Anda di halaman 1dari 10

Nama : Rexy Agriva Ginting

Mata Kuliah : Pembinaan Warga Gereja

Dosen : Sherly Masnidar M.Th Kelompok I

Gambaran Gereja Transformatif Yang Kontekstual

I. Pendahuluan
Gereja yang berdiri di tengah-tengah masyarakat tidak dapat terlepas dari realita
kehidupan yang sedang dialami oleh jemaat dan masyarakat. Kehidupan jemaat dan masyarakat
pada saat ini sedang di perhadapkan dengan banyak masalah. Gereja harus mampu melaksanakan
tugas dan panggilannya di tengah-tengah dunia, yakni marturia, koinonia dan juga diakonia.
Karena merupakan salah satu dari tugas dan panggilan gereja dalam menjawab permasalahan
yang dialami oleh jemaat serta masyarakat sehingga gambaran gereja dapat terlihat dan sangat
relevan untuk permasalahan jemaat saat ini.
II. Pembahasan
II.1. Pengertian Gereja
Istilah Gereja berasal dari bahasa Portugis, “igreya”, yang jika mengingat akan cara
pemakaian sekarang adalah terjemahan dari bahasa Yunani Kyriake, yang berarti menjadi milik
Tuhan. Adapun yang dimaksud milik Tuhan adalah orang-orang yang percaya kepada Yesus
Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamatnnya.1 Dalam buku Harta Dalam Bejana karangan Th. van
den End memberikan beberapa arti kata mengenai gereja yaitu: kata gereja melalui kata
Portugis“igreja”, dari kata Yunani “ekklesia”, bahasa Inggris “church”,sedangkan Belanda
adalah “kerk”. Sementara itu dalam bahasaYunani ada satu kata lain yang berarti gereja, yaitu
“kurakion”, berarti rumah Tuhan.2 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata gereja diberi arti
gedung (rumah) tempat berdoa dan melakukan upacara agama.3
2.2. Sifat Gereja
a. Gereja adalah kudus

1
Harun Hadiwijono, Iman Kristen, (Jakarta: Gunung Mulia, 2007), 362
2
Th. van den End, Harta Dalam Bejana, (Jakarta: Gunung Mulia), 7
3
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa,
(Jakarta: Balai Pustaka, 1995), 313
Kata kudus berarti disendirikan, diasingkan. Kata ini dapat diterapkan terhadap barang-
barang, tetapi juga terhadap manusia. Pengudusan atau pengasingan itu diarahkan kepada
suatu tujuan tertentu (bnd. Bil. 16:4).4 Jadi Gereja harus menampakkan hidup baru di tengah-
tengah dunia ini. Perbuatan-perbuatan Gereja harus secara jelas dapat dilihat oleh orang lain.
Sehingga Gereja menjadi berkat.
b. Gereja adalah am
Kata yang diterjemahkan dengan “am” adalah khatolikus, yang artinya umum.5Dalam
kata “am” tidak pernah dihubungkandengan Gereja. Namun diluar Alkitab kata “am” berarti
umum sebagai lawan dari tersendiri, setempat, dan sebagian. Dalam kata katholikus
terkandung gagasan tentang keleluasaan tertentu dan ruang. Sifat am gereja mengandung
pernyataan, bahwa keselamatan Allah bukanlah hanya diperuntukkan bagi gereja saja, akan
tetapi diperuntukkan bagi seluruh dunia (Yoh. 3:16), dan bahwa yang didamaikan dengan
Allah oleh Kristus bukan hanya gereja saja melainkan juga dunia (2 Kor. 5:19), dan bahwa
Allah di dalam Kristus adalah Juruselamat dunia (1 Tim. 4:10), dan bahwa yang didamaikan
adalah segala sesuatu, baik yang di bumi, maupun yang sorga (Kol. 1:20). 6 Berdasarkan
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sifat gereja yang am berkaitan dengan tugasnya
untuk memasyurkan Injil. Gereja tidak terikat kepada suatu zaman tetapi sepanjang segala
masa.
c. Gereja adalah satu
Dalam Yohanes 17:20-21 Tuhan Yesus berdoa, supaya semua orang milikNya menjadi
satu, sama seperti Bapa berada di dalam Anak dan Anak di dalam Bapa. Hal itu dimaksud
supaya dunia percaya, bahwa Bapalah yang telah mengutus Anak. Jelaslah bahwa doa
Kristus yang mengenai kesatuan Gereja ini dikaitkan dengan suatu tujuan khusus, yaitu
supaya dunia percaya, bahwa “Engkaulah yang mengutus Aku” (Yoh.17:21).
2.3. Fungsi Gereja
a. Gereja sebagai Persekutuan
Gereja adalah persekutuan orang percaya yang dipanggil oleh Allah dan diutus untuk
menghadirkan Kerajaan Allah di dunia, ini merupakan hakikat gereja. Gereja juga dikenal

4
Harun Hadiwijino, Iman Kristen, 375
5
Chr. de Jong, Jan. S. Aristonang, Apa dan Bagaimana Gereja: Pengantar Sejarah
Ekklesiologi, (Jakarta: Gunung Mulia, 2003), h.376
6
Harun Hadiwijino, Iman Kristen,378-380
sebagai suatu organisme yang senantiasa tumbuh dan berkembang. Gereja sebagai
persekutuan sekaligus sebagai suatu organisme pada saat ini merupakan wujud atau hasil
perkembangan dari jemaat Kristen mula-mula (Kis. 2:41-47) yang lahir dari sebuah gerakan
social keagamaan yang dipelopori oleh Yesus.7 Dimulai dari gerakan sosial keagamaan
hingga kepada sebuah jemaat kristen perdana, yang kemudian melalui perjalanan panjang
berabad-abad persekutuan orang-orang percaya ini mengalami perkembangan hingga
berbentuk gereja seperti pada sekarang ini.
b. Gereja sebagai organisme.
Gereja sebagai organisme yang hidup merupakan karya Roh Kudus yang juga melibatkan
peran serta orang-orang percaya. Keberadaan gereja juga dipahami sebagai bagian dari
dunia bagian dari zaman yang berkembang, bagian dari suatu dengan konteks. Gereja
sebagai organisme yang hidup tidak bisa terlepas dari konteks, artinya tempat di mana ia
berada, dan bagian dari masyarakat dunia, hal-hal ini disebut jugagereja akan dapat terus
hidup apabila gereja terus merespon konteksnya. Gereja perlu berdialog dengan konteksnya,
karena konteks senantiasa berubah. Dengan demikian gereja dituntut untuk selalu dinamis
menyikapi perubahanperubahan yang ada. Hal ini bertujuan agar gereja dapat menghadirkan
damai sejahtera dari Allah kepada dunia. Perubahan zaman serta perkembangan pemikiran
manusia turut menjadi bagian historis dari perjalanan panjang gereja. Berbagai pemikiran
tentang gereja muncul dan berkembang pada masa lalu membentuk suatu sejarah yang
mengandung nilai-nilai teologis yang berguna bagi keberadaan gereja pada masa sekarang.
Oleh karena itu gereja tidak mungkin akan bertahan tanpa adanya perubahan, karena bila
gereja tidak melakukan perubahan-perubahan, maka itu sama artinya bahwa gereja bersifat
defensif yakni mempertahankan diri dalam bentuk lama dan terjebak pada sikap konservatif
yang tertutup pada perubahan.8
2.4. Gereja Transformatif dan Kontekstual
2.4.1. Menjadi Gereja yang Fungsional
Proses pembangunan jemaat bertujuan menolong gereja menjadi jemaat yang
dikehendaki Yesus. Menjadi jemaat yang dikehendaki Yesus berarti mencari apa fungsi

7
Gerd Theissen, Gerakan Yesus, Sebuah Pemahaman Sosiologis Tentang Jemaat
Kristen Perdana, (Ledalero: Maumere, 2005),1-2
8
Eka Darmaputera, “Menuju Teologi Kontekstual di Indonesia”, dalam Konteks
Berteologi di Indonesia, ( Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1988), 8-9
gereja di tengah-tengah dunia ini. Gereja yang dikehendaki oleh Yesus adalah gereja yang
hidup, yang dicirikan dengan tiga ciri-ciri atau tanda-tanda kehidupan9 yaitu :
pertama, keterbukaan dan keterarahan kepada Tuhan yang diiwujudkan dalam bentuk
pergaulan yang akrab dengan Allah. Allah adalah Allah yang telah menyebabkan adanya
pergaulan antara orang-orang yang dipanggil Allah, baik pergaulan sebagai pribadi maupun
sebagai persekutuan, dengan Allah pergaulan ini diwujudkan antara lain dalam doa, ibadah,
dan pengakuan iman, dan berlangsung terus menerus serta bertumbuh dalam seluruh
kehidupan jemaat di dalam dan di luar gereja.
Kedua, keterbukaan dan keterarahan kepada sesama dalam persekutuan yang hidup dalam
jemaat, yang diwujudkan dalam bentuk konkrit yaitu sikap untuk saling memperdulikan,
memperhatikan, mendoakan, mengunjungi, bersekutu dalam peribadahan, mewujudkan

9
WidiArtanto, “Peranan Lembaga Pelayanan/Swadaya Masyarakat Dalam Pembangunan Jemaat”,
DalamBunga Rampai:Hidup Bersama Di Dalam Kemajemukan dan Keadilan” (Surakarta: Yayasan Bimbingan
Kesejahteraan Sosial ,1999), 130 – 132.
kebersamaan dengan sesama gereja, saling membantu dalam rangka kasih dan berbagi
kehidupan, dan sebagainya. Jemaat menjadi komunitas yang hidup bersama dan bekerja
bersama bukan hanya dalam menjalani kehidupan gerejawi tetapi juga dalam kehidupan
sehari-hari.
Ketiga, keterbukaan dan keterarahan kepada dunia. Diwujudkan dalam pelayanan dan
kepekaan terhadap masalah-masalah masyarakat terutama mereka yang menderita. Sikap ini
tercermin dalam persekutuan yang hidup dalam semangat keterbukaan dan solider terhadap
penderitaan sesama, persekutuan yang terarah kepada dunia, menyatakan kesaksian dan
pelayanan kepada dunia. Jemaat menyadari dirinya sebagai bagian dari masyarakat.
Kesaksian dan pelayanan kepada dunia ini diwujudkan melalui kesediaan untuk menyatakan
solidaritas kepada yang tergusur, terpuruk dan tersingkir dalam kehidupan masyarakat.
Pelayanan kepada orang-orang yang menderita, berjuangan untuk menegakkan kebenaran
dan keadilan, dan ikut ambil bagian dalam kegiatan sosial kemasyarakatan. Dengan kata lain,
jemaat tidak hidup untuk kepentingan dirinya sendiri atau hanya untuk kepentingan anggota-
anggota jemaatnya saja. Tetapi menyadari panggilannya untuk hidup di tengah-tengah
masyarakat dan melayani masyarakat yang diciptakan dan dicintai Allah. Dari uraian di atas
maka jelas bahwa hakekat gereja yang fungsional ialah gereja yang memiliki keterbukaan
dan keterarahan dalam pergaulan dengan Allah, pergaulan dengan sesama anggota jemaat
yang saling memperdulikan dan saling melayani, serta persekutuan yang bersaksi dan
melayani dunia/masyarakat.
2.4.2. Gereja Adalah Bagian Masyarakat
Gereja sebagai persekutuan orang percaya cenderung memisahkan antara masalah keduniaan
dan iman. Hal ini tercermin dengan sikap koeksistensi gereja. 10 Gereja hanya menyangkut
masalah rohani, sedangkan masalah masyarakat tidak dipandang sebagai tanggung jawab
gereja. Tetapi sebenarnya gereja tidak mungkin memisahkan diri dari masyarakat karena
gereja adalah persekutuan yang juga hidup di tengah-tengah masyarakat dan juga berada
dalam sistem masyarakat baik itu sistem sosial, budaya, politik maupun ekonomi.
Masyarakat harus diakui dan dihormati serta diperhatikan, karena apapun yang terjadi dalam
masyarakat akan ikut mempengaruhi kehidupan bergereja. Banawiratma dan Müller
mengatakan bahwa :
10
Lih. J.B. Banawiratma dan J.Müller, Berteologi Sosial Lintas Ilmu: Kemiskinan Sebagai Tantangan
Hidup Beriman (Yogyakarta: Kanisius, 1993), 92
“Setiap agama harus mewujudkan diri dalam perbuatan dan tindakan konkret di tengah
masyarakat. Jika tidak demikian, segala pewartaan atau pemberitaannya akan menjadi omong
kosong yang lambat laun tidak akan dipercaya lagi. Agama semacam ini akan dianggap
tahyul. Perwujudan diri merupakan tuntutan dari semua agama. Tuntutan ortopraksis
(Perbuatan yang benar) itu, tidak kalah pentingnya dengan ortodoksia (Iman yang benar)
hanya bisa terlaksana kalau agama melibatkan diri dalam masyarakat konkret dengan segala
masalahnya dan ikut memikul beban perjuangan sehari-hari”.11
Jadi gereja tidak mungkin hidup terpisah dari masyarakat, bahkan gereja adalah bagian yang
integral dari semua sistem dalam masyarakat. Kehadiran gereja di tengah-tengah masyarakat
tidak lain adalah wujud tindakan nyata dalam merespon situasi di sekitarnya. Demikian juga
gereja tidak dapat melarikan diri terhadap masalah dunia sekitarnya, karena fungsi gereja
tidak lain terarah kepada dunia untuk menyatakan kesaksian dan pelayanannya.
Gereja yang menjadi bagian dari masyarakat adalah gereja yang melakukan kesaksian dan
pelayanan kepada dunia sekitarnya yang mengalami penderitaan akibat kemiskinan. Gereja
bertindak dengan berbuat sesuatu terhadap orang miskin di sekitarnya. Gereja ikut melawan
penderitaan yang dialami masyarakat dan tentu ikut bahagia bila kemakmuran terjadi. 12
Kemiskinan yang melanda masyarakat juga menjadi tantangan bagi gereja karena kemiskinan
mengerogoti manusia secara universal termasuk anggota jemaat. Kemiskinan juga
mengakibatkan kematian, serta penderitaan itu sangat bertentangan dengan Allah yang
menghidupkan dan membebaskan. Dalam kondisi masyarakat seperti di atas maka gereja
perlu merumuskan perannya di tengah-tengah masyarakat untuk mengatasi kemiskinan serta
menegakan keadilan dan kebenaran. Gereja juga memberi inspirasi bagi anggota jemaatnya
untuk mengatasi kemiskinan yang melanda masyarakat di sekitarnya. Gereja tidak hanya
mewartakan hal-hal rohani saja tetapi juga menyangkut keadaan konkret masyarakat di
sekitarnya. Kehadiran gereja akan lengkap bila memiliki interaksi yang terus menerus antara
iman dan hidup konkret masyarakat, baik hidup pribadi maupun sosial. Sehingga anggota
jemaat dapat terus berefleksi atas imannya di dalam gereja dan mewujudnyatakan dalam
kehidupan sehari-hari dalam masyarakat.13 Dari uraian di atas maka penulis dapat
11
Lih. J.B. Banawiratma dan J.Müller, Berteologi Sosial Lintas Ilmu: Kemiskinan Sebagai Tantangan
Hidup Beriman, 94-95
12
E. G. Singgih, Pokok-Pokok Pikiran Mengenai Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia :Tinjauan
Dari Sudut Theologia Kristen (Yogyakarta), 43
13
Y.Suratman, Membangun Komunitas Basis Gerejawi (Jakarta: Celesty Hieronika, 1999 ), 28-29.
mengatakan bahwa gereja ada dan terarah ke dan di tengah-tengah masyarakat untuk
mengasihi masyarakat, bukan memisahkan atau menghakimi masyarakat. Bahkan gereja
menjadi pelayan masyarakat agar mendatangkan tanda-tanda Kerajaan Allah. Itu adalah salah
satu inti atau hakekat gereja.

2.4.3. Menjadi Gereja Hamba


Menghadapi realitas kemiskinan maka gereja perlu membangun ekklesiologi gereja
sebagai hamba. Gereja sebagai hamba adalah model hubungan baru antara gereja dan dunia,
dimana gereja memberikan sumbangannya bagi dunia yang terpecah belah oleh kemiskinan
dan penindasan. Itu sebabnya gambaran gereja sebagai hamba bagi Roger Weverbergh dapat
digabungkan dengan gambaran dari para teolog pembebasan yaitu gereja kaum miskin dan
tertindas.14 Gereja sebagai hamba didasarkan pada pemahaman bahwa gereja harus sungguh-
sungguh menjadi tubuh Kristus, hamba yang menderita, dan oleh karena itu gereja perlu
menjadi gereja yang melayani. Sebagaimana tujuan kedatangan Yesus 15, yaitu bukan hanya
mewartakan kerajaan Allah tetapi memberikan diriNya untuk melayani, menyembuhkan,
mendamaikan dan membalut yang terluka.16 Artinya Tuhan menjadi manusia bagi
sesamaNya, dan gereja terpanggil menjadi manusia bagi sesamanya, meneladani Yesus
dalam mengabdi kepada sesama. Itu sebabnya Bonhoeffer dalam bukunya Letters and
Papers from Prison, menuntut gereja menjadi gereja yang hina dan mengabdi: “Gereja
adalah gereja kalau berada bagi orang lain. Untuk memulainya gereja harus memberikan
miliknya kepada mereka yang membutuhkan”. Bahkan Gibson Winter mengatakan bahwa
tugas gereja dalam dunia ini adalah menjadi diakonos dari dunia, hamba yang
membungkukkan badannya untuk mengusahakan keutuhan ciptaan. Senada dengan Gibson
Winter, Uskup Anglikan John A.T. Robinson mengatakan bahwa rumah Allah bukanlah
gereja, tetapi dunia ini. Gereja adalah hamba, dan kekhasan utama seorang hamba ialah hidup
di rumah orang lain dan bukan di rumahnya sendiri. Dari gambaran di atas maka dapat
disimpulkan bahwa gereja hadir bukan untuk dirinya sendiri tetapi bagi dunia ini sebagai
hamba. Sebagai Hamba gereja tidak boleh melakukan tugas panggilannya secara bebas
semaunya sendiri tetapi di bawah perintah, tugas panggilan yang dikerjakan ditujukan untuk

14
Roger Weverbergh, Gambaran-Gambaran Gereja (Yogyakarta: Pusat Pastoral,1998), 25.
15
Howard Snyder, Liberating The Church (Illinois: Inter-Varsity Press, 1983), 134-135
16
Avery Dulles,Model-Model Gereja, (Nusa Indah: 1990). 86-89
orang lain dan bukan untuk keuntungannya sendiri dan pekerjaan yang dilakukan adalah
pekerjaan hina dan tidak terpandang.
Gereja sebagai hamba adalah gereja yang mengabdi. Menjadi gereja yang mengabdi
berarti menjadi gereja yang turun, berorientasi ke bawah, sama seperti Yesus
berorientasi ke bawah yaitu orang yang terhina dari antara saudara-saudaraKu (Matius
25 : 40). Gereja yang berorientasi ke bawah adalah gereja yang berpihak kepada mereka
yang miskin dan tidak berdaya.17 Ekklesiologi gereja sebagai hamba dalam tugas
pelayanannya bukan hanya ditujukan bagi anggota-anggota gereja itu sendiri. Melainkan
pengabdian gereja ditujukan kepada semua orang di muka bumi ini dengan segala
permasalahannya, keluh kesahnya dan penderitaannya. Itu sebabnya misi gereja bukan
pertama-tama untuk mendapatkan anggota baru, tetapi menjadikan gereja sebagai sarana
yang membantu semua orang di mana saja mereka berada. Gereja harus menghidupkan
harapan dan aspirasi manusia akan Kerajaan Allah dan nilai-nilainya.18
III. Tanggapan
Bahwasanya yang terjadi saat ini masih banyak sekali gereja yang belum mampu
menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik, sehingga banyak jemaat yang
meragukan akan kehadiraqn Allah ditengah-tengah dunia saat ini, kita lihat saja di daratan
benua Eropa, sudah banyak orang yang menganut agama Atheis, mengapa bisa terjadi
demikian, karena kita sebagai pelayan tidak mampu menampung permasalahan yang
dihadapi oleh jemaat saat ini dan gereja belum tau apa yang diinginkan oleh jemaat, sehingga
permasalahan-permasalahan akan selalu timbul dalam gereja, dan itu akan membuat jemaat
dapat goyah dan berpindah gereja bahkan berpindah agama. Sehingga disini kita perlu
melihat apa yang diinginkan oleh jemaat kita dan menjawab pergumulan-pergumulan yang
terjadi di tengah masyarakat sehingga gereja perlu perubahan agar gereja dapat menjadi tiang
bagi jemaat-jemaat dan gereja tetap akan berdiri tegak dan selalu berkembang.
IV. Kesimpulan
Saya menyimpulkan bahwasanya dari pembahasan ini maka gereja memang sangat
sangat harus dapat menjawab segala permasalahan yang terjadi, supaya gereja dapat menjadi
terang untuk berjalan bagi orang lain dan lebih mendekatkan diri dengan Tuhan dan gereja

17
E. G. Singgih, Pokok-Pokok Pikiran Mengenai Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia :Tinjauan
Dari Sudut Theologia Kristen (Yogyakarta), 3-4
18
Avery Dulles,Model-Model Gereja, 91
harus selalu kontekstual dengan perubahan perubahan jaman yang terjadi agar gereja tidak
terlihat tertinggal atau ketinggalan jaman.

V. Daftar Pustaka

Artanto Widi, “Peranan Lembaga Pelayanan/Swadaya Masyarakat Dalam Pembangunan


Jemaat”, DalamBunga Rampai:Hidup Bersama Di Dalam Kemajemukan dan Keadilan”
Surakarta: Yayasan Bimbingan Kesejahteraan Sosial ,1999

Darmaputera Eka, “Menuju Teologi Kontekstual di Indonesia”, dalam Konteks Berteologi di


Indonesia, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1988

de Jong .Chr, Jan. S. Aristonang, Apa dan Bagaimana Gereja: Pengantar Sejarah Ekklesiologi,
Jakarta: Gunung Mulia, 2003

Dulles Avery,Model-Model Gereja,Nusa Indah: 1990

Hadiwijono Harun, Iman Kristen, Jakarta: Gunung Mulia, 2007

. J.B. Lih. Banawiratma dan J.Müller, Berteologi Sosial Lintas Ilmu: Kemiskinan Sebagai
Tantangan Hidup Beriman Yogyakarta: Kanisius, 1993

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Jakarta: Balai
Pustaka, 1995

Singgih, E. G. Pokok-Pokok Pikiran Mengenai Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia


:Tinjauan Dari Sudut Theologia Kristen Yogyakarta

Snyder, Howard Liberating The Church Illinois: Inter-Varsity Press, 1983

Suratman Y., Membangun Komunitas Basis Gerejawi Jakarta: Celesty Hieronika, 1999
Theissen Gerd, Gerakan Yesus, Sebuah Pemahaman Sosiologis Tentang Jemaat Kristen
Perdana, Ledalero: Maumere, 2005

van den End .Th., Harta Dalam Bejana, Jakarta: Gunung Mulia

Weverbergh Roger, Gambaran-Gambaran Gereja Yogyakarta: Pusat Pastoral,1998

Anda mungkin juga menyukai