Koinonia (Persekutuan)
Marturia (Kesaksian)
Diakonia (Pelayanan)
Koinonia (Bersekutu)
Koinonia adalah anglikisasi dari kata Yunani () yang berarti
persekutuan dengan partisipasi intim. Kata ini sering digunakan dalam
Perjanjian Baru dari Alkitab untuk menggambarkan hubungan dalam gereja
Kristen perdana serta tindakan memecahkan roti dalam cara yang
ditentukan Kristus selama perjamuan Paskah [John 6:48-69, Matius 26: 2628, 1 Korintus 10:16, 1 Korintus 11:24]. Akibatnya kata tersebut digunakan
dalam Gereja Kristen untuk berpartisipasi, seperti kata Paulus, dalam
Persekutuan - dengan cara ini mengidentifikasi keadaan ideal persekutuan
dan masyarakat yang harus ada Komuni (persekutuan).
Marturia (Bersaksi)
Marturia (dari bahasa Yunani: martyria) adalah salah satu istilah yang
dipakai gereja dalam melakukan aktivitas imannya, sebagai tugas panggilan
gereja, yaitu dalam hal kesaksian iman. Kesaksian iman yang dimaksud
adalah pemberitaan Injil sebagai berita keselamatan bagi manusia. Marturia
biasanya disandingkan dengan tugas gereja yang lain, yaitu koinonia yang
berarti persekutuan dan diakonia atau pelayanan.
Kata "marturia" sendiri sangat dekat dengan kata "martir" (dalam bahasa
Arab: "syahid"), yaitu orang-orang yang mati karena memberitakan Injil pada
zaman sesudah Yesus Kristus.[1] Memang banyak orang Kristen perdana yang
harus mengalami penganiayaan karena kepercayaannya, dan pengorbanan
ini terus berlanjut sampai sekarang. Karenanya, istilah "marturia" dan
"martir" itu banyak kali dirancukan, dan diasosiasikan dengan para
"syuhada", yaitu orang-orang Kristen yang disiksa sampai mati karena
Diakonia (Melayani)
Pemberitaan dan kesaksian itu tidaklah selalu dilaksanakan dengan katakata tetapi juga dengan perbuatan atau pelayanan diakonia. Perlu kita ingat,
ada kalanya suara perbuatan lebih nyaring gaungnya dari pada perkataan.
Dengan tindakan maka Injil juga dapat diberitakan dan di dengar oleh orangorang tuli.
Barangkali di suatu konteks tertentu gereja sulit melakukan pemberitaan
firman Tuhan (khotbah) karena peraturan-peraturan Negara terkait, dengan
tujuan membungkam gereja akan berita keselamatan itu. Akan tetapi
dengan pelayanan diakonia gereja tidak dapat dibungkam sebab
persekutuan koinonia memiliki seluruh berkat dalam kehidupannya yang
dapat dibagi kepada orang lain dalam nam Yesus Kristus.
Perkataan, kehidupan dan tindakan diakonia yang kita berikan kepada orang
lain atas nama Tuhan Yesus Kristus adalah juga marturia. Maka dari itu,
diakonia adalah bagian integral dari misi Gereja. Marturia dan diakonia
adalah dua sisi dari mata uang yang sama dan merupakan misi gereja yang
mendasar.
Pelayanan diakonia sering dipahami hanya sebatas konsep caritas,
membantu para janda, yatim piatu, fakit miskin demi kesejahteraannya.
Sebenarnya, gereja dalam pelayan diakonia harus mencakup : pelayanan
diakonia mencakup upaya pemahaman akar penyebab keprihatinan social
sekaligus mengembangkan prakarsa pemberdayaan masyarakat untuk
memenuhi kebutuhan hidup yang layak.
Hanya dengan pemahaman pelayanan diakonia sedemikian gereja dapat
berfungsi sebagai agen transformasi ditengah masyarakat sebagai
2. Diakonia Reformatif
3. Diakonia Transformatif
Diakonia transformatif awalnya dipelopori oleh gereja di Amerika Latin untuk
menjawab kemiskinan yang sangat parah pada waktu itu. Diakonia
transformatif merupakan bentuk kepedulian gereja yang terlibat langsung
dalam persoalan-persoalan sosial kemanusian. Diakonia seharusnya tidak
hanya memberikan belas kasihan kepada korban-korban kemiskinan dengan
cara memberikan bantuan-bantuan sebab jika hanya dengan cara itu besok
mereka akan datang lagi dan akhirnya terciptalah mental-mental
ketergantungan. Namun dengan diakonia transformatif pendekatanm yang
dilakukan adalah dengan pola pendekatan pengorganisasian komunitas agar
mereka dapat merancang dan merencanakan hidup mereka sendiri.
Abraham Kuyper, seorang teolog Calvinis mengatakan bahwa gereja terlalu
lamban dalam bertindak dan telah ketinggalan dalam menghadapai
kemiskinan dibandingkan dengan lembaga-lembaga lain di luar gereja.
(Matius 9:35-38). Pt. Robert Sinuhaji SE dalam bukunya yang berjudul Gereja
dan Politik secara keras menyatakan tanpa kepedulian terhadap orangorang miskin, maka gereja sesunguhnya telah gagal mengemban misi
kristen Saat ini seharusnya kita sadar bahwa misi Yesus hadir tidak hanya
pada masalah-masalah rohani semata, namun Yesus menyentuh
permasalahan kemanusian (sosial,politik,hukum,ekonomi), (Luk4:18-19).
Yesus bukan hanya menentang aliran kepercayaan yang Ia rasa menyimpang
namun Yesus juga menentang kekuasaan yang menindas kaum miskin yang
disebabkan oleh kebijakan-kebijakan mereka. (Mat 23:1-36).
Yesus disalibkan karena pengusa Romawi pada saat itu merasa terancam
akan keberanian Yesus membela kaum tertindas. Jika dianalogikan Yesus
ingin mencapai sebuah situasi dimana kita butuh nasi, tetapi kita ingin
memperolehnya dengan keadilan (justice). Kita butuh nasi, tetapi kita ingin
memperolehnya dengan kebebasan (freedom). Kita butuh nasi, tetapi kita
ingin memperolehnya dengan martabat dan pengharapan (dignity and
hope).
Cerita orang samaria yang sering dijadikan bahan contoh akan
kepedulian nya kepada korban perampokan (victim) dibandingkan orang
Lewi yang mengenal hukum taurat nampaknya harus dikaji lebih mendalam
lagi. Benar, bahwa satu sisi ada nilai plus yang dimiliki oleh orang samaria
akan kepedulianya terhadap korban perampokan tersebut namun sudah
seharusnya kita pada tahap pemahan yang lebih tinggi lagi, dimana
Sumber :
-
Widyatmadja, Yosep P. Yesus dan Wong Cilik. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010.
Diakonia Sebagai Misi Gereja: Praksis dan Refleksi Diakonia Transformatif. Yogyakarta:
Kanisius, 2009.
van Kooij dkk, Rijn. Menguak fakta, Menata Karya Nyata: Sumbangan Teologi Praktis Dalam
Pencarian Model Pembangunan Jemaat Kontekstual. Jakarta: BPK Gunung Mulia
A. Noordegraaf, Orientasi Diakonia Gereja, (ed)., Sahetapy, (Jakarta: BPK-Gunung
Mulia,2004),4
J.L.Ch. Abineno, Sekitar Diakonia Gereja, (Jakarta:BPK-Gunung Mulia, 1976), 53