Anda di halaman 1dari 6

NAMA : Eunike Mamarimbing

NIM : 20210211086

DOSEN : Pdt. Linda Ratag,

Tugas Mandiri membuat Kajian, analisis dan refleksi teologis dari "Mission in the
Twenty First Century"

KAJIAN DAN ANALISIS

Gereja ada di tengah-tengah dunia untuk menggenapi rencana besar keselamatan


Allah bagi seluruh umat manusia. Untuk tujuan ini, ia harus menghadapi teologi semua
orang yang terus berubah. Perubahan ini membawa akibat positif dan negatif bagi
kehidupan dan seringkali membawa kesulitan tersendiri bagi teologi. Konsep dialog
dalam teologi sangat penting di era postmodern yang ditandai dengan keragaman
budaya, suku, agama, dan kelompok sosial dalam masyarakat. Dan dialog yang
dibutuhkan kali ini adalah dialog profetik yang memadukan perkataan dan perbuatan
untuk memberitakan kabar baik kerajaan Allah.

Pertama-tama, teologi kontekstual berarti memahami kembali esensi teologi.


Tetapi hal yang lebih mendasar untuk menjadikan teologi kontekstual adalah lintasan
teologi yang lain, pengakuan atas validitas pengalaman manusia saat ini. Teologi
kontekstualisasi mengakui bahwa budaya, sejarah, pemikiran kontemporer, dll.,
bersama dengan Alkitab dan tradisi, harus dianggap sebagai sumber ekspresi teologis
yang valid. Oleh karena itu, ada tiga sumber informasi (Loci theologici) dalam teologi
dewasa ini. Alkitab, tradisi, orang atau konteks empiris. Dialog merupakan faktor
penting untuk dipertimbangkan dalam teologi, karena pengalaman manusia adalah
sumber teologi. Namun, dialog yang dimaksud tidak terbatas pada tataran bahasa lisan.
Dialog yang dimaksud pada hakikatnya adalah dialog profetik yang mencakup berbagai
bidang kehidupan. Tidak sebatas pada rumusan kata-kata, tetapi di atas segalanya lebih
menekankan pada tindakan nyata untuk terwujudnya kehidupan beragama.

Menurut Bevans, misi yang harus dipenuhi gereja di era teologi postmodern saat
ini adalah dialog. "Dia bertemu orang-orang di mana mereka berada. Dia terbuka
terhadap tradisi, budaya, dan pengalaman mereka. Dia mengakui keberadaan

1
keberadaan agama mereka dan integritas tujuan agama mereka." Namun dia
melanjutkan dengan berargumen bahwa dialog bukan hanya tentang pertemuan dan
mengakui keberadaan dan kesempurnaan orang lain yang kita temui. Dialog misionaris
yang dia maksud adalah dialog profetik. Artinya, "Dialog harus melangkah lebih jauh,
menyerukan pertobatan, dan mengajak orang-orang menuju kebenaran yang lebih dalam
dan lebih lengkap. Dasarnya hanya ditemukan dalam persekutuan intim Tritunggal dan
Percakapan Tuhan. Dari pemahaman ini, dialog prediktif dapat dijelaskan dalam
berbagai konteks kehidupan modern.

Misi Kontekstual adalah cara untuk mencapai sebuah tujuan yang disesuaikan
dengan konteks yang ada. Kontekstual juga sesuatu yang Allah lakukan juga dalam
pernyataannya. kita dapat menemukan dalam Alkitab bahwa Allah juga bersifat
kontekstual dalam pernyataan Dirinya. Maka dengan melakukan kontekstual terhadap
budaya dengan tujuan menyatakan Allah dan Yesus Kristus sebagai Juruselamat. Kita
dapat menemukan dalam Alkitab bahwa Allah juga bersifat kontekstual dalam
pernyataan Dirinya. Dalam Kejadian 12:1-9 ketika Allah memanggil Abraham. Dalam
Yosusa 24:1 dijelaskan bahwa Abraham berasal dari keluarga yang menyembah allah
lain. Ketika Allah berbicara kepada Abraham dalam Kejadian 12:6-7, Allah berjumpa
dengan Abraham menggunakan konsep penyembahan yang dilakukan oleh konsep yang
dipahami oleh Abraham. Sebagaimana dalam Yosua: 24:2 dikatakan bahwa Terah, ayah
Abraham dan ayah Nahor, dan mereka beribadah kepada allah lain. Artinya konsep
beribadah yang dipahami oleh Abraham adalah konsep yang diajarkan dalam
keluarganya. Dapat disimpulkan bahwa dengan kontekstual kita dapat berjumpa dengan
Allah namun kita dapat melihat bagaimana sipiritualitas Abraham yang sewmakin
bertumbuh dan berbeda dari orang yang ada disekitarnya. Hal ini tidak dipengaruhi oleh
konsep beribadahnya tetapi karena pengenalan Abraham akan Allah yang semakin baik
dalam perjalanannya hidupnya. Konsep yang di pakai Abraham boleh sama dengan
orang sekitarnya atau keluarganya, tetapi karena perbedaan pengenalan Akan Allah dan
Allah yang di sembah oleh Abraham berebeda sehingga menghasilkan spiritualitas yang
berbeda pula. Kita dapat melihat dalam Perjanjian Lama tugas misi dari sudut panggilan
dan pengutusan Israel.8 Dalam Perjanjian Lama Kejadian 12:2-3 kita dapat melihat
maksud dari misi Allah terhadap bangsa Israel. Janji Allah kepada Abraham
menjadikannya bangsa yang besar sebagaimana kita mengetahui penggenapan akan

2
janji Allah itu adalah bangsa Israel. Namun dari janji Allah kita dapat melihat misi
Allah itu. Allah menghendaki setiap bangsa yang ada disekitarnya mengalami berkat
dari Allah atau Allah mengehendaki bangsa-bangsa disekitar Israel dapat mengenal-Nya
degan melihat kepada Israel. Allah terhadap bangsa disekitar Israel dapat rujuk kepada
sikap Allah terhadap bangsa Niniwe sebagai contoh. Allah mengutus Yunus untuk
melakukan misi untuk menyampaikan pesan Allah. Dalam Kitab Yunus 1-4 kita dapa
melihat sikap keperdulian Allah kepada bangsa disekitar Israel. Allah menghendaki
Yunus untuk melakukan misi dengan harapan terjadi pertobatan dari bangsa itu. Dalam
Wijaja dijelaskan bahwa Allah menaruh perhatiannya kepada bangsa-bangsa lain
sebagai contoh bangsa Niniwe itu merupakan bentuk perhatian dan kemurahan Allah
dan keinginan Allah agar bangsa-bangsa lain menerima berkat dari Allah.

Jika melihat kenyataan yang terjadi, maka tidak heran jika spiritualitas dari suku
tersebut lebih dipengaruhi oleh budaya dibandingkan oleh ajaran Firman itu sendiri.
Orang yang menyatakan bahwa ia beriman pada Allah, harus membuktikan imannya itu
di dalam kehidupannya. Kontektual Misi yang sudah berlangung masih hanya
menggantikan arah fokus kepercayaannya yang ada yang sebelumnya tertuju kepada
berhala menjadi tertuju kepada Tuhan Yesus. Namun nilai-nilai kristiani tidak
bertumbuh didalamnya. Bagi suku ini nilai adat atau budaya berada diatas segalanya.
Hal ini terjadi karena kurangnya pemahaman akan Firman. Bagi suku ini lebih penting
melakukan kegiatan yang berkaitan dengan budaya dibanding dengankan dengan
kegiatan-kegiatan kerohanian di gereja. Dalam misi orang Kristen seharusnya menjadi
orang yang memberitakan Injil atau dapat juga kita sebut dengan sebutan komunikator
Kristen. Namun seorang penginjil tidak hanya menceritakan Yesus kepada seseorang.
Namun pemberita Injil juga mengajarkan polah hidup.

Dengan demikan nilai-nilai kristiani yang tertupi oleh pengaruh budaya dalam
direkonstruksi karena dalam misi gereja budaya tidak ditaruh di posisi paling atas. Maka
penting sekali gereja untuk menghimbau atau mengajak jemaat supaya rajin membaca
Alkitab. Dengan demikan maka nilai-nila kebenar Firman akan dapat deketahui. Suku
tersebut lebih menaati pantangan adat dibandingkan nilai-nilai kristiani bukan hanya
karena budaya itu saja tetapi disebabkan lemahnya pengetahuan akan Firman. Mengenal

3
tokoh-tokoh dalam Alkitab sejak dini itu sangat penting, dengan begitu dari sejak dini
nilai-nilai kebenaran sudah ditanamkan.

Selama lebih dari setengah abad gereja-gereja di mana-mana di dunia mencari


bagaimana mereka dapat melaksanakan misi dalam konteks masing-masing. Di Belanda
kata misiologi lambat laun tidak laku lagi dan sudah diganti beberapa kali, awal mula
menjadi misiologi ekumenis dalam teks dan konteks agama kristen se-dunia4,
selanjutnya gereja dan teologi dalam konteks, sesudahnya disebut teologi interkultural.
Tetapi hal itu tidak berarti, bahwa misiologi dan misi gereja menjadi kurang penting.
Sebaliknya. Dari pengertian misi sebagai satu gerakan dari dunia kristen Barat untuk
mendirikan gereja-gereja di mana-mana di dunia, yang dianggap sebagai tempat-tempat
misi, sekarang gereja-gereja lokal mulai mencari bagaimana mereka benar dapat
mewujudkan dimensi misioner gereja dalam konteks di mana mereka hadir. Dulu ada
misi-misi, sekarang hanya ada satu misi, kesadaran bahwa misi adalah unsur inti gereja.
Saya bahkan berani berkata, bahwa suatu gereja yang tidak misioner, sebenarnya tidak
boleh menyebut diri lagi sebagai gereja! Karena misi adalah di tangan Allah, para
anggota gereja sebenarnya bisa dianggap sebagai bangsa Allah yang menggembara di
dunia ini untuk mencari dan ikut serta dalam Missio Dei, atau dengan kata-kata lain
para anggota gereja ikutserta bersama Allah dalam pembangunan Kerajaan Allah. Maka
untuk terlibat di dalam Missio Dei partisipasi semua anggota gereja dibutuhkan. Jika
gereja benar-benar mau bersifat misioner dalam konteks Indonesia (Asia) ada beberapa
unsur inti misi atau penginjilan, yang harus diperhatikan, yakni kemiskinan, hubungan
antar agama dan dialog dengan kebudayaan.

Gereja sebagai komunitas umat Allah memperoleh model esensialnya dalam


komunitas Allah Tritunggal. Allah adalah persekutuan Bapa, Anak, dan Roh Kudus
yang selalu bekerja di dunia. "Misi Gereja dipahami sebagai partisipasi dalam
komunitas hidup Allah Tritunggal, yaitu Gereja adalah Kurban Kudus keselamatan,
tanda dan sarana keberadaan Allah di semua artefak." Tanda dan Sarana Tuhan
Sekarang , keberadaannya jelas dalam Yesus Kristus. “Dia diutus oleh ayahnya
sebelum dunia, memilih kita sendiri, dan memutuskan bahwa kita harus menjadi
anaknya.” Dengan demikian, kehadiran Yesus di dunia ini adalah umat manusia. Itu
adalah tanda bahwa janji Tuhan kepada kita telah terpenuhi. Partisipasi kita dalam

4
dialog Trinitas Allah ditunjukkan dalam liturgi, doa, dan kontemplasi. Namun,
hubungan ini terbatas pada individu Kristen itu sendiri dan tidak sepenuhnya
menjelaskan perilaku teologi Kristen dalam konteks postmodern. Itu tidak menyentuh
kehidupan konkret orang-orang di sekitarnya. Menurut Bevans, keterlibatan kita dalam
dialog Allah Tritunggal perlu dimutakhirkan dalam berbagai konteks kehidupan
modern. Namun pada kenyataannya, kita harus menjadikan Yesus sebagai model dialog
profetik.

Pusat & contoh kehidupan Kristiani merupakan Yesus Kristus, Dialah


kepenuhan janji Allah; "Ketika telah terselesaikan karya, yg sang Bapa dipercayakan
pada Putera buat dilaksanakan pada dunia, diutuslah Roh Kudus dalam hari Pentakosta,
buat tiada hentinya menguduskan Gereja. Dengan demikian, umat beriman bisa
mendekati Bapa melalui Yesus Kristus pada satu Roh." Melalui kisah injil kita bisa
mengetahui bahwa Yesus pada melaksanakan tugasNya nir hanya mengajar lewat kata-
kata, namun pula melalui tindakan konkret. Ia berjalan keliling berdasarkan satu lokasi
ke lokasi lain, berjumpa & berteman mesra menggunakan seluruh orang yg Ia jumpai &
tidak membeda-bedakan mereka yg dilayaniNya. Yesus pula beradu argumen dengan
orang-orang yg menentang ajaranNya, & Ia tidak pernah memaksakan ajaranNya pada
siapa pun. Dalam hidupNya Yesus bertindak membela kaum kecil buat memberi teladan
pada para pengikutNya. Dia lebih menekankan pentingnya tindakan konkret daripada
sekedar pengajaran.

REFLEKSI TEOLOGIS

Bagi saya secara pribadi, Dialog profetik sangat cocok diterapkan dalam konteks
teologis di Indonesia. Melaui dokumen ini terdapat metode yang mampu membantu kita
sebagai gereja dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab kita dalam pemberitaan
injil, dengan melewati batas-batas perbedaan yang ada. Sehingga melakukan teologi
atau pemberitaan injil secara kontekstual akan memberikan dampak yang besar yang
dilakukan dalam sebuah dialog. Dengan kontektual tersebut maka dialog tersebut
mencakup dialog lokal, budaya tertentu, baik dengan laki-laki atau perempuan dan
berbagai lokasi sosial, dialog anatar orang Kristen tetapi juga bagi agama lain dan
mereka yang belum mengenal Allah di dalam yesus Kristus. Dengan kata lain gereja
mampu untuk melakukan sebuah terjemahan dalam menempatkan injil tersebut. Dan

5
yang menajdi dasar pegangan dalam menjalankan misi tersbuat adalah kerendahan hati
yang dimiliki oleh Yesus Kristus.

Kita diajak untuk berpartisipasi secara aktif dalam pekerjaan pelayanan Allah
bagi dunia ini. Contoh konkrit masalah dalam dunia kontemporer yang harus dijangkau
oleh Injil saat ini seperti masalah konflik antar etnik, Orang miskin dan yang tertindas,
serta juga bagi para penyandang disabilitas. Solidaritas harus ditingkatkan tidak hanya
kepada sesama Kristen tetapi Injil harus diterima oleh orang-orang dengan kepercayaan
lain. Kita harus mempromosikan kebenaran di tempat kerja dan media global. Kita
harus memanfaatkan seni untuk misi, mempromosikan tanggapan otentik-Kristen
terhadap teknologi yang muncul, dan secara aktif melibatkan arena publik pemerintah,
bisnis, dan akademisi dengan kebenaran alkitabiah. Itu juga berarti panggilan misi kita
mencakup penatalayanan yang bertanggung jawab atas ciptaan Allah dan sumber
dayanya. Dengan demikian maka kita telah berpartisipasi dalam Missio Dei atau Misi
Allah. Mereka yang belum mengenal Yesus harus dikenalkan, agar mereka pun dapat
merasakan Anugerah hidup kekal. Yang ditekankan bukan kuantitas tetapi kedalaman
hati untuk mengasihi Yesus. Dengan kata lain, bukan untuk program kristenisasi yang
bertujuan untuk memperbanyak anggota gereja yang akhirnya dilakukan dengan cara-
cara yang tidak alkitabiah dan cenderung dengan motif yang salah. Ajakan lagi bagi
setiap orang yang mengaku percaya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan
Juruselamat untuk melakukan tugasnya dengan menjadi saksi-Nya. Maka dari itu, ini
bukan hanya kata-kata atau teori dan ajakan saja dan kemudian selesai, tetapi semangat
untuk melakukan panggilan iman ini tidak akan pernah padam atau usai sampai
kedatangan-Nya kembali.

Anda mungkin juga menyukai