Anda di halaman 1dari 10

Empat Ciri Gereja

Empat Ciri Gereja adalah istilah yang terdiri dari empat kata sifat yang menggambarkan
Gereja Katolik (Timur maupun Barat) seperti yang didirikan oleh Yesus Kristus. Keempat ciri
ini diterima oleh beberapa denominasi Kristen dengan dimasukkannya mereka ke dalam
kredo-kredo. Ciri-ciri ini seringkali diurutkan sebagai berikut:

satu,kudus,Katolik, dan apostolik.

Keempatnya merujuk pada empat aspek yang sangat hakiki dari Gereja sejati: persatuan,
kesucian, keuniversalan dan kerasulan.

Syahadat iman Gereja Katolik dirumuskan dalam Kredo (credere = percaya). Ada dua
rumusan kredo yaitu rumusan pendek dan rumusan panjang. Syahadat rumusan pendek
disebut Syahadat Para Rasul karena menurut tradisi syahadat ini disusun oleh para
rasul.Yang panjang disebut Syahadat Nikea yang disahkan dalam Konsili Nikea (325) yang
menekankan keilahian Yesus. Dikemudian hari lazim disebut sebagai Syadat Nikea-
Konstantinopel karena berhubungan dengan Konsili Konstantinopel I (381). Pada Konsili ini
ditekankan keilahian Roh Kudus yang harus disembah dan dimuliakan bersama Bapa dan
Putera.Syahadat inilah yang lebih banyak digunakan dalam liturgi-liturgi Gereja Katolik.

Di dalam rumusan syahadat panjang itu pada bagian akhir dinyatakan ke empat sifat atau
ciri Gereja Katolik: satu, kudus, Katolik dan apostolik. Gereja percaya akan kehendak Allah,
sebagaimana tertulis dalam Kitabsuci, bahwa orang-orang beriman kepada Kristus
hendaknya berhimpun menjadi Umat Allah (1Ptr 2:5-10) dan menjadi satu Tubuh (1Kor
12:12). Gereja Katolik percaya bahwa kesatuan itu menjadi begitu kokoh dan kuat karena
secara historis bertolak dari penetapan Petrus sebagai penerima kunci Kerajaan Surga.
Setelah Petrus menyatakan pengakuannya bahwa Yesus adalah Mesias, Anak Allah yang
hidup, maka Yesuspun menyatakan akan mendirikan jemaat-Nya di atas batu karang yang
alam maut tidak akan menguasainya (Mt 16:16-19).

Demikianlah Petrus ditugaskan untuk menggembalakan domba-domba dengan cinta


sehingga St. Ignatius dari Antiokia menyebut Gereja Roma sebagai “pemimpin cinta kasih”.
Memang secara historis juga menjadi bagian dari kepercayaan bahwa para Paus merupakan
pengganti Petrus (Paus yang pertama), yang memimpin Gereja bersama semua Uskup
seluruh dunia secara kolegial disebut sebagai successio apostolica. Konsili Vatikan II
menegaskan corak kolegial tugas penggembalaan ini yang bertanggungjawab bagi
pelakasanaan tugas-tugas Gereja: memimpin/melayani, mengajar, dan menguduskan. Akhir-
akhir ini dialog ekumenis dengan Gereja-Gereja Angklikan, Ortodoks, dan Protestan
menunjukkan semakin dirasakannya kebutuhan membangun kesatuan dalam penghayatan
iman dan kerjasama sebagai murid-murid Kristus.

Ciri yang kedua dari Gereja adalah kekudusannya, Gereja itu kudus. Gereja Katolik
meyakini diri kudus bukan karena tiap anggotanya sudah kudus tetapi lebih-lebih karena
dipanggil kepada kekudusan oleh Tuhan, “Hendaklah kamu sempuran sebagaimana Bapamu
di surga sempurna adanya.” (Mat 5:48) Perlu diperhatikan juga bahwa kategori kudus yang
dimaksud terutama bukan dalam arti moral tetapi teologi, bukan soal baik atau buruknya
tingkah laku melainkan hubungannya dengan Allah. Ini tidak berarti hidup yang sesuai
dengan kaidah moral tidak penting. Namun kedekatan dengan yang Ilahi itu lebih penting,
sebagaimana dinyatakan, “kamu telah memperoleh urapan dari Yang Kudus, (1Yoh 2:20)
yakni dari Roh Allah sendiri. (bdk. Kis 10:38) Diharapkan dari diri seorang yang telah
terpanggil kepada kekudusan seperti itu juga menanggapinya dalam kehidupan sehari-hari
yang sesuai dengan kaidah-kaidah moral.

Ciri yang ketiga dari Gereja adalah Katolik (dari kata Latin: catholicus yang berarti universal
atau umum). Nama yang sudah dipakai sejak awal abad ke II M. pada masa St. Ignatius dari
Antiokia menjadi Uskup. Ciri ini juga sering berlaku untuk Gereja Angklikan dan Ortodoks.
Ciri Katolik ini mengandung arti Gereja yang utuh, lengkap, tidak hanya setengah atau
sebagian dalam mengetrapkan sistem yang berlaku dalam Gereja. Bersifat universal artinya
Gereja Katolik itu mencakup semua orang yang telah dibaptis secara Katolik di seluruh dunia
di mana setiap orang menerima pengajaran iman dan moral serta berbagai tata liturgi yang
sama di manpun berada. Kata universal juga sering dipakai untuk menegaskan tidak adanya
sekte-sekte dalam Gereja Katolik. Konstitusi Lumen Gentium Konsili Vatikan ke II
menegaskan arti keKatolikan itu: “Satu umat Allah itu hidup di tengah segala bangsa di
dunia, karena memperoleh warganya dari segala bangsa. Gereja nemajukan dan
menampung segala kemampuan, kekayaan dan adat istiadat bangsa-bangsa sejauh itu baik.
Gereja yang Katolik secara tepat guna dan tiada hentinya berusaha merangkum seganap
umat manusia beserta segala harta kekayaannya di bawah Kristus Kepala, dalam kesatuan
Roh-Nya” (LG. 13).

Ciri yang terakhir dari Gereja Katolik adalah apostolik. Dengan ciri ini mau ditegaskan
adanya kesadaran bahwa Gereja “dibangun atas dasar para rasul dan para nabi, dengan
Kristus Yesus sebagai batu penjuru” (Ef. 2:20). Gereja Katolik mementingkan hubungan
historis, turun temurun, antara para rasul dan pengganti mereka, yaitu para uskup. Dengan
demikian juga menjadi jelas mengapa Gereja Katolik tidak hanya mendasarkan diri dalam hal
ajaran-ajaran dan eksistensinya pada Kitabsuci melainkan juga kepada Tradisi Suci dan
Magisterium Gereja sepanjang masa.
Yang disebut Tradisi Suci adalah pengajaran yang bersumber pada ajaran lisan sejak zaman
Yesus dan para Rasul. Antara keduanya, Tradisi Suci dan Kitabsuci, tidak ada perbedaannya
bahkan saling melengkapi karena berasal dari sumber yang sama. Ini juga sesuai dengan
yang tertulis pada Injil Yohanes, “Masih banyak hal-hal lain lagi yang diperbuat oleh Yesus,
tetapi jikalau semuanya itu harus dituliskan satu per satu, maka agaknya dunia ini tidak
dapat memuat semua kitab yang harus ditulis itu” (Yoh 21:25). Sedangkan Magisterium
Gereja artinya adalah wewenang yang dimiliki sebagai warisan oleh Gereja untuk mengajar
dan menafsirkan Kitabsuci.

Sebagaimana diketahui bahwa tak semua ayat pada Kitabsuci mudah untuk dimengerti
maka Gereja adalah pihak yang berwewenang untuk menafsirkannya agar umatnya tidak
tersesat (bdk. Kis 8:30-31). Wewenang Gereja mengajar juga adalah warisan sebagaimana
Kristus telah menyerahkan-Nya kepada Petrus dan para Rasul untuk mengajar atas nama-
Nya (bdk. Mt. 16:13-20; Luk 10:16). Dalam praktiknya Gereja selalu dengan saksama
menyelenggarakan pengajaran iman atau penafsiran Kitabsuci itu dengan tenaga pengajar
yang qualified dan menggunakan buku-buku resmi yang dicetak seizin Uskup (imprimatur)
dan sudah dinyatakan isinya tanpa sesat (nihil obstat).

Demikianlah Gereja Katolik dalam meneruskan amanat yang diterima oleh Petrus, karena ia
mencintai Kristus maka Kristus berkata, “Gembalakanlah domba-domba-Ku” (Yoh 21:15-17).
Apa saja yang dimaksud dengan kelima pilar Gereja Katolik?

Jarang dibicarakan tentang hal ini, tetapi ibaratnya Gereja itu sebuah bangunan yang besar
dan kokoh, memang harus ditunjang oleh pilar2 atau tiang2 yang kuat dan kokoh agar bisa
tetap berdiri teguh tak tergoyahkan. Dalam pengertian spiritual, keutuhan tubuh Gereja
yang satu, kudus, Katholik, dan Apostolik ini memang perlu ditunjang dengan kelima pilar2
kegiatan utama Gereja, yakni:
1. Koinonia (Persekutuan)
2. Diakonia (Pelayanan)
3. Kerygma (Pewartaan)
4. Liturgia (Liturgi-perayaan iman)
5. Martyria (Kemartiran-kesaksian iman)

Di setiap Gereja, di setiap tempat dan situasi yang berbeda, kelima pilar ini harus terus
mendapat perhatian yang seimbang dan secukupnya, agar Gereja tetap berdiri kokoh
sebagai ‘wadah dunia’ yang terus mengaktualisasikan dirinya dalam gerak kerinduan dan
keprihatinan setiap manusia pada setiap jaman. Perhatikanlah lagi kelima pilar tersebut, dan
anda bisa mengukur sejauh mana anda sudah ikut terlibat dalam hidup menggereja.

Apakah anda sudah terlibat aktif dalam:


-PERSEKUTUAN(Koinonia= dalam Kring/Lingkungan/Stasi/ Paroki-hidup baik dan rukun
dengan sesama saudara seiman)?.
-Ataukah anda sudah banyak memberi diri dalam berbagai bentuk PELAYANAN(Diakonia=
Memberi makan yang lapar, minum bagi yang haus, memberi pakaian yang
telanjang/kekurangan, mengunjungi yang sakit/dalam penjara, membantu orang
asing/pendatang baru,dsb)??
-Apakah anda juga aktif dalam PEWARTAAN (Kerygma= Kesaksian hidup iman yang kuat,
teladan hidup moral yang baik, menjadi contoh dan teladan hidup di tengah masyarakat,
membaca dan mendalami Kitab Suci/Sabda Allah, mengajar dan mendampingi para baptisan
baru)??
-Apakah anda juga terlibat aktif dalam PERAYAAN IMAN, BERLITURGI (Liturgia= Menghadiri
perayaan2 sakramen, Ekaristi, Pengakuan dosa, Adorasi, Rosario, Krisma, upacara Baptisan,
dsb)
-Untuk tempat2 khusus yang menatang, sudah beranikah kita memberi KESAKSIAN IMAN
jika dituntut sampai memberi “kesaksian darah” atas iman akan Yesus Kristus, seperti para
martir dahulu??
Setidaknya, minimal, setiap orang beriman terlibat aktif dalam berliturgi – dalam merayakan
imannya. Tetapi ingatlah bahwa aktif dalam liturgi saja itu masih jauh dari cukup. Ada
bidang2 lain yang membutuhkan keterlibatan dan sentuhan tangan anda yang bisa
memperkokoh pilar2 Gereja di tengah masyarakat. Tugas kitalah untuk saling mengingatkan
agar setiap orang ikut ambil bagian dalam kelima pilar Gereja ini. Tugas kita untuk terus
saling mengingatkan agar hidup menggereja tidak tenggelam pada satu hal saja (Liturgia),
tetapi masih banyak bidang2 lain yang juga bisa menjadi tempat bagi kita
mengaktualisasikan diri dan hidup iman kita…

PANCA TUGAS GEREJA

Katekismus Gereja Katolik merumuskan Gereja sebagai “himpunan orang-orang yang


digerakkan untuk berkumpul oleh Firman Allah, yakni, berhimpun bersama untuk
membentuk Umat Allah dan yang diberi santapan dengan Tubuh kristus, menjadi Tubuh
Kristus” (No 777). Existensi himpunan Umat Allah ini diwujudkan (secara lokal) dalam hidup
berparoki. Di dalam paroki inilah himpunan Umat Allah mengambil bagian dan terlibat
dalam menghidupkan peribadatan yang menguduskan (Liturgia), mengembangkan
pewartaan Kabar Gembira (Kerygma), menghadirkan dan membangun persekutuan
(Koinonia), memajukan karya cinta kasih/pelayanan (Diakonia) dan memberi kesaksian
sebagai murid-murid Tuhan Yesus Kristus (Martyria).
Kehidupan umat kristiani sesudah ditinggal Tuhan Yesus, merupakan buah didikan Tuhan
Yesus selama Dia aktif di tengah masyarakat 3 tahun sebelum dibunuh di salib. Kehidupan
menggereja jemaat perdana telah mengungkapkan lima tugas Gereja ini. Kita bisa melihat
dari Kisah para rasul 2:41-47 berikut:
“Orang-orang yang menerima perkataannya itu memberi diri dibaptis dan pada hari itu
jumlah mereka bertambah kira-kira tiga ribu jiwa. Mereka bertekun dalam pengajaran
rasul-rasul (Kerygma) dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk
memecahkan roti  dan berdoa (Liturgia). Maka ketakutanlah mereka semua, sedang rasul-
rasul itu mengadakan banyak mujizat dan tanda. Dan semua orang yang telah menjadi
percaya tetap bersatu(Koinonia), dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan
bersama, dan selalu ada dari mereka yang menjual harta miliknya, lalu membagi-
bagikannya (diakonia)kepada semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing.
Dengan bertekun dan dengan sehati mereka berkumpul tiap-tiap hari dalam Bait Allah.
Mereka memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergilir dan makan bersama-sama
dengan gembira dan dengan tulus hati, sambil memuji Allah. Dan mereka disukai semua
orang (Martyria). Dan tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang
diselamatkan”.

1. Liturgi (Liturgia) berarti ikut serta dalam perayaan ibadat resmi yang dilakukan Yesus
Kristus dalam Gereja-Nya kepada Allah Bapa. Ini berarti mengamalkan tiga tugas pokok
Kristus sebagai Imam, Guru dan Raja. Dalam kehidupan menggereja, peribadatan menjadi
sumber dan pusat hidup beriman. Melalui bidang karya ini, setiap anggota menemukan,
mengakui dan menyatakan identitas Kristiani mereka dalam Gereja Katolik. Hal ini
dinyatakan dengan doa, simbol, lambang-lambang dan dalam kebersamaan umat.
Partisipasi aktif dalam bidang ini diwujudkan dalam memimpin perayaan liturgis tertentu
seperti: memimpin Ibadat Sabda/Doa Bersama; membagi komuni; menjadi: lector,
pemazmur, organis, mesdinar, paduan suara, penghias Altar dan Sakristi; dan mengambil
bagian secara aktif dalam setiap perayaan dengan berdoa bersama, menjawab aklamasi,
bernyanyi dan sikap badan.
2. Pewartaan (Kerygma) berarti ikut serta membawa Kabar Gembira bahwa Allah telah
menyelamatkan dan menebus manusia dari dosa melalui Yesus Kristus, Putera-Nya. Melalui
bidang karya ini, diharapkan dapat membantu Umat Allah untuk mendalami kebenaran
Firman Allah, menumbuhkan semangat untuk menghayati hidup berdasarkan semangat
Injili, dan mengusahakan pengenalan yang semakin mendalam akan pokok iman Kristiani
supaya tidak mudah goyah dan tetap setia. Beberapa karya yang termasuk dalam bidang ini,
misalnya: pendalaman iman, katekese para calon baptis dan persiapan penerimaan
sakramen-sakramen lainnya. Termasuk dalam kerygma ini adalah pendalaman iman lebih
lanjut bagi orang yang sudah Katolik lewat kegiatan-kegiatan katekese.
3. Persekutuan (Koinonia) berarti ikut serta dalam persekutuan atau persaudaraan sebagai
anak-anak Bapa dengan pengantaraan Kristus dalam kuasa Roh KudusNya. Sebagai orang
beriman, kita dipanggil dalam persatuan erat dengan Allah Bapa dan sesama manusia
melalui Yesus Kristus, PuteraNya, dalam kuasa Roh Kudus. Melalui bidang karya ini, dapat
menjadi sarana untuk membentuk jemaat yang berpusat dan menampakkan kehadiran
Kristus. Hal ini berhubungan dengan ‘cura anima’ (pemeliharaan jiwa-jiwa) dan menyatukan
jemaat sebagai Tubuh Mistik Kristus. Oleh karena itu diharapkan dapat menciptakan
kesatuan: antar umat, umat dengan paroki/keuskupan dan umat dengan masyarakat.
Paguyuban ini diwujudkan dalam menghayati hidup menggereja baik secara territorial
(Keuskupan, Paroki, Stasi / Lingkungan, keluarga) maupun dalam kelompok-kelompok
kategorial yang ada dalam Gereja.
4. Pelayanan (Diakonia) berarti ikut serta dalam melaksanakan karya karitatif / cinta kasih
melalui aneka kegiatan amal kasih Kristiani, khususnya kepada mereka yang miskin, telantar
dan tersingkir. Melalui bidang karya ini, umat beriman menyadari akan tanggungjawab
pribadi mereka akan kesejahteraan sesamanya. Oleh karena itu dibutuhkan adanya
kerjasama dalam kasih, keterbukaan yang penuh empati, partisipasi dan keiklasan hati
untuk berbagi satu sama lain demi kepentingan seluruh jemaat (bdk. Kis 4:32-35)
5. Kesaksian (Martyria) berarti ikut serta dalam menjadi saksi Kristus bagi dunia. Hal ini
dapat diwujudkan dalam menghayati hidup sehari-hari sebagai orang beriman di tempat
kerja maupun di tengah masyarakat, ketika menjalin relasi dengan umat beriman lain, dan
dalam relasi hidup bermasyarakat. Melalui bidang karya ini, umat beriman diharapkan dapat
menjadi ragi, garam dan terang di tengah masyarakat sekitarnya. Sehingga mereka disukai
semua orang dan tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang
diselamatkan.
Mengapa Orang Kristen Harus Melayani?
Menjadi pelayan bukanlah pekerjaan yang paling digemari di dunia. Ada yang melakukannya
karena terpaksa, karena hanya itulah yang dapat mereka lakukan. Ada yang melakukannya
sebagai suatu profesi sehingga mereka menjadi ahli dalam melayani, seperti halnya di
Inggris. Tetapi pada umumnya orang dari kebudayaan mana pun, tidak suka melayani orang
lain. Namun orang-orang Kristen dipanggil untuk melayani.

Ada tiga alasan yang dikemukakan dalam Alkitab. ALASAN PERTAMA kita dipanggil untuk
melayani ialah karena kita diciptakan agar dapat mengatur hidup kita untuk kemuliaan
Tuhan, "Bawalah anak-anak-Ku laki-laki dari jauh, dan anak-anak-Ku perempuan dari ujung-
ujung bumi, semua orang yang disebutkan dengan nama-Ku yang Kuciptakan untuk
kemuliaan-Ku" (Yesaya 43:6,7). Jika Allah menciptakan kita untuk kemuliaan-Nya, maka Dia
mempunyai hak utama atas hidup kita. Apa pun yang dikatakan orang lain agar kita lakukan
dalam hidup kita, memuliakan Allah adalah hal yang paling penting bagi seorang Kristen.

Banyak di antara kita mempunyai macam-macam rencana mengenai apa yang akan kita
lakukan bagi Tuhan, dan bagaimana kita akan memuliakan Dia. Rencana yang baik ini sering
terbengkalai dan kita menjadi kecewa. Mengapa? Karena kita tidak menyadari bahwa Tuhan
lebih memperhatikan bagaimana kita akan memuliakan Dia dalam kehidupan kita daripada
apa yang dapat kita kerjakan.

ALASAN KEDUA kita dipanggil untuk melayani ialah karena Yesus Kristus telah memilih untuk
diri-Nya sendiri peran sebagai pelayan, dan Ia memanggil kita untuk menjadi seperti Dia.
Pada mulanya kita diciptakan serupa dengan Dia, tetapi dosa telah mencemarkan
keserupaan itu. Dalam penyelamatan yang disediakan-Nya Allah membawa kita kembali
kepada rencana-Nya yang semula untuk membuat kita menjadi seperti Kristus, termasuk
menjadi seperti Dia dalam pelayanan kita.

Orang-orang Kristen suka berangan-angan untuk makin menjadi seperti Kristus. Memang
benar, siapakah yang telah menjalani hidup yang lebih mulia daripada Dia? Kita sering
bernyanyi "Ku Mau Seperti Yesus". Kita mengagumi kesucian-Nya, ketulus-ikhlasan-Nya, dan
belas kasihan-Nya. Kita suka akan kelemah-lembutan-Nya dan sifat-sifat lain-Nya yang
mulia. Tetapi kesaksian Tuhan Yesus mengenai diri-Nya sendiri tidak menonjolkan sifat-sifat
ini. Sebaliknya, Tuhan Yesus menyatakan bahwa Ia datang untuk melayani.

"Sebab siapakah yang lebih besar: yang duduk makan, atau yang melayani? Bukankah dia
yang duduk makan? Tetapi Aku ada di tengah- tengah kamu sebagai pelayan" (Lukas 22:27).
Kita tidak dapat mengabaikan saja sifat Tuhan Yesus itu. Jika sikap melayani yang ada pada
kita tidak makin bertambah terhadap Allah dan manusia, maka kita tidak makin menjadi
seperti Yesus.

ALASAN KETIGA dan yang paling meyakinkan untuk menjadi pelayan ialah karena kekekalan
itu sesuatu yang nyata, penting, dan ada untuk selamanya. "Hari Tuhan akan tiba seperti
pencuri. Pada hari itu langit akan lenyap dengan gemuruh yang dahsyat dan unsur-unsur
dunia akan hangus dalam nyala api, dan bumi dan segala yang ada di atasnya akan hilang
lenyap" (2Petrus 3:10). Dalam segala hal kita harus ingat akan perkara yang kekal. C.S. Lewis
pernah menyatakan, "Semua yang tidak kekal selamanya usang."

Ijazah sarjana Anda, mobil baru Anda, stereo Anda, reputasi Anda, dan pakaian Anda yang
bagus-bagus, semuanya itu sebenarnya tidak mempunyai nilai yang kekal jika tidak
menambahkan apa-apa kepada penyelamatan manusia. Semua itu, atau apa saja yang
serupa dengan itu pada zaman Paulus, dimanfaatkan oleh sang rasul untuk pemberitaan
Injil. Dan ia pun menempatkan diri sendiri serta segala keinginan dan perbuatannya untuk
kepentingan itu.

"Sungguh pun aku bebas terhadap semua orang, aku menjadikan diriku hamba dari semua
orang, supaya aku boleh memenangkan sebanyak mungkin orang. Demikianlah bagi orang
Yahudi aku menjadi seperti orang Yahudi, supaya aku memenangkan orang-orang Yahudi.
Bagi orang- orang yang hidup di bawah hukum Taurat aku menjadi seperti orang yang hidup
di bawah hukum Taurat, sekalipun aku sendiri tidak hidup di bawah hukum Taurat, .... Bagi
semua orang aku telah menjadi segala-galanya, supaya aku sedapat mungkin memenangkan
beberapa orang dari antara mereka. Segala sesuatu ini aku lakukan karena Injil." (1Korintus
9:19-20,22-23)

Pada abad ke-19 beberapa penginjil di Guyana Belanda (sekarang disebut Suriname)
ditugaskan untuk memperkenalkan Injil kepada penduduk asli sebuah pulau di dekat situ.
Sebagian besar penduduk itu menjadi budak di perkebunan-perkebunan besar yang
terdapat di pulau itu. Pemilik-pemilik tanah takut akan Injil serta akibatnya, dan mereka
tidak memperkenankan para penginjil itu berkhotbah kepada penduduk ataupun berbicara
dengan para budak. Mereka hanya memperkenankan para budak itu berbicara dengan
budak-budak lainnya. Karena itu, para penginjil itu menjual diri sebagai budak agar mereka
dapat menyampaikan Injil kepada orang-orang itu. Dan sebagai budak, dengan bekerja keras
dalam keadaan yang sulit di daerah yang panas, mereka berhasil menyampaikan Kabar
Keselamatan.

Memang sulit untuk melayani orang yang mementingkan diri sendiri dan tidak ramah. Tetapi
Tuhan Yesus berkata bahwa Bapa-Nya selalu baik terhadap mereka yang mementingkan diri
sendiri, yang tidak tahu berterima kasih dan yang sombong. Mengapa? Karena kekekalan itu
sangat nyata. Jika pelayanan dan kebaikan kita terhadap orang-orang semacam itu dapat
menjembatani jurang yang menghalang-halangi mereka untuk menerima Kristus, maka hal
itu mengobati segala kepedihan hati serta segala pergumulan pikiran yang kita alami.

Howard Hendricks pernah mengatakan, "Jika seorang tidak mempunyai pandangan


mengenai kekekalan, ia akan lebih memperhatikan apa yang diperbuat orang lain untuk
dirinya, daripada apa yang diperbuatnya sendiri untuk Kristus." Hal ini tidak jauh berbeda
dengan apa yang kita alami jika kita mencoba melayani orang-orang yang tidak kita sukai.
Kita akan terlalu mementingkan diri sendiri -- perasaan dan hak-hak kita -- sehingga kita lupa
akan kenyataan bahwa Allah memperhatikan hal-hal itu.

Bagaimana Saya Dapat Memupuk Cara Hidup Demikian?


Masalah utama yang kita hadapi untuk dapat menjalani hidup menurut kehendak Tuhan
ialah karena kita orang-orang berdosa. Pada dasarnya kita ini makhluk yang hanya
mementingkan diri sendiri. Kita terjebak dalam keasyikan dunia yang memikirkan siapakah
yang terbesar dan bagaimanakah caranya menaiki jenjang ke arah keberhasilan. Jika kita
mendengar sedikit gunjingan, maka kita langsung saja berpikir, bagaimana hal itu akan
mempengaruhi saya?

Jalan keluar yang termudah dari masalah tersebut ialah menyerahkan diri dan tunduk
kepada Yesus Kristus. Kita harus menyerahkan diri kepada Tuhan untuk menjadi pelayan-
Nya, meski kita mengalami tekanan-tekanan dari berbagai pihak sekalipun. Di sinilah
kemurnian pelayanan itu akan tampak. Kita semua dipanggil agar memberikan jawaban, dan
banyak yang menjawab, "Saya mau," tetapi secara relatif hanya sedikit saja yang benar-
benar menyerahkan diri. Penyerahan diri adalah suatu tindakan kemauan yang harus
diulang setiap kali ada kesempatan untuk melayani. Jika penyerahan itu sudah menjadi ciri
yang nyata dan sikap hidup kita, pelayanan kita pun akan tumbuh secara nyata.

Masalah kedua ialah kita harus menghadapi kehidupan, orang-orang, lingkungan, dan
keadaan dengan sikap, "Saya akan melayani seseorang di sini!" Sungguh mengherankan
bagaimana sikap semacam ini dapat melepaskan kita dari ketakutan-ketakutan kita. Banyak
di antara kita yang merasa sangat tegang; kita tidak yakin akan berhasil; kita tidak yakin
akan diterima; kita berprasangka bahwa mungkin kita akan menyinggung perasaan
seseorang; kita takut akan ini, akan itu, dan akan hal-hal kecil lainnya. Tetapi, bila seseorang
sibuk memikirkan bagaimana melayani orang lain, maka ia akan terlepas dari banyak
kekuatiran. Oleh karena itu, ambillah inisiatif dan layanilah seseorang.
Dalam Kitab-Kitab Injil kita tidak membaca bahwa Yesus mencari semua orang sakit, semua
yang lapar, semua yang terganggu jiwanya. Sebetulnya Ia mempunyai kemampuan untuk
menyembuhkan mereka semua. Tetapi Ia hanya melayani kebutuhan mereka yang dijumpai-
Nya dalam perjalanan-Nya. Ia melayani keperluan-keperluan mereka yang dipertemukan
dengan Dia oleh Bapa-Nya.

Mengambil inisiatif tidak berarti bahwa Anda harus membebani diri dengan semua
kebutuhan yang diperlukan dunia, tetapi Anda harus melangkah maju dan melayani
kebutuhan mereka yang ada di sekeliling Anda. Jika Anda kecewa karena merasa tidak
mampu melayani, maka tidak jarang hal itu disebabkan karena Anda mencoba melakukan
terlalu banyak. Barangkali Anda mencoba menyembuhkan sekelompok orang, padahal Anda
seharusnya memusatkan diri pada satu orang. Persempitlah lapangan kegiatan Anda, bukan
untuk mengurangi pelayanan, melainkan untuk memusatkan perhatian pada apa yang dapat
Anda lakukan secara efektif bagi mereka yang berada di sekitar Anda.

Sebelum Yesus makan jamuan Paskah terakhir bersama murid-murid-Nya, Ia mengambil air
dan mencuci kaki murid-murid-Nya. Tuhan semesta alam merendahkan diri untuk mencuci
kaki yang kotor dari ke-duabelas orang itu! Lalu ia berkata kepada mereka, "Mengertikah
kamu apa yang telah Kuperbuat kepadamu? Kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan, dan
katamu itu tepat, sebab memang Akulah Guru dan Tuhan. Jadi jikalau Aku membasuh
kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamu pun wajib saling membasuh
kakimu; sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga
berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu." (Yohanes 13:12-15)

Yesus sangat memperhatikan kepentingan orang lain. Dan Ia mengharapkan agar kita juga
berbuat demikian. Jika kita bersungguh- sungguh ingin menjadi seperti Dia dan membawa
berita Injil kepada dunia yang belum percaya, kita harus mengikuti jejak-Nya.

Rasul Paulus melakukan hal itu. Ia mengatakan, "Sebab bukan diri kami yang kami beritakan,
tetapi Yesus Kristus sebagai Tuhan dan diri kami sebagai hambamu karena kehendak Yesus"
(2Korintus 4:5). Anda dan saya mendapat keistimewaan untuk secara sukarela menjadi
pelayan-pelayan orang lain bagi kemuliaan Yesus dan keuntungannya kekal dan berarti.

Anda mungkin juga menyukai