Nirm: 2020229335
Kelas: C Teologi
IDENTITAS BUKU
Ekklesia berasal dari kata: eks dan kaleo, yang berarti: Persekutuan orang-orang yang dipanggil keluar
dari dunia ini ke dalam persekutuan dengan Tuhan dan persekutuan dalam Tuhan. Rasul Paulus bahkan
mempopulerkan terminologi ekklesia dari bahasa sosial menjadi bahasa teologis, dengan mempergunakan
ekklesia tou Theou (orang yang dipanggil keluar menjadi milik Tuhan atau umat Allah yang dipanggil untuk
bersekutu. Jadi, gereja adalah milik Allah, terpanggil bukan untuk dirinya sendiri melainkan untuk suatu
tugas tertentu yang Allah embankan kepadanya. Istilah lain untuk gereja dalam bahasa Yunani adalah
kuriake (yang seakar dengan kata kurios), yang mengartikan milik Kurios, milik Tuhan. Eklesiologi adalah
teori teologis tentang gereja atau teologi gereja. Jadi eklesiologi merupakan teologi yang mau mempelajari
hidup beriman secara sistematis dan metodis. Jika eklesiologi dirumuskan berdasarkan pemahaman teologis
yang mendalam, maka yang dimaksudkan adalah pemahaman teologis-alkitabiah yang digali dari dalam
B. Isi Buku
Segala sesuatu dalam Alam Semesta lahir dari karya Allah Tritunggal. Perjanjian Lama mempersaksikan
bahwa Allah mencipta bersama Firman-Nya dan Roh Kudus. Begitu juga Perjanjian Baru meneruskan
ungkapan-ungkapan ini, yang memperkenalkan Allah sebagai Bapa, Anak (Yesus Kristus), dan Roh Kudus.
Yesus yang adalah Firman Allah adalah tidak diciptakan. Sebab Firman bukan ciptaan, karena justru olehNya
Allah telah menciptakan segala sesuatu (Kej. 1:3, Mzm. 33:6; Yoh. 1:3, 1Kor. 8:6). Firman adalah kekal, seperti
disebutkan dalam Injil. Allah hanya satu, tetapi Ia menyatakan diri-Nya di dalam tiga oknum melalui
pekerjaan masing-masing: Bapa Pencipta dan Pemelihara, Anak Penyelamat dan Roh Kudus Pembimbing.
Ketritunggalan Allah tetap merupakan rahasia ilahi. Allah yang benar dan maha kuasa adalah Allah yang
tidak dapat didefenisikan secara tuntas dan sempurna oleh manusia ciptaan Allah. Batas defenisi manusia
atas Allah adalah sejauh yang Allah sendiri nyatakan. Alkitab mempersaksikan hakikat Allah adalah kasih.
Karena itu Ketritunggalan Allah adalah Ketritunggalan Kasih. Allah adalah “Tiga Kasih” dalam identitas
yang berbeda menyatakan hubungan yang satu dan tidak terpisahkan (Tritunggal).
Pemanggilan dan pemilihan Allah bagi orang Toraja (bangsa Toraja) pada masa lampau, merupakan
pemanggilan dan pemilihan yang sama maknanya dengan pemanggilan dan pemilihan Allah pada
bangsa-bangsa tertentu di muka bumi. Allah menyatakan pemanggilan dan pemilihan bagi orang Toraja
melalui pemberitaan Injil oleh Gereja Protestan Indonesia (Indische Kerk) dan lembaga penginjilan
Gereformeerde Zendingsbond (GZB) dari Negeri Bleanda. Panggilan khusus pelayanan Gereja Toraja
adalah masyarakat Toraja dengan budaya dan bahasanya yang khas, supaya kemuliaan Kristus
dinyatakan juga dengan corak Toraja. Sebagai gereja yang dipanggil dan dipilih Allah, Gereja Toraja
berkomitmen dalam visinya untuk mewujudkan Gereja Toraja yang memuliakan Tuhan, memberitakan
kebaikanNya, menjadi berkat bagi manusia dan dunia sehingga mewujudkan damai sejahtera bagi semua.
Gereja Toraja menghayati makna dirinya dalam konteks kebudayaan Toraja. Penghayatan itu nyata dalam
mengartikan kata jemaat/gereja sebagai kombongan dan mengartikan kalimat persekutuan orang kudus
dalam rumusan Pengakuan Iman Rasuli dengan istilah kombongan masallo’. Kombongan memiliki makna
Misi gereja (misio ecclesiae) bagi dunia adalah alasan dibalik misi Allah (misio Dei) bertindak bagi
dunia melalui misi Kristus (misio Christie). Gereja dipanggil bukan untuk dirinya sendiri tetapi melakukan
rencana Ilahi untuk mentranformasi dunia dengan memproklamirkan Injil kepada semua orang dalam kata
dan perbuatan (Mrk. 16:15). Kisah gereja perdana memperlihatkan bahwa tantangan paling utama yang
dihadapi gereja adalah bagaimana memberitakan Injil Yesus Kristus bagi beragam konteks, budaya, dan
bahasa pendengar. Misi Gereja berdasarkan perintah Yesus (tugas suruhan), yaitu melanjutkan tugas Rasuli,
berdiri atas iman para rasul dan meneruskan misi para rasul, Allah menginginkan gereja menjadi persekutuan
yang bersaksi dan memproklamirkan KerajaanNya dengan mengundang semua orang dari segala bangsa
Diakonia adalah bentuk konkret pelayanan Gereja Toraja sebagai institusi untuk memelihara, menolong, dan
menyejahterakan anggota jemaat dan sesama manusia yang lemah dan berkekurangan serta berusaha
membendung dan mencegah sebab-sebab kesengsaraan dan kemelaratan manusia. Diakonia dikategotikan
dalam tiga bentuk, yaitu Diakonia Karitatif, Diakonia Reformatif, dan Diakonia Transformatif. Pada kaum
miskin terdapat orang-orang yang lebih miskin dan menderita atau konkretnya disebut sebagai kaum yang
termiskin dari yang miskin. Pada kaum miskin terdapat orang-orang yang lebih miskin dan menderita atau
konkretnya disebut sebagai kaum yang termiskin dari yang miskin. Kuasa di dunia ini bukanlah sesuatu yang
terpisah dari wilayah kekuasaan Yesus Kristus, namun pada dirinya menjadi suatu manifestasi kekuasaan
Sang Raja segala Raja. Dalam hal ini, pemerintah mempunyai kuasa, wewenang, otoritas dalam menetapkan
dan menerapkan aturan (pedang) sebagai alat memimpin, memerintah, dan melayani masyarakat dalam
pembangunan kehidupan yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran, kedamaian, dan keadilan bagi
seluruh makhluk. Namun pemerintah harus senantiasa berada di bawah terang dan kritik Firman Allah, dan
gereja dalam hal bertanggungjawab memerankan fungsi kenabiannya. Sistem politik Indonesia yang menjadi
konteks Gereja Toraja adalah sistem politik demokratis. Dalam konteks demikian, Gereja Toraja dapat melihat
demokrasi sebagai anugrah Tuhan bagi masyarakat Indonesia yang pluralistik. Demokrasi, meski bukan satu-
satunya jalan, adalah sebuah prinsip universal yang mengandung nilai alkitabiah. Gereja terpanggil untuk
membina warganya melihat politik sebagai bidang misi Gereja, sehingga gereja dapat memilih sikap dan arah
politik yang benar, baik dan tepat, sesuai dengan Firman Allah. Budaya adalah dinamis dan terus
berkembang. Tetapi, dalam setiap kebudayaan dari sesuatu suku atau bangsa selalu terkandung nilai-nila
luhur, yang dapat dikelompokkan sebagai berikut: nilai-nilai magis-religius, nilai-nilai hukum, nilai-nilai pola
kehidupan, nilainilai etika, dan nilai-nilai hubungan sosial kemasyarakatan. Berpedoman kepada pemahaman
akan nilai-nilai budaya yang sedemikian itulah gereja dapat melakukan transformasi (pembaharuan)
kebudayaan. Secara khusus Untuk Toraja, ketegasan sikap Gereja Toraja untuk mengambil Peran Pandu
Budaya lahir dilakukan melalyui proses interpretasi (penafsiran) terhadap kebudayaan Toraja, dalam bentuk:
ritus-ritus, pemali-pemali, bahkan kearifan lokal, yang merupakan warisan dari agama asli orang Toraja, Aluk
Sanda Pitunna. Selain terus mengajar warga gereja untuk memperhatikan pendidikan, Gereja Toraja sebagai
lembaga perlu terus melakukan peningkatan kualitas proses belajar dan mengajar di semua lembaga
pendidikan yang dikelolanya. Gereja Toraja harus mampu memajukan pelayanan dan pengelolaan kesehatan
di lembaga rumah sakit yang dimilikinya. Gereja Toraja juga harus mendorong pemerintah untuk memajukan
pengelolaan dan pelayanan kesehatan di lembaga rumah sakit milik pemerintah. Gereja Toraja hidup dalam
tiga lingkaran,: lingkaran primordial (keluarga, kampung, daerah, suku, agama; lingkaran kebangsaan (warga
negara); dan lingkaran kemanusiaan universal (dunia). Dan Gereja Toraja meyakini bahwa semua lingkaran
itu dilingkupi oleh Lingkaran Kerajaan Allah. Gereja Toraja harus terus menerus memberikan bimbingan
moral, etik, dan spiritual bagi warganya yang berkecimpung dalam pengembangan dan penerapan IPTEK,
agar hal itu dilakukan demi untuk kesejahteraan umat manusia. Gereja Toraja terpanggil untuk meningkatkan
kualitas sumber daya manusia, terutama generasi muda, secara merata dan menyeluruh dalam rangka
menyongsong dan menyukseskan program nasional bangsa Indonesia dalam era tinggal landas, yang akan
ditandai dengan pengembangan dan penerapan IPTEK di dalam seluruh bidang kehidupan masyarakat dan
bangsa Indonesia. Revolusi industri generasi keempat (4.0) ditandai dengan kemunculan superkomputer,
robot pintar, kendaraan tanpa pengemudi, editing genetik, dan perkembangan neuroteknologi yang
memungkinkan manusia untuk lebih mengoptimalkan fungsi otak, maka Gereja Toraja harus terlibat
didalamnya untuk berubah dan berpartisipasi didalamnya untuk mengembangkan pengetahuan dan skil.
Gereja Toraja perlu mengangkat falsafah kebudayaan Toraja, to sangserekan untuk menunjang tanggung
jawabnya dalam berekonomi. Falsafah sangserekan adalah nilai luhur kebudayaan Toraja yang menempatkan
makhluk hidup dalam kesejajaran: lolo tau, lolo tanana, lolo patuan dan tidak dikenal prinsip
antroposentrisme. Bekerja dan berusaha untuk menjadi sukses dan kaya dengan nilai kejujuran menjadi pesan
iman Kristen. Demikian juga pesan yang diusung falsafah hidup orang Toraja, bahwa Kesuksesan dan
kekayaan dapat diperoleh melalui proses kerja keras dan logika bertahap dalam proses. Ugahari atau
keugaharian adalah kehidupan dalam kesederhanaan atau kesahajaan, sekalipun dalam kondisi kepemilikan
harta yang banyak. Jadi hidup ugahari adalah pilihan hidup sederhana, tidak boros, dan tidak serakah
menggunakan apa yang dimiliki, Kearifan budaya Toraja mendukung hidup keugaharian. Hidup dengan
kecukupan nyata dalam bentuk uangkapan-ungkapan bijaksana dan menjadi etika mengkonsumsi. Gereja
terdiri dari beragam orang dengan keunikan masing-masing, diantranya ada anak-anak, remaja, dewasa,
orang tua, lansia, bahkan kaum disable. Gereja perlu mewadahi mereka dengan fasilitas yang menjadikan
mereka tersambut dan terterima di gereja serta dapat merasakan pelayanan dan mengambil peran dalam
pelayanan. Yang dibutuhkan dari gereja terhadap kaum disable pertama-tama adalah pandangan yang benar
tentang keberadaan mereka. Manusia diciptakan berdasarkan gambar Allah. Untuk menjadi gambar Allah
tidak berarti harus mandiri dan kuat. Diskriminasi gender dapat berlaku juga bagi kuam laki-laki, tetapi
secara umum banyak terjadi bagi kaum perempuan. Namun demikian, harus diakui bahwa kaum perempuan
seringkali mengalami pelecehan, kekerasan, dan perlakuan sebagai komoditi. Penting untuk ditegaskan
pertama-tama bahwa Gereja Toraja menolak perkawinan di luar laki-laki dan perempuan, sebagaimana yang
ditetapkan Allah dalam Alkitab bahkan dalam kebudayaan Toraja. Tetapi Gereja Toraja juga menolak
diskriminasi terhadap kaum LGBTIQ dan ini merupakan perbuatan yang tidak baik atau berbuat dosa.
Oikumenisme bukan soal lembaga atau organisasi saja, tetapi oikumenisme justru harus tampak dalam
hubungan kehidupan kemasyarakat yang konkret. Dan gereja sebagai alat Allah dapat dipercaya bila misinya
menjangkau dunia. Konsep Trinitas menyediakan kemungkinan untuk menghubungkan ajaran Kristen
Panggilan Gereja Toraja untuk membangun relasi harmonis dengan ciptaan yang lain berdasr pada
kisah Allah mencipta langit dan bumi dan segala isinya. Allah menciptakan langit dan bumi dan segala
isisnya dengan sempurna dan menempatkan semua itu di dalam relasi yang harmonis dan saling
menghidupi. Gereja, khususnya Gereja Toraja, turut terpanggil dalam mengembangkan hubungan
persahabatan antar bangsa, budaya, dan bahasa, selain sebagai kesempatan bagi seluruh lapisan masyarakat
untuk meningkatkan taraf kehidupan sosial ekonomi mereka. Bagi Gereja Toraja, pengembangan hubungan
persahabatan antar bangsa, budaya, dan bahasa itu dilaksanakan dalam terang pelaksanaan misi gereja untuk
memberitakan Injil kepada seluruh makhluk di seluruh dunia (Mrk. 16:15). Selain dasar iman Kristen,
sesungguhnya budaya Toraja juga menyediakan kearifan lokal yang dihidupi masyarakat Toraja yang dapat
menolong terciptanya dialog dengan orang lain secara nyata.Pemahaman tentang Trinitas adalah satu-satunya
cara untuk tiba pada konsep persekutuan seluruh manusia. Penekanan pemahanan persekutuan bukanlah
secara rasional tetapi secara relasional. Otentisitas pribadi bukanlah kebebasan dari yang lain tetapi kebebasan
untuk yang lain. Melalui persekutuan di dalam Allah Tritunggal, setiap orang di luar gereja juga dijangkau
Jabatan am orang percaya adalah penjabaran dari jabatan Kristus yang dikaruniakan kepada setiap
orang yang percaya kepadaNya sebagai Juruselamatnya. Jabatan yang dimaksud adalah raja, imam, dan nabi.
Ketiga peranan Kristus tersebut merupakan fungsi ilahi yang memungkinkan tersampaikannya firman Allah
kepada dunia, subsitusi dan penebusan dosa manusia, serta pemerintahan Allah yang absolut. Imam harus
memisahkan dirinya dan mendedikasikan seluruh hidupnya untuk Allah, secara spesifik pelayanan dalam
konteks Bait Allah. Imam harus siap untuk hidup secara berbeda dengan orang-orang lain secara umum.
Imam juga harus sadar dan peka akan keberdosaan masyarakat. Nabi harus sangat sensitif dalam
membedakan suara Tuhan dengan suara hati, pikirannya sendiri. Ketika pesan dari Tuhan sudah jelas, nabi
harus berani memberitakan pesan itu dengan tegas dan setia tanpa ditambah ataupun dikurangi, tidak peduli
seberapa keras atau buruk pesan tersebut, dan tidak peduli kepada siapa pesan itu harus dinyatakan (baik
kepada imam, ahli Taurat, tua-tua, panglima, bahkan raja sekalipun). Jabatan raja memiliki keunikan dalam
menjalankan keadilan dan melakukan pengelolaan, baik itu mengelola pemerintahan, masyarakat, militer,
maupun sumber daya alam. Ketika aspek-aspek tersebut dikelola dengan baik, akan tercapai kesejahteraan
dalam masyarakat, misalnya dalam pemerintahan Daud dan masa-masa awal pemerintahan Salomo.
Keanggota gereja Toraja terdiri dari Anggota Baptis, Sidi, dan Calon Baptis. Anggota sidi yaitu
anggota jemaat yang telah melakukan pengakuan iman sendiri di hadapan Tuhan di tengah-tengah ibadah
jemaat, yaitu orang yang dibaptis dewasa dan atau dibaptis kecil tetapi telah menerima peneguhan sidi.
Anggota Baptis adalah anak anggota jemaat yang telah dibaptis tetapi belum disidi. Anggota Calon Baptis
yaitu anak anggota jemaat yang belum dibaptis dan orang dewasa yang mau mengikuti iman kristen serta
sudah mengaku di hadapan jemaat atau Majelis Gereja, tetapi belum dibaptis. llah sendiri menginginkan
adanya pelayan-pelayan dalam gerejaNya, oleh karena Allah tidak hadir secara tampak dalam gereja. Gereja
sebagai umat Allah terdiri dari para pemimpin dan jemaat. Hal itu pun telah dicontohkan dalam Alkitab,
yaitu Yesus memilih murid-murid untuk memimpin misi proklamasi Kerajaan Allah. Otoritas para pelayan
dalam gereja hanya bisa dipahami secara tepat dalam terang otoritas Yesus sebagai Kepala Gereja, yang
mengosongkan dirinya, rela disalib dan mati di kayu salib (Flp. 2:7–8), dan teladan Otoritas kita sendiri adalah
Yesus Kristus. Setiap pelayan harus melakukan pelayanan baik secara personal, kolegial, maupun komunal.
Pelayanan harus personal oleh karena kehadiran Kristus dapat menjadi paling efektif ditujukan kepada
seorang yang diutusnya untuk memproklamirkan Injil dan memanggil komunitas untuk melayani Allah di
dalam kesatuan hidup dan kesaksian. Pelayanan harus kolegial oleh karena para pelayan membagi tugas
secara bersama-sama dalam melayani komunitas. Dan pelayanan harus komunal oleh karena dimensi
komunal persekutuan memiliki hubungan yang intim antara para pelayan yang diurapai dengan komunitas.
Keberadaan pendeta di dalam Gereja Toraja, terjadi melalui proses penyiapan, yaitu masa Proponen.
Proponen adalah seorang yang telah menyelesaikan pendidikan tinggi telogi secara formal dan sedang
menjalani pendidikan kependetaan Gereja Toraja, memperoleh kesempatan dalam jemaat untuk mewujudkan
karunia Tuhan yang ada padanya melalui khotbah, pelayanan, dan hidupan di tengah-tengah jemaat, serta
sedang menunggu keputusan untuk dipanggil memangku jabatan pendeta. Tugas pendeta, Penatua, dan
Diaken hampir sama den mereka tetap melayani untuk Tuhan dengan tugas dn tanggung jawab mereka
untuk Tuhan dan bagi jemaat di tempat itu. Gereja Toraja dua jenis tugas Pendeta Gereja Toraja, Yaitu:
Pendeta Jemaat, Pendeta Tugas Khusus. Pendeta Jemaat adalah Pendeta yang melayani di jemaat Gereja
Toraja tertentu dalam kurun waktu tertentu. Pendeta Tugas Khusus adalah pendeta yang melayani dalam
suatu bidang pelayanan tertentu berdasarkan penugasan dari Gereja Toraja, dan diutus dalam suatu ibadah
oleh Badan Pekerja Sinode Gereja Toraja. Jabatan pelayan gerejawi harus pertama-tama dipahami sebagai
panggilan dari Allah bagi kepentingan gereja, yaitu agar gereja dapat terus melangsungkan kehidupannya
dan melaksanakan misinya dalam kerangka rencana dan misi Allah. Gereja Toraja menetapkan bahwa jabatan
pendeta berlaku seumur hidup (life-time) dan pendeta melakukan pelayanannya secara penuh waktu. Jabatan
penatua dan diaken melekat pada diri penatua dan diaken setelah melalui mekanisme proses pemilihan
penatua dan diaken Gereja Toraja dan sampai pada peneguhan dalam ibadah jemaat. Setiap warga Gereja
Toraja mempunyai hak dan kewajiban untuk berpartisipasi dalam kehidupan gereja, yaitu persekutuan
(koinonia), kesaksian (martyria), pelayanan (diakonia), pemberitaan Injil (kerygma), beribadah (leiturgia),
panggilan yang saling terkait satu dengan yang lain dan tidak berhubungan dengan penataan secara
struktural. Pada hakekatnya, liturgi tidak bisa dilihat hanya sebatas hal-hal praktis mengenai ibadah misalnya,
urutan akta dalam ibadah atau lembaran tata ibadah. Dalam sistem kepercayaan asli Toraja, Aluk Sanda
Pitunna, tidak ada konsep tempat sentral untuk beribadah, serupa kuil, bait Allah atau Gereja. Tempat
melaksanakan ritus adalah alam dan di sekeliling kehidupan manusia, seperti: sawah, pohon, sungai, kuburan
alam/patane, dan Tongkonan. embinaan warga gereja meliputi manusia seutuhnya. Pembinaan warga gereja
dilaksanakan baik secara umum maupun secara kategorial. Pembinaan warga gereja dialamatkan kepada
warga Gereja Toraja dan diselenggarakan oleh Majelis Gereja dan dilaksanakan oleh seluruh anggota jemaat,
pengurus/pelayan organisasi intra gerejawi, dan lembaga-lembaga pembinaan lainnya yang ditetapkan oleh
Badan Pekerja Sinode Gereja Toraja. Pembinaan yang paling utama terjadi dalam keluarga. Pemuridan adalah
sebuah proses perjalanan yang dilakukan secara konsisten, yang membawa orang-orang bertumbuh menjadi
serupa dengan Kristus. Dibutuhkan peran serta seluruh anggota gereja untuk menjadikan seorang percaya
menjadi seorang murid Kristus. Amanat Agung Kristus merupakan pekerjaan Roh Kudus melalui GerejaNya.
Pemuridan adalah sebuah proses yang dibangun dengan pemahaman bahwa kita bertumbuh sembari
menolong orang lain untuk bertumbuh. Ini merupakan suatu proses yang berlangsung secara terus-menerus.
Kapanpun gereja berkumpul untuk mengambil keputusan, maka selalu dibutuhkan seseorang untuk
mengumpulkan dan memimpin pertemuan menjadi lebih baik dan teratur. Kepemimpinan itu selalu
dimaksudkan untuk membawa gereja Tuhan hidup di dalam kasih dan kebenaran. Tugas kepemimpinan
dalam gereja adalah untuk memelihara integritas gereja lokal, memberi suara bagi yang tidak dapat berbicara,
dan untuk memperkuat kesatuan di dalam keberagaman. Organisiasi Intra Gerejawi adalah organisasi yang
bersifat kategorial untuk mengembangkan dan mendayagunakan anggota jemaat sebagai perwujudan tugas
imamat am orang percaya dalam rangka pembangunan tubuh Kristus. Orgasasi Intra Gerejawi dibentuk pada
lingkup Jemaat, Klasis, dan Sinode, untuk mengkoordinasi pengembangan dan pendayagunaan potensi
anggota OIG.