Anda di halaman 1dari 7

GEREJA PERSEKUTUAN UMAT ALLAH: TRANSFORMASI

BARU PARTISIPASI UMAT DALAM HIDUP MENGGEREJA

Oleh. Petrus Lado Ngoe

I. Pendahuluan

Realitas Gereja masa kini, terutama dalam kehidupan menggereja sebagai persekutuan
iman kristiani (Katolik) menunjukkan suatu kemajuan atau perkembangan yang positif dan
signifikan. Hidup menggereja menghidupkan spirit kesatuan (communio) sebagai umat Allah
yang terbuka terhadap realitas kehidupan. Realitas kehidupan manusia menjadi satu cakupan
luas karya pewartaan umat Allah. Persekutuan Gereja sebagai umat Allah mengupayakan
suatu tindakan aktif dari setiap anggota gereja melalui berbagai partisipasi umat Allah.
Tujuan dari partisipasi ini sekaligus membuka suatu relasi intrapersonal antara kaum awam
dan hierarki agar dapat memberikan suatu perubahan pada gereja.

Pada masa Gereja Perdana dan Sebelum Konsili Vatikan II, gereja sangatlah hierarkis.
Konsep Gereja Perdana dan sebelum Konsili Vatikan II lebih menekankan partisipasi kaum
klerus. Kaum klerus menjadi garda terdepan dalam mewartakan karya keselamatan baik
dalam gereja maupun dalam pelayanan di dunia. Masalah gereja menjadi tugas dan tanggung
jawab kaum klerus. Umat Allah hanya bersifat pasif atau hanya menerima saja. Konsili
Vatikan II (1962-1965) membawa perubahan besar dalam memahami Gereja. Dalam Konsili
ini sekaligus memberikan satu sumbangan yang cukup signifikan dalam memahami
partisipasi umat dalam hidup menggereja. Setelah Konsili Vatikan II, konsep gereja piramidal
diubah menjadi konsep Gereja melingkar. Makna dari gereja melingkar adalah semua umat
beriman memilik status yang sama dalam pelayanannya. Hingga kini Gereja umat Allah
menampakkan kesatuan sekaligus kekayaan jati dirinya sebagai suatu komunio hierarkis
sekaligus komunio eklesiologis partisipatif.

Gereja pada dasarnya merupakan persekutuan umat Allah. Persekutuan ini ditandai
dengan rahmat pembabtisan. Sebagai satu persekutuan, Gereja memberikan kebebasan
seluruh umat beriman untuk berpartisipasi dalam karya kerasulan gereja yaitu membawa
semua orang beriman kepada keselamatan. Semua umat beriman memiliki tugas dan
tanggung jawabnya masing-masing untuk mewartakan keselamatan kepada semua orang.
Tugas seperti sudah diemban kan kepada semua umat Allah pada saat menerima rahmat
pembabtisan. Semua orang diantar untuk menjadi Kudus.

II. Memahami Gereja Sebagai Umat Allah


II.1. Pengertian Gereja
II.1.1. Pengertian Secara Etimologi

Kata Gereja dalam bahasa Indonesia berasal dari kata bahasa Portugis igreja yang
berasal dari kata Yunani ekklesia dan dalam kata Latin disebut ecclesia. Kata Yunani
ekklesia berarti mereka yang dipanggil, kaum, dan golongan.1 Ekklesia juga berarti sebuah
perkumpulan atau pertemuan, rapat. Kumpulan yang dimaksud adalah kumpulan kelompok
orang yang sangat khusus. Gereja adalah jemaat atau umat Allah yang dipilih dengan
keistimewaannya. Gereja merupakan kumpulan orang-orang pilihan Allah dan memiliki
pemahaman dan iman akan Allah yang satu dan sama.

II.1.2. Pengertian Gereja dalam Kitab Suci

Dalam Kitab Suci, pemahaman mengenai gereja sangatlah beragam. Gereja merupakan
suatu bentuk kumpulan orang-orang yang percaya kepada Allah dan yang mempunyai relasi
sangat dekat dengan Allah. Dalam relasi tersebut Allah menjadi Allah kita dan kita adalah
umatnya. Hubungan erat antara Allah dan manusia memberikan satu implikasi kekhususan
bagi setiap umat Allah untuk merasul di tengah dunia. Gereja pada satu sisi dilihat sebagai
bait Roh Kudus yang membawa semua orang pada kekudusan. Melalui gereja semua umat
Allah diajak untuk ambil bagian atau berpartisipasi aktif dalam Allah Tritunggal yang
senantiasa hadir dan menyertai Gereja sepanjang zaman.

Gereja disebut juga sebagai Tubuh Kristus. Hal ini dikarenakan, semua orang yang
menjadi anggotanya bersatu di dalam Kristus. Kristus adalah kepala yang menghidupi atau
menjadi sumber kehidupan bagi tubuh (Gereja-Nya).2 Gereja tetap satu kesatuan bagaikan
tubuh walaupun anggotanya memiliki beraneka karunia pelayanan. Kesatuan yang dimaksud
adalah kesatuan jemaat dengan Kristus. Kristus disebut juga sebagai kepala Gereja. Gereja
hidup dari Kristus dan dipenuhi oleh daya ilahi-Nya.

II.2. Gereja Menurut Konsili Vatikan II

1
Daniel Boli Kotan dan P. Leo Sugiyono, Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti (Jakarta: Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan, 2017), hlm. 10.
2
Wibowo Ardhi, Arti Gereja (Yogyakarta: Kanisius, 1993), hlm.10.
Gereja menurut Konsili Vatikan II dilihat sebagai misteri dan sakramen. Sakramen
menandakan kesatuan yang menyelamatkan. Allah memanggil untuk berhimpun atau bersatu
untuk mengarahkan iman dan pandangan kepada Yesus, pencipta keselamatan serta dasar
kesatuan dan perdamaian (LG Art. 9).3 Kristus adalah dasar panggilan umat manusia untuk
mewujudkan karya keselamatan di dalam Allah. Allah membentuk manusia menjadi satu
Gereja agar bagi semua umat Allah menjadi tanda nyata sakramen yang kelihatan yang
menyelamatkan. Gereja mencakup ke segala penjuru dalam sejarah umat manusia yang di
teguhkan dengan rahmat Allah.

Gereja pada satu sisi dilihat sebagai komunio. Di dalam gereja terdapat
keanekaragaman yang saling menyatukan antar anggotanya. Roh Kudus yang menjadi
pemersatu nya (membagi rahmat, dan pelayanan, memperkaya gereja dengan pelbagai
anugerah. Gereja adalah persekutuan para kudus. Anggotanya telah dikuduskan melalui
rahmat pembaptisan. Manusia dipersatukan Allah melalui sakramen pembaptisan dan
sakramen-sakramen lainnya. Setiap manusia dipanggil untuk menjadi Kudus serta
memeliharanya dan menghantar semua orang mengalami pengudusan. Gereja pada dirinya
adalah bentuk gereja yang berziarah, dinamis menuju kekudusan.

Gereja merupakan himpunan orang yang digerakkan untuk berkumpul oleh Firman
Allah, yakni berhimpun bersama untuk membentuk Umat Allah dan yang diberi santapan
dengan tubuh Kristus, menjadi tubuh Kristus. Kata gereja menunjukkan kepada semua orang-
orang dari setiap penjuru dunia yang beriman kepada Kristus dan berkumpul bersama. Orang-
orang yang membentuk suatu persekutuan melalui iman dan pembaptisan. Orang yang
menjadi anak-anak Allah, anggota-anggota Kristus, dan kenisa Roh Kudus karena
pembaptisan.

III. Persekutuan
III.1. Arti dan Makna Persekutuan

Kata persekutuan yang terdapat dalam surat-surat Paulus diterjemahkan dari kata
bahasa Yunani yaitu koinonia. Kata koinonia berasal dari kata koinos yang berarti bersama,
umum. Koinoo menjadikannya bersama. Dengan demikian arti kata koinonia adalah memiliki
sesuatu bersama, berbagi sesuatu dengan orang lain, ikut serta atau berpartisipasi dalam

3
Konsili Vatikan II, Dokumen Konsili Vatikan II, penerj. R. Hardawirayana SJ, cetakan I (Jakarta: Departemen
Dokumentasi dan Penerangan KWI, 1990), hlm. 22.
sesuatu.4 Kamus Besar Bahasa Indonesia, persekutuan merupakan kata benda yang
menerangkan tentang hal bersekutu, persatuan, perhimpunan, ikatan (orang-orang yang sama
memiliki kepentingannya).5 Persekutuan merupakan perhimpunan atau persatuan orang-orang
beriman yang mengimani Kristus yang satu dan sama yang didasarkan pada rasa berbagi
solider dan berbela rasa.

III.2. Persekutuan dalam Kitab Suci

Penggunaan kata koinonia atau persekutuan dalam Kitab Suci lebih banyak muncul
dalam surat-surat Paulus. Koinonia lebih merujuk pada satu bentuk persatuan. Dalam tataran
ini, persekutuan membentuk diri setiap individu untuk salin berbagi, sharing, yang dapat
mempunyai aneka objek. Persekutuan lebih ditekankan pada kebersamaan sebagai kelompok
umat Allah. Koinonia dapat dilihat dalam satu konteksnya yang konkret. 6 Dasar dari
kebersamaan sebagai umat Allah adalah kasih dan persahabatan. Bersatu dalam pemahaman
akan iman yang sama akan Kristus. Koinonia yang digunakan Paulus dalam surat-suratnya
mencakup persekutuan dengan Kristus, Roh Kudus, dan jemaat yang dijumpainya. Kesatuan
dari ketiga bentuk tersebut menjadi satu bentuk eklesiologi Paulus dalam mewartakan Kristus
yang bangkit kepada semua orang.

III.3. Persekutuan dalam Gereja

Gereja pada dasarnya merupakan persekutuan umat yang mengimani dan percaya
kepada Kristus dan diurapi Roh Kudus. Persekutuan Gereja adalah persekutuan umat Allah
yang percaya kepada Kristus. Umat Allah adalah gereja itu sendiri. Persekutuan itu pada
mulanya muncul atau hadir pada saat Allah menciptakan manusia dengan satu tujuan mulia
agar setiap manusia dapat memperoleh kebahagiaan ilahi dalam persekutuan dengan Allah
Tritunggal. Gereja adalah sarana bantu bagi manusia agar ia dapat mencapai atau menuju
kekudusan. Gereja menjadi tanda keselamatan bagi semua orang karena persekutuan dengan
Kristus.

IV. Gereja Persekutuan Umat Allah Sebagai Transformasi Baru Partisipasi Umat
Dalam Hidup Menggereja

4
Willibrodus Hane Hipir, “Ekaristi dan persekutuan Gereja Dalam Terang Ensiklik Ecclesia de Eucharistia
Nomor 44 dan Relevansinya Dalam Kehidupan Gereja” (Skripsi Sarjana, Fakultas Filsafat Unwira, Kupang,
2011), hlm. 39.
5
Suharso dan Ana Retnoningsih, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Semarang: CV. Widya Karya, 2011), hlm.
468.
6
Tom Jacobs, Koinonia Dalam Eklesiologi Paulus, (Malang: Dioma, 2007), hlm.29-30.
IV.1.1. Pengantar

Model gereja persekutuan umat Allah lebih merujuk pada partisipasi aktif dari umat
beriman (awam) untuk mewujudkan karya pewartaan di dalam Gereja. Sebagai satu
persekutuan, umat beriman mengusahakan ciri khas yang hakiki dari gereja itu sendiri. Upaya
ini bertujuan untuk menggenapi tugas dan tanggung jawab umat Allah sebagai konsekuensi
dari rahmat pembaptisan yang diterima. Usaha-usaha tersebut dapat dijelaskan dalam
beberapa hal berikut ini.

IV.2. Memperjuangkan Kesatuan Gereja

Umat Allah sebagai persekutuan yang solid memiliki panggilan khusus dan khas untuk
memperkuat persatuan ke dalam Gereja itu sendiri. Umat menjadi lebih aktif dalam
kehidupan Gereja. Umat menjadi pioner dalam memperkuat gereja itu sendiri. Kekuatan
gereja terletak pada umat Allah. Karena pembaptisan dan sakramen lainnya, umat Allah
menjadi individu yang bertanggung jawab dalam menentukan kekuatan gereja. Selain itu,
umat Allah selalu setia pada persekutuan yang telah dibangun tersebut. Setiap orang
hendaknya menjadi garam bagi yang lain. Sebagai umat Allah mesti tunduk pada pemimpin
gereja. Agar dapat menciptakan kerja sama yang harmonis dalam mewujudkan kesatuan
gereja sebagai persekutuan umat Allah.

Umat Allah memiliki tugas dan tanggung jawab untuk menggalakan persatuan antar
gereja. Terbuka dan jujur terhadap sesama anggota umat Allah. Berpartisipasi dalam setiap
kekurangan yang dialami oleh orang lain. Salin membantu dalam kesulitan hidup.
Memandang satu terhadap yang lainnya sebagai orang yang sama dan sempurna di hadapan
Allah. Mampu membawa Kristus terhadap semua orang. Pada satu sisi juga umat Allah dapat
mengusahakan atau mengembangkan pastoral gereja kepada orang lain. Hal ini diupayakan
agar persekutuan sebagai umat Allah tersebut dapat terwujud dan gereja tetap solid.

IV.3. Memperjuangkan Kekudusan

Kekudusan gereja adalah kekudusan (kesucian) Kristus. Gereja menerima kekudusan


sebagai suatu anugerah dari Allah dan dari Kristus melalui iman. Dasar pewartaan umat Allah
dalam gereja adalah agar dapat memberi kesaksian sebagai putra-putri Allah. Kesucian
datang dari Allah yang mempersatukan gereja dengan Roh Kudus. Umat Allah diupayakan
untuk memperjuangkan kekudusan tersebut. Usaha tersebut adalah membawa semua umat
Allah pada kekudusan. Memberikan kesaksian untuk hidup sebagai anak-anak Allah yang
tekun dalam menjalankan semangat injil. Usaha menuju kesucian dengan merenungkan dan
mendalami Kitab Suci mengenai ajaran dan hidup Yesus yang menjadi pedoman dan arah
hidup untuk semua orang.

IV.4. Memperjuangkan Kekatolikan Gereja

Katolik berarti universal atau umum. Pada posisi ini, umat beriman diupayakan untuk
menunjukkan sikap yang terbuka terhadap segala realitas kehidupan. Gereja bersifat terbuka.
Upaya yang dilakukan adalah bekerja sama dengan pihak manapun yang berkehendak baik
untuk mewujudkan nilai-nilai luhur di dunia. Terbuka dan menghormati kebudayaan, adat
istiadat, agama dan kepercayaan, suku dan budaya. Berusaha untuk memperjuangkan dan
memprakarsai suatu dunia yang baik bagi semua orang demi kebaikan dan persatuan.
Berpartisipasi aktif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, sekaligus
memberikan kesaksian tentang iman katolik yang menyelamatkan bagai semua orang, baik
yang ada di dalam Gereja maupun diluar gereja.

IV.5. Mewujudkan Keapostolikan Gereja

Wujud apostolik gereja (umat Allah) adalah setia mempelajari injil, sebab injil
merupakan iman Gereja, para rasul. Semangat umat beriman dalam merasul mesti
mencontohi para rasul sebagai dasar persekutuan yang saling berbagi. Umat Allah mesti setia
dan taat kepada hierarki. Gereja lebih merakyat dan mengutamakan orang-orang sederhana
dan miskin. Gereja mesti mewujudkan kepeduliannya terhadap sesama umat Allah.
Mengusahakan kebaikan bagi semua orang.

V. Penutup

Gereja adalah satu persekutuan umat Allah. Sebagai persekutuan, gereja mendorong
semua orang beriman untuk berpartisipasi dalam menghidupkan semangat gereja. Semangat
gereja yang diupayakan ialah menghantar semua orang pada kekudusan. Dasar kesatuan umat
Allah adalah satu bentuk usaha yang mendorong gereja untuk tetap bertumbuh dalam
mewartakan kabar baik bagi semua orang. Gereja pada hakikatnya ialah gereja yang
berziarah, terbuka terhadap realitas hidup manusia. Bidang kehidupan manusia adalah satu
bentuk pewartaan umat Allah. Tugas mewartakan karya keselamatan menjadi tanggung
jawab umat beriman yang menjalin relasi interpersonal dengan para hierarki. Usaha dalam
mewujudkan gereja yang kokoh yaitu dengan mengembangkan, mewujudkan ciri khas gereja
satu, kudus, katolik dan apostolik. Usaha demikian merupakan tugas dan tanggung jawab
bagi semua umat Allah yang telah menerima rahmat pembaptisan dan bersatu sebagai
persekutuan umat Allah.

DAFTAR PUSTAKA

Ardhi, Wibowo. 1993. Arti Gereja. Yogyakarta: Kanisius.


Hipir, Willibrodus Hane. 2011. Ekaristi dan persekutuan Gereja Dalam Terang Ensiklik
Ecclesia de Eucharistia Nomor 44 dan Relevansinya Dalam Kehidupan Gereja.
(Skripsi Sarjana, Fakultas Filsafat Unwira: Kupang).
Kotan, Daniel Boli dan P. Leo Sugiyono. 2017. Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti.
Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
Konsili Vatikan II. 1990. Dokumen Konsili Vatikan II. Penerj. R. Hardawirayana SJ. Cetakan
I. Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI.
Suharso dan Ana Retnoningsih. 2011. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Semarang: CV.
Widya Karya.
Tom Jacobs. 2007. Koinonia Dalam Eklesiologi Paulus. Malang: Dioma.

Anda mungkin juga menyukai