Anda di halaman 1dari 3

Nama : Febry Andreas

NIM : 18.3357

Kelas : 6B

Mata Kuliah : Missiologia

Dosen Pengampu : Pdt. Pulo Aruan, M.Th

Review Kuliah Pertemuan 5

Kontekstualisasi Misi

Kontekstualisasi di dalam misi selalu berhubungan dengan bagaimana misi


mempertimbangkan dengan sungguh-sungguh apa yang sedang dihadapinya. Perbedaan
misiologi dengan bidang ilmu lainnya misalnya dogmatika ataupun teologi sistematika yakni
bidang ilmu lainnya itu berangkat dari teks lalu berhadapan dengan konteks, tetapi karena
misi --panggilannya berbeda maka misi selalu melihat konteks lebih dulu lalu akan dilihat
dari perspektif teks Alkitabiah. Jadi misi itu adalah konteks yang dilihat dari kacamata teks,
sedangkan bidang biblika melihat teks yang dilihat untuk menjawab konteks.

Kontekstualisasi artinya bagaimana kita bisa memahami membuat konsep atau


membuat suatu terobosan ide dalam situasi tertentu. Atau bagaimana kita menterjemahkan
misi dari Alkitab sehingga berubah menjadi bentuk lisan, tulisan ataupun bentuk peradaban
yang mungkin bisa bermakna bagi bangsa-bangsa dalam budaya tertentu. Kontekstualisasi
yang salah dapat beralih menjadi pluralisme, sinkretisme atau relativisme. Eka Darmaputera
menyatakan bahwa Allah selalu bekerja secara historis dan kontekstual itulah yang disebut
sebagai teks yang selalu berada di dalam konteks, oleh karena itu, ketika kita berbicara
mengenai konteks maka juga akan berbicara mengenai teks. Teks-teks Alkitab ditulis melalui
pengalaman dan pergumulan dari setiap konteks budaya tertentu, yang secara khusus
budayanya orang Israel. Pengalaman yang sama bisa saja dialami sekarang ini bahwa Allah
berbicara kepada kita.

Terdapat perbedaan seorang teolog dan misiolog; seorang teolog itu adalah orang
yang berbicara tentang Allah sedangkan misiolog adalah orang yang berbicara dengan Allah.
Pada dua pernyataan ini, penekanannya terdapat pada relasi. Hubungan misionaris dengan
Allah sangat dekat maka tidak heran banyak teolog berubah menjadi ateis karena ia tidak
percaya kepada Allah melainkan dia hanya paham. Mengenal Allah juga akan mempengaruhi
bagaimana relasi seseorang dengan-Nya. Kata ‘kenal’ di dalam PL dipakai dengan kata
yadda yang merupakan hubungan yang sangat intim dan personal. Inilah yang dipertaruhkan
dalam kehidupan seorang misiolog, ketika hubungan-Nya yadda dengan Allah. Pengenalan
yang yadda dengan Allah akan membuat pandangan seseorang sangat misioner dan
bergantung sepenuhnya dengan penyertaan-Nya. Di dalam prinsip seorang misiolog adalah
Allah memakai orang yang mau bukan orang yang ‘tahu’, kemudian Allah akan membuat
orang yang mau itu menjadi ‘tahu’, dengan demikian seorang misiolog akan meleburkan
dirinya terdahulu ke dalam konteks tertentu karena ia melupakan yang lama. Misalnya
Nommensen menjadi seperti orang Batak. Misiolog adalah utusan dan perwakilan Kristus
yang artinya kehadirannya harus membawa shalom Allah di sekitarnya. Masalah misi adalah
persoalan berbagi kehidupan.

Selanjutnya, kontekstualisasi dalam misi dapat berupa upaya menerjemahkan isi Injil,
oleh karenanya di dalam kehidupan misi maka kontekstualisasi sebenarnya tidak lagi
merupakan istilah yang baru. Kontekstualisasi merupakan mendefinisikan apa yang telah
dipakai sebelumnya di dalam misi. Istilah yang dipakai dalam misi diantaranya
‘indegenisasi’, ‘inkulturasi’, dan ‘akomodasi’. Bagian-bagian ini sebenarnya merupakan
bagian dari kontekstualisasi. Tujuan utama dari misi adalah membawa orang-orang
melakukan penyembahan yang benar kepada Allah di dalam Roh dan Kebenaran kemudian ia
menjadi kumpulan orang banyak yang pekerjaannya adalah menyembah Allah (Kitab
Wahyu) siang dan malam di dalam kehidupan kekal. Kemudian, tujuan lain dari misi adalah
‘soteriologis’ yang berkaitan dengan upaya keselamatan, ketika orang disadarkan bahwa
mereka memiliki tujuan hidup yang lebih baik daripada hanya sekedar menikmati hidup di
dunia ini yaitu kehidupan yang kekal yaitu keselamatan di dalam Yesus Kristus. Tujuan yang
ketiga dari misi ialah ‘ekklesiologi’ yaitu kehidupan ‘meng-gereja’ yang sebagai umat yang
menang – bukan hanya sekedar berbicara tentang label gereja; HKBP, GKPI, dst tetapi
adanya persekutuan orang-orang kudus. Tujuan terakhir dari misi adalah ‘antagonistis’ yaitu
ketika ada peperangan dengan kuasa-kuasa gelap.

Dalam sejarah teologi misi, tujuan misi seringkali tidak dijelaskan. Dr. Andar
Lumbantobing mengatakan bahwa tujuan misi adalah doxologim soteriologi dan eskatologi.
Ada juga tokoh misi yang mengatakan bahwa tujuan misi bermula dari tiga kemandirian;
supporting dan proclaiming yang artinya mempercepat kedatangan Kristus. 34.50

Beberapa fondasi misi atau dasar dalam misi adalah misi yang lahir dari kasih Bapa
kepada manusia (1 Yoh. 4:8). Fondasi misi adalah karena begitu besar kasih Allah kepada
dunia ini. Misi yang dilakukan dengan kasih Allah kemudian harus diimplementasikan untuk
menujukkan bahwa Allah melakukan praktik-Nya di dalam kehidupan manusia, dan Roh
Kuduslah yang menjadi oknum yang ketiga di dalam kehidupan gereja. Gereja adalah
institusi atau kumpulan persekutuan yang ditempatkan di dalam dunia untuk menghadirkan
atau mewujudkan Kerajaan Allah di tengah dunia.

Anda mungkin juga menyukai