Anda di halaman 1dari 8

Gereja Sebagai Persekutuan Yang Terbuka Bagi Masyarakat

Katrina Mina Tutu

Institut Agama Kristen Negeri Toraja

Katrinaalx08@gmail.com

Abstract: dengan menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi pustaka.


Literatur yang digunakan adalah buku-buku dan jurnal terkait dengan konsep gereja
sebagai persekutuan yang terbuka bagi masyarakat. Sehingga saya mengambil judul ini
karena banyak kejadian seperti ini yang saya dapatkan di mana gereja hanya mampu
menjadi persekutun tertentu saja, persepsi masyarakat dan gereja itu sendiri kadang masih
salah. Oleh karena itu dalam jurnal ini di bahas sejarah gereja dan pengertian gereja, agar
gereja itu sendiri dan masyarakat mampu memahami gereja yang sesungguhnya. Dalam
buku yang berjudul Gereja Mencari Jawab, mengatakan bahwa seharusnya gereja
harus berani mengambil resiko agar mampu menciptakan rasa nyaman dalam
masyarakat, dan jurnal yang di buat oleh Bapak Yohanes Krismantyo Susanta
mengatakan bahwa perekutuan gereja hendaknya bisa menjadi sahabat bagi semua
orang.

Kata kunci: Gereja, Persekutuan dan Persepsi

1. Pendahuluan
Terkadang orang lain memandang Gereja sebagai persekutuan yang tertutup,
bahkan gereja antar gerejapun masih memiliki persepsi seperti itu. Mengapa hal ini
bisa terjadi karena ada beberapa gereja yang tidak mau menerima orang lain masuk
dalam persekutuan gerejanya dan ada juga yang tidak mau berbagi cerita tentang
doktrin atau ajaran gerejanya. Hal ini merupakan suatu tantangan bagi gereja untuk
mengubah pola pikir yang salah tentang keterbukaan gereja yang sesungguhnya.
Jika semua masyarakat Kristen mengetahui apa arti gereja yang sebenarnya maka
tidak ada lagi persepsi yang salah tentang gereja, baik itu masyarakat di dalam
gereja maupun di luar Gereja. Karena sesungguhnya gereja itu selalu terbuka bagi
masyarakat Kristen maupun di luar Kristen. Adapun pandangan masyarakat yang
bukan Kristen mengenai Gereja, yaitu di antara mereka ada yang menganggap
bahwa agama Kristen itu tidak memiliki aliran lain lagi, namun kenyataannya agama
Kristen itu masih terbagi dalam beberapa aliran gereja dan masing-masing memiliki
tata ibadah tersendiri dan doktrin yang berbeda tetapi memiliki tujuan yang sama
yaitu untuk memuliakan Tuhan. Kemudian pandangan yang salah antara gereja
yang satu dengan gereja yang lainnya yaitu masing-masing menganggap bahwa
ajaran atau doktrin gerejanya lah yang paling benar. Oleh karena itu perlu
keterbukaan masing-masing pihak.
Pada abad ke-16 Reformasi Protestan dengan munculnya berbagai gereja
injili, terutama bersama Hus, Luther, Zwingli dan Calvin. Mereka semua berusaha
mewartakan sebuah injili yang di murnikan dari distorsi sejarah dan doktrin yang
muncul dalam Gereja Katolik Romawi. Sehingga muncul banyak denominasi Kristen
di seantero dunia, yang masing-masing berusaha melanjutkan totalitas warisan
Yesus dan menghayatinya dalam konteks-konteks budaya yang sangat beragam.
Menguatlah fenomena Gereja Pentakosta dan Gereja Karismatik, baik injili maupun
Katolik. Mereka terbukti kurang peka terhadap konflik-konflik yang terjadi dalam
sejarah, isu-isu keadilan sosial dan pembebasan real kaum yang tertindas. Dilihat
secara positif , mereka mewakili cara-cara yang berbeda secara historis untuk
mewujudkan warisan Yesus. Dilihat dari sisi negatifnya, sebagian gereja tersebut
terutama gereja Katolik Romawi, mengklaim setiap pihak bahwa ia lebih baik
daripada yang lain. Namun sasaran ekumenisme menginginkan agar Gereja-gereja
saling mengakui secara timbal balik sehingga bersama-sama menampilkan dengan
lebih meyakinkan amanat Yesus secara mendalam bercorak insani dan ilahi.
Keempat injil berfungsi sebagai titik rujuk untuk ekumenisme sejati, sebab kendati
berbeda mereka saling mengakui secara timbal balik sebagai autentik dan memberi
kesaksian kepada satu-satunya Injili hidup yakni Yesus. Atau mempertimbangkan
iman akan Allah Tritunggal Mahakudus, di mana ada keragaman pribadi-pribadi,
yang semuanya sama tak terbatas dan kekal, tetapi menerima satu sama lain dalam
kasih dan persekutuan sedemikian mendalam sehingga Ketiganya adalah satu Allah
yang Esa. Keanekaragaman jemaat-jemaat gerejawi menemukan keserupaannya
dalam keanekaragaman hayati di tengah alam.1
2. Tujuan dan Manfaat
 Tujuannya untuk mengubah pola pikir yang salah dalam masyarakat Kristen dan
Non Kristen.
 Manfaatnya
Bagi masyarakat yaitu untuk saling menghargai dan memiliki sikap toleransi
yang baik antar umat manusia dan bagi gereja yaitu untuk saling menghargai
antar gereja dan memiliki rasa persaudaran/ solidaritas yang baik.
3. Pembahasan
Sejarah Gereja dan Pengertian Gereja
Dalam buku Sejarah Gereja, memberi tesis bahwa, Pada dasarnya sejarah
Gereja berbeda dengan sejarah kebudayaan umum dan dengan sejarah, karena
Kristus sendirilah yang membentuk Gereja. aliran-aliran rohani yang lain, karena
yang disebut “Gereja” itu hanya Gereja Kristen. Sebab itu nama Gereja tidak boleh
dipergunakan untuk agama-agama lain.
Gereja ada oleh sebab Yesus memanggil orang menjadi pengiring-Nya.
Mereka dipanggil dalam persekutuan dengan Dia, yaitu Gereja. Jadi wujud gereja
ialah persekutuan dengan Kristus. Jikalau dalam suatu Gereja Kristen persekutuan
itu tidak ada, maka gereja itu tidak berhak disebut gereja! Akan tetapi persekutuan
dengan Kristus itu selalu berarti pula persekutuan dengan manusia lain. Oleh
karena itu alangkah lebih baik jika persekutuan gereja tidak selalu menutup diri dan
menerima masyarakat yang ingin ikut dalam persekutuan. Menutup diri boleh,
dalam hal masalah pribadi atau masalah dalam gereja.2
Dalam buku manajemen Gereja (Dasar Teologi dan Implementasi Praktisnya)
memberi tesis bahwa Ada banyak definisi gereja yang di kenal, tergantung dari
perspektif mana orang mendefinisikannya. Berdasarkan asal usul
kata/etimologinya, “gereja” (port: igerija) berarti “umat kepunyaan Allah sendiri”,
atau “Ekklesia” dari bahasa Yunani yang artinya ”yang dipanggil keluar”. Gereja juga

1
Leonardo Boff. Kekristenan: Sebuah Ikhtisar. (penerbit Ladalero, Yogyakarta 2014) hlm 159-161
2
H. Berkhof. Sejarah Gereja. (Gunung Mulia, Jakarta 2009) hlm vii-viii
sering kali didefinisikan sebagai “persekutuan orang-orang percaya” dan tampaknya
definisi inilah yang paling sering di dengar dan dipergunakan.
Dalam buku ini, penulis mendefinisikan gereja sebagai sebuah “kehidupan
bersama religus yang berpusat pada Yesus Kristus, yang merupakan buah pekerjaan
penyelamatan Allah dan sekaligus jawaban manusia terhadap penyelamatan Allah,
yang didalamnya Roh Kudus bekerja dalam rangka pekerjaan penyelamatan Allah”.
Berikut ini penjelasan pemahaman tentang definisi gereja: Gereja adalah kehidupan
bersama religius yang berpusat pada Yesus Kristus. Yesus merupakan buah
pekerjaan Allah dan sekaligus jawab manusia terhadap penyelamatan Allah. Yang
didalamnya Roh Kudus bekerja dalam rangka pekerjaan pemyelamatan Allah.
Fungsi Gereja
Gereja di panggil oleh Allah menjadi rekan sekerja dalam rangka
penyelamatan-Nya terhadap manusia dan dunia. Untuk itulah gereja ada dalam
dunia, dipilih dari antara bangsa-bangsa, dikuduskan dan di jadikan sebagai umat
kepunyaan Allah sendiri, serta diutus untuk memberitakan kasih dan perbuatan-
perbuatan Allah yang besar. Dengan demikian keberadaan gereja adalah jelas, yaitu
untuk berfungsi memuliakan Allah melalui partisipasi aktif dan keterbukaan gereja
dalam masyarakat maupun gereja antar gereja. Dalam mewujudkan penyelamatan
Allah terhadap manusia dan dunia.
Namun kenyataan sekarang bahwa fungsi gereja hanya sebagai persukutuan
saja, tidak ada misi untuk mewujudkan karya penyelamatan itu, ada beberapa gereja
yang justru menasehati atau mencari jiwa untuk di selamatkan pada gereja lain,
bukankah seharusnya mereka mencari jiwa yang belum selamat, seperti Yesus yang
datang ke dunia ini untuk mencari yang hilang, kata Firman Tuhan.
Tugas dan Panggilan Gereja
Tugasnya adalah bekerja memberitakan injil sambil terus berusaha
memelihara dan mengaktualisasikan imannya. Hal ini mengandung arti lebih dari
sekedar upaya melakukan perbuatan yang mengekspresikan tindakan
pemyelamatan serta pemeliharaan Allah sehingga tanda kehadiran Allah dapat
dilihat dan dirasakan oleh lingkungan di sekitarnya. Sedangkan maksud dalam
memelihara dan mengaktualisasikan iman adalah upaya gereja memampukan baik
warga gereja yang satu maupun yang lain bersama-sama menjaga iman yang telah
dianugerahkan Allah kepadanya, serta menjadikan iman itu terus bertumbuh,
berkembang dan berbuah bagi kemuliaan Allah.
Visi, Misi dan Tujuan Gereja
Visi merupakan kata benda yang berarti: penglihatan, bayangan atau impian.
Jadi visi gereja berarti penglihatan, impian atau wawasan gereja mengenai masa
depan yang di harapkan. Sedangkan Misi berarti perutusan atau tugas yang perlu
dilakukan untuk mewujudkan visi yang diharapkan, selanjutnya dijabarkan ke
dalam tujuan, yaitu pernyataan tentang sesuatu yang ingin di realisasikan.
Dengan pemahaman tersebut dan dasar iman gereja, visi gereja adalah
keselamatan sempurna di dalam kerajaan Allah, jika kerajaan Allah adalah visinya,
maka misi gereja adalah menghadirkan tanda-tanda Kerajaan Allah itu baik di dalam
dirinya sendiri maupun di luar dan bagi lingkungan di sekitarnya. Mengenai hal ini
Donald B. Kraybill berpendapat bahwa kehidupan dalam kerajaan itu sendiri pada
dasarnya bersifat sosial. Ia berusaha mennciptakan relasi-relasi yang baik dalam
kehidupan yang dinamis.
Dalam rangka misi tersebut fokusnya adalah manusia atau tepatnya
martabat manusia. Dengan demikian tujuan penyelamatan Allah pada dasarnya
adalah mengembalikan manusia ke dalam martabatnya sebagai “gambar Allah”
sehingga manusia dapat menjalin hubungan yang benar dengan Allah, sesamanya
dan dengan lingkungannya. 3
Gereja Sebagai Katalisator Perubahan Masyarakat/ Gereja Yang Terbuka
Dalam buku yang berjudul Gereja mencari jawab mengutip bahwa di
beberapa gereja pedesaan memberikan dampak yang besar bagi kota seperti gereja
United Metodist St. James di kansas city. Di bawah kepemimpinan Pdt. Emanuel
Cleaver selama lebih dari 20 tahun, jemaat Afrika-Amerika utama telah membentuk
ulang kebijakan kota dan praktik-praktik perumahan, pendidikan dan pekerjaan
dan telah menjadi pusat pengembangan kepemimpinan untuk masalah-masalah
kemasyarakatan. Gereja tersebut tidak hanya hebat dalam pembelaan dan

3
Pdt. Andreas Untung Wiyono, S. Th, D. Min. Drs. Sukardi, M,Si. Manajemen Gereja dasar Teologi Implementasi
praktisnya. (Bina Media Informasi, Bandung, 2010) hlm 21-33
keterlibatan dalam masyarakat tetapi juga menawarkan keramahtamahan yang luar
biasa kepada para pengunjung, mengundang orang lain untuk masuk, serta
menyediakan kualitas tinggi dan otentik, dalam musik dan ibadah. Seseorang
berkata “saya tidak pernah melihat jemaat yang lain yang telah membuat perbedaan
besar, tidak hanya dalam kehidupan rohani manusia, tetapi juga dalam kualitas
hidup masyarakat.” Sulit untuk membayangkan perbedaan yang akan terjadi di
Kansas City jika St. James memutuskan untuk hanya fokus pada tembok gerejanya
sendiri, menikmati kenyamanan, dan tidak pernah mengambil resiko di masyarakat
dan perubahan politik.
Gereja-gereja yang mengusahakan misi dan pelayanan yang berani
mengambil resiko tidak hanya mendorong jemaat mereka untuk menjadi relawan
bagi proyek mereka tetapi juga secara aktif mengundang dan menyambut orang
baru, pengunjung dan orang-orang yang bukan jemaat gereja untuk menolong
mereka membuat perbedaan dalam hidup orang lain. Proyek pelayanan menjadi
masuk ke dalam gereja dan kedalaman kehidupan Kristus. Banyak orang yang tidak
memiliki agama dan tidak bergereja mau membuat perbedaan, rindu untuk
mengubah kondisi orang lain, dan rindu menjadikan dunia sebagai tempat yang
lebih baik dengan menghilangkan penderitaan, mengurangi kemiskinan, atau
berperang melawan ketidakadilan. Sering kali mereka memiliki gambaran bahwa
gereja-gereja hanya melayani diri sendiri, asyik dengan diri sendiri atau munafik.
Orang muda khususnya mencari cara untuk menyalurkan dorongan altruistis
mereka kepada pelayanan yang langsung memberkati dan mengubah kehidupan.
Pelayanan tidak hanya untuk orang dalam jemaat. Tetapi pelayanan merupakan alat
yang Allah gunakan untuk membentuk iman dan menyatukan manusia ke dalam
tubuh Kristus.
Untuk memenuhi pelayanan Kristus, jemaat harus berubah dan bertumbuh
serta beradaptasi dalam cara-cara yang bertujuan, bijaksana dan setia. Perubahan
bukan merupakan hal yang mudah. Manusia tidak takut terhadap perubahan
sebanyak rasa takut mereka kehilangan pola, sikap dan tidakan yang membuat
mereka nyaman dan sudah terbiasa. Ada berbagai perubahan dan masing-masing
jemaat harus menemukan jalannya sendiri.
Dengan mengulangi, memperdalam, memperluas dan mengembangkan lima
praktik dasar pelayanan jemaat, gereja-gereja berubah, bertumbuh dan belajar.
Diliputi oleh tujuan untuk menjadikan lebih banyak orang sebagai murid Yesus
Kristus untuk transformasi dunia, jemaat menemukan kehidupan baru, siap untuk
meninggalkan pola-pola yang telah membatasi pelayanan dan dengan rindu
menerima orang-orang yang mereka undang ke dalam relasi dengan Allah. Mereka
membuka diri untuk di bentuk ulang oleh Roh Allah, dihidupkan dan dibentuk untuk
melayani konteks dan kebudayaan manusia yang selalu berubah. Ketika mereka
menyambut dan menerima jemaat baru yang bertumbuh di dalam iman dan di
dalam praktik kasih, jemaat-jemaat menghirup udara baru yang menyegarkan dan
menghidupkan keyakinan dan masa depan. 4
Konsep Gereja Sebagai Persekutuan
Dalam jurnal yang di buat oleh Bapak Yohanes Krismantyo Susanta, memberi
tesis bahwa Konsep gereja sebagai persekutuan atau koinonia terlalu sering
didasarkan pada keseragaman. Hal inilah yang menjadi dasar kritik
Moltmann bahwa gereja cenderung eksklusif dan menutup diri terhadap
perbedaan. Menurut Moltmann, gereja tidak bisa menjadi sebuah perahu
kesamaan (a boat of sameness) dalam mengarungi lautan keberbedaan.
Oleh karena itu, Moltmann menawarkan konsep persekutuan trinitaris yang
berdasar pada persahabatan. Bagi Moltmann, kabar baik tentang
koinonia dari Allah Tritunggal tidak ditandai oleh persahabatan
keseragaman, tetapi oleh persahabatan yang menyatukan, menghormati
dan mencakup perbedaan. (dalam Rhodes, 2000). Harapan ini tercermin
lewat gereja yang seharusnya menjadi persekutuan persahabatan yang
terbuka bagi orang lain. (Rhodes, 2000). Harald Hegstad bahkan
menyebut bahwa Moltmann percaya bahwa konsep persahabatan adalah
sentral atau pusat dari konsep eklesiologi. (Hegstad, 2013). 5

4
Dr. Christian de Jonge. Gereja Mencari Jawab. (Gunung Mulia, Jakarta 2013) hlm 101-130
5
Yohanes Krismantyo Susanta, Jurnal GEREJA SEBAGAI PERSEKUTUAN PERSAHABATAN YANG TERBUKA MENURUT
JÜRGEN MOLTMANN. Hlm 110-111
Dengan demikian maka memang perlu gereja harus bisa menjadi
persekutuan yang terbuka dan persekutuan yang bisa menjadi sahabat dengan
siapapun.
Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat di simpulkan bahwa gereja memang selalu terbuka
dan harusnya seperti itu, hanya saja persepsi orang yang kadang salah dan
keegosian akan ajaran di masing-masing gereja yang masih banyak dalam
masyarakat. Telah di bahas bahwa gereja harus berani dalam mengambil keputusan
untuk dapat menjadi sahabat atau persekutuan yang nyaman, sehingga dapat
mewujudkan penyelamatan Allah untuk dunia, serta bisa menjadi gambaran Kristus
di tengah-tengah masyarakat, sehingga orang-orang di sekitar juga merasa nyaman
dengan persekutuan kita sebagai persekutuan yang memiliki tujuan untuk
memuliakan nama Allah.
Referensi
Boff, Leonardo. 2014. Kekristenan: Sebuah Ikhtisar. penerbit Ladalero: Yogyakarta
Berkhof, H. 2009. Sejarah Gereja. Gunung Mulia: Jakarta
Wiyono, Andreas Untung. Dkk. 2010. Manajemen Gereja dasar Teologi Implementasi
praktisnya. Bina Media Informasi: Bandung
Jonge, Christian de. 2013. Gereja Mencari Jawab. Gunung Mulia: Jakarta
Susanta, Yohanes Krismantyo. 2020. Jurnal GEREJA SEBAGAI PERSEKUTUAN
PERSAHABATAN YANG TERBUKA MENURUT JÜRGEN MOLTMANN

Anda mungkin juga menyukai