Anda di halaman 1dari 26

Tema Pelayanan Bulan Juli

Menyemai Kehidupan

B
ulan Juli diperingati Hari Anak Nasional. Gereja diingatkan agar memperhatikan anak-anak yang kadang
kala tidak diperhatikan secara serius dalam perkembangan mereka. Anak-anak layak diperhatikan
seperti Kristus memperhatikan mereka. Oleh karena itu diharapkan Gereja juga mau menjadi wahana
terbentuknya karakter anak-anak sehingga tersemai generasi gereja di masa depan yang memiliki spiritualitas
mendalam, berkarakter Kristus dan tangguh dalam perjuangan kehidupan.
Minggu, 6 Juli 2014
Minggu Biasa XIV (hijau)

Tema Perayaan Iman


Merefleksikan Kasih Allah Bapa kepada Anak-Nya

Daftar Bacaan Kitab Suci


Bacaan I : Kejadian 24:34-38, 42-49, 58-67
Mazmur Antar Bacaan : Mazmur 45:10-17
Bacaan II : Roma 7:15-25a
Bacaan Injil : Mat 11:16-19, 25-30

Tujuan Perayaan Iman


Jemaat menyadari dan menghayati adanya karya penyertaan Allah dalam kehidupan sehari-hari.
Jemaat mewujudkan ke-beragamaan-nya dalam laku kehidupan seturut ajaran Kristus.

Pelengkap Bacaan Alkitab untuk Liturgi I


Berita Anugerah : Yohanes 1:16-17
Petunjuk Hidup Baru : Matius 7:21
Nas Persembahan : Roma 12:1-2

Daftar Nyanyian untuk Liturgi I


Bahasa Indonesia
Nyanyian Pujian : KJ 16:1,2
Nyanyian Penyesalan : KJ 32:1-2
Nyanyian Kesanggupan : KJ 365a:1,5
Nyanyian Persembahan : KJ 363:1-
Nyanyian Pengutusan : KJ 387:1,3

Bahasa Jawa
Kidung Pamuji : KPK BMGJ 6 :1-2
Kidung Panelangsa : KPK BMGJ 46:1-2
Kidung Kasanggeman : KPK BMGJ 79:1,3
Kidung Pisungsung : KPK BMGJ 183:1-
Kidung Pangutusan : KPK BMGJ 329:1,3

Pdt. Dwi Argo Mursito (GKJ Pekalongan)

Dasar Pemikiran
Kehidupan manusia kadang menjadi kering karena tergerus kenyataan yang semakin menjauhkan mereka dari
Tuhan. Kekeringan itu terjadi ketika Tuhan hanya dihayati dalam batas-batas tertentu, misalnya hanya dalam
ritual agama, bukan dalam kenyataan hidup sehari-hari. Padahal, manusia memiliki potensi berupa
pengetahuan/pemahaman serta perasaan, untuk berefleksi atas karya Allah dalam setiap jengkal
kehidupannya, bahkan dalam pengalaman yang paling sederhana sekalipun. Maka penghayatan manusia akan
Allah, semestinya tidak hanya berhenti pada rumusan doa, ritual ibadah atau ajaran dogma yang dipahami
oleh pikiran.
Dalam kesadaran demikian, gereja perlu terus mengasah kepekaan akan karya Allah, sekaligus mengasah
kesungguhannya dalam menjalani kehidupan penuh dengan damai sejahtera, sesuai ajaran Kristus, Sang Raja
Gereja. Nyatanya, memang masih banyak perilaku yang menyimpang dari ajaran Kristus. Bukan karena
gereja/jemaat tidak paham tentang ajaran yang baik dan benar, melainkan karena kuasa dosa yang menjadi
semacam candu, yang justru mengendalikan perilaku manusia. Dengan demikian, laku manusia perlu terus
diperbaiki.

Keterangan Tiap Bacaan


Kejadian 24:34-38, 42-49, 58-67
“Dengan mata iman, manusia dapat menghayati penyertaan Allah”
Bacaan kita mengisahkan bagaimana Ishak, anak Abraham, mendapatkan (calon) istri bernama Ribka. Apa
istimewanya kisah pencarian pasangan hidup bagi Ishak? Tentu saja karena Alkitab berisi refleksi iman atas
setiap peristiwa, termasuk peristiwa yang terlanjur dinilai sekular. Maka, kisah pertemuan Ishak-Ribka
mengandung makna teologis, karena penulis Kejadian menghayatinya sebagai buah dari karya dan penyertaan
Allah.
Abraham mengutus hambanya untuk mencarikan istri bagi Ishak, dari kaum keluarganya, bukan dari keturunan
Kanaan. Hamba Abraham akhirnya bertemu dengan Ribka di sebuah sumur. Adegan ini bernuansa teologis
ketika ada doa yang dipanjatkan oleh hamba Abraham (ay 12-14; diulang di ay 42-44). Doa yang akhirnya
terkabul. Hal ini menunjukkan bahwa Allah memang memberkati Abraham, beserta keturunannya. Berkat Allah
atas Abraham dan keturunannya berkelindan dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam hal perjodohan.
Kisah ini berujung bahagia ketika Ishak menikahi Ribka di dalam kemah Sara (ay 67). Pengalaman sehari-hari
menjadi bermakna manakala dilihat dengan “mata iman,” bahwa Allah menyertai kehidupan umat-Nya.

Mazmur 45:10-17
“Berkat Allah melalui Keberlangsungan Keturunan Israel”
Mazmur ini berasal dari keturunan Korah. Korah terkenal sebagai leluhur para penyair yang tersohor di Israel.
Nyanyian bertemakan cinta kasih ini berisi pujian kepada raja Israel, baik fisik, sifat maupun pencapaiannya.
Tidak hanya kepada raja, pujian atau ungkapan mazmur juga ditujukan kepada para putri dan permaisuri raja.
Para putri raja itulah yang nantinya akan meneruskan keturunan sang raja. Ay 11 menyebutkan, “... hai puteri...
lupakanlah bangsamu dan seisi rumah ayahmu!” Menunjukkan bahwa Allah memakai para puteri dari berbagai
latar belakang, untuk meneruskan keturunan raja Israel. Diakhiri ay 17 yang menekankan pentingnya
keturunan (masa depan) yang akan menggantikan bapa leluhur (masa lalu). Mazmur ini menekankan
pentingnya keberlangsungan hidup Israel, dengan penghayatan bahwa Allah menyertai Israel dengan
menjamin keberlangsungan bangsa itu. Peristiwa pernikahan dan beranak-pinak tak hanya dilihat sebagai
peristiwa sehari-hari yang sekular, melainkan memiliki muatan iman/teologis. Melalui episode kehidupan alami
manusia, Allah menunjukkan penyertaannya. Inilah refleksi bani Korah dalam nyanyian mazmurnya.

Roma 7:15-25a
“Melakukan Kebaikan karena Kristus telah Menebus”
Rasul Paulus mengungkapkan sebuah pengajaran mengenai hubungan antara Hukum Taurat dan iman Kristen.
Di kalangan jemaat Roma, ada sebagian yang berlatar belakang Yahudi, yang di masa lalu hidup menurut
Hukum Taurat. Sedang sebagian lain dari jemaat Roma adalah kaum non-Yahudi, yang tak mengenal Taurat.
Kepada jemaat berlatar belakang Yahudi, Paulus menjelaskan bahwa mereka sudah tidak lagi berada di bawah
kendali Hukum Taurat, karena sudah dipersatukan dengan tubuh Kristus. Hukum Taurat membawa manusia
kepada dosa (baca: kematian), namun Injil membawa manusia pada hidup.
Untuk menjelaskannya, Paulus mengungkap bahwa dalam hidup manusia, seringkali ada gap (jurang pemisah)
antara keinginan dan perbuatan. Paulus –berarti juga semua orang– tahu apa yang baik, yang seharusnya
dilakukan dan yang memang ingin ia lakukan. Namun nyatanya, justru perbuatan jahat (dosa)-lah yang terjadi.
Dosa terjadi bukan karena manusia tidak paham akan apa yang baik, melainkan karena manusia dikendalikan
oleh dosa dalam dirinya. Atas hal itu, Paulus mengaku bahwa tak ada yang dapat menyelamatkan keadaan
dosa manusia. Paulus berseru, bahwa ia manusia celaka; “Siapakah yang akan melepaskan aku dari tubuh maut
ini?” (ay 24). Hanya satu yang bisa, yaitu Yesus Kristus (ay 25).

Matius 11:16-19, 25-30


“ Ajaran Yesus adalah Kehidupan yang Bebas, bukan Membelenggu ”
Ajaran Yesus dilatarbelakangi adanya penolakan banyak orang atas karya-Nya. Orang banyak juga telah lebih
dulu menolak ajaran Yohanes Pembaptis. Kemudian Yesus berseru kepada Allah bahwa ajaran yang sejati
tersembunyi bagi “orang bijak dan orang pandai”, yaitu kalangan terpelajar, orang Farisi, ahli Taurat yang
menolak Yesus. Namun justru kepada “orang kecil”lah ajaran sejati itu dinyatakan. Ajaran iman dalam Kristus
memang tidak dapat semata diterima dengan akal budi, namun dengan “mata iman”.
Maka Yesus menawarkan sebuah ajaran dan gaya hidup yang melegakan, bukan yang membebani. Ada
banyak orang yang “letih lesu dan berbeban berat”, yaitu orang yang terbebani oleh aturan-aturan agama yang
njlimet. Juga karena persekongolan petinggi agama Yahudi dengan pihak penjajah Romawi yang
memperbudak orang-orang kecil. Jadi ini soal beban religius dan politis. Sedangkan ajaran sejati dari Yesus
bukanlah ajaran yang membelenggu, melainkan membebaskan, karena membawa keadilan dan damai. Yesus
ingin merombak kehidupan religius dan sosial-politis.

Harmonisasi Bacaan
Bacaan Minggu ini mengajak kita untuk melihat keseharian dengan mata iman. Bahwa dalam hidup ini segala
sesuatu tidak bisa serta-merta dipandang dalam kacamata dualisme: duniawi-rohani. Namun, di setiap episode
kehidupan kita, ada karya Allah yang memelihara serta memberikan keselamatan yang membebaskan.
Ternyata, mata iman itu akan menjadi tajam, bukan semata ketika manusia mengandalkan pengetahuan
semata, melainkan iman dan pengenalan akan ajaran Tuhan yang sejati.

Renungan Atas Bacaan


Ada sebuah fenomena dalam hidup manusia, yang hampir selalu sulit diatasi, yaitu adanya jurang pemisah
antara pengetahuan dan perbuatan. Maksudnya, manusia seringkali tahu apa yang mestinya dilakukan, yaitu
apa yang baik. Namun kenyataannya, yang akhirnya dilakukan justru kejahatan dan dosa. Ini berarti,
pengetahuan saja tidak menjamin manusia untuk dapat merasakan kehidupan yang baik dan selamat.
Kehidupan manusia baru akan penuh dengan keselamatan, bilamana sungguh-sungguh memercayakan
hidupnya kepada Kristus. Memercayakan hidup berbeda dengan sekadar percaya. Kalau hanya percaya bahwa
ajaran Kristus itu baik, barangkali mudah. Namun memercayakan hidup untuk taat dan melakukan ajaran
Kristus itu, belum tentu mudah. Itulah mengapa banyak orang beriman yang berhenti sebatas pada
mengerti/paham akan ajaran yang baik, namun tidak sekaligus melakukannya. Sayangnya lagi, banyak orang
beriman yang justru memandang ajaran agama sebagai rambu-rambu atau larangan yang ditakuti atau paling
tidak dihindari. Jika demikian, perilaku kita tidak didasari oleh rasa syukur dan kesadaran iman bahwa Allah
telah menyertai hidup kita. Padahal, yang harus kita ingat adalah bahwa ajaran Kristus bukanlah hukum atau
seperangkat aturan yang membelenggu, melainkan cara hidup atau laku yang membuat manusia menemukan
kesejatian hidup.
Karena Kekristenan adalah laku, maka ia tak terpisah dengan kehidupan sehari-hari. Di sinilah kita akan
bersama belajar untuk merasakan rahmat Allah, sekaligus memberlakukan ajaran kasih dari Yesus, melalui
realita nyata sehari-hari.

Pokok Dan Arah Pewartaan


Pokok Pewartaan
Kekristenan adalah jalan hidup yang melegakan.

Arah Pewartaan
Jemaat diajak membuka mata iman untuk melihat karya Tuhan.
Jemaat terpanggil hidup beriman dalam laku yang nyata.

Khotbah Jangkep Bahasa Indonesia

Judul Khotbah:
Mata Iman Membawa Kita pada Kehidupan
yang Penuh Kelegaan
Jemaat yang dikasihi Tuhan, salah satu sifat dasar manusia ber-Tuhan adalah menghubungkan
pengalaman sehari-hari dengan Tuhan yang diimani. Ada orang yang menghayati bahwa Tuhan begitu
dekat dan terlibat aktif dalam setiap jengkal kehidupan manusia. Namun tak jarang, ada orang yang
menghayati Tuhan hanya dalam batas-batas tertentu saja, misalnya: Tuhan dihayati dan dirasakan
manakala sedang menjalankan ritual agama (berdoa, beribadah, membaca Alkitab, dst). Sedangkan
pengalaman sehari-hari, misalnya bekerja, tidak dihubungkan dengan Tuhan, karena hal itu adalah
perkara-perkara ‘duniawi’.
Kecenderungan manusia yang memisahkan antara pengalaman/kenyataan sehari-hari dengan
Tuhan dipengaruhi oleh paham dualisme, yaitu paham yang membedakan –sekaligus memisahkan– dua
hal atau dua kutub secara tajam. Dalam hal ini, pengalaman hidup dan Tuhan juga menjadi dua hal yang
pada akhirnya terpisah. Maka orang Kristen sering membedakan antara yang “jasmani” dan yang “rohani”.
Misalnya, ketika orang berdoa, sering ada ungkapan “berkat jasmani” dan “berkat rohani”. Orang akan
mengerti, bahwa berkat jasmani itu adalah kesehatan, makanan, pekerjaan, harta benda, dsb. Sedangkan
berkat rohani adalah firman Tuhan, pengampunan, keselamatan, dsb.
Pertanyaannya, benarkah kesehatan, makanan, pekerjaan, dan harta benda itu melulu soal jasmani
atau duniawi? Nyatanya pengalaman hidup sehari-hari tidak bisa dipilah menjadi dua, dengan tidak
semena-mena. Dalam kehidupan beriman, aspek pengalaman dan aspek iman (baca: spiritualitas) adalah
dua hal yang saling berlekatan, bahkan menyatu, tak terpisahkan. Karya dan kehadiran Allah bukanlah
sesuatu yang dapat dibatasi dalam ruang (pada tempat-tempat tertentu) dan waktu (pada hari atau jam
tertentu). Allah kita adalah Allah yang mahahadir.
Jemaat yang terkasih, memang, tidak semua orang dapat merasakan kehadiran dan karya Allah itu
dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu penentunya adalah kemampuan manusia merefleksikan imannya
melalui pengalaman sehari-hari. Mari kita tengok bacaan pertama, sebuah kisah pencarian jodoh bagi
Ishak (anak Abraham), di mana akhirnya ia dipertemukan dengan Ribka. Kitab Kejadian merefleksikan
bahwa kisah yang sering hanya dilekatkan sebagai peristiwa ‘duniawi’ itu pun ternyata memiliki aspek
teologis atau aspek keimanan. Yaitu bahwa kisah pertemuan Ishak-Ribka dihayati sebagai buah dari karya
dan penyertaan Allah. Buktinya, hamba Abraham yang ditugasi untuk mencarikan calon pendamping
Ishak melibatkan Allah di dalam doanya (ay 12-14; diulang di ay 42-44). Doa yang akhirnya terkabul. Hal
ini menunjukkan bahwa Allah memang memberkati Abraham, beserta keturunannya. Berkat Allah atas
Abraham dan keturunannya berkelindan dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam hal perjodohan.
Kisah ini berujung bahagia ketika Ishak menikahi Ribka di dalam kemah Sara (ay 67). Pengalaman sehari-
hari menjadi bermakna manakala dilihat dengan “mata iman,” bahwa Allah menyertai kehidupan umat-
Nya.
Berkat Allah melalui keturunan juga nampak dalam mamur antar bacaan. Mazmur 45. Ay 11
menyebutkan, “... hai puteri... lupakanlah bangsamu dan seisi rumah ayahmu!” Menunjukkan bahwa Allah
memakai para puteri dari berbagai latar belakang, untuk meneruskan keturunan raja Israel. Diakhiri ay 17
yang menekankan pentingnya keturunan (masa depan) yang akan menggantikan bapa leluhur (masa lalu).
Mazmur ini menekankan pentingnya keberlangsungan hidup Israel, dengan penghayatan bahwa Allah
menyertai Israel dengan menjamin keberlangsungan bangsa itu. Peristiwa pernikahan dan beranak-pinak
tak hanya dilihat sebagai peristiwa sehari-hari yang sekular, melainkan memiliki muatan iman/teologis.
Melalui episode kehidupan alami manusia, Allah menunjukkan penyertaannya.
Jemaat yang terkasih, pada akhirnya kita diajak untuk memiliki kepekaan melihat karya Allah dalam
kehidupan keseharian. Itu artinya, Allah yang juga memberikan ajaran agar hidup kita ada dalam terang
keselamatan. Karya Allah bukan sekadar berbagai kemudahan yang menyenangkan kita, melainkan juga
ajaran, bahkan teguran yang harus senantiasa kita dengar dengan ‘hati’. Hal ini penting, karena sering
manusia sudah tahu, paham, mengerti bahwa Allah hadir, berkarya, mengajar. Namun di saat yang sama
manusia lalu mengabaikannya. Tidak melibatkan Allah, atau kurang menaati perintah-Nya. Sehingga Allah
diabaikan.
Lihat saja kenyataan yang diungkap oleh Rasul Paulus di Surat Roma. Di mana perbuatan manusia
seringkali tidak sesuai dengan apa yang mereka pahami. Paulus mengungkap bahwa dalam hidup
manusia, seringkali ada gap (jurang pemisah) antara keinginan dan perbuatan. Paulus –berarti juga semua
orang– tahu apa yang baik, yang seharusnya dilakukan dan yang memang ingin ia lakukan. Namun
nyatanya, justru perbuatan jahat (dosa)-lah yang terjadi. Dosa terjadi bukan karena manusia tidak paham
akan apa yang baik, melainkan karena manusia dikendalikan oleh dosa dalam dirinya. Atas hal itu, Paulus
mengaku bahwa tak ada yang dapat menyelamatkan keadaan dosa manusia. Paulus berseru, bahwa ia
manusia celaka; “Siapakah yang akan melepaskan aku dari tubuh maut ini?” (ay 24). Hanya satu yang bisa,
yaitu Yesus Kristus (ay 25).
Jemaat yang terkasih, kehidupan yang penuh kelegaan dan kedamaian memang diperoleh dengan
beriman kepada Kristus. Beriman itu tidak sekadar percaya, namun juga memercayakan hidup.
Memercayakan hidup berbeda dengan sekadar percaya. Kalau hanya percaya bahwa ajaran Kristus itu
baik, barangkali mudah. Namun memercayakan hidup untuk taat dan melakukan ajaran Kristus itu, belum
tentu mudah. Itulah mengapa banyak orang beriman yang berhenti sebatas pada mengerti/paham akan
ajaran yang baik, namun tidak sekaligus melakukannya. Sayangnya lagi, banyak orang beriman yang
justru memandang ajaran agama sebagai rambu-rambu atau larangan yang ditakuti atau paling tidak
dihindari. Jika demikian, perilaku kita tidak didasari oleh rasa syukur dan kesadaran iman bahwa Allah
telah menyertai hidup kita. Padahal, yang harus kita ingat, adalah bahwa ajaran Kristus bukanlah hukum
atau seperangkat aturan yang membelenggu, melainkan cara hidup atau laku yang membuat manusia
menemukan kesejatian hidup.
Dalam Injil Matius, Yesus menawarkan sebuah ajaran dan gaya hidup yang melegakan, bukan yang
membebani. Ada banyak orang yang “letih lesu dan berbeban berat”, yaitu orang yang terbebani oleh
aturan-aturan agama yang njlimet. Juga karena persekongolan petinggi agama Yahudi dengan pihak
penjajah Romawi yang memperbudak orang-orang kecil. Jadi ini soal beban religius dan politis.
Sedangkan ajaran sejati dari Yesus bukanlah ajaran yang membelenggu, melainkan membebaskan, karena
membawa keadilan dan damai. Yesus ingin merombak kehidupan religius dan sosial-politis. Itu berarti,
sekali lagi kita diajak untuk beriman dengan terus melibatkan pengalaman sehari-hari. Amin.

Khotbah Jangkep Basa Jawa

Irah-irahaning Khotbah:
Netraning Kapitadosan Ndumugekaken Kita
Mring Gesang Ingkang Maremaken
Pasamuwan ingkang kinasih wonten ing pangibadah utawi pakempalan-pakempalaning
pasamuwan, sae ing kotbah, renungan lan ing pandonga, kita asring mireng tembung: “berkah
kajasmanen” lan “berkah karohanen.” Ingkang dipunwastani berkah kajasmanen punika umpaminipun:
kasarasan, tetedhan, padamelan, bandha-kasugihan, lsp. Lan ingkang kalebet berkah karohanen punika
umpaminipun: sabdanipun Gusti, pangapuntening dosa, kawilujengan, lsp. Pangertosan ingkang mekaten
tuwuh saking paham dualisme: Ing donya punika samukawis kapantha dados kalih perangan: jasmani lan
rohani. Mila, prekawis-prekawis padintenan (nyambut damel, lsp) punika kalebet bab kajasmanen. Lan
prekawis-prekawis ingkang magepokan kaliyan ritual agami (ndonga, ngibadah, lsp) punika kalebet bab
karohanen.
Pitakenanipun, punapa leres bilih kasarasan, tetedhan, padamelan, lan bandha-kasugihan punika
namung prekawis kajasmanen? Pranyata boten. Menawi kita raos-raosaken, Gusti punika manunggil lan
tansah makarya ing gesang kita padintenan. Kalebet ugi ing pakaryan utawi padamelaning manungsa.
Pranyata, prastawa-prastawa padintenan kita punika boten saged kapisahaken kaliyan Gusti Allah. Iman
lan pengalaman punika tansah manunggil.
Pasamuwan ingkang kinasih, waosan kita ingkang sepisan nelakaken bilih prastawa padintenan
punika ugi kaagem dening Gusti Allah saprelu mratelakaken pangreksanipun tumrap manungsa. Kitab
Purwaning Dumadi nyariyosaken kados pundi Ishak (putranipun Abraham) dipunpadosaken jodho dening
Abraham, lumantar abdinipun. Abdinipun Abraham ndedonga (ay. 12-14; dipunambali ing ay. 42-44)
murih Gusti paring pratandha, sinten pawestri ingkang dados jodhonipun Ishak. Pranyata Gusti
midhangetaken pandonganipun. Abdi kala wau pitados, bilih Gusti piyambak ingkang makarya,
maringaken Ribka pinangka jodhonipun Ishak. Gusti Allah makarya lumantar prastawa padintenan.
Berkahipun Gusti dhateng umat Israel panci lumantar tedhak-turunipun ingkang katuntun lan
tansah karimat. Kados ingkang kacetha ing Jabur 45. Mliginipun ing ay 17, “para putra dalem
prayoginipun sami nggentosana para leluhur dalem, tuwin sami panjenengan dalem wisudha dados
pangageng wonten ing salumahing bumi. ” Punika ateges, bilih pangreksanipun Gusti tansah lumintu
dhateng tedhak-turunipun sang ratu ing Israel. Prastawa padintenan, inggih punika gesang bebrayan, ugi
kaagem dening Gusti saprelu mratelakaken katresnanipun dhateng manungsa.
Pasamuwan ingkang kinasih, wusananipun, kita kabereg supados nggadhahi kasagedan lan
kalanthipan anggenipun ngraos-ngraosaken pakaryanipun Gusti ing gesang padintenan. Punika ateges,
Gusti ingkang ugi paring piwulang tumrap kita, satemah kita tansah gesang ing salebeting kawilujengan.
Gusti ingkang ugi paring pemut lan pameleh dhateng kita. Mila, manungsa ugi kedah mangertosi
piwulangipun Gusti, lan dipunestokaken ing gesangipun. Awit asring, manungsa sami mangertosi
piwulangipun Gusti, ananging boten dipunestokaken.
Kita saged sinau saking rasul Paulus nalika kintun serat dhateng pasamuwan ing kitha Rum. Paulus
ngendikakaken bilih asring manungsa punika mangertosi punapa ingkang becik. Manungsa kepengin
nindakaken punapa ingkang becik. Ananging kasunyatanipun, manungsa nglirwakaken kabecikan punika.
Kepara, manungsa nindakaken prekawis-prekawis ingkang boten sae, ingkang boten trep kaliyan
karsanipun Gusti. Punika ateges, boten cekap menawi manungsa namung mangertosi bab punapa
ingkang kedah kalampahan. Asring dosa njalari manungsa tumindak awon. Mila Rasul Paulus ngakeni,
bilih manungsa punika titah ingkang ringkih. Ananging Gusti Yesus Kristus tansah paring pitulungan. Mila,
pitados dhumateng Gusti Yesus lan ngestokaken Injilipun Gusti punika dados satunggaling jaminan
gesang ing salebeting kawilujengan.
Pasamuwan ingkang kinasih, gesang ingkang tentrem-rahayu panci saged kita raosaken menawi
kita pitados dhumateng Gusti Yesus. Ingkang kawastanan pitados punika boten namung mangertosi
piwulangipun, ananging ugi masrahaken gesang sawetahipun ing pangreksanipun Gusti. Lajeng
manungsa sami nindakaken karsanipun Gusti. Gusti kita Yesus Kristus, ing Injil Mateus ngendikakaken bab
gesang ingkang ayem. Kados pundi gesang ingkang ayem punika? Boten sanes inggih punika gesang
ingkang ajrih-asih dhumateng Gusti Yesus. Awit Gusti Yesus punika paring piwulang ingkang entheng lan
sekeca.
Nalika Gusti Yesus paring piwulang, para umat Yahudi sami kamomotan dening angger-anggering
Toret. Tundhanipun, gesang agami kalampahan kanthi awrat, awit kathah sanget paugeran ingkang kedah
dipuntindakaken. Gesang agami lajeng dados kuwajiban ingkang kaku, sanes wujuding raos sokur
dhumateng Gusti. Ing swasana punika, Gusti Yesus paring panglipur, bilih gesang miturut pitedahipun
Gusti Yesus punika sanes gesang ingkang awrat lan kathah momotan ing bab angger-angger agami.
Gesang miturut piwulangipun Gusti Yesus punika gesang ingkang ayem lan tentrem, awit gesang
adhedhasar katresnan lan kaadilan. Piwulangipun Gusti Yesus punika mratelakaken bilih kaimanan lan
kapitadosanipun manungsa dhumateng Gusti punika boten namung netepi paugeran, ananging maujud
ing laku nyata saben dinten, saben wekdal.

Pasamuwan ingkang kinasih, lumantar waosan-waosan kita ing dinten punika, kita kabereg supades
saged ngraosaken pakaryaniun Gusti ing gesang padintenan. Salajengipun, kita kabereg supados tansah
netepi dhawuhipun Gusti, bilih gesang ingkang ayem-tentrem punika tuwuh saking satunggaling
kasadharan, sanes pranatan utawi paugeran ingkang dipunlampahi kanthi kepeksa. Ananging, iman kita
dhumateng Gusti punika kita tindakaken mawi lakuning gesang ingkang adhedhasar katresnan. Amin.
Minggu, 13 Juli 2014
Minggu Biasa XVI (hijau)

Tema Perayaan Iman


Menyemai Benih Kehidupan dalam Iman, Kebenaran dan Kasih

Daftar Bacaan Kitab Suci


Bacaan I : Kejadian 25:19-34
Mazmur antar bacaan : Mazmur 119:105-112
Bacaan II : Roma 8:1-11
Bacaan Injil : Matius 13:1-9; 18-23

Tujuan Perayaan Minggu Ini


Jemaat memiliki keyakinan bahwa karakter yang buruk bisa berubah jika mereka bersedia membuka diri
kepada sabda Tuhan sebagai sumber iman, kebenaran dan kasih.

Pelengkap Bacaan Alkitab untuk Liturgi I


Berita Anugerah : I Petrus 2:9-10
Petunjuk Hidup Baru : Kolose 2:6,7
Persembahan : Mazmur 54:8

Daftar Nyanyian untuk Liturgi I


Bahasa Indonesia
Nyanyian Pujian : KJ 14:1-3
Nyanyian Pengakuan Dosa : KJ 353:1,4
Nyanyian Kesanggupan : KJ 362:1,2
Nyanyian Persembahan : KJ 288: 1-
Nyanyian Pengutusan : KJ 441:1,3

Bahasa Jawa
Kidung Pamuji : KPK BMGJ 23:1,2
Kidung Panelangsa : KPK BMGJ 50:1-4
Kidung Kesanggeman : KPK BMGJ 148:1,3
Kidung Pisungsung : KPK BMGJ 70:1-4
Kidung Pangutus : KPK BMGJ 156:1,4

Pdt. Wahyuhadi Catur Basuki (GKJ Sulursari)

Dasar Pemikiran
Pendidikan karakter saat ini menjadi satu hal penting yang perlu diajarkan, baik di lembaga formal (sekolah-
sekolah) maupun di gereja maupun keluarga. Tentu saja yang diajarkan adalah karakter yang baik, di
antaranya nilai disiplin, bertanggung jawab, peduli kepada orang lain, dan sebagainya. Alkitab sebenarnya juga
telah memberikan dasar-dasar bagi pembentukan karakter Kristiani. Namun kadang umat Tuhan masih kurang
memperhatikannya dan lebih memilih untuk menghidupi pengertiannya sendiri. Kotbah minggu ini mengajak
kita untuk bersedia membuka diri agar tumbuh sesuai karakter Kristiani dalam iman, kebenaran dan kasih.

Keterangan Tiap Bacaan


Kejadian 25:19-34
Keturunan Abraham seperti yang dijanjikan Tuhan harus berlanjut. Hanya saja, prosesnya tidak begitu lancar.
Abraham menunggu sampai usia 100 tahun, Ishak menunggu sampai umur 60 tahun. Namun keduanya
memiliki iman yang sama kuatnya. Dalam bagian kisah ini, Ishak mendoakan istrinya yang mandul (ayat 21).
Persoalan mandul memang beberapa kali diungkap dalam kisah-kisah di Perjanjian Lama. Ketika seseorang
menyerahkan masalah kemandulan kepada Tuhan, maka orang itu percaya bahwa masalah kehamilan bukan
semata-mata usaha manusia, melainkan ada campur tangan Tuhan dalam menyatunya benih dari seorang
suami dalam rahim istrinya. Tuhan menjawab doa Ishak, namun masalah tidak berhenti sampai di situ. Anak
dalam kandungan itu bertolak-tolakan di dalam rahim Ribka (ayat 22). Ribka hampir menyerah. Bisa jadi ia
sudah merasakan anaknya nanti kembar (tidak hanya satu) dan mulai bergumul bagaimana nanti perihal hak
kesulungan mereka, pasti mereka akan berkelahi. Namun Ribka segera pergi meminta petunjuk kepada Tuhan.
Jawaban Tuhan ternyata tidak menyangkal tentang akan adanya pertentangan yang akan terjadi antara kedua
anak di dalam kandungannya (ayat 23). Masalah tidak selesai, tetapi Ribka menjadi lebih tenang, buktinya ia
menyelesaikan tugasnya sampai melahirkan dan membesarkan anak-anaknya. Sambil menanti episode
berikutnya dari perjalanan Esau dan Yakub, kita disuguhi awal kisah terbentuknya bangsa Edom, pertukaran
hak kesulungan dan perbedaan pekerjaan antara penggembala dan pemburu. Semua itu dikisahkan untuk
mendukung karya Tuhan melalui umat pilihan-Nya.

Mazmur 119:105-112
Merenungkan Kitab Suci membuka pengertian untuk menerima firman yang hidup dan menghindari salah
paham berdasarkan keinginan hati sendiri. Inilah yang dimaksudkan sebagai “pelita bagi kakiku dan terang
bagi jalanku” di ayat 105. Ayat ini begitu terkenal dalam tradisi reformasi dan digunakan sebagai dasar untuk
menentukan pola hidup rohani orang Kristen yang tidak bisa lepas dari merenungkan firman Tuhan setiap hari.
Firman yang diberikan kepada umat jaman dahulu diyakini berbicara pula bagi umat masa sekarang sebagai
penuntun utama kehidupan.

Roma 8:1-11
Jelas sekali dinyatakan orientasi keinginan daging dalam bagian ini, yaitu maut dan perseteruan dengan Allah,
sehingga orang yang menuruti keinginan daging tidak berkenan kepada Allah. Dalam perikop ini Paulus tidak
bermaksud untuk menyangsikan iman jemaat Roma. Paulus justru mendorong agar mereka tetap berada di
jalan yang benar. Jalan yang benar itu ialah ketika mereka tetap berada di dalam roh Allah dan dengan
demikian memiliki Roh Kristus. Ketika Roh Allah diam di dalam umat-Nya, maka keinginan-keinginan daging
dapat dikalahkan (ayat 9) dan umat hidup dalam kebenaran (ayat 10).

Matius 13:1-9; 18-23


Makna perumpamaan tentang benih yang ditaburkan ini cukup jelas. Sang Penabur adalah Allah sendiri, benih
yang ditaburkan adalah sabda-Nya. Sedangkan perbedaan jenis tanah yang ditaburi adalah perbedaan
karakter dan kualitas penerima benih itu. Urutannya berawal dari kegagalan dan diakhiri dengan keberhasilan.
Benih yang jatuh di pinggir jalan (mendengarkan sabda dengan sambil lalu, karena itu tidak mengerti), tanah
berbatu (menerima sabda dengan gembira namun tidak berakar, sehingga hanya tahan sebentar) dan dihimpit
semak duri (menerima sabda namun diliputi kekuatiran dunia dan tipu daya kekayaan), bisa membuat
kehidupan seseorang tidak bertumbuh dengan baik. Karena itu upayakan agar hati kita menjadi tanah yang
baik dalam menerima Sabda Tuhan. Tanah yang baik berarti menerima sabda Tuhan, mengerti, sehingga dapat
berbuah. Tentulah benih yang seperti ini akan berakar (dalam iman), bertumbuh (dalam kebenaran) dan
berbuah (dalam kasih). Sebuah panggilan bagi kita.

Harmonisasi Bacaan
Dengan berpusat pada bacaan Injil dan didukung bacaan lain, maka teranglah bahwa menyediakan diri
menjadi tempat persemaian yang baik bagi benih yang ditaburkan Tuhan sangatlah penting, agar umat Tuhan
dapat hidup dalam iman, kebenaran dan kasih. Kisah Ishak dan Ribka ketika menyerahkan segala yang terjadi
ke dalam kuasa Tuhan merupakan teladan iman yang patut diperhatikan. Iman itu dapat sungguh-sungguh
berakar ketika umat Tuhan menempatkan sabda-Nya sebagai pelita dan terang yang membimbing jalan hidup
mereka (Mazmur). Umat yang imannya bertumbuh tentu akan mampu mengalahkan keinginan daging dan
hidup dalam kebenaran (Roma). Buah dari semuanya itu tak lain adalah umat mampu mewujudkan kasih
dalam kehidupan mereka.
Renungan Atas Bacaan
Karya keselamatan Allah memerlukan respon atau tanggapan dari manusia. Dia yang menaburkan benih,
manusia menyediakan diri untuk menjadi tanah yang baik bagi persemaian benih itu. Itu yang ideal. Namun
Tuhan Yesus begitu memahami karakter manusia yang kadang menerima sabda-Nya sambil lalu, hanya kagum
lalu hilang, dan terhimpit oleh kekuatiran dunia. Karakter seperti itu tidak akan membuat umat Tuhan berakar
dalam iman, bertumbuh dalam kebenaran dan berbuah dalam kasih. Tuhan memanggil umat-Nya menjadi
tempat persemaian yang baik bagi benih sabda-Nya, sehingga karakter Kristiani nampak dalam kehidupan
bersama.

Pokok dan Arah Pewartaan


Pokok pewartaan iman: Menyemai Benih Kehidupan dalam Iman, Kebenaran dan Kasih. Arahnya, jemaat
memiliki keyakinan bahwa karakter yang buruk bisa berubah jika mereka bersedia membuka diri kepada sabda
Tuhan sebagai sumber iman, kebenaran dan kasih.

KOTBAH JANGKEP Bahasa Indonesia

Judul Khotbah:
Menyemai Benih Kehidupan dalam Iman,
Kebenaran dan Kasih
Jemaat yang dikasihi Tuhan, orang Jawa memiliki sebuah ungkapan yang menarik perhatian kita:
Yen watuk ki ana tambane, ning watak kuwi ora ana tambane. Kalau batuk itu ada obatnya, tetapi watak
(karakter) itu tidak bisa berubah. Apakah benar demikian? (Saya minta tidak usah menunjuk orang lain,
tetapi periksalah diri Anda masing-masing!) Kalau memang benar demikian, apa sebabnya watak
(karakter) itu sulit berubah? Sebab paling besar adalah ketika orang menutup diri dan tidak mau
menerima masukan dari pihak lain. Memang orang harus menjadi dirinya sendiri. Tetapi diri ini tidak bisa
lepas dari konteks di mana kita hidup dan selalu berhubungan dengan orang lain.

Bagaimana jika diterapkan dalam kekristenan? Apakah karakter kita juga sulit diubah oleh karakter
Kristiani? Alkitab sebenarnya telah memberikan dasar-dasar karakter Kristiani melalui sabda Tuhan yang
diberikan bagi kita. Namun ada berbagai sikap dalam menerima sabda Tuhan seperti yang diuraikan oleh
Tuhan Yesus dalam perumpamaannya di Injil Matius 13 tadi:
- Menerima sabda Tuhan dengan sambil lalu, cepat hilang. Hal ini digambarkan dengan benih yang jatuh di
pinggir jalan lalu burung-burung memakannya. Sabda itu masuk telinga kiri, tidak sempat mampir di otak,
apalagi meresap di hati, langsung keluar dari telinga kanan. Masuk telinga kanan, tidak sempat mampir di
otak, apalagi meresap di hati, langsung bablas keluar dari telinga kiri. Tentu bagi orang seperti ini sabda Tuhan
tidak ada pengaruhnya sama sekali.
- Menerima sabda Tuhan dengan gembira, kagum, berkobar-kobar, namun tidak tahan lama, karena tidak
berakar di dalam hidupnya. Orang Jawa menyebutnya obor-obor blarak, semangat yang sesaat. Hal ini
digambarkan sebagai benih yang jatuh di tanah yang berbatu. Memang bisa tumbuh, tetapi akarnya tidak kuat
dan segera layu.
- Menerima sabda Tuhan namun terhimpit oleh kekuatiran dunia. Sabda Tuhan dianggap tidak menjawab
kebutuhan-kebutuhan manusia, buat apa percaya? Hal ini digambarkan dengan benih yang tumbuh di antara
semak duri. Sebetulnya ingin mengikuti sabda Tuhan, namun terhimpit oleh keuatiran dunia dan tipu daya
kekayaan.
- Menerima sabda Tuhan, mengerti, menghidupinya dan sungguh-sungguh berbuah. Hal ini digambarkan
sebagai benih yang tumbuh di tanah yang baik. Inilah yang diharapkan terjadi: benih (yaitu sabda Tuhan) yang
kita terima bisa berakar, bertumbuh dan berbuah dalam kehidupan.
Kita yang berkumpul saat ini tentu tidak ingin menjadi orang-orang jenis 1, 2 atau 3. Kita ingin menjadi
orang jenis keempat yang menyemai benih kehidupan dalam iman, kebenaran dan kasih.
Tentang benih iman, kita bisa belajar dari leluhur bangsa Israel dari Kitab Kejadian. Ishak dan Ribka
menyerahkan pergumulan tentang keturunan kepada Tuhan. Ishak mendoakan istrinya yang mandul.
Dengan demikian masalah kehamilan bukan usaha dan urusan manusia semata. Ada campur tangan
Tuhan di situ. Setelah Ribka hamil, ada masalah baru ketika anak dalam rahimnya bertolak-tolakan
(nantinya menjadi Esau dan Yakub). Ribka merasakan ada potensi masalah dan dalam situasi itu ia
meminta petunjuk kepada Tuhan. Memang masalah tidak selesai, tetapi Ribka menjadi lebih tenang. Itulah
benih iman yang bersemai dalam kehidupan pasangan Ishak dan Ribka, pun dari orang tua mereka
Abraham dan Sara. Menurut Sang Pemazmur, iman itu dapat sungguh-sungguh berakar ketika umat
Tuhan menempatkan sabda-Nya sebagai pelita dan terang yang membimbing jalan hidup mereka.
Apakah hidup seperti ini sudah kita jalani? Atau kita justru mudah menyerah ketika berbagai persoalan
hidup mendera?
Tentang benih kebenaran, kita mendapat nasihat Rasul Paulus agar hidup oleh Roh sehingga bisa
mengalahkan keinginan daging. Kalau ditanya, hidup Anda menurut Roh atau menuruti keinginan
daging? Dengan cepat orang menjawab: hidup menurut Roh. Tapi dalam kenyataan apakah semudah
yang diucapkan? Godaan-godaan dunia ini begitu menggiurkan, sehingga kebenaran terabaikan.
Memang benar sabda Tuhan Yesus: roh itu penurut, tetapi daging itu lemah. Jadi orang Kristen bertahun-
tahun belum tentu menjadi jaminan bagi seseorang untuk mengambil keputusan hidup berdasar iman
Kristen. Kecenderungannya justru mengikuti arus, melanggengkan karakter yang buruk tetapi dianggap
sudah lumrah. Agar tidak ikut-ikutan rusak, kita perlu mengembangkan karakter yang melawan keinginan
daging.
Tentang benih kasih, Tuhan Yesus dengan jelas menyebutnya dengan kata berbuah. Memang buah
yang dihasilkan tidak sama, kemampuan orang lain-lain. Tetapi semua harus berbuah. Di tengah kejamnya
persaingan di dunia ini, dibutuhkan sentuhan-sentuhan kasih dari mereka yang mau melakukannya.
Karakter jahat hanya akan semakin merusak kehidupan, tetapi karakter yang penuh kasih akan semakin
mengembangkan kehidupan. Bukan saatnya lagi saling menghakimi, meremehkan, memojokkan, atau
menghabisi satu sama lain. Sekarang saatnya untuk saling memahami, menghargai, mendorong serta
membangkitkan mereka yang terpuruk. Jika karakter seperti ini yang dikembangkan, niscaya hidup kita
benar-benar menghasilkan buah yang berguna.

Jemaat yang dikasihi Tuhan, sekarang pilihan ada di tangan kita masing-masing: karakter mana
yang akan kita kembangkan dalam hidup ini. Jika kita prihatin dengan kenakalan anak dan remaja di
sekitar kita, karakter mana yang akan kita ajarkan kepada generasi pewaris iman (anak-anak) kita? Jika kita
prihatin dengan kehidupan gereja yang mudah terpecah belah, karakter mana yang akan kita
kembangkan dalam kehidupan bersama di Gereja kita? Jika kita prihatin dengan kelompok-kelompok
masyarakat yang mementingkan kelompoknya sendiri, karakter mana yang akan kita kembangkan dalam
kehidupan bersama di masyarakat kita? Dari pengajaran hari ini kita yakin, bahwa watak (karakter) juga
ada obatnya. Pembaharuan karakter adalah sebuah keniscayaan (hal yang mungkin terjadi). Caranya?
Marilah kita mengupayakan diri ini menjadi tempat persemaian yang baik bagi sabda-Nya, sehingga kita
hidup dalam iman, kebenaran dan kasih. Tuhan memberi kekuatan bagi mereka yang sungguh-sungguh
mengupayakannya. Amin.
Khotbah Jangkep Bahasa Jawa

Irah-irahaning Khotbah:
Ndhedher Wijining Kauripan Wonten ing
Kapitadosan, Kayekten, lan Katresnan

Pasamuwan ingkang kinasih, kanggenipun tiyang jawi wonten unen-unen ingkang narik
kawigatosan kita: yen watuk ki ana tambane, ning yen watak kuwi ora ana tambane. Utawi, yen watuk
isa mari, ning yen watak digawa mati. Punapa kasinggihan mekaten ingkang kelampahan? (Kula suwun
boten nuding tiyang sanes, sumangga naliti dhiri kita piyambak). Menawi panci leres mekaten, punapa
sababipun dene watek punika angel dipunewahi? Jalaranipun, tiyang boten tinarbuka nampi seserepan
saking tiyang sanes. Nama leres menawi tiyang punika boten gampil miyar-miyur, nggadhahi prinsip ing
gesangipun. Nanging kita ugi mangertos bilih dhiri kita boten saged uwal saking kahanan lan lingkungan
ing pundi kita gesang, mila tansah sesambetan kaliyan tiyang sanes.
Lajeng kados pundi menawi unen-unen kala wau dipuntrapaken kangge gesangipun tiyang Kristen?
Punapa watek ingkang kita gadhahi ugi angel dipunewahi dening wewatekan Kristen? Kitab suci
sejatosipun sampun maringi dhasaring wewatekan Kristen lumantar sabda Dalem Gusti. Nanging wonten
patrap ingkang benten-benten anggenipun nanggapi sabda Dalem Gusti, kados dene ingkang
dipunwucalaken Gusti Yesus wonten ing pasemon ingkang kaserat ing Injil Mateus 13 kala wau:
Sepisan, patrap nampi sabda Dalem sakeplasan, enggal-enggal ical. Bab punika dipungambaraken
kados dene winih ingkang dhawah ing pinggiring mergi lajeng dipuntedha peksi. Sabda punika namung
lumebet ing talingan kiwa, boten kober mampir ing sirah, punapa malih ngresep ing manah, nanging
bablas medal saking talingan sisih tengen. Kanggenipun tiyang ingkang kados mekaten punika sabda
Dalem Gusti temtu kemawon boten mangaribawani.
Kaping kalih, patrap nampi sabda Dalem kanthi bingah, gumun, lan mulad-mulad, ananging boten dangu,
awit boten ngoyot ing gesangipun. Namung obor-obor blarak, semangatipun inggil nanging namung
sekedhap. Bab punika dipungambaraken kados dene winih ingkang dhawah ing padhasan. Pancen saged
tuwuh, nanging soroting srengenge ndadosaken alum.
Kaping tiga, patrap nampi sabda Dalem Gusti nanging kalindhes sumelanging jagad. Sabda Dalem Gusti
dipunanggep boten saged ngrampungi prekawis-prekawis kadonyan. Sejatosipun kepengin sanget netepi
sabda Dalem, ananging kalindhes dening sumelanging jagad lan pamblithuking kasugihan.
Kaping sekawan, patrap nampi sabda Dalem Gusti, saged mangertos, gesang manut sabda punika lan estu
ngedalaken woh. Bab punika dipungambaraken kados dene siti ingkang kasebar ing pasiten ingkang sae.
Inggih mekaten punika ingkang kedahipun lumampah: winih (inggih punika sabda Dalem Gusti) ingkang kita
tampi saged ngoyot, tuwuh ngrembaka saha ngedalaken wohing gesang.
Panjenengan sedaya ingkang makempal ing wekdal punika sasaged-saged temtu nyingkiri patrap
kapisan, kaping kalih lan kaping tiga. Kita tansah mbudidaya nggadhahi patrap kaping sekawan, nyebar
winihing gesang ingkang ngoyod ing kapitadosan, tuwuh ing kaleresan lan ngedaleken woh awujud
katresnan.
Bab winihing kapitadosan, kita saged sinau saking para leluhuripun bangsa Israel wonten ing Kitab
Purwaning Dumadi. Rama Iskak lan Ibu Ribka masrahaken prewakis tedhak turunipun dhumateng Gusti.
Rama Iskak ndedonga kangge Ibu Ribka ingkang gabug. Kanthi mekaten prekawis tiyang estri saged
ngandhut jabang bayi boten namung ngengingi pambudidayanipun manungsa kemawon. Gusti Allah
tumut makarya ing lelampahan punika. Sasampunipun Ibu Ribka ngandhut, wonten prekawis malih inggih
punika jabang bayi ing kandhutanipun sami suk-sukan, ingkang mangkenipun dados Esap lan Yakub. Ibu
Ribka saged ngraosaken bilih mangkenipun lare-lare punika boten rukun, lajeng ing kawontenan ingkang
kados mekaten Ibu Ribka nyuwun pitedah saking Gusti. Pancen perang batosipun boten rampung,
ananging sasampunipun punika Ibu Ribka langkung tentrem manahipun. Inggih mekaten punika winihing
kapitadosan ingkang tuwuh ing gesangipun Rama Iskak lan Ibu Ribka, mekaten ugi ingkang sampun
kelampah ing gesangipun Rama Abraham lan Ibu Sarah. Miturut Sang Juru Mazmur, kapitadosan saged
ngoyod saestu nalika umatipun Gusti mapanaken sabda Dalem minangka dilah lan pepadhang ingkang
nuntun lampah gesangipun. Punapa lampah gesang kita inggih kados mekaten punika? Utawi
kosokwangsulipun kita malah gampil nyerah nalika mawerni karibedan nempuh gesang kita?
Bab winihing kaleresan, kita pikantuk pitedah saking Rasul Paulus supados gesang manut Sang Roh
matemah kita saged ngawonaken pepenginaning daging. Menawi kita dipunsuwuni pirsa: gesang
panjenengan manut Sang Roh utawi nuruti pepenginganing daging? Enggal-enggal sami mangsuli:
gesang manut Sang Roh… Nanging wonten ing kanyatan punapa gampil kados dene pangucap?
Panggodha ing jagad punika estu nengsemaken, mila kaleresan keslamur. Pancen leres sabdanipun Gusti
Yesus: roh iku cumadhang, nanging daging iku ringkih. Dados tiyang Kristen mataun-taun boten jaminan
tiyang punika saged mendhet putusan adhedhasar iman Kristen. Kathahipun malah keli, ngipuk-ipuk
watek ingkang awon nanging sampun dipunanggep limrah. Supados boten ndherek risak, kita prelu
ngrembakaken wewatekan ingkang nglawan pepenginaning daging.
Bab winihing katresnan, Gusti Yesus kanthi cetha ngendikakaken bab ngedalaken woh. Kita saged
nampi bilih woh ingkang dipundalaken boten sami, kesagedanipun tiyang mawerni-werni. Nanging
sedaya kedah tetep ngedalaken woh. Ing madyaning gesang ingkang kebak memengsahan punika,
dipunbetahaken tumindak katresnan saking tiyang-tiyang ingkang purun nindakaken. Wewatekan dursila
badhe sangsaya ngrisak gesang punika, nanging wewatekan ingkang kebak katresnan badhe ndadosaken
gesang punika saged ngrembaka. Sapunika sanes wekdalipun sami dene njeksani, ngremehaken,
ngucilaken lan merjaya. Sapunika wekdalipun sami dene nampi, ngaosi, nyengkuyung lan nangekaken
ingkang dhumawah. Menawi wewatatekan ingkang kados mekaten ingkang dipunwujudaken, gesang
punika saestu ngedalaken who ingkang migunani.
Pasamuwan ingkang kinasih, sapunika kita ingkang milih: wewatekan ingkang pundi ingkang badhe
kita ngrembakaken ing gesang punika. Menawi kita prihatos awit pokalipun lare lan remaja ing kiwa
tengen kita, wewatekan punapa ingkang badhe kita wucalaken kangge ahli waris iman utawi anak-anak
kita? Menawi kita prihatos awit gesangipun pasamuwan ingkang gampil kapecah, wewatekan punapa
ingkang kedah kita ngrembakaken? Menawi kita prihatos awit wonten sawetawis golonganing masyarakat
ingkang mentingaken dhirinipun utawi golonganipun piyambak, wewatekan punpa ingkang badhe kita
udi? Saking piwucal dinten punika, watek ana tambane. Ngewahi wewatekan dados langkung utama
minangka bab ingkang boten mokal lan saged kelampahan. Kados pundi caranipun? Sumangga kita
dados papan sumebaring winih sabda Dalem ingkang sae, matemah kita gesang ing salebeting
kapitadosan, kaleresan lan katresnan. Gusti paring kekiyatan dhateng tiyang ingkang estu-estu
mbudidaya. Amin.
Minggu, 20 Juli 2014
Minggu Biasa XVII (hijau)

Tema Perayaan Iman


Menjadi Penyemai “Gandum” Kebenaran

Daftar Bacaan Kitab Suci


Bacaan I : Kejadian 28:10-19a
Mazmur antar bacaan : Mazmur 139:1-12, 23-24
Bacaan II : Roma 8:12-25
Bacaan Injil : Matius 13:24-30, 36-43

Tujuan Perayaan Iman


Jemaat dimampukan untuk mempunyai kedaulatan dalam hidup. Sebab untuk bisa menjadi penyemai
gandum kebenaran, harus dimulai dari hidup yang berdaulat terhadap dirinya sendiri.

Pelengkap Bacaan Alkitab untuk Liturgi I


Berita Anugerah : Yohanes 8:36
Petunjuk Hidup Baru : Matius 5:37
Persembahan : Mazmur 54:8

Daftar Nyanyian untuk Liturgi I


Bahasa Indonesia
Nyanyian Pujian : KJ 19:1-3
Nyanyian Penyesalan : KJ 27:1
Nyanyian Kesanggupan : KJ 39:1,2
Nyanyian Persembahan : KJ 403:1-
Nyanyian Pengutusan : KJ 341:1,3

Bahasa Jawa
Kidung Pamuji : KPK BMGJ 17:1,2
Kidung Panelangsa : KPK BMGJ 46:1,3
Kidung Kasanggeman : KPK BMGJ 154:1,2
Kidung Pisungsung : KPK BMGJ 183:-1-
Kidung Pangutusan : KPK BMGJ 171:1

Pdt. Radhitya Wisnu Pratama (GKJ Karangdowo)

Dasar Pemikiran
Jika kita amati kehidupan para pejabat atau petinggi di negara kita semakin naik kedudukannya semakin tidak
jelas perilaku hidupnya. Yakni dengan mudahnya melakukan tindakan korupsi, skandal dan penipuan. Ada
akibat tentu ada sebab, bisa jadi hal ini disebabkan karena sejak kecil kurang mendapatkan pendidikan
karakter atau budi pekerti. Sejak kecil tidak ditanamkan nilai-nilai luhur tentang kehidupan. Sehingga ketika
sudah merasa berada di puncak karier yang terjadi adalah ketidakmampuan untuk mengendalikan diri. Tidak
mampu untuk berjalan dalam kebenaran. Pejabat yang dari Kristiani juga setali tiga uang, sama saja ketika
tengah berkuasa semakin tidak jelas hidupnya. Ikut-ikutan korupsi, terlibat dalam skandal dengan beberapa
wanita dan turut menipu orang lain untuk bisa meloloskan diri dari jerat hukum. Tentunya atas kenyataan yang
demikian, Gereja turut prihatin dan perlu mengkaji ulang visi dan misinya.
Setiap Gereja harus bisa memperlihatkan kedaulatannya sebagai lembaga yang menjaga moralitas, kejujuran
dan kebenaran. Jika gereja sudah kehilangan kedaulatannya, maka gereja tidak akan bisa menjadi penyemai
gandum kebenaran.

Keterangan Tiap Bacaan


Kejadian 28:10-19a
Yakub dipersiapkan oleh Allah untuk bisa menerima tanah dan keturunan yang tidak terhitung jumlahnya serta
penyertaan Tuhan di sepanjang hidupnya. Tanah dapat dipahami sebagai tempat berdaulat, di tempat inilah
Yakub dikehendaki untuk bisa hidup dalam kedaulatan yang dikehendaki oleh Allah. Dan bertambahnya
jumlah keturunan bisa dipahami semakin bertambahnya kekuatan dan kuasa untuk bisa semakin hidup
berdaulat di suatu tempat. Dengan demikian jelaslah bagi kita semua bahwa Allah mempersiapkan Yakub
untuk bisa hidup berdaulat.

Mazmur 139:1-12, 23-24


Menurut si pemazmur pengakuan tertinggi dalam hidup umat manusia adalah ketika bisa mengakui bahwa di
hadapan Allah tidak ada yang bisa disembunyikan. Allah melihat semua gerak hidupnya, untuk itu jalan yang
harus diambil adalah terus-menerus menyelaraskan gerak hidupnya seperti yang Allah kehendaki. Kata-kata
selidikilah aku, kenallah hatiku, ujilah aku dan lihatlah, apakah jalanku... Membuktikan kesadaran si pemazmur
bahwa hal yang terutama dalam hidup adalah ketika gerak hidup ini selaras dengan yang dikehendaki oleh
Allah.

Roma 8:12-25
Paulus menjelaskan kepada jemaat di Roma, bahwa hidupnya harus mempunyai pengharapan. Pengharapan
itulah yang akan memampukan jemaat untuk bisa hidup sebagai anak Allah. Kekuatan manusia untuk bisa
hidup sebagai anak Allah dan tetap mempunyai pengharapan adalah ketika meletakkan dirinya dalam
tuntunan Roh Allah. Melalui tuntunan Roh Allah, jemaat akan dimerdekakan dari perbudakan kebinasaan dan
masuk ke dalam kemerdekaan kemuliaan anak-anak Allah.

Matius 13:24-30, 36-43


Melalui Injil Matius 13:24-30, 36-43 ini Tuhan Yesus sedang memberikan penjelasan tentang makna dari
Kerajaan Allah. Benih baik adalah Anak Manusia, ladang adalah dunia. Benih gandum adalah anak-anak
Kerajaan Allah dan lalang adalah anak-anak si jahat. Musuh yang menaburkan benih lalang ialah iblis, meski
tidak ditanam secara otomatis lalang akan tumbuh di sekitar tanaman gandum. Demi untuk menjaga tanaman
gandum agar bisa bertumbuh dan berbuah, lalang tidak boleh disingkirkan. Melalui perumpamaan gandum
dan lalang ini, Tuhan Yesus menjelaskan bahwa benih yang baik akan tetap tumbuh dan berbuah dan
mendatangkan hasil meski diperhadapkan dengan banyaknya persoalan.
Hidup dalam Kerajaan Allah adalah hidup yang berdaulat. Hidup di dalam Kerajaan Allah, memampukan para
murid untuk mempunyai kesabaran, toleransi dan kesetiaan sampai pada masa panen tiba yakni
kesempurnaan keselamatan.

Harmonisasi Bacaan
Jika kita perhatikan masing-masing bacaan menekankan betapa pentingnya umat Tuhan untuk mempunyai
kedaulatan dalam hidupnya. Meskipun diperhadapkan dengan situasi yang sulit, identitas diri sebagai anak-
anak Allah harus tetap dapat diperlihatkan. Untuk itu agar hidup umat Tuhan semakin bisa berdaulat, tetap
dapat memperlihatkan kebenaran, satu-satunya jalan adalah dengan meletakkan hidup di dalam kuasa Tuhan.
Jangan malah bersembunyi atau berlari dari hadapan Tuhan ketika sedang diperhadapkan dengan masalah.
Tetapi harus semakin mendekat kepada Allah. Hidup yang semakin berdaulat adalah hidup yang semakin
mengandalkan penyertaan Tuhan.

Pokok dan Arah Pewartaan


Pokok pewartaan dan perayan iman Minggu ini adalah pentingnya umat untuk mempunyai kedaulatan hidup.
Kedaulatan hidup bisa diperoleh jika umat menjalani hidup dalam kuasa Tuhan. Hidup dalam kuasa Tuhan,
memampukan umat untuk mempunyai kesabaran, toleransi dan kesetiaan dalam memperlihatkan kebenaran
Tuhan hingga sampai pada masa Tuhan menyempurnakan kemuliaan hidup. Menjadi penyemai gandum
kebenaran dapat diwujudkan jika umat bersedia menjalani hidup dalam kuasa Tuhan.

Khotbah Jangkep Bahasa Indonesia

Judul Khotbah:
Menjadi Penyemai “Gandum” Kebenaran
Jemaat yang dikasihi Tuhan Yesus, benih yang baik sangat diperlukan oleh para petani, biasanya
sebelum menebar benih para petani memulai dengan memisahkan antara benih yang baik dan yang tidak
baik. Caranya adalah benih yang akan disebar dimasukkan kedalam air yang sudah dikasih garam. Untuk
mengukur kadar garam sudah cukup atau belum adalah dengan memasukkan sebutir telur bebek dan jika
terapung maka kandungan garam dalam air sudah cukup. Barulah benih dimasukkan, setelah beberapa
saat akan terlihat ada yang terapung dan yang tenggelam. Benih yang terapung adalah benih yang tidak
baik, benih yang baik adalah yang tenggelam dan hanya benih yang tenggelam yang ditanam.
Disamping pengadaan pupuk alami (buatan sendiri), pemilihan benih adalah satu upaya yang
dilakukan oleh para petani untuk bisa menjadi petani yang berdaulat. Keluhan di dunia pertanian saat ini
adalah hilangnya kedaulatan dalam bertani. Pentingnya kedaulatan dalam hidup, tentu tidak hanya
dirasakan oleh para petani. Tetapi juga dirasakan oleh setiap umat manusia tak terkecuali umat Kristiani.
Umat Kristiani harus bisa memperlihatkan hidup yang bedaulat. Hidup yang berdaulat adalah hidup
yang dijalani dalam kuasa Tuhan. Perintah untuk bisa memperlihatkan hidup yang berdaulat dapat kita
temukan dalam sabda Allah yang kita baca, yakni dalam Injil Matius 13:24-30, 36-43. Ayat 24-30, Tuhan
Yesus memberikan perumpamaan, dan pada ayat 36-43 Tuhan Yesus memberikan penjelasan terhadap
perumpamaan tersebut.
Melalui Injil Matius 13:24-30, 36-43 ini Tuhan Yesus sedang memberikan penjelasan tentang makna
dari Kerajaan Allah. Benih baik adalah Anak Manusia, ladang adalah dunia. Benih gandum adalah anak-
anak Kerajaan Allah dan lalang adalah anak-anak si jahat. Musuh yang menaburkan benih lalang ialah
iblis, lalang akan tumbuh di sekitar tanaman gandum. Demi untuk menjaga tanaman gandum agar bisa
bertumbuh dan berbuah, lalang tidak boleh disingkirkan. Melalui perumpamaan gandum dan lalang ini,
Tuhan Yesus menjelaskan bahwa tumbuhnya benih yang baik tidak boleh menyingkirkan munculnya
lalang. Namun waktunya akan tiba untuk memisahkan benih yang baik dari lalang.
Hidup dalam Kerajaan Allah adalah hidup yang berdaulat. Hidup didalam Kerajaan Allah,
memampukan para murid untuk mempunyai kesabaran, toleransi dan kesetiaan sampai pada masa panen
tiba yakni kesempurnaan keselamatan. Ketika masa panen tiba, akan kelihatan mana anak-anak Kerajaan
Allah dan mana yang bukan.
Jemaat yang dikasihi Tuhan Yesus, saat ini, jika kita amati kehidupan para pejabat atau petinggi di
negara kita semakin naik kedudukannya semakin tidak jelas perilaku hidupnya. Yakni dengan mudahnya
melakukan tindakan korupsi, skandal dan penipuan. Ada akibat tentu ada sebab, bisa jadi hal ini
disebabkan karena sejak kecil kurang mendapatkan pendidikan karakter atau budi pekerti. Sejak kecil
tidak ditanamkan nilai-nilai luhur tentang kehidupan. Sehingga ketika sudah merasa berada di puncak
karier yang terjadi adalah ketidakmampuan untuk mengendalikan diri. Tidak mampu untuk berjalan dalam
kebenaran. Pejabat yang dari Kristiani juga setali tiga uang, sama saja ketika tengah berkuasa semakin
tidak jelas hidupnya. Ikut-ikutan korupsi, terlibat dalam skandal dengan beberapa wanita dan turut
menipu orang lain untuk bisa meloloskan diri dari jerat hukum. Tentunya atas kenyataan yang demikian,
Gereja turut prihatin dan perlu mengkaji ulang visi dan misinya.
Setiap Gereja harus bisa memperlihatkan kedaulatannya sebagai lembaga yang menjaga moralitas,
kejujuran dan kebenaran. Jika gereja sudah kehilangan kedaulatannya, maka gereja tidak akan bisa
menjadi penyemai gandum kebenaran. Agar Gereja dan jemaat Tuhan bisa menjadi penyemai gandum
kebenaran maka harus bisa memperlihatkan hidup yang berdaulat. Dan satu-satunya cara untuk
mempunyai hidup yang berdaulat adalah meletakkan hidup di dalam kuasa Tuhan. Amin.

Khotbah Jangkep Basa Jawa

Irah-irahaning Khotbah:
Dados Tukang Ndhedher “Gandum” Kayekten
Pasamuwan kinasih ing patunggilanipun Gusti Yesus Kristus, para petani supados panenipun sae
sami mbetahaken winih ingkang sae/unggul. Adat sabenipun saderengipun nanem, para petani
misahaken rumiyin antawisipun winih ingkang sae kaliyan ingkang boten sae. Caranipun inggih menika,
winih ingkang badhe dipuntanem dipunkum rumiyin wonten ing toya ingkang sampun dipuncampur
sarem. Kangge ngukur kadar sarem, biasanipun para petani mendet telur bebek lajeng dipuncelupaken
menawi telur menika kumambang kandungan sarem sampun cekap. Sasampunipun proses ngukur kadar
sarem sampun cekap lajeng mendet winih dipuncelupaken, ketingal winih ingkang ambles lan
kumambang. Winih ingkang kumambang menika winih ingkang boten sae, winih ingkang sae menika
ingkang saged ambles.
Pupuk lan winih menika kabetahan dasar tumrap para petani, supados saged dados petani ingkang
mandiri/berdaulat, mila kedah saged damel pupuk lan winih piyambak. Ing wekdal punika kathah para
petani ingkang boten mandiri. Boten nggadhahi kedaulatan tumrap dhirinipun piyambak ing salebeting
nanem. Pupuk kedahipun saged damel piyambak awit bahan kangge damel pupuk taksih cumawis.
Ananging nyatanipun para petani remen tumbas, kanthi alesan boten repot kantun ngecakaken.
Kamongko reginipun pupuk sakmenika sampun awis. Makaten ugi ing babagan winih, saben badhe
nanem para petani kedah tumbas winih ingkang reginipun boten mirah. Saksampunipun dipun sebar,
kathah ingkang boten tukul awit winihipun boten sae. Menika bukti bilih petani sampun boten nggadhahi
kedaulatan tumrap dhirinipun piyambak.
Pasamuwan kinasih ing patunggilanipun Gusti Yesus Kristus, kedaulatan gesang menika babagan
ingkang wigati boten namung tumrap para petani, ananging tumrap sadaya gesangipun manungsa
kalebet gesanging pasamuwan. Pasamuwan kedah saged ngetingalaken gesang ingkang berdaulat, boten
gumantung kaliyan tiyang sanes. Supados pasamuwan saged nggadhahi gesang ingkang berdaulat,
gesang menika kedah kalampahan wonten ing salebeting panguwaosipun Gusti. Gusti Yesus ngersakaken
supados pasamuwan saged ngetingalaken gesang ingkang berdaulat. Injil Matius 13:24-30, 36-43,
pasemon alang-alang ing satengahe gandum, ayat 24-30 Gusti paring pasemon lajeng ayat 36-43 Gusti
nerangaken redining pasemon. Pasemon menika kagem nerangaken Kratoning Swarga ingkang
dipunrawuhaken dening Gusti Yesus. Wiji sae menika pasamuwan ingkang sampun nampeni pawartos
kasaenan saking Gusti Yesus. Lajeng alang-alang menika para anake si pangawak dursila.
Kalanipun taksih dados wiji lan kasebar, dereng saged kapisahaken antawisipun wiji gandum lan
alang-alang. Sareng sampun thukul lan ngrembaka, nembe saged dipunbedakaken pundi ingkang wiji sae
utawi gandum lan pundi ingkang alang-alang. Ananging, sinaosa sampun saged dipunbedakaken mboten
saged dipunpisahaken. Menawi badhe dipunbedholi rumiyin ingkang alang-alang, mangke malah saged
ngrisak taneman gandum. Awit oyodipun taneman gandum saged tumut kabedhol kalanipun mbedhol
taneman alang-alang. Pramila menika dipun entosi ngantos dumugi wekdalipun panen.
Lumantar pasemon menika piwucal ingkang saged kita tampi inggih menika thukul lan
ngrembakanipun kapitadosan boten badhe nyingkiraken pepalang. Makaten ugi pepalang lan reridu sarta
werni-werni perkawis kedahipun boten saged mejahi kapitadosan. Pepalang kedahipun saged dados
pancatan kangge ngrembakakaken kapitadosan, sangsaya ngrembaka ngantos dumugi wekdalipun
nampeni kasampurnanipun kamulyan.
Gesang ingkang berdaulat inggih menika ingkang kalampahan wonten ing salebeting
pamarentahanipun Gusti Allah. Gesang ing salebeting pamarentahanipun Allah nyagedaken pasamuwan
anggenipun nggadhahi manah ingkang sareh, tinarbuka boten gampil kaereh dening kahanan, ngantos
dumugi kasampurnaning kamulyan. Sasampunipun dumugi wekdalipun panen, saged dipunbedakaken
antawisipun pasamuwan kagunganipun Gusti lan ingkang boten.
Pasamuwan kinasih ing patunggilanipun Gusti Yesus Kristus, wekdal menika ingkang asring kita
sumerepi, kalanipun tiyang sami nampeni kanugrahan ing babagan pedamelan sae menika jabatan
ingkang sangsaya minggah punapa penghasilan ingkang sangsaya kathah, lampah gesangipun sangsaya
boten cetha. Lajeng gampil nindakaken korupsi, dhumawah ing patrap ingkang boten sae kados ta gampil
selingkuh malah ngantos nglampahi skandal kaliyan kathah wanita.
Wonten akibat temtu wonten sebab, lampah gesang ingkang sangsaya boten cetha kalanipun
nampeni kanugrahan mbok menawi karana kirang anggenipun nampi piwucal ing babagan budi pakerti
lan moral. Mila kalanipun ngrumaosi sampun sukses lajeng rumaos bebas anggenipun badhe nindakaken
punapa-punapa boten rumaos lepat lan dosa. Temtu mrihatosaken sanget, kedahipun sangsaya nampeni
kanugrahan sangsaya ngaturaken panuwun lan sangsaya peduli kaliyan gesangipun sesami, ingkang
asring kalampahaan malah sangsaya boten cetha lan sangsaya boten saged ngendhaleni dhirinipun.
Mbok menawi kita lajeng tuwuh pitakenan, pejabat ingkang saking kristen kados pundi? Inggih sami
mawon, kalanipun sangsaya sukses, sami anggenipun sangsaya mboten cetha, sami anggenipun
nglampahi skandal kaliyan pinten-pinten wanita. Pramila menika ningali lampah gesang ingkang makaten,
greja kedah sami ningali malih visi lan misinipun. Menapa saestu sampun ngetingalaken winih ingkang
sae, ingkang tetep ngrembaka kanthi sae, menapa malah ketingal anggenipun sampun dados alang-
alang?
Saben greja kedahipun saged ngetingalaken gesang ingkang berdaulat, dados lembaga ingkang
saestu mbudidaya lestantuning moral ingkang sae, kaadilan lan kajujuran sarta kayektosan. Sampun
ngantos greja kecalan adegipun, awit menawi greja sampun kecalan adegipun, greja sampun boten saged
malih dados duta kangge ndheder kayektosan mawujud lan ngrembaka ing bumi. Kanthi makaten,
supados greja lan pasamuwan kagunganipun Gusti saged dados duta ingkang ndheder kayektosan,
kedah saged nglampahi gesang ingkang berdaulat. Inggih menika tansah sumendhe wonten ing
panguwaosipun Gusti. Sugeng dados dutanipun Gusti, ingkang tansah wantun ndheder kayektosan
mawujud wonten ing gesang padintenan. Amin.
Minggu, 27 Juli 2014
Minggu Biasa ke-17 (Hijau)

Tema Perayaan Iman


Menyemai Anak-anak Kerajaan Sorga

Daftar Bacaan Kitab Suci


Bacaan I : Kejadian 29:15-28
Mazmur Antar Bacaan : Mazmur 105:1-11, 45
Bacaan II : Roma 8:26-39
Bacaan Injil : Matius 13:31-33, 44-52

Tujuan Perayaan Iman


Jemaat menemukan arti penting menyemai dan merawat anak-anak Kerajaan Sorga sebagai pewaris perjanjian
kasih karunia

Pelengkap Bacaan Alkitab untuk Liturgi I


Berita Anugerah : Matius 8:11-12
Petunjuk Hidup Baru : Matius 5:19
Persembahan : Matius 6:31-34

Daftar Nyanyian untuk Liturgi I


Bahasa Indonesia
Nyanyian Pujian : KJ 292:1,2
Nyanyian Penyesalan : KJ 39:1,5
Nyanyian Kesanggupan : KJ 422:1,2
Nyanyian Persembahan : KJ 439:1-...
Nyanyian Pengutusan : KJ 432:1,2

Bahasa Jawa
Kidung Pamuji : KPK BMGJ 172:1,2
Kidung Panelangsa : KPK BMGJ 49:1,3
Kidung Kasanggeman : KPK BMGJ 81:1,3
Kidung Pisungsung : KPK BMGJ 137:1-…
Kidung Pangutusan : KPK BMGJ 207:1,2

Pdt. Setiyadi (GKJ Ngentakrejo)

Dasar Pemikiran
Pada Minggu terakhir bulan Juli, Gereja Kristen Jawa hendak memberi perhatian pada pentingnya merawat
anak-anak Kerajaan Sorga. Hal ini selaras dengan tema bulan Juli yang memberi perhatian pada eksistensi
anak-anak sebagai pewaris Kerajaan Sorga. Dengan perhatian kepada anak-anak sejatinya Gereja turut serta
menyemai kehidupan. Kehidupan sejati adalah perihal bagaimana nilai-nilai Kerajaan Sorga tumbuh dan
berkembang. Bagaimana mengembangkan nilai-nilai Kerajaan Sorga, dari generasi ke generasi akhirnya
penting menjadi dasar perayaan iman minggu biasa ke-17 ini.
Keterangan Tiap Bacaan
 Kejadian 29:15-28
Kisah Yakub ketika mendapatkan istri dalam Kejadian 29:15-28 ini mengungkapkan pula suatu tradisi pada
zaman itu. Seorang adik tidak boleh mendahului kakaknya untuk menikah. Hal mana dijelaskan melalui
penuturan Laban ketika Yakub harus mendapatkan Lea terlebih dahulu. "Tidak biasa orang berbuat demikian
di tempat kami ini, mengawinkan adiknya lebih dahulu dari pada kakaknya.” (ay.26). Terhadap tradisi yang
berlaku ini, Yakub menurut, tidak memprotes berlebihan kepada Laban. Padahal dia bisa saja marah-marah
dengan hebat karena merasa ditipu.
Sikap Yakub yang menghormati tradisi setempat ini pantas menjadi permenungan sebagai Gereja yang
tumbuh dan berkembang di bumi Jawa. Menjadi Gereja di bumi Jawa, “memasuki” relung budaya setempat
(inkulturasi) tentunya adalah sebuah kemestian. Setelah menemukan pandangan hidup yang menjadi world
view budaya setempat maka Gereja selanjutnya memakai sebagai perspektif untuk menemukan dan
merayakan cinta kasih Allah. Seperti Yakub yang demi cintanya kepada Rahel, sehingga waktu tujuh tahun
terasa sebentar saja. Terhadap kenyataan adanya tradisi perkawinan yang mengharuskan ia kawin dulu dengan
Rahel pun tidak dipersoalkan berlama-lama. Yakub menghormati tradisi dalam kerangka demi cintanya kepada
Rahel.

 Mazmur 105:1-11, 45
Mazmur ini bercorak pujian. Pemazmur mengajak umat untuk bereaksi atas karya Allah. Karya penyelamatan
yang dilakukan atas semua keturunan Abraham dan Yakub, yang selalu diteguhkan melalui perjanjian-Nya.
Reaksi yang diharapkan oleh pemazmur memiliki dua dimensi. Dimensi lahiriah dengan pujian melalui mulut
(ay. 1-3) dan dimensi batiniah melalui perenungan mencari TUHAN dan kekuatan-Nya dan selalu mencari
wajah-Nya (ay. 4). Pujian melalui perenungan batin ini selalu ditopang dengan pentingnya mengingat
perbuatan-perbuatan ajaib yang dilakukan TUHAN dalam sejarah keselamatan (ay. 5).
Sebagai Mazmur antar bacaan untuk menanggapi bacaan I, Mazmur ini mengingatkan pada pentingya
kelangsungan keturunan Yakub melalui pernikahannya dengan Lea dan Rahel. Dengan demikian perjanjian
yang diikat dengan Abraham dan sumpah yang disampaikan kepada Ishak tetap terpelihara. Akhirnya,
memelihara karya Allah yang selalu mendapatkan peneguhan melalui perjanjian kasih karunia menjadi
keutamaan umat kepunyaan Tuhan. Keutamaan inilah yang memungkinkan bagi perwujudan Kerajaan Sorga.
Pentingnya hal ini ditegaskan pemazmur pada bagian akhir, “… supaya mereka tetap mengikuti ketetapan-
Nya, dan memegang segala pengajaran-Nya. Haleluya!”

 Roma 8:26-39
Mengapa berdoa bagi pemimpin penting? Baik pemimpin dalam institusi duniawi maupun institusi
keagamaan, tujuannya supaya melalui mereka semakin menjelaskan eksistensi Allah yang bekerja atas mereka
untuk mendatangkan kebaikan bagi semua orang semakin nyata (ay.28). Ketika Rasul Paulus mendorong
jemaat di Roma untuk berdoa, rupanya dalam semangat ini. Bagi Rasul Paulus, eksistensi orang-orang kudus
penting untuk selalu didoakan. Dari merekalah, umat banyak belajar tentang bagaimana mengasihi Allah,
sekaligus bagaimana menemukan panggilan menurut rencana Allah. Sekalipun, untuk mengasihi Allah dan
hidup dalam rencana panggilan-Nya harus menghadapi banyak tantangan dan penderitaan (ay.35).
Yang menggembirakan, ternyata selalu ada bantuan rahmat untuk setiap orang yang mau berdoa. Di sinilah
eksistensi Roh Kudus yang selalu membantu, terutama saat dalam kelemahan (ay.26). Bertekun dalam doa,
demi menyebarnya kebaikan, sejatinya hendak menegaskan pada diri yang tidak akan pernah terpisah dari
kasih Kristus. Allah selalu berpihak kepada orang-orang yang mencintai kebaikan bagi banyak orang. Orang
yang mencintai kebaikan untuk banyak orang adalah orang-orang yang tidak memisahkan diri dari kasih
Kristus, mengingat kasih Kristus merupakan sumber kebaikan bagi setiap makhluk. Dari kasih Kristuslah
mengalir keselamatan. Tidak heran bila Rasul Paulus secara total membaktikan hidupnya demi langgengnya
kasih Kristus bagi semesta raya. Tidak heran bila keyakinan ini dirumuskan secara gagah demikian: “Sebab aku
yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang
ada sekarang, maupun yang akan datang, atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah,
ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus
Yesus, Tuhan kita.”
 Matius 13:31-33, 44-52
Bacaan Injil ini merupakan bagian pengajaran Tuhan Yesus tentang Kerajaan Sorga. Istilah Kerajaan Sorga
memang khas Matius, yang tidak ingin sembarangan menyebut nama Allah. Bagi Matius, istilah Kerajaan Sorga
cukup untuk menjelaskan hal Allah yang me-Raja. Seperti apakah Kerajaan Sorga itu?
Hal Kerajaan Sorga oleh Tuhan Yesus diumpamakan biji sesawi yang diambil dan ditaburkan orang di
ladangnya. Dari biji yang paling kecil dari jenis sayuran itu, ternyata tumbuh sayuran yang paling besar, bahkan
menjadi pohon yang memungkinkan burung-burung di udara bersarang pada cabang-cabangnya.
Berikutnya, hal Kerajaan Sorga diumpamakan ragi yang diambil seorang perempuan dan diadukkan ke dalam
tepung terigu yang membuat khamir seluruhnya.
Selain itu, Kerajaan Sorga diibaratkan harta yang terpendam di ladang yang ditemukan orang, lalu
dipendamkannya lagi. Oleh sebab sukacitanya pergilah ia menjual seluruh miliknya lalu membeli ladang itu.
Hal Kerajaan Sorga juga diumpamakan seorang pedagang yang mencari mutiara yang indah. Setelah
ditemukannya mutiara yang sangat berharga, ia pun pergi menjual seluruh miliknya lalu membeli mutiara itu.
Akhirnya, hal Kerajaan Sorga diibaratkan pukat yang dilabuhkan di laut, lalu mengumpulkan berbagai-bagai
jenis ikan. Setelah penuh, pukat itu pun diseret orang ke pantai, lalu duduklah mereka dan mengumpulkan
ikan yang baik ke dalam pasu dan ikan yang tidak baik mereka buang.
Bagian akhir pengajaran-Nya tentang Kerajaan Sorga, Tuhan Yesus mengungkapkan bahwa pada akhir zaman
malaikat-malaikat akan datang memisahkan orang jahat dari orang benar, lalu mencampakkan orang jahat ke
dalam dapur api; di sanalah akan terdapat ratapan dan kertakan gigi.
Bagi para murid waktu itu, penjelasan tentang Kerajaan Sorga ternyata gampang untuk dimengerti. Kerajaan
Sorga jelas tidak bisa diremehkan, karena mendatangkan perlindungan dan kenyamanan. Bahkan, Kerajaan
Sorga sejatinya adalah hal yang sangat bernilai dan mendatangkan sukacita sempurna. Melalui pengajaran ini,
Tuhan Yesus mengharapkan supaya para murid mengabdi demi Kerajaan Sorga ini.

Harmonisasi Bacaan Leksionari


Nada pentingnya merawat tradisi dalam bacaan I bergema sangat kuat berdasarkan pengalaman Yakub.
Terkesan, bahwa dalam setiap tradisi yang baik sebenarnya ada karya Allah di sana. Mazmur antar bacaan
menerangkan perihal tersebut. Kebaikan, terutama yang sudah menjadi tradisi perlu terus dipelihara dan
dirawat supaya semakin banyak orang yang mengalami kebaikan Allah. Di sinilah pentingnya doa, yang
mendatangkan bantuan rahmat bagi terselenggaranya segala kebaikan bagi semua orang. Hal mana ini
menggema begitu rupa dalam surat Rasul Paulus kepada jemaat di Roma. Melalui bacaan Injil, segala yang
baik dan berharga dalam hidup ini menjadi penjelasan utama perihal Kerajaan Sorga. Demikianlah, betapa
bacaan minggu ini menemukan harmoninya.

Renungan Atas Bacaan


Ketika mendengar kata “anak-anak”, barangkali yang terbayang adalah kenakalannya, tidak mau diam ketika
ibadah, dan penuh dengan segala kerewelannya. Ketika mendengar “anak-anak Kerajaan Sorga” barangkali
perspektif di atas akan bergeser, mengingat Kerajaan Sorga memang tidak bisa diremehkan. Ketika oleh Tuhan
Yesus diibaratkan sebagai biji sesawi, hal ini menjadi jelas. Dari biji sayuran yang paling kecil itu, akan tumbuh
menjadi sayuran yang paling besar, hingga menjadi pohon yang bisa dipakai bersarang burung-burung.
Anak-anak adalah pewaris Kerajaan Sorga, karenanya penting untuk dirawat. Merawat anak-anak Kerajaan
Sorga sejatinya adalah tindakan iman yang diresapi kesadaran adanya potensi baik dalam diri setiap anak-
anak. Dalam diri merekalah ada potensi, ada harta terpendam dan mutiara yang indah, ada harapan yang
membuat kehidupan menjadi indah karena keberadaan mereka.
Supaya potensi ini dapat berkembang dengan baik, doa menjadi penting. Isi doa adalah mohon bantuan
rahmat, supaya anak-anak Kerajaan Sorga menemukan perannya yang signifikan dalam memperindah tata
kehidupan. Dari mereka, nanti akan tampil para pemimpin yang diharapkan semakin menjelaskan eksistensi
Allah yang bekerja atas mereka untuk mendatangkan kebaikan bagi semua orang semakin nyata. Ketika Rasul
Paulus mendorong jemaat di Roma untuk berdoa, rupanya dalam semangat ini.
Sebagaimana Laban, orang tua –yang dalam hal ini bisa berarti Gereja sebagai institusi– terpanggil untuk
mewariskan tradisi yang baik dengan mengajarkan dan memberi teladan. Dengan cara pengajaran yang baik
dan memanusiakan anak-anak, niscaya anak-anak pun akan menghargai tradisi sebagaimana Yakub. Dengan
demikian kita pun tahu bahwa Allah sungguh turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan
kebaikan.

Pokok Dan Arah Pewartaan


Berdasarkan perenungan di atas, pewartaan Minggu biasa ke-17 pantas mengedepankan pentingnya merawat
anak-anak Kerajaan Sorga. Arah yang hendak dituju adalah supaya Gereja yang dalam hal ini adalah kita
semua semakin peduli dengan mewujudnya pelestarian nilai-nilai yang baik di tengah kehidupan bersama ini.
Orang tua rajin mengajarkan makna tradisi yang baik dan berlaku di masyarakat, dan anak-anak menghargai
tradisi yang ada dengan sikap setia dan kreatif.

Khotbah Jangkep Bahasa Indonesia

Judul Khotbah:
Merawat Anak-anak Kerajaan Sorga

Saudara dan saudari, umat Tuhan yang kekasih, pada bulan Juli ini, pelayanan Sabda Gereja-gereja
Kristen Jawa secara khusus memberi perhatian pada anak-anak. Mendengar istilah anak-anak dalam
konteks kehidupan gerejawi, barangkali segera terlintas kenakalannya, kerewelannya, dan hal lain yang
menyebabkan rasa sebel. Bayangkanlah, bila di tengah-tengah ibadah ini ada anak yang tiba-tiba
menangis dengan suara keras. Pasti kita semua merasa terganggu. Cara pandang manusia dewasa kepada
anak-anak kadang kebablasan, menganggap kalau iman anak-anak itu masih berkualitas rendah.
Alasannya belum bisa khusyuk kalau ibadah, ulahnya seringkali menjadi gangguan bagi orang dewasa.
Padahal, tingkah mereka sebenarnya potret kita waktu masih menjadi anak-anak, bukan? Apakah dengan
begitu, Ibadah umum dewasa akhirnya harus menyingkirkan anak-anak? Haruskah dipasang huruf besar-
besar di ruang ibadah “ANAK-ANAK DILARANG RIBUT DAN MENANGIS WAKTU IBADAH”?
Pada minggu terakhir bulan ini, perayaan iman bertemakan “Merawat Anak-anak Kerajaan Sorga.”
Ketika menyebut anak-anak dikaitkan erat dengan Kerajaan Sorga, semoga mengingatkan bagaimana
sikap Tuhan Yesus kepada anak-anak. Ketika para murid mendiskusikan siapa yang terbesar dalam
Kerajaan Sorga, Tuhan Yesus memberi penegasan: “Ingatlah, jangan menganggap rendah seorang dari
anak-anak kecil ini. Karena Aku berkata kepadamu: Ada malaikat mereka di sorga yang selalu memandang
wajah Bapa-Ku yang di sorga.” (Matius 18:10). Sekarang, bagaimana Gereja yang sering disebut sebagai
“ibu rohani” memberi perhatian kepada anak-anak?
Diskusi yang telah berlangsung lama dan sampai sekarang di beberapa tempat masih hangat
adalah bolehkah anak-anak terlibat dalam Sakramen Perjamuan Kudus. Sampai sekarang, beberapa GKJ
sudah ada yang memberi tempat pada anak-anak untuk turut serta berkumpul di sekitar meja perjamuan
Tuhan. Kepada mereka juga dilayani pendadaran atau penyampaian undangan Tuhan untuk datang pada
pesta perjamuan. Apakah dengan keterlibatan anak-anak dalam Sakramen Perjamuan Kudus menjadi
penanda keseriusan Gereja memberi perhatian pada anak-anak?
Saudara dan saudari kekasih Tuhan, di sebuah GKJ pinggir Kali Progo, dulu pernah terjadi orang tua
yang marah-marah gara-gara anaknya menangis karena tidak diberi roti saat Gereja melayankan
Sakramen Perjamuan Kudus. “Gara-gara roti secuil, marai bocah rewel, wis ora usah neng Greja –gara-gara
roti secuil, membuat anak menangis, sudahlah tidak usah ke Gereja lagi” demikian komentar orang tua itu
yang sampai sekarang masih diingat beberapa warga Gereja. Ketatnya peraturan di sekitar Sakramen
Perjamuan, ternyata bisa berdampak pada menjauhnya keluarga itu dari karya penyelamatan Tuhan.
Mungkin saja, mereka memang tidak terpilih. Namun, bukan itu yang menjadi inti permasalahan. Hal
memberi perhatian pada anak-anaklah yang perlu dengan baik dipikirkan dengan budi hening.
Atas dasar pengalaman itu, maka GKJ pinggir Kali Progo itu akhirnya bersepakat, setelah ibadah
usai anak-anak dipanggil ke depan, didoakan, lalu dibagikanlah kepada mereka roti perjamuan. Sebelum
Sinode GKJ bersepakat soal Sakramen Perjamuan Kudus yang melibatkan anak-anak, GKJ pinggir Kali
Progo tersebut belum berani mengundang anak-anak untuk ambil bagian dalam Sakramen Perjamuan
Kudus melalui pendadaran. Supaya anak-anak sejak dini berkenalan dengan misteri iman yang
tersembunyi di dalam Sakramen Perjamuan, maka pada akhir Ibadah, mereka diajak berkumpul di sekitar
meja Perjamuan. Sebelum mereka menerima pembagian roti, pendeta sebagai bapak atau ibu pamulang
jemaat mengajak seluruh umat untuk mendoakan anak-anak pewaris Kerajaan Sorga itu. Tujuannya
supaya mereka berjumpa dengan kasih Kristus yang sempurna. Berkat kasih itu, harapannya mereka tidak
terpisah dengan kasih Kristus yang kekal.
Berdasarkan bacaan II, perihal harapan supaya tidak terpisah dari kasih Kristus ini ternyata dianggap
sangat penting oleh Rasul Paulus. Tidak mengherankan bila hidup doa akhirnya mendapat perhatian
dalam pengajarannya. Berdoa penting, karena itulah sarana rahmat untuk memperdalam iman dan
mempererat persekutuan di dalam kasih Tuhan. Untuk menyemangati hidup doa, Rasul Paulus
menerangkan, “Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita; sebab kita tidak tahu,
bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-
keluhan yang tidak terucapkan.”
Dengan mendoakan anak-anak, kiranya menampakkan upaya Gereja merawat anak-anak Kerajaan
Sorga. Anak-anak pewaris Kerajaan Sorga perlu dirawat dengan baik memiliki makna supaya anak-anak
bisa menghormati tradisi yang baik di tengah kehidupan bersama secara kritis. Mengingat tradisi selalu
perlu direfleksikan seturut semangat zaman. Refleksi yang baik selalu dimulai dengan sikap mau
memahami terlebih dahulu, sebagaimana dilakukan oleh Yakub. Terhadap tradisi pernikahan yang berlaku
di tengah masyarakat pamannya Laban, Yakub tidak ngotot mempertahankan kebenarannya sendiri,
sekalipun sesuai perjanjian yang dibuat bersama Laban. Dari segi ini, Gereja bisa belajar berdasar
pengalaman Laban, betapa pentingnya mewariskan tradisi yang baik dengan mengajarkan dan memberi
teladan. Dengan cara pengajaran yang baik dan memanusiakan anak-anak, niscaya anak-anak pun akan
menghargai tradisi sebagaimana Yakub. Dengan demikian kita pun tahu bahwa Allah sungguh turut
bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi semua makhluk.
Sikap Yakub yang menghormati tradisi setempat ini pantas menjadi permenungan sebagai Gereja
yang tumbuh dan berkembang di bumi Jawa. Menjadi Gereja di bumi Jawa, “memasuki” relung budaya
setempat (inkulturasi) tentunya adalah sebuah kemestian. Setelah menemukan pandangan hidup (world
view) budaya setempat maka Gereja selanjutnya memakai sebagai perspektif untuk menemukan dan
merayakan cinta kasih Allah. Seperti Yakub yang demi cintanya kepada Rahel, sehingga waktu tujuh tahun
terasa sebentar saja. Terhadap kenyataan adanya tradisi perkawinan yang mengharuskan ia kawin dulu
dengan Lea pun tidak dipersoalkan berlama-lama. Yakub menghormati tradisi dalam kerangka demi
cintanya kepada Rahel. Terkait dengan diskusi perihal Sakramen Perjamuan Kudus bagi anak-anak, hal
utama yang perlu dilakukan adalah menumbuh-kembangkan cinta anak-anak terhadap Sakramen
Perjamuan terlebih dahulu. Dalam hal ini, tentu orang-orang dewasa perlu memberikan contoh yang baik
dalam bersikap terhadap Sakramen Perjamuan. Dengan mewariskan tradisi yang baik disertai penjelasan
dan pemahaman, niscaya kita turut serta menegaskan eksistensi Kerajaan Sorga di tengah dunia ini.

Khotbah Jangkep Basa Jawa

Irah-irahaning Khotbah:
Nggematèni Para Putra-putri Kratoning
Swarga
Para sadhèrèk, para kagunganipun Gusti ingkang kinasih, ing wulan Juli punika, peladosaning
Sabda Suci Gereja-gereja Kristen Jawa secara mirunggan nélakaken kawigatosan dhateng para laré.
Mireng sebatan para laré ing satengahing gesang masamuwan, bok menawi lajeng kèmutan kaliyan
nalakipun, anggènipun sami rèwèl, saha bab sanès ingkang karaosaken damel boten ngremenaken. Saged
dipun bayangaken menawi ing satengahing pangibadah punika lajeng nangis kanthi suwanten sora, kita
temtu rumaos kaganggu. Panyawangipun manungsa diwasa dhateng laré-laré asring kebablasen.
Nganggep menawi kapitadosanipun laré-laré punika taksih cethèk. Pawadananipun dèrèng tumemen
menawi ngibadah, polah tingkahipun asring nganggu tiyang-tiyang diwasa. Kamangka, pratingkah punika
sayektosipun mujudaken gambar dhiri kita nalika taksih laré-laré, rak makaten ta? Punapa kanthi
makaten, Ibadah Umum tundhonipun kedah nyingkiraken laré-laré? Punapa kedah dipun pasang seratan
ageng-ageng ing papan pangibadah “LARÉ-LARÉ BOTEN PARENG PECICILAN LAN RÈWÈL NALIKA
NGIBADAH”?
Ing minggu pungkasan wulan punika, pahargyan kapitadosan mawi irah-irahan “Nggematèni Para
Putra-putri Kratoning Swarga.” Nalika tembung laré-laré dipun jèjèraken kaliyan Kratoning Swarga, mugi-
mugi kita enget kaliyan tanggapanipun Gusti Yesus dhumateng laré-laré. Nalika para siswa ngrembag
sinten ingkang paling ageng wonten ing Kraton Swarga, Gusti Yesus paring pratélan: “Awas! Kowé aja
ngrèmèhaké salah siji saka panunggalané bocah-bocah cilik iki. Ngertia, para malaékaté bocah-bocah cilik
kuwi tansah padha ngadhep Rama-Ku ingswarga.” (Matéus 18:10). Sapunika, kados pundi Pasamuwan
Suci ingkang asring sinebat minangka “biyung kasukman” nélakaken kawigatosan dhumateng laré-laré?
Prakawis ingkang sampun dangu lumampah ngantos sapriki ing papan-papan tertemtu taksih
dipun rembag, inggih punika ngéngingi punapa kepareng laré-laré ndhèrèk kembul bojana suci. Ngantos
sapriki, wonten GKJ-GKJ ingkang sampun ngeparengaken laré-laré kembul bojana ing sakupenging méja
bojana suci. Dhateng laré-laré punika ugi dipun ladosi pandadaran utawi ulem bojana supados sami
mangretosi ing pambojanan. Punapa kanthi pisowanipun laré-laré ing pambojanan suci mujudaken
pratanda bilih Pasamuwan Suci sangsaya nélakaken kawigatosan dhumateng laré-laré?
Para sadhèrèk kekasihing Pangéran, ing salah satunggaling Pasamuwan GKJ pinggir benawi Progo,
rikala rumiyin naté kedadosan wonten tiyang sepuh ingkang duka yayah sinipi gara-gara larénipun rèwèl
amargi boten dipun paringi roti nalika Pasamuwan ngladosaken Sakramen Bojana. “Gara-gara roti secuil,
marai bocah rèwèl, wis ora usah nèng Gréja” makaten alokipun tiyang sepuh punika ingkang ngantos
sepriki taksih dipun èngeti déning sadhéngah warganing pasamuwan. Pranatan ing sakupenging
Sengkeran Bojana ingkang kaku, pranyata saged dados jalaran wonten brayat ingkang nebih saking
pakaryan kawilujengan. Bok menawi kémawon brayat punika boten kapiji déning Gusti. Nanging, sanès
punika ingkang dados underaning prakawis. Bab nélakaken kawigatosan dhateng laré-laré ingkang
prayogi kapenggalih kanthi cipta ingkang wening.
Adhedhasar pangalaman kasebat, Pasamuwan GKJ ing pinggir benawi Progo punika tundhonipun
sarujuk, sasampunipun pangibadah bojana suci rampung para laré katimbalan supados mangajeng, dipun
dongakaken, salajengipun dipun edumi roti bojana ingkang taksih tirah. Sadèrèngipun Sinode GKJ
golong-gilig ngéngingi Paladosan Sengkeran Bojana Suci kanggé para laré, Pasamuwan GKJ ing pinggir
benawi Progo punika boten kumawantun ngulemi laré-laré supados nepang pambojanan suci. Supados
laré-laré wiwit wiwitan mila tepang kaliyan kekeraning kapitadosan ingkang singidan wonten ing
Sengkeran Bojana, mila ing pungkasaning pangibadah, laré-laré dipun kempalaken ing sangajenging meja
bojana. Sadèrèngipun sami nampi roti, pandhita minangka bapa pamulanging pasamuwan ngatag sadaya
pasamuwan kanggé ndongakaken laré-laré ahli waris Kratoning Swarga punika. Ancasipun supados laré-
laré saged pinanggih kaliyan sih-katresnan Dalem Sang Kristus ingkang sampurna. Berkah saking
katresnan punika, mugi laré-laré boten pinisahaken saking sih kawelasan Dalem Sang Kristus ingkang
langgeng.
Adhedhasar waosan II, magepokan kaliyan pangajeng-ajeng supados boten pinisahaken saking
sihipun Sang Kristus punika pranyata kaanggep wigatos déning Rasul Paulus. Boten maiben menawi
gesanging pandonga pikantuk kawigatosan mirunggan wonten ing piwulangipun. Sembahyang tuhu
wigatos, amargi ing ngriku pirantosing sih-rahmat kanggé nandhesaken kapitadosan saha ngraketaken
patunggilan wonten ing sih Dalem Sang Kristus. Kanggé nggrengsengaken gesanging pandonga, Rasul
Paulus nerangaken: “Mengkono uga Rohé Gusti Allah rawuh mitulungi kita sing sèkèng iki. Kita dhéwé ora
ngerti kepriyé patrapé ndedonga sing bener; Roh piyambak sing ndongakaké kita marang Gusti Allah
srana panggresah, sing ora bisa diucapaké nganggo tembung.” Kanthi ndongakaken laré-laré, mugi
ngetingalaken pambudidayaning Pasamuwan Suci kanggé nggematèni para putra-putri Kratoning
Swarga. Laré-laré ahli waris Kraton Swarga perlu dipungematèni kanthi saé ngemu wigatos supados laré-
laré saged ngurmati tradisi ingkang saé ing satengahing gesang patunggilan sacara lantip. Ngèngeti
tradisi tansah perlu dipun penggalih laras kaliyan semangating jaman. Penggalihan ingkang prayogi
tansah perlu kawiwitan kanthi patrap purun mangertosi langkung rumiyin kados ingkang katindakaken
déning Yakub. Magepokan kaliyan tradisi neningkahan ingkang lumampah ing tengahing masyarakatipun
ingkang paman, Yakub boten nggegegi pamanggihipun piyambak, sinaosa nggadhahi waton prajanjian
ingkang kadamel. Saking panyawang punika, Pasamuwan Suci saged sinau adhedhasar pangalamanipun
Laban, iba wigatinipun marisaken tradisi ingkang saé saha mulangaken lan paring patuladhan. Kanthi
cara mulangaken kanthi saé lan nguwongaken laré-laré, mesthinipun laré-laré ugi badhé ngajèni tradisi
kados déné Yakub. Kanthi makaten kita saèstu pana bilih Gusti Allah èstu makarya wonten ing
sadhéngah prakawis ingkang ndhatengaken kasaénan tumrap sadaya tumitah.
Patrapipun Yakub ingkang ngurmati tradisi ingkang wonten punika pantes dados panggilutipun
Pasamuwan Suci ingkang ngrembaka ing bumi Jawa. Dados Pasamuwan Suci ing bumi Jawa, purun
lumebet ing jantunging kabudayan Jawi temtu sampun samesthinipun. Sasampunipun manggihaken
punjering kabudayan, Pasamuwan Suci ing salajengipun kepareng ngagem minangka sarana
manggihaken saha mahargya sih-katresnan Dalem Gusti Allah. Kados déné Yakub ingkang karana
katresnanipun dhateng Rahèl, temahan wekdal pitung taun karaosaken namung sekedhap. Tumrap
kasunyatan punika, wontenipun tradisi neningkahan ingkang ngedahaken piyambakipun nikah kaliyan Léa
boten dipun anggep prakawis ageng. Yakub ngurmati tradisi rikala semanten karana katresnanipun
dhateng Rahèl. Sambet kaliyan pirembagan magepokan Sengkeran Bojana kanggé para laré, prekawis
wigatos ingkang perlu katindakaken inggih punika ngrembakakaken katresnanipun para laré dhumateng
Sengkeran Bojana Suci langkung rumiyin. Magepokan kaliyan prekawis punika, temtu para tiyang diwasa
perlu paring patuladan ingkang saé kados pundi patrapipun dhumateng Sengkeran Bojana. Kanthi
marisaken tradisi ingkang saé kinanthenan katrangan, samesthinipun kita ndhèrèk negesaken adegipun
Kratoning Swarga ing tengahing jagad punika. Amin

Bausastra Jawa:
duka yayah sinipi: nepsu/nesu banget.

Anda mungkin juga menyukai