rencana itu kepada umat, ada kesanggup- an dari umat untuk melaksanakan
dan sebagai akibat dari itu adalah perkembangan. Pandangan tersebut ini sekarang lebih
disempurnakan. Menurut pandangan sekarang, perkembangan adalah sesuatu yang berasal
dari dalam atau dari bawah yang dapat dibimbing oleh pemimpin. Pandangan ini berdasarkan
atas kesadaran bahwa perkembangan yang laras tergantung dari auto-aktivitas umat, dari
keaktifan-keaktifan yang dijalankan oleh umat sendiri di bawah pimpinan hirarki.
Pengembangan lingkung- an yang laras harus berasal dari inisiatif dan tanggung jawab umat
di bawah pimpinan hirarki. Proses perkem
.
- bangan tersebut dimulai dari motivasi kemudian penga= rahan ke tujuan oleh pembimbing
dan akhirnya sebagai hasilnya adalah perkembangan. Di dalam pandangan sekarang untuk
membangun Gereja dan Dunia diperlukan partisipasi umat Katolik sebagai subyek
pengembangan.

Langkah-langkah untuk memperbaiki masyarakat sekitar, memecahkanmasalah-masalah


dan untuk memenuhikebutuhan-kebutuhan masyarakat di lingkungannya tidak ditentukan
oleh pastor saja, melainkan umatlah yang menentukannya di bawah pimpinan Pastor Paroki.
Sebab harus diakui bahwa potensi-potensi dan energi-energi yang diperlukan untuk
pengembangan masyarakat juga terdapat di dalam umat di wilayah-wilayah atau lingkungan-
lingkungan. Memang mungkin bahwa potensi tersebut kini masih “terpendam” di bawah
kesadaran umat. Itulah yang harus digali, dikembangkan dan dimanfaatkan, jangan sampai
dibiarkan membeku dan mengendap di dalam ketidak sadaran umat. Energi-energi, baik
bakat dan kecakapan itu harus dibawa kepada kesadaran sehingga dapat diwujudkan dalam
tindakan-tindakan konkrit untuk mencapai tujuan Gereja dalam pengembangan dunia dan
masyarakat.
Pekerjaan pastoral dalam wilayah dan lingkungan bermaksud untuk menmggiatkan umat di
wilayah dan lingkungan di dalam pekerjaan untuk mengembangkan masyarakat di sekitarnya,
menggiatkan umat untuk ikut berperan di dalam pembangunan masyarakat. Pastoral
perwilayahan bermaksud untuk menggali, menyadarkan dan memanfaatkan potensi-potensi
yang memang sudah tertanam dalam wilayah dan lingkungan, untuk memecahkan masalah
dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat guna mencapai tujuan Gereja dalam
masyarakat.

(Kemampuan dan kesanggupan seringkali berada dalam kebutuhan dan masalah. Oleh
karena itu, berikut ini akan dibicarakan bagaimana pengenalan kebutuhan, masalah
dan potensi : kemampuan dan kesanggupan, di dalam lingkungan)

Pengenalan kebutuhan, masalah dan potensi.

Karya pastoral, khususnya pastoral umat semakin dirasakan pentingnya di dalam


mewujudkan paham Gereja umat. Untuk dapat mewujudkan pastoral umat diperlukan suatu
sistem kerja yang teratur dan sistematis, terutama bagi pengurus-pengurus lingkungan, dan
tenaga-tenaga umat yang berpotensi. Dalam pastoral umat diperlukan pembina umat yang
mengenal umat, seperti gembala yang baik mengenal domba-dombanya (Yoh.5:10;14).
Tanpa pengenalan terhadap umat, tidak mungkin kita dapat memulai pastoral umat dengan
tepat. Yang perlu dikenal terutama adalah kebutuhan, masalah dan potensi umat.
3

a.Dasar-dasar pengenalan kebutuhan, masalah dan potensi umat.


Setiap orang katolik adalah anggota Gereja yang dipersatukan oleh iman dan permandian
yang sama. Gereja lokal terwujud dalam persekutuan hidup umat katolik di paroki-paroki,
sedangkan persekutuan hidup kristiani yang lebih lagi terjadi di dalam lingkungan.

a.1. Dasar-dasar pengenalan umat lingkungan.


a.1.1. Dasar Injili.

Pengurus lingkungan mempunyai tugas untuk mengenal umatnya. Dengan mengenal


umatnya, pengurus lingkungan harus sungguh-sungguh mewujudkan amanat Ktristus:
“Akulah gembala yang baik dan Aku mengenal domba-dombaKu dan domba-dombaKu
mengenal Aku”. (Yoh 10: 14).

a.1.2. Pengembangan kelompok.


Berdasar atas prinsip pengembangan kelompok dapat dikemukakan di sini bahwa
lingkungan sebagai suatu komunita akan berkembang jika orang yang hidup di dalam
nya saling mengenal, baik kebutuhan, masalah, maupun pola harapan, potensi dan
kesediaannya.

Berdasar atas pandangan ini maka lingkungan dapat diperkembangkan dengan memperkuat
perkenalan di dalam lingkungan itu. Lingkungan adalah kelompok orang-orang yang hidup
bersaudara dan bersama di dalam Kristus.

a.2. Pengenalan pengurus lingkungan dengan warganya.

a.2.1. Tujuan pengurus lingkungan mengenal warganya.


Untuk menghidupkan lingkungan, pengurus lingkung- an perlu mengenal warga
lingkungannya dengan menge- tahui kebutuhan-kebutuhan, masalah atau kesulitan-kesulit-an
warganya. Dan karena umatnya adalah umat yang berkarya, pengurus lingkungan harus
mengenal potensi, kemampuan warga untuk karya Kristus. Kalau pengurus lingkungan tidak
mengetahui kebutuhan, masalah dan potensi yang ada di dalam warganya maka ia
mengalami kesulitan untuk membimbing, menghidupkan lingkungan dan memberi
kepercayaan pada warganya dan sebaliknya.
.
a.2.2. Beberapa hal harus diperhatikan.
Pengurus lingkungan perlu mengetahui hal-hal berikut :
1).Isi perkenalan yang meliputi :
Kebutuhan.
Kebutuhan umat di dalam lingkungan yaitu segala sesuatu yang menurut perasaan dan
penghayatan umat lingkungan perlu untuk dipenuhi, supaya mereka dapat hidup layak
sebagai anggota Gereja dan orang kristiani.

Misalnya, kebutuhan akan pelajaran agama, pendalaman Kitab Suci yang menarik,
kesempatan kerja, sekolah yang baik dan murah, dll.
Kebutuhan ini berbeda-beda untuk tiap lingkungan. Contoh kebutuhan lainnya misalnya,
kebutuhan akan renungan dan latihan rohani, keterlibatan umat dalam perayaan liturgi,
pembentukan pribadi, pembentukan komunita, pembentuk- an keluarga sebagai keluarga
katolik, pelayanan sosial, komunikasi, kesehatan lingkungan, dll. Pengurus lingkung -
an harus menyadari apa kebutuhan yang ada di lingkungannya, kemudian mencatat
kebutuhan itu serta menguraikannya.

Cara memenuhi kebutuhan.

Pertama-tama kebutuhan itu harus ditemukan dulu,misal- nya :


-Dengan mengadakan kunjungan terhadap keluarga-keluarga di lingkungan dengan
mendengarkan keluhan mereka.
-Dengan musyawarah atau pembicaraan bersama warga lingkungan dalam kesempatan-
kesempatan tertentu, seper- ti : Dalam doa kelompok,dalam rapat lingkungan,dsb. Kebutuhan
4

perlu dicatat, agar tidak hilang dan memper- mudah menentukan prioritas dalam
pemenuhannya serta mempermudah dalam perencanaan.

Masalah.
Masalah erat hubungannya dengan kebutuhan, sebab ma- salah itu justru timbul jika ada
kebutuhan yang di dalam usaha pemenuhannya mengalami hambatan-hambatan atau
kesulitan-kesulitan. Pada umumnya masalah juga merupakan hal yang sudah dimulai tetapi
tidak terselesaikan, misalnya :
-Umat membutuhkan doa bersama akan tetapi tidak ada
tempat yang cukup untuk menampung.
-Muda-mudi ingin mengadakan kegiatan olah raga akan te-
tapi tidak ada alat dan sarananya.

Masalah perlu dipecahkan, sebab ada kecenderungan makin menjadi besar apabila
dibiarkan. Ada masalah yang tidak begitu mendesak, ada

masalah yang mendesak, dan ada masalah nyang amat mendesak. Kalau masalahnya
urgent tidak ada jalan lain kecuali menanganinya.

Untuk menemukan masalah ada beberapa cara, misalnya : dengan mendengarkan keluhan-
keluhan dari warga,de- ngan menghubungi orgniasasi-organisasi paroki yang anggota-
anggotanya ada di dalam lingkungan.
Masalah ini menjadi pegangan di dalam pembicaraan pada rapat dewan paroki. Untuk
memecahkan masalah dapat ditempuh beberapa jalan :

-Dengan membicarakan di dalam lingkungan.


-Dengan membicarakan dengan dewan paroki atau pastor.
-Jika masalahnya terlalu berat pengurus lingkungan dapat membicarakannya dengan panitya
keuskupan atau orang ahli.

Potensi.
Dengan potensi dimaksudkan kemampuan yang ada di dalam lingkungan, umpamanya:
potensi untuk ikut serta dalam pastoral, potensi untuk mengajar agama, koor,mera- wat orang
sakit, dsb.
Banyak kebutuhan tidak terpenuhi dan msalah tidak terpecahkan karena tidak mengenal
potensi. Potensi-potensi ini baik individu maupun kelompok ada di dalam lingkungan. Umat
atau keompok potensial itu hendaknya

dilibatkan di dalam kegiatan-kegiatan lingkungan. Dengan melibatkan mereka itu kegiatan


lingkungan akan ditangani oleh orang yang tahu dan bekerja dalam bidangnya, sehingga
lingkungan akan hidup dan berkembang. Umpamanya : organisasi kerasulan, atau aktivis
lingkung- an.
Kalau kebutuhan, masalah dan potensi (terdiri dari kemauan dankesediaan) sudah agak
mempunyai gambaran mengenai lingkungan. Masih dapat dilengkapi dengan minat dan pola
harapan (yaitu apa yang diinginkan orang di dalam lingkungan). Biasanya hal ini juga
kelihatan dari kebutuhan.

Kristus menunjukkan bahwa tiap-tiap orang itu mempunyai talenta dan talenta itu perlu
digunakan (Mat.25:14-30). Pengurus lingkungan berusaha supaya talenta (potensi) ini digali
dan dimanfaatkan dalam pengembangan lingkungan. Misalnya, potensi memimpin umat,
membimbing umat, penggerak umat, mengajar agama, memimpin doa, dll.
Potensi baru berguna kalau ada kesediaan.
Kemampuan belaka tidak menjamin perkembangan ling- kungan, sebab untuk perkembangan
itu diperlukan dua hal : kemampuan dan kesediaan/kesanggupan. Orang-orang yang mampu
dan sanggup itulah
5

yang perlu dicari. Di ba – nyak lingkungan sering potensi ada tetapi belum dimanfaat- kan
karena tidak digali atau orangnya tidak diminta.

b. Cara mengetahui kebutuhan, masalah dan potensi umat.

b.1. Refleksi.
Pengurus lingkungan perlu bertanya diri, mana kebutuhan, masalah dan potensi yang ada di
lingkungannya. Ini kemungkinan sudah dilakukan oleh pengurus lingkungan
yang sudah berpengalaman. Maka ada baiknya, dan seharusnya pengurus lingkungan
mengadakan refleksi di hadapan Tuhan, dengan menggunakan catatan kecil untuk
membantu diri, sehingga sungguh-sungguh sadar akan kebutuhannya, masalah serta potensi
yang ada di dalam lingkungannya.

b.2. Kontak dengan umat.


Hal ini dapat dijalankan dengan percakapan dan dengan kunjungan pastoral. Tanpa
kunjungan keluarga, pasti pengurus lingkungan jauh dari kebutuhan keluarga, sebab menurut
Kitab Suci mengenal bukanlah hasil pikiran dan otak belaka, melainkan merupakan hasil
suatu pengalam- an, suatu kehadiran yang berkembang menjadi kasih (Yoh.10:14-15).

b.3. Pertemuan pastoral.


Selain kunjungan keluarga, percakapan dalampertemuan, baik dalam doa atau pertemuan
lainnya, juga akan membantu memberi gambaran yang lebih luas mengenai kebutuhan,
masalah dan potensi umat.

b.4. Sharing.
Pengurus lingkungan dapat mengadakan sharing untuk membicarakan kebutuhan, masalah
dan potensi lingkungan dengan pastor atau ketua wilayah, sehingga kebutuhan, masalah dan
potensi dilihat dalam keseluruhan paroki dan Gereja. Di samoing itu akan mengurangi
subyektif/individu- al saja.

c. Garis besar proses penyadaran akan kebutuhan, masalah dan potensi umat.

c.1. Persiapan.
- Persiapan mental.

Sebelum berjumpa dengan umat, pengurus lingkungan harus ingat bahwa dia berjumpa
dengan Kristus, maka dari itu perjumpaan ini bukan tehnis semata-mata, tetapi suatu cara
untuk berjumpa dengan Kristus sendiri. “Di mana dua atau tiga orang berkumpul atas nama-
Ku, Aku ada di tengah-tengah mereka.”(Mat.18:20).

-Pola percakapan.
Pola percakapan yang dimaksud di sini adalah apa-apa saja yang akan dibicarakan selama
kunjungan, hal iniamat penting agar supaya pembicaraan terarah, bukan hanya ramah tamah
belaka.

c.2. Berjumpa secara pribadi.


Perjumpaan ini adalah perjumpaan pribadi, bukan hanya sebagai salah satu umat. Apabila
kontak pribadi tidak terjadi, maka umat juga tidak akan “mengeluarkan” kebutuhan, masalah
dan potensi.

c.3. Mendengarkan.
Dalam kunjungan atau perjumpaan, jangan banyak bicara laksana ceramah, akan tetapi
mendengarkan.Bahkan tidak hanya mendengarkan dengan telinga, melainkan mende-
ngarkan dengan hati.

c.4. Memberi perangsang atau stimulus.


Maksudnya adalah “memancing pembicaraan”, sebab kebutuhan masalah dan potensi, erat
hubungannya dengan pribadi.
6

c.5. Menerima (acceptance).


Kebutuhan, masalah dan potensi, diterima apa adanya. Jangan ditolak atau ditolerir. Kita
bukan jaksa, melainkan teman di mana umat dengan mudah dapat membuka hatinya.

c.6. Mencatat.
Mencatat amat penting, agar kebutuhan, masalah dan potensi tidak terlupakan dan
mempermudah dalam menyusun program.

1.2.DASAR DASAR TEOLOGI PASTORAL UMAT.

Tugas-tugas umat Allah tersebut, sebenarnya berda- sarkan panggilan dan perutusan
dari Kristus sendiri.
Kristus memanggil manusia untuk menjadi Tubuh-Nya yang mistik, yaitu Gereja-Nya.
Karenanya Kristus merupakan pusat Gereja sepanjang segala masa. Secara permanen
Kristus menjadi prinsip vital, menjadi pemberi hidup, dan Kepala yang aktif dari Gereja.
Kristus sendirilah dasar pertama

dari kehidupan Gereja. Anggota Gerejamembutuhkan Dia, mempunyai hubungan dengan


Kristus, dan tidak boleh menyimpang dari Kristus.
Kristus tetap hidup selama-lamanya dan ingin selalu mengadakan kontak dengan seluruh
umat manusia. Tetapi jelas kontak antara Kristus dengan seluruh umat manusia
sekarang tidak dapat dilakukan seperti dahulu ketikapara Rasul berkontak dengan-Nya. Oleh
karena itu, sekarang Kristus melakukan kontakNya dengan umat manusia melalaui Gereja.
Ini berarti bahwa berfungsinya organ-organ Kristus terlaksana melalui Gereja.

Gereja terpanggil untuk melanjutkan karya Kristus sendiri. Tugas Gereja untuk melaksanakan
panggilan dari Kristus tersebut diserahkan kepada umat Allah dan harus diwujudkan oleh
seluruh umat.

Doa Yesus untuk murid-muridNya, khususnya dalam Yoh 17:17-23 merupakan suatu pesan
wasiat yang secara evangelis menjadi dasar dari pastoral oleh seluruh umat Al-
Lah. Dalam teks tersebut secara jelas dipaparkan dia-log Yesus dengan BapaNya:
“Kuduskanlah mereka dalam kebenaran; firmanMu adalah kebenaran. Sama seperti Engkau
telah mengutus Aku ke dalam dunia, demikian pula Aku telah mengutus mereka ke dalam
dunia”.

Umat Allah diutus ke dalam dunia. Seperti Kristus diutus oleh Bapa; kini Kristus mengutus
umatNya. Dari hal ini dapat diketahui, bahwa pengutusan dari Allah terlaksana dalam Kristus
dan lebih lanjut dalam Gereja, dalam paroki, dalam lingkungan-lingkungan, keluarga dan
dalam diri umat masing-masing. Umat Allah harus memenuhi pesan Kristus itu secara khas di
dalam tugas-tugas yang sesuai dengan kedudukan masing-masing.
Seluruh umat perlu menyadari bahwa mereka sebagai pengikut Kristus mempunyai misio,
perutusan. Kepada umat dipercayakan suatu tugas. Melalui pelaksanaan tugas ini cinta
mereka kembali kepada Bapa bersama umat yang digembalakannya.

Dapat pula diterangkan sebagai berikut :


Dari kekal sampai kekal, Allah Bapa mengungkapkan Diri dalam Sabda, dan Sabda itu
kembali kepada Bapa dalam Roh Kudus.

Bapa mengutus Yesus untuk menjadi jalan, kebenaran dan kehidupan, dan di dalam
kepenuhan Roh Kudus, Ia kembali kepada Bapa.

10Lebih lanjut Yesus mengutus para Rasul untuk mewujudkan buah dan karya Roh Kudus di
dalam umat, dan dengan demikian mereka kembali kepada Bapa.
7

Proses tersebut terjadi di dalam Gereja, terulang kembali di dalam kelompok yang lebih kecil
di dalam Gereja: dalam lingkungan, dalam keluarga di mana Yesus mengutus suami sebagai
kepala keluarga dan di dalam relasi sebagai suami isteri mereka kembali kepada Bapa, dan
seterusnya.

Di dalam siklus pengutusan ini selalu ditemukan anugerah Allah yang memberikan Diri,
damai di dalam Kristus dan melalui cinta dalam Roh Kudus umat kembali kepada Bapa.

2.PERKEMBANGAN FUNGSI FUNGSI AWAM DI DALAM


SEJARAH GEREJA.

(Dapat dikatakan bahwa perkembangan fungsi-fungsi awam tersebut terkait dengan


pemahaman tentang Gereja khususnya sesudah Konsili Vatikan II, dimana pemahaman
tentang Gereja menuju ke Gereja umat).

Gereja, adalah Gereja umat, berkembang dan hidup bersatu sebagai umat.(Di dalam
wawancara kepada para imam dan biarawan yang diadakan bulan Juli 1980,
Mgr.F.X.Hadisumarta O.Carm mengemukakan gagasan sebagai berikut ): “Gereja adalah
umat Allah. Karena itu tugas panggilannya harus dilaksanakan oleh umat beriman sebagai
keseluruhan. Seperti negara harus dirakyatkan, demikian pula Gereja harus diumatkan.
Gereja sebenarnya baru hidup dan berkembang, bilasemua umat ambil bagian di dalamnya.
Gereja mengenal diri, berkembang dan berkarya bukan hanya demi kepentingan umatnya
saja, tetapi sekaligus juga harus lebih dikenal dan berfungsi sebagai tanda efektif atau
Sakramen Keselamatan keluar,

artinya kepada masyarakat. Memasyarakatkan diri adalah inti hakekat Gereja. Partisipasi
umat dalam Gereja secara menyeluruh sangat menentukan hidup dan karya Gereja bukan
hanya “ ke dalam”, tetapi sekaligus “ke luar” dan menentukan gambaran yang diterima
masyarakat tentang Gereja dan relevan- sinya.”(Hadisumarta.F.X.,O.Carm.,Gereja adalah
umat Allah. Beberapa Gagasan.,Malang Keuskupan 1980).
Ungkapan tersebut betul-betul menarik dan mengesan, karena isinya begitu tinggi, namun
pengungkapannya begi- tu sederhana. Gagasan

tersebut mu tak mau menggugah kesadaran umat, bahwa mereka bersama-sama adalah
Gereja, dan bahwa tugas-tugas Gereja adalah tugas-tugas seluruh umat Allah.

Dalam pastoral umat ini, Gereja tidak dipandang sebagai suatu institusi atau sebagai
perkumpulan saja, melainkan sebagai rakyat, sebagai suatu bangsa. Konsili Vatikan II
dengan tegas mengemukakan pandangannya bahwa Gereja adalah umat Allah, dan bukan
organisasi belaka, dalam konsitusi Dogmatis Lumen Gentium, yang berbunyi sebagai
berikut : “Pada segala jaman dan dalam segala bangsa Allah berkenan akan siapa saja yang
menyegani-Nya dan melakukan kebenaran. Namun Allah hendak menguduskan dan
menyelamatkan orang tidak sendirian, tanpa hubungan satu sama lain, tetapi dengan
membentuk mereka menjadi umat, yang mengakui Dia dalam kebenaran dan mengabdi
kepada-Nya dengan suci. Orang-orang yang percaya akan Kristus, yang dilahirkan kembali
tidak dari benih yang punah, tetapi dari yang tak dapat punahkarena Sabda Allah yang hidup,
tidak dari daging tetapi dari air dan Roh Kudus, akhirnya dibentuk menjadi “keturunan terpilih,
imamat rajawi, bangsa suci, umat pusaka.....yang dulu bukan umat sekarang umat Allah”.
(bdk. LG. Art.9).
16.

..................kemudian dalam LG. Masih dapat dicari lagi hal-hal /pembicaraan tentang awam.
Di samping itu dapat dimasukkan juga Gereja seelum dan seudah Vatikan II dlam Pengantar
Pek.Pastoral...........................

Dalam kebenaran Gereja “umat Allah” ini tekanan pasti tidak terletak pada aspek organisasi
Gereja saja, melainkan pada panggilan Tuhan yang menggabungkan orang dalam satu
8

jemaah. Gereja menurut Konsili Vatikan II bukan merupakan suatu organisasi, bukan suatu
institusi belaka, melainkn suatu umat Allah.
Orang lahir dalam Gereja, dan baik atau buruk orang-orang di dalamnya bersama-sama
menuju ke suatu tanah air yaitu surga. Maka dariitukalau Gerteja berkembang, Gereja juga
dapat berkembang sebagai umat. Dan umat ini memang beraneka ragam, beraneka bangsa,
suku, terdiri dari paguyuban-paguyuban, kearbatan-kerabatan, komuni- tas-komunitas dan
keluarga-keluarga yang bersama-sama merupakan umat itu; dan yang menjalankan hidup
kristiani bukan sebagai ketaatan kepada perintah-perintah dari organisasi Gereja, tetapi atas
dasar keinsyafan, bahwa mereka adalah umat Kristus,umat Allah. Sedangkan apa yang di
dalam rakyat adalah ikatan darah, di dalam Gereja adalah ikatan rahmat, pastoral umat akan
mewujudkan kebenaran tersebut.
Pastoral umat berusaha membawa warga Gereja, warga Keuskupan, warga paroki untuk
berhubungan dengan sesama warga untuk menjadi lebih dekat dengan umat katolik di
sekelilingnya dan masyarakat sekelilingnya. Membawa mereka untuk mulai berkumpul dan
merenungkan Injil, saling membicarakan kejadian-kejadian
di dalam hidup mereka di bawah terang Sabda Allah, dan agar lebih saling menolong dan
lebih hidup bersama sebagai saudara. Dalam pastoral umat diusahakan agar umat Allah itu
saling memberi penerangan melalui diskusi yang jujur sambil memelihara cinta kasih satu
sama lain dan mengutamakan kesejahteraan umum di atas segala-galanya.
Akhirnya pastoal umat juga bertujuan agar umat Allah memenuhi panggilan menjadi saksi
bagi Kristus dalam segala hal di tengah masyarakat manusia.
Maka dari itu diharapkan seluruh umat menjalankan tugas misioner dengan dijiwai oleh Roh
Kudus. Tugas-tugas inilah yang diwujudkan di dalam pastoral umat.
Untuk dapat melaksanakan tugas perutusan ini, masing-masing umat memiliki kharisma
khas. Kharisma-kharisma itulah yang seluruhnya dipersatukan dalam pengutusan Kristus.
Dalam pastoral umat kharisma-kharisma tersebut dibina dan dipadukan ke dalam aneka
ragam pelayanan dalam hidup menggereja.

3.PEMBAGIAN TUGAS TUGAS DALAM PASTORAL UMAT.


Gereja adalah umat Allah yang percaya dan menghayati diri dipersatukan Allah,
diselamatkan oleh Yesus Kristus dan di bimbingoleh Roh Kudus. Inilah inti iman kristiani :
merupakan inti berita yang menggem- birakan. Seluruh umat dipanggil dan mendapat tugas
untuk mewujudkan inti berita yang menggembirakan ini dalam hidup mereka sebagaiumat di
tengah-tengah masyarakat.
Dengan melaksanakan tugas dan panggilan ini, berarti bahwa umat dalam perjalanan
hidupnya mewujudkan penggembalaan Allah sendiri. Maka yang terpenting dalam pastoral
paroki bukanlah siapa pelaksananya, melainkan sejauh mana umat dan masyarakat dapat
mengalami bah
wa Allah, gembala ilahi, hadir dan menggembalai mereka. Dan bagaimana anggota
masyarakat, khususnya orang-orang dan mereka yang menderita merasa bahwa Tuhan
sebagai gembala memelihara, menyelenggarakan

13 dan memibimbing mereka melalui orang-orang yang melaksanakan pekerjaan pastor


paroki. (F.X.Hadisumarta O.Carm.,Mgr.,Pastoral Umat. –Malang Sekretariat KKA.,t.th.-
p.3). Karena itu, pastoral tidak boleh pertama-tama terlalu dikaitkan dengan tugas pastor
terhadap umatnya, apalagi pastor paroki.
Menurut keadaan/kedudukan masing-masing umat Allah dipanggil untuk melaksanakan tugas
atau perutusan yang diberikan (dipercayakan) Allah kepada Gereja untuk dilak- sanakan.

Dalam pekerjaan pewilayahan akan diterangkan bahwa tugas Gereja adalah membentuk
suatu komunita (koinonia) yaitu suatu kesatuan diantara anggota-anggotanya, khususnya
kesatuan yang mencerminkan Kabar Gembira yang dibawa oleh Kristus.
Lebih lanjut melalui penyaksian, ibadat dan pembinaan hidup berdasar atas moral kristiani
Gereja membawa kesatuan tersebut ke perwujudannya dalam pelayanan kepada
masyarakat.
Gereja di dunia merupakan kejadian yang bergerak dan hidup di tengah-tengah masyarakat.
Tugas Gereja itu dilaksanakan di tengah masyarakat di mana saja Gereja dapat berada, dan
disegala jaman sejak Kristus. Tugas Gereja bukan pertama-tama langsung membawa ke-
9

sejahteraan material, bukan pula untuk mengkatolikkan semua orang : melainkan menjadi
tanda dan jalan kese- lamatan di segala tempat dan jaman di mana hal itu mungkin.
Cara kerja Gereja adalah melalui komunitas Kristiani, melalui jemaat. Yakni suatu jemaat
yang menyaksikan imannya yang diperoleh dari hubungannya dengan Allah melalui Kristus
dan yang diungkapkan dalam ibadat yang resmi maupun spontan, yang diresapkan ke dalam
masyarakat melalui sistem moralnya, serta yang diwujudkan atau dijadikan kenyataan dalam
pelayanan kristiani.
Walaupun dikatakan bahwa pastoral merupakan tugas seluruh umat, dan pastoral paroki
merupakan tugas dari seluruh warga paroki, namun dalam pastoral umat tentu ada
pembagian tugas. Karena umat Allah terdiri dari imam, awam dan biarawan/wati, maka
pastoral paroki harus dilaksanakan oleh ketiga unsur tersebut.
Imam-imam adalah umat Allah yang mendapat kedudukan sebagai pemimpin. Mereka adalah
umat yang berjabatan. Biarawan/biarawati adalah umat Allah yang karena penye- rahannya
kepada Kristus secara total menjadi inti dari Gereja. Mereka adalah tanda kehadiran Kristus
yang hidup dan bersama-sama dengan umatnya. Sedangkan awam adalah umat Allah yang
menjadi dasar dari hubungan antara Gereja dengan dunia.
Pertanyaannya : dalam pastoral paroki apa sajakah tugas mereka?.

3.1. TUGAS UMAT BERJABATAN.


Dalam Gereja terdapat unsur hierarkis. Dalam melaksanakan tugas dan panggilannya
menurut keadaan dan kedudukan masing-masing umat Allah mempunyai pemimpin dan
pembimbing yaitu hierarki. Hierarki itu terdiri dari para uskup, imam dan diakon-diakon (ibid
p.5) .

3.1.1. Menjadi pemimpin formal.

Untuk tugas inilah merekadiberi jabatan. Dengan menjadi pemimpin formal mereka menjadi
penanggung jawab : penanggung jawab terhadap Gereja. Dalam hal ini mereka disebut
penanggung jawab institusional Gereja.
Kadang-kadang Gerejainstitusional itu merupakan Gereja yang hierarki dari Paus sampai
dengan lingkungan, kadang-kadang Gereja institusional merupakan jemaat-jemaat yang kecil
yang berkumpul dalam kelompok-kelompok institusional tertentu.

3.1.2. Melayani sakramen-sakramen.


Di dalam Gereja Katolik, kepada sejumlah dari umat berjabatan itu diberikan tahbisan yang
memberinya hak dan kekuasaan yang khas untuk melayani penerimaan sakramen-sakramen.
Maka umat Allah yang disebut imam itu dengan sendirinya (bersama dengan fungsinya
sebagai pastor) juga mempunyai tugas sakramental.(Konsili Vatikan II, Konstitusi
DogmatisLumenGentium art. 28).Itulah dua tugas formal umat berjabatan dalam rangka
pastoral umat.
Akan tetapi dengan hanya mengutarakan dua tugas formal ini kiranya fungsi dari umat
berjabatan belum cukup terurai, lebih-lebih mengingat beberapa prinsip pastoral dan prinsip
teologis yang terdapat dalam eklesiologi dalam mana prinsip yang terutama adalah prinsip
penyertaan. Gereja merupakan suatu partnership, suatu penyertaan, suatu pasangan, suatu
kelompok dalam mana semua anggota ikut ambil bagian dalam menjalankan tugas-tugas.
Dalam hal ini susunan Gereja berbeda dengan organisasi keperintahan ataupun organisasi
ketentaraan, Gereja mempunyai struktur penyertaan, artinya anggota Gereja ikut di dalam
Gereja berdasar atas imannya sendiri. Dapat dikatakan bersifat otonom dari dalam. Mereka
menjalankan tugas-tugas Gereja sejauh mereka terima. Jika mereka
tidak terima atau jika iman mereka kurang, biarpun kepada mereka diberikan tugas, tugas itu
tidak akan djalankan.
Umat berjabatan perlu memperhatikan bahwa dalam tugas-tugas pastoral ini awam tidak
menuntut supaya pastor memberi tanggung jawab di dalam Gereja. Pada umumnya ada
tendens dari awam untuk menjalankan tugas sesedikit mungkin, lebih-lebih jika imannya
kurang. Kadang-kadang ada kesan, bahwa di dalam pastoral umat seolah-olah ada
“persaingan” antara
10

pastores dengan awam “siapa boleh menjalankan apa?”. Kesan demikian ini nyatanya tidak
benar, sebab awam pada umumnya tidak mempunyai kecenderungan yang besar untuk
berbuat sehubungan dengan pastoral.
Maka dari itu di dalam pastoral umat tidak ada soal bagi umat berjabatan untuk membela
tugas-tugasnya agar supaya tidak diambil alih oleh awam. Nyatanya kalau kepada awam
diterangkan mengenai prinsip solidaritas, reaksi mereka adalah menerima sedikit mungkin,
dan mereka akan mengatakan :” biarlah sebanyak mungkin tugas-tugas ada di tangan
pastor”.

Sebaiknya dalam pastoral umat para umat berjabatan perlu berusaha supaya semua umat
mau ambil bagian di dalam tugas-tugas Gereja. Pastoral umat bukan tuntutan dari awam,
melainkan merupakan kebutuhan dari seluruh umat. Dalam pastoral umat tidak ada
perjuangan dari umat dasar untuk mendapatkan haknya. Pastoral umat adalah suatu
penjiwaan dari dalam supaya umat dasar secara bebas berdasar atas iman yang diperdalam
dan Injil yang dihayati lebih mewujudkan tugasnya. Dengan kata lain, struktur dari Gereja
bersifat dialogis. Struktur di dalam Gereja tidak bersifat perintah.
Struktur di dalam Gereja didasarkan atas putusan yang bebas (bukan perintah dari atas).
Struktur dari Gereja ada
lah struktur persaudaraan, dan bukan struktur atasan dan bawahan. Umat berjabatan
adalah :pembentuk dan pemer- satu dari komunitas-komunitas kristiani. Pastor adalah
penggali dan pewarta sabda. Ia memperdalam iman komunita dengan memandang warta
gembira dalam hubungan dengan tanda-tanda jaman. Untuk umat yang menerima tahbisan
imam, perayaan ekaristi tidak merupakan suatu “kewajiban”, tetapi momen yang penuh
keindahan dalam komunita-komunita dibentuk. Pastor ialah pengembang dari pelayanan-
pelayanan yang tidak dilaksanakan olehnya sendiri tetapi yang diberinya inspirasi menurut
kebutuhan kaum miskin. Untuk itu pastor dipersiapkan oleh profesinya.

3.1.3. Kecuali tugasnya sebagai pemimpin dan penanggung jawab yang institusional,
tugas-tugas umat berjabatan adalah penjiwa.

Tugas pastor paroki adalah menjiwai umatnya supaya : mereka mau menjalankan tugas-
tugas pastoral dan mau kerja untuk Gereja. Untuk inilah pastor menjadi animator dan
memberi kepercayaan kepada umat. Untuk ini diperlukan sikap mau menerima kenyataan
bahwa tugas-tugas yang dikerjakan oleh umat dasar mungkin tidak berhasil secara sempurna
seperti halnya jika dijalankan oleh pastor sendiri.

Pastor adalah penjiwa (animator), seorang yang berusaha supaya komunita kristiani atau
koinonia dalam bentuk apapun akan hidup dan mau menyaksikan, mewartakan, beribadat,
dan hidup secara kristiani serta melayani. Hal ini masih diperkuat karena tiap orang yang
berjabatan dalam Gereja, pada waktu yang sama juga adalah umat. Dengan menjadi umat
berjabatan, mereka tidak keluar dari umat. Sebagai manusia, dia adalah satu dari umat Allah
yang

berjalan ke tujuannya, dan bukan orang yang di luar umat dan yang menggiring orang atau
domba-domba lain ke tujuannya. Itulah yang dimaksud Gereja yang bersifat dialogis.

3.1.4. Penggali potensi/katalisator.


Para pemimpin juga mempunyai fungsi sebagai penggali potensi. Umat berjabatan perlu
mencari jalan untuk menggali potensi di dalam umat supaya mereka menjalankan tugas.
Umat berjabatan adalah motivator dan katalisator. Dia membantu komunita kristiani dengan
kehadiran dan kegiatannya sehingga komunita tersebut berkembang.

3.1.5. Pembentuk dan pelatih.


Kalau umat berjabatan menginginkan bahwa komunita kristiani meneruskan tugasnya, maka
dia harus menjadi seorang pembentuk dan pelatih.

3.1.6. Koordinator.
Fungsionaris-fungsionaris seperti katekis, pengurus lingkungan tidak lain dari pada
pengambilan bagian dari tugas umat berjabatan.
11

Orang-orang seperti tersebut bertanggung jawab mengenai bagian tertentu dari tugas umat
berjabatan. Sehingga umat berjabatan juga mempunyai fungsi sebagai koordinator dan
merupakan jiwa dari suatu team yang menyebabkan bahwa semua petugas pastoral dalam
suatu paroki akan dapat menjalankan tugasnya. Team tersebut di tingkat paroki disebut
Dewan Paroki.

3.2. TUGAS TUGAS UMAT DASAR.

Ada bahaya dari pastoral umat, yaitu jika pembagian tugas-tugas di dalam Gereja hanya
didasarkan atas keadaan atau situasi yangpraktis dewasa ini, misalnya denga menambah
orang berjabatan, seperti : kurang pastor, maka ditambah diakon, kalau diakon masih kurang,
maka ditambah

katekis. Dengan jalan menambah orang yang berjabatan saja, dapat dikatakan bahwa
pekerjaan pastoral tidak merata sampai ke umat dasar. Untuk menghindari bahaya tersebut,
umat dasar perlu menyadari bahwa mereka perlu ,menjalankan tugasnya sendiri sebagai
umat Allah.

Tugas-tugas umat dasar adalah :

3.2.1. Tugas sekulir.


Tugas primer dari umat dasar terletak di dalam kedudukan- nya sendiri di dalam masyarakat
seperti diuraikan oleh Konstitusi Lumen Gentium : ciri khas dan istimewa dari ka-
um awam adalah sifat sekulirnya. Tugas kaum awam yang berdasar panggilan dan tugas
khas mereka adalah mencari Kerajaan Allah dengan mengurus barang-barang yang fana dan
mengaturnya menurut kehendak Allah. Hidup mereka adalah di dunia, artinya di tengah-
tengah beraneka ragam jabatan dan pekerjaan, serta dalam keadaan biasa, hidup keluarga
dan masyarakat. Hidup mereka kurang lebih terjalin dengan semua itu. Jabatan mereka tidak
terletak di sana. Maka mereka dipanggil oleh Allah untuk di situ memberikan sumbangan
mereka kepada pengudusan dunia.

Tugas-tugas itu terdiri dari :

-Menghidupkan dan melangsungkan komunitas kristiani dalam bentuk yang sesuai dengan
kebutuhan tempat dan
jaman.

-Tugas pembentukan komunita ini harus dijalankan oleh umat sendiri. Tugas-tugas ini di
banyak paroki sudah berja lan. Umpamanya : adanya lingkungan yang hidup, adanya
kelompok kharismatik, adanya kelompok ME,dsb. Pokok di mana ada kelompok yang hidup
mulai dari keluarga sampai ke kelompok yang lebih luas, di sana Gereja berkembang.

-Mengembangkan sepenuhnya kharisma masing-masing. Setiap orang dikaruniai rahmat dan


kemampuan masing-masing. Umpama : mampu menjadi pembina muda-mudi, menjadi
pembina orang dewasa, mempunyai kharisma se- bagai guru, dll. Umat dasar perlu
menjalankan tugas menurut kharisma masing-masing.

-Melaksanakan dan mewujudkan pelayanan kristiani.Makin banyak pelayanan diserahkan


kepada umat dasar, pastoral umat makin baik.

-Membawa kehidupan kristiani dalam profesinya sendiri dan melalui profesinya ke dalam
perjalanan dunia.

Kekhususan dari umat dasar adalah bahwa mereka hidup di dalam profesi tertentu dan
bahwa mereka membawa kekatolikkan di dalam profesi itu.
12

3.2.2. Tugas subsidier.


Secara sekunder dan subsidier, umat dasar dapat menjalankan segala sesuatu yang
diperlukan karena adanya kekurangan-kekurangan dalam jabatan Gerejani. Jika jabatan
Gerejani mundur, makin tugas awam harus maju. Makin jabatan di dalam Gereja maju,
makin awam akan mengintensifikasikan diri di dalam bidangnya sendiri. Dalam hubungan
dengan Gereja yang bersifat dialogis ini perlu diperhatikan bahwa tidak ada cara lain yang
lebih baik
untuk mewujudkan hidup kristiani sebagai umat daripada penyertaan dan
kesanggupanpenyertaan dalam kegiatan yang dijalankan oleh umat yang berjabatan.
Sehingga untuk umat berjabatan merupakan suatu cara yang bijaksana dan suatu tindakan
yang tepat kalau sedapat mungkin apa yang dapat diserahkan kepada umat dasar memang
diserahkan kepada umat dasar. Dengan demikian dalam pembatasan antara tugas umat
dasar dan pemimpin tidak mungkin timbul pertentangan, akan tetapi saling melengkapi.

( Karena umat dasar pada umumnya adalah awam, ada baiknya apabila kita lihat juga
tanggung jawab dari setiap anggota awam).

Tanggung jawab setiap anggota awam :

(1). Bertanggung jawab terhadap kehidupan dan perkembangan Gereja.


Ia tidak bersifat pasif dan konsumtif. Ia berikhtiar melaku- kan sesuatu bagi kepentingan dan
pengembangan umat dan Gereja. Ia memahami seperti yang dikatakan Rasul Paulus dalam
1 Kor.12:12-31, yakni bahwa : “Kita semisal satu tubuh : Ada banyak anggota. Tiap
anggota memiliki fungsinya, akan tetapi semua bekerja demi kepentingan seluruh
tubuh. Sama seperti kaki tidak boleh mengatakan aku bukan tangan, jadi aku bukan
termasuk tubuh.”

Demikian pula awam tidak boleh berkata “Aku bukan Imam jadi aku tidak punya urusan
terhadap hal-hal yang menyangkut kepentingan tubuh Gereja”.

(2). Awam bertanggung jawab terhadap persekutuan dan persaudaraan antar orang
beriman.

Kisah para Rasul 2:41 dan seterusnya menjelaskan pola hidup jemaat pertama, bahwa hidup
orang-orang kristiani menuju ke arah jemaat.

(3). Awam bertanggung jawab terhadap Roh Cinta Kasih


yang membimbing perkembangannya di dalam masya- rakat sekitar.
Persekutuan dan cinta kasih itu melaksanakan amanat perjamuan Kristus pada perjamuan
terakhir;”Inilah perin- tahKu yaitu supaya kamu saling mengasihi seperti Aku telah me-
sihi kamu” (Yoh.15:12).Persekutuan itu memenuhi harapan Kristus yang menghendaki agar
persatuan dan cinta kasih di kalangan pengikutNya mengundang orang lain untuk bergabung.

(4). Awam bertanggung jawab terhadap pelayanan pada sesama umatberiman dan
pada masyarakat sekitar.
Awam adalah anggota dari Tubuh Kristus dengan tugas-tugas yang khas. Tugas anggota
adalah mengerjakan apa yang di dalam jangkauannya bermanfaat untuk kepentingan
bersama ( 1 Kor.12:7). Tugas anggota adalah menyum- bangkan “Pembangunan Tubuh
Kristus” (Ef.4:12). Konsili VatikanII mengatakan: “Awam yakni umat beriman yang
digabungkan dengan Kristus oleh permandian, dilantik sebagai umat Allah dan
mengambil bagian atas caranya dalam tiga tugas Kristus sebagai Imam, Nabi dan Raja.
Lalu menjalankan perutusan seluruh umat Kristen dalam Gereja dan dalam dunia
sesuai tanggungannya.” (Bdk. LG. No. 31).

Dengan kata lain, awam mempunyai hak dan tanggung jawab di bidang kerasulan.

Supayajangan terjadi salah paham Konsili mengingatkan bahwa di samping Imamat Jabatan
atau Imamat Hierarki, ada imamat umum para beriman. Keduanya memang berbe
13

da tetapi toh diarahkan satu kepada yang lain karena baik yang satu maupun yang lain
mengambil bagian dalam Imamat Kristus. Dalam Gereja ada perbedaan pelayanan tetapi ada
kesatuan perutusan. para Rasul dan para pengganti mereka diberi Kristus tugas mengajar,
mengudus kan dan memimpin atas nama dan dengan kuasaNya. Akan tetapi para awam
yang mengambil bagian dalam tugas Kristus sebagai Imam, Nabi dan Raja menjalankan
peran-annya dalamperutusan seluruh umat Allah di dalam Gereja dan dunia.

(5). Awam bertanggung jawab terhadap kesaksian yang diberikan kepada khlayak
ramai, baik dengan kata-kata maupun dengan teladan hidup.
Persekutuan hidup dan pelayanan terhadap sesama merupakan kesaksian yang diberikan
umat beriman di hadapan khlayak ramai. Kesaksian ini akan mengangung- kan Tuhan dan
serentak mengundang orang lain untuk berkenalan dengan Kristus dan akhirnya mengikuti
Kristus.

3.3. TUGAS UMAT INTI DALAM PASTORAL UMAT.

Mereka ini adalah para biarawan/biarawati. Dari mereka mungkin ada yang berjabatan, tetapi
kebanyakan dari mereka adalah bagian inti dari umat dasar.
Di dalam pastoral tidak menjadi soal apakah mereka berjabatan atau tidak, mereka adalah
umat inti. Di dalam
pastoral tidak dipersoalkan istilahyuridis, apakah mereka

awam atau bukan awam, walaupun secara yuridis teologis mereka dapat dimasukkan ke
dalam status awam.(Piet Go.O.Carm.,Kedudukan dan Peranan Kaum Awam ditinjau dari
sudut pandangan Teologis Yuridis, Malang 1980.p.5).
“Berdasarkan struktur Hirarkis Gereja (iure divino) terdapat hanya dua status, yakni klerus
dan awam.” Tetapi secara pastoral mereka merupakan bagian inti dari umat dasar.

Gereja tidak dapat melarikan diri dari dunia, demikian pula umat inti tidak dapat melarikan diri
dari dunia dan dari umat.
Mereka adalah tenaga inti dari umat Allah. Umat inti adalah umat yang menjadi tanda, tanda
dari dalam. Umat inti ada di tengah-tengah umat untuk mewujudkan pengaruhnya, bukan
untuk menjadi pemimpin (meskipun tidak dilarang), tetapi dengan menjadi tenaga yang
menggerakkan dari dalam. Seperti di dalam rakyat juga ada tenaga inti yang biasanya
disebut informal leader.

Cara kerja umat inti melalui komunita dasar dan melalui pelayanan.

3.3.1. Komunita dasar.


Dapat dikatakan bahwa kebanyakan dari umat inti bergerak di tengah-tengah umat dan
masyarakat melalui arah komunita dasar. Mereka bekerja dengan menghidupkan suatu
kelompok di sekeliling mereka,. Mereka menyesuai- kan kerasulannya dengan keadaan serta
kebutuhan ling= kungannya.

3.3.2. Pelayanan.

Pelayanan adalah suatu kegiatan yang pro Deo untuk memenuhi kebutuhan umat Allah dan
demi Kerajaan Allah. Sekarang kebanyakan dari biarawan/biarawati tidak bekerja secara
komunita saja, tetapi mereka juga banyak bergerak melalui pelayanan. Umpamanya :
memberi pelajaran aga -
ma bagi anak-anak miskin (pelayanan pelajaran agama), memelihara anak yatim piatu di
panti-apanti asuhan, mendirikan sekolah-sekolah dan kursus-kursus untuk anak-anak miskin.
Semuanya ini dijalankan dengan tanpa memungut bayaran. Itulah pelayanan-pelayanan. Dan
yang sekarang perlu diperhatikan adalah bahwa pelayanan-pelayanan itu dibawa ke umat.
Umpama : mencari orang sakit di dalam keluarga-keluarga, dalam lingkungan mere- ka,
sebab kalau menunggu kedatangan mereka, yang datangadalah orang-orang yang kuat dan
yang berkecu- kupan. Sedangkan mereka yang kecil dan menderita tidak berani
datangkepada pelayanan dari umat inti.
14

Untuk pelayanan ini perlu dicari orang-orang yang betul-betul membutuhkan, mereka yang
kecil-kecil, sebab yang lain akan datang dengan sendirinya. Itulah dua arah dari cara kerja
umat inti di dalam mewujudkan ifentitasnya di tengah-tengah dunia dan masyarakat. Perl;u
diperhatikan bahwa meskipun di sini disebutkan dua jalan, namun inti- nya adalah satu, yaitu
: cinta akan umat Allah.
Dan kalau ada komunita dasar tanpa pelayanan, orang-orangnya akan mudah
hilang.Sebaliknya jika ada pelayanan yang tidak menuju ke komunita dasar, ke umat,
pelayanannya menjadi profesional.

Tugas-tugas mereka dalam hidang pelayanan :

3.3.2.1. Acceptor.
Menerima apa adanya. Diharapkan bahwa umat inti menangkap dan menghayati keadaan
dunia dan masya- rakat secara mendalam dalam terang Injil. Karena kontak mereka dengan
Kristus lebih intim, apa yang terjadi di dalam dunia lebih mudah mereka tangkap berdasarkan
arti iman, atau dalam visi iman.

3.3.2.2. Transmissor.
Trans = jauh, missor =pelayanan/penebusan.
Umat inti adalah orang yangdapat dengan mudah mene- mukan kekayaan Gereja. Warisan-
warisan Gereja mereka gumuli dan hayati secara lebih jelas, dan dapat mereka bawakan
kepada umat dasar secara lebih jelas juga. Melalui meditasi dan renungan pribadi serta
pendalaman Injil seara pribadi mereka dapat membawakan kekayaan Gereja secara lebih
sesuai dengan daya tangkap umat.

3.3.2.3. Stabilisator.
Umat inti adalah tenaga yang dapat dipercaya, karena penyerahannya untuk pelaksanaan
karya pastoral bersifat lebih tetap. Di tengah-tengah umat, mereka menjamin kestabilan
usaha-usaha Gereja terhadap masyarakat. Khususnyakaul kemiskinan, ketaatan dan
kemurnian merupakan suatu kekuatan sosial yang menyebabkan bahwa mereka tidak mudah
tergoyahklan di dalam pelaksa- naan karya pastoral.

3.3.2.4. Katalisator.
Umat inti adalah umat yang dengan keahliannya dapat menyebabkan umat lainnya mulai
bekerja kembali, atau lebih bersemangat di dalam melaksanakan tugas-tugas pastoral.
Mereka punya keahlian untuk menjiwai dan menimbulkan kegairahan/keinginan untuk
melayani di dalam umat lain. Mereka akan menambah “kegiatan organis” di dalam umat
Allah, sehingga gerak pastoral umat berjalan lebih lancar.

4. CARA KERJA DI DALAM PASTORAL UMAT.

4.1. Pastoral paroki.

4.1.1. Pengertian paroki.

Menurut pengertian yuridis, paroki berarti persekutuan kaum beriman dalam batas-batas
wilayah tertentu dalam lingkup Keuskupan, dikepalai imam sebagai pastor (gembala) yang
berada di bawah otoritas Uskup yang diwakilinya, dan bersama-sama menggereja. (Piet
Go.O.Carm.,Ringkasan Buku Kerja Pastoral Umat.,KKA No.9., Keuskupan Malang.,
1983.,p.5).
Dalam uraian lebih lanjut, ditekankan dasar teologis paroki.

4.1.1.1. Paroki adalah persekutuan hidup berdasar Injil.


Paroki tidak lain dari pada jemaat., yakni perseku- tuan hidup untuk perwujudan Injil.
Dalam Paroki, Injil diwujudkan secara persekutuan hidup atau secara komunita.
Orang-orang kristen di mana-mana mengkhabarkan dan memprogandakan Injil. Untuk
sebagian pandangan ini benar. Dalam Kitab Suci tidak ada kata “mewartakan” tetapi ada kata
Yunani “evangelizein”, yaitu “mengadakan Injil” darstellen (Jerman) – mewujudkan kabar
gembira]. Inti dari karya Gereja tidak hanya dikabarkan, melainkan diwujud –
15

kan sebagai persekutuan hidup, sebagai jalan hidup. Inilah yang kurang mendapat perhatian
dari orang kristen, sehingga mereka mulai menceritakan Injil, memberitakan Injil. Dalam hal
ini merekamasuk dalam
konsepsi yang oleh seorang filsuf terkemuka, Paulo Freire, disebut “bank pengetahuan”.
Kami orang kristen yang “mempunyai Injil”. Kami adalah “bank yang memberikan dan
membagi keselamatan”. Dari “bank” ini kami “mengkreditkan” Injil kepada orang lain. Kami
mewartakannya, menyampaikannya, dan orang lain menerimanya.

Secara psikologis hal ini tidak benar. Akan tetapi kalau orang kristen tetap hidup di dalam
konsepsi tersebut, kepri- badiannya sebagai orang kristiani akhirnya juga berubah. Tidak
menjadiorang pewujud dan pelaksana, akan tetapi menjadi seorang pemberi Injil. Akibat dari
pandangan ini ialah bahwa karya pastoral dalam golongan basis, dalam paroki, tidak lagi
mendapat tempat yang sentral.
Sering dilupakan bahwa paroki tidaklain dari pada pernyataan kebersamaan Injil, bentuk
sosial primer, bentuk komunita, dan sebagai komunita Injili yang khas menyum- bang pada
pengembangan masyarakat. Justru inilah mak- sud pada pembentukan kepribadian kristiani,
yaitu bahwa kepribadian kristiani harus diwujudkan dalam kelompok-kelompok basis,
sehingga dinamikanya terbentuk menurut Injil, dan dalam eksistensinya merupakan suatu
perwujudan dari warta yang menggembirakan orang lain.
Seperti diceritakan oleh Ozanam (Pada permulaannya SSV didirikan oleh Ozanam khas
untuk kalangan mahasiswa.Orga- nisasi itu dimulai dimUniversitas Negeri yang
terbesar di Peran-cis. Ozanam adalah seorang profesor di situ)....Mahasiswa-mahasiswa
dan sarjana-sarjana yang kritis dan atheis dengan siapa Ozanam bergaul, mengatakan :
“Dahulu pada abad-abad pertama, Injil hidup, merupakan suatu kenyataan yang
mempengaruhi kehidupan sosial. Seka- rang Injil mati. Banyak dibicarakan, tetapi tidak lagi
merupa kan suatu kenyataan hidup yang ikut menentukan kehidup- an jaman.”
Jawaban Ozanam adalah :”Jangan meneruskan untuk membicarakan dan mewartakan
agama kristen, tetapi jadilah Ijjil dan kristianismus kenyataan, dalam hubungan pribadi dan
persekutuan hidup, khususnya dengan orang miskin.” Paroki atau jemaatlah yang merupakan
pernyataan dan perwujudan Injil ini.

4.1.1.2.Paroki adalah persekutuan hidup orang miskin.


Untuk dapat memahami kedudukan pekerjaan pastoral di paroki, diperlukan gambaran yang
tepat mengenai Gereja. Gereja atau jemaat kristen adalah perkumpulan orang miskin, orang
sederhana. Orang-orang miskin dan orang-orang yang menderita adalah warga-warganya
yang pertama , warganya yang pribumi.

Kaum miskin dari segala jaman adalah ahliwaris Gereja. Jika ada orang bukan miskin masuk
ke dalamnya, maka tempat orang itu di dalam Gereja adalah sebagai hamba orang miskin.
Gereja bukanlah perkumpulan untuk menolong orang miskin, melainkan persekutuan hidup
orang miskin. Gerejamerupakan persekutuan hidup dari sisa-sisa penindasan dan penekanan
dari kemajuan dunia. Mereka inilah yang dipilih Kristus untuk Gereja-Nya, untuk Kerajaan-
Nya, dalam mana masuknya si kaya lebih sulit daripada si unta melalui lobang jarum.

Persekutuan hidup dalam mana manusia marginal, orang-orang pinggir jalan menemukan
kegairahan dan kegembira an hidup yang baru, adalah mysterion, perayaan Perjanjian Baru.
Itulah ziarah atau perjalanan umat Allah dari kegelapan penindasan ke kegembiraan dan
terang perse- kutuan hidup; suatu jalan kembali atau home coming ke komunita yang mulai
dari Kristus dan yang sampai seka -
rang berjalan terus. Paroki adalah komunita dalammana perubahan sosial ini berlaku.
Dalam paroki, pemisahan antara kaum miskin dan hamba-hamba dengan kaum kaya dilebur
dalam persekutuan menurut undang-undang dasar khotbah di bukit.

4.1.2. Pastoral sebagai bimbingan umat beriman.


Sekarang paroki ditempatkan ke dalam pastoral Gereja.

Apa yang dimaksud dengan kata ”pastoral”? Dengan pastoral dimaksudkan : “Bimbingan
umat manusia dalam mana kami umat kristen hidup”. Pastoral adalah sumbang- an umat
kristen berdasar atas identitasnya sendiri pada perkembangan bangsa manusia. Pastoral
16

adalah sumbang- an bimbingan melalui perwujudan Injil, sumbangan dari suatu bentuk
kehidupan bersama yang menggembirakan dan yang membebaskan, sumbangan dari
manusia yang ada dalam masa perkembangan melalui penindasan dan penekanan,
penderitaan dan kesengsaraan.
Pastoral dalam arti dewasa ini bukan bimbingan pastor terhadap umatnya sendiri, bukan
penggembalaan domba-domba Kristus, melainkan penggembalaan umat manusia dalam
perkembangannyaoleh Gereja Kristus dengan mewujudkan terus menerus bentuk
persekutuan hidup yang dibutuhkan oleh situasi dan kondisi perubahan jaman.

Dalam arti ini, pastoral dan community development amat dekat. Pastoral adalah bentuk
pengembangan komunita yang khas kristiani. Pastoral adalah sumbangan umat kristiani
dalam pengembangan dunia, Gaudium et Spes, dokumen dalam Konsisli Vatikan II mengenai
hubungan Gereja dan
dunia, mengungkapkan hal itu dengan jelas, biarpun kepenuhan artinya, dan jangkauannya
belum mere- sap dalam praktek Gerejani.
Pastoral sebagai pengembangan komunita itulah membuka
pandangan mengenai kedudukan pekerjaan pastoral paro- ki.
Pekerjaan pastoral dalam paroki bertujuan pertama-tama : menstrukturir kembali jemaat dan
masyarakat. Kalau kita tidak mulai dari sana, kita tidak dapat mengerti makna pekerjaan
pastoral.

4.1.2.1. Perubahan struktural dalam dan melalui paroki.

Pembaharuan struktur-struktur paroki, struktur jemaat kristen, struktur persekutuan umat


beragama adalah sasaran pertama pekerjaan pastoral.
Struktur paroki tidak mulai dari pastor dan para pembantu – nya. Paroki bukan pastor. Paroki
adalah umat yang hidup bersama, dan di dalamnya pastor berfungsi sebagai petugas,
sebagai seorang pelayan. Pastor adalah tenaga profesional. Tetapi selain dia pelayan umat,
dia juga orang yang bertanggung jawab mengenai paroki. Dialah pemimpin paroki. Dua hal ini
harus dikawinkan. Paroki akan berdisintegrasi bilamana dua fungsi pastor tersebut
dilepaskan satu dari yang lain.

Apa struktur yang khas yang harus diberikan atau diperkembangkan dalam umat atau dalam
jemaat ? Yaitu struktur yang dibawa oleh Kristus dalam Injil, seperti yang dikatakan oleh
Kristus sendiri :”bertobatlah karena kerajaan Allah, masyarakat Allah datang.”
Itulah pekerjaan pastoral :mendatangkan masyarakat Allah, mendatangkan struktur-struktur
komunita baru dengan mulai pembaharuan mental dari dalam seperti ragi di dalam tepung.
Di dalam kedatangan masyarakat Allah itu kelompok mendapat arti dan peranan. Di dalam
kelompok itu individu dan kasusnya mendapat perhatian semestinya.
Tugas pertama dari pekerjaan pastoral dalamparokiialah mewujudkan dan
memperkembangkan struktur paroki dengan wilayah, lingkungan, dewan paroki, organisasi-or
-
ganisasi danperkumpulan dalam paroki,sehingga sungguh- sungguh diarahkan ke pelayanan
paroki terhadap masya- rakat miskin yang merupakan inti dari paroki.
Perwujudan dari struktur-struktur ini tidak lepas dari kebudayaan yang ada, bahkan harus
berintegrasi di dalamnya. Perwujudan struktur ini membawa serta pelebur-
an dari sistem sosial yang bertentangan dengannya, seperti perbudakan, dan peningkatan
dari struktur dan sistem sosial yang timpang atau pincang.

Pada setiap jaman dan tempat jika Gereja bertemu dengan sistem-sistem seperti itu dia
menyempurnakannya melalui paroki, yaitu persatuan atau persekutuan hidup Injili yang lokal.

Sistem-sistem yang dihadapai oleh paroki di Indonesia antara lain : perusahaan-perusahaan


dan perkebunan-per- kebunan yang liberal tanpa hak dan pengikut sertaan karyawan,
perbudakan industriil, korupsi sebagai sistem sosial yang meresapi segala lapisan sosial dari
atas sampai ke bawah, rente yang makan riba, diskriminasi suku bangsa, golongan dan klik
tertutup. Dalam bidang pendidik- an terdapat sekolah elite dan selektif, kekosongan hidup
remaja, kekurangan kesempatan mencipta, pengangguran terpaksa.
17

Khusus di daerah pedesaan paroki menghadapi kemiskinan struktural dengan sistem bagi
hasil, ijon, ketergantungan paternalistis yang total, kredit gelap yang mencekik leher korban-
korbannya, keterikatan total pada nafkah, dan keterikatan pada kolektivitas.

Terhadapsistem-sistem yang seperti itu pekerjaan pastoral dari Gereja kaum miskin
menempatkan paroki sebagai pusat kesejahteraan sosial dengan pendekatan lokal yang
komprehensip, dengan usaha solidaritas, dengan pengobat an bebas, rumah sakit dan
puskesmas berdasar dana sakit, usaha bersama dan CU, sekolah-sekolah untuk semua a-
nak dan khususnya anak-anak miskin dan drop out tanpa biaya, latihan kejuruan, pertemuan
antar golongan, jaminan sosial, dsb.

4.1.2.2. Sosialisasi umat paroki.


Mensosialisir umat miskin dalam paroki tidak berarti : menolong mereka secara material,
tetapi mengembangkan solidaritas hidup dan bekerja antar warga paroki untuk melawan
situasi yang menekan atau memecah belah mereka, dan menciptakan persekutuan hidup
antara yang miskin dan yang bukan miskin, antara yang bodoh dan yang pandai, yang lemah
dan yang kuat, antara pribumi dan non pribumi dalam usaha perjuangan bersama menuju
kepembebasan dari struktur-struktur sosial yang korup.

Jadi pekerja pastoral petama-tama harus insaf bahwa bukan dia yang dapat membantu umat
tetapi hanya umatlah yang dapat membantu dirinya sendiri. Pekerja pastoral harus insaf
bahwa kehidupan umat sering berlainan dari lingkungan kita.
Kebudayaan kaum miskin, perasaan dan pemikiran mereka sama sekali berbeda dari dunia
orang mampu. Paroki dapat membantu kaum miskin dengan mewujudkan persekutuan hidup
dengan mereka.
Titik permulaan pekerjaan pastoral ialah supaya umat paroki atau jemaat bekerja dengan
umat mereka sendiri. Dan kalau ada yang berkata : “dalam umat kami tidak ada orang
miskin”, assumsi ini tidak dapat diterima.
Dalam umat kita ada cukup banyak orang miskin, orang menderita, orang bermasalah, yang
kebutuhan-kebutuhan-nya tidak terpenuhi, tetapi tidak kita kenal. Pengurus lingkungan juga
tidak mengenal mereka.
Hal ini membuktikan bahwa orang mampu dalam umat sering tidak mengenal lagi orang
miskin dalam umat itu sendiri; gap antara orang yang mampu dan yang miskin juga meluas di
dalam umat kita. Untuk membantu kaum miskin perlulah pertemuan kembali antar umat
paroki dalam

persekutuan hidup dan karya. Sosialisasi itulah merupakan pemecahan kristiani dari masalah
kemiskinan dan pen- deritaan.

4.1.2.3. Pengintegrasian paroki dalam masyarakat.


Kelompok-kelompok kecil (basic communities) itu, yang beraneka macam dan bebas dalam
perkembang- annya, mengadakan pekerjaan pastoral dalam lingkungan mereka sendiri
bukan dengan etiket dan cap Katolik atau Kristen, akan tetapi berintegrasi dalam komunita
lokal menurut saluran dan jalan-jalan yang tersedia, seperti di Indonesia dewasa ini : PKK
(pembinaan kesejahteraan keluarga), pramuka, dll,
Kesalahan dari oragnisasi Katolik dalam tahun-tahun yang lalu adalah bahwa mereka
menyendiri sebagai kelompok Katolik :Pemuda Katolik, wanita Katolik, dan kurang
meleburkan diri dalam masyarakat.
Perkumpulan katolik sesungguhnya merupakan suatu tempat pembentukan murid Kristus
dalammewujudkan Injil dalam lingkungan mereka sendiri. Gereja dan paroki harus dihayati
sebagai perguruan, sekolah pendidikan informal di mana orang dibentuk supaya dapat berdiri
sendiri sebagai orang kristen dan mampu menjadi garam dunia dengan mencegah korupsi
struktur-struktursosial.
Sebenarnya strukturparoki di Indonesia dengan sistem pewilayahan sudah baik, hanya harus
diintegrasikan dalam masyarakat: diarah kekepentingan dan kebutuhan masya- rakat
sekelilingnya.

Yang diperlukan oleh paroki dewasa ini bukan proyek-proyek baru, melainkan pengarahan
baru, pengarahan potensi-potensi yang ada ke arah pelayanan sosial masyarakat. Hal ini
18

hanya mungkin jika sifat “awam” sikap “sekulir” sifat “di tengah dunia” dari Gereja lebih dititik
berat-

kan, bukan dengan mengurangi kerohaniannya, tetapi dengan menanamnya dalam


anonimitas masyarakat seperti ragi dalam tepung dan benih dalam tanah.

4.2. Pastoral pewilayahan/lingkungan.


4.2.1. Pengertian wilayah/lingkungan.
Wilayah ialah sejumlah lingkungan yang berdekatan. Bila jumlah lingkungan terlalu besar,
maka sebaiknya beberapa lingkungan dikoordinir menjadi satu wilayah. Kehidupan Gereja
lokal terwujud dalam persekutuan hidup umat katolik di paroki-paroki. Tetapihampir tiapparoki
ada pembagian ke dalam wilayah-wilayah yang lebih kecil lagi.
Pada umumnya bagian itu disebut wilayah. Wilayah itu biasanya dibina oleh pastorr wilayah.
Kalau di dalam paroki yang besar ada beberapa pastor, biasanya setiappastor bertanggung
jawab atas wilayah tertentu. Wilayah itu biasanya terdiri dari dua atau tiga lingkungan,
kadang-kadang lebih. Sedang lingkungan adalah sebagian kecil dari paroki yang terdiri dari
keluarga-keluarga.

Ada juga pembagian menjadi stasi-stasi. Stasi merupakan bagian dari paroki dan tergantung
dari situasi (jumlah dan jarak) terhitung sebagai wilayah atau sebagai lingkungan-lingkungan.
Pekerjaan pastoal yang paling kecil dari bagian paroki inilah yang disbut dengan psstoral
wilayah, dapat juga disebut pastoral lingkungan.
Lingkungan/kelompok/kring.
Wilayah itu dibagi lagi ke dalam lingkungan/kelompok/kring. Persekutuan hidup yang lebih
kecil di atas keluarga. Lingkungan adalah bagian terkecil dari susunan kewilayah- an dalam
Gereja. Lingkuhgan merupakan bagian dari paro- ki yangterdiri dari kira-kira dua puluh
sampai empat puluh keluarga.Dalam membina lingkngan harus diperhatikan juga bahwa
lingkungan bukan hanya merupakan komunita,
karena lingkungan juga mempunyai pertanggungjawaban kepada paroki.
Pastoral mempercayakan lingkungan kepada pengurus ling
kungan. Untuk itulah pengurus lingkungan perlu ber- tanggung jawab atas lingkungan itu
kepada paroki. Justrukarena adanya unsur tanggung jawab ini, maka peng- emban
lingkungan mempunyai unsur yang lebih luas daripada hanya unsur pengembangan komunita
belaka.

4.2.2. Arti pastoral pewilayahan/lingkungan.


Lingkungan adalah suatu bagian dari Gereja yang secara resmi dipercayakan kepada
pengurus lingkungan. Itu pandangan pastoral dewasa ini, yang tidak perlu dimutlakkan.
Sebab orang juga dapat mengatakan bahwa yang paling bawah dari pewilayahan bukan
lingkungan/ke- lompok/kring melainkan wilayah.
Menurut pandangan ini penangung jawab yang paling rendah adalah pastor awam atau
pelayan umat atau pengurus wilayah dan bukan pengurus lingkungan. Tetapi kenyataannya
pastor mengangkat pengurus lingkungan. Lebih-lebih kalau pengangkatan itu dilaksanakan
dengan upacara liturgi, di

sini dapat dikatakan bahwa sudah terjadi penyerahan tanggung jawab sehingga berdasar
atas kenyataan harus diterangkan bahwa lingkungan merupakan bagian dari hirarki.
Lingkungan merupakan anak tangga yang paling bawah dari hirarki Gereja. Itulah pandangan
pastoral.

Di dalam pastoral pewilayahan ini akan dipelajari dan dilatih secara lebih khusus bimbingan
kepada masyarakat sekitar oleh umat dalam wilayah atau dalam lingkungan.
Sebab sesudah Konsili VatikanII bimbingan masyarakat sekitar ataupun bimbingan umat
lingkungan menjadi tugas seluruh umat beriman. Pengembangan masyarakat tidak ha

nya dilaksanakan oleh pastor saja, melainkan umat harus diikut sertakan dalam pekerjaan
tersebut.
Pekerjaan pastoral dalam wilayah dan lingkungan bermaksud untuk menggiatkan umat di
wilayah dan lingkungan di dalam pekerjaan untuk mengembangkan masyarakat di sekitarnya,
19

menggiatkan umat untuk ikut berperan dalam pembangunan masyarakat. Pastoral pewi-
layahan bermaksud untuk menggali, menyadarkan, memperkembangkan dan memanfaatkan
potensi-pitensi dan bakat-bakat yang memang sudah tertanam dalam wilayah dan
lingkungan, yakni memanfaatkannya untuk memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhan-
kebutuh- an masyarakat, guna mencapai tujuan Gereja dalam ma- syarakat.

Maka dari itu, jika ditanya; “Apakah pastoral pewilayahan itu ?” Jawabannya adalah: “Pastoral
pewilayahan adalah usaha yang teratur dan sistematis untuk menyadarkan umat di wilayah
dan lingkungan baik individu maupun kelompok, mengenai kebutuhan-kebutuhan Gereja dan
masyarakat, masalah-masalahnya, agar umat dapat berpartisipasi dalam karya Gereja dan
menyumbang pada pembangunan masyarakat sesuai dengan bakat-bakat, kecakapan-
kecakapannya, fungsi-fungsinya, prestasi-pres- tasinya dan minat-minatnya sehingga wilayah
dan ling- kungan tersebut menjadi swadaya, swakarya dan swasembada dalam tugas-
tugasnya terhadap masyarakat.

4.2.3. Partisipasi umat dalam pekerjaan pastoral.


Intinya adalah melaluikegiatan mana umat dapat menyumbang dan bekerja untuk
pekerjaan pastoral, yakni partisipasi : dalam hirarki, karismatis,kepegawaian, pelayan an –
pelayanan kristiani, komunita dasar.

4.2.3.1. Partisipasi dalam hirarki.


Partisipasi dalam hirarki adalah ikut sertanya umat dalam tugas pimpinan Gereja dalam
menjalankan pekerja- an pastoral. Adapun pimpinan Gereja adalah semua orang yang
karena tahbisan ataupun pengangkatan resmi menjadi pimpinan dalam Gereja, yang
tersusun secara hierarki.

Hierarki Gereja lokal adalah sebagai berikut : Uskup – pastor – sampai dengan diakon.
Dalam pekerjaan pastoral, Uskup adalah pimpinan pastoral di tingkat Keuskupan, sedangkan
pastor adalah pimpinan untuk tingkat paroki. Dan akhirnya perlu kita ketahui bahwa pengurus
lingkungan adalah pimpinan untuk pekerjaan pastoral di lingkungan-lingkungan atau ketua
stasi untuk tingkat stasi. Pada waktu sekarang umat dipanggil untuk ikut di dalam hierarki
Gereja.
Secara pastoral, para pengurus lingkungan adalah pengikut serta dalam hierarki Gereja,
dalam mana lingkungan merupakan bagian yang paling kecil dari hierarki Gereja. Mereka
adalah sesepuh umat. Mereka itu melaksanakan pekerjaan pastoral melalui partisipasi dalam
hierarki. Namun demikian, pekerjaan pastoral adalah merupakan tanggung jawab bersama,
yang memerlukan uluran tangan dan partisipasi dari pihak lain, dan bukan dari pihak hierarki
saja. Jika pekerjaan pastoral hanya dilaksanakan oleh hierarki, ini berarti bahwa pekerjaan
pastoral tidak merupakan tanggung jawab bersama. Oleh karena itu pekejaan hierarkiperlu
dilengkapi lagi dengan partisipasi-partisipasi lain.

4.2.3.2. Partisipasi karismatis.


Maksudnya adalah keterlibatan seseorangatau kelompok, atau serikat, untuk melaksanakan
pekerjaan pastoral seca-

ra sukarela berdasarkan dorongan dari Roh Kudus dan berdasarkan atas cinta kasih kristiani
yang sejati.

Seseorang dapat ikut melaksanakan tugas Gereja karena imannya dan dorongan Roh Kudus
yang bekerja di dalam dirinya. Orang seperti itu mnenyerahkan dirinya untuk ikut serta di
dalam karya cinta kasih secara sukarela. Oleh karena itu, mereka sering disebut dengan:
“tenaga-tenaga sukarela” dalam pekerjaan pastoral, atau juga disebut :”rasul-rasul awam”.
Meskipun mereka disebut tenaga-tenaga sukarela, tetapi tidak berarti bahwa mereka hanya
bekerja kalau mereka suka dan mereka tidak bekerja kalau mereka tidak suka, tetapi mereka
adalah orang-orang yang karena dorongan Roh Kudus sadar akan panggilan mereka di
dalam Gereja dan dunia dan secara khusus mmbaktikan diri beserta keahliannya untuk
melayani kebutuhan masya- rakat.
Pada saat sekarang dalam Gereja amat dititik beratkan kharisma ini, di mana orang beriman
bekerja di bawah bimbingan Roh Kudus yang sudah diterimanya pada saat permandian.
20

Yang termasuk partisipasi kharismatis individual adalah semua orang individual yang bekerja
secara sukarela dalam dinas Gereja. Partisipasi kharismatis melalui organi- sasi adalah yang
kesemuanya bekerja secara sukarela secara kelompok. Sedangkan partisipasi kharismatis
seri- kat tidak lain dari pada kelompok rohaniwan/rohaniwati yang secara sukarela
menyerahkan diri seluruhnya untuk pekerjaan pastoral, seperti : ordo, konggregasi dan
institut sekulir.

Orang-orang yang termasuk dalam partisipasi kharismatis tersebut tidak terpisah dari umat
paroki dalam tugas dan kewajibannya, karena mereka adalah bagian dariumat paroki yang
atas bimbingan Roh Kudus menyediakan diri untuk pekerjaan Gereja.
Paroki yang tidak memanfaatkan partisipasi kharismatis ini,
pasti kehilangan potensi-potensi yang bernilai untuk pekerjaan pastoral. Tenaga-tenaga
sukarela itu dalam melaksanakan pekerjaan pastoral dapat memberikan pela- yanan
kharismatis kepada kelompok umat yang paling dasar dan kepada masyarakat.

4.2.3.3. Partisipasi kepegawaian.


Adalah keterlibatan seorang atau kelompok atau serikat dalam menjalankan pekerjaan
pastoral, karena profesinya.
Berdasar atas kedudukannya, seseorang dapat diikut sertakan dalam usaha-usaha Gereja.
Jadi partisipasi sebagai pegawai Gereja tersebut adalahpartisipasi sebagai tenaga yang
dipergunakan di dalam usaha-usaha Gereja.
Dalam menjalankan pekerjaan pastoral, pada umumnya mereka dibayar oleh Gereja atau
oleh instansi lain dalam hubungan kerja sama dengan Gereja. Mereka ini juga dapat kita
sebut sebagai “tenaga-tenaga pegawai”. Yang termasuk di dalam partisipasi kepegawaian ini
adalah semua orang yang dipakai sebagai pegawai oleh Gereja, seperti individu, yayasan
dengan usahanya dan serikat-serikat yang memberikanpelayanan profesional kepada
masyarakat. Misalnya, katekis adalah pembimbing profesi-onal untuk pekerjaan pastoral baik
di tingkat wilayah maupun lingkungan. Bahkan seringkali untuk wilayah yang lebih luas
seperti paroki maupun keuskupan.
Ketiga macam partisipasi inilah yang berperanan dalam pekerjaan pastoral Gereja dewasa
ini, baik dalam pekerjaan pastoral tingkat keuskupan, tingkat paroki, maupun di tingkat
lingkungan yang merupakan bagian paling kecil dari paroki.

4.2.3.4. Partisipasi pelayanan-pelayanan kristiani.


Pelayanan-pelayanan adalah kegiatan yang Gereja sumbangkan kepada masyarakat dalam
rangka memba -
ngun masyarakat berdasar atas semangat Injil. Yang paling menyolok adalah pelayanan
kesehatan dan pendidikan. Di luar itu ada sejumlah pelayanan untuk orang miskin dan orang
menderita, tetapi juga sejumlah besar pelayanan untuk meluaskan keadilan sosial. Lebih
lanjut ada pelayanan untuk menyaksikan dan memperjuangkan hak azasi manusia dan hidup
menurut martabat manusia.

Pelayanan kristiani selalu berbeda corak dan jumlahnya menurut kebutuhan jaman dan
tempat. Banyak orang berkecimpung dalam pelayanan krisiani ini.

Antara lain :
1.Guru-guru yang bekerja dalam pelayanan pendidikan.

2.Perawat-perawat kesehatan, dokter-dokter dan badan-ba-


dan Katolik yang bekerja dalam pelayanan kesehatan (po
liklinik, puskesmas, BKIA, dan rumah-rumah sakit).

3.Anggota organisasi tertentu yang bekerja dalam pelayan -


an sosial.

4.Orang katolik yang bekerja dalam usaha bersama dalam


CU dan usaha lain untuk pembangunan masyarakat.

5.Anggota dari perkumpulan kematian (pangruktilaya).


21

6.Orang katolik yang bekerja dalam jabatan masing-masing begitu rupa sehingga pekerjaan
mereka betul-betul merupakan suatu pelayanan untuk masyarakat.

Pekerjaan itu tidak perlu selalu diadakan dengan nama katolik atau dalam konteks katolik.
Dalam masa dewasa ini

justru banyak pelayanan kristiani dijalankan secara anonim Pelayanan-pelayanan kristiani


yang beraneka ragam itu merupakan jalan melalui mana umat kristiani diintegrasikan dalam
dunia.

4.2.3.5. Partisipasi komunita dasar.

Sasaran Gereja ialah agar umatnya hidup sebagai orang kristiani. Dalam mencapai sasaran
itu orang kristiani dan keluarga kristiani akan banyak dibantu apabila mereka hidup dalam
suatu komunitas kristiani di mana tersedia semua hal yang dibutuhkan agar ia dapat hidup
dan berkembang sebagai orang kristiani.

Salah satu cara adalah komunitas dasar (basic community, communidad eclesial de base).
Daerah-daerah di mana imamnya hanya dapat datang sekali atau dua kali setahun
mengalami perkembangan besar melalui komunita dasar baik dalam penghayatan iman
maupun dalam pengembang an keadilan sosial. Di NTT komunita dasar dikembangkan pada
tahun-tahun terakhir ini dengan nama “umat basis” (di Jayapura-Papua, lingkungan disebut
dengan Kombas=ko- munitas basis).

(khusus materi Komunitas Basis Gerejawi = KBG, akan dipelajari tersendiri untuk DMS
dalam buku materi dengan kode MKB2.29/2 SKS/MODUL 1-6, di sini hanya akan
disampaikan tentang apa itu Komunita Dasar Kristiani secara singkat dan syarat-
syarat komunita dasar kristiani tersebut).

Apakah Komunita Dasar Kristiani itu ?


Sekelompok umat pada tingkat paling dasar yang terdiri dari kira-kira 5-10 orang yang secara
bebas membentuk kelompok Gerejani yang bersifat persekutuan hidup dengan

tujuan menghayati bersama seluruh bidang hidup Katolik di bawah pimpinan yang dipilih
bebas dari bawah.

Atau singkatnya :
Sekelompok umat, sekelompok keluarga-keluarga yang salingkenal dan punya hubungan
satu dengan yang lainnya, yang saling tolong menolong dalam semangat cinta kasih Kristus
untuk mewujudkan Injil. ( Dalam Madellin Document No. 10 para Uskup menyatakan :”
The Christian ought to find the living of the communion to which he has been called in
his Base Caommunity, that is to say, in a community local or environmental which
correspond to the reality of a homogeneous group and whose size allows for personal
fraternal contact among its members”)

Atau :
Kelompok-kelompok homogen umat kristen dengan minat, nilai-nilai, dan tujuan-tujuan yang
sama dan yang bersama-sama menghayati pengalaman

Gereja dalam mana hubung anpribadi yang primer menonjol dan merasakan diri sebagai satu
kesatuan Gerejani.

Dari batasan ini kita dapat melihat, bahwa komunita dasar kristiani memerlukan syarat-syarat
sebagai berikut :

1.Harus bersifat kristiani.


Sifat kristiani harus jelas dan harus menjadi dasar dari kegiatan yang dibuat di dalamnya.
22

2.Harus bersifat persekutuan hidup, selalu bertemu dan to -


long menolong.
Hubungan antar anggota hendaknya bersifat pribadi, bu -
kan hubungan karena tugas melulu.

3.Harus tersusun secara umat, secara kerabatan agar da-


pat kerjasama dalam kehidupan bersama untuk memenuh
i kebutuhan dan harapan para anggota.

4.Harus cukup besar (10-40 anggota). Sekitar 10-15 keluar-


ga. Dalam kelompok yang terlalu kecilsulit memenuhi ke-
butuhan. Tetapi sebaliknya dalam kelompok yang terlalu
besar hilang kontak pribadi yang mutlak perlu untuk suatu
persekutuan hidup.

5.Bersifat lokal (setempat) ataupun fungsional (sekarya) te-


tapi begitu rupa sehingga anggota-anggota harus berde -
katan baik tempat tinggalnya maupun batinnya agar da -
pat selalu berkontak secara teratur sehingga kelompok da
pat menemukan kebutuhan biasa dari para anggotanya
untuk dapat hidup sebagai orang kristen.

6.Harus lengkap/komplit menyangkut semua bidang kebu-


tuhan hidup kristiani.

7. Harus membentuk kesatuan.


Kesatuan hendaknya menjadi dasar komunita agar dapat
mengikat para anggotanya. Dan dasar ini hendaknya Ye-
sus Kristus jika komunita ini benar-benar mau menjadi
komunita kristiani.

Para partisipasi dalam pastoral pewilayahan tersebut harus membina umat di wilayah dan
lingkungan-lingkungan supa- ya mereka dapat berdiri sendiri
35
sebagai orang kristiani, dan mampu menjadi garam dunia, dengan menjiwai perkembangan
masyarakat dan menyumbang bagi pembangunan masyarakat sekitarnya.

4.2.4. Tugas-tugas para pelaksana pastoral dalam wilayah/


lingkungan.

Secara garis besar meliputi 3 (tiga) bidang tugas, yaitu :


1). Tugas-tugas buntuk membentuk lingkungan menjadi su-
atu persekutuan hidup kristiani yang teladan, persekutu-
an hidup perwujudan Injil.

2). Tugas-tugas yang khas Gerejani, yakni tugas-tugas


yang diwariskan dari Kristus sendiri sebagai Guru, Imam
dan Raja.

3). Tugas-tugas untuk menyumbang pembangunan masya-


rakat menurut kebutuhan tempat dan jaman.

4.2.4.1. Tugas-tugas di dalam pembentukan persekutuan


hidup Kristiani.
Maksud dari pekerjaan ini ialah bahwa kita mulai membentuk suatu persekutuan hidup
bersama antara umat Katolik. Kita hanya dapat memabntu umat dengan mewujud-kan
persekutuan hidup dengan mereka, dan bukan dengankata-kata atau pidato-pidato.
Titik permulaan dari pekerjaan pastoral wilayah dan lingkungan ialah supaya umat di
wilayah/lingkungan bekerja dengan kelompok mereka sendiri dan pembina pastoral tinggal di
23

tengah-tengah mereka, bersekutu dengan mereka sebagai orang yang bekerja sama dengan
mereka dan tut wuri handayani.

Tugas-tugas ini terdiri dari 7 (tujuh) unsur, yaitu :


1). Perkenalan, yakni mengenal maysrakat pada umumnya,
dan khususnya umat Katolik yang tinggal dalam
wilayah/lingkungan.
2). Inventarisasi. Kita perlu mengetahui, siapa sebenarnya

orang-orang di lingkungan kita. Berapa orang Katolik.


Berapa jumlah pemudanya, berapa keluarga dst.
3). Membimbing dan menyadarkan umat.
4). Musyawarah dan pembicaraan bersama.
5). Perencanaan bersama demi pengembangan lingkungan
6). Pelaksanaan program dan pengelolaan bersama.

7). Evaluasi atau penilaian bersama dan feed back.

Tugas-tugas tersebut diserahkan seluas mungkin kepada kaum awam.

4.2.4.2. Tugas-tugas yang khas Gerejani.


Tugas-tugas gerejani merupakan tugas yang besar yang diberikan oleh Kristus
sendiri. Kegiatan umat dapat dikatakan mampu mencapai hasil jika kegiatan yang
bersangkutan ikut menyumbang dalam proporsi yang sebenarnya kepada fungsi pewartaan
dan pengudusan serta fungsi penggembalaan.

Maka tugas-tugas di dalam bidang khas gerejani yaitu :


1). Evangeliasasi atau pewartaan atau penyaksian, melalui
pendewasaan dan pendalaman iman.
2). Pengudusan, melalui iubadat dan sakramen-sakramen.
3). Pembinaan atau penggembalaan melalui bimbingan u -
mat.

Dalam ketiga fungsi ini terwujudlah hakekat Gereja sebagai penerus karya Kristus, ialah
Gereja sebagai jalan, kebenaran dan hidup, dan dengan tugasnya sebagai nabi,
sebagaipengudus dan sebagai pembimbing. Dalam pastoral umat, Imam-Imam
mendelegasikan tugas-tugas ini kepada umat dengan membentuk mereka dalam rangka
pelaksanaannya.

4.2.4.3. Tugas-tugas dalam pembangunan masyarakat.


Sumbangan umat Katolik terhadap pembangunan masyaraat dapat diungkapkan di dalam 7
(tujuh) bidang usaha pastoral, yaitu :
1). Usaha umat Katolik dalam bidang medis.

2). Usaha umat Katolik dalam bidang pelayanan sosial


untuk menolong dan memberi bantuan kepada orang
cacat dan menderita.

3). Usaha umat Katlik dalam mengembangkan dan memper


baiki situasi ekonomi dan kesejahteraan masyarakat,
untuk membantu orang miskin dan untuk menaikkan
taraf hidup bagi keluarga-keluarga yang berpendapatan
rendah.

4). Usaha umat Katolik dalam pengembangan masyarakat,


pengembangan RT dan RW-nya.
5). Usaha edukatif, yaitu usaha dari masyarakat Katolik un-
tuk ikut memberikan sumbangan dalam mengembang -
24

kan pendidikan dan pengajaran.

6). Usaha kebudayaan dan ketatanegaraan, yaitu usaha u-


mat Katolik dalam mengembangkan kebudayaan nasio-
nal dan mengamalkan dasar negara Pancasila baik da -
lam jabatan maupun dalam tugasnya sebagai warga ne
gara.

7). Usaha ekumenis, yaitu usaha umat Katolik untuk peng -


embangan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa
dan persatuan serta dialog karya antar umat beragama.

Dalambidang ini justru kaum awamlah yang harus maju. Imam-Imam bertindak sebagai
katalisator dan animator. Me
lalui tugas-tugas ini akan dapat diukur sampai mana peranan umat Katolik di dalam
pembangunan masyarakat.

(tugas-tugas tersebut : dalam pembentukan persekutuan hidup, dalam tugas khas


Gereja serta tugas dalam pembangunan masyarakat, akan diuraikan lebih lengkap
dalam uraian tentang BIDANG BIDANG PASTORAL UMAT).

4.3. Pastoral kategorial.


Selain cara kerja pastoral melalui wilayah/lingkungan, ada pula cara kerja pastoral yang tidak
melalui wilayah/ling-
kungan bahkan paroki, cara kerja pastoral tersebut biasanya terjadi secara kategorial.
Kelompok orang dalam suatu kategori tertentu (biasanya di kategorikan sesuai dengan
pakerjaan,profesi dan latar belakang lainnya), tidak selalu berasal dari lingkungan/wilayah
yang sama. Bahkan mungkin tidak berasal dari paroki yang sama. Pertimbangan yang
biasanya diambil karena dengan latar belakang yang kurang lebih sama atau serupa, akan
lebih mudah mengadakan bimbingan. Masalah dan kebutuhan- nyapun juga sering serupa.

Dalam pastoral kategorial ini ada hal penting yang harus diingat oleh pekerja pastoral, yakni
agar dengan pembinaan secara kategorial tersebut tidak justru menimbulkan gap diantrara
warga Gereja/umat Katolik. Atau paling tidak jangan ada rasa superioritas dari kalangan
tertentu, atau merasa diri kelompok eksklusif.

Acapkali dalam pastoral kategorial ini lalu berkembang menyerupai komunita dasar berdasar
pada kategori mereka (pekerjaan, profesi, latar belakang, dll).

5. BIDANG BIDANG PASTORAL UMAT.


5.1. Bidang Pembentukan Persekutuan Hidup.
Dengan persekutuan hidup dimaksudkan, kelompok umat pada tingkat paling dasar,
yang membentuk kelompok sebagaipersekutuan hidup; yang secara bersama-sama atas
dasar kerja sama mewujudkan seluruh bidang hidup katolik sesuai dengan hidup Kristiani.

5.1.1. Perkenalan.
Yaitu usaha untuk mengenal dan memahami hidup umat dalam lingkunganbaik secara
pribadi maupun dalam hubungan sosialnya dengan mengadakan kontak dengan umat.
Mengenal umat berarti mau menerima kenyataan hidup umat, yang merupakan tahap
pertama (orientasi) dalam usaha membina mereka. Perkenalan harus dijalankan baik secara
pribadi maupun secara kelompok. Perkenalan secara individu dijalankan lewat kunjungan
keluarga, dan perkenalan secara kelompok lingkungan/wilayah.

5.1.2. Inventarisasi/sensus.
Yaitu membuat perincian mengenai fakta-fakta yang ada dalam wilayah/lingkungan scara
khusus mengenai keadaan umat. Dengan keadaanumat di sini dimaksudkan keadaan
mereka dalam bidang kehidupan rohani, kehidup- an sakramental dan bidang tugas Gereja.
25

Ada dua dasar tentang sensus ini, yakni : Dasar Injili dari Mat.18:12-18,yang antara lain
menceritakan gembala yang meninggalkan 99 ekor dombanya dan mencari seekor yang
hilang. Dasar sosiologis, yakni : pemimpin sebuah komunita tidak boleh mempunyaisikap
acuh tak acuh terhadap anggota-anggota yang ada di dalamnya.

Dalam Paroki juga ada sensus sakramental, yakni yang berisi data-data umat dalamhal
penerimaan sakramen, kapan dan dimana. Sedang sensus pastoral isinya agak beragam
sesuai dengan kebutuhan dari masing-masing Paroki, data apa saja yang diperlukan.

Prinsipnya data harus diketahui dengan baik, dicatat dan diolah, untuk menjadi dasar
menyusun program pastoral. Setiap usaha pastoral harus mendasarkan diri pada keadaan
konkrit umat setempat. Setiap wilayah/lingkungan mempunyai situasi yang berbeda satu
sama lain. Umat mempunyai cara hidup dan mentalitas yang berlainan. Bertitik tolak dari
sikap dasar ini, setiap pelaksana pekerja- an pastoral perlu mengadakan

orientasi-analisa situasi secara sistematis sehingga dapat dipergunakan sebagai dasar usaha
pembinaan umat secara tepat.

5.1.3. Bimbingan/penyadaran.
Yaitu usaha penyadaran kepada masing-masing pelaksana pekerjaan pasoral dalam
wilayah/lingkungan, pengurus wilayah, rasul awam, petugas pelayanan serta kelompok umat
dalam melaksanakan tugas dan fungsinya masing-masing sbagai pelaksana pekerjaan
pastoral.

5.1.4.Musyawarah.
Musyawarah atau rapat wilayah adalah merupakan pembicaraan bersama diantara
warga di suatu wilayah. Sistem musyawarah memang sudah lazim menjadi salah satu cara
untuk memperoleh persetujuan bersama.

Namun bagaimana musyawarah dilaksanakan, hal ini yang kadang-kadang kurang


diperhatikan, misalnya :
(1). Memulai pertemuan tepat pada waktunya.
(2). Akhiri pertemuanpada waktunya.

(3). Buatlah rencana pertemuan.


(4). Buatlah ringkasan pertemuan.
(5). Jagalah supaya pertemuan berjalan terus, jangan sam-
pai macet karena tidak ada yang berbicara/berpendapat
(6). Tanyakan pendapat para anggota, misalnya tentang
waktu pertemuan, dll.

Musyawarah bukan hanya suatu pembicaraan yang tanpa tujuan, melainkan cara bertukar
pikiran untuk saling mengisi dan memperlengkapi sehingga mencapai hasil yang diharapkan
yaitu persetujuan bersama dan memenuhi kepentingan seluruh warga wilayah/paroki.

5.1.5. Perencanaan.
Yaitu mebuat rencana atau program yang akan dijalankan dalam pembinaan wilayah/paroki.
Perencanaan yang tersusun diharapkan dapat diterapkan sesuai dengan situasi konkrit
wilayah. Untuk menyusun program yang demikian itu, harus dilalui langkah-langkah
perencanaan yang tepat dengan memikirkan tiap-tiap langkah, apa yang diharapkan atau
fasilitas mana yang diperlukan untuk mencapai tujuan pastoral itu.

Dalam Injil (Luk.14:28-32), Yesus sendiri menekankan pentingnya berpikir dan


mempertimbangkan terlebih dahulu
40
Apa yang akan dikerjakan, agar pekerjaannya dapat diselesaikan dengan baik. Karena
rencana kerja wilayah/lingkungan merupakan pedoman pelaksanaan yang memungkinkan
26

pekerjaan lingkungan terlaksana secara sistematis dan merupakan penuntun bagi pelaksa-
naan pekerjaan pastoral di lingkungan.

Hal-hal yang menjadi dasar penyusunan rencana kerja lingkungan adalah : rencana
Gereja/Keuskupan/Paroki,

usul-usul warga (cita-cita, harapan, kebutuhan, masalah) , rencana pemerintah, rencana


kerja masyarakat sekitar (RT/RW).

Langkah-langkah dalam penyusunan rencana kerja wilayah/lingkungan :


(1). Penggambaran situasi yang ingin dicapai.
(2). Penentuan sasaran.
(3). Penentuan target.
(4). Penentuan priopritas dari sasaran-sasaran yang ada.
(5). Penentuan metode, strategi danpolicy yang diikuti.
(6). Penentuan logistik usaha.
(7). Alokasi keaktifan.
(8). Alokasi tanggung jawab.
(9). Alokasi investasi.
(10). Penentuan jadwal.
(secara lebih lengkap dibicarakan dalam sepuluh (10) langkah pekerjaan pastoral)

Hal penting lainnya yang perlu diperhatikan adalah bahwa rencana kerja harus dapat
dilaksanakan dan dievaluasi.

5.1.6. Pengelolaan/pelaksanaan.
Setelah disusun suatu program, maka rencana tersebut dilaksanakan. Dalam
pelaksanaan ini kelemahan-kelemahan dari perencanaan akan dapat diketahui.
Agar supaya usaha perbaikan tetap berjalan, perlu diperhatikan pokok-pokok berikut :
(1). Menentukan faktor-faktoryang perlu ditinjau kembali da
lam usaha pastoral. Meninjau kembali apakah sumber a
tau fasilitas yang direncanakan sudah memenuhi kebu -
tuhan untuk kelangsungan kegaiatn pastoral.
(2). Menjaga kelangsungan usaha pastoral.

58.

Usaha ini dapat dicapai dengan kaderisasi atau usaha-


usaha untuk menciptakan situasi yang dapat menun -
jang usaha pastoral.
(3). Kontrol pelaksanaan usaha pastoral.
Dalam setiap kegiatan amat perlu pengawasan. Hal ini
bukan berarti tidak adanya kepercayaan, tetapi untuk
memupuk kedisplinan dalam melaksanakan tugas.
(4). Pengluasan pelaksanaan usaha pastoral.
Dapat dijlankan dengan menambah keaktivan, penglu-
asan tanggung jawab dan penambahan jumlah
anggota.

5.1.7. Evaluasi.
Yaitu meninjau kembali lelangsungan dan pelaksana-
an usaha pastoral. Evaluasi perlu dijalankan, sebab dengan evaluasi dapat diketahui sejauh
mana hasil yang telah dicapai, faktor-faktor mana yang menjadi penghambat dan faktor-faktor
mana yang menjadi pelancar dalam usaha pastoral. Atas evaluasi tersebut dapat dicari
langkah perbaikan yang lebih sesuai.

5.2. Tugas khas Gereja.


5.2.1. Bidang Pewartaan.
27

5.2.1.1.Arti pewartaan.
Suatu usaha secara terus menerus dari setiap orang beriman untuk membantu sesamanya
agar semakin mengerti dan mendalami hidup pribadi maupun hidup bersama menuju ke
kehidupan Kristiani yang dewasa penuh menurut ajaran Yesus Kristus.
Sudah menjadi tugas dan kewajiban untuk setiap orang Kristen untuk menjadi pewarta Kabar
Gembira melalui kesaksian hidupnya melaluikeyakinan dasarnya dan mela-
lui tindakan dalam kehidupannya sehari-hari dalam lingkungan.

5.2.1.2.Maksud dan tujuan pewartaan.


Tujuan utama dari pewartaan ialah membangkitan iman umat kemudian membinanya,
membimbing serta membantu mereka untuk semakin dewasa imannya. Pewarta yang
sungguh-sungguh tidak hanya bermaksud untuk membina jemaat agar mahir berbicara saja,
melainkan untuk menjadi peka terhadap kehidupan nyata lingkungannya. Penemuan pribadi
mereka dapat terjadi melalui kenyataan hidupnya, melalui peristiwa-peristiwa yang
dialaminya. Dalam kenyataan-kenyataan itu berkaryalah Roh Kudus sebagai pembimbing
setiap langkah hidup manusia. Hanya dengan demikian pewarta akan sungguh-sungguh
membantu mereka dalam menemukan dirinya. Pewarta dan para pendengarnya bersama-
sama menafsirkan hidup konkrit dalam cahaya injil dan secara konkrit pula menanggapi
kurnia Tuhan dalam iman.

Iman kita berkembang dalam situasi konkrit, dengan menafsirkan tanda-tanda jaman dan
peristiwa-peristiwa hidup manusia dalam perspektif iman kita, sebab di sinilah kita
menemukan kehidupan baru dalam Kristus. Semaklin kita dapat menghayati misteri Kristus
dalam hidup sehari-hari, semakin kita menghayati pula arti hidup mengGereja sebagai
komunitas umat beriman. Maka tujuan pewartaan bukan saja pembinaan iman seseorang
melainkan pembinaan jemaat beriman secara keseluruhan Gereja melalui komunikasi.
Komunikasi tak hanya terjadi dalam liturgi atau ibadat bersama, melainkan dalam
penghayatan iman segenap warga.

5.2.2 Bidang pengudusan.


Pengudusan sama dengan pembenaran dan kesuci- ian. Sebagaimana manusia dibenarkan
dalam Kristus begitu pula ia dikuduskan dalam Kristus. Maka Konsili Vatikan II dengan berani
dan tegas mengatakan bahwa “Gereja tak dapat kehilangan kesuciannya”.
Pengudusan itu datang atas kerjasama dari keduabelah pihak yaitu dari pihak Allah dan dari
pihak manusia. Dilihat dari sudut Allah, pengudusan itu merupakan tawaran ataupanggilan
Allah, karena itu semua yang ada dalam Gereja dipanggil kepada kesucian. Memang
pengudusan bukan semata-mata berasal dari manusia tetapi dari Allah sumber damai
sejahtera yang menguduskan manusia Kristus adalah pembenar, pengudus dan penebus.
Kita dipilih Allah untuk keselamatan dan pengudusan Roh. Manusia tidak dapat
menguduskan diri dalam arti membenarkan diri tanpa bantuan dari Allah.

5.2.2.1. Arti kudus.


Pertama-tama Allah adalah yang Kudus yang mulia dan yang luhur secara mutlak.Dia adalah
tak tercipta serta jauh di atas segala-galanya.
Kudus dalam arti moril etis dapat dikenakan pada Allah. Kata kudus juga sering dikenakan
pada barang-barang : rosario, piala, patena,dll. Barang-barang tersebut dikudus- kan untuk
Allah dan tak boleh digunakan untuk hal-hal yang profan. Manusia adalah Kudus berkat
rahmat yaitu pemberian diri Allah yang mahakuasa yang mengubah manusia sampai
sedalam-dalamnya dan menunut supaya menghasilkan buah,perbuatan baik.

5.2.2.2. Tujuan pengudusan.


Tujuan pengudusan ialah membawa manusia kepada persatuan pribadi dengan Allah. Untuk
bersatu dengan
28

Allah dibutuhkan sikap terbuka dan sikap rendah hati, seperti Yesus telah merendahkan Diri
dan menjadi sama dengan umat banyak. Tetapi dibalik kerendahan hatiNya, terlukis nilai
kekudusan yang melebihi segalanya.

5.2.3. Bidang penggembalaan.


Arti dan tujuan penggembalaan.
Menurut R.Hardawiryana,SJ, dalam bukunya “Membina Jemaat Beriman” membina
penghayatan iman kristen berarti membantu sesama untuk meresapkan sabda Tuhan agar
menjadi pedoman hidup “dalam cahaya iman”, menggali arti sedalam-dalamnya arti dari
hidupnya, membantu mehyadarkan mereka bahwa Allah memang- gilnya dan yang
sedang/sudah melaksanakan karya penye- lamatan-Nya.
Di banyak tempat umat semakin bembutuhkan pembinaan, untuk mencari/mendalami
pengertian hidup. Dan mereka menginginkan pedoman yang dapat diandalkan. Perubahan
Gereja dari kebudayaan tradisional ke corak budaya yang baru mengakibatkan timbulnya
tantangan-tantangan tersebut, dibutuhkan adanya keyakinan iman yang
mendalam/kesadaran hidup iman bersama tetapi yang dihayati scara pribadi.
Bagaimana hidup iman umat dapat dipertahankan/dikem- bangkan dalam situasi jaman
sekarangini, itulah persoalan kompleks yang perlu ditinjau secara mendalam melalui langkah-
langkah yang tepat. Pembimbing perlu memikirkan langkah pembinaan mana yang perlu
ditempuh sesuai dengan situasi umat setempat. Untuk tahap permulaan mungkin pembinaan
dapat diberikan melalui informai secara lengkap kepada umat mengenai kehidupan beriman,
agar mereka selalu siap mengatasi persoalan-persoalan jaman sekarang.

Pembinaan bertujuan untuk mengembangkan iman umat dengan menggali dan menilai
pengalaman-pengalaman imannya. Dengan demikian umat akan dapat memahami potensi-
potensi dasar yang ada pada dirinya yang berguna bagi pembentukan pribadi dalam arti yang
luas yaitu menjadi manusia yang dewasa dan bertanggungjawab untuk melibatkan dirinya
dalam tugas-tugas Gereja dan masyarakat. Pewartaan dan pengudusan tak dapat tercapai
secara intensif tanpa adanya pembinaan. Dengan kata lain pembinaan merupakan tindak
lanjut dari usaha pewartaan dan pengudusan, yaitu membina umat dalam penghayatan
sabda ke dalam kehidupannya sendiri.

5.3. Tugas pengembangan umat.


Arti dan tujuan tugas dalam pembangunan masyarakat.
Kita sebagai umat kristen memliki keyakinan dasar bahwa suksesnya usaha pembangunan
masyarakat, tidak dapat lepas dari kesatuan antar kita dan antara kita dengan Tuhan dalam
Kristus. Melalui jalan itulah, usaha untuk menemukan kebahagiaan dan kesejahteraan dapat
tercapai dengan penuh.
Dengan dijiwai semangat Injil, kita sebagai umat kristen yanghidup di dalam masyarakat
yakin bahwa tugas yang diberikan kepada Kristus oleh Bapa-Nya untuk menggem- balakan
umat manusia menjadi umat Allah yang bahagia dan sejahtera, dilaksanakan dan dilanjutkan
melalui dan didalam usaha kita sendiri oleh bimbingan Roh Kudus. Kebahagiaan dan
kesejahteraan sejati, tercapai bukan hanya melalui usaha yang “manusiawi” belaka
melainkan melalui usaha-usaha pengembangan seluruh pola kehidupan manusia, termasuk
keyakinan dasarnya yang bersifat “spiritual”.
Kristus sendiri menunjukkan hubungan cinta kasih dan persaudaraan yang mesra dengan
sesama-Nya, demi

keselamatan kekal dan demi kehidupan yang layak bagi masyarakat-Nya. Kristus sendiri
telah memberikan teladan nyata dalam membebaskan penderitaan-penderitaan manusia.
Sebab bagaimana mungkin kita mencintai Tuhan, tetapi tidak mencintai sesama yang ada di
sekitar kita ?
Tugas-tugas ini ditinjau dari 7 (tujuh) bidang pokok sebagai berikut :

5.3.1. Bidang medis.


29

Usaha medis adalah usaha-usaha untuk memberikan bantuan pengobatan, baik sebagai
tindakan preventif maupun terapeutis. Sasaran usaha di bidang pastoral bukan semata-mata
terbatas pada bidang keagamaan, melainkan juga bidang kesehatan jasmaniah. Hidup
keagamaan akan terganggu jika hidup dan kesehatan terganggu.

5.3.2. Bidang Pelayanan Sosial.


Pelayanan sosial dapat diartikan sebagai usaha untuk membantu sesama manusia dengan
ikut memikirkan kebutuhannya baikyang material maupun moral, agar mereka dapat hidup
layak sebagai anak-anak Allah. Di bidang pelayanan sosial ini, pihak pemerintahpun selalau
berusaha menciptakan kondisi-kondisi yang memungkinkan orang-orang cacat danmenderita
ikut mengalami kesejahteraan, seperti LSD, Pendidikan Masyarakat, Pengembangan
Masyarakat Desa, dsb.

5.3.3. Bidangsosial ekonomi.


Pelayanan di bidang sosial ekonomi, yaitu suatu bentuk pelayanan yang dijalankan baik
secara individu maupun secara organisasi untuk membentuk mereka yang mengalami
kesulitan ekonomi agar dapat memenuhi

kebutuhannya sehari-hari demi kesejahteraan hidupnya di tengah-tengah masyarakat.


Untuk mencapai kesejahteraan itu, harus dilihat keseluruhan struktur masyarakat itu sendiri,
apakah lingkungan memungkinkan seseorang untuk bekerja secara efektif dan produktif
dalam mewujudkan tujuan bersama itu atau tidak. Saingan memang dapat membangkitkan
semangat kerja, namun saingan itu bagi mereka yang tak mampu, tak adaartinya.
Kesejahteraan bersama bukan berarti bahwa masyarakat sudah mempunyai segala-galanya
yang diperlukan untuk hidup makmur dan hidup mewah. Juga tidak sama dengan pembagian
bahan-bahan atau jasa-jsa bagi anggota-anggotanya, melainkan tersedianya persyaratan
yang diperlukan agar semua orang dan golongan secara merata dapat memperkembangkn
diri sendiri sesuai dengan bakat dan kemampuan untuk memperoleh dan mencukupi
kebutuhan hidup vital manusia.

5.3.4. Bidang pengembangan komunita/masyarakat.


Pengertian komunita dalam arti yang luas yaitu suatu bentuk persekutuan hidup, yng
merupakan kelompok-kelompok orang-orangyang hidup bersama dan saling bekerjasama
untuk memenuhi kebutuhan mereka. Kehidupan manusia dapat bersifat rohani dan sosial.
Bersifat rohani jika persekutuan itu berdasarkan atas keyakinan iman yang sama, jadi yang
menyangkut kehidupan batin, sedang bersifat sosial karena di dalam hidup bersama itu
masing-masing anggota saling menolong dan bekerjasama.
Dalam pembangunan masyarakat, komunita atau bentuk kehidupan sepertiitu, perlu
dikembangkan, bukan hanya terbatas pada persekutuan hidup katolik melainkan persekutuan
hidup di dalam masyarakat. Komunita dasar

atau lebih tepat dikatakan persekutuan hidup dasar adalah merupakan sarana untuk
mewujudkan komunita dasar Kristiani agar lebih lanjut dapat mempengaruhi pengembangan
“komunita” dalam arti yang luas yaitu masyarakat sekitarnya.

5.3.5. Bidang pendidikan.


Kebutuhan akan pendidikan sangat dirasakan terutama di daerah-daerah pelosok, dimana
pandangan orang tua/masyarakat kurang menyadari akan arti penting- nya pendidikan anak.
Pendidikan adalah merupakan sumber pengetahuan, keterampilan, nilai-nilai etis yang
berguna bagi pembentukan diri sebagaiorang yangdewasa dalam arti yang seluas-luasnya.

5.3.6. Bidang kebudayaan.


Kebudayaan sangat penting artinya bagi perkembangan manusia, sebab dengan
kebudayaan, manusia dapat dibantu untuk menghayati arti pribadinya. Melalui
pengintegrasian kebudayaan-lebudayaan yang tidak bertentangan dengan iman kristiani ke
30

dalam kegiatan-kegiatan yang bersifat religius, umat akan dibantu di dalam menghayati iman
Kristiani.
Pengakaran iman umat, tidak tercapai dengan menda- tangkan kebudayaan asing, melainkan
dengan menanam- kan iman itu ke dalam kebudayaan setempat.

5.3.7. Bidang ekumene.


Yaitu usaha dari Gereja Gereja (protestan, ortodok dan katolik) untuk membangun persatuan
yang nyata antara mereka.Kerjasama ini dapat dilaksanakan melalui usaha-usaha di bidang
sosial, pengrasulan dan kerjasama di dalam menyelenggarakan pesta-pesta besar
keagamaan
seperti : Natal, Paskah. Usaha Ekumene
.

adalah merupakan usaha yang perlu dilaksanakan setiap orang kristen.

5.3.8. Bidang sosial politik.


Bidang politik adalah bidang yang khas awam, hierarki dan umat inti semestinya tidak
memasuki bidang ini, walaupun mereka perlu tahu tentang politik.(cobalah cari dasar-dasar
berpolitik bagi awam dari Dok KV II : GS dan Dekrit Ttg Kerasulan Awam dapat juga dicari
dalam buku buku kecilnya kerawam KWI).(fakultatif)

5.3.9. Bidang hak azasi manusia.(bidang ini juga bisa dicari dalam GS atau dalam KC
tentang gembala-gemabal dalammYehezkiel dan Injil Mat tetg memberi makan yg lapar dsb).
(fakultatif).

5.3.10.Bidang ekolosi. (fakultatif).

6. PENERAPAN TEHNIK KE DALAM PASTORAL UMAT.

6.1.Orientasi : Memperkenalkan diri dengan lingkungan.


Langkah pertama dalam pekerjaan pastoral adalah : memperkenalkan diri dngan lingkungan.
Lingkungan yang dimaksudkan di sini bukan lingkungan baru tetapi ling- kungan lama,
lingkungannya sendiri. Orientasi berarti berusaha supaya menenal masyarakat dalammana
kita hidup. Makin kita mengenal persekutuan dalam mana kita

hidup sebagai orang Kristen, dengan sendirinya kita makin tertarik untuk mewujudkan Injil.
Situasi kita membutuhkan Injil. Dan kalau dalam mewujudkan Injil ada spontanitas dan kita
mengerjakan sesuatu dengan cara kita sendiri, hal ini sudah baik dan amat berharga, asal
pertama-tama kita mulai berusaha agar gap antara kita sendiri dengan masyarakat dalam
mana kita hidup, hilang.

Kunjungan yang diadakan dengan maksud : memperkenal- kan diri dengan lingkungan inilah
nomor satu dalam pekerjaan pastoral.Kalau umat paroki tidak mulai dengan saling
mengunjungi, tidak ada dasar untuk pekerjaan pastoral. Makin perkenalan mendalam, makin
pekerjaan pastoral dengan sendirinya akan berkembang.

6.2. Refleksi pribadi dan analisa situasi.


Langkah kedua ialah : menganalisa situasi, menyadari situasi, menguraikan situasi baik
berdasar atas kenyataan hidup maupun berdasar atas iman. Dan di sini ada dua
arah;pertama, menganalisa situasi yang ditemukan dengan bertanya pada diri sendiri :
Apakah yang saya temukan di sana memuaskan ? dan kedua : setelah menanalisa perlu
bertanya : Apakah yang dapat kuperbuat?.
31

Analisa situasi menurut hemat kami , memerlukan pengetahuan tentang luasnya daerah dan
berapa orang yang harus diperhatikan, umpama kita perlu mengetahui berapa orang miskin,
berapaorang cacat, berapa pemuda yang tidak mendapat pekerjaan dalam lingkungan kita.
Untuk bergerak di dalam pekerjaan kepemudaan, kita harus mengetahui berapa pemuda ada
dan masalah apa yang mereka hadapi. Data-data ini harus tersedia dan jelas.
Pokoknya :mengerti dan menganalisir situasi tidak telepas dari jabatan kita. Kalau kita
mengetahui bahwa kita adalah ragi, ini berarti bahwa kita adalah orang tersebar di beberapa
tempat, akan tetapi juga tersebar di beberapa tingkatan dalam masyarakat. Dan di dalam
tingkatan ini jika kitamengadakan analisa, kitamulai mengembangkan hidup bersama dengan
orang miskin. Tanpa realisme, tanpakeinginan untuk betul-betul bertemu dengan fakta-fakta,
maka pekerjaan pastoral tidak mungkin.Betapapenting spirit, semangat, ilham di dalam
pekerjaan pastoral, toh perlu ada ikatan yang nyata dengan keadaan dalam mana kita hidup.
Secara tidak sadar seolah-olah kita kadang-kadang takut, dan ada kecenderungan tidak
melihat keadaan secara nyata. Ini merupakan hambatan.

6.3. Penggambaran situasi dan proses penyesuaian.


Penyadaran atau motivasi mulai apabila yang kita analisir dapat kita ragakan. Hal ini tidak
mudah. Mungkin diperlukan bantuan seorang pekerja pastoral yang terdidik baik. Akan tetapi
kalu kita tidak mendapatkan gambaran dari situasi, tidak mungkin nanti ada perubahan
mengenai sasarannya.
Kalau kita hanya mengumpulkan data tetapi fakta-fakta tidak dihgambarkan di dalam situasi
yang konkrit, nanti tidak ada program. Sensus sendiri bahan mati kalau tidak digambarkan.
Banyak orang bilang : sensus tidak perlu. Memang, kalau sensus tidak dipergunakan kecuali
untuk laporan ke atas. Kalau sensus diadakan dan sesudah itu betul-betul digambarkan
secara nyata terutama untuk orang yang ikut dalam program, atau kelompok yang lebih luas,
baru mulaipekerjaan pstoral. Di sini memerlukan dialog.

6.4. Dialog dengan lingkungan.


Tidak perlu dialog yang tinggi-tinggi, pembicaraan biasa saja cukup, berdasar atas data dan
kenyataan yang dibicarakan bersama timbul keinginan untuk berusaha
bersama. Berdasar data yang konkrit yang dibicarakan bersama, timbul gagasan apa yang
kita perbuat ? Tetapi kalau tidak ada data sebagai dasar pembicaraan, orang juga tidak mau
berusaha.

6.5. Penyusunan program kerja.


Dalam menyusun program, pokok yang pertama yang perlu dilihat ialah : apa yang benar-
benar dapat dilaksa- nakan dan bukan apa yang dicita-citakan. Apa yang feasible. Feasible
berarti : apa yangsekarang dapat dilak- sanakan mengingat situasi dan kondisi setempat.
Perlu betul-betul penerimaan keadaan menurut adanya dan makin penerimaan keadaan ini
ada, dengan segala kekurangan yang ada di dalamnya, makin ada kemung- kinan bahwa
program dapat dijalankan.

6.6. Latihan. (acara latihan).


Langkah berikutnya adalah latihan. Latihan apapun juga perlu diadakan, sebab usaha baru
tak dapat berjalan tanpa latihan. Latihan yang dimaksudkan bukan secara kursus belaka,
akan tetapi secara teladan. Jangan mulai dengan suatu usaha sebelum ada bukti bahwa
usaha ini akan berhasil.
Dalam pekerjaan pastoral di parokisekarang, masih banyak usaha yang tetap merupakan
untung-untungan, tetapi toh umat tetap mau mencobanya. Kalau begitu, maksud pekerjaan
pastoral semacam ini bukan hasil ekonomis yang ingin dicapai akan tetapi unsur kerjasama.

6.7. Hubungandengan masyarakat.


Amat berguna kalau kita ikut dalam usaha nasional atau regional dantidak terlalu banyak
mengadakan usaha sendiri. Hubungan dengan masyarakat tidak hanya berarti
kita ikut usaha masyarakat, akan tetapi juga kita mengikut- sertakan masyarakat dalam usaha
kita.

6.8. Perbaikan struktur sosial.


32

Usaha pastoral tidak hanya merupakan usaha yang kebetulan saja yang hanya dijalankan
karena pada suatu saat hati kita terdorong untuk mengerjakan sesuatu untuk kepentingan
paroki/wilayah/lingkungan.
Pekerjaan pastoral menuju ke pembaharuan sistem dan struktur hidup, yang disebut dalam
bagian pertama, supaya datang Kerajaan Allah, masyarakat Allah, susunan sosial yang
menjamin keadilan dan persekutuan hidup.

6.9. Evaluasi pelaksanaan praktek pastoral.


Evaluasi berati : penilaian untuk menentukan mana yang bernilai dan mana yang tidak. Kita
mau melihat apakah usaha ini berkembang atau tidak. Dengan penilaian bukan berarti harus
ada angka-angka atau harus ada hasil ekonomis tetapi bahwa betul-betul ada perkembangan
nilai manusiawi berdasar Injil.
Perkembangan kegairahan hidup bersama dan kerjasama lebih erat, dan persekutuan dalam
Kristus lebih mendalam.
(mungkin sebaiknya mulai dari motivasi s/d evaluasi di satukan saja pd bab 6 ini...coba
perhatikan pada bab 5 tentang bidang-bidang pstoral khususnya tentang bidang persekutuan
hidup.).

7. PENDAMPINGAN PASTORAL UMAT.

Pendampingan pada psstoral umat pada hakekatnya adalah bimbinghan. Bimbingan yang
dilaksanakan setelah memperlajari fakta yang ada, dari sensus, pengamatan dsb. Pendek
kata setelah kita kenal situasi,kebutuhan
masalah dan potensi yang ada. Setelah ada perundingan dengan tim pastoral, barulah
ditentukan pendampingan atau bimbingan apa yang tepat untuk dilaksanakan.

7.1. Dasar-dasar pendampingan.


7.1. 1. Dasar biblis.
Dalam membicarakan tugas-tugas pengurus lingkung- an di dalam pendampingan umat,
kelompok-kelompok dan keluarga-keluarga ini didasarkan atas Sabda Tuhan yang
disampaikan degan perantaraan Nabi Yehezkiel (Yeh.34:1-6. 11-16)). Dari kutipan tesebut
menjadi jelas bahwa gembala mempunyai kewajiban menggembalakan kawan- an,
menguatkan yanglemah, menyembuhkan yang sakit, membalut yang luka,mengembalikan
yang tercerai berai dan mencari yang hilang.

Dari buku pencatatan masalah dan kebutuhan,pengurus lingkungan menemukan hal-hal


tersebut. Kepercayaan yang besar dari umat dan Gereja terhadap pengurus lingkungan,
hendaknya diimbangi dengan mencintai umat sebagai gembala yang baik yang mencitai
domba-dombanya.

7.1.2. Dasarpsikologis.
Umat dalam lingkungan terdiri dari bermacam-macam kelompok. Kelompok-kelompok itu
harus hidup dan ber-kembang dari dirinya sendiri. Tidak boleh mereka dikuasai pengurus
lingkungan, melainkan didampingi. Di dalam lingkungan juga ada keluarga-keluarga, mereka
juga mempunyai hidupnya sendiri, tetapi memerlukan pendam- pingan. Umat dalam
perkembangannya sebagai warga Gereja juga memerlukan perawatan rohani,jadi butuh pen-
dampingan.
.

7.2. Praktek pendampingan.


Bagaimana pendampingan dilaksanakan di dalam lingkung-an? Beberapa hal yang perlu
diperhatikan.

7.2.1. Pembentukan personalia.(fakultatif)


Di sini dimaksudkan person-person mana yang memerlukan pendampingan, tentunya
sebagai umat di dalam lingkungan.
Jika demikian, maka dapat disebutkan sebagai berikut :
33

-Mereka yang bermasalah, yang pudar imanannya jelas me


merlukan pendampingan.
-Orang-orang yang mempunyai potensi, atau yang ada ha-
rapan positif untuk ambil bagian dalam karya Gereja.
Potensi-potensi dalam lingkungan itu ada yang sudah ber-
kembang, tetapi ada juga yang belum.
-Tetapi di samping itu, orang-orang biasa juga memerlukan
pendamping, di samping untuk menguatkan mereka na -
mun juga agar iman mereka semakin dalam.

Untuk melaksanakan tugas tersebut pengurus lingkungan tidak mungkin bekerja sendirian,
akan tetapi perlu bekerja sama dengan potensi-potensi yang adadan petugas-petugas yang
lain yang ada di dalam lingkungan. Pengurus lingkungan perlu mengelompokkan potensi
yang ada sesuai dengan masalah dan kebutuhan yang harus ditangani/sesuai dengan
pendampingan yang diperlukan. Misalnya masalah sosial ekonomi, pendidkan,pendalaman
iman dll.
.

Contoh formulir kunjungan pendampingan umat :

Paroki :................................ Lingk :..............................


Tanggal kunjungan :.......................................................
Petugas :.......................................................................

I.IDENTITAS :
1.1. Nama Keluarga :......................................................
1.2. Alamat :...................................................................

II. MAKSUD KUNJUNGAN:..............................................


.......................................................................................

III. DATA KELUARGA (diisi yang perlu).


III.1. Susunan keluarga :............................................
III.2. Kebutuhan-kebutuhan :............................................
III.3. Masalah-masalah :............................................
III.4. Pola harapan :............................................
III.5. Potensi:a.Kecakapan :.............................................
b.Kesediaan :..............................................

IV. KETERANGAN.
IV.1. Kunjungan yang ke .................................................
IV.2. Uraian kasus atau masalah :....................................

V.1. Pola percakapan :


V.2. Pola penyelesaian (jalan keluar).
V.3. Evaluasi dan penentuan tindak lanjut.

7.2.2. Metode-metode praktis pendampingan.


Pada dasarnya akan menyampaikan bagaimana pen- dampingan dilaksanakan.
Bagian terpenting dari tugas pengurus lingkungan adalah berdasar atas perkenalan dan
sensus memberi pendam- pingan kepada individu, kepada keluaraga maupun kelom- pok.

Dari pencatatan kebutuhan dan masalah,pengurus ling kungan menemukan domba-domba


yang :sakit dan lemah, tercerai berai, yang pekawinannya tidak beres, yangmengalami
masalah pendidikan anak, yang perkawinannya retak juga individu-individu yang imannya
pudar.

Dalam pelaksanaan pendampingan,dapat memakai cara-cara sbb :


34

1.Pendampingan langsung.
Pengurus lingkungan langsung memberikan pendamping- an, tidak perlu dibicarakan terlebih
dahulu dengan pengurus lainnya. Pendampingan ini mungkin juga dilaksanakan oleh
perkumpulan-perkumpulan kerasulan.

2.Dengan sistem lingkungan.


Karena paroki-paroki terdiri dari lingkungan-lingkungan, ma
ka sebaiknya kalau seorang warga paroki menerima pendampingan tidak menerimanya
sebagai orang individual melainkan sebagai orang lingkungan.Begitu pula kalau pengurus
lingkungan mengadakan pendampingan, tidak dilaksanakan sendirian saja,melaInkan
bersama atau mela- lui kelompok-kelompok pengrasulan yang ada.
Tidak realisitis apabila mengharapkan pengurus lingkungan memiliki kharisma untuk
mengadakan pendampingan, akan tetapi dapat melatih diri untuk mengadakan
pendampingan
75.

bimbingan, agar pendampingan yang diberikan tidak hanya berdasar atas intuisi dan inspirasi
pada saat kunjungan saja.

Untuk memberikan pendampingan secara sistematis, perlu menggunakan 3 (tiga) langkah :

1). Menyusun pola percakapan.


Yakni catatan singkat mengenai pokok-pokok penting yang akan dibicarakan dalam
kunjungan. Tehnik membim- bing yang baik adalah menunggu sampai suatu saat
pembicaraan surut, dan waktu itulah diadakan bimbingan. Hal ini akan mudah sekali apabila
pokok-pokok yang akan dibicarakan sudah ada apalagi jika sudah dibicarakan sebelumnya.

2). Mencari jalan keluar.


Pendamping tidak dapat memaksakan jalan keluar kepada yang didampingi, pendamping
hanya menunjukkan saja.
3). Mengevaluasi hasil pendampingan dan menentukan tin -
dak lanjut.
Apakah pendampingan perlu ditindak lanjuti atau tidak? Apakah bersifat kontinue atau tidak ?
Tergantung dari evaluasi ini.

3.Pendampingan kelompok.
Ada beberapa alasan mengapa di lingkungan diberikan pendampingan kelompok :
a). Seringkali pendamping tidak cukup waktu untuk menga -
dakan pendampingan indvidual.

b). Jenis kesulitanya hampir sama, sehingga lebih efektif


apabila diadakan pendampingan kelompok.

c). Pada pendampingan kelompok sering lebih efektif, kare-


na orang yang didampingi terdorong untuk menyelesai -
kan masalah secara bersama-sama.

d). Seringkali di dalam lingkungan terbentuk kelompok-ke


lompok kategorial (lihat pastoral kategorial). Mereka ber-
kumpiul karena mengalami masalah yang sama dan ber
kumpul betdasar atas fungsi yang sama. Dengan demi-
kian pendampingan kelompok tidak bisa menghilangkan
pendampingan indvidu.

Pendampingan dalam bimbingan kelompok perlu dibeda- kan dari kegiatan rapat, kegiatan
ibadat, kegiatan pendalaman iman,dsb.
35

Mengadakan pendampingan kelompok berarti menciptakan hubungan dalam kelompok.


Mencapai tujuan melalui pendampingan kelompok berarti mencapai tujuan melalui hubungan
dalam kelompok.Hal ini tidak berarti memberi nasehat-nasehat atau teguran-teguran,
melainkan usaha untuk menciptakan hubungan dalam kelompok.

Pendamping tidak bisa memaksakan. Hubungan dalam kelompok akan menjadi bimbingan
dalam kelompok apabila ada :

(a). Penerimaan.
Setiap anggota diterima menurut apa adanya.Ini tidak berarti menyetujui juga kesalahan-
kesalahan mereka. Orang tidak diterima menurut idealnya, cita-cita orang lain mengenai
norma-norma. Tiap orang berbeda dari orang lain. Makin di dalam kelompok tidak ada
suasana saling menerima menurut adanya, kemungkinan untuk bimbingan dalam kelompok
juga semakin kecil.

(b). Suasana permisive.


Suasana di mana setiap anggota di dalam kelompok diberi kesempatan untuk menyatakan
dirinya. Dalam bimbingan kelompok setiap orang boleh mengekspresikan diri, boleh
mengembangkan diri, boleh menyatakan diri. Permisive tidak berarti membiarkan, akan tetapi
mengijinkan, memberi kesempatan.

(c). Dinamis.
Permisive yang dimaksud adalah dalam konteks dinamika kelompok, bukan berarti tanpa
batas. Ada suatu sistem dimana anggota kelompok dapat berkembang melalui dinamika
kelompok.

(d). Terbuka.
Artinya bahwadi dalam kelompok tidak hanya ada satu orang saja yang boleh bicara,
anggota yang lainpun diberi kesempatan.

Keempat ciri tadi yang menyebabkan suatu hubungan dalam kelompok menjadi hubungan
bimbingan, terjadi pendampingan. Empat unsur tersebut di dalam bimbingan kelompok tidak
boleh dipisahkan, semuanya merupakan satu kesatuan.

7.2.3. Tugas pendampingan sebagai tindak lanjut.(fakultatif)


Maksudnya adalah pendampingan/bimbingan yang dilakukankepada orang-orang, aktivis,
para petugas dsb, yang akan melanjutkannya dalam tugas-tugas pendamping- an mereka.
Mereka itu adalah :
(a). Pendampingan kepada pengurus lingkungan/wilayah.

Penampingan yang diberikan dalam administrasi kepengu- rusan serta pembinaan kader,
kepemimpinan, dll.

(b). Penampingan kepada rasul awam.


Dalam hal bagaimana mereka mengajar agama dan tugas-tugas lain.

(c).Penampingan kepada para petugas pelayanan.

(d). Pendampingan kepada komunita dasar.

7.2.4. Latihan-latihan pendampingan.(fakultatif).


36
37

Anda mungkin juga menyukai