Anda di halaman 1dari 19

GEREJA

A. Deskripsi Capaian
Pada materi ini warga binaan diharapkan memahami hakikat gereja, tugas dan
panggilan gereja serta menerapkannya dalam kehidupan. Pada elemen ini peserta binaan
memahami bahwa gereja mendidik umat melalui berbagai cara, gereja memampukan umat-
Nya untuk menjadi saksi Kristus dalam pikiran, perkataan dan perbuatan serta menyadari
bahwa gereja memberikan kenyamanan dan keamanan bagi umat untuk beribadah,
bersekutu dan melakukan berbagai aktivitas yang berkaitan dengan tugas dan pelayanan
gereja. Dalam kaitannya dengan gereja, peserta binaan perlu memahami makna Gerakan
Oikumene bagi kesatuan gereja dalam menjalankan tugas dan panggilannya di dalam dunia.
Peserta binaan perlu memahami hakikat gereja sehingga mereka tergerak untuk ikut
serta dalam berbagai pelayanan gereja dan turut menjadi pewarta dan pelaku kebenaran
dalam kehidupan sehari-hari, ketika berada di rumah, di tempat kerja, tempat belajar maupun
di tengah masyarakat. Gereja mengekspresikan diri sebagai sebuah komunitas dalam empat
cara:
a. Mengingat pengalaman masa lalu mereka tentang Yesus.
b. Berkomitmen untuk saling peduli merayakan kebangkitan dan kehidupan Yesus.
c. Kehadiran melalui tanda dan simbol (memecahkan roti, dll.).
d. Keluar sebagai orang yang diperbarui untuk berbagi Kabar Baik dengan orang lain.
Gereja menyebar ke berbagai daerah dengan budaya dan adat serta tradisi yang
berbeda. Sejarah Gereja selalu dituntun oleh kehadiran Roh Allah. Itulah sebabnya gereja
disebut Tubuh Kristus. Gereja melaksanakan tugas dan panggilannya di dunia melalui
berbagai cara.

1
B. Capaian Elemen, Sub Elemen, Materi, dan Tujuan
Capaian Sub
Materi & Model Pembelajaran Tujuan
Pembelajaran Elemen
Memahami Gereja Mendidik umat melalui pemberitaan Memahami bahwa tugas gereja adalah mendidik umat melalui
hakikat gereja, Mendidik firman Tuhan pemberitaan Firman
tugas dan
panggilan Mendidik umat melalui pelayanan Memahami bahwa Gereja melakukan pendidikan melalui berbagai
gereja serta pendidikan gerejawi bentuk dan cara
menerapkannya Gereja Jemaat yang misioner Menyadari bahwa gereja harus memperlengkapi setiap jemaat untuk
dalam Bersaksi dapat bersaksi dimana saja tentang Injil Kristus
kehidupan
Bersaksi melalui perkataan dan Mampu bersaksi kepada orang lain melalui perkataan dan perbuatan
perbuatan tanpa rasa takut dengan pimpinan Roh Kudus
Gereja Gereja menjadi tempat yang aman dan Memahami bahwa gereja seharusnya menjadi tempat yang aman dan
Bersekutu nyaman bagi umat untuk memuliakan nyaman bagi umat untuk bersekutu dan memuliakan Allah (gereja
Allah ramah anak)

Gereja menerima dan mengasihi semua Menunjukkan kehidupan bergereja yang terbuka dan inklusif
orang
Gereja dalam arak-arakan Gerakan Memahami gerakan oikoumene dalam mendukung terwujudnya
Oikumene keesaan gereja (Yoh. 17:21)
Gereja Pelayan yang melayani Menunjukkan karakter seorang pelayan yang melayani seperti Kristus
Melayani melayani
Pelayanan di luar gereja Mampu melakukan tugas-tugas pelayanannya bukan hanya di dalam
gereja tetapi juga pada masyarakat luas

2
C. Pengantar
Gereja adalah Tubuh Kristus, karena didalamnya terdapat orang-orang yang
berkumpul sebagai pengikut Kristus. Mereka menjadi pengikut Kristus karena percaya
kepada Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat.
Gereja adalah alat untuk melaksanakan misi Allah di dunia ini. Gereja ada bukan untuk
dirinya sendiri, tapi gereja lebih secara fungsional sebagai suatu komunitas yang hidup, yang
bertumbuh dan seharusnya menghasilkan sesuatu yang bermanfaat tidak hanya untuk
dirinya sendiri (internal) tetapi juga bagi dunia ini (eksternal). Untuk mewujudkan misi
Allah di dunia ini, gereja ditugaskan untuk mendidik, bersekutu, bersaksi, dan melayani.
Selain tugas gereja yang dikenal dengan tri tugas panggilan tersebut, sesungguhnya gereja
juga memiliki tanggung jawab untuk mendidik. Itu sebabnya selain tiga panggilan gereja
secara umum, dalam materi ini ditambahkan pembahasan tentang gereja mendidik.
Terkait dengan tugas gereja tersebut, Alkitab telah mencatatnya. Misalnya Matius
28:19-20: “Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di Surga dan di bumi. Karena itu
pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan
Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah
Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada
akhir zaman”.
Kisah Para Rasul 1:8: “Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke
atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku ... sampai ke ujung bumi”.
Matius 24:14: “Dan Injil Kerajaan ini akan diberitakan di seluruh dunia menjadi
kesaksian bagi semua bangsa, sesudah itu barulah tiba kesudahannya”.
Berdasarkan Amanat Agung Tuhan Yesus Kristus tersebut, secara tegas dan jelas,
Yesus Kristus memberikan tugas dan perintah kepada gereja juga mereka yang percaya
kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat untuk melaksanakan tanggung jawab agar
semua bangsa menjadi murid-Nya. Gereja memiliki tanggungjawab untuk memberitakan
Injil. Kristus menjadi pusat pemberitaan dalam gereja.

3
Kata Kunci: Gereja, Mendidik, Bersaksi, Bersekutu, Melayani
D. Pembahasan
1. Hakikat Gereja
Alkitab dengan jelas mengajar bahwa gereja diciptakan Allah bukan tanpa maksud
atau tujuan. Gereja diciptakan Tuhan, di samping demi untuk kepentingan warganya juga
untuk mereka yang bukan menjadi warganya.
Hari Pentakosta ketika Roh Kudus dicurahkan menjadi hari lahirnya gereja yang
dikenal dengan gereja mula-mula (Kisah Para Rasul 2). Gereja mula-mula merupakan gereja
yang ideal, sehat, semangat, bertumbuh dan berkembang serta menyatakan mujizat-mujizat
yang luar biasa. Gereja mula-mula ini adalah gereja yang berdoa, menyukai pembelajaran
Firman Tuhan, menunjukkan kebersamaan dan kesatuan yang indah. Gereja mula-mula
menjadi model dalam hal gaya hidup baik dalam pelayanan kepada Tuhan, ke dalam gereja
dan pemberitaan Injil.
Gereja bukanlah organisasi, tetapi suatu organisme. Gereja terdiri dari anggota-
anggota yang hidup. Gereja disebut sebagai tubuh Kristus. Sebagaimana halnya dengan
tubuh manusia yang disusun untuk berfungsi di dalam kesatuan dengan bekerja sama dan
saling bergantung di antara anggotanya, demikian pula dengan gereja yang memperlihatkan
kesatuan dan keragaman (Sproul, 2020).
Istilah gereja atau jemaat menurut Hadiwijono berasal dari kata Portugis igreya dan
kata dalam bahasa Yunani kyriake, yang berarti menjadi milik Tuhan. Pemahaman tentang
milik Tuhan tersebut mengacu pada orang-orang yang percaya kepada Tuhan Yesus sebagai
Juruselamatnya. Artinya, gereja adalah persekutuan dari orang beriman. Sementara itu,
kyriake mengacu pada persekutuan orang-orang beriman yang menjadi milik Tuhan
(Hadiwijono, 2007).
Soedarmo mendefinisikan gereja dari kata asalnya yaitu bahasa Yunani ekklesia yang
berarti jemaat. Ekklesia yaitu jemaat dari segala tempat dan segala abad, persekutuan segala
orang percaya, gereja yang tidak kelihatan (band. Mat. 16:18). Gereja sebagai jemaat di
suatu kota (Kisah. 5:11), jemaat yang berkumpul di suatu rumah (Rm. 16:5), jemaat yang
tidak kelihatan tersebut adalah persekutuan orang-orang percaya di segala tempat dan dari
segala abad, yang adalah tubuh Kristus (Kol. 1:18) (Soedarmo, 1986).
Kemudian dalam 1 Petrus 2:9-10 rasul Petrus mendefinisikan gereja sebagai
persektuan orang-orang yang dipanggil ke luar dari kegelapan dunia, masuk ke dalam terang
Tuhan Yesus. Oleh sebab itu, kata gereja dalam bahasa Yunani kadang-kadang disebut

4
sebagai kuriakon atau kuriakos yang berarti milik kepunyaan Tuhan. Baik kata ekklesia
maupun kata kuriakon sejajar dengan arti kata qahal atau qehilah dalam Perjanjian Lama
yang juga diartikan persekutuan atau jemaat atau perhimpunan
Selanjutnya, di dalam Perjanjian Baru, persekutuan jemaat ini diungkapkan dengan
berbagai sebutan yang menggambarkan identitas dan hakikatnya. Misalnya dalam 1
Korintus 12 dan Efesus 1:22-23; 3:10,21; 5:22-32, disebutkan bahwa gereja adalah
komunitas atau persekutuan yang hidup, dinamik dan berfungsi untuk melanjutkan
pelayanan Kristus di dunia. Dalam ayat-ayat di atas ini ditekankan bahwa ekklesia (jemaat,
gereja) dipanggil untuk tujuan yang jelas yaitu menjadi alat (organ) penyelamatan Allah di
dunia (Borrong, 2019). Dengan demikian gereja adalah sekumpulan orang percaya yang
berkumpul bersama untuk beribadah di dalam nama Yesus Kristus dengan tugas untuk
membawa orang yang masih berada dalam gelap kepada terang Tuhan.
Pengertian gereja secara telogis Alkitabiah ialah bahwa gereja (ekklesia) itu adalah
tubuh Kristus (Ef. 1:22-23) di mana Kristus adalah kepala. Gereja bukanlah kelompok
manusia yang berdiri atas inisiatif sendiri, tetapi Kristuslah yang dengan perantara Firman
dan Roh-Nya mengumpulkan bagi-Nya jemaat itu. Gereja adalah persekutuan orang percaya
yang di kumpulkan oleh Kristus.
Pada hakikatnya, gereja bukan berasal dari dunia ini, namun ia diutus ke dalam dunia
ini. Weinata menegaskan bahwa identitas gereja bukanlah suatu lembaga yang berasal dari
dunia ini, seperti lembaga-lembaga lainnya yang ada di tengah dunia. Gereja adalah
persekutuan yang didirikan oleh Tuhan sendiri, dan diutus oleh Tuhan untuk berkarya di
tengah dunia ini, mendemontrasikan kasih dan salam damai sejahtera dari Allah. Gereja
merupakan persekutuan yang memiliki tugas dan panggilan, persekutuan yang masih berada
di tengah jalan. Gereja harus jeli dan peka melihat konteks dan keberadaan masyarakat yang
ada disekitarnya, serta mampu berbuat seturut dengan perutusan Tuhan atasnya (Inriani,
2021).
Gereja dan umat Kristen memahami dengan baik hakikat dirinya dan panggilannya di
tengah-tengah realitas kehidupan dunia. Eksistensi gereja adalah sebagai buah karya Roh
Kudus yang menghimpun umat-Nya dari segala bangsa, kaum dan bahasa, menjadi satu
persekutuan, di mana Kristus adalah Tuhan dan Kepala (Ef. 4:3-16; Why. 7:9).
Gereja ada dan menata dirinya untuk dunia, untuk kesaksian dan pelayanan kepada
dunia. Inilah yang dikenal dengan tri-tugas panggilan gereja yaitu bersekutu (koinonia),
bersaksi (marturia) dan melayani (diakonia). Ketiga tugas panggilan ini dilakukan supaya

5
gereja dapat bertumbuh, baik secara kualitas (kedewasaan iman anggota jemaat) maupun
secara kuantitas (pertambahan jumlah anggota dan juga sarana-prasarana) yang dibutuhkan
untuk terus bersaksi dan melayani dunia (Borrong, 2019). Sejalan dengan hal di atas,
Grudem mengatakan bahwa, tujuan dari keberadaan gereja (di dunia sekarang ini) adalah
untuk melayani Allah, melayani orang-orang percaya dan melayani dunia ini (Grudem,
2000).
Pertanyaannya adalah bagaimana sebenarnya gereja di Indonesia memahami perannya
di dunia ini? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka kita harus melihat kembali “Lima
Dokumen Keesaan Gereja”, yang di sepakati dan putuskan bersama oleh gereja-gereja yang
tergabung dalam Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia dalam Sidang Raya XII PGI tahun
1994 di Jayapura. Dalam dokumen “Pemahaman Bersama Iman Kristen” tentang Gereja,
(Lima Dokumen Keesaan Gereja, 1996) tercatat beberapa peran yang diharapkan dapat
diperankan gereja. Pertama, Roh Kudus telah memberi kuasa kepada gereja dan
mengutusnya ke dalam dunia untuk menjadi saksi, memberitakan Injil Kerajaan Allah,
kepada segala makhluk di semua tempat dan di sepanjang zaman.
Kedua, gereja ada di tengah-tengah dunia ini sebagai arak-arakan umat Allah yang
terus bergerak. Ia dituntut untuk selalu terbuka kepada dunia, agar dunia terbuka kepada
undangan Allah untuk turut serta di dalam arak-arakan orang percaya. Ketiga, gereja
ditempatkan oleh Tuhan sendiri untuk melaksanakan tugas panggilannya dalam konteks
sosial politik, ekonomi dan budaya di tengah bangsa dan negara. Gereja secara aktif dan
kreatif mengambil bagian dalam mewujudkan perdamaian, keadilan dan keutuhan ciptaan
di Indonesia. Disamping itu gereja juga mengambil bagian dalam usaha mencegah segala
hal yang merongrong dan merendahkan harkat dan martabat manusia serta segala yang
merusak lingkungan alam Indonesia. Keempat, gereja dan negara harus bahu membahu
dalam mengusahakan penegakan keadilan dan mengusahakan kesejahteraan seluruh rakyat.
Gereja dan negara harus membina hubungan yang koordinatif dan bukan hubungan
subordinatif.
Dengan demikian gereja tidak hidup untuk dirinya sendiri, tetapi sama seperti Kristus
telah meninggalkan kemuliaan-Nya di sorga, mengosongkan diri dan menjadi manusia
(Yoh. 1:14; Fil. 2:6- 8), dan tergerak hati-Nya oleh sebab belas kasihan kepada semua orang
yang sakit, lelah dan terlantar seperti domba tanpa gembala.
Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka jelas bahwa gereja pada hakikatnya adalah
persekutuan orang-orang percaya yang tidak berasal dari dunia ini, namun merupakan

6
persekutuan yang berasal dari Allah dan diutus dengan tugas untuk mewartakan dan
mewujudnyatakan kebaikan Allah di tengah dunia ini, di dalam segala pergumulan dan
permasalahan yang menyertainya.

2. Gereja Mendidik
Jemaat mula-mula dikatakan bahwa mereka semua bertekun tiap-tiap hari dalam
pengajaran rasul-rasul (Kisah. 2:42,46). Apa yang mereka tekuni, tidak lain adalah belajar
tentang firman Allah dari pemimpin mereka yaitu para rasul. Mereka juga mengadakan
pertemuan di rumah-rumah mereka masing-masing bergilir (Kisah. 2:46). Di samping
memecahkan roti dan makan bersama-sama tentu sebelumnya mereka mendengarkan uraian
firman Tuhan. Pelayanan firman Tuhan tidak boleh diganggu oleh “pelayanan meja”. Rasul-
rasul memandang pelayanan Firman Tuhan sebagai hal yang penting dalam jemaat untuk
pertumbuhan jemaat secara rohani.
Mereka tidak saja belajar Firman Tuhan secara teori tapi juga secara praktis atau pada
tingkat pengalaman. Mereka belajar kebenaran Firman Tuhan tentang Allah yang Maha
Kuasa secara pengalaman melalui mujizat-mujizat dan tanda-tanda ajaib yang terjadi di
hadapan mereka (Kisah. 2:1-13; 2:43; 3:1-10; 5:12-16). Mereka belajar tentang kasih Allah
dalam kehangatan kasih persekutuan jemaat (Kisah. 2:41-47; 4:32-37). Mereka belajar
banyak kebenaran Firman Tuhan dari contoh kehidupan rasul-rasul. Mereka belajar
kebenaran Firman Tuhan tentang doa secara pengalaman melalui doa-doa mereka yang telah
terjawab dalam kehidupan jemaat (Kisah. 4:23-31) (Wijaya, 2015).
Paulus mengatakan bahwa Allah memberikan kepada gereja rasul-rasul, nabi nabi,
pemberita-pemberita Injil, gembala-gembala, dan pengajar-pengajar “untuk
memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh
Kristus, sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar
tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan
kepenuhan Kristus, sehingga kita bukan lagi anak-anak yang diombang-ambingkan oleh
rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang
menyesatkan” (Ef. 4:11-14).
Yesus juga telah memberikan Amanat Agung-Nya, yang berisi perintah bukan saja
untuk menjadikan orang-orang murid dan membaptiskan mereka, tetapi setelah itu juga
mengajarkan mereka “melakukan segala sesuatu” yang telah diperintahkan-Nya (Mat.
28:20). Gereja harus mengajarkan kebenaran-kebenaran Tuhan kepada jemaatnya. Oleh

7
karena itu, tidak dapat disangkal lagi bahwa gereja harus menjalankan program pendidikan
dan pelatihan bagi anggota-anggota jemaatnya, baik muda maupun tua. Misalnya gereja
mendidik melalui khotbah (pemberitaan firman), Penelaahan Alkitab (baik pribadi maupun
kelompok), retreat dan kegiatan lainnya yang relevan dikembangkan secara kreatif. Oleh
sebab itu semua kegiatan harus bertujuan membantu warga memahami Alkitab demi
pertumbuhan iman yang sehat.
Dengan pelayanan pendidikan tersebut setiap warga sadar akan dirinya sebagai bagian
integral gereja yang memiliki panggilan untuk mendukung misi gereja melalui talenta dan
kharisma yang dimilikinya (imamat am orang-orang percaya). Perlu disadari bahwa tanpa
pelayanan pendidikan tersebut, gereja sebagai tubuh Kristus akan beralih menjadi komunitas
politis.
Gereja harus dengan setia mengajarkan ajaran para rasul. Paulus mengarahkan jemaat
Filipi untuk memperhatikan semua jenis pengetahuan yang berharga. Paulus berkata, “Jadi
akhirnya, Saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua
yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan
dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu” (Fil. 4:8; band. 2 Tim. 2:2) (Thiessen, 2020).

3. Gereja Bersekutu
Bersekutu (Yun. koinonia) berhubungan erat dengan gereja yang memuliakan Allah:
“Terimalah satu akan yang lain, sama seperti Kristus juga telah menerima kita, untuk
kemuliaan Allah” (Rm. 15:7). Kalau orang Kristen hidup bersama dalam persekutuan sejati,
Allah dimegahkan. Koinonia pada dasarnya berarti bersama-sama menerima bagian dalam
sesuatu. Jadi, dalam gereja harus ada dan tercipta persekutuan; sekaligus terpeliharanya
persekutuan yang telah ada dan tercipta; gereja harus menyampaikan model persekutuan
yang dimilikinya itu kepada semua umat manusia.
Gereja terbentuk karena adanya persekutuan orang-orang yang percaya bahwa Yesus
Kristus adalah Tuhan dan Juruselamat, kemudian “Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-
rasul dan dalam persekutuan (Kisah. 2:42); “... selalu berkumpul... dalam persekutuan yang
erat” (Kisah. 5:12); “... semua orang akan dihidupkan kembali dalam persekutuan dengan
Kristus” (1 Kor. 15:22).
Persekutuan dengan Tuhan harus diberitakan serta dipraktikkan. Artinya, koinonia
bukan hanya dibentuk di dalam lingkungan gereja, melainkan harus ditampilkan pada
kehidupan sehari-hari. Orang percaya harus hidup dalam terang, sehingga mendapat

8
persekutuan seorang dengan yang lain, karena darah Yesus, telah menyucikannya dari segala
dosa (1 Yoh. 1:7). Dengan begitu, setiap anggota Tubuh Kristus, harus memperhatikan satu
sama lain, sesama warga, tanpa membedakan suku, ras, golongan, dan jenis kelamin, dan
semua latar belakang lainnya. Semuanya merupakan sesama saudara karena kasih Tuhan
Yesus Kristus.
Gereja dalam kehidupannya ada kecenderungan menunjukkan sikap yang eksklusif.
Maksudnya, gereja mencari aman dan nyaman bagi dirinya sendiri sehingga kurang peduli
dengan persoalan-persoalan sosial yang ada dalam masyarakat luas. Sedangkan dalam
Matius 22:36-40, Yesus mengungkapkan tentang hukum kasih, yaitu mengasihi Tuhan
Allah dengan segenap hati, segenap jiwa, dan segenap akal budi, dan mengasihi sesama
manusia seperti diri sendiri. Kasih kepada Tuhan tidak bisa dilepaskan dari kasih kepada
sesama. Bobot kasih kepada sesama harus sama dengan kasih kepada Tuhan. Ini berarti
relasi vertikal (kasih kepada Tuhan) harus berada dalam dialektika dengan relasi horizontal
(kasih kepada sesama), demikian pula sebaliknya.
Persekutuan umat Allah dialaskan pada partisipasi bersama dalam kehidupan Allah (1
Yoh. 1:3,7). Ini merupakan ciri khas gereja sejak semula (2 Tes. 1:3). Persekutuan dalam
Perjanjian Baru juga meliputi keramahan (Ibr. 13:2; 1Pet. 4:9); tolong menolong dalam
menanggung beban (Gal. 6:2); saling memberi semangat (Ibr. 10:25) dan saling mendoakan
(Fil. 1:9-11,19) (Milne, 2000).
Gereja sebagai koinonia adalah tubuh Kristus. Di dalam tubuh Kristus, semua orang
menjadi satu, dan satu di dalam semua oleh Kristus (1 Kor. 12:26). Persekutuan koinonia itu
dialaskan atas dasar Firman Allah, Baptisan dan Perjamuan Kudus. Dengan dasar itu pulalah
anggota gereja saling memperdulikan dan dikumpulkan bersama dalam Perjamuan Kudus
sebagai komunitas yang kudus secara nyata. Mutu persekutuan haruslah senantiasa
dipelihara dan ditingkatkan seiring tantangan dan kecenderungan zaman yang terus
berkembang.
Dewasa ini di dalam gereja (yang universal: Gereja yang universal. Dalam arti
universal gereja terdiri atas semua orang, yang pada zaman ini, telah dilahirkan kembali
oleh Roh Allah dan oleh Roh yang sama itu telah dibaptiskan menjadi anggota tubuh Kristus
(1Kor. 12:13; 1Pet. 1:3, 22-25). Jadi, istilah gereja dipakai dalam arti universal karena
Kristus berbicara mengenai membangun jemaat (gereja)-Nya dan bukan membangun
jemaat-jemaat atau gereja-gereja (Mat. 16:18)) telah terdapat begitu banyak denominasi
akibat banyaknya perpecahan. Memang ada pandangan yang mengatakan bahwa perpecahan

9
tersebut tidak dapat dihindari karena adanya dosa (Hadiwijono, 2007). Ada pula yang
berpendapat bahwa sekalipun gereja sekarang ini terpecah-pecah, namun kelak pada akhir
zaman kesatuan akan menjadi kenyataan. Singkatnya, perpecahan di dalam gereja agaknya
tidak dapat dihindari, oleh karena keadaan gereja yang sempurna di dunia ini tidaklah dapat
dicapai berhubung dengan berkembangnya pemikiran manusia dan teologia Kristen yang
menimbulkan perbedaan tajam dalam pemikiran. Satu hal yang perlu diingat adalah bahwa
kesatuan di antara orang percaya bukanlah merupakan tujuan akhir, melainkan kesatuan itu
sendiri bertujuan untuk pengembangan pelayanan di dalam tubuh Kristus serta untuk
mendemonstrasikan kasih Kristus.
Terkadang orang lain memandang gereja sebagai persekutuan yang tertutup, bahkan
gereja antar gereja pun masih memiliki persepsi seperti itu. Hal ini bisa terjadi karena ada
beberapa gereja yang tidak mau menerima orang lain masuk dalam persekutuan gerejanya
dan ada juga yang tidak mau berbagi cerita tentang doktrin atau ajaran gerejanya. Ini
merupakan suatu tantangan bagi gereja untuk mengubah pola pikir yang salah tentang
keterbukaan gereja yang sesungguhnya.
Jika semua orang Kristen mengetahui apa arti gereja yang sebenarnya maka tidak ada
lagi persepsi yang salah tentang gereja, baik itu masyarakat di dalam gereja maupun di luar
gereja. Karena sesungguhnya gereja itu selalu terbuka bagi masyarakat baik Kristen maupun
di luar Kristen. Adapun pandangan yang salah antara gereja yang satu dengan gereja yang
lainnya yaitu masing-masing menganggap bahwa ajaran atau doktrin gerejanya lah yang
paling benar. Oleh karena itu perlu keterbukaan masing-masing pihak
Sebagai orang Kristen, kita tidak boleh menolak panggilan untuk beroikumene, dalam
arti setiap orang Kristen terpanggil untuk bersatu di dalam meneruskan Injil keselamatan
Yesus Kristus kepada semua manusia di dunia ini. Tetapi, panggilan beroikumene tersebut
(khususnya dalam pelaksanaannya) harus tetap berpegang teguh pada prinsip ajaran Alkitab
tentang kesatuan atau keesaan. Pandangan Alkitab yang diinterpretasikan secara cermat
tidak boleh dikurangi ataupun ditiadakan maksud-maksud utamanya (misalnya tentang
Allah yang datang ke dalam dunia di dalam Yesus Kristus untuk mencari orang yang
berdosa). Maka, kesatuan yang seharusnya dicapai oleh Gereja Tuhan adalah kesatuan yang
mengarah kepada pekerjaan misi bersama, yakni untuk menyatakan kebersatuan umat
Kristen agar Injil dapat diproklamasikan secara lebih efektif sehingga dunia dapat percaya
kepada Kristus. Pada saat yang bersamaan juga perlu diingatkan bahwa usaha-usaha orang

10
yang mengupayakan Gerakan Oikumene harus dihargai dan tidak boleh selalu dipersalahkan
motif-motifnya.
Oikumene sebenarnya sebuah istilah dalam bahasa Yunani, “oikos” yang berarti:
rumah, tempat tinggal; sedangkan “menein” berarti: tinggal atau berdiam. Pada dasarnya
kata Oikumene sama sekali tidak ada hubungan atau bersangkut paut dengan gereja. Karena
yang dimaksud dengan kata Yunani ini adalah dunia yang didiami dalam pengertian politis,
artinya seluruh wilayah kekaisaran Romawi (Luk. 2:1, band. Kisah. 11:28; 19:27; 24:5).
Jadi istilah Oikumene sebenarnya berasal dari suasana politik, lalu dipindahkan ke dalam
situasi gereja.
Pada bagian lain kata Oikumene diartikan secara teologis penuh, yaitu seluruh dunia
yang akan ditaklukkan di bawah pemerintahan Kristus (Ibr. 2:5). Tetapi pada dasarnya kata
Oikumene berarti seluruh dunia yang didiami. Injil diberitakan di seluruh dunia (oikumene)
(Mat. 24:14). Kabar keselamatan tentang Yesus Kristus juga akan diberitakan ke seluruh
dunia (oikoumene; Mat. 24:14); sedangkan menurut Kisah Para Rasul 17:37 Oikumene atau
dunia itu sendiri akan dihakimi oleh Yesus Kristus. Dengan demikian, Oikumene dalam
pengertian di atas menunjuk kepada lingkup atau jangkauan karya penyelamatan Allah yang
tidak bersangkutpaut dengan usaha pelembagaan dari lingkup itu sendiri. Dilihat dari sudut
ini, maka pengertian Oikumene dari Alkitab agak berbeda dengan pengertian dari berbagai
Gerakan Oikumene dewasa ini.
Jiwa Oikumenis sering diungkapkan dengan mengadakan suatu perayaan hari besar
Kristen, seperti: Paskah dan Natal bersama, dsbnya; sehingga ada sebagian orang
mengidentikkan kegiatan secara bersama-sama itulah Oikumene. Segala usaha berupa
pertemuan, konsultasi, rapat dan mengadakan proyek secara bersama-sama itu sudah
menyatakan kesadaran Oikumenis. Di sini jelas kesadaran Oikumenis hanya dilihat secara
lahiriah berupa kegiatan-kegiatan.
Ada sebagian orang melihat Gerakan Oikumene sebagai suatu usaha untuk
menyatukan seluruh gereja, dengan mempunyai satu tata gereja, satu pengakuan iman, satu
papan nama, satu kuasa administratif. Singkatnya, menjadikan satu semuanya (uniformitas).
Hal ini berarti seluruh gereja, dengan berbagai latar belakang, berlainan suku, bahasa,
kebudayaan dan tradisi dileburkan menjadi satu. Akibatnya satu pihak, orang kecewa karena
sampai begitu jauh dan lama tidak ada tanda-tanda peleburan jadi satu gereja Kristen yang
esa di Indonesia. Pada pihak lain, ada orang yang kuatir dan menjadi takut jika seluruh gereja
harus meleburkan diri menjadi satu gereja. Hal ini akan berarti setiap gereja akan kehilangan

11
identitasnya. Maka ada, sebagian gereja mengambil jarak dalam mengikuti Gerakan
Oikumene. Selama keputusan bersama menguntungkan, maka akan ditaati. Jika tidak sesuai
dengan selera dan pendapat, maka akan saling berjalan sendiri-sendiri.
Sebenarnya Gerakan Oikumene bukanlah soal menguntungkan atau merugikan; bukan
pula suatu target tertentu, di mana gereja-gereja hanya bersikap memenuhi porsi kewajiban
masing-masing untuk memenuhi target itu. Tetapi Gerakan Oikumene adalah suatu sikap
iman yang mendorong gereja-gereja untuk berjalan bersama-sama pada satu jalan dan arah
yang sama. Pada hakikatnya gereja itu sudah satu (esa) dalam Kristus yang adalah kepala
gereja. Dengan kesadaran ini mendorong gereja-gereja berjalan bersama-sama pada satu
jalan, menampakkan kesatuan gereja Yesus Kristus di dunia ini
(Https://Alkitab.Sabda.Org/Resource.Php?Topic=25&res=jpz, n.d.).
Salah satu ciri keesaan gereja ialah bahwa gereja-gereja dari berbagai bentuk dan
tradisi rohani dapat saling mengakui dan saling menerima sebagai ungkapan dari gereja yang
esa, kudus, dan am. Gereja yang satu mengakui dan menerima gereja yang lain sebagai
sama-sama gereja Tuhan yang penuh (Sairin, 2007).
Panggilan keesaan gereja tertuang dalam “Dokumen Keesaan Gereja” Persekutuan
Gereja-gereja di Indonesia (DKG-PGI) 2019-2024. Dalam pokok panggilan bersama gereja-
gereja di Indonesia menyebutkan panggilan gereja mempersatukan antara lain: Pertama,
Mewujudkan hakikat keesaan gereja yang berdasar pada keesaan Allah Trinitas, Bapa,
Anak, dan Roh Kudus, yakni suatu keesaan dalam ikatan kerja sama, dalam bentuk-bentuk
kelembagaan yang secara efisien mendukung pelaksanaan panggilan bersama gereja-gereja.
Kedua, Kelembagaan keesaan gereja-gereja tidak disusun berdasar kekuasaan seperti yang
terdapat di dalam dunia, tetapi atas persekutuan, pelayanan dan kasih (bnd. Mat. 18:1-5;
Luk. 22:24-38; Mrk. 10:35-45). Struktur keesaan harus menjamin efisiensi dalam
memahami dan menjalankan panggilan bersama. Sehubungan dengan itu, keesaan gereja
harus berakar pada warga jemaat, sehingga keesaan itu tidak sekadar dilihat sebagai masalah
kelembagaan, tetapi merupakan panggilan menyeluruh semua orang percaya. Ketiga,
Keesaan gereja adalah keesaan dalam kepelbagaian karunia yang masing-masing gereja
terima dan jalankan dalam sejarahnya. Kepelbagaian tidak dihilangkan, tidak juga menjadi
penghalang, tetapi mendukung kebersamaan menjalankan panggilan gereja (Dokumen
Keesaan Gereja: Persekutuan Gereja-Gereja Di Indonesia (DKG-PGI) 2019-2024, 2020).

12
4. Gereja Bersaksi
Bersaksi atau Marturia (dari bahasa Yunani: martyria) adalah salah satu istilah yang
dipakai gereja dalam melakukan aktivitas imannya, sebagai tugas panggilan gereja, yaitu
dalam hal kesaksian iman. Kesaksian iman yang dimaksud adalah pemberitaan Injil (Amanat
Agung) sebagai berita keselamatan bagi manusia. Bersaksi (Marturia) tidak hanya terbatas
dalam gedung gereja, namun di mana saja orang percaya berada, ia harus bersaksi. Jadi,
gereja bersaksi adalah gereja yang memberi kesaksian secara benar dan tepat tentang hal-
hal yang pernah dilihat dan didengar; menceritakan realitas yang sebenarnya;
mempercakapkan kembali pengalaman-pengalaman dan peristiwa yang dialami
sebelumnya.
Amanat Agung menugaskan gereja untuk pergi ke seluruh dunia serta menjadikan
sekalian bangsa murid Tuhan (Mat. 28:19; Luk. 24:46-48; Kisah. 1:8). Alkitab menyuruh
gereja untuk menginjili dunia. Artinya, gereja bertanggung jawab untuk memberikan
kesempatan kepada dunia untuk mendengarkan Injil serta menerima Kristus. Mungkin tidak
seluruh dunia akan menanggapi Injil, namun gereja berkewajiban memberi kesempatan
kepada seluruh dunia untuk mengenal Kristus dan menerima keselamatan yang disediakan-
Nya. Intisari kesaksian orang percaya adalah dalam Kisah Para Rasul 1:8, “Tetapi kamu
akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-
Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi”.
Salah satu ciri jemaat yang misioner adalah mau pergi memberitakan Injil kepada
semua orang yang belum percaya tanpa kecuali. Pengembangan anggota jemaat tidak dapat
dipisahkan dari peran serta anggota jemaat untuk memberitakan Injil. Itulah sebabnya sangat
diperlukan para gembala untuk mendorong jemaatnya dalam pemberitaan Injil. Indikator
dari gereja yang misioner adalah gereja yang mau mengutus setiap anggota jemaatnya untuk
memberitakan Injil.
Menjadi jemaat yang misioner akan memberikan semangat persektutuan hidup dalam
jemaat agar semakin bertumbuh dalam iman. Semangat yang missioner akan memberikan
motivasi dan dorongan bagi setiap pribadi jemaat untuk memberitakan Injil kepada semua
orang. Dengan pola pengajaran yang benar, maka hal ini akan mendorong jemaat menjadi
jemaat yang misioner serta militansi dalam pekabaran Injil.

13
Jemaat yang misioner merupakan suatu kerinduan Allah kepada umat-Nya. Hal
tersebut telah tersirat pada panggilan Abraham sampai kepada bangsa Israel dalam
Perjanjian Lama. Jadi panggilan misioner ini, telah berkumandang dalam Perjanjian Lama.
Setiap jemaat yang merespons panggilan Allah untuk pemberitaan Injil, maka hatinya
tidak tinggal diam sebelum melakukan penginjilan. Oleh sebab itu untuk menangani anggota
jemaat yang demikian, maka gereja perlu mengakomodir dengan mempersiapkan tenaga
untuk memperlengkapi setiap anggota jemaat yang mengambil komitmen untuk
memberitakan Injil Kristus (Malik, 2019).
Gereja yang misioner adalah gereja yang mau terlibat dalam pengutusan hamba Tuhan
dan tetap setia dalam memberitakan Injil sampai pada kedatangan Yesus kembali secara
konsisten dan berkesinambungan. Gereja atau jemaat yang misioner adalah jemaat yang mau
terlibat dalam pengutusan untuk menjangkau orang-orang yang belum terjangkau. Inilah
yang menjadi denyut nadi bagi setiap jemaat yang memiliki hati untuk misi.
Bersaksi atau juga dikenal sebagai penginjilan dimulai dengan menyelidiki
kebutuhan-kebutuhan yang ada (Yoh. 4:28-38; band. Mat. 9:36-38), jadi setiap gereja harus
belajar bersaksi (ber-misi). Sikap ini terungkap dalam doa syafaat untuk pelayanan gereja
(Mat. 9:38), penyediaan dana untuk misi (Fil. 4:15-18), pengutusan para misionaris (Kisah.
13:1-3; 14:26; Rm. 10:15), dan ikut terlibat di ladang-ladang misi (Rm. 1:13-15; 15:20).
Gereja harus bersaksi sebagai wujud iman dan ketaatannya kepada Allah, yaitu
mewartakan kasih karunia, kebenaran dan keadilan Allah kepada masyarakat di dalam
segala keadaan dan pergumulannya, pun tentang kasih karunia Tuhan bagi segenap ciptaan.
Dalam kesaksiannya, gereja tidak hanya berkata-kata tentang kebaikan dan keselamatan
yang berasal dari Allah, namun juga turut aktif menunjukkan kebaikan dan keselamatan
yang dari Allah melalui sikap hidup dan tindakan nyata (Inriani, 2021).
Panggilan gereja untuk bersaksi telah dituangkan dalam “Dokumen Keesaan Gereja”
Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (DKG-PGI) 2019-2024. Dalam Pokok Panggilan
dan Tugas Bersama (PPTB) Gereja-gereja di Indonesia mencatat bahwa hakikat gereja di
dalam kerangka misiologis, yakni melanjutkan misi Kristus “memperdamaikan segala
sesuatu” dengan Allah Kehidupan (bnd. Kol. 1:20). Karena itu, hakikat gereja selalu dilihat
dalam konteks “ekonomi keselamatan” Allah. Sebagai bagian dari Tubuh Kristus, gereja-
gereja di Indonesia merupakan bagian utuh dari Gereja yang Satu, Kudus, Am dan Rasuli di
segala tempat dan zaman. Sekaligus, pada saat bersamaan, gereja-gereja di Indonesia
memahami dirinya sebagai bagian tak terpisahkan dari pemeliharaan Allah bagi bangsa dan

14
negara Indonesia. Kesadaran itu membuat gereja-gereja memahami bahwa Indonesia
merupakan “wilayah kesaksian dan pelayanan bersama” untuk menghadirkan tanda-tanda
Kerajaan Allah di negara Pancasila ini (Dokumen Keesaan Gereja: Persekutuan Gereja-
Gereja Di Indonesia (DKG-PGI) 2019-2024, 2020).
Paulus mengatakan, “karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah
berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman” (Gal.
6:10). Dalam ayat ini jelas dimaksudkan adalah bahwa kita mempunyai tugas utama yaitu
memperhatikan kesejahteraan kawan-kawan seiman, tetapi kita juga harus memperhatikan
kesejahteraan sesama manusia lainnya. Alkitab tidak mendukung pandangan bahwa orang-
orang Kristen tidak perlu menangani masalah-masalah sosial karena pandangan Kristen
tentang manusia yang sudah ditebus mencakup pengakuan akan adanya kewajiban sosial
dan memperbaiki lingkungan mereka. Apa yang dilakukan Tuhan Yesus merupakan teladan
terbaik untuk diikuti. Orang Kristen harus menjadikan semua perbuatan amal dan
kebajikannya suatu kesaksian bagi Kristus. Yesus mungkin saja telah memberi makan
kepada lima ribu orang laki-laki sebagai tindakan berperikemanusiaan, tetapi tindakan
tersebut pasti dilakukan-Nya sebagai suatu kesaksian terhadap kuasa dan ke-Allahan-Nya
sendiri. Dengan kata lain, orang Kristen harus menjadikan semua perbuatan baiknya itu
sebagai sarana untuk bersaksi bagi Kristus (Hutapea, 2013).

5. Gereja Melayani
Gereja mula-mula merasa wajib melayani (Yun. diakonia – “pelayanan”), sebagai cara
lain untuk memuliakan Allah (1 Pet. 2:12). Yesus mengajarkan bahwa kebesaran terdapat
dalam pelayanan dengan rendah hati (Mrk. 9:33-37; Luk. 22:24-27). Di balik pandangan ini
terdapat pelayanan Yesus sendiri, “Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani,
melainkan untuk melayani” (Mrk. 10:45). Yesus yang adalah hamba mengajak gereja untuk
mengikuti teladan-Nya dalam persekutuan melayani (Milne, 2000).
Kata “pelayanan” bagi Paulus, mencakup seluruh dimensi tugas Kristen (Ef. 4:8,12).
Semua murid Kristus terpanggil kepada tugas pelayanan ini. Paulus merumuskan dua pokok
pelayanan, yaitu Pertama: Pelayanan internal mencakup pelayanan jemaat setempat kepada
Tuhan dalam ibadah (melalui doa, pujian, sakramen, dan mendengar firman-Nya),
pelayanan anggota satu sama lain “untuk kepentingan bersama” (1 Kor. 12:7), pelayanan
mengajar kepada jemaaat untuk memahami norma-norma tradisi rasuli (Kisah. 6:4). Ketiga
hal ini: ibadah, berbagi, dan mengajar sangatlah penting bagi pertumbuhan umat Allah.

15
Kedua, Pelayanan eksternal juga mempunyai tiga komponen. Ketiga komponen ini
sering digambarkan sebagai “misi” gereja karena ketiganya mencakup semua hal yang harus
dilakukan oleh orang Kristen dan karena itulah mereka di utus ke dunia. Ada panggilan
khusus yakni mereka yang memiliki kebutuhan khusus: “orang miskin, janda, yatim,
tahanan, tunawisma dan lain-lain (Rm. 12:7-8). Disamping itu, ada juga pelayanan
perdamaian yang melaluinya orang Kristen bekerja demi kerukunan antara manusia dan
demi keadilan sosial dalam masyarakat. Dan pelayanan tertinggi adalah membawa orang
bukan kristen kepada Kristus itu sendiri (Glasser, 2007).
Yesus datang ke dunia, menyapa dan hadir di tengah-tengah orang yang lemah,
menderita, dan tersingkir. Yesus tidak hanya hadir dan menyapa mereka melalui Sabda-Nya
yang mengagumkan. Yesus hadir di tengah mereka sambil menyembuhkan yang sakit dan
menderita (lih. Mat. 4:23; 12:28). Gereja tinggal di dunia walaupun bukan berasal dari dunia
(bdk. Yoh. 17:14-16) untuk melaksanakan karya-karya Kristus bukan karena motivasi
duniawi. Gereja menghadirkan diri sebagai pelaksana karya Kristus atas dorongan Roh
Kudus. Gereja dibentuk dan dianugerahi Roh Kudus untuk melaksanakan karya Kristus di
dunia. Roh Kudus pula memelihara gereja agar bisa tetap bertahan dan melaksanakan tugas
perutusannya. Gereja menghadirkan Kristus di dunia melalui karya-karya cinta kasih kepada
sesama.
Dalam persekutuan muncul kebutuhan untuk memperhatikan dan melayani sesama
yang mengalami persoalan. Sehingga, diakonia adalah sebuah pelayanan kepada sesama
saudara seiman yang membutuhkan berupa dukungan materi-fisik sebagaimana
digambarkan dalam Jemaat mula-mula (Fackre, 2007). Melayani (Diakonia) pada umumnya
mengacu pada aktivitas gereja untuk membantu anggota-anggota gereja yang lemah
ekonominya. Namun gereja dalam melaksanakan tugas dan panggilannya tidak boleh
berhenti hanya memperhatikan orang-orang yang seiman saja, namun juga di luar orang
yang seiman (Gal. 6:10; Rm. 5:6-8).
Gereja tidak hanya sibuk melayani kegiatan-kegiatan rohani, melainkan juga melayani
di bidang pengembangan sosial-ekonomi umat karena pelayanan gereja adalah pelayanan
kepada manusia. Dengan melayani, gereja memberi perhatian pada perkembangan manusia
secara utuh. Melayani bukan hanya melakukan sesuatu untuk orang lain melainkan juga
memberdayakan orang lain agar bisa bangkit dari kelemahannya. Dengan menjalankan tugas
pelayanannya, gereja menghadirkan Kristus di dunia.

16
Wujud nyata dari gereja melayani adalah menjalankan pelayanan dalam kasih dan
usaha menegakkan keadilan dan Hak Asasi Manusia, perdamaian dan keutuhan ciptaan
(bnd. Mrk. 10:45; Luk. 4:18; 10:25-37; Yoh. 15:16); panggilan gereja pun mengharuskan
gereja memerangi segala penyakit, kelemahan, ketidakadilan dan pelanggaran Hak Asasi
Manusia dalam masyarakat. Demikian juga gereja berkewajiban mengusahakan dan
memelihara secara bertanggung jawab sumber-sumber daya alam dan lingkungan hidup.
Sebab waktu Yesus berkeliling di seluruh Galilea, Ia melenyapkan segala penyakit dan
kelemahan di antara bangsa ini (bnd. Mat. 4:23). Inilah tugas pelayanan dalam kasih serta
keadilan (Dokumen Keesaan Gereja: Persekutuan Gereja-Gereja Di Indonesia (DKG-PGI)
2019-2024, 2020).

Penutup
Gereja adalah Tubuh Kristus, karena didalamnya terdapat orang-orang yang
berkumpul sebagai pengikut Kristus. Gereja ada bukan untuk dirinya sendiri, tetapi gereja
sebagai suatu komunitas yang hidup, yang bertumbuh dan seharusnya menghasilkan sesuatu
yang bermanfaat tidak hanya untuk dirinya sendiri (internal) tetapi juga bagi dunia ini
(eksternal). Upaya dalam mewujudkan misi Allah di dunia ini, gereja ditugaskan untuk
mendidik, bersaksi, bersekutu, dan melayani.
Gereja adalah persekutuan yang didirikan oleh Tuhan sendiri, dan diutus oleh Tuhan
untuk berkarya di tengah dunia ini, mendemontrasikan kasih dan damai sejahtera dari Allah.
Yesus telah memberikan Amanat Agung-Nya kepada gereja bukan saja untuk menjadikan
orang-orang murid dan membaptiskan mereka, tetapi juga mengajarkan mereka “melakukan
segala sesuatu” yang telah diperintahkan-Nya. Itulah sebabnya gereja harus mengajarkan
kebenaran-kebenaran Tuhan kepada jemaatnya.
Terbentuknya gereja karena adanya persekutuan orang-orang yang percaya bahwa
Yesus Kristus adalah Tuhan dan Juruselamat. Dan di dalam tubuh Kristus itu, semua orang
menjadi satu, dan satu di dalam semua oleh Kristus. Sebagai orang Kristen, kita tidak boleh
menolak panggilan untuk beroikumene, dalam arti setiap orang Kristen terpanggil untuk
bersatu di dalam meneruskan Injil keselamatan Yesus Kristus kepada semua manusia di
dunia ini.

17
Glosarium
Diakonia : Pelayanan, Melayani
Ekklesia : Dipanggil keluar, persekutuan orang yang dipanggil keluar oleh Allah
Koinonia : Persekutuan, Bersekutu
Marturia : Bersaksi
Misioner : Bersifat misi
Oikumene : Dunia yang didiami

18
Daftar Pustaka

Borrong, R. P. (2019). Kepemimpinan Dalam Gereja Sebagai Pelayanan. Voice of Wesley:


Jurnal Ilmiah Musik Dan Agama, 2(2). https://doi.org/10.36972/jvow.v2i2.29
Dokumen Keesaan Gereja: Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (DKG-PGI) 2019-
2024. (2020).
Fackre, G. (2007). The Church: Signs of the Spirit and Signs of the Times. Wm B. Eerdmans
Publishing Co.
Glasser, A. F. (2007). “Rasul Paulus dan Tugas Penginjilan” dalam Misi Menurut
Perspektif Alkitab. Yayasan Komunikasi Bina Kasih.
Grudem, W. (2000). Systematic Theology: An Introduction to Bible Doctrine. Inter-Varsity
Press.
Hadiwijono, H. (2007). Iman Kristen. BPK Gunung Mulia.
Hutapea, L. A. P. (2013). Membangun Kemitraan Gereja Dalam Pelayanan Misi Masa Kini.
2(2), 184–206.
Inriani, E. (2021). Strategi Gereja Memaksimalkan Tri Panggilan Gereja Pada Masa
Pandemi Covid-19. Jurnal Teologi Pambelum, 1(1), 93–109.
Lima Dokumen Keesaan Gereja. (1996). BPK Gunung Mulia.
Malik. (2019). Implementasi Menjadi Jemaat Yang Misioner. Phronesis: Jurnal Teologi
Dan Misi, 2(2).
Milne, B. (2000). Mengenali Kebenaran: Panduan Iman Kristen (Cet. Ke-3). BPK Gunung
Mulia.
Sairin, W. (2007). Dokumen Keesaan Gereja: Persekutuan Gereja-Gereja Di Indonesia
(DKG-PGI). BPK Gunung Mulia.
Soedarmo, R. (1986). Kamus Istilah Theologi. BPK Gunung Mulia.
Sproul, R. C. (2020). Kebenaran-kebenaran Dasar Iman Kristen. Literatu SAAT.
Thiessen, H. C. (2020). Teologi Sistematika (Cet. Ke-10). Gandum Mas.
Wijaya, H. (2015). Prinsip-Prinsip Pertumbuhan Gereja Berdasarkan Kitab Kisah Para
Rasul. 1–23.

Link Internet:
https://alkitab.sabda.org/resource.php?topic=25&res=jpz. (n.d.).

19

Anda mungkin juga menyukai